Anda di halaman 1dari 4

Jeanne d’Arc (‘Joan of Arc’ dalam bahasa Inggris), 

pahlawan wanita Prancis yang
menyelamatkan bangsanya, tetapi juga menjadi seorang martir
Dia lahir pada tahun 1412 di desa Domrémy di timur laut Prancis yang merupakan
suatu daerah terisolasi yang tetap setia pada Prancis walaupun dikelilingi oleh
daerah kekuasaan Burgundi yang bersekutu dengan inggris. Ia berasal dari keluarga
petani Ayahnya, Jacques d’Arc, adalah seorang petani miskin dan ibunya, Isabelle
Romée, adalah seorang wanita yang sangat saleh dan menanamkan pada putrinya
akan kecintaan pada agama dan ajaran Gereja Katolik.
Jeanne d’arc hidup pada masa titik terendah dalam sejarah Prancis dalam Perang
Seratus Tahun antara prancis dan inggris yang berlangsung sejak 1337 hingga 1453
atau kurang lebih selama 116 tahun yang berlarut-larut telah menyebabkan
kesengsaraan masyarakat, terutama pada bagian utara prancis yang dikuasai oleh
Inggris dan Burgundi.
Setelah kekalahan telak pada Pertempuran Agincourt pada tahun 1415,
raja Prancis Charles VI menyetujui perjanjian yang membuat mahkotanya tersebut
diserahkan kepada Inggris setelah kematiannya, yang terjadi pada tahun 1422.
Namun raja Inggris Henry V, juga meninggal tahun yang sama yaitu 2 bulan setelah
kematian Charles VI, yang kemudian meninggalkan putranya yang masih bayi Henry
VI sebagai raja dari kedua kerajaan Namun diserahkan kepada Saudara laki-laki
Henry V, John dari Lancaster, adipati Bedford, yang bertindak sebagai wali
sementara. Sedangkan di pihak Perancis, yang sebelumnya dipimpin oleh Charles VI,
juga digantikan oleh Charles VII.
Namun, banyak panglima perang Perancis yang merasa kecewa dengan
kepemimpinan Charles VII, yang dianggap terlalu lemah dan tidak berambisi untuk
merebut kembali wilayah Perancis dari Kerajaan Inggris.
Beberapa penyerangan terjadi pada masa kecil Jeanne, di mana pada salah satu
serangan, desanya dibakar.
Jeanne mengaku bahwa ia mendapatkan pencerahan (vision) pertamanya di usia 13
tahun Dimana dia bertemu St. Michael, St. Catherine, dan St. Margaret agar
menyuruhnya mengusir Inggris dan membawa sang Putra mahkota Charles VII ke
Reims untuk diangkat menjadi raja.[
Demi mengikuti tuntunan visi ini, Joan yang pada saat itu berusia 16 tahun berhasil
meyakinkan pengadilan setempat untuk menolak perjodohannya.
Dituntun oleh visinya, Joan pergi ke Vaucouleurs pada Mei 1428 untuk bertemu
dengan Robert de Baudricourt, komandan garnisun dan pendukung Charles.
Awalnya, Baudricourt menolak permintaan Joan sehingga membuat gadis desa itu
kembali ke rumahnya.
Namun, Joan tidak menyerah. Pada Januari 1429, dia kembali ke Vaucouleurs
dengan membawa beberapa penduduk desa.
Karena perjalanan ke Chinon jauh dari tempatnya Jeanne kemudian memotong
rambutnya dan mengenakan pakaian pria. Ia melakukan perjalanan selama 11 hari
melintasi wilayah musuh menuju ke Chinon, tempat istana putra mahkota Charles
VII.
Ketika Jeanne mengahadap Putra Mahkota Charles VII, Putra Mahkota twrsebut tidak
yakin apa yang harus dilakukan tentang gadis petani yang mengaku sebagai
penyelamat Prancis dan berjanji untuk melihatnya dimahkotai di Reims, tempat
tradisional penobatan kerajaan.
Namun, selama percakapan pribadi dengan Charles, dia memenangkannya dengan
mengungkapkan informasi yang mungkin hanya diketahui oleh utusan dari Tuhan
Kepada Charles VII, Joan memberikan penglihatan bahwa dia akan menyaksikan pria
itu dinobatkan sebagai raja di Reims, sebuah kota yang menjadi situs tradisional
penobatan para Raja Perancis.
