A. PENDAHULUAN
Corporate Social Repsonsibility (CSR) atau lebih dikenal dengan tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan sebuah konsep pemikiran yang menyatakan
bahwa suatu organisasi bisnis (perusahaan) memiliki tanggung jawab dalam segala
aspek operasionalnya bukan hanya kepada pemegang saham tetapi juga kepada
stake holders lainnya, yaitu kosumen, komunitas/ masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya. Corporate Social Responsibility juga dapat dinyatakan sebagai niat baik
(good will) dan tanggung jawab korporat sekaligus interaksi sukarela korporat dengan
stake holders-nya. Dalam Corporate Social Responsibility terdapat tanggung jawab
untuk mengintegrasikan konsep Triple Bottom Line yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
CSR memiliki manfaat yang baik dan menguntungkan bagi korporate, salah
satunya dapat meningkatkan reputasi perusahaan. Bahkan, tindakan CSR dianggap
sebagai investasi jangka panjang. Oleh karenanya CSR juga berkaitan erat dengan
bagaimana korporat/ perusahaan menjalin komunikasi yang baik dan harmonis
dengan masyarakat untuk menumbuhkan citra dan reputasi yang baik bagi
perusahaan. Reputasi yang baik merupakan asset yang tak ternilai bagi perusahaan.
Dunia industri terus mengalami perkembangan dan tumbuh seiring dengan
berjalannya waktu, oleh karenanya muncullah istilah Revolusi Industri yang menunjuk
kepada perkembangan dan perubahan besar pada sektor industri. Seperti diketahui,
era Revolusi Industri Pertama (Revolusi Industri 1.0) terjadi pada tahun 1750-1850
ketika ditemukannya mesin uap pertama hingga abad ini yang disebut sudah
memasuki era Revolusi Industri Keempat (Revolusi Industri 4.0). Revolusi Industri 4.0
telah mengubah segala tatanan kehidupan secara radikal. Era ini juga dikenal dengan
era digital, di mana terjadi otomatisasi dalam proses bisnis dengan menggunakan
teknologi informasi dan digitalisasi. Demikian juga cara perusahaan berkomunikasi
dengan stake holders dan masyarakat pun mengalami perubahan. Pergeseran cara
berkomunikasi dan berinteraksi ini berpengaruh juga terhadap pola Corporate Social
Responsibility sebagai bentuk komunikasi perusahaan dalam membangun reputasi
perusahaan.
1
B. ISTILAH DAN PENGERTIAN CSR
Istilah Corporate Social Repsonsibility (CSR) atau Coroporate Responsibility of
Corporation (CSR) berasal dari literatur etika bisnis di Amerika Serika. Akar kata
‘corporation’ (perusahaan) berasal dari bahasa Latin ‘corpus/corpora’ yang berarti
badan (Jumadiah et al, 2018). Istilah korporasi atau perusahaan telah diadopsi dalam
bahasa Indonesia yang dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan
sebagai ‘badan usaha yang sah’, ‘badan hukum’, atau ‘perusahaan atau badan usaha
yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai
satu perusahaan besar’. Lebih lanjut Jumadiah et al (2018) menjelaskan, dilihat dari
konteks sejarah perusahaan, pada awalnya perusahaan merupakan suatu badan
hukum yang didirikan untuk melayani kepentingan umum (not for profit), namun dalam
perkembangannya justru perusahaan justru berorientasi pada mengumpulkan
keuntungan sebanyak-banyaknya (for profit). Hal inilah yang menegaskan John
Elkington’s untuk merumuskan prinsip CSR yang merujuk pada Triple Bottom Line.
Konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) hingga saat ini ternyata belum memiliki definisi yang tunggal, namun
demikian terdapat satu hal tentang Corporate Social Responsibility yang perlu dicatat,
yaitu telah diimplementasikanya tanggung jawab perusahaan oleh perusahaan dalam
berbagai bentuk kegiatan yang didasarkan atas asas kesukarelaan dengan motivasi
yang beragam. Rumusan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) perusahaan dari
para ahli dan lembaga-lembaga pemerintah/ swasta sangat beragam, karena
didasarkan pada persepektif subyektifitas masing-masing, meskipun maknanya tetap
dipersamakan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Sebagai gambaran,
menurut Prayitno dkk. (2015), di Indonesia CSR diartikan sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan, tanggung jawab korporasi, atau tanggung jawab sosila dunia usaha.
