A. PENDAHULUAN
Bangsa yang besar dan maju dapat diukur dari tingkat pendidikan dan
kesejahteraan masyarakatnya. Pendidikan dan kesejahteraan merupakan indikator
yang sangat jelas dan saling terkait erat. Permasalahan dunia pendidikan di Indonesia
yang menjadi isu sentral di antaranya adalah belum meratanya akses pendidikan bagi
masyarakat, mutu dan relevansi layanan pendidikan serta efektivitas manajemen
pendidikan di setiap jenjang pendidikan, terutama di tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Manajemen pendidikan pada masa sebelum reformasi dan otonomi
daerah dianggap belum mampu mengimbangi laju perkembangan dunia pendidikan
dan dunia industri yang sangat dinamis. Manajemen pendidikan yang sentralistik
dianggap tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman atau kepentingan baik
untuk daerah, sekolah maupun peserta didik, serta mematikan partisipasi masyarakat
dalam proses pendidikan.
Memasuki era Revolusi Industri 4.0 dunia pendidikan “dipaksa” untuk berubah
secara cepat dan radikal. Disrupsi terjadi di segala sektor, baik sektor publik maupun
sektor privat. Dunia pendidikan dituntut untuk berubah dan beradaptasi dengan
lingkungan yang sama sekali berbeda dengan masa dua puluh tahun yang lalu di
mana teknologi informasi belum berkembang seperti sekarang. Manajemen
organisasi pendidikan tidak hanya dituntut untuk efsien dan efektif, tetapi juga kreatif,
inovatif, fleksibel, dan futuristik dalam menjalankan visi dan misi organisasi. Di sinilah
letak pentingnya manajemen pendidikan yang baik dan sehat harus diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan
pendidikan. Faktanya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen
yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih
konvensional, sehingga kurang menjawab tantangan zaman dan terkesan
ketinggalan zaman. Hal tersebut mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan
yang harusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan.
Secara garis besar, mutu dalam pendidikan merupakan hal yang membedakan
antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga mutu merupakan masalah pokok yang
akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah
1
persaingan dunia pendidikan yang semakin keras. Sumber mutu dalam pendidikan
antara lain: sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi,
hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis
dan komunikasi lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian kepada pelajar dan anak didik,
kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Novianti dan
Rahmat, 2017). Mutu pendidikan sangat tergantung kepada bagaimana institusi
pendidikan mengelola manajemen pendidikannya. Dalam perkembangannya dan
pelaksanaannya, manajemen pendidikan memerlukan good managemen practice,
walaupun pada praktiknya masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan banyak
penyelenggara pendidikan yang menganggap manajemen pendidikan bukan suatu
hal yang penting. Lembaga pendidikan dari semua jenjang pendidikan mulai dari
prasekolah, sekolah sampai perguruan tinggi merupakan entitas organisasi yang
dalam operasionalnya memerlukan dan membutuhkan uang (money) untuk
menggerakkan semua sumber daya (resource) yang dimilikinya.
Pengelolaan keuangan dan aset lembaga pendidikaan sangat penting untuk
dilakukan, hal ini dikarenakan setiap lembaga pendidikan memiliki kekayaan yang
memerlukan penjagaan, pemeliharaan, dan pengembangan nilai kekayaannya untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut Herminto (2014), tidak semua lembaga
pendidikan menyadari pentingnya pengelolaan aset atau kekayaan lembaga. Bahkan,
ironisnya banyak lembaga pendidkan yang tidak mengetahui berapa kekayaan
lembaganya. Hal ini berakibat pada ketidakmampuan lembaga dalam
mendayagunakan sumber dananya secara maksimal untuk membiayai keperluan
lembaganya. Pada akhirnya, ketergantungan lembaga pada penyandang dana dari
orang tuasiswa, pemerintah, dan donatur sangat tinggi. Sedangkan dana atau
keuangan, sebagaimana diketahui, sangatlah vital dalam penyelenggaraan
pendidikan dan harus dikelola dengan sebaik mungkin dengan prinsip-prinsip
manajemen keuangan dan standar akuntansi.
Uang termasuk dalam kategori sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan yang efektif dan efisien agar dapat membantu
pencapaian tujuan pendidikan. Untuk itu, kajian tentang pengelolaan keuangan di
lingkungan pendidikan dibahas tuntas dalam mata kuliah Manajemen Keuangan dan
Pembiayaan Pendidikan (Rofiq, 2017). Dalam berbagai aktivitas apa pun, uang
dipandang memilki peran strategis, termasuk dalam pengelolaan lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan juga tidak akan mencapai tujuan dan target yang ditetapkan
tanpa adanya dukungan uang (money) yang memadai, apalagi jika jika tidak dikelola
dengan baik. Oleh sebab itu sumber daya uang sangat menentukan tercapainya
target lembaga pendidikan apabila dikelola dengan profesional, berkeadilan,
berkecukupan, dan berkelanjutan.