Meskipun penasihat Charles berbeda pendapat, keinginan Joan dikabulkan dan
diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa misinya dari Tuhan itu nyata.
Meski buta huruf, Joan dapat mendiktekan surat tantangan ke Inggris yang demikian
bunyinya :
'Raja Inggris, jika Anda tidak melakukannya, saya adalah seorang komandan, dan di
mana pun saya bertemu dengan pasukan Anda di Prancis, saya akan membuat
mereka pergi, baik dengan sukarela atau tidak; dan jika mereka tidak mau menurut,
saya akan memusnahkan mereka.
Saya dikirim ke sini oleh Tuhan Raja Surga, mata ganti mata untuk mengusir Anda
sepenuhnya dari Prancis."
Joan kemudian meminta Charles memberinya pasukan untuk memimpin
pertempuran di Orleans.
Charles mengabulkan permintaannya, dan Joan yang berusia 17 tahun berangkat ke
Orleans pada Maret 1429 dengan mengenakan baju besi putih dan menunggangi
seekor kuda putih.
Setelah mengirim surat kepada musuh, Joan memimpin beberapa serangan dan
memaksa mereka mundur melintasi Sungai Loire.
Kemenangan pertamanya di Orleans membuatnya digelari La Pucelle d’Orléans atau
dalam bahasa indonesa Sang Dara Orleans
Sejak itu, satu per satu wilayah yang tadinya dikuasai oleh Inggris berhasil direbut
kembali oleh Perancis
Sebagai hasil dari berbagai kemenangan tersebut, Jeanne mendesak Charles VII
untuk memberikannya kekuasaan sebagai komandan pasukan, bersama
dengan Duke John II dari Alençon yang berhutang budi pada Jeanne karena
menyelamatkan nyawanya di Jargeau, serta mendapat izin untuk menjalankan
rencananya merebut jembatan-jembatan sepanjan sungai Loire sebagai upaya untuk
menuju Kota Reims untuk menobatkan charles VII. Rencana ini merupakan suatu
rencana yang berani, mengingat Reims dua kali lebih jauh dibandingkan Paris, dan
berada jauh di dalam wilayah musuh, banyak kalangan penasihat masih meragukan
keputusan Jeanne sehingga
Charles VII pun juga bimbang.
Pada saat Charles VII berjalan-jalan melalui kota-kota di sepanjang sungai
Loire, Joan menemaninya dan berusaha untuk menghilangkan keragu-
raguannya dan mengalahkan para penasihat yang menyarankan
penundaan dan akhirnya dia memenangkan rasa ragu Charles VII untuk
merebut Kota Reims.
Joan memimpin serangan ke kota Reims dan akhirnya mereka menang
pada serangan pagi berikutnya. Tentara kerajaan kemudian berbaris ke
Châlons, di mana, meskipun ada keputusan sebelumnya untuk melawan,
uskup dikota Reims datang dan menyerahkan kunci kota kepada Charles
VII tanpa adanya perlawanan.
Pada tanggal 16 Juli tentara kerajaan mencapai Reims yang membuka
gerbangnya. Penobatan berlangsung pada esok hari Seperti yang telah
diramalkannya, Charles pun dimahkotai di Reims pada 17 Juli 1429. Jeanne hadir
dan berdiri dengan panjinya tidak jauh dari altar. Setelah upacara dia
berlutut di depan Charles VII dan memanggilnya raja untuk pertama
kalinya.
Setelah penobatan Raja Charles VII, Jeanne meminta sang raja utk segera
bertindak cepat merebut Kota Paris sebelum mereka mengumpulkan
kekuatannya
namun Charles memutuskan untuk membuat gencatan senjata dengan Inggris.
Ini membuktikan bahwa Charles rupanya masih agak skeptis terhadap kemampuan
Jeanne
Gencatan senjata berakhir pada musim semi 1430 dan Joan dikirim untuk
mempertahankan kota Compiègne dari pasukan Inggris dan Burgundi dan
pertempuran pada hari itu telah menyebabkan tertangkapnya Jeanne d'Arc. Sewaktu
memerintahkan untuk mundur, sebagai kode kehormatan, ia bertahan sebagai orang
terakhir yang meninggalkan pertempuran dan Pihak Burgundi mengepung para
pelindungnya
Adalah suatu kebiasaan bagi keluarga tawanan perang untuk mengumpulkan uang
tebusan jika diizinkan. Sayangnya, pihak Burgundi tidak mengizinkan tebusan untuk
Jeanne. Banyak sejarawan yang menyalahkan Charles VII karena tidak mengupayakan
hal tersebut.
