Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Secara etimologis, kata “politik” berasal dari bahasa Yunani, yakni Politeia.
Politeia berasal dari akar kata polis dan teia. Polis mengandung arti kesatuan
masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara. Sedangkan teia mengandung arti
urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna
kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian
asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu yang kita kehendaki. Politics dan policy memiliki hubungan yang erat dan
timbal balik. Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya, sedangkan policy
memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-
baiknya.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah sistem untuk
menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga,
dengan tujuan membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis.
Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang
antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara
melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai apakah yang
menjadi tujuan dari sistem politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara beberapa
alternatif serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan itu.

Nasional berasal dari bahasa Inggris, yakni “national” yang


akar katanyaa dalah “nation”, yang dalam bahasa Indonesia berarti bangsa. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan “nation” adalah sesuatu yang berhubungan atau
berkaitan dengan skala nasional yang merujuk pada bangsadan negara

Politik nasional adalah asas, arah, upaya, dan kebijakan negara mengenai
pembangunan (perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, dan pengendalian) dan
penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

B. Rumusan Masalah

1. Dasar penyusunan dan pemikiran politik nasional


2. Proses Penyusunan Nasional
3. Faktor Faktor yang mempengaruhi politik Nasional
4. Stratifikasi Politik Nasional
5. Implementasi Politik Nasional

BAB II
PEMBAHASAN
1. Dasar dan proses penyusunan dan pemikiran politik nasional

Dasar Penyusunan Dan Pemikiran Politik Nasional


1. Sistem penyusunan dan pemikiran politik berkandung dalam sistem manajemen
nasional, berlandaskan ideologi pancasila, UUD 1945 yang berisi wawasan nusantara
dan ketahanan nasional. Sejak 1985 berkembang bahwasanya jajaran pemerintah dan
lembaga lembaga disebut “suprastruktur politik”. Lembaga tersebut yaitu :
 MPR
 DPR
 Presiden
 DPA
 BPK
 MA

Sedangkan badan badan didalam masyarakat disebut dengan “insprastuktur


politik”. Lembaga tersebut yaitu :
 Partai Politik
 Organisasi Kemasyarakatan
 Medis Massa
 Kelompok Penekan
 Kelompok Kepentingan

Badan Suprastruktur politik dan Insprastuktur politik harus saling melengkapi


dan berkerja sama untuk struktur struktur yang seimbang.
1. Penyusunan dan pemikiran politik Nasional juga mengarah pada proklamasi
kemerdekaan Indonesia 1945 sebagai pedoman,petunjuk dan koridor sebagai bentuk
terselenggaranya semua program pembangunan nasional.
2. Penyusunan dan pemikiran politik nasional juga harus menverminkan jati diri dan
harga diri negara.

Proses Penyusunan Politik Nasional

1. Orde Lama

Proses perumusan kebijakan dan strategi nasional di era Orde Lama sering
dikenal dengan istilah “Demokrasi Terpimpin”. Proses perumusan kebijakan dan
strategi nasional diawali dengan pembentukan Dewan Desain Nasional (Depernas)
dengan UU No. 8 Tahun 1958. Departemen Pendidikan Nasional mempunyai tugas
menyusun RUU Program Pembangunan Nasional. Setelah dikeluarkannya Keputusan
Presiden Republik pada tanggal 5 Juli 1959, kembali ke UUD 1945, Departemen
Pendidikan Nasional diperkuat dengan Keputusan Presiden Republik No. 4 Tahun
1959. Dalam kurun waktu 1 tahun, Departemen Pendidikan Nasional menyusun
rancangan undang-undang pembangunan nasional semesta alam semesta delapan
tahun (1961-1969). Model pembangunan nasional universal disampaikan oleh
Departemen Pendidikan Nasional kepada Presiden pada 13 Agustus 1960. Rancangan
itu kemudian diteruskan ke MPR untuk disetujui.

Pada sidang pertama, MPRS menetapkan Rancangan Undang-Undang Dasar


tentang undang-undang pembangunan nasional yang direncanakan secara universal
untuk tahun 1961-1969 sebagai pedoman model pembangunan nasional universal
yang direncanakan untuk tahap pertama 1961-1969. /MPRS/1960 dikenal sebagai
Kebijakan Pembangunan Negara Republik Indonesia. Model pembangunan adalah
pemimpin dari semua upaya ekonomi dan menjadi dasar dari semua pembangunan
diseluruh pelosok tanah air saat itu.