9
1) Anggaran belanja pendidikan harus dapat mengganti beberapa peraturan
dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat
ini.
2) Melakukan revisi peraturan dan input lainnya yang relevan dengan cara
merancang pengembangan sistem secara efektif,
3) Melakukan monitoring rencana dan menilai keluaran pendidikan secara
terus menerus dan berkesinambungan sebagai bahan perencanaan tahap
berikutnya.
Sedangkan menurut Depdiknas (2000), dalam penyusunan anggaran
pendidikan harus diperhatikan sumber keuangan pendidikan pada lembaga
pendidikan itu sendiri yang secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga
sumber, yaitu: (a) pemerintah (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) yang
bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;
(b) orang tua atau peserta didik; (c) masyarakat, baik mengikat maupun tidak
mengikat.
b) Accounting (Pembukuan)
Istilah pembukuan mengacu kepada suatu proses yang pencatatan dan
pengumpulan data dan informasi keuangan dalam kurun waktu tertentu.
Pembukuan didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara wajib dan teratur untuk mengkumulasikan semua jenis data dan
informasi tentang keuangan yang terdiri atas kewajiban, penghasilan, harta,
biaya dan modal serta jumlah nilai pemberian serta pendapatan barang atau
jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan berupa penyusunan
laporan keuangan kas harian dan buku besar berupa neraca dan laporan laba
rugi untuk periode tahun pajak tersebut sebagaimana dijelaskan dalam UU
Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 28. UU tersebut menekankan tentang pentingnya
pembukuan, sebab pembukuan pada internal perusahaan merupakan dasar
utama yang menjadi fondasi dari sistem akuntansi. Pada sistem akuntansi
tercatat dapat diketahui pergerakan keuangan perusahaan secara rinci.
Pembuatan pembukuan keuangan lembaga pendidikan/ sekolah
bertujuan untuk memahami jumlah kerugian maupun keuntungan yang terjadi
pada sekolah dalam jangka waktu tersebut. Segala transaksi yang terjadi dapat
dilihat secara rinci termasuk keseluruhan jalur distribusi barang dan uang di
sekolah, sehingga manajemen lembaga pendidikan/ sekolah bisa mengetahui
estimasi keuntungan dan kerugian yang harus ditanggung oleh lembaga
pendidikan. Pada pencatatan di setiap proses transaksi yang berlangsung
akan memperoleh sejumlah angka yang bisa diperlihatkan tinggi rendahnya
pertumbuhan keuangan yang terjadi pada lembaga pendidikan. Dari
pencatatan tersebut mampu diperoleh sebuah gambaran bagaimana kondisi
dari sebuah bisnis yang dilaksanakan selama ini dan menjadi acuan bagi
manajemen untuk mengambil keputusan selanjutnya.
10
Menurut Arwildayanto dkk (2017), dalam aktivitas pengurusan keuangan
pendidikan/ sekolah, pembukuan (accounting) meliputi dua hal pokok. Pertama,
pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima
atau mengeluarkan uang. Pengurusan ini dikenal dengan istilah pengurusan
ketatausahaan. Kedua, pengurusan yang menyangkut tindak lanjut dari urusan
pertama, yakni menerima, menyimpan, dan mengeluarkan uang. Pengurusan
ini tidak menyangkut kewenangan menentukan, tetapi hanya melaksanakan.
Istilah ini biasa disebut pengurusan bendaharawan. Manajer pendidikan
hendaknya benar-benar memahami dan dapat menjelaskan fungsi, tujuan, dan
manfaat pembukuan (accounting) kepada staf yang menangani masalah
keuangan, antara lain: buku pos (vatebook), faktur, buku kas, lembar cek,
jurnal, buku besar, buku kas pembayaran uang sekolah, buku kas piutang, dan
neraca.
c) Auditing (Pemeriksaan)
Secara umum, pengertian audit, auditing atau pemeriksaan adalah
evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit
dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak yang
disebut auditor. Tujuan diadakannya auditing adalah untuk melakukan
verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai
dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.
Menurut A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC), audit merupakan
sebuah proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti
kejadian ekonomi secara objektif mengenai kebijakan serta aktivitas ekonomi
untuk menentukan tingkat kecocokan/ kesesuaian antara pernyataan dengan
kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak yang
berkepentingan. Sedangkan menurut PSAK (2006), audit adalah suatu proses
sistematis yang secara objektif memperoleh serta mengevaluasi bukti
mengenai asersi tentang aktivitas ekonomi untuk lebih meyakinkan tingkat
keterkaitan hubungan antara asersi atau pernyataan dengan kenyataan kriteria
yang sudah ditetapkan dan menyampaikann hasilnya kepada pihak yang
memiliki kepentingan. Menurut Sukrisno Agoes (2012), audit merupakan salah
satu bentuk atestasi. Pengertian umum atestasi adalah suatu komunikasi dari
seorang expert mengenai kesimpulan tentang realibilitas dari pernyataan
seseorang. Dalam pengertian yang lebih sempit, atestasi merupakan
komunikasi tertulis yang menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas
dari asersi tertulis yang merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya.
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah
proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen
dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
11
Dalam pelaksanaanya, menurut Sukrisno Agoes (2004), terdapat tiga
jenis pemeriksaan (audit keuangan), yaitu:
1) Operational Audit (pemeriksaan operasional/ manajemen).
Operational audit merupakan penelaahan atas prosedur dan metode
operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya.
Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua
atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk
menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat
menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-
rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit jenis ini lebih
merupakan konsultasi manajemen. Pada saat selesainya audit operasional,
auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk
memperbaiki jalannya operasi lembaga. Dalam audit operasional, tinjauan
yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi, tetapi juga
meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan komputer,
metode produksi, pemasaran dan bidang-bidang lain sesuai keahlian
auditor.
2) Compliance Audit (pemeriksaan ketaatan).
Compliance audit merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati
oleh personel di organisasi tersebut. Compliance audit biasanya ditugaskan
oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/ peraturan dalam
perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi
untuk intern manajemen. Compliance audit bertujuan untuk
mempertimbangkan apakah auditi (klien) telah mengikuti prosedur atau
aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas yang lebih
tinggi. Suatu audit ketaatan pada lembaga pendidikan dapat berupa
penentuan apakah para pelaksana akuntansi pendidikan telah mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga.
3) Financial Audit (audit atas laporan keuangan ).
Pemeriksaan laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah
laporan keuangan secara keseluruhan merupakan informasi yang terukur
dan sudah diverifikasi, dan disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu
yakni prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan atas laporan
keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertiannya apakah
laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat ditukar
dan dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu.
12
Hasil audit atas laporan keuangan adalah opini auditor yaitu Unqualified
Opinion, Qualified Opinion, Disclaimer Opinion, dan Adverse Opinion.
Kegiatan lain yang terkait dengan manajemen keuangan adalah membuat
laporan pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pihak internal
maupun eksternal yang menjadi stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan
dilakukan secara periodik yang meliputi laporan bulanan, laporan tahunan, dan
laporan pada masa akhir jabatan pimpinan. Pelaksanaan pertanggungjawaban ini
juga menjadi bagian dari pengawasan yang dapat dilakukan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan.
16
menyelenggarakan pengelolaan keuangan sekolah dengan prinsip akuntabel,
transparan dan efisien.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019), melalui
kegiatan pengelolaan keuangan yang baik, kebutuhan pendanaan kegiatan
sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara
transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, tujuan pengelolaan keuangan
adalah: a) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana
sekolah, b) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana sekolah,
c) mendorong pemanfaatan dana sekolah secara lebih ekonomis, d)
meminimalkan penggunaan anggaran sekolah, e) memupuk kreativitas
pencarian sumber pendanaan sekolah, dan f) mendorong kompetensi
penanggungjawab keuangan sekolah. Untuk mencapai tujuan di atas
dibutuhkan kreativitas dan komitmen kepala sekolah/madrasah dalam
menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang
menguasai pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan, serta
memanfaatkan dana sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
18
Menurut Witurachmi (2016), perencanaan keuangan sekolah mengacu
pada Kepmendiknas Nomor: 056/U/2001 menyebutkan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah meliputi pelayanan yang bersifat teknis edukatif untuk
proses belajar mengajar baik teori maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran
dan penilaian hasil belajar; pelayanan yang bersifat penunjang untuk
operasionalisasi ruang belajar dan kegiatan ekstra kurikuler; pengadaan dan
perawatan buku pelajaran, peralatan pendidikan, alat pelajaran, peralatan
laboratorium, perpustakaan dan peralatan praktek keterampilan serta bahan
praktek laboratorium dan keterampilan; pengadaan dan perawatan sarana
kegiatan penunjang seperti sarana administrasi, gedung sekolah, ruang kelas,
fasilitas sekolah dan lingkungan; penyediaan daya dan jasa seperti listrik, telepon,
gas dan air; perjalanan dinas kepala sekolah dan guru; pelayanan
kemasyarakatan, pemberdayaan Komite Sekolah, kegiatan sosial;
penyelenggaraan lomba yang diikuti siswa dan atau guru; pelayanan habis pakai
untuk keperluan sekolah seperti surat kabar; penyediaan gaji guru dan non-guru,
tunjangan, honorarium, lembur, transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang
pendidikan. Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan tersebut, tiap
kepala sekolah menentukan program prioritas yang perlu dilaksanakan dalam satu
tahun anggaran, kemudian dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan
dana.
Penyusunan RKAS memerlukan juga rincian pembiayaan, siapa yang
bertanggungjawab, serta waktu pelaksanaannya. Dengan demikian, kegiatan
dalam RKAS dapat dijabarkan lagi menjadi kegiatan bulanan atau mingguan,
sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, atau menjadi suatu rincian
program yang merupakan bagian RKAS. Rincian program berupa kegiatan
bulanan atau mingguan tersebut dapat dilampirkan dalam RKAS atau lampiran
dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan yang digunakan. Penentuan
besaran biaya dalam RKAS dapat mengacu kepada ketentuan
Provinsi/Kabupaten/Kota masing-masing, atau ketentuan lain yang berlaku, atau
menurut harga pasar (sesuai dengan jenis pengadaan barang dan jasa). Semua
sumber dana harus dicantumkan dalam RKAS, baik dana yang diterima satuan
pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, orang tua, masyarakat, dan
sumber lainnya.
Menurut Pahyono (2016), pada tahap perencanaan, analisis kebutuhan
pengembangan sekolah dalam kurun waktu tertentu menjadi fokus utama yang
perlu diperhatikan. Kebutuhan dalam satu tahun anggaran, lima tahun, sepuluh
tahun, bahkan dua puluh lima tahunan. Perencanaan dibuat oleh kepala sekolah,
guru, staf sekolah dan pengurus komite sekolah. Mereka mengadakan pertemuan
untuk menentukan kebutuhan dan menentukan kegiatan sekolah dalam waktu
tertentu. Berdasarkan analisis ini diperoleh banyak kegiatan yang perlu dilakukan
sekolah dalam satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima
19
tahun. Untuk itu perlu diurutkan tingkat kebutuhan kegiatan dari yang paling
penting sampai kegiatan pendukung yang mungkin bisa ditunda pelaksanaannya.
Hal ini terkait dengan tersedianya waktu, keberadaan tenaga dan jumlah dana
yang tersedia atau yang bisa diupayakan ketersediaannya. Analisis sumber-
sumber dana dan jumlah nominal yang mungkin diperoleh, dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan. Perpaduan
analisis kegiatan dan sumber dana serta menyangkut waktu pelaksaannya ini
seringkali menghasilkan apa yang dinamakan Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah (RKAS).
Setiap sekolah berkewajiban untuk menyusun RKAS sebagaimana
diamanatkan di dalam pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yaitu Rencana Kerja Tahunan hendaknya memuat
rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja
satu tahun. Pentingnya fungsi perencanaan dalam pengelolaan sekolah dapat
dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa setiap sekolah pada
semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK), harus membuat:
1) Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang
akan dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan
yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan
mutu lulusan.
2) Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja
Jangka Menengah (RKJM).
Dalam penyusunan RKAS perlu diperhatikan asas anggaran sebagai
berikut (Pahyono, 2016):
1) Asas kecermatan.
Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian sehingga dapat efektif dan terhindar
dari kekeliruan dalam penghitungan.
2) Asas Terinci.
Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat dilihat rencana kerja
yang jelas serta dapat membantu unsur pengawasan.
3) Asas Keseluruhan.
Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu
organisasi secara menyeluruh dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran.
4) Asas Keterbukaan.
Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak yang terkait
dengan sumber pembiayaan sekolah dapat memonitor aktivitas yang tertuang
dalam penyusunan anggaran maupun dalam pelaksanaannya.
20
5) Asas Periodik.
Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas.
6) Asas Pembebanan.
Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan anggaran perlu
diperhatikan. Kapan suatu anggaran pengeluaran dibebankan kepada
anggaran ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran perlu
diperhitungkan secara baik.
