Anda di halaman 1dari 21

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

MATA KULIAH PANCASILA

disusun oleh :

KELOMPOK 7

1. Shafiah Fenisar Poliyama (413422057)


2. Siskawati Zees (413422025)
3. Nur Fathia Putri Permata (413422046)
4. Melisa Mokodompit (413422029)
5. Fajar Putrawan Djabar (413422004)

PROGRAM STUDI STATISTIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU DAN PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Pengertian Pancasila dan Filsafat

A. Pengertian Pancasila

1. Secara Etimologis

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari


India (bahasa kata brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa
Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta
perkataan “Pancasila ” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :

 “Panca” artinya “lima”


 “Syila” dengan vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”,
“dasar”
 “Syila” dengan vokal i panjang artinya “peraturan tingkah
laku yang baik, yang penting atau senonoh”

Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama


bahasa Jawa diartikan “Susila” yang memiliki hubungan dengan
moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” dngan vokal i pendek yang
memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah berarti
“dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syila” dengan
vokal i panjang bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

2. Secara Historis

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI


pertama, dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan suatu masalah,
khususnya yang akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut
adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan
dibentuk. Kemudian tampillah 3 orang pembicara pada saat sidang
tersebut yakni Muhammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno


berpidato secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia
yang kemudian diberi nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


berdasarkan saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa
yang namanya tidak disebutkan.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan


kemerdekaannya. Kemudian pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkan Undang-Undang Dasar 1945 termasuk pembukaan UUD
1945 yang dimana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai
satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.

Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan


merupakan istilah umum, walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tidak termuat istilah “Pancasila” namun yang dimaksudkan Dasar
Negara Republik Indonesia disebut “Pancasila”. Hal ini berdasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan
dasar negara yang mana secara spontan diterima oleh peserta sidang
secara bulat.

3. Secara Terminologis

Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah


melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melengkapi
alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang
merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera
mengadakan sidang. Dalam sidangnya yang diadakan pada tanggal 18
Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik
Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 berisi 37
pasal, dimana 1 Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan
Tambahan terdiri atas 2 ayat.

Dalam bagian Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat


alinea tersebut tecantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa


2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam permusyawaratann/ Perwakilan

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan


UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili
seluruh rakyat Indonesia.

B. Pengertian Filsafat

1. Secara Etimologis

Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan
“shopia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya
berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/ pengetahuan.
Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat
dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh
terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai
kebenran yang sejati. Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat
diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan
menurut Gredt dalam bukunya “elemnta philosophiae”, filsafat sebagai
“ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab
musababnya yang terdalam”.

2. Secara Umum

Filsafat merupakan suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk


memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan
refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Filsafat
adalah suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan
sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan
lainnya oleh karena memiliki objek tersendiri yang sangat luas.

Sebagai contoh, dalam ilmu psikologi mempelajari tingkah laku


kehidupan manusia, namun dalam ilmu filsafat tidak terbatas pada salah
satu bidang kehidupan saja, melainkan memberikan suatu pandangan
hidup yang menyeluruhtentang hakikat hidup yang sebenarnya.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pandangan hidup tersebut merupakan hasil pemikiran yang disusun
secara sistematis menurut hukum-hukum logika.

Seorang yang berfilsafat (filsuf) akan mengambil apa yang telah


ditangkap dalam pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah
kemudian memandangnya di bawah suatu horizon yang lebih luas, yakni
sebagai unsur kehidupan manusia yang menyeluruh.

3. Menurut Para Ahli

Pengertian filsafat menurut para ahli memiliki perbedaan dalam


mendefinisikan filsafat yang disebabkan oleh perbedaan konotasi filsafat
dan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbedaan pendapat muncul
juga dikarenakan perkembangan filsafat itu sendiri sehingga akhirnya
menyebabkan beberapa ilmu pengetahuan memisahkan diri dari ilmu
filsafat.

Berikut ini beberapa pengertian filsafat menurut para ahli yang


memiliki pengertian jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian
menurut bahasa.