Saat dipenjara di Kastil Beaurevoir, Joan sering kali berusaha melarikan diri. Namun,
semuanya sia-sia dan dia akhirnya dijual ke Inggris seharga 10.000 livre.
Joan dipindahkan ke kota Rouen, di pengadilan jeanne membuktikan
intelektualitasnya pada saat di interogasi Ketika dia diberikan sebuah pertanyaan
apakah ia tahu bahwa ia berada dalam lindungan Tuhan? Yang dimana Pertanyaan
ini adalah jebakan karena Doktrin gereja mengatakan bahwa tidak ada seorangpun
yang bisa yakin bahwa ia berada dalam lindungan Tuhan. Jika Jeanne menjawab iya,
maka ia akan dituduh melakukan bidah. Jika tidak, maka ia mengakui kesalahannya.
Dengan penuh keberanian Jeanne pun menjawab: 'Jika tidak, semoga Tuhan
menempatkan saya di sana; dan jika iya, semoga Tuhan tetap melindungi saya.' Lalu
Mereka yang menginterogasinya pun menjadi takjub" dan langsung menunda
interogasi pada hari itu.
Namun bagaimanapun juga tuntutan mengada-ada ini tetap diteruskan kepadanya
sehingga diputuskan ia melakukan bidah berulang dan pantas dihukum mati atas
banyak kejahatan mulai dari bid’ah, sihir, dan menyamar jadi laki-laki.

Pada tanggal 30 Mei 1431, Joan of Arc dibakar di tiang pancang pada usia 19 tahun.
Ia berulangkali berkata "dengan suara keras menyebut nama Yesus dan memohon
dan berdoa tanpa henti untuk bantuan orang suci dari surga." Setelah meninggal,
orang-orang Inggris membongkar arang dan menunjukkan tubuhnya yang telah
hangus hingga memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengklaim
bahwa ia selamat dari hukuman, lalu membakar ulang tubuhnya hingga menjadi abu
dan membuang abu tersebut ke sungai Seine.
Meski sudah mati, tetapi Joan telah meletakkan dasar bagi Prancis untuk
memenangkan Perang Seratus Tahun.
Pertempuran terakhir dalam rangkaian Perang Seratus Tahun terjadi di Castillon
pada 1453, di mana Perancis berhasil merebut Guyenne dari Inggris.
Berakhirnya Perang Seratus Tahun tidak pernah ditandai dengan perjanjian damai,
tetapi padam dengan sendirinya karena Inggris mengakui bahwa pasukan Perancis
terlalu kuat untuk mereka hadapi.
Dengan begitu, Perancis resmi menjadi pemenang dan menandai berakhirnya
rangkaian Perang Seratus Tahun.
Pengadilan ulang diadakan setelah perang berakhir dan Charles VII memerintahkan
pengadilan baru untuk membersihkan namanya. Paus Kallixtus III mengesahkan
proses ini, yang sekarang dikenal sebagai "pengadilan rehabilitasi", atas permintaan
Inquisitor-General Jean Brehal dan ibunda Jeanne, Isabelle Romée. Penyelidikan
dimulai dengan pemeriksaan terhadap Guillaume Bouille. Brehal melakukan
penyelidikan pada tahun 1452. Permohonan banding resmi diajukan pada
November 1455. Proses ini melibatkan banyak pihak dari seantero Eropa dan
mengikuti prosedur standar pengadilan. Panel ahli teologi menganalisis kesaksian
dari 115 saksi mata. Brehal menyampaikan simpulan akhirnya pada Juni 1456, yang
menggambarkan Jeanne sebagai seorang martir dan menuduh almarhum Pierre
Cauchon dengan bidah karena telah menjatuhkan hukuman kepada perempuan
yang tak berdosa demi balas dendam sekuler. Pengadilan memutuskan Jeanne tak
bersalah pada 7 Juli 1456.
Pada 1920, Paus Benediktus XV melakukan kanonisasi atau pemberian gelar orang
kudus kepada Joan of Arc.
Kisah gadis desa itu telah mengilhami banyak karya seni dan sastra selama berabad-
abad, serta membuat dirinya dinobatkan menjadi pahlawan pelindung Perancis.

Anda mungkin juga menyukai