Sedangkan di USA, digunakan terminologi business reponsibility, corporate citizenship,
dan business citizenship untuk menunjukkan pengertian tanggung jawab sosial
perusahaan.
Para akademisi telah merumuskan istilah ‘Corporate Social Responsibility
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)', namun demikian masih belum ada definisi
yang umum dan mutlak yang disepakati meskipun berbagai penelitian telah dilakukan.
Business for Social Responsibility mendefinisikan Corporate Social Responsibility
sebagai mencapai kesuksesan komersial dengan cara menghormati nilai-nilai etika
dan menghormati orang lain, komunitas, dan lingkungan alam. Sedangkan The World
Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
komitmen berkelanjutan oleh dunia bisnis untuk memberikan kontribusi dalam
pembangunan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek peningkatan kualitas
hidup tenaga kerja dan keluarganya, kommunitas, dan masyarakat pada umumnya
(Simson dan Taylor, 2013). Kedua definisi ini menekankan bahwa bisnis memiliki
tanggung jawab yang lebih luas terhadap masyarakat, baik secara etis, sosial, ekonomi,
dan lingkungan; dan membentuk pemahaman dasar tentang apa yang tersirat dari
2
istilah Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan).
Johnson dan Johnson sebagaimana dikutip oleh Hadi (2015) mendefinisikan CSR
sebagai: Corporate Social Responsibility (CSR) is about hiw companies manage tha
business processes to produce an overall positive impact on society. Definisi ini
menggarisbawahi tentang bagaimana perusahaan mengelola proses bisnisnya untuk
menghasilkan dampak yang positif secara luas kepada masyarakat. Definisi tersebut
pada dasarnya berangkat dari komitmen dalam mengelola perusahaan agar memiliki
dampak positif bagi diri dan lingkungannya. Kotler dan Lee (2005) mendefinisikan CSR
sebagai: corporate social responsibility is a commitment to improve community well
being through discretionary business practices and contribution of corporate resources.
Definisi ini memberikan makna CSR sebagai sebuah komitmen korporasi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya melalui kebijakan
praktik bisnis dan pemberian kontribusi sumber daya korporasi. Menurut Solihin (2009),
definisi yang dikemukakan oleh Kotler dan Lee ini memberikan penekanan pada kata
‘discretionary’ yang dimaknai bahwa kegiatan CSR merupakan komitmen perusahaan
secara suka rela untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan komunitas,
dan CSR itu bukanlah aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-
undangan sebagaimana kewajiban membayar pajak atau kewajiban mematuhi
undang-undang ketenagakerjaan. Hal lainnya, discretionary juga memberikan nuansa
bahwa dalam pelaksanaan bisnisnya, perusahaan yang melakukan aktivitas CSR
harus menaati hukum.
Di Indonesia, Corporate Social Responsibility telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-
5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha kecil dan Program
Bina Lingkungan khusus untuk Perusahaan-perusahaan BUMN. Dalam Penjelasan
Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap
perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat.
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada
Pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa kewajiban
tersebut diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Undang-undang ini tampaknya
memisahkan antara tanggung jawab sosial dengan tanggung jawab lingkungan, dan
mengarahkan CSR sebagai komitmen perusahaan terhadap pembangunan
berkelanjutan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CSR adalah komitmen usaha/bisnis
3
dan bentuk kegiatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui
peningkatan kemampuan manusia secara individu untuk beradaptasi dengan
lingkungan dan keadaan sosial yang ada di sekitarnya, menikmati dan memanfaatkan
serta memelihara lingkungan hidupnya. Dari pengertian-pengertian CSR di atas juga
dapat diketahui dengan jelas perbedaan antara Corporate Social Responsibility (CSR)
dengan charity (sumbangan sosial). Corporate Social Responsibility harus dijalankan
dalam bentuk program dengan memperhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program
dalam jangka panjang. Sedangkan charity (sumbangan sosial) lebih bersifat sesaat
dan berdampak sementara. Jadi, program dan sustainability (keberlanjutan)
merupakan pembeda utama antara Corporate Social Responsibility dengan Charity.
Semangat CSR ini diharapkan dapat membantu menciptakan keseimbangan antara
perusahaan, masyarakat, dan lingkungan yang melibatkan dan memerlukan
responsibility (tanggung jawab) kemitraan antara pemerintah sebagai pemegang
kebijakan dan regulasi, perusahaan sebagai pelaku bisnis, dan komunitas masyarakat
setempat yang bersifat aktif dan dinamis.