 Cicero (106 - 43 SM), Filsafat adalah seni kehidupan


sebagai ibu dari semua seni.
 Aristoteles (384 - 322 SM), Filsafat adalah memiliki
kewajiban untuk menyelidiki sebab dan asas segala benda.
 Plato (427 - 347 SM), Filsafat itu adalah tidaklah laindari
pengetahuan tentang segala yang ada.
 Al Farabi (wafat 950 M), Filsafat itu ialah ilmu
pengetahuan tentang alam yang berwujud dan bertujuan
menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
 Thomas Hobbes (1588 - 1679), Filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang menerangkan perhubungan hasil dan
sebab atau sebab dari hasilnya, dan oleh karena itu
senantiasa adalah suatu perubahan.
 Johann Gotlich Fickte (1762 -1814), Filsafat merupakan
ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu umum yang menjadi dasar

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


dasar segala ilmu. Filsafat membicarakan seluruh bidang
dan seluruh jenis ilmu untuk mencari kebenaran dari
seluruh kenyataan.
 Imanuel Kant (1724 - 1804), Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan
yaitu metafisika, etika agama dan antropologi.
 Paul Nartorp (1854 - 1924), Filsafat sebagai ilmu dasar
hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan
menunjukkan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya.
 Harold H. Titus (1979), Filsafat adalah sekumpulan sikap
dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis.

Selain tokoh-tokoh dunia, adapun pendapat dari tokoh bangsa


Indonesia mengenai filsafat, yaitu:

 Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan


objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak
berubah, yang disebut hakekat.
 Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari
kebenaran untuk kebenaran, tentang segala sesuatu yang
dipermasalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.
 Hasbullah Bakry : Ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-
Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap
manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
 Prof. Dr. Ismaun, M. Pd : Filsafat ialah usaha pemikiran
dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara
sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis,
fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki
(pengetahuan dan kearifan atau kebenaran yang sejati).
 Prof. Mr. Muhammad Yamin : Filsafat ialah pemusatan
pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya
didalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.

`II. Pancasila Merupakan Suatu Filsafat

Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir


sebagai collective ideologie (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia.
Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan
pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat Pancasila.

Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional


tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding
fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu system (Abdul Gani, 1998).

Pengertian filsafat pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau


pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang
benar, adil, bijaksana dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia. Filsafat pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno
sejak tahun 1955 sampai kekuasaannya berakhir pada tahun 1965. Pada saat
itu, Soekarno selalu menyatakan bahwa pancasila merupakan filsafat asli
Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia, serta merupakan
akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen) dan Arab (Islam).

Filsafat pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga


filsafat pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya
atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud
filsafat pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari
(way of life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun di akhirat (Salam, 1988 : 23 -
24).

A. Objek Filsafat Pancasila

Ditinjau dari segi objektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau
dianggap dan diyakini ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.

Ruang lingkup objek filsafat :

1. Objek Material
2. Objek Formal

Lebih jauh E. C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of


Philosophy (1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat
(secara tersirat menunjukkan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran),
Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of Matter and Mind
(hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu),
Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism
(serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan).

Pendapat-pendapat diatas tersebut menggambarkan betapa luas dan


mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun
sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang
dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para ahli
membagi objek filsafat ke dalam objek material dan objek formal. Objek
material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan
dalam berfikir, sedangkan objek formal adalah objek yang menyangkut
sudut pandang dalam melihat objek material tertentu.

Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat


adalah sarwa yang ada (segala sesuatu yang terwujud), yang pada garis
besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan;
2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat Manusia, sedangkan objek formal
filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap objek
material filsafat. Dengan demikian, objek material filsafat mengacu pada

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat
berfikir terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal
filsafat mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan
objek material filsafat.

B. Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila

Pancasila ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai


berikut:

1) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/


bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang
ada dalam bangsa Indonesia sendiri;
2) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan
bentuknya, Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi
syarat formal (kebenara formal);
3) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam
menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia
merdeka; serta
4) Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan
diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:

1) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;


2) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;
3) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;
4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong
royong;
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya.

C. Hakikat Nilai-Nilai Pancasila

Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang
pikirkan yang merupakan hal penting dalam hidupnya. Nilai dapat berada di

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


dua kawasan : kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa dikatakan konsep
dan bisa dikatakan abstraksi (Simon, 1986). Nilai merupakan hal yang
terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip
akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan
kata hati (potensi).

Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk


memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai, dan
moral bangsa. Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk
pengembangan nilai dan moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan
pemufakatan yang normatif.

Secara epistimologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai


dan moral dan moral yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu
hasil sublimasi, serta kristalisasi dari sistem nilai budaya bangsa dan agama
yang seluruhnya bergerak vertikal, juga horizontal serta dinamis dalam
kehidupan masyarakat. Selanjutnya, untuk menyinkronkan dasar filosofis-
ideologis menjadi wujud jati diri bangsa yang nyata dan konsekuen secara
aksiologis, bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti,
menghayati, membudayakan, dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini
dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat, dan sekolah.

Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:

a) Sistematis;
b) Mendalam;
c) Mendasar;
d) Analitis;
e) Komprehensif;
f) Spekulatif;
g) Representatif; dan
h) Evaluatif.

Cabang-cabang filsafat meliputi:

1) Epistemologi (Filsafat Pengetahuan);


2) Etika (Filsafat Moral);

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


3) Estetika (Filsafat Seni);
4) Metafisika (membicarakan tentang segala sesuatu di balik
yang ada);
5) Politik ( Filsafat Pemerintahan);
6) Filsafat Agama;
7) Filsfat Ilmu;
8) Filsafat Pendidikan;
9) Filsafat Hukum;
10) Filsafat Sejarah;
11) Filsafat Matematika; dan
12) Kosmologi (membicarakan tentang segala sesuatu yang ada
yang teratur).

Aliran Filsafat meliputi:

1) Rasionalisme;
2) Idealisme;
3) Positivisme;
4) Eksistensialisme;
5) Hedonisme;
6) Stoisme;
7) Marxisme;
8) Realisme;
9) Materialisme;
10) Utilitarianisme;
11) Spiritualisme; dan
12) Liberalisme.

Konsep Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Filsafat merupakan awal dari ilmu pengetahuan. Filsafat sering disebut


sebagai “Mother of Science”. Apa hubungan antara Pancasila dan Sistem
Filsafat?. Mengapa mahasiswa perlu memahami Pancasila sebagai Sistem
Filsafat?. Alasannya, agar pada tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


untuk berfpikir secara terbuka, kritis, sistematis, komprehensif, dan mendasar
sebagaimana ciri-ciri pemikiran filsafat. Artinya, mahasiswa harus memiliki
kesadaran untuk melakukan perenungan terhadap peristiwa sejarah yang
memunculkan nilai filosofis para Founding Father, contohnya Soekarno ketika
menggagas pancasila sebagai Philosofische Grondslag atau dasar filsafat negara
pada sidang BPUPKI hingga pengesahan Pancasila sebagai dasar negara pada
sidang PPKI.

Pancasila bukan hanya teks yang harus dihafal dari sila ke-1 sampai sila
ke-5. Lebih dari itu, nilai-nilai filosofis dari Pancasila sendiri harus dihayati,
dijiwai, sekaligus menjadi dasar terkhususnya mahasiswa dalam berperilaku, baik
sebagai individu, keluarga dan masyarakat, serta sebagian dari bangsa Indonesia.

Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat?. dalam sidang


BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama
Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun pidatonya sebagai
berikut:

“Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa yang Ketua kehendaki!
Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta Philosofische Grondslag, atau jika kita
boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka Tuan Ketua yang mulia
minta suatu Weltanschauung, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia
itu”. (Soekarno, 1985: 7).

Istilah Philosphische Grondslag dan Weltanschauung merupakan dua istilah yang


sarat dengan nilai-nilai filosofis. Yang menjadi pembedaan antara filsafat dan
Weltanschauung yaitu, Filsafat lebih bersifat teoritis dan abstrak, yaitu cara
berpikir dan memandang realita dengan sedalam-dalamnya untuk memperoleh
kebenaran. Weltanschauung lebih mengacu pada pandangan hidup yang bersifat
praktis.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai


filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan
hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Contoh: Undang-Undang No. 44 tahun 2008

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan dan memelihara
tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung
tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan
martabat kemanusiaan”. Undang-undang tersebut memuat sila pertama dan sila
kedua yang mendasari semangat pelaksanaan untuk menolak segala bentuk
pornografi yang tidak sesuai dengan nlai-nilai agama dan martabat kemanusiaan.

Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan


sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang
kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag).
Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia (world-view). Hal ini
menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang
Gie, Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang terpatri dalam
Weltanschauung itu menyebar dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa
Indonesia.

Mengapa manusia memerlukan filsafat?. manusia memerlukan filsafat


karena beberapa alasan.

 Pertama, manusia telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains
dan teknologi, telah mengembangkan bermacam-macam teknik untuk
memperoleh ketenteraman (security) dan kenikmatan (comfort). Akan
tetapi, pada waktu yang sama manusia merasa tidak tenteram dan gelisah
karena mereka tidak tahu dengan pasti makna hidup mereka dan arah harus
tempuh dalam kehidupan mereka.
 Kedua, filsafat melalui kerjasama dengan disiplin ilmu lain memainkan
peran yang sangat penting untuk membimbing manusia kepada keinginan-
keinginan dan aspirasi mereka. (Titus, 1984: 24). Dengan demikian,
manusia dapat memahami pentingnya peran filsafat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat


Pancasila, artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara.
Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


 Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar
mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.
 Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional
dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara.
 Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar dapat menjadi
kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan
perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional

Pancasila sebagai Landasan Ontologis


a. Pengertian Ontologis

Istilah “Ontologi” berasaldari kata Yunnani onto yang berarti


“sesuatu yang sungguh-sungguh ada”, kenyataan yang sesungguhnya, dan
logos yang berarti “studitentang “, teori yang membicarakan.