Politik pada masa orde lama ditujukan untuk merancang model pembangunan
masyarakat adil dan makmur atau masyarakat sosialis Indonesia. Tujuan tersebut
harus dicapai melalui pembangunan nasional, global dan terencana. Nasional: Karena
model pembangunan harus menggambarkan keinginan semua daerah, semua lapisan
dan golongan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Semesta: Karena model
harus mencakup seluruh lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara. Perencanaan:
karena tidak mungkin mewujudkan masyarakat adil dan makmur sekaligus, tetapi
dilakukan setahap demi setahap, setahap demi setahap, setingkat demi setingkat,
wilayah demi wilayah, bidang demi bidang, dengan kata lain tidak sekaligus, tetapi
secara serentak.

Pola umum perencanaan pembangunan nasional adalah Tripola karena terdiri


dari 3 pola, yaitu: (i) pola proyek; (ii) model interpretasi dan (iii) pola pembiayaan.
Debernas selalu mengacu pada berbagai teks nasional dalam karyanya, yaitu: (1)
UUD 1945; (2) Amanat Pembangunan Presiden tanggal 28 Agustus 1959. (3)
Penegasan Amanat Pembangunan Presiden tanggal 9 Januari 1960. Ketiga teks
tersebut menetapkan bahwa akhir dari semua pembangunan adalah untuk memenuhi
tugas penderitaan manusia, yaitu , untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur. Menurut Pancasila, hal itu tidak berlangsung lama karena konflik politik
dan ketidakstabilan politik meletus pada tahun 1965-1966, menyebabkan
pemerintahan rezim lama di bawah Presiden Sukarno runtuh dan digantikan oleh
pemerintahan rezim baru di bawah Presiden Suharto.

2. 2. Orde Baru
3.
Proses perumusan kebijakan nasional di bawah Orde Baru atau sering dikenal
dengan istilah “Demokrasi Pancasila” didasarkan pada UUD 1945, khususnya Pasal 3
(sebelum perubahan), dimana MPR menetapkan konstitusi dan prinsip-prinsip
pedoman kebijakan negara (GBHN). ). Bentuk kebijakan dan strategi nasional yang
sebenarnya pada saat itu adalah GBH yang ditetapkan oleh MPR melalui TAP MPR
kemudian disampaikan kepada Presiden untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.

GBHN merupakan program pembangunan nasional di segala bidang yang


dilaksanakan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan
mewujudkan cita-cita nasional. GBHN memberikan arah yang jelas bagi negara dan
perjuangan rakyat Indonesia yang sedang berkembang untuk mewujudkan keadaan
dan mampu memberikan gambaran masa depan yang diinginkan. GBHN adalah
rencana pembangunan lima tahun.Sebagai produk MPR yang merupakan lembaga
negara tertinggi, pemegang kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan negara tertinggi,
GBHN memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mendukungnya dan berperan
aktif dalam pelaksanaannya sesuai dengan amanat undang-undang. fungsi, area
tanggung jawab dan kapasitas masing-masing. GBHN juga menjadi acuan
penyelenggaraan negara.14 Dalam pelaksanaan GBHN, Presiden menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Repelita disusun oleh Presiden dengan
bantuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada masa Orde
Baru telah disusun 7 (tujuh) Repelita yang landasan hukumnya akan diuraikan sebagai
berikut:

a. Keputusan Presiden no. 319 Tahun 1968, Dasar Hukum Repelita I (1969
- 1973).
b. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN Tahun 1973 –
1978, dasar hukum Repelita II (1974/1975 – 1978/1979).
c. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN Tahun 1978 –
1983, dasar hukum Repelita III (1979/1980 – 1983/1984).
d. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN Tahun 1983 –
1988, dasar hukum Repelita IV (1984/1985 – 1988/1989).
e. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang GBHN Tahun 1988 –
1993, dasar hukum Repelita V (1989/1990 – 1993/1994).
f. Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN Tahun 1993 –
1998, dasar hukum Repelita VI (1994/1995 – 1998/1999).
g. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN Tahun 1998 –
2003, dasar hukum Repelita VII (1998/1999 – 2003/2004).