Pemahaman tentang Corporate Social Responsibility pada umumnya berkisar
pada tiga hal pokok. Pertama, CSR merupakan suatu peran yang bersifat voluntary
(suka rela). Dalam hal ini perusahaan memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau
tidak melakukan peran dalam membantu mengatasi masalah sosila dan lingkungan.
Kedua, CSR sebagai philanthropy. Di samping sebagai institusi yang berorientasi pada
profit, perusahaan menyisihkan sebagian (filantropi) keuntungan yang diperolehnya
untuk kedermawanan yang bertujuan untuk pemberdayaan sosial dan perbaikan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi dan eksploitasi. Ketiga, CSR
sebagai bentuk kewajiban (obligation) perusahaan. Menurut pemahaman ini,
perusahaan berkewajiban untuk peduli dan mengentaskan berbagai krisis
kemanusiaan, sosial, dan lingkungan yang semakin meningkat.
Menurut Lawrence dan Weber (2014), perusahaan harus terlibat dalam
meningkatkan kehidupan masyarakat dan memiliki tanggung jawab terhadap setiap
tindakannya yang mempengaruhi orang, komunitas, dan lingkungan. Konsep ini
didasarkan pada istilah ‘tanggung jawab’ yang berarti ‘mengembalikan janji’,
menciptakan komitmen untuk memberikan kembali kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan organisasi. Secara tersirat, kerugian orang-orang dan masyarakat harus
diakui dan dikoreksi jika memungkinkan. Alasan inilah yang mengharuskan
perusahaan melepaskan sebagian keuntungannya jika dampak sosialnya sangat
merugikan pemangku kepentingan, atau dana perusahaan dapat digunakan untuk
memberikan dampak sosial yang positif bagi masyarakat. Bertanggung jawab secara
sosial bukan berarti perusahaan harus meninggalkan tujuan lainnya. Bagaimanapun
bisnis memiliki banyak tanggung jawab, baik tanggung jawab ekonomi, hukum, dan
sosial. Dan ini merupakan tantangan bagi manajemen untuk mengintegrasikan semua
tanggung jawab itu menjadi koheren dan komprehensif.
Masalah-masalah sosial bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
4
melalui penetapan kebijakan publiknya (public policy), tetapi menjadi juga tanggung
jawab perusahaan. Bisnis didorong untuk melakukan pendekatan yang proaktif
terhadap pembangunan berkelanjutan. Konsep Corporate Social Responsibility juga
dilandasi oleh argumentasi moral, bahwa tidak ada satu entitas perusahaan pun yang
bisa hidup sendirian dan terisolasi. Perusahaan hidup di dalam sebuah lingkungan
masyarakat. Perushaan dan bisnis dapat hidup dan tumbuh berkat adanya masyarakat,
perangkat hukum yang ada di masyarakat, infrastruktur umum, dan penegakan hukum
oleh para penegak hukum.
Menurut Rahman (2009) dalam Prayitno (2015), di Indonesia, tanggung jawab
sosial perusahaan gencar dikampanyekan oleh Indonesia Business Link (IBL).
Terdapat lima pilar aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, building
human capital yang berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan sumber
daya manusia yang andal. Di sisi lain, perusahaan juga dituntut melakukan
pemberdayaan masyarakat. Kedua, strengtening economies, yang dimaknai
perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya agar terjadi
pemerataan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, assesing social chesion, sebagai
upaya menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan
konflik. Keempat, encouraging good governance, yaitu perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya mengacu pada Good Corporate Governence (GCG). Dan
kelima, protecting the environment yang mengharuskan perusahaan untuk menjaga
lingkungan sekitarnya.
Secara tegas dapat dikatakan bahwa CSR bermakna perusahaan memiliki tugas
moral untuk berlaku jujur, patuh dan taat hukum, menjunjung tinggi integritas, dan tidak
melakukan tindakan korupsi. Perusahaan semestinya menjalankan praktik bisnis yang
etis dan berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Oleh
karenanya, sebagian kalangan menganggap CSR sebagai jawaban atas praktik bisnis
yang selalu mengedepankan dan berorientasi pada profit yang sebesar-besarnya,
walaupun tidak dapat dipungkiri terdapat sebagian pihak yang beranggapan bahwa
aktifitas CSR menghambat perusahaan dalam mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya dan memaksimalkan shareholders.
19
5) pengembangan standar universal yang melampaui hukum nasional.
Berbagai penelitian telah membuktikan adanya hubungan yang erat antara CSR
dan reputasi perusahaan. CSR telah menjadi strategi bisnis yang inheren dalam
perusahaan untuk meningkatkan daya saing dan menjaga reputasi perusahaan.
Keterlibatan perusahaan untuk ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah
sosial dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan dan pemasaran akan dapat
membangun penilaian positif dari para stakeholders termasuk konsumen. Penilaian
positif tersebut tidak hanya berpengaruh secara positif terhadap reputasi perusahaan,
tetapi juga produk-produk dan layanan jasa lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Menurut Fomburn & Gardberg (2000), reputasi sebuah perusahaan dapat diukur
melalui enam indikator utama, yaitu (1) emotional appeal, (2) produk dan jasa, (3)
kinerja keuangan, (4) visi dan kepemimpinan, (5) lingkungan kerja, dan (6) tanggung
jawab sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dan jasa merupakan
salah satu faktor pembentuk reputasi perusahaan. Demikian juga konsumen
merupakan salah satu stakeholders yang memegang peranan penting dalam
perusahaan. Persepsi konsumen terhadap prosuk dan jasa yang dihasilkan oleh
sebuah perusahaan akan menciptakan citra merk.
Reputasi dan citra korporat merupakan aset yang paling utama dan tak ternilai
harganya. Oleh karena itu, berbagai daya, kreatifitas, dan biaya dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menjaga, merawat, dan mengembangkan reputasi dan citra
korporat. Salah satu unsur penting dalam pembentukan citra perusahaan tersebut
adalah melalui CSR dan penegakan Good Corporate Governance (GCG). Dari
berbagai hasil penelitian dan pengalaman perusahaan yang telah berhasil
menjalankan CSR dapat diambil kesimpulan bahwa CSR terbukti secara positif dapat
meningkatkan performance dan profit perusahaan.
G. RANGKUMAN MATERI
1. Corporate Social Repsonsibility (CSR) memiliki berbagai macam istilah. Sebgai
contoh, di Indonesia CSR dimaknai sebagai tanggung jawab sosial perusahaan,
tanggung jawab korporasi, dan tanggung jawab sosial dunia usaha. Di Amerika
Serikat CSR memiliki makna yang sama dengan business reponsibility, corporate
citizenship, dan business citizenship yang semuanya menunjukkan pengertian
tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konsep CSR, entitas bisnis dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya memiliki tanggung jawab bukan hanya kepada
pemegang saham, tetapi juga kepada stake holders lainnya yaitu konsumen,
komunitas, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya. Makna lainnya, perusahaan
memiliki tugas dan kewajiban moral untuk menjunjung tinggi kejujuran, patuh dan
taat hukum, memiliki integritas, dan tidak melakukan korupsi. Oleh karenanya
perusahaan seharusnya menjalankan praktik bisnis yang etis dan berkelanjutan
baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Sebagian kalangan
beranggapan CSR sebagai jawaban atas praktik bisnis yang hanya berorientasi
pada profit yang sebesar-besarnya.
2. Corporate Social Responsibility memiliki akar sejarah yang cukup panjang, yang
diketahui berawal dari Revolusi Industri yang terjadi pada akhir 1800-an. Meskipun
dalam perkembangannya pemikiran dan konsep CSR sebagian besar merupakan
produk abad ke dua puluh. Konsep dan praktik CSR sejak terjadinya Revolusi
Industi 1.0 hingga saat ini memasuki Revolusi Industri 4.0 terus mengalami
perkembangan dan pergeseran. Bila diruntut berdasarkan masanya,
perkembangan CSR dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase sebelum tahun
1950, fase pada tahun 1950-an, fase pada tahun 1960-an, fase pada tahun 1970-
23
an, fase pada tahun 1980-an, fase pada tahun 1990-an, dan fase abad 21.
3. CSR memiliki banyak manfaat bagi perusahaan, di antaranya untuk meningkatkan
reputasi perusahaan, menyampaikan informasi kepada pemangku kepentingan
tentang komitmen etis mereka, menciptakan budaya perusahaan dan
operasionalisasi nilai-nilai, menghindari denda dan sanksi, dan pengembangan
standar universal yang melampaui hukum nasional. Reputasi sebuah perusahaan
dapat diukur melalui beberapa indikator utama sebagai berikut, emotional appeal,
produk dan jasa, kinerja keuangan, visi dan kepemimpinan, lingkungan kerja, dan
tanggung jawab sosial.