Menurut Aristoteles, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat


sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya
dengan meta fisika. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi),
metafisika.

Secara ontologis pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya


untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila pancasila. Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri
sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar
ontologis pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak
yaitu Monopluralis atau monodualis. Maknanya manusia merupakan
pendukung pokok dari sila-sila pancasila.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.

Diketahui bahwa kelima sila Pancasila pada hakikatnya adalah manusia.


Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis
memiliki hak-hak yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan
jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai mahkluk

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


individu dan mahkluk sosial serta sebagai mahkluk pribadi dan mahkluk
Tuhan Yang MahaEsa.

Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah


berupa hubungan sebab-akibat:

- Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, Manusia, satu,


rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.

- Landasan sila-sila pancasila yaitu tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil
adalah sebagai sebab, dan Negara adalah sebagai akibat.

Ontologi mempelajari ciri hakiki (pokok) dari keberadaan yang berbeda


darisitu ditentang hal-hal yang ada secara khusus. Ontologi merupakan
cabang filsafat yang membicarakan tatanan (keteraturan) dan struktur
kenyataan dalam arti yang luas. Kategori-kategori yang digunakan adalah:
meng-ada atau menjadi, aktualitas atau potensionalitas, nyata atau nampak
perubahan, eksistensi atau non-eksistensi, hakikat kemutlakan, yang
terdalam.

b. Pandangan Ontologis Pancasila

1. Tuhan adalah sebab pertama (causa prima) dari segala sesuatu, Yang
Esa dan segala sesuatu tergantung kepadanya. Tuhan adalah sempurna dan
maha kuasa, merupakan dzat yang mutlak, ada secara mutlak. Zat yang
mulia dan sempurna.

2. Manusia memiliki susunan hakikat. Pribadi yang monopluralis


(majemuk tunggal), bertubuh-berjiwa, berakal-berasa berkehendak,
bersifat individu, berkedudukan sebagai pribadi berdiri sendiri-
makhlukTuhan yang menimbulkan kebutuhan kejiwaan dan religius, yang
seharusnya secara bersama-sama dipelihara dengan baik dalam kesatuan
yang seimbang, harmonis dan dinamis.

3. Mengakui adanya kualitas metafisis "satu" (transcendent alone).


“satu" ialah secara mutlak tidak dapat terbagi. Merupakan diri pribadi
yaitu mempunyai bentuk, susunan, sifat-sifat dan keadaan tersendiri
sehingga kesemuan yaitu menjadikan yang bersangkutan suatu keutuhan
(keseluruhan) yang mempunyai tempat tersendiri (utuh, terpisah dari yang
lain, mempunyai bentuk dan wujud)

4. Mengakui adanya "rakyat". Rakyat ialah keseluruhan jumlah semua


orang, warga dalam lingkungan daerah atau negara tertentu, yang dalam
segala sesuatu yang meliputi semua warga, dan untuk keperluan seIuruh
warga, termasuk hak dan kewajiban asasi kemanusiaans etiapwarga,

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


sebagai perseorangan dan sebagai penjelmaan hakikat manusia. Hakikat
rakyat adalah pilar negara dan yang berdaulat.

5. Mengakui adanya kualitas metafisis adil (trancendental good). Adil


ialah dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang merupakan hak dalam
hubungan hidup kemanusiaan. Sebagai penjelmaan hakikat manusia (wajib
lebih diutamakan daripada hak), pemenuhan hak sebagai kewajiban
tersebut mencakup hubungan antara negara dengan warga negaranya,
hubungan antara warga negara dengan negara dan hubungan di antara
sesama warga negara. Keadilan mengandung inti adil yang pada
hakikatnya adalah kerelaan (aspek jiwa) dan kesebandingan (aspek raga).

Landasan Epistemologis Pancasila

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,


susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti
umber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan
validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang teori
terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat
tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:

1. Tentang sumber pengetahuan manusia;

2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;

3. Tentang watak pengetahuan manusia.

Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan


sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu
belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu
Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya
sebagai sistem pengetahuan.

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan


dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah
sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.

- Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami


bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-
nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.

- Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka


Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti
susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal.

Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila,
dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila
lainnya, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila
ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama
dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila
keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta
mendasari dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan Pancasila
memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya.

Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:

1. Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila
yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak
dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang
konkrit.

2. Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai
pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib
hukum Indonesia.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


3. Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan
sehingga memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975:
36-40)

Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat


manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga
dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif,
dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang
merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan
pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis
dan kreatif.

Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan
menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi,
analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional logis
Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi
arti Pancasila tersebut.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan


manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan
dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka
sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga
mengakui kebenaran wahyu yang 11 bersifat mutlak. Hal ini sebagai
tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan
pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia
untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi.

Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi


Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila
mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

Landasan Aksiologi Pancasila

Aksiologis merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan


bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh
aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu
pengetahuan. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion dan logos, yang
berarti teori tentang nilai. Dalam aksiologi ada dua komponen yang
mendasar, yakni: 1) Etika. Istilah etika berasal dari bahasa yunani "ethos"
yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang
berasal dari bahasa latin "mores", kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan.

Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang Membahas masalah-masalah


moral, perilaku, norma, dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas
tertentu. Estetika merupakan bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti
bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara
tertib dan harmonis dalam suatu hubungan yang utuh menyeluruh.
Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat
selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar
belakang, karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya
(givenvalue) melainkan nilai yang diciptakan (createdvalue) oleh manusia
Indonesia. Nilai-nilai dalam Pancasila hanya bisa dimengerti dengan
menganal manusia Indonesia dan latar belakangnya.

Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan
nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari
semua aktivitas kehidupan masyarakat,berbangsa, dan bernegara. Secara

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriberofvalue Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan
sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila
itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia
sehingga mencerminkan sifat khas sebagai bangsa indonesia.

Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi


arah bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai
instrumental, Pancasila tidak hanya mencerminkan identitas manusia
Indonesia, melinkan juga berfungsi sebagai cara (mean) dalam mencapai
tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita negara bangsa, Indonesia
menggunakan cara-cara yang berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang menghargiamusywarah dalam
mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia yaitu bahwa kebenaran


rasio bersumber dari akal manusia. Selain kebenaran rasio maka manusia
juga memiliki sumber pengetahun yang berasal dari proses reseptif indera
yaitu kebenaran empiris. Mengakui kebenaran intuisi dan juga kebenaran
wahyu yang bersifat mutlak sebagai kebenaran tertinggi. Kebenaran dalam
pengetahuan manusia merupakan sintesis harmonis antara potensi-potensi
kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak untuk mendapatkan
kebenaran yang tertinggi.

Dalam hakikat kemanusiaan, Pancasila memberikan ajaran kepada


manusia Indonesia untuk memanusiakan interaksi sosial dalam hidup
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan ajaran tersebut, Pancasila
bercita-cita untuk menjadikan manusia Indonesia sebagai makhluk
bermoral. Sifat-sifat hakiki dari sila-sila Pancasila secara kodrat
menempatkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang satu, yang bercita
cita untuk keberadaan manusia sebagai makhluk yang bersatu dengan
lingkungannya berdasarkan rasa persaudaraan, sebagai makhluk yang

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


harus hidup bersama dan berkehendak untuk menciptakan keadilan yang
bersifat sosial bagi masyarakat Indonesia.

Pemahaman Pancasila yang lebih baik dapat mengurangi berbagai


ketimpangan di segala bidang. Implementasi yang baik dari Pancasila akan
memberikan perspektif bagi bangsa Indonesia untuk menuju masyarakat
adil dan makmur, sesuai dengan amanah yang ada di dalam pem bukaan
UUD 1945. Indonesia yang terdiri atas berbagai macam agama, suku,
daerah, sosial ekonomi akan tetap

Pancasila secara aksiologis juga memiliki pandangan bahwa ilmu


pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena ia harus diletakkan
pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam
usaha mendapatkan pengetahuan yang mutlak sebagaimana yang terus
diupayakan dalam keseluruhan aktifitas manusia hingga hari ini. Persoalan
dasar dalam memahami Pancasila adalah, bagaimana Pancasila harus
dipahami secara komprehensif. Apakah untuk memahami Pancasila maka
hal yang harus dilakukan adalah dengan melepaskan masingmasing
silanya untuk dapat dipahami maknanya, ataukah Pancasila harus
dipahami tidak saja bagian per bagian atau sila per sila akan tetap
memahami Pancasila dengan menghubungkan sila-sila tersebut dalam
sebuah kesatuan.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Anda mungkin juga menyukai