Berdasarkan rencana pembangunan nasional yang disusun oleh pemerintah,


Repelita I sampai dengan Repelita V ditetapkan sebagai Tahap 1 Model
Pembangunan Jangka Panjang (PJPT). Sedangkan Repelita VI dan VII merupakan
bagian dari model pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT). Seperti diketahui
pemerintah menetapkan PJPT selama 25 tahun, sehingga wajar jika pemerintah
melaksanakan 5 (lima) Repelita, maka dapat dikatakan pemerintah melaksanakan
PJPT 1.

Akibat krisis ekonomi yang berujung pada krisis politik, krisis kepercayaan dan
krisis multidimensi pada 1997-1998, gelombang reformasi mahasiswa berujung pada
penggulingan pemerintahan Presiden Suharto pada 21 Mei 1998, bersama dengan
masyarakat yang tidak puas dengan kondisi nasional. program pembangunan yang
dilaksanakan di dalamnya saat itu. Akhirnya TAP MPR No. disetujui. II/MPR/1998
tentang GBHN 1998-2003 melalui TAP MPR No. II/MPR/1998 dalam rapat MPR.
IX/MPR/1998.

4. Transisi Reformasi

Proses penyusunan politik dan strategi nasional pada era transisi


reformasi diawali dengan diterbitkannya beberapa ketetapan MPR sebagai respon
terhadap berbagai tuntutan reformasi yang sangat deras ketika itu.
Ketetapan MPR tersebut, antara lain :
a. TAP MPR No. X/MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi Dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai
Haluan Negara.
b. TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas KKN.
c. TAP MPR No. XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam
Rangka Demokrasi Ekonomi.
d. TAP MPR No. XV/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, pengaturan & Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusa dan Daerah Dalam
Kerangka NKRI.
e. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia

Berkenaan dengan kebijakan dan strategi nasional, MPR setelah pemilihan


umum 1999 untuk Majelis Umum Gerakan Politik ke-12 pada tanggal 19 Oktober
1999 menetapkan TAP MPR n. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004. GBHN
1999-2004 berisi tentang Arahan Politik Tata Negara sebagai pedoman bagi
penyelenggara Negara, termasuk lembaga-lembaga tertinggi Negara, dan bagi seluruh
rakyat Indonesia, dalam penyelenggaraan Negara dan untuk mengambil tindakan-
tindakan yang diperlukan. untuk pelestarian, restorasi, penguatan dan pengembangan
selama periode ini. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, pedoman kebijakan
penyelenggaraan negara dituangkan dalam Program Lima Tahun Pembangunan
Nasional (Propenas) yang ditetapkan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Selanjutnya Proenas dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta)
yang memuat anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan oleh
Presiden bersama DPR.

Propenas, sebagai penjabaran dari GBHN 1999-2004, merupakan rencana


pembangunan lima tahunan. Kerangka waktu Propenas adalah 2000-2004. Propenas
merupakan rencana pembangunan berskala nasional dan merupakan kesepakatan dan
komitmen bersama rakyat Indonesia dalam mencapai visi dan misi negara. Fungsi
Propenas adalah menyatukan pandangan dan langkah seluruh lapisan masyarakat
dalam melaksanakan prioritas pembangunan lima tahun ke depan. Propenas dibuat
secara transparan dengan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, dunia usaha,
pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), tetapi juga para ahli, baik di pusat
maupun di daerah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari masukan dengan
tujuan agar semua pihak menjadi bagian dan berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Propenas bukan hanya merupakan rencana pembangunan bagi pemerintah pusat,
tetapi merupakan rencana pembangunan bagi seluruh pelosok bangsa. Propenas
merupakan payung bagi seluruh lembaga tinggi negara dalam melaksanakan tugas
pembangunan. Proses penyusunan Propenas yang dilakukan secara transparan akan
meningkatkan rasa tanggung jawab dan mendorong pemerintah untuk mewujudkan
good governance. Setiap lembaga tinggi negara, departemen dan lembaga pemerintah
non departemen menyusun Rencana Strategis (Renstra), sedangkan pemerintah daerah
menyusun Program Pembangunan Daerah (Propeda), Renstra dan Propeda harus
mengacu pada Propenas. Untuk Propeda, dimungkinkan untuk menekankan prioritas
yang berbeda ketika merumuskan program pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masing-masing daerah. Propenas memiliki karakteristik yang berbeda dengan
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) sebelumnya.

