Anda di halaman 1dari 35

IDENTITAS PENULIS

Nama : Daelami Ahmad, S.Ag, M.Si


Instansi Tempat Dinas : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten
Alamat email : daelami.ahmad@gmail.com, daelami_ahmad@yahoo.com

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

A. PENDAHULUAN
Bangsa yang besar dan maju dapat diukur dari tingkat pendidikan dan
kesejahteraan masyarakatnya. Pendidikan dan kesejahteraan merupakan indikator
yang sangat jelas dan saling terkait erat. Permasalahan dunia pendidikan di Indonesia
yang menjadi isu sentral di antaranya adalah belum meratanya akses pendidikan bagi
masyarakat, mutu dan relevansi layanan pendidikan serta efektivitas manajemen
pendidikan di setiap jenjang pendidikan, terutama di tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Manajemen pendidikan pada masa sebelum reformasi dan otonomi
daerah dianggap belum mampu mengimbangi laju perkembangan dunia pendidikan
dan dunia industri yang sangat dinamis. Manajemen pendidikan yang sentralistik
dianggap tidak dapat mengakomodasi perbedaan keragaman atau kepentingan baik
untuk daerah, sekolah maupun peserta didik, serta mematikan partisipasi masyarakat
dalam proses pendidikan.
Memasuki era Revolusi Industri 4.0 dunia pendidikan “dipaksa” untuk berubah
secara cepat dan radikal. Disrupsi terjadi di segala sektor, baik sektor publik maupun
sektor privat. Dunia pendidikan dituntut untuk berubah dan beradaptasi dengan
lingkungan yang sama sekali berbeda dengan masa dua puluh tahun yang lalu di
mana teknologi informasi belum berkembang seperti sekarang. Manajemen
organisasi pendidikan tidak hanya dituntut untuk efsien dan efektif, tetapi juga kreatif,
inovatif, fleksibel, dan futuristik dalam menjalankan visi dan misi organisasi. Di sinilah
letak pentingnya manajemen pendidikan yang baik dan sehat harus diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan
pendidikan. Faktanya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen
yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih
konvensional, sehingga kurang menjawab tantangan zaman dan terkesan
ketinggalan zaman. Hal tersebut mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan
yang harusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan.
Secara garis besar, mutu dalam pendidikan merupakan hal yang membedakan
antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga mutu merupakan masalah pokok yang
akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah

1
persaingan dunia pendidikan yang semakin keras. Sumber mutu dalam pendidikan
antara lain: sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi,
hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis
dan komunikasi lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian kepada pelajar dan anak didik,
kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Novianti dan
Rahmat, 2017). Mutu pendidikan sangat tergantung kepada bagaimana institusi
pendidikan mengelola manajemen pendidikannya. Dalam perkembangannya dan
pelaksanaannya, manajemen pendidikan memerlukan good managemen practice,
walaupun pada praktiknya masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan banyak
penyelenggara pendidikan yang menganggap manajemen pendidikan bukan suatu
hal yang penting. Lembaga pendidikan dari semua jenjang pendidikan mulai dari
prasekolah, sekolah sampai perguruan tinggi merupakan entitas organisasi yang
dalam operasionalnya memerlukan dan membutuhkan uang (money) untuk
menggerakkan semua sumber daya (resource) yang dimilikinya.
Pengelolaan keuangan dan aset lembaga pendidikaan sangat penting untuk
dilakukan, hal ini dikarenakan setiap lembaga pendidikan memiliki kekayaan yang
memerlukan penjagaan, pemeliharaan, dan pengembangan nilai kekayaannya untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut Herminto (2014), tidak semua lembaga
pendidikan menyadari pentingnya pengelolaan aset atau kekayaan lembaga. Bahkan,
ironisnya banyak lembaga pendidkan yang tidak mengetahui berapa kekayaan
lembaganya. Hal ini berakibat pada ketidakmampuan lembaga dalam
mendayagunakan sumber dananya secara maksimal untuk membiayai keperluan
lembaganya. Pada akhirnya, ketergantungan lembaga pada penyandang dana dari
orang tuasiswa, pemerintah, dan donatur sangat tinggi. Sedangkan dana atau
keuangan, sebagaimana diketahui, sangatlah vital dalam penyelenggaraan
pendidikan dan harus dikelola dengan sebaik mungkin dengan prinsip-prinsip
manajemen keuangan dan standar akuntansi.
Uang termasuk dalam kategori sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan yang efektif dan efisien agar dapat membantu
pencapaian tujuan pendidikan. Untuk itu, kajian tentang pengelolaan keuangan di
lingkungan pendidikan dibahas tuntas dalam mata kuliah Manajemen Keuangan dan
Pembiayaan Pendidikan (Rofiq, 2017). Dalam berbagai aktivitas apa pun, uang
dipandang memilki peran strategis, termasuk dalam pengelolaan lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan juga tidak akan mencapai tujuan dan target yang ditetapkan
tanpa adanya dukungan uang (money) yang memadai, apalagi jika jika tidak dikelola
dengan baik. Oleh sebab itu sumber daya uang sangat menentukan tercapainya
target lembaga pendidikan apabila dikelola dengan profesional, berkeadilan,
berkecukupan, dan berkelanjutan.

B. KONSEP MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH


2
1. Pengertian Manajemen Pendidikan
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, yaitu manage yang memiliki
arti seni mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola. Adapun istilah
manajemen disebut dalam kamus besar bahasa Inggris management berarti
direksi, pimpinan (Pananrangi, 2017). Para pakar manajemen telah banyak
mengemukakan pendapat mereka tentang pengertian manajemen. Menurut Daft
dan Marcic (2009) sebagaimana dikutip oleh Syafarudin (2015): management is
the attainment of organizational goals in an effective and efficient manner through
planning, organizing, leading, and controlling organizational resources. Definisi ini
menjelaskan bahwa manajemen merupakan pencapaian sasaran organisasi
secara efektif dan efisien melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengawasan sumberdaya organisasi. Seorang manajer harus
mengingat bahwa manajemen itu bermuara pada upaya memperoleh tindakan
melalui orang lain. Itu artinya seorang manajer tidak dapat melakukan proses
manajemen keseluruhan dengan diri sendiri. Sebagai seorang manajer,
pekerjaannya adalah menciptakan lingkungan dan kondisi yang menangani atau
mendayagunakan orang lain mencapai sasaran.
Manajemen bukan hanya sekadar ilmu yang berisi teori-teori dan konsep-
konsep mengelola, tetapi juga seni yang menuntut bakat, minat, dan kreatifitas
para pelaku manajemen. Dengan kata lain, manajemen merupakan gabungan
antara seni dan ilmu yang memandu manusia untuk mengelola suatu kegiatan dan
organisasi di berbagai bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial, keagamaan,
dan sebagainya (Kisbiyanto (2012). Secara umum aktivitas manajemen ada dalam
organisasi yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Menurut Syafarudin (2015), dalam perspektif lebih luas, manajemen
adalah suatu proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
organisasi melalui kerjasama para anggota untuk mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien. Berarti manajemen merupakan perilaku anggota dalam
suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, organisasi adalah
wadah bagi operasionalisasi manajemen. Sejumlah unsur pokok yang membentuk
kegiatan manajemen, yaitu: Unsur manusia (men), barang-barang (materials),
mesin (machines), metode (methods), uang (money) dan pasar atau (market).
Keenam unsur ini memiliki fungsi masing-masing dan saling berinteraksi atau
mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi terutama proses pencapaian
tujuan secara efektif dan efisien.
Menurut Djafri (2017), dalam proses manajemen istilah efektif menjadi
kriteria pencapaian tujuan atau sasaran organisasi. Kegiatan manajemen
mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan
kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain.
Manajemen merupakan sejumlah proses pengelolaan lajunya perjalanan suatu
organisasi yang melibatkan sekelompok orang dalam mencapai suatu tujuan
3
bersama. Menurut Syafarudin (2015), dengan adanya manajemen dalam
pendidikan, maka diharapkan sekolah-sekolah menjadi efektif. Lembaga
pendidikan yang efektif, akan menghasilan lulusan terbaik, unggul dan berguna
bagi bangsa dan Negara secara berkelanjutan. Karaktersitik sekolah efektif, yaitu;
(1) kepemimpinan yang kuat oleh kepala sekolah, (2) harapan yang tinggi kepala
sekolah dan para guru bagi prestasi pelajar, (3) menekankan penguasaan pada
kemampuan dasar, (4) lingkungan sekolah yang teratur, (5) evaluasi terhadap
pelajar secara sistematik, (6) peningkatan waktu atas tugas pengajaran dan
pembelajaran.
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan berbagai kesiapan, baik fisik
maupun mental. Kesiapan fisik ditandai dengan pemenuhan sarana dan
prasarana pendidikan. Kesiapan mental berarti pendidikan memerlukan sikap dan
perilaku penyelenggara pendidikan yang berjiwa pengabdian profesional dan
komtmen yang cukup untuk memajukan pendidikan bagi masyarakat. Menurut
Suharsimi (2008), kesiapan penyelenggaraann yang lebih teknis lainnya adalah
upaya mengelolan lembaga pendidikan sesuai dengan ilmu manajemen.
Manajemen dalam penyelenggaraan pendidikan disebut sebagai manajemen
pendidikan. Secara umum manajemen adalah rangkaian segala kegiatan yang
menunjuk kepada usaha kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen pendidikan merupakan upaya pengelola penyelenggaraan
pendidikan agar pendidikan bisa direncanakan, dilaksanakan, dan dapat dicapai
tujuannya. Tujuan utama pendidikan adalah mendewasakan peserta didik, baik
dengan mengajar, membimbing, melatih, dan membiasakan agar peserta didik
tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Suharsimi (2008) mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama kelompok manusia
yang tergabung dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan efisien.
Menurut Pananrangi (2017), manajemen pendidikan artinya pengelolaan
terhadap semua kebutuhan institusional dalam pendidikan dengan cara yang
efektif dan efisien. Manajemen pendidikan sebagai salah satu komponen dari
sistem yang semua subsistemnya saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Manajemen pendidikan adalah aktivitas-aktivitas untuk mencapai suatu tujuan,
atau proses penyelenggaraan kerja untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan dalam pendidikan. Manajemen pendidikan adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan dalam usaha kerja sama dua orang atau lebih dan atau usaha
bersama untuk mendayagunakan semua sumber (personal maupun material)
secara efektif, efisien, dan rasional untuk menunjang tercapainya tujuan
pendidikan. manajemen pendidikan berbicara tentang sinergitas personal
lembaga pendidikan dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
4
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: (a)
manajemen pendidikan merupakan proses dalam mengelola semua sumber daya
pendidikan, (b) manajemen pendidikan merupakan kerja sama kelompok, bukan
bersifat individual, (c) manajemen pendidikan merupakan upaya mencapai tujuan
pendidikan, yaitu peserta didik agar dewasa dan cerdas, (d) manajemen
pendidikan dilaksanakan secara efektif dan efisien. Efektif berarti upaya
pengelolaan itu harus bisa mencapai tujuan. Efisien berarti upaya pengelolaan itu
harus menggerakkan semua sumber daya yang dimiliki, baik pendidik, peserta
didik, tujuan,krikulum, proses pembelajaran,sarana, lingkungan,pembiayaan, dan
evaluasi pendidikan.