4. CSR berkaitan erat dengan bagaimana korporat/perusahaan menjalin komunikasi
yang baik dengan masyarakat untuk menumbuhkan citra dan reputasi yang baik
bagi perusahaan. Reputasi yang baik merupakan asset yang tak ternilai bagi
perusahaan. CSR mampu membentuk persepsi positif masyarakat terhadap
perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan. Citra positif
perusahaan yang terbangun di masyarakat akan berdampak pada penerimaan
masyarakat yang pada akhirnya akan menciptakan keseimbangan bagi jalannya
perusahaan. Berbagai penelitian telah membuktikan adanya hubungan yang erat
antara CSR dan reputasi perusahaan. CSR telah menjadi strategi bisnis yang
inheren dalam perusahaan untuk meningkatkan daya saing dan menjaga reputasi
perusahaan. Keterlibatan perusahaan untuk ikut bertanggung jawab terhadap
masalah-masalah sosial dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan dan pemasaran
akan dapat membangun penilaian positif dari para stakeholders termasuk
konsumen. Penilaian positif tersebut tidak hanya berpengaruh secara positif
terhadap reputasi perusahaan, tetapi juga produk-produk dan layanan jasa lainnya
yang dikeluarkan oleh perusahaan.
5. CSR mengandalkan komunikasi, baik untuk internal maupun eksternal perusahaan.
Di era Revolusi Industri 4.0, media memiliki peran penting untuk meningkatkan
kesadaran dan memungkinkan perdebatan publik tentang CSR. Kemajuan
teknologi di era Revolusi Industri 4.0 telah mengubah lanskap media komunikasi
dari kovensional menjadi digital. Demikian juga media yang awalnya menjadi alat
bagi perusahaan untuk menyampaikan pesan-pesan korporat kepada stakeholders
dan publik pun mengalami pergeseran. Munculnya tren baru media sosial dengan
berbagai macam platform pilihannya turut menggantikan model media cetak dan
media konvensional lainnya. Media massa dan media sosial menjadi media yang
efektif untuk menyampaikan pesan CSR kepada stakeholders dan publik dan telah
mendegradasi peran media konvensional. Media sosial dan media massa digital
telah memaksa komunikasi bisnis beralih menjadi proses dialog di antara
stakeholders dan korporate yang sama-sama memiliki peran dan kekuasaan yang
sama terhadap pesan yang beredar.
6. Kesuksesan dan kegagalan sebuah perusahaan dalam dunia korporasi di era
Industri 4.0 saat ini sangat tergantung kepada persepsi publik. Persepsi dan opini
24
dari stakeholders merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan tujuan
jangka panjang perusahaan. Media sosial memberikan peluang terlaksananya
komunikasi korporat tentang CSR yang pada masa-masa sebelumnya tidak dapat
dilaksanakan. Kemajuan media dan teknologi digital berbasis web ini memberikan
tantangan sekaligus peluang baru bagi organisasi untuk berkomunikasi dan terlibat
langsung dengan stakehoders.
H. DAFTAR PUSTAKA
25
Lewis, V., Kay, K. D., Kelso, C., Larson, J. (2010). Was the 2008 Fnancial Crisis Caused
By a Lack Of Corporate Ethics? Global Journal of Business Research, 4(2):
77–85.
Marnelly, T. Romi. (2012, April). Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teori
dan Praktek di Indonesia. Jurnal Aplikasi Bisnis, Vol. 2, No. 2, April 2014: 49-59.
Diakses dari
https://www.academia.edu/5757424/CORPORATE_SOCIAL_RESPONSIBILITY
_CSR_Tinjauan_Teori_dan_Praktek_di_Indonesia
Prayitno, Ujianto Singgih. (2015). Corporate Social Responsibility: Konsep, Strategi,
Dan Implementasia. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.
Rahman, Reza. (2009). Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Jakarta: MedPress.
Sandoval, Marisol. (2014). From Corporate to Social Media: Critical Perspectives on
Corporate Social Responsibility in Media and Communication Industries.
Abingdon Oxon UK: Routledge.
Simson, J., Taylor, J. (2013). Corporate Governance, Ethics and CSR. London:
Koganpage.
Solihin, Ismail. (2009). Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability.
Jakarta: Salemba Empat.
Wartick, Steven L., and Cochran, Philip L. (1985, October). Evolution of Corporate
Social Performance Model. Academy of Management Review, Vol. 10. No. 4,
October 1985: 758-769.
Wibisono, Yusuf. (2007). Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho
Publishing.
26