Menurut Tululi (2021), penyusunan RKAS bertujuan untuk: (1) menjamin
agar tujuan sekolah yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan tingkat kepastian
yang tinggi dan risiko yang kecil; (2) memberikan arah kerja yang jelas tentang
pengembangan sekolah; (3) acuan dalam mengidentifikasi dan mengajukan
sumberdaya pendidikan yang diperlukan dalam pengembangan sekolah; (4)
menjamin keterkaitan dan konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara
efisien, efektif, berkeadilan dan berkesinambungan.
Secara rinci Pahyono (2016) menjelaskan bahwa dalam penyusunan RKAS,
kepala sekolah sebaiknya membentuk tim yang terdiri dari dewan guru dan
pengurus komite sekolah. Setelah tim dan Kepala Sekolah menyelesaikan tugas,
merinci semua anggaran pendapatan dan belanja sekolah, Kepala Sekolah
menyetujuinya. Pelibatan para guru dan pengurus komite sekolah ini akan
diperoleh rencana yang mantap, dan secara moral semua guru, kepala sekolah,
dan pengurus komite sekolah merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
rencana tersebut. Proses penyusunan RKAS yang partisipatif dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut:
21
Gambar 1. Proses Penyusunan RKAS (Sumber: Pahyono, 2016)
Dalam menetapkan jumlah anggaran, dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
unit cost (satuan biaya) dan volume kegiatan. Setiap program dan
penganggarannya perlu memperhatikan kedua hal tersebut. Misalnya untuk
anggaran rutin, BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BSM (Bantuan Siswa
Miskin), jenis kegiatan dan satuan biayanya sudah ditentukan. Kepala Sekolah
bersama guru dan pihak lain yang terlibat langsung misalnya komite sekolah
diharapkan menyusun prioritas penggunaan dana per mata anggaran secara
cermat. Secara rinci langkah penyusunan RKAS, yaitu (Pahyono, 2016):
1) Inventarisasi kegiatan untuk tahun yang akan datang, baik kegiatan rutin
maupun kegiatan pembangunan/ pengembangan berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pada tahun sebelumnya, analisis kebutuhan tahun
berikutnya, dan masukan dari seluruh warga sekolah maupun Komite Sekolah.
2) Inventarisasi sumber pembiayaan baik dari rutin maupun pengembangan.
3) Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah(RKS) yang lengkap berdasarkan
langkah poin (1) dan (2). Kepala Sekolah membuat tabel RKS yang terdiri dari
kolom-kolom nomor urut, uraian kegiatan, sasaran, kolom-kolom perincian
dana dari berbagai sumber, dan kolom jumlah. Tabel tersebut diisi sesuai
kolom yang ada.
4) Penyusunan RKAS. Kepala Sekolah membuat tabel RKAS yang terdiri dari
kolom-kolom, yaitu kolom rencana penerimaan dan jumlahnya, kolom rencana
pengeluaran dan jumlahnya. Tabel tersebut diisi kemudian ditandatangani oleh
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah dan diketahui oleh Kepala Dinas
Pendidikan setempat.
26
Dalam pelaksanaan penggunaan anggaran sekolah, kepala sekolah dan
bendaharawan harus memperhatikan asas-asas dalam penggunaan anggaran.
Pahyono (2016), penggunaan anggaran di sekolah harus memperhatikan asas
umum pengeluaran negara, yaitu manfaat penggunaan uang negara minimal
harus sama apabilauang tesebut dipergunakan sendiri oleh masyarakat. Prinsip
ini tercermin dalam prinsip-prinsi yang dianut dalam pelaksanaan APBN, misalnya
prinsip efisien, pola hidup sederhana, dan sebagainya. Setiap melaksanakan
kegiatan yang memberatkan anggaran belanja, ada ikatan-ikatan yang berupa:
pembatasan-pembatasan, larangan-larangan, keharusan-keharusan, dan prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan setiap petugas yang diberi wewenang dan
kewajiban mengelola uang negara.
Menurut Wijanarko dan Sahertian (1996/1997), ketentuan yang berupa
pembatasan dan larangan-larangan terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain
Undang-Undang Perbendaharaan Negara Pasal 24, Pasal 28, dan Pasal 30.
Dalam pasal-pasal tesebut disebutkan bahwa pengeluaran yang melampaui kredit
anggaran atau tidak tersedia anggarannya, tidak boleh terjadi. Kredit-kredit yang
disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah, baik langsung maupun tidak
langsung, karena adanya keuntungan bagi negara. Barang-barang milik negara
berupa apapun tidak boleh diserahkan kepada mereka yang mempunyai tagihan
terhadap negara. Ketentuan-ketentuan tersebut pada hakikatnya mengacu pada
hal yang sama, yaitu membatasi penggunaan anggaran oleh pemerintah dalam
jumlah seperti yang diterapkan tercantum dalam anggaran dan hanya untuk
kegiatan seperti yang dimaksud dalam kedit anggaran masing-masing.
28
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan uang
khusus pengeluaran negara saja dalam pelaksanaan APBN.
Untuk menghindari, mencegah, dan meminimalisasi penyalahgunaan
anggaran sekolah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan (Witurachmi, 2016):
1) Perlu mengkaji peran kepala sekolah dalam menentukan kebijakan sekolah di
bidang keuangan yang meliputi peran penetapan visi dan misi, tujuan dan
strategi, penyusunan program kegiatan jangka pendek dan jangka panjang
yang diselaraskan dengan kekuatan keuangan sekolah, kemampuan kepala
sekolah dalam menyusun merencanakan dan implementasi pelaksanaannya.
2) Melaksanakan evaluasi dan supervisi dengan baik dan obyektif. Evaluasi dan
supervisi yan dilkaukan dengan obyektif dan transparan akan mampu
menghasilkan kinerja keuangan sekolah yang baik, yang dapat meminimalkan
penyimpangan penggunaan anggaran sekolah.
3) Menunjuk dan menugaskan bendaharawan yang berkualitas dan memiliki
integritas, yang memahami dengan baik segala bentuk peraturan tentang
manajemen keuangan sekolah, dan memahami tugas dan perannya dalam
mekanisme pemeriksaan keuangan.
Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan
instansi vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah. Pada
tingkat sekolah pengawasan pengelolaan keuangan yang perlu dilakukan kepala
sekolah dapat dilakukan dengan cara berikut (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2019):
1) Memastikan pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara efektif,
efisien, dan pertanggungjawaban sesuai peraturan yang berlaku.
2) Memastikan tahapan perencanaan dan pembelanjaan keuangan sesuai juknis
dengan rencana pembelanjaan yang telah disusun.
3) Memastikan pembukuan keuangan, dokumentasi, pencatatan dan pelaporan
hal-hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan dilakukan secara akurat
dan tepat waktu.
4) Melakukan evaluasi kegiatan dan anggaran sekolah dengan cara
membandingkan antara kegiatan dan anggaran yang tercantum dalam RKAS
dengan realisasi program kegiatan dan anggaran.
D. RANGKUMAN MATERI
1. Manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Diihat dari segi
praktiknya, manajemen keuangan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan pimpinan dalam menggerakkan para bawahannya untuk menggunakan
fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan keuangan (penganggaran),
pengelolaan berupa pengeluaran (pencairan), penggunaan, pencatatan,
29
pemeriksaan, pengendalian, penyimpanan dana, pertanggungjawaban dan
pelaporan uang yang dimiliki oleh suatu institusi (organisasi), termasuk di dalamnya
lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan. Intinya dari manajemen
keuangan pendidikan, mengelola uang yang ada dan menyiapkan dan
melaksanakan instrumen adminsitratif untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien.
2. Secara umum, fungsi manajeme keuangan pendidikan adalah untuk menyediakan
informasi kuantitatif bagi stakeholders terkait keuangan yang berguna untuk
membantu stakeholders dalam mengambil keputusan ekonomi di dalam entitas
pendidikan. Stakeholdes tersebut di antaranya adalah kepala sekolah, guru dan
karyawan, kreditor/ pemberi pinjaman, orang tua siswa, suplier/ pemasok,
pemerintah, dan masyarakat. Secara umum, tujuan manajemen keuangan
pendidikan adalah untuk mewujudkan tertib administrasi keuangan di lembaga
pendidikan dan bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang sudah
digariskan mulai dari perundang-undangan, peraturan, instruksi, keputusan, dan
kebijakan lainnya. Tujuan lain dari manajemen keuangan pendidikan adalah
sebagai berikut: (1) memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal berdasarkan
prioritas kegiatan pendidikan yang ditetapkan; (2) mensinergiskan berbagai
kegiatan antarbidang secara harmonis untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan;
dan (3) mengembangkan perilaku transparansi dan akuntabilitas dari pemanfaatan
keuangan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang berlaku.
3. Ruang lingkup manajemen keuangan pendidikan meliputi: budgeting (penyusunan/
perencanaan anggaran), accounting (pembukuan), dan auditing (pemeriksaan).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 48 dinyatakan bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Di samping prinsip-prinsip tersebut, yang tak
kalah pentingnya adalah prinsip efektivitas yang juga memerlukan penekanan
tersendiri.
4. Pengelolaan keuangan sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
manajemen keuangan. Secara umum, manajemen keuangan mencakup segala
aktivitas untuk mengendalikan fungsi-fungsi keuangan mulai dari kegiatan
perencanaan, penganggaran, pengelolaan, pencarian, penyimpanan,
pengendalian, dan pemeriksaan keuangan. Dengan demikian, pengelolaan
keuangan dapat didefinisikan sebagai tindakan pengurusan/ ketatausahaan
keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan. Jika keuangan sekolah dikelola secara
profesional, maka akan dapat meningkatkan satuan pendidikan tumbuh secara
optimal, dan pada akhirnya mampu mendukung dan menciptakan kegiaan belajar
mengajar yang berkualitas. Karena sekolah bukanlah lembaga yang bersifat profit,
maka setiap penerimaan sekolah harus digunakan kembali untuk peningkatan
kualitas dan kuantitas pelayanan pendidikan itu sendiri.
30
5. Dalam ruang lingkup organisasi sekolah, perencanaan keuangan sekolah harus
disesuaikan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan, baik
pengembangan jangka pendek maupun pengembangan jangka panjang.
Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu tahunan.
Pengembangan jangka menengah berupa pengembangan empat atau lima
tahunan, dan jangka panjang sepuluh tahunan atau lebih. Dengan demikian,
rencana pengembangan sekolah jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang merupakan dasar bagi perencanaan keuangan sekolah. Sebelum
melakukan pengalokasian anggaran untuk belanja sekolah, kepala sekolah harus
membuat perencanaan pengelolaan dana sekolah. Perencanaan pengelolaan
dana sekolah mengacu pada hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dan program-
program yang direkomendasikan dari hasil EDS. Berdasarkan hasil EDS maka
disusunlah program prioritas yang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah
(RKS) yang terdiri jangka menengah (4 tahun) berupa Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM) dan jangka pendek (1 tahun) berupa Rencana Kerja Tahunan
(RKT) serta Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
6. Perencanaan keuangan sekolah mengacu pada Kepmendiknas Nomor:
056/U/2001 yang menyebutkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah meliputi
pelayanan yang bersifat teknis edukatif untuk proses belajar mengajar baik teori
maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran dan penilaian hasil belajar;
pelayanan yang bersifat penunjang untuk operasionalisasi ruang belajar dan
kegiatan ekstra kurikuler; pengadaan dan perawatan buku pelajaran, peralatan
pendidikan, alat pelajaran, peralatan laboratorium, perpustakaan dan peralatan
praktik keterampilan serta bahan praktek laboratorium dan keterampilan;
pengadaan dan perawatan sarana kegiatan penunjang seperti sarana administrasi,
gedung sekolah, ruang kelas, fasilitas sekolah dan lingkungan; penyediaan daya
dan jasa seperti listrik, telepon, gas dan air; perjalanan dinas kepala sekolah dan
guru; pelayanan kemasyarakatan, pemberdayaan Komite Sekolah, kegiatan sosial;
penyelenggaraan lomba yang diikuti siswa dan atau guru; pelayanan habis pakai
untuk keperluan sekolah seperti surat kabar; penyediaan gaji guru dan non-guru,
tunjangan, honorarium, lembur, transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang
pendidikan. Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan tersebut, tiap
kepala sekolah menentukan program prioritas yang perlu dilaksanakan dalam satu
tahun anggaran, kemudian dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan
dana.
7. Setiap sekolah berkewajiban untuk menyusun RKAS sebagaimana diamanatkan di
dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu Rencana Kerja Tahunan hendaknya memuat rencana anggaran
pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun. Dalam
penyusunan RKAS perlu diperhatikan asas anggaran sebagai berikut: asas
kecermatan, asas terinci, asas keseluruhan, asas keterbukaan, asas periodik, asas
31
pembebanan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penyusunan RKS di
antaranya: (a) anggaran yang diusulkan didasarkan pada uang yang tersedia dan
tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai, (b) kurang lengkapnya
penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk meningkatkan belajar siswa,
(c) penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun, (d) kurangnya
kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran, (d) permintaan untuk membeli
barang bermerk tertentu atau ancaman sentralisasi anggaran, (e) kurangnya
pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait.
8. Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha mandiri
sekolah, orang tua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yayasan
penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta masyarakat luas.
Sumber keuangan dari pemerintah dapat berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sumber keuangan
pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat dialokasikan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), misalnya BOS (bantuan operasional
sekolah), DAK (Dana Alokasi Khusus), Blockgrant (dana bantuan langsung),
Matching Grant (imbal swadaya), BSM (Bantuan untuk Siswa Miskin) dsb.
Sedangkan yang berasal dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
9. Pemasukan dan pengeluaran keuangan tersebut dicatat dan dibukukan oleh
bendaharawan secara tetib, rapi, dan teliti sesuai dengan pedoman da peraturan
yang berlaku. Oleh karenanya, salah satu tugas seorang bendaharawan sekolah
adalah mengadakan dan melaksanakan pembukuan keuangan sekolah.
Bendaharawan adalah orang yang diberi tugas untuk menerima, menyimpan,
membayar, atau menyerahkan uang atau kertas berharga. Bendaharawan
berkewajiban mengirimkan perhitungan mengenai pengurusan yang dilakukan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bendaharawan sekolah memiliki tugas
menerima, mencatat dan mengeluarkan keuangan sesuai dengan anggaran yang
disetujui kepala sekolah. Pengurusan kebendaharawanan dilakukan oleh
bendaharawan dalam bentuk perbuatan menerima, menyimpan, dan membayar
atau menyerahkan uang atau kertas berharga dan barang-barang, baik milik
negara maupun milik pihak ketiga yang pengurusannya dipercayakan kepada
negara.
10. Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan instansi
vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah. Pada tingkat
sekolah pengawasan pengelolaan keuangan yang perlu dilakukan kepala sekolah
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a) Memastikan pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara efektif,
efisien, dan pertanggungjawaban sesuai peraturan yang berlaku.
32
b) Memastikan tahapan perencanaan dan pembelanjaan keuangan sesuai juknis
dengan rencana pembelanjaan yang telah disusun.
c) Memastikan pembukuan keuangan, dokumentasi, pencatatan dan pelaporan
hal-hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan dilakukan secara akurat dan
tepat waktu.
d) Melakukan evaluasi kegiatan dan anggaran sekolah dengan cara
membandingkan antara kegiatan dan anggaran yang tercantum dalam RKAS
dengan realisasi program kegiatan dan anggaran.
E. DAFTAR PUSTAKA
33
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nawawi, Hadari. (1989). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung Hadidjah.
Pahyono. (2016). Manajemen Keuangan Sekolah: Bahan Pendidikan dan Pelatihan
Kepala Sekolah. Semarang: LPMP Jawa Tengah.
Pananrangi, Andi Rasyid. (2017). Manajemen Pendidikan. Makassar: Celebes Media
Perkasa.
Rofiq, A. (2017). Wealth Management Strategi Pengelolaan Aset: Transparansi,
Akuntabilitas, Efektivitas, Efisiensi. Al-Tanzim Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, 1 (1), Januari 2017: 76-88. https://doi.org/10.33650/al-tanzim.v1i1.
Rosalina, A. D. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas
Audit. Jurnal Akuntansi Universitas Widyatama, Vol., No., hlm.
Rugaiyah, dan Sismiati, Atik. (2011). Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Santoso, Urip., dan Pambelum, Yohanes Joni. (2008). Pengaruh Penerapan Akuntansi
Sektor Publik Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam
Mencegah Fraud. Jurnal Administrasi Bisnis FISIP Unpar, 4 (1): 14-33.
Sutikno, Sobri. (2012). Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan
Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Umum dan Islami). Lombok: Holistic
Lombok.
Syafaruddin. (2015). Manajemen Organisasi Pendidikan: Perspektif Sains dan Islam.
Medan: Perdana Publishing.
Tampubolon, Manahan. (2015). Perencanaan dan Keuangan Pendidikan. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Tululi, Imran. (2021, 19 Agustus). Penyusunan Program Sekolah (RKS). Diakses dari
https://www.imrantululi.net/berita/detail/penyusunan-program-sekolah-rks , pada
tanggal 14 March 2022.
Widjanarko, M. dan Sahertian, P.A. (1996/1997). Manajemen Keuangan Sekolah,
Bahan Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SMU se-Indonesia di
Malang.
Witurachmi, Sri. (2016). Isu Isu Strategis Dalam Meningkatkan Efesiensi, Akuntabilitas,
Transparansi Dan Meminimalkan Penyalahgunaan Anggaran Sekolah. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan (SNP), Universitas Sebelas Maret Surakarta: hal.
232-245.
34
Yudhaningsih, Resi. (2011). Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen,
Perubahan dan Budaya Organisasi. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora
Politeknik Negeri Semarang, 11 (1), April 2011: 40–50.
35