2. Pengertian Manajemen Keuangan Sekolah


Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajemen
sekolah yang turut menentukan terselenggaranya kegiatan pendidikan di sekolah.
Sebagaimana halnya pada substansi manajemen pendidikan pada umumnya,
kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengkoordinasian
(coordinating), dan pengawasan atau pengendalian (evaluating). Inti dari kegiatan
manajemen keuangan meliputi bagaimana memperoleh dan menetapkan sumber-
sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan
pertanggungjawaban.
Manajemen keuangan pendidikan menjadi salah satu instrumen kunci dan
penentu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam kerangka
nation and state building. Manajemen keuangan pendidikan juga sekaligus
menjadi instrumen pendorong peningkatan kinerja mutu pendidikan di daerah
maupun di masing-masing lembaga pendidikan. Untuk itu keberadaan manajemen
keuangan pendidikan yang baik dengan prinsip profesionalitas yang tinggi akan
menjamin tercapainya tujuan layanan pendidikan, baik di tingkat nasional maupun
institusional. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis dalam konteks penciptaan,
pengembangan, dan penegakan sistem manajemen keuangan pendidikan yang
baik merupakan tuntutan sekaligus kebutuhan yang semakin tak terelakkan dalam
dinamika pembangunan pendidikan nasional yang berkeadaban.
Menurut Arwildayanto dkk (2017), secara sederhana dapat dikatakan
bahwa manajemen keuangan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan pimpinan dalam menggerakkan para bawahannya untuk menggunakan
fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan keuangan (penganggaran),
pengelolaan berupa pengeluaran (pencairan), penggunaan, pencatatan,
pemeriksaan, pengendalian, penyimpanan dana, pertanggungjawaban dan
pelaporan uang yang dimiliki oleh suatu institusi (organisasi), termasuk di
dalamnya lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan. Intinya dari
manajemen keuangan pendidikan, mengelola uang yang ada dan menyiapkan
5
dan melaksanakan instrumen adminsitratif untuk mencapai hasil yang efektif dan
efisien. Menurut Margaretha (2007), manajemen keuangan adalah proses
pengambilan keputusan tentang aset, pembiayaan dari aset tersebut, dan
pendistribusian dari aset tersebut, pendistribusian dari seluruh cash flow yang
potensial yang dihasilkan dari aset tadi.
Menurut Fatah (2000), istilah lain dari manajemen keuangan pendidikan
adalah pembiayaan pendidikan. Pengertian dari pembiayaan pendidikan adalah
jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan
penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan profesional
guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan
peralatan/mobile pengadaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK),
kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi
pendidikan. Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan
tindakan pengurusan/ ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan,
perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan. Dengan
demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan,
pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
Menurut Arwildayanto dkk (2017), terdapat beberapa istilah yang sering digunakan
untuk manajemen keuangan pendidikan, antara lain manajemen keuangan
pendidikan (financial management education), anggaran pendidikan (eduction
budget), pendanaan pendidikan (education funding), dan pembiayaan pendidikan
(financing education). Keempat istilah ini menjadi satu kesatuan dalam memaknai
konsepsi manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan dan turunannya baik
secara konseptual strategis, taktis, teknis dan operasional.
Dalam perspektif manfaat, manajemen keuangan pendidikan merupakan
kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan
efisien (Rugaiyah dan Sismiati, 2011). Banyak pihak memahami manajemen itu
diindentikkan dengan pengelolaan, termasuk Depdiknas (2000) menggunakan
istilah pengelolaan keuangan pendidikan sebagai tindakan pengurusan atau
ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan yang ada di lembaga pendidikan
(Arwildayanto dkk, 2017). Dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), manajemen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti sejak dari
tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana
sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak terjadi kebocoran
serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Komponen utama manajemen
keuangan meliputi prosedur anggaran, prosedur akuntansi keuangan,
pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian, prosedur investasi,
dan prosedur pemeriksaan.
6
Fokus manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan bersifat publik,
yang menurut Abdullah (2011) sebagaimana dikutip oleh Arwildayanto dkk (2017,
merupakan upaya pengelolaan sumber dana yang tersedia di lembaga pendidikan
untuk dapat dipergunakan seefektif mungkin. Dana (uang) yang tersedia itu harus
bisa dipergunakan untuk memberikan layanan pendidikan sesuai dengan
perencanaan (budgeting) yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, manajemen
keuangan dan pembiayaan pendidikan menjadi urgen untuk diaplikasikan, karena
secara normatif dan sosiologis entitas sekolah bukanlah lembaga yang bersifat
profit. Sehingga, kondisi ini memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada
masyarakat dan setiap orang tua siswa bahwa setiap penerimaan keuangan pada
lembaga pendidikan harus digunakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas
layanan pendidikan yang profesional. Hal ini dilandasi oleh: (a) adanya tuntutan
untuk mampu mengelola penggunaan dana secara transparan dan akuntabel, (b)
meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya, (c) meminimalkan penyalahgunaan
dana yang dihimpun, (d) kreatif menggali sumber-sumber pendanaan, 4)
menempatkan bendahara yang kompeten dan professional.
Dari berbagai pemahaman tentang manajemen keuangan pendidikan
maupun pengelolaan keuangan pendidikan, secara sederhana dapat dipahami
bahwa pengelolaan keuangan pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga
komponen utama, yaitu: (a) perencanaan keuangan (financial planning), yakni
mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang
diinginkan secara sistematik tanpa efek samping yang merugikan; (b)
pelaksanaan (implementation involves accounting), yaitu kegiatan berdasarkan
rencana yang telah dibuat; (c) evaluasi berupa penilaian terhadap pencapaian
tujuan dari yang didanai.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
keuangan pendidikan merupakan rangkaian aktivitas pengaturan dan pengelolaan
keuangan lembaga pendidikan mulai dari perencanaan, pembukuan,
pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan lembaga
pendidikan. Adapun kegiatan inti yang terdapat dalam manajemen keuangan
pendidikan meliputi tiga hal pokok, yaitu: penyusunan anggaran (budgeting),
pembukuan (accounting), dan pemeriksaan (auditing). Jika ketiga komponen
tersebut dilakukan secara profesional, maka manajemen keuangan pendidikan
bisa berjalan dengan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.

3. Fungsi dan Tujuan Manajemen Keuangan Pendidikan


Informasi keuangan berfungsi memberikan dasar pertimbangan untuk
pengambilan keputusan (Santoso dan Pambelum (2008). Secara umum, fungsi
manajeme keuangan pendidikan adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif
bagi stakeholders terkait keuangan yang berguna untuk membantu stakeholders
7
dalam mengambil keputusan ekonomi di dalam entitas pendidikan. Stakeholdes
tersebut di antaranya adalah kepala sekolah, guru dan karyawan, kreditor/
pemberi pinjaman, orang tua siswa, suplier/ pemasok, pemerintah, dan
masyarakat.
Sedangkan tujuan manajemen keuangan pendidikan adalah untuk
mewujudkan tertib administrasi keuangan di lembaga pendidikan dan bisa
dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang sudah digariskan mulai dari
perundang-undangan, peraturan, instruksi, keputusan, dan kebijakan lainnya
(Sutikno, 2012). Selain itu, menurut Nawawi (1989), manajemen keuangan dan
pembiayaan pendidikan bertujuan untuk mengelola keuangan lembaga
pendidikan dengan membuat berbagai kebijaksanaan dalam pengadaan,
penggunaan keuangan guna mewujudkan kegiatan organisasi lembaga
pendidikan berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan lembaga pendidikan itu sendiri. Turunan tujuan
manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan ini menegaskan fungsi
manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan menjadi acuan dalam
dokumen:
1) Perencanaan Keuangan dengan membuat rencana pemasukan dan
pengeluaran serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu;
2) Penganggaran Keuangan berupa tindak lanjutdariperencanaan keuangan
dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan;
3) Pengelolaan Keuangan dengan menggunakan dana lembaga pendidikan
untuk memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara;
4) Pencarian Keuangan, mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada
untuk operasional kegiatan perusahaan;
5) Penyimpanan Keuangan berupa mengumpulkan dana lembaga pendidikan
serta menyimpan dan mengamankan dana tersebut;
6) Pengendalian Keuangan berupa evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan
sistem keuangan pada perusahaan;
7) Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas keuangan lembaga
pendidikan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan;
8) Pelaporan keuangan, penyediaan informasi tentang kondisi keuangan
lembaga pendidikan sekaligus sebagai bahan evaluasi.
Menurut Jusuf (1992), tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk
memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan
sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan,
dan membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Dalam hal ini
Kepala Sekolah berperan sangat penting untuk mengelola keuangan dengan
sebaik mungkin, yakni dengan cara memperdayakan sumber daya manusia yang
ada di lingkungan sekolah. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah: (1)
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah; (2)
8
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah; dan (3)
meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah. Sedangkan Depdiknas (2007)
merumuskan tujuan manajemen keuangan pendidikan sebagai berikut: (1)
memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal berdasarkan prioritas kegiatan
pendidikan yang ditetapkan; (2) mensinergiskan berbagai kegiatan antar bidang
secara harmonis untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan; dan (3)
mengembangkan perilaku transparansi dan akuntabilitas dari pemanfaatan
keuangan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang
berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala
sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan
yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan serta
memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

4. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Pendidikan


Sebagaimana telah dijelaskan di atas, di dalam pengertian umum
keuangan, kegiatan pembiayaan meliputi tiga hal, yaitu: budgeting (penyusunan/
perencanaan anggaran), accounting (pembukuan), dan auditing (pemeriksaan).
a) Budgeting (penyusunan/ perencanaan anggaran)
Penyusunan rencana anggaran lembaga pendidikan merupakan kegiatan
merencanakan sumber dana untuk menunjukan kegiatan pendidikan dan
tercapainya tujuan pendidikan di lembaga pendidikan (Arwildayanto, 2017).
Istilah anggaran (budgeting) sering kali diartikan sebagai suatu rencana.
Dalam bidang pendidikan sering dijumpai dua istilah penting, yaitu yakni
RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan RAPBS
(Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah). Dalam kedua istilah
tersebut terkandung makna anggaran bukanlah sebuah rencana. Istilah
rencana telah memberikan penekanan atas pemakaian istilah anggaran
sebagai suatu rencana. Contoh penyusunan rencana anggaran adalah sekolah
menyiapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Menurut Fatah (2002), penyusunan/ perencanaan anggaran (budgeting)
merupakan kegiatan mengidentifikasi tujuan, menentukan prioritas,
menjabarkan tujuan ke dalam bentuk operasional yang dapat diukur,
menganalisis alternatif pencapaian tujuan dengan analisis cost effectiveness,
membuat rekomendasi alternatif pendekatan untuk mencapai sasaran.
Kegiatan penyusunan anggaran (budget) pendidikan merupakan rencana
operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang
digunakan sebagai pedoman dalam lembaga kurun waktu tertentu.
Terdapat beberapa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan keuangan pendidikan menurut Morphet (1983) dalam Mulyasa
(2007), di antaranya:

9
1) Anggaran belanja pendidikan harus dapat mengganti beberapa peraturan
dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat
ini.
2) Melakukan revisi peraturan dan input lainnya yang relevan dengan cara
merancang pengembangan sistem secara efektif,
3) Melakukan monitoring rencana dan menilai keluaran pendidikan secara
terus menerus dan berkesinambungan sebagai bahan perencanaan tahap
berikutnya.
Sedangkan menurut Depdiknas (2000), dalam penyusunan anggaran
pendidikan harus diperhatikan sumber keuangan pendidikan pada lembaga
pendidikan itu sendiri yang secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga
sumber, yaitu: (a) pemerintah (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) yang
bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;
(b) orang tua atau peserta didik; (c) masyarakat, baik mengikat maupun tidak
mengikat.
b) Accounting (Pembukuan)
Istilah pembukuan mengacu kepada suatu proses yang pencatatan dan
pengumpulan data dan informasi keuangan dalam kurun waktu tertentu.
Pembukuan didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara wajib dan teratur untuk mengkumulasikan semua jenis data dan
informasi tentang keuangan yang terdiri atas kewajiban, penghasilan, harta,
biaya dan modal serta jumlah nilai pemberian serta pendapatan barang atau
jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan berupa penyusunan
laporan keuangan kas harian dan buku besar berupa neraca dan laporan laba
rugi untuk periode tahun pajak tersebut sebagaimana dijelaskan dalam UU
Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 28. UU tersebut menekankan tentang pentingnya
pembukuan, sebab pembukuan pada internal perusahaan merupakan dasar
utama yang menjadi fondasi dari sistem akuntansi. Pada sistem akuntansi
tercatat dapat diketahui pergerakan keuangan perusahaan secara rinci.
Pembuatan pembukuan keuangan lembaga pendidikan/ sekolah
bertujuan untuk memahami jumlah kerugian maupun keuntungan yang terjadi
pada sekolah dalam jangka waktu tersebut. Segala transaksi yang terjadi dapat
dilihat secara rinci termasuk keseluruhan jalur distribusi barang dan uang di
sekolah, sehingga manajemen lembaga pendidikan/ sekolah bisa mengetahui
estimasi keuntungan dan kerugian yang harus ditanggung oleh lembaga
pendidikan. Pada pencatatan di setiap proses transaksi yang berlangsung
akan memperoleh sejumlah angka yang bisa diperlihatkan tinggi rendahnya
pertumbuhan keuangan yang terjadi pada lembaga pendidikan. Dari
pencatatan tersebut mampu diperoleh sebuah gambaran bagaimana kondisi
dari sebuah bisnis yang dilaksanakan selama ini dan menjadi acuan bagi
manajemen untuk mengambil keputusan selanjutnya.
10
Menurut Arwildayanto dkk (2017), dalam aktivitas pengurusan keuangan
pendidikan/ sekolah, pembukuan (accounting) meliputi dua hal pokok. Pertama,
pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima
atau mengeluarkan uang. Pengurusan ini dikenal dengan istilah pengurusan
ketatausahaan. Kedua, pengurusan yang menyangkut tindak lanjut dari urusan
pertama, yakni menerima, menyimpan, dan mengeluarkan uang. Pengurusan
ini tidak menyangkut kewenangan menentukan, tetapi hanya melaksanakan.
Istilah ini biasa disebut pengurusan bendaharawan. Manajer pendidikan
hendaknya benar-benar memahami dan dapat menjelaskan fungsi, tujuan, dan
manfaat pembukuan (accounting) kepada staf yang menangani masalah
keuangan, antara lain: buku pos (vatebook), faktur, buku kas, lembar cek,
jurnal, buku besar, buku kas pembayaran uang sekolah, buku kas piutang, dan
neraca.
c) Auditing (Pemeriksaan)
Secara umum, pengertian audit, auditing atau pemeriksaan adalah
evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit
dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak yang
disebut auditor. Tujuan diadakannya auditing adalah untuk melakukan
verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai
dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.
Menurut A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC), audit merupakan
sebuah proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti
kejadian ekonomi secara objektif mengenai kebijakan serta aktivitas ekonomi
untuk menentukan tingkat kecocokan/ kesesuaian antara pernyataan dengan
kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak yang
berkepentingan. Sedangkan menurut PSAK (2006), audit adalah suatu proses
sistematis yang secara objektif memperoleh serta mengevaluasi bukti
mengenai asersi tentang aktivitas ekonomi untuk lebih meyakinkan tingkat
keterkaitan hubungan antara asersi atau pernyataan dengan kenyataan kriteria
yang sudah ditetapkan dan menyampaikann hasilnya kepada pihak yang
memiliki kepentingan. Menurut Sukrisno Agoes (2012), audit merupakan salah
satu bentuk atestasi. Pengertian umum atestasi adalah suatu komunikasi dari
seorang expert mengenai kesimpulan tentang realibilitas dari pernyataan
seseorang. Dalam pengertian yang lebih sempit, atestasi merupakan
komunikasi tertulis yang menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas
dari asersi tertulis yang merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya.
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah
proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen
dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

11
Dalam pelaksanaanya, menurut Sukrisno Agoes (2004), terdapat tiga
jenis pemeriksaan (audit keuangan), yaitu:
1) Operational Audit (pemeriksaan operasional/ manajemen).
Operational audit merupakan penelaahan atas prosedur dan metode
operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya.
Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua
atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk
menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat
menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-
rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit jenis ini lebih
merupakan konsultasi manajemen. Pada saat selesainya audit operasional,
auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk
memperbaiki jalannya operasi lembaga. Dalam audit operasional, tinjauan
yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi, tetapi juga
meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan komputer,
metode produksi, pemasaran dan bidang-bidang lain sesuai keahlian
auditor.
2) Compliance Audit (pemeriksaan ketaatan).
Compliance audit merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati
oleh personel di organisasi tersebut. Compliance audit biasanya ditugaskan
oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/ peraturan dalam
perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi
untuk intern manajemen. Compliance audit bertujuan untuk
mempertimbangkan apakah auditi (klien) telah mengikuti prosedur atau
aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas yang lebih
tinggi. Suatu audit ketaatan pada lembaga pendidikan dapat berupa
penentuan apakah para pelaksana akuntansi pendidikan telah mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga.
3) Financial Audit (audit atas laporan keuangan ).
Pemeriksaan laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah
laporan keuangan secara keseluruhan merupakan informasi yang terukur
dan sudah diverifikasi, dan disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu
yakni prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan atas laporan
keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertiannya apakah
laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat ditukar
dan dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu.

12
Hasil audit atas laporan keuangan adalah opini auditor yaitu Unqualified
Opinion, Qualified Opinion, Disclaimer Opinion, dan Adverse Opinion.
Kegiatan lain yang terkait dengan manajemen keuangan adalah membuat
laporan pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pihak internal
maupun eksternal yang menjadi stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan
dilakukan secara periodik yang meliputi laporan bulanan, laporan tahunan, dan
laporan pada masa akhir jabatan pimpinan. Pelaksanaan pertanggungjawaban ini
juga menjadi bagian dari pengawasan yang dapat dilakukan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan.

5. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Sekolah


Secara garis besar, pengertian dari manajemen keuangan adalah seluruh
kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan bagaimana
cara untuk memperoleh dan mengelola pendanaan sebagai modal kerja, cara
mengalokasikan dana dan juga pengelolaan aset yang dimiliki agar tujuan usaha
bisa tercapai. Secara umum prinsip manajemen keuangan pada sebuah lembaga
pendidikan bertujuan untuk menjaga kestabilan finansialnya. Prinsip manajemen
keuangan tersebut terdiri dari beberapa jenis tindakan yang terstruktur dan
sistematis. Bagi sekolah atau lembaga pendidikan, sebagaimana lembaga non
pendidikan lainnya, kondisi keuangan ibarat organ tubuh yang harus selalu dijaga
kesehatannya agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya manajemen keuangan sekolah
perlu memperhatikan sejumlah prinsip sebagaimana tercantum dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Pasal 48 dinyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada
prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Di samping
prinsip-prinsip tersebut, yang tak kalah pentingnya adalah prinsip efektivitas yang
juga memerlukan penekanan tersendiri. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip
tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi (Tampubolon,
2015).
a. Transparansi
Tuntutan keterbukaan dan akses terhadap informasi dari stakeholders
dan masyarakat menuntut adanya transparansi dalam proses manajemen di
lembaga pendidikan, terutama pengelolaan keuangan. Ini berarti lembaga
pendidikan harus terbuka tentang sumber keuangan dan jumlahnya, rincian
penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas. Transparansi
keuangan sangat diperlukan untuk meningkatkan dukungan orang tua,
masyarakat, dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program di
sekolah. Di samping itu, transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal
balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa, dan warga sekolah
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh
13
informasi yang akurat dan memadai. Beberapa informasi keuangan dapat
dengan bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa,
misalnya Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dan Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
b. Akuntabilitas
Pengelola lembaga pendidikan harus dapat mempertanggungjawabkan
penggunaan uang sekolah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan
dan peraturan yang berlaku. Pertanggungjawaban tersebut meliputi
pertanggungjawaban kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Menurut
Rofiq (2017), ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya
akuntabilitas, yaitu:
1) adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima
masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola
sekolah;
2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya;
3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam
menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya
yang murah dan pelayanan yang cepat.
c. Efektivitas
Efektivitas seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut
Yudhaningsih (2011), keefektifan merupakan derajat di mana sebuah
organisasi mencapai tujuannya. Keefektifan itu merupakan kesesuaian antara
hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Keefektifan juga bisa
menjadi konsep kausal secara esensial, di mana hubungan maksud-hingga-
tujuan (means-to-end relationship), dan hubungan sebab-akibat (cause-effect
relationship).
Efektivitas manajemen keuangan dapat dilihat dari sejauh mana
penyelenggara sekolah dapat mencapai tujuan lembaga dengan
memanfaatkan sumber daya keuangan yang ada, mengaturnya, dan
membiayai segala aktivitasnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan
dikatakan memenuhi prinsip efektivitas jika kegiatan yang dilakukan dapat
mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan
lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan.
Barometer efektivitas manajemen keuangan pendidikan dapat dilihat
dari kualitas program yang dibiayai, ketepatan pembiayaan, kepuasan
pembiayaan, keluwesan proses pembiayaan, adaptasi dengan regulasi dan
14
kebijakan yang memungkinkan penggalian dana yang lebih maksimal,
pembiayaan yang memberikan efek semangat kerja dan motivasi,
ketercapaian tujuan yang dibiayai, ketepatan waktu, serta ketepatan
pendayagunaan biaya dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa efektivitas lembaga pendidikan
merupakan kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan,
beradaptasi dengan lingkungan, dan mampu bertahan agar tetap eksis/ hidup.
Organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu menciptakan
suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih
bertanggung jawab, bertindak kreatif demi peningkatan efisiensi dalam
mencapai tujuan.
Menurut Arwildayanto dkk (2017), setidaknya terdapat tiga komponen
utama yang mendasar yang harus diperhatikan oleh penyelenggara
pendidikan dalam mengukur efektivitas pembiayaan pendidikan, yaitu: (1)
cakupan pengaruh biaya; (2) kesempatan tindakan yang digunakan untuk
mencapai pengaruh pembiayaan ditandai sebagai mode pendidikan; dan (3)
mekanisme yang mendasari mengapa pembiayaan tertentu mendorong ke
arah pencapaian tujuan.
d) Efisiensi
Efisien dapat diartikan sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan yang
optimal, cepat, dan tepat serta sesuai target dan perencanaan yang tlah
ditetapkan dengan meminimalkan sumber daya yang dikeluarkan. Sumber
daya yang dimaksud adalah tenaga, uang, dan waktu. Efsiensi bertujuan untuk
menghindari pemborosan sumebr daya. Bekerja secara efisien artinya bekerja
menggunakan sumber daya yang sesuai. Konsepsi efisiensi seringkali
digambarkan sebagai hubungan antara pemasukan dan pengeluaran. Efisiensi
juga terkait dengan kualitas layanan, dan keluaran dari aktivitas
penyelenggaraan pendidikan. Efisiensi pendidikan memiliki kaitan antara
pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai
optimalisasi yang tinggi. Begitu juga efisiensi dalam manajemen keuangan dan
pembiayaan pendidikan tentu berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan
yang dibiayai sesuai dengan kebutuhan yang diisyaratkan.
Menurut pandangan Fatah (2002), efisiensi pembiayaan pendidikan
berkaitan dengan pendayagunaan sumber-sumber pembiayaan pendidikan
yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi penyelenggaraan layanan
pendidikan yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan
ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan
dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat
memacu pencapaian prestasi belajar siswa, perluasan layanan pendidikan
bagi semua orang (education for all).
15
Menurut Rofiq (2017), efisiensi adalah perbandingan yang terbaik
antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya
yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut
dapat dilihat dari dua hal, yakni:
1) Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya. Keuangan dan biaya
pendidikan dikatakan efisien kalau penggunaan biaya yang sekecil-kecilnya
dapat mencapai hasil layanan pendidikan (process), keluaran pendidikan
(output/outcome) yang sesuai harapan stakeholder pendidikan.
2) Dilihat dari segi hasil. Hasil pencapaian tujuan pendidikan dapat dikatakan
efisien jika dengan biaya tertentu dapat memberikan hasil sebanyak-
banyaknya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

C. PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH


1. Konsep Pengelolaan Keuangan Sekolah
Manajemen keuangan di tingkat sekolah pada hakikatnya tidak berbeda
jauh dengan manajemen keuangan pada umumnya. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, pengelolaan keuangan sekolah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dengan manajemen keuangan. Secara umum,
manajemen keuangan mencakup segala aktivitas untuk mengendalikan fungsi-
fungsi keuangan mulai dari kegiatan perencanaan, penganggaran,
pengelolaan, pencarian, penyimpanan, pengendalian, dan pemeriksaan
keuangan. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019),
pengelolaan keuangan didefinisikan sebagai tindakan pengurusan/
ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan,
pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan. Jika keuangan sekolah
dikelola secara profesional, maka akan dapat meningkatkan satuan pendidikan
tumbuh secara optimal, dan pada akhirnya mampu mendukung dan
menciptakan kegiaan belajar mengajar yang berkualitas. Karena sekolah
bukanlah lembaga yang bersifat profit, maka setiap penerimaan sekolah harus
digunakan kembali untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
pendidikan itu sendiri.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah menjelaskan bahwa dana
pendidikan adalah seluruh pengeluaran yang berupa sumber daya (input) baik
berupa barang maupun uang yang ditujukan untuk menunjang kegiatan proses
belajar mengajar. Hal ini menuntut sekolah untuk melakukan pengelolaan dana
pendidikan yang diperolehnya secara profesional. Kepala sekolah sebagai
pengelola keuangan dituntut untuk memahami konsep pengelolaan keuangan
sekolah dengan baik. Kepala sekolah diharapkan dapat mengimplementasikan
pengelolaan keuangan sekolah dengan tepat dan profesional, memahami
peraturan-peraturan berlaku terkait pengelolaan keuangan, dan mampu

16
menyelenggarakan pengelolaan keuangan sekolah dengan prinsip akuntabel,
transparan dan efisien.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019), melalui
kegiatan pengelolaan keuangan yang baik, kebutuhan pendanaan kegiatan
sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara
transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, tujuan pengelolaan keuangan
adalah: a) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana
sekolah, b) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana sekolah,
c) mendorong pemanfaatan dana sekolah secara lebih ekonomis, d)
meminimalkan penggunaan anggaran sekolah, e) memupuk kreativitas
pencarian sumber pendanaan sekolah, dan f) mendorong kompetensi
penanggungjawab keuangan sekolah. Untuk mencapai tujuan di atas
dibutuhkan kreativitas dan komitmen kepala sekolah/madrasah dalam
menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang
menguasai pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan, serta
memanfaatkan dana sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

2. Proses Perencanaan Keuangan Sekolah


Perencanaan merupakan tahap awal dari rangkaian aktivitas suatu
organisasi terkait dengan pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana telah
diketahui, proses manajemen keuangan sekolah dalam sebuah organisasi
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Secara
umum, perencanaan dimaknai sebagai bentuk kegiatan yang terkoordinasi dalam
rangka untuk mencapai tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam
perencanaan tersebut terdapat berbagai kegiatan yang mengarah pada
pencapaian tujuan, di antaranya menganalisa kapasitas, menganalisa faktor-
faktor ketidakpastian, menentukan tujuan pencapaian, dan menentukan langkah
dalam pencapaian tujuan tersebut.
Dengan demikian, perencanaan merupakan suatu suatu proses berpikir
secara logis dan sistematis dalam menetapkan langkah-langkah kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berarti di dalam
sebuah perencanaan harus mengandung beberapa unsur tertentu, yaitu adanya
proses, adanya kegiatan yang rasional dan sistematis, dan adanya tujuan yang
akan dicapai oleh organisasi. Perencanaan sebagai proses, artinya untuk
mencapai sebuah target diperlukan waktu, tidak terjadi seketika secara tiba-tiba.
Perencanaan sebagai kegiatan yang rasional, artinya perencanaan telah melalui
proses pemikiran yang mendalam yang didasarkan pada data dan informasi serta
analisis yang komprehensif dan tepat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Perencanaan tidak didasarkan pada peramalan yang bersifat intuitif. Perecanaan
bersifat sistematis, artinya perencanaan mencakup tahapan-tahapan kegiatan
17
yang terukur. Kegiatan yang satu menjadi landasan tahapan berikutnya. Tahapan
tersebut menjadi acuan dan panduan bagi tahapan berikutnya, sehingga jika
terjadi sebuah penyimpangan dapat segera diketahui. Hal utama yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan keuangan sekolah adalah melakukan analisa
terhadap progam kegiatan dan prioritasnya, menganalisa dana yang ada, dan
mencari sumber pendanaan lainnnya dari berbagai sumber dan berbagai kegiatan.
Dalam ruang lingkup organisasi sekolah, perencanaan keuangan sekolah
harus disesuaikan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan,
baik pengembangan jangka pendek maupun pengembangan jangka panjang.
Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu tahunan.
Pengembangan jangka menengah berupa pengembangan empat atau lima
tahunan, dan jangka panjang sepuluh tahunan atau lebih. Dengan demikian,
rencana pengembangan sekolah jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang merupkan dasar bagi perencanaan keuangan sekolah. Menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019), sebelum melakukan
pengalokasian anggaran untuk belanja sekolah, kepala sekolah harus membuat
perencanaan pengelolaan dana sekolah. Perencanaan pengelolaan dana sekolah
mengacu pada hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dan program-program yang
direkomendasikan dari hasil EDS. Berdasarkan hasil EDS maka disusunlah
program prioritas yang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS)
yang terdiri jangka menengah (4 tahun) berupa Rencana Kerja Jangka Menengah
(RKJM) dan jangka pendek (1 tahun) berupa Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Saat merencanakan pengelolaan dana perlu dilakukan analisis sumber-
sumber dana dan jumlah nominal yang mungkin diperoleh dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan. Perpaduan
analisis kegiatan dan sumber dana serta menyangkut waktu pelaksanaannya ini
menghasilkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKAS
merupakan rencana perolehan pembiayaan pendidikan dari berbagai sumber
pendapatan serta susunan program kerja tahunan yang terdiri dari sejumlah
kegiatan rutin serta beberapa kegiatan lainnya disertai rincian rencana
pembiayaannya dalam satu tahun anggaran yang bersifat terpadu, berisi rencana
penerimaan dan pengeluaran. RKAS ini merupakan pedoman pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah agar tertib administrasi dalam
pengelolaan keuangan. Untuk mewujudkan asas atau prinsip penganggaran,
semua pendapatan dan belanja sekolah harus dicantumkan dalam RKAS dan
disusun sesuai kemampuan dan kebutuhan sekolah berdasarkan peraturan yang
berlaku. Semua dana yang terkumpul dialokasikan untuk membiayai berbagai
program dan kegiatan sekolah yang disusun berdasarkan skala prioritas dan
alokasi dana harus realistis.

18
Menurut Witurachmi (2016), perencanaan keuangan sekolah mengacu
pada Kepmendiknas Nomor: 056/U/2001 menyebutkan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah meliputi pelayanan yang bersifat teknis edukatif untuk
proses belajar mengajar baik teori maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran
dan penilaian hasil belajar; pelayanan yang bersifat penunjang untuk
operasionalisasi ruang belajar dan kegiatan ekstra kurikuler; pengadaan dan
perawatan buku pelajaran, peralatan pendidikan, alat pelajaran, peralatan
laboratorium, perpustakaan dan peralatan praktek keterampilan serta bahan
praktek laboratorium dan keterampilan; pengadaan dan perawatan sarana
kegiatan penunjang seperti sarana administrasi, gedung sekolah, ruang kelas,
fasilitas sekolah dan lingkungan; penyediaan daya dan jasa seperti listrik, telepon,
gas dan air; perjalanan dinas kepala sekolah dan guru; pelayanan
kemasyarakatan, pemberdayaan Komite Sekolah, kegiatan sosial;
penyelenggaraan lomba yang diikuti siswa dan atau guru; pelayanan habis pakai
untuk keperluan sekolah seperti surat kabar; penyediaan gaji guru dan non-guru,
tunjangan, honorarium, lembur, transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang
pendidikan. Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan tersebut, tiap
kepala sekolah menentukan program prioritas yang perlu dilaksanakan dalam satu
tahun anggaran, kemudian dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan
dana.
Penyusunan RKAS memerlukan juga rincian pembiayaan, siapa yang
bertanggungjawab, serta waktu pelaksanaannya. Dengan demikian, kegiatan
dalam RKAS dapat dijabarkan lagi menjadi kegiatan bulanan atau mingguan,
sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, atau menjadi suatu rincian
program yang merupakan bagian RKAS. Rincian program berupa kegiatan
bulanan atau mingguan tersebut dapat dilampirkan dalam RKAS atau lampiran
dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan yang digunakan. Penentuan
besaran biaya dalam RKAS dapat mengacu kepada ketentuan
Provinsi/Kabupaten/Kota masing-masing, atau ketentuan lain yang berlaku, atau
menurut harga pasar (sesuai dengan jenis pengadaan barang dan jasa). Semua
sumber dana harus dicantumkan dalam RKAS, baik dana yang diterima satuan
pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, orang tua, masyarakat, dan
sumber lainnya.
Menurut Pahyono (2016), pada tahap perencanaan, analisis kebutuhan
pengembangan sekolah dalam kurun waktu tertentu menjadi fokus utama yang
perlu diperhatikan. Kebutuhan dalam satu tahun anggaran, lima tahun, sepuluh
tahun, bahkan dua puluh lima tahunan. Perencanaan dibuat oleh kepala sekolah,
guru, staf sekolah dan pengurus komite sekolah. Mereka mengadakan pertemuan
untuk menentukan kebutuhan dan menentukan kegiatan sekolah dalam waktu
tertentu. Berdasarkan analisis ini diperoleh banyak kegiatan yang perlu dilakukan
sekolah dalam satu tahun, lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima
19
tahun. Untuk itu perlu diurutkan tingkat kebutuhan kegiatan dari yang paling
penting sampai kegiatan pendukung yang mungkin bisa ditunda pelaksanaannya.
Hal ini terkait dengan tersedianya waktu, keberadaan tenaga dan jumlah dana
yang tersedia atau yang bisa diupayakan ketersediaannya. Analisis sumber-
sumber dana dan jumlah nominal yang mungkin diperoleh, dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan. Perpaduan
analisis kegiatan dan sumber dana serta menyangkut waktu pelaksaannya ini
seringkali menghasilkan apa yang dinamakan Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah (RKAS).
Setiap sekolah berkewajiban untuk menyusun RKAS sebagaimana
diamanatkan di dalam pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yaitu Rencana Kerja Tahunan hendaknya memuat
rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja
satu tahun. Pentingnya fungsi perencanaan dalam pengelolaan sekolah dapat
dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa setiap sekolah pada
semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK), harus membuat:
1) Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang
akan dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan
yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan
mutu lulusan.
2) Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja
Jangka Menengah (RKJM).
Dalam penyusunan RKAS perlu diperhatikan asas anggaran sebagai
berikut (Pahyono, 2016):
1) Asas kecermatan.
Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian sehingga dapat efektif dan terhindar
dari kekeliruan dalam penghitungan.
2) Asas Terinci.
Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat dilihat rencana kerja
yang jelas serta dapat membantu unsur pengawasan.
3) Asas Keseluruhan.
Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu
organisasi secara menyeluruh dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran.
4) Asas Keterbukaan.
Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak yang terkait
dengan sumber pembiayaan sekolah dapat memonitor aktivitas yang tertuang
dalam penyusunan anggaran maupun dalam pelaksanaannya.
20
5) Asas Periodik.
Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas.
6) Asas Pembebanan.
Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan anggaran perlu
diperhatikan. Kapan suatu anggaran pengeluaran dibebankan kepada
anggaran ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran perlu
diperhitungkan secara baik.
Menurut Tululi (2021), penyusunan RKAS bertujuan untuk: (1) menjamin
agar tujuan sekolah yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan tingkat kepastian
yang tinggi dan risiko yang kecil; (2) memberikan arah kerja yang jelas tentang
pengembangan sekolah; (3) acuan dalam mengidentifikasi dan mengajukan
sumberdaya pendidikan yang diperlukan dalam pengembangan sekolah; (4)
menjamin keterkaitan dan konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara
efisien, efektif, berkeadilan dan berkesinambungan.
Secara rinci Pahyono (2016) menjelaskan bahwa dalam penyusunan RKAS,
kepala sekolah sebaiknya membentuk tim yang terdiri dari dewan guru dan
pengurus komite sekolah. Setelah tim dan Kepala Sekolah menyelesaikan tugas,
merinci semua anggaran pendapatan dan belanja sekolah, Kepala Sekolah
menyetujuinya. Pelibatan para guru dan pengurus komite sekolah ini akan
diperoleh rencana yang mantap, dan secara moral semua guru, kepala sekolah,
dan pengurus komite sekolah merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
rencana tersebut. Proses penyusunan RKAS yang partisipatif dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut:

21
Gambar 1. Proses Penyusunan RKAS (Sumber: Pahyono, 2016)

Dalam menetapkan jumlah anggaran, dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
unit cost (satuan biaya) dan volume kegiatan. Setiap program dan
penganggarannya perlu memperhatikan kedua hal tersebut. Misalnya untuk
anggaran rutin, BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BSM (Bantuan Siswa
Miskin), jenis kegiatan dan satuan biayanya sudah ditentukan. Kepala Sekolah
bersama guru dan pihak lain yang terlibat langsung misalnya komite sekolah
diharapkan menyusun prioritas penggunaan dana per mata anggaran secara
cermat. Secara rinci langkah penyusunan RKAS, yaitu (Pahyono, 2016):
1) Inventarisasi kegiatan untuk tahun yang akan datang, baik kegiatan rutin
maupun kegiatan pembangunan/ pengembangan berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pada tahun sebelumnya, analisis kebutuhan tahun
berikutnya, dan masukan dari seluruh warga sekolah maupun Komite Sekolah.
2) Inventarisasi sumber pembiayaan baik dari rutin maupun pengembangan.
3) Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah(RKS) yang lengkap berdasarkan
langkah poin (1) dan (2). Kepala Sekolah membuat tabel RKS yang terdiri dari
kolom-kolom nomor urut, uraian kegiatan, sasaran, kolom-kolom perincian
dana dari berbagai sumber, dan kolom jumlah. Tabel tersebut diisi sesuai
kolom yang ada.
4) Penyusunan RKAS. Kepala Sekolah membuat tabel RKAS yang terdiri dari
kolom-kolom, yaitu kolom rencana penerimaan dan jumlahnya, kolom rencana
pengeluaran dan jumlahnya. Tabel tersebut diisi kemudian ditandatangani oleh
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah dan diketahui oleh Kepala Dinas
Pendidikan setempat.

3. Masalah-Masalah Yang Berkaitan dengan Penyusunan RKAS


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan amanat Undang-Undang
sistem pendidikan. Salah satu implikasi penerapan MBS adalah diharuskannya
pimpinan sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah, untuk mengemban tanggung
jawab yang lebih lebih besar dalam pngembangan RKAS. Kepala Sekolah harus
menyadari dan memahami berbagai masalah yang harus dihadapi dalam rangka
pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Berikut ini diuraikan beberapa masalah
yang sering muncul dalam proses penyusunan RKAS (Pahyono, 2016):
1) Anggaran yang diusulkan didasarkan pada uang yang tersedia dan tidak
didukung oleh pengetahuan yang memadai.
Terkadang sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan
anggaran mendapati usulan anggaran dari orang-orang yang tidak benar-
benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai barang-barang itu atau bagaimana mereka akan
menggunakannya. Banyak guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru
22
komputer yang mereka ketahui hanya melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa
produk tersebut efektif membantu kegiatan belajar siswa. Untuk mencegah
masalah ini, kepala sekolah disarankan untuk meminta semua pihak yang
mengajukan anggaran untuk membuat alasan-alasan tertulis pada setiap butir
usulan. Tentunya alasan tersebut harus mencantumkan alasan dan
bagaimana barang tersebut akan digunakan, sejauh mana calon pengguna
telah memahami pengetahuan yang diperlukan untuk memanfaatkan barang
yang diusulkan tersebut, atau pengetahuan atau keterampilan apa yang
diperlukan agar dapat memanfaatkan barang tersebut dengan baik. Selain itu,
pengusul juga perlu diminta untuk menunjukkan apakah usulannya tersebut
benar-benar dibutuhkan ataukah hanya bersifat sekunder.
2) Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk
meningkatkan belajar siswa.
Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan
barang yang dimiliki. Dalam hal ini, masalah yang sering muncul adalah
ketidakjelasan hubungan antara item-item yang diusulkan itu dengan
peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana peningkatan itu akan
diukur. Untuk mencegah hal ini, kepala sekolah perlu meminta para pengusul
untuk memberikan alasan-alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang
diusulkan akan membantu meningkatkan belajar siswa dan bagaimana
peningkatan belajar itu akan diukur.
3) Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun.
Kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin politik di
daerah atau program-program kemasyarakatan lainnya sering berdampak
pada pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
Selain beberapa kondisi eksternal tersebut, penurunan anggaran juga sering
terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan
kondisi internal yang menjadi faktor paling dominan dalam penurunan
anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat
beragam antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Namun demikian,
tidak ada satu daerah pun yang dapat menjamin terbebas dari kondisi ini.
Kondisi semacam itu bukan merupakan persoalan yang sederhana.
Pengurangan itu dapat berakibat pada modifikasi atau eliminasi program,
pengurangan staf, dan penundaan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas yang
dapat berdampak pada timbulnya frustrasi, kekecewaan, dan penurunan moral
kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat
dihindarkan, namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan
panganggaran yang digunakan rasional dan adil.
4) Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran.
Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama
sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu.
23
Kepala sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang
tertentu. Akan tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu
menguasai dengan baik semua bidang dalam program pendidikan.
Konsekuensinya, selama penyusunan RKAS, kepala sekolah sering menerima
usulan anggaran pada bidang-bidang tertentu yang ia sendiri hanya memiliki
pengetahuan yang sangat terbatas.
5) Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman sentralisasi
anggaran.
Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merk-merk tertentu
karena mereka yakin bahwa merk tesebut memiliki kualitas dan kesesuaian
yang tinggi dengan kebutuhan mereka. Hal itu merupaka sesuatu yang
terlarang dalam proses pengadaan yang menggunakan anggaran pemerintah.
Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas barang
atau jasa yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah
dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.
6) Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait.
Oleh karena proses penyusunan RKAS sangat rumit, maka diperlukan
pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya Dinas
Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultasi semacam itu penting untuk semua
aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan dengan
proses penganggaran. Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan
dan konsultasi ini paling sering dijumpai di berbagai tempat. Kurangnya
konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua periode: (a) tahap
awal, dan (b) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan ke pihak yang lebih
atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering terjadi pada
tahap awal adalah kurangnya informasi yang diperoleh sekolah mengenai
kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah di mana sekolah berada.
Kebijakan dimaksud dapat mencakup jumlah dan alokasi anggaran, prosedur
dan mekanisme perencanaan dan pengusulan anggaran, dan parameter-
parameter pengelolaan keuangan lainnya. Bahkan sering dialami sampai
dengan saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum
mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut.
Sekolah juga sering menerima informasi yang penuh ketidakpastian mengenai
kebijakan anggaran daerah atau pusat.

4. Sumber-Sumber Keuangan Sekolah


Kebutuhan dana untuk membiayai kegiatan operasional secara rutin dan
pengembangan program sekolah secara berkelanjutan sangat dirasakan oleh
setiap pengelola satuan pendidikan. Setiap tahun kebutuhan dana tersebut
semakin meningkat dan semakin besar jumlahnya sesuai dengn tuntutan
perkembangan dan kebutuhan operasional lembaga pendidikan. Kreativitas
24
pengelola sekolah untuk menggali sumber-sumber pendanaan dari berbagai
sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program rutin maupun
pengembanan sekokah.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 46 menyatakan bahwa
pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Sumber-sumber pendapatan sekolah dapat
berasal dari pemerintah, usaha mandiri sekolah , orang tua siswa, dunia usaha
dan industri, sumber lain seperti hibah yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga
pendidikan swasta, serta masyarakat luas. Sumber keuangan dari pemerintah
dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. Sumber keuangan pendidikan yang berasal dari pemerintah
pusat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
misalnya BOS (bantuan operasional sekolah), DAK (dana alokasi khusus),
Blockgrant (dana bantuan langsung), matching grant (imbal swadaya), BSM
(bantuan untuk siswa miskin) dsb. Sedangkan yang berasal dari pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah(APBD).
Beberapa kegiatan yang merupakan usaha mandiri sekolah yang bisa
menghasilkan pendapatan sekolah antara lain: (1) pengelolaan kantin sekolah, (2)
pengelolaan koperasi sekolah, (3) pengelolaan wartel, (4) pengelolaan jasa antar
jemput siswa, (5) panen kebun sekolah, (6) kegiatan yang menarik sehingga ada
sponsor yang memberi dana, (7) kegiatan seminar/ pelatihan/ lokakarya dengan
dana dari peserta yang bisa disisihkan sisa anggarannya untuk sekolah, (8)
penyelenggaraan lomba kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan
yang sebagian dana bisa disisihkan untuk sekolah (Pahyono, 2016).

5. Pembelanjaan Keuangan Sekolah


Pelaksanaan kegiatan pembelanjaan keuangan sekolah harus mengacu
pada perencanaan yang telah ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh di dalam
pelaksanaan kegiatan harus benar, efektif, dan efisien. Pembukuan uang yang
masuk dan keluar dilakukan secara cermat dan transparan. Oleh karena itu,
sekolah harus memiliki tenaga administrasi yang memiliki kompetensi di bidang
administrasi keuangan yang menguasi teknis pembukuan yang benar dan baik.
Menurut Witurachmi (2016), dalam manajemen sekolah peran bendaharawan
sangatlah penting karena harus melakukan pencatatan /pembukuan secara
cermat sesuai dengan ketentuanyang berlaku. Dalam implementasinya,
pembelanjaan harus dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,
pungutan pajak harus dikeluarkan dan dibayarkan. Oleh karena itu bendaharawan
harus paham tentang tata cara belanja sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. Peran kepala sekolah adalah sebagai pengawas internal. Sedangkan
25
pengawas external bisa dilakukan oleh BadanPemeriksa Keuangan (BPK), Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Departemen/ Lembaga Pemerintahan Nondepartemen (ITJEN), Badan Pengawas
Daerah. Semua kegiatan tersebut dipertanggung jawaban sesuai dengan
pedoman yang berlaku dan sumber anggaran yang telah ditetapkan.
Di dalam Bab IX Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa standar pembiayaan
meliputi:
1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya
personal.
2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap.
3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji,
b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi,
pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Menurut Pahyono (2016), apabila anggaran tersebut penggunaan
anggaran tersebut dialokasikan untuk:
1) Kegiatan peningkatan mutu pendidikan, antara lain peningkatan kemampuan
profesional, supervisi pendidikan, dan evaluasi.
2) Kegiatan ekstrakurikuler, antara lain usaha kesehatan sekolah (UKS), pramuka,
olahraga, kreativitas seni.
3) Bahan pengajaran praktik, keterampilan, antara lain penambahan sarana
pengajaran, bahan praktik.
4) Kesejahteraan Kepala Sekolah, guru dan pegawai.
5) Pembelian peralatan kantor dan alat tulis kantor.
6) Pengembangan perpustakaan.
7) Pembangunan sarana fisik sekolah.
8) Biaya listrik, telepon, air dan surat menyurat.
9) Dana sosial seperti bantuan kesehatan, pakaian seragam.
10) Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan pekarangan sekolah.

26
Dalam pelaksanaan penggunaan anggaran sekolah, kepala sekolah dan
bendaharawan harus memperhatikan asas-asas dalam penggunaan anggaran.
Pahyono (2016), penggunaan anggaran di sekolah harus memperhatikan asas
umum pengeluaran negara, yaitu manfaat penggunaan uang negara minimal
harus sama apabilauang tesebut dipergunakan sendiri oleh masyarakat. Prinsip
ini tercermin dalam prinsip-prinsi yang dianut dalam pelaksanaan APBN, misalnya
prinsip efisien, pola hidup sederhana, dan sebagainya. Setiap melaksanakan
kegiatan yang memberatkan anggaran belanja, ada ikatan-ikatan yang berupa:
pembatasan-pembatasan, larangan-larangan, keharusan-keharusan, dan prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan setiap petugas yang diberi wewenang dan
kewajiban mengelola uang negara.
Menurut Wijanarko dan Sahertian (1996/1997), ketentuan yang berupa
pembatasan dan larangan-larangan terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain
Undang-Undang Perbendaharaan Negara Pasal 24, Pasal 28, dan Pasal 30.
Dalam pasal-pasal tesebut disebutkan bahwa pengeluaran yang melampaui kredit
anggaran atau tidak tersedia anggarannya, tidak boleh terjadi. Kredit-kredit yang
disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah, baik langsung maupun tidak
langsung, karena adanya keuntungan bagi negara. Barang-barang milik negara
berupa apapun tidak boleh diserahkan kepada mereka yang mempunyai tagihan
terhadap negara. Ketentuan-ketentuan tersebut pada hakikatnya mengacu pada
hal yang sama, yaitu membatasi penggunaan anggaran oleh pemerintah dalam
jumlah seperti yang diterapkan tercantum dalam anggaran dan hanya untuk
kegiatan seperti yang dimaksud dalam kedit anggaran masing-masing.

6. Pembukuan Keuangan Sekolah yang Transparan


Transparansi di bidang manajemen keuangan dimaknai sebagai
keterbukaan keuangan dalam pengelolaan suatu kegiatan, sehingga stakeholer
terkait menjadi percaya atau bisa memicu timbulnya Trus dari pihat terkait.
Transparan di bidang keuangan di lembaga pendidikan berarti adanya
keterbukaan sumber keuangan, jumlah uang, rincian pengunaan, dan
pertanggungjawabannya yang dapat dijadikan informasi keuangan yang dapat
diakses dan diketahui secara bebas oleh seluruh warga sekolah, guru,dan orang
tua siswa. Menurut Pahyono (2016), untuk menunjang pelaksanaan tata kelola
keuangan yang baik di sekolah, kepala sekolah harus memperhatikan beberapa
hal berikut:
1) Perlengkapan administrasi keuangan, yaitu sekolah memiliki tempat khusus
untuk menyimpan perlengkapan administrasi keuangan, memiliki alat hitung,
dan memiliki buku-buku yang dibutuhkan.
2) RKAS, yaitu sekolah memiliki RKAS yang telah disahkan oleh Kepala Sekolah,
Ketua Komite Sekolah, serta pejabat yang berwenang misalnya Kepala Dinas
27
Pendidikan setempat, serta memiliki program penjabarannya sebagai acuan
dalam setiap penggunaan dan pelaporan keuangan sekolah.
3) Pengadministrasian keuangan, yaitu sekolah memiliki catatan logistik (uang
dan barang) sesuai dengan mata anggaran dan sumber dananya masing-
masing, buku setoran ke Bank/ KPKN/ yayasan, daftar penerimaan gaji/honor
guru dan tenaga kerja lainnya, dan laporan keuangan triwulan dan tahunan.
Pelaksanaan transaksi penerimaan dan pengeluaran uang sekolah terjadi
setiap hari. Pemasukan dan pengeluaran keuangan tersebut dicatat dan
dibukukan oleh bendaharawan secara tetib, rapi, dan teliti sesuai dengan
pedoman da peraturan yang berlaku. Oleh karenanya, salah satu tugas seorang
bendaharawan sekolah adalah mengadakan dan melaksanakan pembukuan
keuangan sekolah. Bendaharawan adalah orang yang diberi tugas untuk
menerima, menyimpan, membayar, atau menyerahkan uang atau kertas berharga.
Bendaharawan berkewajiban mengirimkan perhitungan mengenai pengurusan
yang dilakukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bendaharawan
sekolah memiliki tugas menerima, mencatat dan mengeluarkan keuangan sesuai
dengan anggaran yang disetujui kepala sekolah. Pengurusan kebendaharawanan
dilakukan oleh bendaharawan dalam bentuk perbuatan menerima, menyimpan,
dan membayar atau menyerahkan uang atau kertas berharga dan barang-barang,
baik milik negara maupun milik pihak ketiga yang pengurusannya dipercayakan
kepada negara.
Menurut Pahyono (2016), dilihat dari objek pengurusannya ada dua macam
bendaharawan, yaitu bendaharawan uang dan bendaharawan barang.
Bendaharawan uang bertugas untuk membukukan keuangan sesuai dengan
sumber yang diterima sekolah, misalnya bendaharawan rutin, SPP-DPP, OPF,
BP3, dan sebagainya. Bendaharawan barang bertugas untuk menerima
pembelian barang dan bahan habis pakai, misalnya alat tulis kantor. Menurut sifat
tugasnya, terdapat ada dua jenis bendaharawan uang, yaitu bendaharawan umum
dan bendaharawan khusus. Bendaharawan umum adalah bendaharawan yang
diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan seluruh penerimaan dan
pengeluaran dalam pelaksanaan APBN. Bendaharawan khusus adalah
bendaharawan yang diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan uang di
setiap instansi yang mempunyai anggaran. Bendaharawan khusus terdiri dari;
1) Bendaharawan khusus penerimaan
Bendaharawan khusus penerimaan diserahi tugas dan tanggung jawab
pengurusan kebendaharawanan uang khusus penerimaan negara saja dalam
pelaksanaan APBN. Bendaharawan tersebut merupakan mata rantai
penghubung antara pihak pembayar/ wajib bayar pendapatan negara tertentu
dengan kas negara.
2) Bendaharawan khusus pengeluaran.

28
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan kebendaharawanan uang
khusus pengeluaran negara saja dalam pelaksanaan APBN.
Untuk menghindari, mencegah, dan meminimalisasi penyalahgunaan
anggaran sekolah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan (Witurachmi, 2016):
1) Perlu mengkaji peran kepala sekolah dalam menentukan kebijakan sekolah di
bidang keuangan yang meliputi peran penetapan visi dan misi, tujuan dan
strategi, penyusunan program kegiatan jangka pendek dan jangka panjang
yang diselaraskan dengan kekuatan keuangan sekolah, kemampuan kepala
sekolah dalam menyusun merencanakan dan implementasi pelaksanaannya.
2) Melaksanakan evaluasi dan supervisi dengan baik dan obyektif. Evaluasi dan
supervisi yan dilkaukan dengan obyektif dan transparan akan mampu
menghasilkan kinerja keuangan sekolah yang baik, yang dapat meminimalkan
penyimpangan penggunaan anggaran sekolah.
3) Menunjuk dan menugaskan bendaharawan yang berkualitas dan memiliki
integritas, yang memahami dengan baik segala bentuk peraturan tentang
manajemen keuangan sekolah, dan memahami tugas dan perannya dalam
mekanisme pemeriksaan keuangan.
Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan
instansi vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah. Pada
tingkat sekolah pengawasan pengelolaan keuangan yang perlu dilakukan kepala
sekolah dapat dilakukan dengan cara berikut (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2019):
1) Memastikan pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara efektif,
efisien, dan pertanggungjawaban sesuai peraturan yang berlaku.
2) Memastikan tahapan perencanaan dan pembelanjaan keuangan sesuai juknis
dengan rencana pembelanjaan yang telah disusun.
3) Memastikan pembukuan keuangan, dokumentasi, pencatatan dan pelaporan
hal-hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan dilakukan secara akurat
dan tepat waktu.
4) Melakukan evaluasi kegiatan dan anggaran sekolah dengan cara
membandingkan antara kegiatan dan anggaran yang tercantum dalam RKAS
dengan realisasi program kegiatan dan anggaran.

D. RANGKUMAN MATERI
1. Manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Diihat dari segi
praktiknya, manajemen keuangan pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan pimpinan dalam menggerakkan para bawahannya untuk menggunakan
fungsi-fungsi manajemen, meliputi perencanaan keuangan (penganggaran),
pengelolaan berupa pengeluaran (pencairan), penggunaan, pencatatan,
29
pemeriksaan, pengendalian, penyimpanan dana, pertanggungjawaban dan
pelaporan uang yang dimiliki oleh suatu institusi (organisasi), termasuk di dalamnya
lembaga yang menyelenggarakan layanan pendidikan. Intinya dari manajemen
keuangan pendidikan, mengelola uang yang ada dan menyiapkan dan
melaksanakan instrumen adminsitratif untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien.
2. Secara umum, fungsi manajeme keuangan pendidikan adalah untuk menyediakan
informasi kuantitatif bagi stakeholders terkait keuangan yang berguna untuk
membantu stakeholders dalam mengambil keputusan ekonomi di dalam entitas
pendidikan. Stakeholdes tersebut di antaranya adalah kepala sekolah, guru dan
karyawan, kreditor/ pemberi pinjaman, orang tua siswa, suplier/ pemasok,
pemerintah, dan masyarakat. Secara umum, tujuan manajemen keuangan
pendidikan adalah untuk mewujudkan tertib administrasi keuangan di lembaga
pendidikan dan bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang sudah
digariskan mulai dari perundang-undangan, peraturan, instruksi, keputusan, dan
kebijakan lainnya. Tujuan lain dari manajemen keuangan pendidikan adalah
sebagai berikut: (1) memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal berdasarkan
prioritas kegiatan pendidikan yang ditetapkan; (2) mensinergiskan berbagai
kegiatan antarbidang secara harmonis untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan;
dan (3) mengembangkan perilaku transparansi dan akuntabilitas dari pemanfaatan
keuangan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang berlaku.
3. Ruang lingkup manajemen keuangan pendidikan meliputi: budgeting (penyusunan/
perencanaan anggaran), accounting (pembukuan), dan auditing (pemeriksaan).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 48 dinyatakan bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Di samping prinsip-prinsip tersebut, yang tak
kalah pentingnya adalah prinsip efektivitas yang juga memerlukan penekanan
tersendiri.
4. Pengelolaan keuangan sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
manajemen keuangan. Secara umum, manajemen keuangan mencakup segala
aktivitas untuk mengendalikan fungsi-fungsi keuangan mulai dari kegiatan
perencanaan, penganggaran, pengelolaan, pencarian, penyimpanan,
pengendalian, dan pemeriksaan keuangan. Dengan demikian, pengelolaan
keuangan dapat didefinisikan sebagai tindakan pengurusan/ ketatausahaan
keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan. Jika keuangan sekolah dikelola secara
profesional, maka akan dapat meningkatkan satuan pendidikan tumbuh secara
optimal, dan pada akhirnya mampu mendukung dan menciptakan kegiaan belajar
mengajar yang berkualitas. Karena sekolah bukanlah lembaga yang bersifat profit,
maka setiap penerimaan sekolah harus digunakan kembali untuk peningkatan
kualitas dan kuantitas pelayanan pendidikan itu sendiri.

30
5. Dalam ruang lingkup organisasi sekolah, perencanaan keuangan sekolah harus
disesuaikan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan, baik
pengembangan jangka pendek maupun pengembangan jangka panjang.
Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu tahunan.
Pengembangan jangka menengah berupa pengembangan empat atau lima
tahunan, dan jangka panjang sepuluh tahunan atau lebih. Dengan demikian,
rencana pengembangan sekolah jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang merupakan dasar bagi perencanaan keuangan sekolah. Sebelum
melakukan pengalokasian anggaran untuk belanja sekolah, kepala sekolah harus
membuat perencanaan pengelolaan dana sekolah. Perencanaan pengelolaan
dana sekolah mengacu pada hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dan program-
program yang direkomendasikan dari hasil EDS. Berdasarkan hasil EDS maka
disusunlah program prioritas yang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah
(RKS) yang terdiri jangka menengah (4 tahun) berupa Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM) dan jangka pendek (1 tahun) berupa Rencana Kerja Tahunan
(RKT) serta Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
6. Perencanaan keuangan sekolah mengacu pada Kepmendiknas Nomor:
056/U/2001 yang menyebutkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah meliputi
pelayanan yang bersifat teknis edukatif untuk proses belajar mengajar baik teori
maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran dan penilaian hasil belajar;
pelayanan yang bersifat penunjang untuk operasionalisasi ruang belajar dan
kegiatan ekstra kurikuler; pengadaan dan perawatan buku pelajaran, peralatan
pendidikan, alat pelajaran, peralatan laboratorium, perpustakaan dan peralatan
praktik keterampilan serta bahan praktek laboratorium dan keterampilan;
pengadaan dan perawatan sarana kegiatan penunjang seperti sarana administrasi,
gedung sekolah, ruang kelas, fasilitas sekolah dan lingkungan; penyediaan daya
dan jasa seperti listrik, telepon, gas dan air; perjalanan dinas kepala sekolah dan
guru; pelayanan kemasyarakatan, pemberdayaan Komite Sekolah, kegiatan sosial;
penyelenggaraan lomba yang diikuti siswa dan atau guru; pelayanan habis pakai
untuk keperluan sekolah seperti surat kabar; penyediaan gaji guru dan non-guru,
tunjangan, honorarium, lembur, transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang
pendidikan. Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan tersebut, tiap
kepala sekolah menentukan program prioritas yang perlu dilaksanakan dalam satu
tahun anggaran, kemudian dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan
dana.
7. Setiap sekolah berkewajiban untuk menyusun RKAS sebagaimana diamanatkan di
dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu Rencana Kerja Tahunan hendaknya memuat rencana anggaran
pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun. Dalam
penyusunan RKAS perlu diperhatikan asas anggaran sebagai berikut: asas
kecermatan, asas terinci, asas keseluruhan, asas keterbukaan, asas periodik, asas
31
pembebanan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan penyusunan RKS di
antaranya: (a) anggaran yang diusulkan didasarkan pada uang yang tersedia dan
tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai, (b) kurang lengkapnya
penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk meningkatkan belajar siswa,
(c) penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun, (d) kurangnya
kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran, (d) permintaan untuk membeli
barang bermerk tertentu atau ancaman sentralisasi anggaran, (e) kurangnya
pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait.
8. Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari pemerintah, usaha mandiri
sekolah, orang tua siswa, dunia usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yayasan
penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, serta masyarakat luas.
Sumber keuangan dari pemerintah dapat berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sumber keuangan
pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat dialokasikan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), misalnya BOS (bantuan operasional
sekolah), DAK (Dana Alokasi Khusus), Blockgrant (dana bantuan langsung),
Matching Grant (imbal swadaya), BSM (Bantuan untuk Siswa Miskin) dsb.
Sedangkan yang berasal dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
9. Pemasukan dan pengeluaran keuangan tersebut dicatat dan dibukukan oleh
bendaharawan secara tetib, rapi, dan teliti sesuai dengan pedoman da peraturan
yang berlaku. Oleh karenanya, salah satu tugas seorang bendaharawan sekolah
adalah mengadakan dan melaksanakan pembukuan keuangan sekolah.
Bendaharawan adalah orang yang diberi tugas untuk menerima, menyimpan,
membayar, atau menyerahkan uang atau kertas berharga. Bendaharawan
berkewajiban mengirimkan perhitungan mengenai pengurusan yang dilakukan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bendaharawan sekolah memiliki tugas
menerima, mencatat dan mengeluarkan keuangan sesuai dengan anggaran yang
disetujui kepala sekolah. Pengurusan kebendaharawanan dilakukan oleh
bendaharawan dalam bentuk perbuatan menerima, menyimpan, dan membayar
atau menyerahkan uang atau kertas berharga dan barang-barang, baik milik
negara maupun milik pihak ketiga yang pengurusannya dipercayakan kepada
negara.
10. Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan instansi
vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah. Pada tingkat
sekolah pengawasan pengelolaan keuangan yang perlu dilakukan kepala sekolah
dapat dilakukan dengan cara berikut:
a) Memastikan pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara efektif,
efisien, dan pertanggungjawaban sesuai peraturan yang berlaku.

32
b) Memastikan tahapan perencanaan dan pembelanjaan keuangan sesuai juknis
dengan rencana pembelanjaan yang telah disusun.
c) Memastikan pembukuan keuangan, dokumentasi, pencatatan dan pelaporan
hal-hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan dilakukan secara akurat dan
tepat waktu.
d) Melakukan evaluasi kegiatan dan anggaran sekolah dengan cara
membandingkan antara kegiatan dan anggaran yang tercantum dalam RKAS
dengan realisasi program kegiatan dan anggaran.

E. DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2004, Auditing (Pemeriksaan Akuntan)oleh Kantor Akuntan Publik:


Edisi Ketiga, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI).
Arwildayanto., Lamatenggo, Nina., Sumar, Warni Tune. (2017). Manajemen Keuangan
Dan Pembiayaan Pendidikan Jilid I. Bandung: Widya Padjadjaran.
Depdiknas. (2000). Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Manajemen Keuangan Sekolah.
Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Djafri, Novianty. (2017). Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah: Pengetahuan
Manajemen, Efektivitas, Kemandirian Keunggulan Bersaing dan Kecerdasan
Emosi. Yogyakarta: Deepublish.
Djafri, Novianty., Rahmat, Abdul. (2017). Manajemen Mutu Terpadu. Yogyakarta: Zahir
Publishing.
Fatah, Nanang. (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Herminto, Agustinus . (2014). Kepemimpinan Pendidikan Di Era Globalisasi.
Yokyakarta: Pustaka.
Jusuf, Kadarman. (1992). Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Pengelolaan Keuangan Sekolah.
Jakarta: Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan.
Kisbiyanto. (2012). Manajemen Sekolah. Yogyakarta: Mahameru.
Margaretha, Farah. (2007). Manajemen Keuangan Bagi Industri Jasa. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.

33
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nawawi, Hadari. (1989). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung Hadidjah.
Pahyono. (2016). Manajemen Keuangan Sekolah: Bahan Pendidikan dan Pelatihan
Kepala Sekolah. Semarang: LPMP Jawa Tengah.
Pananrangi, Andi Rasyid. (2017). Manajemen Pendidikan. Makassar: Celebes Media
Perkasa.
Rofiq, A. (2017). Wealth Management Strategi Pengelolaan Aset: Transparansi,
Akuntabilitas, Efektivitas, Efisiensi. Al-Tanzim Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, 1 (1), Januari 2017: 76-88. https://doi.org/10.33650/al-tanzim.v1i1.
Rosalina, A. D. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas
Audit. Jurnal Akuntansi Universitas Widyatama, Vol., No., hlm.
Rugaiyah, dan Sismiati, Atik. (2011). Profesi Kependidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Santoso, Urip., dan Pambelum, Yohanes Joni. (2008). Pengaruh Penerapan Akuntansi
Sektor Publik Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam
Mencegah Fraud. Jurnal Administrasi Bisnis FISIP Unpar, 4 (1): 14-33.
Sutikno, Sobri. (2012). Manajemen Pendidikan: Langkah Praktis Mewujudkan
Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Umum dan Islami). Lombok: Holistic
Lombok.
Syafaruddin. (2015). Manajemen Organisasi Pendidikan: Perspektif Sains dan Islam.
Medan: Perdana Publishing.
Tampubolon, Manahan. (2015). Perencanaan dan Keuangan Pendidikan. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Tululi, Imran. (2021, 19 Agustus). Penyusunan Program Sekolah (RKS). Diakses dari
https://www.imrantululi.net/berita/detail/penyusunan-program-sekolah-rks , pada
tanggal 14 March 2022.
Widjanarko, M. dan Sahertian, P.A. (1996/1997). Manajemen Keuangan Sekolah,
Bahan Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SMU se-Indonesia di
Malang.
Witurachmi, Sri. (2016). Isu Isu Strategis Dalam Meningkatkan Efesiensi, Akuntabilitas,
Transparansi Dan Meminimalkan Penyalahgunaan Anggaran Sekolah. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan (SNP), Universitas Sebelas Maret Surakarta: hal.
232-245.

34
Yudhaningsih, Resi. (2011). Peningkatan Efektivitas Kerja Melalui Komitmen,
Perubahan dan Budaya Organisasi. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora
Politeknik Negeri Semarang, 11 (1), April 2011: 40–50.

35

Anda mungkin juga menyukai