Propenas sedang mencari memberikan ruang lebih bagi penyelenggara


pembangunan di pusat (Departemen/LPND) dan di daerah (Pemda) untuk membuat
rencana pembangunan masing-masing. Hal ini sejalan dengan semangat desentralisasi
dalam segala aspek kehidupan bernegara, termasuk dalam pembangunan nasional.

5. Orde Reformasi

Proses perumusan kebijakan dan strategi nasional di era reformasi diawali


dengan lahirnya undang-undang no. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN). Menurut hukum n. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional adalah suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan
untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan
tahunan yang terdiri dari unsur penyelenggara negara dan masyarakat. di tingkat pusat
dan daerah Undang-undang SPPN dengan jelas menyebutkan bahwa ada tiga
dokumen perencanaan pembangunan nasional, yaitu Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) yang berlaku selama 20 tahun, Rencana Pembangunan
Menengah Nasional jangka waktu (RPJMN) yang berlaku selama 5 tahun, dan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang berlaku selama satu tahun. Mengenai
perencanaan pembangunan daerah, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) berlaku selama 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) berlaku selama 5 tahun dan Rencana Kerja Daerah (RKPD) berlaku selama
satu tahun. sistem perencanaan mencakup lima pendekatan lintas sektoral:
perencanaan, yaitu: kebijakan; teknokratis, partisipatif; dari atas ke bawah (dari atas
ke bawah); dan bottom-up (bottom-up) Pendekatan politik menganggap pemilihan
presiden/kepala daerah sebagai proses perencanaan, karena pemilih menentukan
pilihannya berdasarkan program pembangunan yang ditawarkan..

Masing-masing calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rencana


pembangunan merupakan penjabaran dari agenda pembangunan yang ditawarkan oleh
Presiden/Kepala Daerah pada masa kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka
menengah. Perencanaan dengan pendekatan teknokratis dilakukan dengan
menggunakan metode dan kerangka ilmiah oleh lembaga atau unit kerja yang secara
fungsional ditugaskan. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilakukan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam pembangunan.
Keterlibatan mereka adalah untuk mencapai aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Sedangkan pendekatan top-down dan bottom-up dalam perencanaan dilakukan sesuai
dengan tingkatan pemerintahan. Rencana proses top-down dan bottom-up
diselaraskan melalui musyawarah di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa.

Tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah untuk: Menjamin


terciptanya keterpaduan, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, ruang, waktu, fungsi
pemerintahan, pusat dan daerah. Memastikan keselarasan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pemantauan. Mengoptimalkan
partisipasi masyarakat. Memastikan tercapainya penggunaan sumber daya yang
efektif, efisien, adil dan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Nasional menciptakan:
rencana pembangunan jangka panjang. rencana pembangunan jangka menengah, dan
rencana pembangunan tahunan.

Dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah, Musyawarah


Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan forum antar pemangku
kepentingan untuk menyusun rencana pembangunan nasional dan daerah.
Melaksanakan Musrenbang bersama penyusunan RKP dan RKPD termasuk dan
menyerap aspirasi masyarakat. Ruang lingkup perencanaan pembangunan nasional
dan daerah adalah
sebagai berikut :

Skala Nasional :
 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
 Rencana Strategi Kementrian/Lembaga
 Rencana Kerja Pemerintah
 Rencana Kerja Kementrian/Lembaga
Skala Daerah :
 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
 Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah
 Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Sampai dengan saat ini, pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU
No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 – 2025. Dalam UU RPJPN tersebut ditegaskan kewajiban
pemerintah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, yaitu RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM Nasional II Tahun
2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV
Tahun 2020–2024. RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program Presiden ketika melaksanakan kampanye pada saat Pemilu.
Berkaitan dengan RPJMN, pemerintahan SBY telah menetapkan
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009, yang merupakan
penjabaran visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilu yang dilaksanakan
secara langsung tahun 2004. Presiden SBY juga telah menetapkan Peraturan
Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014, yang merupakan
penjabaran visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilu yang dilaksanakan
secara langsung tahun 2009.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Politik Nasional

Proses perumusan kebijakan dan strategi nasional selalu memperhatikan


perkembangan lingkungan strategis, baik di tingkat global, regional, nasional maupun
lokal, seperti dijelaskan di bawah ini:

1. Perkembangan Nasional

Dalam merumuskan kebijakan dan strategi nasional, tentunya pemerintah harus


memperhatikan perkembangan aspek global, terutama yang terkait dengan isu
demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan, terorisme, globalisasi, pasar bebas dan
perdagangan bebas. Pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan dan strategi
nasional tentunya akan mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategis dalam
skala global, khususnya yang berkaitan dengan hubungan luar negeri, politik luar
negeri, dan perdagangan internasional. Berbagai kesepakatan dan konvensi
internasional yang dihasilkan dari kerangka multilateral, tripartit dan bilateral
diperhitungkan dalam penyusunan kebijakan dan strategi nasional.
2. Perkembangan Regonal

Regional dalam penyusunan kebijakan dan strategi nasional tentunya hal-hal


yang berkaitan dengan pengembangan lingkungan strategis dalam skala regional,
seperti kejahatan lintas negara, perbatasan, keamanan regional, organisasi regional
dalam kerangka ASEAN dan APEC tentunya sangat pertimbangan penting. Kebijakan
dan strategi nasional yang sedang dikembangkan tentunya harus mampu menjawab
berbagai tantangan daerah yang dihadapi bangsa Indonesia. Sebagai masyarakat
regional di Asia Tenggara, bangsa Indonesia merupakan negara yang sangat penting
untuk mewujudkan Asia Tenggara yang aman, damai, sejahtera, dan dinamis.
Sehingga kebijakan dan strategi nasional yang dikembangkan mampu beradaptasi
dengan perkembangan daerah.

3. Perkembangan Nasional

Dalam penyusunan kebijakan dan strategi nasional, pembangunan di tingkat


nasional yang meliputi Asta Jatra (Tri Jatra dan Pancha Jatra) menjadi masukan yang
sangat penting. Perubahan politik dan strategis nasional di tingkat eksperimental, yang
mengalami perubahan dari rezim lama, rezim baru, dan orde reformasi merupakan
bukti nyata betapa signifikan dampak perkembangan lingkungan strategis di tingkat
nasional. Arus reformasi yang muncul di akhir era rezim baru telah mengubah proses
politik dan strategi nasional saat ini. Perkembangan geografi, demografi, sumber daya
alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang
terjadi di Indonesia, sesungguhnya diwujudkan dalam politik dan strategi nasional.
Kebijakan dan strategi nasional yang dikembangkan harus menjadi respon terhadap
permasalahan yang terjadi di tingkat nasional.

4. Perkembangan Lokal

Dalam merumuskan kebijakan dan strategi nasional, aspek lokal seperti


pengembangan otonomi daerah, desentralisasi dan nilai-nilai kearifan lokal juga
diperhitungkan. Kebijakan dan strategi nasional harus mampu mengadaptasi berbagai
fenomena, fenomena dan peristiwa yang ada di tingkat lokal sehingga dapat menjadi
pedoman atau petunjuk dalam proses penanganannya. Proses perumusan kebijakan
dan strategi nasional memperhatikan jati diri bangsa Indonesia di tingkat lokal dengan
mengadopsi mekanisme musyawarah dan mufakat, semangat toleransi, gotong royong
dan nilai-nilai kemasyarakatan lainnya. Perumusan kebijakan dan strategi nasional
merupakan cerminan dari dinamika masyarakat di tingkat lokal sehingga dapat
diimplementasikan di tingkat masyarakat, khususnya di tingkat kabupaten, kabupaten,
kota, kecamatan, dan desa.

Stratifikasi Politik Nasional

Stratifikasi Politik Nasional di Indonesia sebagai berikut :

1. Tingkat penentu kebijakan puncak


A. Meliputi kebijakan komprehensif tertinggi secara nasional dan memasukkan
ketentuan Konstitusi. Fokus pada masalah politik makro bangsa dan negara untuk
merumuskan cita-cita nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan tingkat atas dilaksanakan oleh Dewan Kebijakan Moneter.
B. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti
tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak
termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan
nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau
piagam kepala negara.

2. Tingkat Kebijakan Umum

Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti
tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak
termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan
nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau
piagam kepala negara.

3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus

Kebijakan menuju area utama pemerintahan. Kebijakan ini merupakan


penetapan kebijakan umum untuk formula strategis dan administratif, sistem dan
prosedur di bidang ini. Kekuatan politik khusus ini ada di tangan menteri dalam
kebijakan tingkat mereka.

4. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis

Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu bidang bidang utama berupa
prosedur dan teknik pelaksanaan rencana, program, dan kegiatan.

5. Tingkat Penentu Kebijakan Di Daerah


A. Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah
terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di
daerahnya masing-masing.
B. Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan
persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I
atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau
walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut
Gubernur/Kepala Daerah tingkat 1, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau
Walikota/Kepala Daerah tingkat II

Implementasi Politik Nasional

1. Implementasi di bidang hukum

 Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk menciptakan


kesadaran dan kepatuhan hukum.
 Menyelenggarakan sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan
mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat.
 Menerapkan hukum secara konsisten untuk menjamin kepastian hukum,
keadilan, kebenaran, supremasi hukum dan penghormatan yang lebih baik
terhadap hak asasi manusia.

 Melanjutkan ratifikasi konvensi-konvensi internasional, khususnya yang


berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
bangsa.
 Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum,
termasuk NKRI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan
meningkatkan kesejahtera, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan,
serta pengawasan yang efektif.
 Pembentukan lembaga peradilan yang independen dan bebas dari pengaruh
penguasa dan pihak.

2. Implementasi di bidang ekonomi

 Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan berdasarkan mekanisme pasar yang


adil dengan prinsip persaingan yang sehat dan kepentingan pertumbuhan
ekonomi.
 Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta menghindari struktur pasar
monopoli dan berbagai struktur pasar yang menyimpang yang merugikan
masyarakat.
 Memaksimalkan Peran Pemerintah dalam Mengoreksi Kegagalan Pasar.
 Kami berjuang untuk kehidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan yang adil
dari masyarakat.
 Mengembangkan perekonomian yang berorientasi dunia sejalan dengan
perkembangan teknologi dengan membangun keunggulan di setiap wilayah.
 Pengelolaan kebijakan makroekonomi dan mikroekonomi secara terkoordinasi
dan sinergis untuk menetapkan tingkat suku bunga yang wajar.

3. Implementasi dalam politik

 Memperkuat eksistensi dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia


yang berlandaskan kebhinekaan.
 Menyelesaikan UUD 1945.
 Meningkatkan peran MPR.
 Mengembangkan sistem politik nasional berdasarkan landasan yang terbuka dan
demokratis.
 Meningkatkan independensi partai politik.
 Peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat secara intensif dan
komprehensif.
 Pemajuan dan penerapan prinsip kesetaraan dan anti diskriminasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Penyelenggaraan pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi
rakyat yang seluas-luasnya.

4. Implementasi di bidang pertahanan dan keamanan

 Menata Tentara Negara Indonesia sesuai paradigma baru secara konsiste.


 Mengembangkan kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.
 Meningkatkan kualitas keprofesionalan TNI.
 Memperluas dan meningkatkan kualitas kerja sama bilateral.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Politik Nasional adalah sebuah sistem untuk mencapai tujuan bersama dengan
kedamaian dan menjadi negara yang berevolusi berdasarkan HAM dengan ideologi
negara UUD 1945yang mempunyai perencanaan berskala besar maupun kecil.
Dimulai dari masa orde lama sampai orde reformasi hingga sekarang. Banyak faktor
yang mempengaruhi perkembangan politik nasional dari menyakup daerah hingga
nasional.

SARAN

Untuk mencapai politik nasional yang sejalan harus dimulai dengan demokrasi dan
kritisi. Bermusyawarah dengan damai untuk menghindari perkelahian antara masyarat
dengan pemerintah yang terlibat. Pelaksaan politik nasional diadakan dengan
serentak diharapkan disetiap daerah yang terlambang diberi bantuan untuk cepat
mengembang politik nasional sehingga bisa menyusul daerah daerah yang sudah
berkembang supaya mencapai tujuan politik nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Prof Mariam Djudiardjo. 1991. “Dasar - Dasar Ilmu Politik”, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Sumarsono, dkk. 2005. “Pendidikan Kewarganegaraan”, Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Prof. Drs. C.S.T Kansil SH. 2003. “Modul Pancasila dan Kewarganegaraan”,
Jakarta: PT Anem Kosong Anem.

Agus Subagyo. 2019. Dalam Jurnal “Politik dan Strategi Nasional”

Sumarsono , H. Mansyur, dkk,. 2001. “Pendidikan Kewarganegaraan”, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Sinamo, N. 2010. “Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi”, Jakarta


PT Bumi Sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai