PENDAHULUAN 2
1. Mengapa Modul ini Ditulis? 2
2. Untuk Siapa Modul Ditulis? 2
3. Cara Pandang terhadap Pelatihan 3
4. Agenda Program dan Kajian Pelatihan 3
5. Bagaimana Sistematika Modul? 4
6. Metode 4
7. Fasilitator
8. Panduan Teknis Penggunaan Modul 5
MODUL
BAGIAN PERTAMA : ORIENTASI PELATIHAN 7
Sesi 1 Pengenalan Diri 8
Sesi 2 Membangun Suasana latihan 10
Sesi 3 Kontrak Belajar 12
Lampiran Permainan
KAMUS ISTILAH 89
REFERENSI 92
PENDAHULUAN
Modul 2
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
1. Mengapa Modul Ini Ditulis?
Modul CBDRM NU ini merupakan bagian dari aktivitas program Penanganan Bencana Berbasis
Masyarakat yang dilakukan PMU CDBRM NU. Buku ini merupakan pegangan praktis bagi
penyelenggaraan pelatihan CBDRM di lingkungan pesantren dan warga NU. Di dalamnya
terkandung harapan agar santri atau komunitas NU memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
lebih meningkat dalam pengelolaan bencana alam berbasis masyarakat di lingkungannya.
Mengapa modul ini ditulis? Pertama, secara umum letak geografis dan geologis negeri ini
terletak di daerah yang rentan terhadap bencana alam. Dari 33 provinsi, 25 provinsi diidentifikasi
sebagai daerah rawan bencana. Daerah gempa menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia,
mulai dari ujung Sumatera bagian utara sampai dengan bagian utara Pulau Papua. Sudah pasti,
dengan posisi itu, kerentanan terhadap ancaman bencana sangat tinggi. Tak ada jalan lain,
kecuali selalu bersiap siaga mengantisipasi terjadinya bencana.
Kedua, warga NU sebagian besar hidup dalam wilayah rentan ancaman bencana dan selalu
bergulat dengan ancaman bahaya. Harus diakui, keterlibatan warga NU dalam menangani
bencana belum bersifat integratif satu sama lain dan cenderung masih parsial. Meskipun
demikian, warga NU memiliki semangat yang tinggi dan solidaritas yang kuat. Dengan bekal
ketrampilan serta pengetahuan kebencanaan, warga NU akan lebih mampu terlibat dan
terorganisir dalam setiap upaya untuk mencegah dan menangani ancaman bahaya.
Ketiga, pengalaman warna NU dan atau masyarakat di berbagai daerah untuk hidup bersama
dengan berbagai jenis dan tipe bencana merupakan lesson learnt atau media pembelajaran bagi
semua pihak untuk terus berusaha mengurangi resiko atau dampak akibat bencana. Secara
perlahan-lahan, akan muncul semangat dan perubahan paradigma dari masyarakat korban
bencana, yaitu dari paradigma korban menjadi penyelamat. Hal ini tentunya bukan persoalan
yang mudah dan dapat cepat dicapai. Dibutuhkan keseriusan untuk belajar dan melatih diri terus-
menerus meningkatkan kemampuan dalam menghadapi bencana.
Dengan demikian, jelas bahwa arah yang hendak dicapai bersifat jangka panjang. Kelak
masyarakat memiliki kemampuan untuk bisa bertahan hidup dan beradaptasi di tengah-tengah
ancaman resiko bencana. Secara mandiri mampu mengurangi resiko bencana atau bahkan
menjadi penyelamat di lingkungannya.
Modul ini digunakan sebagai pegangan fasilitator dalam pelatihan Penanggulangan Resiko
Bencana Berbasis Komunitas – Nahdlatul Ulama (CBDRM-NU), seperti pesantren dan komunitas
NU lainnya. Namun demikian, modul ini juga dapat digunakan oleh komunitas lain yang ingin
mengembangkan pelatihan pengelolaan bencana berbasis masyarakat.
Modul 3
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Modul ini diharapkan akan melahirkan fasilitator dan organiser NU di tingkat pesantren dan
masyarakat disekitarnya.
Untuk membantu fasilitator mengembangkan pelatihan secara efektif, ada beberapa hal yang
penting untuk menjadi perhatian dan harus dijelaskan di sini. Modul ini dirancang untuk belajar
dari pengalaman. Jadi, pengalaman dan apa yang dimiliki masyarakat baik pengetahuan,
‘keyakinan’ maupun ketrampilan digunakan sebagai bahan utama untuk memperdalam materi
pembelajaran.
Modul ini menggunakan prinsip pelatihan orang dewasa yang pada dasarnya bersifat mandiri,
partisipatif, membebaskan (menurut tokoh pendidikan Paulo Freire) dan memberi pencerahan
(merujuk pendapat Malcolm Knowles) bagi peserta pelatihan. Pencerahan tergantung kepada
kemampuan dasar dan pengalaman setiap orang yang pada dasarnya memang berbeda-beda.
Karena itu situasi belajar perlu dirancang sedemikian rupa untuk menggali segala aspek
persoalan dan pemecahannya.
Program pelatihan penanganan bencana berbasis masyarakat yang disajikan dalam buku ini
dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
Orientasi Pelatihan. Tahapan ini merupakan proses awal untuk mengkonsolidasi peserta dan
mengkondisikan forum menjadi kondusif. Konsolidasi peserta dilakukan dengan cara perkenalan ,
sedangkan pengkondisian forum dilakukan melalui membangun suasana latihan dan kontrak
forum. Semua tahapan ini berfokus pada pengalaman peserta. Khususnya pengalaman peserta
dalam penanggulangan bencana dan sekaligus hal ini menjadi input serta pra-kondisi
pembahasan materi berikutnya tentang kebencanaan.
Bencana & Penanggulangannya. Bagian ini akan membahas tentang pengertian dasar bencana
dan jenis-jenis bencana. Didalamnya akan ada penjelasan tentang penyebab, tanda-tanda dan
mitigasinya.
Modul 4
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Mengelola Resiko Bencana. Setelah memahami pengertian dasar tentang bencana dan jenisnya,
materi selanjutnya adalah pengetahuan dan ketrampilan tentang pengelolaan resiko bencana.
Disini peserta akan diberi pengetahuan dan ketrampilan sederhana untuk mengenali daerah
rawan bencana (pemetaan bencana) dilingkungannya.
Pengorganisasian Masyarakat. Materi ini sangat penting untuk menjadikan pengetahuan tentang
kebencanaan menjadi tindakan bersama masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi
ancaman bencana. Di dalam materi pengorganisasian masyarakat, peserta akan mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan tentang teknik pengorganisasian, teknik fasilitasi dan perencanaan
strategis penanggulangan bencana.
Secara umum, semua materi diharapkan mampu membekali calon fasilitator dan organiser
tentang pengelolaan bencana, kefasilitasian dan pengorganisasian masyarakat, sehingga
masyarakat NU dapat secara mandiri terlibat dalam upaya pengurangan resiko bencana
didaerahnya.
Modul ini dibagi menjadi empat bagian, yang setiap bagian dibagi menjadi sesi-sesi. Pada tiap
sesi disusun dengan sistematika sebagai berikut: Keterangan tentang tujuan, waktu, bahan dan
alat-alat, proses atau jalannya fasilitasi sesi, dan bahan bacaan penunjang.
Keterangan tentang tujuan. Merupakan penjelasan mengenai hal yang ingin diraih melalui sesi
yang bersangkutan. Pemahaman tentang tujuan kegiatan merupakan pegangan pokok yang
memandu fasilitator untuk memikirkan metode lain, jika oleh karena satu dan lain hal, tujuan sulit
untuk dicapai. Contoh kasus, kegiatan yang seharusnya dilakukan di lapangan terbuka tetapi
karena hujan deras maka tidak bisa dilaksanakan.
Keterangan tentang waktu. Waktu yang digunakan untuk menjalankan setiap item kegiatan
dalam proses fasilitasi setiap sesi. Dalam prakteknya, waktu ini bisa diubah apabila kondisi
pelatihan tidak memungkinkan.
Keterangan bahan dan alat. Merupakan alat bantu yang dibutuhkan untuk membantu proses
pelatihan dalam rangka mencapai tujuan sesi.
Tahapan dan proses fasilitasi. Merupakan urutan kegiatan dalam setiap sesi pelatihan untuk
menyampaikan materi-materi pelatihan.
Bahan bacaan penunjang. Merupakan bahan atau materi yang disampaikan selama pelatihan.
Bahan ini bersifat penunjang sehingga fasilitator atau pelatih diharapkan membekali dirinya
dengan bahan-bahan bacaan lain yang mendukung.
Modul 5
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
6. Metode
Beberapa metode yang dipakai dalam modul dan hand out Pelatihan CBDRM-NU ini adalah:
Curah pendapat. Ditujukan untuk mengetahui kemampuan dan pengalaman peserta pelatihan
dalam kaitannya dengan pokok bahasan.
Ceramah. Ditujukan untuk memberikan uraian substansi materi dari nara sumber kepada peserta
pelatihan. Kemudian peserta mengajukan pertanyaan atau pendapat dan nara sumber menjawab
atau memberi tanggapan.
Game. Ditujukan untuk menyampaikan nilai pembelajaran tertentu yang berkaitan dengan pokok
bahasan dengan menggunakan metode permainan
Role playing/permainan peran. Ditujukan untuk memberikan pendalaman pokok bahasan dengan
metode pelibatan peserta untuk memerankan tokoh-tokoh yang terlibat dalam persoalan yang
dibahas.
Studi kasus. Ditujukan untuk mengaplikasikan materi yang sudah diberikan kepada peserta untuk
mencari pemecahannya.
Praktek lapangan. Ditujukan untuk meningkatkan partisipasi aktif peserta dengan mendekatkan
peserta langsung ke lokasi/persoalan yang dibahas sehingga dapat menganalisa dan mendapat
sumber data secara lebih empiric.
7. Fasilitator
Modul 6
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
9. Panduan Teknis Penggunaan Modul
1. Modul ini akan lebih efektif bila dalam pelaksanaan pelatihannya diikuti oleh maksimal 25
peserta. Waktu efektif yang dibutuhkan untuk pelatihan adalah 19 jam atau 3 hari. Namun
dalam pelaksanaannya bisa disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan. Misalnya,
pelatihan dilakukan secara bertahap dan ber-rangkaian atau dengan membagi peserta
menjadi beberapa kelompok apabila tempat pelatihan dianggap terlalu kecil.
2. Fasilitator diperbolehkan untuk memodifikasi materi dan meng-kreasi metode dalam
membawakan materi selama pelatihan berlangsung (membuat alat peraga, presentasi dan
permainan)
3. Ruangan yang dibutuhkan untuk implementasi modul ini adalah 1 (satu) ruangan besar
untuk pleno dan simulasi dengan meja kursi, 2 (dua) ruangan kecil untuk diskusi kelompok.
Apabila tidak memungkinkan, fasilitator bisa mencari tempat diluar yang dianggap
representatif.
4. Berkaitan dengan alat peraga, fasilitator diharapkan memiliki kreatifitas untuk mencari
atau membuat alat peraga sesuai dengan materi yang dibawakan apabila alat peraga di
dalam modul ini tidak ditemukan di daerah yang bersangkutan.
Modul 7
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
5. MATRIK SILABUS PELATIHAN
Modul 9
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAGIAN PERTAMA
Kontrak Belajar
Modul 10
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 1
PENGENALAN DIRI
Tujuan Sesi :
Waktu : 30 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Melalui sesi ini peserta diharapkan mampu secara jujur memperlihatkan bahwa secara internal
dirinya memiliki sikap yang mencerminkan kekuatan (kapasitas) dan kerentanan dalam dirinya. Hal itu
dapat mendorong dan sekaligus dapat menghambat dirinya dalam menghadapi ancaman bencana.
Sikap yang menggambarkan kekuatan dan kerentanan dalam menghadapi ancaman bencana
itu dapat mempengaruhi peserta dalam menghadapi bencana. Sikap yang menggambarkan kekuatan
perlu dikembangkan lebih jauh dan sikap yang menggambarkan kerentanan harus ditransformasi
melalui peningkatan wawasan dan skill dalam menyikapi ancaman bencana.
Kata kunci penting:
- Sikap manusia menghadapi ancaman bencana yang datang tiba-tiba.
- Kekuatan dan kerentanan diri.
- Memiliki wawasan dan siaga terhadap setiap ancaman bencana merupakan langkah strategis
peningkatan kekuatan dan mengurangi kerentanan.
Modul 12
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 2
MEMBANGUN SUASANA LATIHAN
Tujuan Sesi:
Waktu : 60 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 13
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
permainan tadi adalah betul-betul bencana pendapat
sungguhan, maka lesson learnt/ pembelajaran apa
yang bisa diambil. Minta peserta untuk
mengungkapkan refleksinya dan fasilitator
mencatatnya di atas kertas plano.
Modul 14
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 3
KONTRAK BELAJAR
Tujuan sesi
Waktu : 30 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
1 Fasilitator membuka sesi dengan menjelaskan Uraian lisan
tujuan yang hendak dicapai.
Modul 15
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
pelatihan untuk menjamin agar proses
pelatihan berjalan sesuai rencana. Peserta
dimintai pendapatnya dan ditulis oleh fasilitator
untuk kemudian menjadi kesepakatan
bersama.
Modul 16
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Bahan Untuk Peserta
Lembar Kerja:
Modul 17
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
JADWAL PELATIHAN CBDRM NU
Modul 18
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Bagan Alir Proses Pelatihan
KONSOLIDASI
PENGEMBANGAN
PESERTA DAN KAJIAN UTAMA KETERAMPILAN
PROSES PELATIHAN STRATEGIS
STRATEGI FASILITASI
PELATIHAN
Modul 19
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAGIAN KEDUA
Modul 20
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 4
APA ITU BENCANA?
Tujuan Sesi:
1 Peserta mampu menjelaskan pengertian dan faktor-faktor penyebab terjadinya bencana.
2 Peserta memahami dan menyadari bahwa secara geografis dan geodinamis negeri ini
rawan bencana.
3 Peserta memiliki kesadaran bahwa ancaman bencana potensial terjadi kapan saja.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan Proses Fasilitasi Metode Bahan
Modul 21
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGAPA NEGERI INI RAWAN BENCANA?
Indonesia ternyata bukan hanya sebuah negeri yang luas dan kaya akan sumber daya alam
tetapi juga kaya akan sumber bencana. Posisinya yang dikelilingi oleh 4 (empat) lempeng besar
tektonik dunia, yaitu lempeng Eurasia, Australia, Pasifik dan Philipina, menjadikan Indonesia
sebagai wilayah rentan bencana, mulai dari bencana banjir, longsor, angin ribut/badai, tsunami,
kebakaran kota dan hutan, gunung berapi, gempa bumi dan lain-lain. Ditambah lagi dengan
jumlah penduduk Indonesia, yang menempati urutan nomor empat terbanyak di dunia,
menjadikan tingkat kerentanan korban akibat bencana semakin tinggi. Selain itu, harus diakui
bahwa belum banyak masyarakat di negeri ini yang memahami perihal kebencanaan dan cara-
cara untuk mencegah atau minimal mengurangi dampak atau resiko bencananya.
A. Definisi
Bahaya/Ancaman
Adalah suatu fenomena/ gejala alam yang terjadi secara alamiah, karena aktivitas manusia atau
keduanya yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada kehidupan, harta benda serta
lingkungan.
Bencana
Adalah suatu kejadian/gangguan serius terhadap fungsi masyarakat yang melampui kemampuan
masyarakat untuk menghadapinya, yang menyebabkan kerusakan/kerugian dalam skala besar
(baik manusia, infrastruktur/prasarana maupun lingkungan hidup), yang terjadi baik secara
perlahan maupun tiba-tiba.
BAHAYA tidak akan menjadi BENCANA, apabila fenomena atau gejala tersebut tidak
menimbulkan banyak kerugian, baik fisik maupun korban jiwa.
Kerentanan
Adalah sekumpulan kondisi yang mengarah dan memberi pengaruh buruk terhadap upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan bencana.
Modul 22
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sumber kerentanan bisa berasal dari:
a. Material/fisik : lingkungan alam yang rusak, kurangnya pelayanan dasar (air bersih,
kesehatan, pendidikan sanitasi, perumahan, jalan, listrik, komunikasi, dll), lingkungan yang
sering berkonflik, rancangan bangunan yang buruk, tata letak (rumah, ladang, infrastruktur)
yang berbahaya.
b. Sosial Kelembagaan : tak ada kepemimpinan/inisiatif atau struktur organisasi untuk
memecahkan masalah/konflik, keluarga/struktur kekerabatan yang lemah, ketidaksetaraan
partisipasi dalam urusan masyarakat, praktek politik yang tidak adil/tidak adanya akses ke
proses politik, rumor, diskriminasi, konflik (suku, ideologi, kelas, kepercayaan), tak
ada/lemahnya organisasi masyarakat.
c. Sikap : pasif, ketergantungan (pada bantuan luar/orang lain), tak ada semangat juang,
fatalistik/pasrah yang berlebihan, tak ada kerja sama/solidaritas
Jadi bencana akan semakin meningkat jika ancaman/bahaya dan kerentanan juga semakin
meningkat.
Membangun sebuah rumah di tepi lereng atau tebing yang terjal, merupakan sebuah
KERENTANAN. Kerentanan ini sangat beresiko menjadi BAHAYA, apabila tanah lereng atau
tebing tersebut longsor. Dan menjadi suatu BENCANA bagi penduduk yang bertempat tinggal di
tepi lereng ataupun di bawah lereng tersebut, yang terkena longsorannya.
Contoh : Bencana Longsor di Puncak & Bencana Longsor Sampah Bantar Gebang.
Bila ada sebuah kondisi yang rentan ditambah dengan bahaya/ancaman, maka akan terjadi suatu
bencana. Resiko bencana dapat dikurangi, apabila kita mampu mengidentifikasi ancaman, resiko
bahaya, kekuatan dan kerentanan.
B. Risiko Bencana
Adalah besarnya kerugian (manusia, lingkungan, ekonomi, sarana/prasarana) yang disebabkan
oleh bahaya tertentu di suatu daerah.
Modul 23
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
3. Fenomena Sebab Akibat Terjadinya Bencana
Dilihat dari bagaimana & mengapa bahaya itu terjadi. Serta kemungkinan bahaya tersebut
menjadi sumber pemunculan bahaya yang lain.
Contoh : semakin banyak kandungan air pori dan getaran semakin tidak aman lereng.
4. Karakteristik Bahaya
Dilihat dari karakteristik atau ciri umum dan khusus bahaya tersebut:
Kekuatan (Faktor yang menentukan kekuatan) bahaya.
Contoh : Intensitas & besarnya suatu Gempa Bumi (Skala Richter)
Kecepatan Terjadinya
Contoh : Kedatangan, kepergian & dampak dari banjir/ banjir bandang atau
Gelombang Tsunami yang begitu cepat.
Frekuensi (Pola) Waktu Kejadian
Contoh : Bahaya Angin Puyuh, Angin Puting Beliung dll
Sebaran Bahaya/Dampak
Contoh : Semburan awan panas dari erupsi Gunung Api
5. Faktor Penyebab
Faktor yang menyebabkan bahaya dan kerentanan komunitas diantaranya:
Lokasi Komunitas terhadap sumber bahaya
Contoh : Lokasi penduduk di pesisir laut yang rentan dengan Bahaya Tsunami
Lokasi penduduk di bawah lereng Gunung Api yang rentan dengan Bahaya Semburan
Lava/Lahar (erupsi) & Awan Panas
Lokasi penduduk di lereng/tebing yang rentan bahaya tanah longsor
Bahan Struktur & Infrastruktur
Contoh : Rumah yang struktur bangunannya tidak kokoh, akan rusak akibat
goncangan/getaran Gempa
Kepadatan Penduduk
Contoh : Bahaya Kebakaran dapat merambat dengan cepat di lokasi perumahan
pendudukan yang sangat padat.
Keterbatasan Akses Informasi
Contoh : Peringatan Dini tentang Gempa yang berpotensi Tsunami dari BMG yang tidak
terinformasikan dengan cepat, menyebabkan penduduk di lokasi yang dekat dengan
bahaya terlambat menyelamatkan diri.
Bencana (Ancaman Bahaya) tidak dapat ditolak tetapi dapat diminimalisir/dikurangi resikonya.
Tindakan-tindakan yang dilakukan yang dapat mengurangi atau meminimalisir dampak yang
ditimbulkan akibat bencana disebut MITIGASI.
Ada (2) dua jenis mitigasi:
Modul 24
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
a. Mitigasi struktural (bersifat fisik) : pembuatan bendungan, tanggul sungai, pembangunan
struktur bangunan tahan gempa, menanam pohon, membuat sumur resapan, drainase,
membuat hidran, terasering/sengkedan, pemecah ombak, dll.
b. Mitigasi non struktural (non fisik) : membuat kebijakan penanganan bencana, tata ruang,
pendidikan & pelatihan kebencanaan, dll.
Secara singkat, mitigasi merupakan salah satu tahapan tindakan dalam siklus pengelolaan
bencana (lihat gambar dibawah). Secara lebih lengkap siklus pengelolaan bencana akan dibahas
pada sesi 13 (Bagaimana Mengelola Bencana).
Pemulihan
Mitigasi
Pembangunan
Pencegahan
Modul 25
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 5
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG BENCANA
Tujuan Sesi:
1. Peserta mampu melakukan refleksi dan mengkritisi pandangan serta sikap keagamaan
dimana bencana dianggap sebagai hukuman (uqubah) dan ujian (ibtila) dari Allah.
2. Peserta memiliki pemahaman baru tentang bencana dari sudut pandang agama Islam
yang lebih relevan sesuai konteks mutakhir.
.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 26
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG BENCANA
Masyarakat Indonesia dan NU khususnya memang sudah terbiasa dengan bencana yang terjadi
berulang kali. Ada yang menganggap bencana itu sebagai musibah. Musibah (Ashaaba) adalah
mengenai/membinasakan/setiap keinginan yang tidak diinginkan/kemalangan (baliyyah). Dalam
tafsir Al-Mizan, Musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak
dikehendaki. Bencana merupakan kejadian yang datang atas ketentuan Allah SWT, yang tidak
.dapat ditolak, tidak memilah dan memilih sasarannya
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah “
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadiid : 22)
Namun musibah (bencana) yang dialami manusia tidak lepas dari akibat perbuatan
pelanggaran manusia itu sendiri.
“ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar) “. ( QS. Ar-Rum : 41)
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al- Baqarah : 195)
Pada dasarnya, Islam memiliki prinsip dasar hak asasi manusia dan kemanusiaan yang harus
dijaga. Dalam kaitannya dengan kebencanaan, bencana memiliki dampak yang sangat besar
bagi hilangnya atau rusaknya hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Yang termasuk dalam
prinsip dasar tersebut adalah:
1. Hifdh annafs. Siapapun termasuk dirinya dengan alasan apapun terlarang menghilangkan
nyawa seseorang, menganiaya atau menodai kehormatannya.
2. Hifdh al-mal. siapapun dan dengan alasan apapun terlarang merampas harta milik seseorang,
atau mencurinya dan semacamnya. Hak memperoleh kekayaan seseorang harus dilindungi
3. Hifdh an-nasl Siapapun termasuk dirinya dengan alasan apapun terlarang menodai nasab
seseorang. Hak reproduksi dan berketurunan setiap orang harus dilindungi.
Modul 27
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
4. Hifdh ad-din. Siapapun terlarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agama (keyakinan)
yang dipeluknya. Setiap orang memiliki hak beragama dan berkeyakinan dan harus dilindungi.
5. Hifdh al-aql. Siapapun terlarang untuk membekukan akal seseorang. Setiap orang berhak
untuk menjaga akal sehatnya, memiliki kebebasan berpikir dan berpendapat.
Prinsip diatas juga sejalan dengan tujuan pokok agama Islam (maqashid as-syar’i), yakni:
mewujudkan kesejahteraan hidup manusia. Terdapat tiga substansi dalam maqashid as-syar’i,
yaitu:
1. bersifat dlaruriyah (keniscayaan)
2. bersifat hajiyyah (kebutuhan)
3. bersifat tahsiniyyah (kesempurnaan)
Dalam konteks penanggulangan bencana, kita bisa menganut salah satu kaidah fiqh “ Saddu ad-
dza-ri’ah” , yang menyebutkan :
1. Segala upaya dan sarana yang dapat menimbulkan bencana harus dicegah.
2. Segala upaya dan sarana yang dapat menghindarkan bencana harus dilakukan baik yang
bersifat fisik maupun rohani
3. Sesuatu yang tidak dapat dilakukan keseluruhannya, jangan ditinggalkan kesemuanya.
Artinya apabila tidak bisa melakukan seluruhnya minimal ada berapa persen yang bisa
dilakukan.
4. Harus diambil alternatif yang paling sedikit/kecil resikonya .
Hal ini mengajarkan pentingnya upaya mitigasi atau pengurangan dampak bencana, sehingga
kita harus melakukan semua tindakan yang dianggap bisa mengurangi jumlah korban dan
kerugian.
Pada dasarnya bencana adalah hak Allah, namun kita dibekali ilmu untuk melakukan upaya
penanggulangan dan pencegahan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi
dampak/resiko bencana, antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sebab-sebab, gejala- gejala, dan cara
penanggulangan bencara, agar tidak mengalami resiko tragedi yang sama ( la yuldaghu
al-mu’min marrotaini fi juhrin wahid. Al-hadits )
2. Mengapresiasi tradisi, budaya, dan kearifan lokal, dalam menghadapi bencana
apapun, agar tidak terjadi benturan psikologis dengan masyarakat, karena sikap dan
perilaku masyarakat selalu dipengaruhi oleh : keyakinan, pengalaman, dan
pengetahuannya ( al-’aadah muhakkamah ).
3. Membangun kesabaran dan harapan (untuk bangkit kembali) tanpa mengurangi
kesiapan melakukan koreksi-diri, karena orang-orang yang beriman tidak boleh putus
asa.
“ Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh
Modul 28
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
( QS. Huud : 11 )
Beberapa persepsi lain tentang bencana, yang juga berkembang di masyarakat, misalnya:
1. Sebagai ujian (ibtila’). Dalam konteks ini bencana merupakan sebuah ujian/cobaan untuk
melihat sejauh mana kesiapan seseorang/masyarakat untuk mengukur kesabaran dan
harapan (untuk bangkit kembali).
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar”. (QS. Al-Baqarah : 155)
2. Sebagai peringatan (tadzkirah). Artinya meskipun kita sudah mengetahui letak kesalahan
tetapi kita belum melakukan perubahan akibatnya diturunkan bencana sebagai sebuah
peringatan.
.........
“ ......... dan kami lipatgandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat disisi kami dan untuk menjadi
peringatan semua yang menyembah Allah” (QS. Al-Anbiyaa’ : 84)
3. Sebagai hukuman (’uqubah). Sesudah kita melakukan kesalahan berkali-kali dan tidak ada
perbaikan maka bencana yang turun merupakan hukuman. Pada dasarnya musibah
(bencana) yang dialami manusia tidak lepas dari akibat perbuatan pelanggaran manusia itu
sendiri .
............
“ ........ Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah
kepada mereka disebabkan dosa-dosa mereka” (QS. Al- Maa-idah : 49)
Pelbagai persepsi tentang bencana yang ada di masyarakat menjadi kekayaan definisi kita
tentang bencana. Hal ini tentunya tidak menjadi sumber perdebatan yang justru membuat kita
lalai dari upaya pengurangan dampak bencana, melainkan semakin memacu kita untuk semakin
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam penanggulangan bencana yang ada di sekitar
kita.
Modul 29
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Lembar Kerja Kelompok
1. Jelaskan mengapa selama ini dikalangan umat Islam berkembang pandangan yang
mengatakan bahwa bencana alam itu bisa merupakan ujian (ibtila) dari Allah, peringatan
Modul 30
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
(tadzkiroh), dan hukuman (uqubah) dari Allah. Apa dasar nash dari masing-masing
pandangan tersebut?
2. Pandangan mana yang lebih dominan berkembang dan menjadi kenyakinan masyarakat,
mengapa bisa demikian? Siapa yang selama ini menebarkan pandanngan itu dan apa
alasannya?
3. Bagaimana dengan bencana alam yang terjadi sekarang ini? Adakah itu merupakan ujian
(ibtila) dari Allah, peringatan (tadzkiroh), dan hukuman (uqubah) dari Allah. Berikan
analisispenjelasannya.
4. Dalam konteks fiqh, hak-hak apa yang harus selalu dilindungi oleh manusia?
5. Apa tugas kekhalifahan manusia dalam mengurangi resiko bencana? Langkah-langkah
apa yang harus dilakukan?
Sesi 6
MENGURANGI RESIKO BENCANA GEMPA BUMI
Tujuan Sesi
Modul 31
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
bencana di lingkungan keluarga dan sekitarnya.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 32
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
5 Minta tanggapan dari peserta khususnya yang Dialog
berkaitan dengan pengalaman peserta dalam
menghadapi gempa didaerahnya dan
kemampuan lokal yang dimiliki.
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RISIKO BENCANA GEMPA BUMI
A. Definisi
Gempa bumi adalah suatu kejadian alam yang umumnya ditandai dengan bergetar atau
berguncangnya bumi yang diakibatkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan akibat
aktivitas gunung api atau reruntuhan batuan. Di Jawa gempa bumi disebut juga lindhu.
Modul 33
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Gempa Bumi merupakan salah satu peristiwa bencana bersejarah, yang pernah terjadi di masa
Nabi Syu’aib As.
”
36. Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan
kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan".
37. Maka mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah
mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka.
(QS. Al- ’Ankabuut : 36 – 37)
Dalam peristiwa gempa bumi yang sangat berbahaya adalah akibat-akibat yang ditimbulkannya
seperti :
1. goncangan atau getaran yang merupakan penyebab utama kerusakan dapat menyebabkan
banjir akibat runtuhnya bendungan.
2. patahan gempa terjadi dalam bentuk retakan memanjang dan juga dapat menimbulkan
longsor.
3. tsunami pada umumnya timbul karena gerakan mendadak pada dasar samudera.
4. memicu aktivitas gunung api.
5. kebakaran yang biasanya timbul setelah gempa bumi dan itu sulit untuk dipadamkan karena
sumber air tidak ada.
6. kecelakaan industri dan transportasi.
7. penyakit dan kepanikan
Modul 34
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
- gempa dalam; kedalaman sumber gempa 300-700 km
- gempa sedang; kedalaman sumber gempa 70-300 km
- gempa dangkal; kedalaman sumber gempa ‹ 70 km
b. Berdasarkan penyebab gempa dibagi menjadi :
- gempa bumi runtuhan; keruntuhannya bisa berupa tanah, longsor, salju longsor maupun
jatuhan batu.
- gempa bumi vulkanik; diakibatkan oleh kegiatan gunung berapi.
- gempa bumi indus; disebabkan oleh pelepasan energi pada saat pengisian bendungan.
- gempa bumi tektonik; disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi yang umumnya
terjadi di daerah patahan kulit bumi.
- karena ledakan bom
Ukuran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa ada dua yaitu :
1. Intensitas gempa/tingkat kerusakan pada lokasi terjadinya (skala Modified Mercalli
Intensity/MMI)
2. Magnitudo/parameter gempa berdasar akibat goncangan gempa pada sumbernya (skala
Richter)
Tips penyelamatan diri saat terjadi gempa bumi yang utama JANGAN PANIK, kemudian jika:
a. dalam rumah : masuk ke bawah meja untuk melindungi tubuh dari runtuhan,
melindungi kepala dengan bantal, matikan kompor, dll.
Modul 35
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
b. luar rumah : lindungi kepala dengan tangan/tas/helm/apapun yang dibawa, hindari
papan reklame.
c. mall, bioskop, lantai dasar mall : berjalan tenang, ikuti petunjuk pegawai/satpam
d. lift : jangan menggunakan lift, jika terlanjur dalam lift tekanlah semua tombol, jika pintu
lift terbuka segera keluar. jika terjebak dalam lift gunakan interphone yang tersedia.
e. kereta api : berpegang erat pada tiang agar tidak jatuh, jauhi kaca jendela
f. mobil : jauhi persimpangan/pom bensin/kabel listrik, pinggirkan mobil dan hentikan,
keluar dari mobil agar tidak terkunci, tidak berhenti di jembatan.
g. gunung/pantai : menjauhlah dari pesisir pantai ke tempat tinggi, menjauhlah ke tempat
yang tidak rawan longsor jika digunung.
Kriteria dasar dalam perencanaan bangunan tahan gempa dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. bangunan dapat menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna
2. sesuai dengan fungsi/kepentingan bangunan
3. bangunan dikerjakan dengan rancangan banguanan tahan gempa
Sesi 7
MENGURANGI RESIKO BENCANA LETUSAN GUNUNG BERAPI
Tujuan Sesi
1. Peserta memahami ancaman bahaya gunung berapi (gas vulkanik, lava, lahar, awan
panas) dan mampu merumuskan langkah untuk menyelematkan diri.
2. Peserta memiliki kemampuan membuat peta bahaya dan menentukan lokasi yang aman
untuk menghindari ancaman bahaya gunung berapi.
3. Peserta mampu merumuskan langkah-langkah baik persiapan, saat terjadi dan hal yang
sebaiknya dilakukan setelah terjadi letusan gunung berapi.
Modul 36
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 37
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
6 Narasumber menjelaskan mengapa terjadi Ceramah
letusan gunung berapi, tanda-tanda akan
terjadinya letusan, ancaman bahaya saat
terjadi letusan gunung berapi, dan bencana
susulan yang potensial terjadi setelah
terjadinya letusan gunung berapi. Persiapan
yang harus dilakukan menghadapi letusan,
langkah yang harus dilakukan jika terjadi
letusan gunung berapi dan apa yang sebaiknya
dilakukan saat terjadi letusan gunung berapi.
Modul 38
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RESIKO BENCANA LETUSAN GUNUNG BERAPI
A. Definisi
Gunung api adalah rekahan pada kerak bumi/lubang kepundan tempat keluarnya lelehan batuan
cair/magma dan gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi.
Modul 39
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
1. Aliran piroklastik/wedhus gembel. Adalah campuran fragmen batuan, abu, gas, volkanik
dan udara bersuhu tinggi (200-700), yang mengalir menuruni lereng dengan kecepatan
tinggi (lebih dari 70 km/jam).
2. Lahar. Adalah istilah yang diadopsi dari bahasa Indonesia untuk aliran Lumpur volkanik.
3. Longsor. Adalah gerakan masa batuan dan tanah yang terjadi ketika lereng gunungapi
runtuh dan meluncur ke bawah.
4. Tephra. Terbentuk jika erupsi volkanik yang eksplosif melontarkan fragmen batuan dan
lava ke udara dengan kekuatan yang sangat besar.
5. Gas volkanik, gas racun. Terlarut dalam magma terlepas ke udara saat terjadi erupsi.
Dapat keluar melalui rongga-rongga/rekahan yang terdapat di rengkahan gunung berapi.
Bisa menyebabkan kematian (mis: gas CO2). Contoh: gunung api Dieng, Tangkuban
Perahu.
6. Aliran lava. Adalah batuan cair bersuhu tinggi (700 – 12000 C) yang mengalir dari lubang
erupsi. Lava membakar apa saja yang dilaluinya. Apabila sudah dingin berubah menjadi
batuan beku.
7. Awan Panas. Adalah campuran material antara gas dan bebatuan (segala ukuran)
bersuhu tinggi.
8. Hujan abu. Hádala campuran halus abu dan pasir halus yang diterbangkan angin.
Berbahaya bagi mata, pernafasan, pencemaran air tanah, merusak tumbuhan, unsur
kimia asamnya mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin.
9. Gempa bumi; proses naiknya magma dari dapur magma ke lubang kawah selama
aktivitas erupsi sering disertai dengan terjadinya gempa bumi volkanik.
10. Tsunami. Tsunami volkanik dapat timbul jika tanah longsor, aliran piroklastik dan lahar
masuk ke laut atau danau besar yang menghasilkan energi besar dan mendorong air laut
ke pantai. Contoh: Krakatau tahun 1883.
B. Upaya-Upaya Yang Bisa Dilakukan Untuk Memperkecil Dampak Bencana Gunung Berapi
1. Pemantauan. Pesantren membuat kerja sama dengan Posko Pemantauan Gunung Berapi
di daerahnya agar bisa mendapat informasi secara cepat dan akurat perkembangan
aktivitas gunung berapi.
2. Membentuk tim khusus. Untuk melakukan pemeriksaan terpadu atas aktifitas gunung
berapi.
3. Pemetaan. Membuat dan mensosialisasikan peta rawan bencana yang menjelaskan jenis
dan sifat bahaya, titik-titik rawan bencana, arah penyelamatan, lokasi pengungsian dan
pos penanggulangan bencana.
4. Mempersiapkan tas bencana (individu) dan posko bencana yang mempersiapkan
kebutuhan dasar.
5. Sosialisasi dan penyuluhan. Memberi informasi dan pendidikan kebencanaan kepada
masyarakat secara langsung.
6. Membentuk tim siaga/tanggap darurat di tingkat lokal
Modul 40
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Seringkali informasi yang disiarkan oleh posko pemantauan dengan menggunakan istilah
sehingga masyarakat tidak segera mengetahui makna dan tindakan yang harus diambil. Berikut
ini adalah makna dari isyarat-isyarat tersebut:
C. Yang seharusnya dilakukan masyarakat di daerah sekitar gunung berapi saat terjadi
bencana gunung berapi, adalah:
1. Menghindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran
lahar.
2. Melindungi diri dari abu dan awan panas, misalnya dengan masker, baju lengan panjang
dan celana panjang, topi atau penutup lainnya.
Modul 41
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 8
MENGURANGI RESIKO BENCANA TSUNAMI
Tujuan Sesi
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Ceramah
4 Fasilitator meminta nara sumber menjelaskan catatan peserta
tentang tsunami, dilanjutkan menjelaskan langkah-langkah
penurunan resiko dari ancaman bencana yang bisa dilakukan
pada saat dan setelah terjadinya gelombang tsunami.
Modul 42
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Fasilitator menekankan lesson learnt sebagai berikut:
1. Tsunami itu bukan bahaya yang berdiri sendiri
2. Ada tanda-tanda yang bisa dikenali, sebagaimana pengamalan masyarakat di Pulau Simeuleu
saat terjadi tsunami di Aceh.
3. Dengan mengenali tanda-tanda, ada tenggang waktu untuk melakukan penyelamatan (maksimal
30 menit)
4. Anda mungkin selamat jika anda sigap dan tahu cara menyelamatkan diri saat tsunami terjadi.
Modul 43
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RESIKO BENCANA TSUNAMI
A. Definisi
Tsunami adalah gelombang panjang yang terjadi karena adanya perubahan dasar laut atau
perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsive, akibat gempabumi, erupsi
vulkanik, letusan gunung berapi laut, longsoran bawah laut, atau runtuhan gunung es bahkan
akibat terjangan benda-benda angkasa ke permukaan laut.
Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang, Tsu, yang artinya pelabuhan dan nami yang artinya
gelombang laut. Awalnya tsunami berarti gelombang laut yang menghantam pelabuhan.
Bencana Tsunami juga telah digambarkan Allah dalam ayat Al-Qur’an, yaitu :
1.
“Dan apabila lautan menjadikan meluap” (QS Al Infithaar : 3)
2.
11. ”Sesungguhnya Kami, ketika air (banjir) melampaui hadnya (serta menenggelamkan gunung-
gunung), telah mengangkut (serta menyelamatkan nenek moyang) kamu ke dalam bahtera Nabi
Nuh (yang bergerak laju pelayarannya)….
12. ”Agar kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga
yang mau mendengar”. (QS. Al-Haqqah:11-12)
Kejadian tsunami yang signifikan di Indonesia (data Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana
Geologi)
No. Tahun Tempat Magnituda Korban
1. 1883 G. Krakatau - 36.000
2. 1883 Sumbar, Bengkulu, Lampung 8,8 Tak tercatat
3. 1938 Kep. Kai – Banda 8, 5 Tak tercatat
4. 1967 Tinambung - 58
5. 1968 Tambu, Sulteng 6 200
6. 1977 Sumbawa 6,1 161
7. 1992 Flores 6,8 2080
8. 1994 Banyuwangi 7,2 377
9. 1996 Toil-toli 7 9
10. 1996 Biak 8,2 166
Modul 44
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
11. 2000 Banggai 7,3 50
12. 2004 NAD 9 250.000
13. 2006 Selatan Jawa - > 500
Sesi 9
MENGURANGI RESIKO BENCANA BANJIR
Modul 45
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Tujuan Sesi
1. Peserta memahami berbagai jenis potensi ancaman bahaya pada saat dan setelah
terjadi banjir.
2. Peserta mampu menganalisis akar masalah terjadinya banjir dan mampu merumuskan
langkah-langkah baik persiapan, langkah saat terjadi ancaman bahaya banjir dan hal
yang sebaiknya dilakukan setelah terjadi banjir.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 47
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RESIKO BENCANA BANJIR
A. Definisi
Banjir terjadi apabila terdapat sejumlah besar air (bisa berasal dari hujan, jebolnya
bendungan/sungai, dll) melimpah dan malampaui kapasitas daya tampung sungai, menggenangi
daerah di sekitarnya yang biasanya tidak tergenang dan bersifat merugikan kehidupan manusia.
Bencana banjir mengingatkan kita kepada sebuah peristiwa bencana bersejarah di masa Nabi
Nuh As. Dimana pada masa itu, kemunculan air banjir bermula dengan limpahan air dari At-
Tannur. Dan menelan semua penghuni pelosok bumi pada masa itu.
” Sesungguhnya Kami, ketika air (banjir) melampaui hadnya (serta menenggelamkan gunung-
gunung), telah mengangkut (serta menyelamatkan nenek moyang) kamu ke dalam bahtera Nabi
Nuh (yang bergerak laju pelayarannya)......................... (QS. Al-Haqqah : 11-12)
16. Tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar [*] dan
Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba : 16)
[*] Maksudnya: banjir besar yang disebabkan runtuhnya bendungan Ma'rib.
B. Penyebab Banjir
1. hujan yang turun dalam jangka waktu yang lama dengan curah hujan yang besar.
2. erosi tanah atau buruknya penanganan sampah. erosi tanah dan menumpuknya sampah
menutup saluran air (sungai, got, dll), mengakibatkan luapan air.
3. bendungan dan saluran air yang rusak. akibat tidak mampu menampung air
mengakibatkan bendungan/saluran air jebol sehingga menjadi banjir di daerah sekitarnya.
4. keadaan tanah dan tanaman. tanah yang tidak memiliki tanaman yang berdaya serap air
tinggi dan tidak memiliki tampungan air/ sumur serapan akan lebih mudah terkena banjir
5. bebatuan (alami atau semen dan paving) akan susah menyerap air sehingga rawan banjir.
Modul 49
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 10
MENGURANGI RESIKO BENCANA KEBAKARAN
Tujuan Sesi
1. Peserta memahami ancaman bahaya kebakaran.
2. Peserta mampu memetakan potensi dan akar masalah yang menyebabkan terjadinya
kebakaran di daerahnya dan merumuskan langkah-langkah baik persiapan, langkah saat
terjadi kebakaran dan hal yang sebaiknya dilakukan setelah terjadi kebakaran.
3. Peserta memiliki kecakapan teknis bagaimana cara mengurangi resiko bencana saat
terjadi kebakaran dan memiliki kemampuan teknis untuk menyelematkan diri, keluarga
dan anggota komunitasnya saat terjadi kebakaran.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 51
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RESIKO BENCANA KEBAKARAN
A. Definisi
Kebakaran akan terjadi jika ada 3 komponen penting penyebab kebakaran, yaitu: oksigen, panas
(yang cukup menaikkan temperatur ke titik bakar) dan bahan bakar (material yang mudah
terbakar, seperti bensin, dll).
Ada empat tipe api berdasar bahan bakarnya:
1. Api kelas A (bahan bakar yang mudah terbakar); kayu, kertas, pakaian, sampah, plastik.
2. Api kelas B (bahan baker non logam dan cair); bensin, oli, minyak, aseton.
3. Api kelas C (bahan bakarnya alat-alat listrik yang masih beraliran dan masih terpasang di
socket inlet listrik).
4. Api kelas D (bahan bakarnya berada di laboratorium); logam seperti potassium, sodium,
alumunium, magnesium.
B. Jenis Kebakaran
Kebakaran yang paling sering terjadi dibedakan menjadi dua (2), yaitu kebakaran kota (rumah,
kantor, pabrik) dan kebakaran lahan/hutan.
I. Kebakaran Kota
Setelah kebakaran segera obati luka dengan pertolongan medis, mengevakuasi korban ke lokasi
yang aman, mendampingi korban yang mengalami trauma dan mencari bantuan berupa air,
makanan dan pakaian.
Kebanyakan kebakaran lahan/hutan terjadi karena faktor kesengajaan manusia dan kesalahan
kebijakan, seperti:
a. pembukaan lahan pertanian baru baik oleh perseorangan atau perusahaan perkebunan
b. pembakaran hutan untuk alasan penghijauan atau yang lainnya
c. perusakan hutan akibat pertambangan atau industri yang tidak aman
d. api unggun
e. land clearing/ pembukaan hutan oleh perkebunan besar
Selain itu, kebekaran lahan/hutan yang terjadi karena faktor bukan manusia, diantaranya:
a. topografi. Lahan dengan kemiringan tinggi, kebakaran akan lebih cepat meluas.
b. angin yang besar juga akan memperluas penyebaran api. Dalam kasus kebakaran
hutan/lahan biasanya yang menjadi bahan bakarnya adalah tanaman, mulai dari rumput
tinggi, semak dan pepohonan
Modul 53
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
c. cuaca. Musim kemarau dengan udara kering membuat lahan mudan terbakar
d. letusan gunung berapi.
e. petir
f. kandungan tanah seperti batubara akan juga menjadi penyebab kebakaran
b. membuat kebijakan yang tegas dan bersanksi hukum untuk pengelolaan kawasan hutan
dan pelaku pengrusakan hutan
c. melengkapi polisi hutan dengan peralatan yang lengkap dan bagus
d. melibatkan penduduk sekitar untuk menjaga kelestarian hutan
e. dilarang membakar sampah/api unggun di hutan dan membangun hidran di titik-tik
strategis hutan/lahan
f. membuat hujan buatan di musim kemarau
Tindakan yang harus diambil pada saat terjadinya kebakaran, diantaranya adalah:
a. segera memadamkan api dan menghubungi petugas hutan
b. apabila api membesar segera menjauh dan menyampaikan informasi kebakaran ke pihak
terkait seperti polisi, petugas pemadam kebakaran hutan, rumah sakit, radio, dan lain-lain,
untuk menyiarkan sehingga menjadi peringatan bagi yang lain
Modul 54
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 11
MENGURANGI RESIKO
BENCANA TANAH LONGSOR
Tujuan Sesi
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
A. Definisi
Longsor terjadi bila gaya tarik material penyusun lereng menuju ke bawah (beban tidak dapat
ditahan oleh gaya penahan sehingga kondisi keseimbangannya tidak tercapai). Tanah longsor
dapat terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.
Faktor yang mempengaruhi longsor diantaranya adalah lereng yang gundul, kondisi batuan atau
tanah tidak stabil dan biasanya dipicu oleh hujan. Beberapa tempat yang biasanya terkena tanah
longsor sebagai berikut:
B. Beberapa tanda-tanda umum yang harus diwaspadai akan terjadinya tanah longsor
E. Tidak semua longsor dapat dicegah maka dari itu tindakan yang harus dilakukan untuk
menguranginya adalah :
1. Pemetaan; memberikan informasi dalam bentuk peta atau film mengenai daerah yang
rawan lonsor kepada masyarakat.
2. Penyelidikan; mempelajari apa penyebab dan akibat dari bencana tanah longsor supaya
dapat merencanakan penanggulangan bencana dan pembangunan wilayah.
3. Pemeriksaan; dilakukan pada saat dan sesudah terjadi bencana tanah longsor untuk
mengetahui penyebab, kondisi bencana dan cara menanggulanginya.
4. Pemantauan; dilakukan pada daerah rawan tanah longsor dan daerah strategis secara
ekonomi.
5. Sosialisasi; memberikan pemahaman pada pemerintah dan masyarakat umum tentang
bencana tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannya.
Modul 57
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 12
MENGURANGI RESIKO
BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG/ LESUS
Tujuan Sesi
1. Peserta mampu mengenali ancaman bahaya badai atau angin puting beliung dan bisa
mengenali kawasan yang rentan terhadap ancaman bencana angin puting beliung.
2. Peserta memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan guna mengurangi ancaman
bahaya angin puting beliung.
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 58
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
(2) mengapa kerusakan itu terjadi
(3) dampak ikutan apa saja yang terjadi sebagai
akibat dari angin puting beliung yang terjadi
selama ini.
Modul 59
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGURANGI RESIKO BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG
A. Definisi
Angin adalah gerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin
yang amat kuat disebut badai. Badai yang cukup berbahaya dikenal dengan nama tornado di
Indonesia, berbentuk cerobong udara yang bergulung-gulung dan membumbung tinggi di bawah
awan badai. Tornado di atas air yang terbentuk jika air terserap ke cerobong udara di sebut
puting beliung.
Bahkan dalam Al Qur’an terdapat gambaran betapa dasyatnya angina taupan atau badai yang
mengingatkan kepada kita untuk selalu waspada dan mawas diri.
Atau Apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia
meniupkan atas kamu angin taupan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. dan
kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun dalam hal ini terhadap (siksaan) kami.
(Al Isra: 69)
BAGIAN KETIGA
Modul 61
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Pokok Bahasan Topik
Pengalaman NU & Pesantren Dalam Pengelolaan
Mengelola Resiko Bencana Bencana
Mengelola Bencana Berbasis Komunitas
Mengkaji Bahaya, Kerentanan & Kapasitas
Sesi 13
PENGALAMAN NU & PESANTREN DALAM PENGELOLAAN BENCANA
Modul 62
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Tujuan Sesi
1 Menggali pengalaman masyararat NU dan pesantren dalam melakukan pengelolaan
bencana yang terjadi di daerah sekitarnya.
2 Memetakan posisi dan peran Organisasi NU dan peserta dalam melakukan pengelolaan
bencana.
3 Mengidentifikasi berbagai persoalan yang dialami masyarakat NU dan pesantren dalam
melakukan pengelolaan bencana.
Waktu : 60 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 63
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
4 Fasilitator mencatat hal-hal penting dan isu
strategis yang muncul untuk disimpulkan di
akhir sesi.
Sesi 14
MENGELOLA BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
Modul 64
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Tujuan Sesi
1. Peserta memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
pengelolaan bencana secara umum untuk kemudian diterapkan dalam pengelolaan
bencana di daerahnya
2. Peserta memiliki kemampuan dalam mengurangi resiko bencana
yang terjadi di sekelilingnya.
Waktu : 60 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 66
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGELOLA BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
Pengelolaan bencana adalah sebuah upaya yang direncanakan untuk menyiapkan tindakan-
tindakan yang tepat dalam menghadapi bencana baik dalam proses pencegahan, mitigasi,
kesiapan, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan (lihat siklus Pengelolaan Bencana)
Tujuan dan sasaran program pengelolaan bencana dan khususnya bagi pesantren adalah dalam
rangka pengurangan resiko bencana dengan membangun kepedulian komunitas pesantren dan
lingkungan sekitarnya. Untuk itu perlu adanya kelembagaan komunitas yang berkelanjutan, serta
menerapkan prinsip pembangunan yang partisipatif dalam meningkatkan pengembangan
kemampuan komunitas.
Pegelolaan bencana harus berbasis komunitas karena masyarakat adalah korban pertama dari
dampak dari bencana yang terjadi dan seringkali tidak bisa mengharapkan bantuan pihak luar
yang sering terlambat datangnya. Diharapkan masyarakat akan memiliki sistem peringatan
bencana komunitas sesuai dengan hasil kajian resiko dan kapasitas yang dimilikinya. Diharapkan
baik perorangan maupun komunitas yang tengah terancam bahaya dapat mengambil tindakan
secara tepat dan cepat untuk mengurangi resiko bencana.
Modul 67
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Dalam pengelolaan bencana berbasis masyarakat berarti masyakarat terlibat secara aktif dalam
proses pengelolaan bencana. Masyarakat menjadi pengambil keputusan dan pelaksanaan dari
kegiatan Pengelolaan Risiko Bencana. Disini, masyarakat yang rentan dilibatkan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan risiko bencana bersama-sama dengan pemerintah
lokal, propinsi, dan nasional melalui suatu jaringan kerjasama, sehingga mengurangi kerentanan
dan meminimalisir resiko bencana
Proses Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas/Masyarakat memungkinkan
keterlibatan semua pihak (komunitas, pemda, pusat, dll) dalam membuat satu sistem bersama
manajemen bencana.
Memilih Komunitas
Komunitas dan
Modul 68
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 15
MENGKAJI BAHAYA, KERENTANAN & KAPASITAS
1. Peserta memahami prinsip dan metode analisis resiko bencana (dari berbagai jenis
bencana) dan mampu menyusun langkah-langkah guna mengurangi resiko bencana di
komunitasnya.
2. Peserta mampu melakukan kajian kerentanan dan kapasitas di lingkungan
masyarakatnya, serta mampu merumuskan langkah untuk mengurangi atau
menghilangkan kerentanan bahaya yang terjadi di lingkungannya.
3. Peserta memiliki pengetahuan praksis untuk melakukan analisis ancaman bahaya dan
menyiapkan langkah-langkah untuk menghindari ancaman bahaya yang terjadi atau
mengurangi resiko bencana
Modul 69
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
kesempatan kepada peserta untuk bertanya
apabila terdapat penjelasan tentang metode
PRA dan kemanfaatannya yang belum jelas.
Modul 70
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MENGKAJI BAHAYA, KERENTANAN & KAPASITAS
B. Prinsip-Prinsip Dasar
Karenanya penting untuk mengenali resiko bencana secara partisipatif, melibatkan seluruh
elemen masyarakat agar terrumuskan tindakan yang tepat dan efisien.
Prinsip-prinsip dasar pendekatan kajian resiko:
1. belajar dari komunitas
2. orang luar (peneliti, tenaga ahli, petugas) sebagai fasilitator yang memudahkan proses,
fasilitator bukanlah guru atau tutor yang mengajari tetapi mendengar dan berbagi
pengetahuan dengan komunitas
3. saling belajar, saling bebagi pengalaman antara komunitas dan fasilitator
4. santai dan informal
Modul 71
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
5. keterlibatan semua kelompok komunitas
6. menghargai perbedaan
C. Mengenali Kerentanan
Sekumpulan kondisi yang mengarah dan memberi pengaruh buruk terhadap upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan bencana.
Modul 72
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Jenis Ancaman Bahaya Kondisi Tidak Tekanan Dinamik Akar Masalah
Aman
Kekuatan dan sumberdaya yang terdapat di dalam setiap individu, rumahtangga dan masyarakat,
yang mampu dikenali, dikendalikan, dan dipersiapkan untuk proses pencegahan, mitigasi atau
pemulihan secara cepat dari bencana.
Kapasitas dapat dibagi menjadi :
a. Fisik atau material :
Uang, tempat tinggal,air bersih, makanan, sanitasi, MCK, dll.
b. Sosial atau organisasi :
Keluarga yang tinggal jauh yang dapat memberi tumpangan, dll.
c. Perilaku atau motivasi :
Sadar akan kemampuannya dan percaya diri dalam mengenali krisis atau bencana, dll.
Untuk membaca ancaman, kerentanan dan resiko bencana dapat digunakan metode PRA
(Participatory Risk Assesment/ pengkajian komunitas secara partisipatif )
D. Metode PRA
Berikut ini adalah tekhnik-tekhnik yang biasa digunakan dalam metode PRA, antara lain:
1. Alur Sejarah digunakan untuk memperoleh informasi mengenai apa yang terjadi di masa
lalu untuk memahami keadaan di saat ini. Hal ini berhubungan dengan bagaimana orang
menghadapi bencana di masa lalu.
Modul 73
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
No Bencana Tahun Korban
yang terjadi Manusia jumah Bangunan jumlah Lain- Jumlah
lain
1
2
g.4. contoh tabel alur sejarah
2. Pemetaan adalah pembuatan peta tingkat desa atau komunitas yang menggambarkan
keadaan wilayah komunitas tersebut beserta lingkungannya. Dilakukan untuk mengenali
keadaan atau kondisi dari wilayah tersebut. Peta sketsa ada 2 peta, yaitu: peta fisik
(tentang batas desa, sungai, rumah penduduk, dll.) & Peta evakuasi dan Pengamanan
dari bahaya (gempa dll.) dengan pemberian keterangan tentang kondisi jalur evakuasi,
tata cara pengamanan yang dilakukan dan sumberdaya yang berisiko terkena dampak
bencana.
3. Transek adalah penggalian informasi secara langsung ke lapangan dengan cara berjalan
menelusuri wilayah tersebut dan menuangkan hasil pengamatan tersebut ke dalam bagan
atau gambar (transek). Contoh:
Modul 74
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Contoh:
TRANSEK
Dusun Babadan
Modul 75
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Ada dua tahapan dalam melakukan transek. Yaitu (1) perjalanan dan observasi dan (2)
pembuatan gambar transek.
(1) Perjalanan dan observasi.
Sepakati lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta topic-topik kajian yang akan
dilakukan pada setiap lokasi yang akan dituju.
Sepakati lintasan penelusuran awal dan lintasan akhir lokasi yang akan dikunjunngi (bias
memanfaatkan peta yang sudah ada, misalnya peta desa),
Lakukan perjalanan sambil mengamati keadaan sesuai dengan topic-topik yang telah
disepakati.
Buatlah catatan hasil diskusi disetiap lokasi.
No Uraian Ket
Keadaan
Mrt Ap Mei Jn Jl Agt Spt Okt N D Jan Feb
1 Kondisi alam
a. hujan
b. kemarau
c. M angina
Timur
d. M. angina
barat
2. Bahaya
a. Banjir
b. Angin
kencang
C. dll.
Modul 76
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
3. Bercocok
tanam
4 Dll.
g.7. contoh tabel kalender musim
6. Analisis aktifitas harian adalah kegiatan untuk mengenali pemanfaatan waktu dalam
sehari dari berbagai kelompok komunitas (kaya , menengah, miskin).
No Waktu Kegiatan
Ayah Ibu Anak
1 06.00-08.00
2 08.00-12.00
3 12.00-14.00
4 14.00-16.00
5 16.00-17.00
6 17.00-18.00
7 18.00-19.00
8 19.00-20.00
9 20.00-22.00
10 22.00-06.00
g.8. contoh tabel analisis harian
7. Analisis Mata Pencaharian adalah kegiatan untuk mengenali kondisi hidup komunitas
atau masyarakat dari aspek mata pencahariannya dan pengaruh bencana terhadap
kondisi hidup masyarakat.
Modul 77
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Contoh:
ANALISIS MATA PENCAHARIAN TAHUN 2006 – 2007
MASYARAKAT Desa Dukun Selatan
Modul 78
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
8. Analisis Pohon Masalah
Contoh:
Rendahnya
pendapatan
Akibat yang
ditimbulkan
Rendahnya
produktifitas
Jual gabah murah
Tidak ada
Modal Kecil Tidak ada bibit pemeliharaan Tak ada modal
Sebab
Modul 79
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BR
I
PK Petani
Koperasi Warun
K
T Tani g
Balai
desa PLN
PESANTREN
madrasah
6 km
2 km Polse
k
Pasar
10
2 km km
LSM Pusat
Penelitia
n
Modul 80
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
E. Melakukan Perencanaan Partisitif Untuk Mengurangi Ancaman Bahaya
Lokasi dan Jenis Sumber /Ancaman Upaya Yang Dapat Sumber Kerentanan
Bahaya. Bahaya Dilakukan Masyarakat
Untuk menguranngi
Ancaman
(1) (2) (3) (4)
Modul 81
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
g.12. contoh tabel perencanaan partisipatif
Modul 82
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAGIAN KEEMPAT
Modul 83
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 15
Pengorganisasian Masyarakat & Teknik-tekniknya
Tujuan Sesi
1. Peserta memahami dan mampu menerapkan prinsip-prinsip dasar, peran dan fungsi
organiser dalam mengembangkan komunitasnya agar sadar bencana.
2. Peserta memiliki kemampuan teknis untuk mengembangkan masyarakat sadar bencana
di komunitasnya.
1 Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses sesi Curah pendapat Film tentang
kepada peserta. pengorganisasian
Spidol
2 Fasilitator mengundang seorang narasumber Presentasi Plano
yang selama ini melakukan pengorganisasian/ Dialog
pendampingan masyarakat untuk berbagi
pengalaman tentang mengorganisir Pemutaran film
masyarakat untuk sadar atau peduli bencana ‘Burning season’
dengan peserta. tentang
pengorganisasian
3 Peserta dipersilakan untuk memberikan di Brazil atau ‘the
tanggapan, pertanyaan dan masukan Bug’ tentang
terhadap materi yang disampaikan nara siapa pun yang
sumber. bias menjadi CO
dan menjalin
4 Peserta dibagi menjadi 5 (lima) kelompok networking
untuk mendiskusikan tentang:
(1) Mengapa dalam suatu komunitas
diperlukan seorang
organizer/pendamping untuk
melakukan upaya
menyebarluaskan/transformasi agar
masyarakat sadar bencana?
(2) Apa saja yang harus dimiliki oleh
seseorang untuk menjadi organiser
atau pendamping?
(3) Dan apa saja yang seharusnya
dilakukan oleh seorang organiser?
Modul 84
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
5 Minta peserta untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya. Ajak peserta untuk
mengkritisi bersama-sama hal-hal penting
yang muncul selama diskusi kelompok.
Modul 85
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
PENGORGANISASIAN MASYARAKAT & TEKNIK-TEKNIKNYA
A. Deskripsi
Dengan semangat dasar untuk mengembalikan harkat dan martabat manusia seutuhnya, strategi
dasar pengorganisasian adalah:
1. Menempatkan masyarakat sebagai subyek utama.
2. Mengacu pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri
3. Bertumpu pada potensi dan kemampuan masyarakat.
4. Mendorong pemanfaatan sumber daya lokal
”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka” ( QS As
Syuraa : 38).
”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS Al Hujuraat :13).
Modul 86
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Penanggulangan Bencana tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah. Melainkan dilakukan
bersama-sama antara pemerintah baik pusat maupun daerah dengan organisasi-organisasi
terkait dan masyarakat yang tertimpa bencana.
Masyarakat diharapkan tidak lagi menunggu bantuan yang ‘kadang-kadang’ tidak segera datang.
Hal ini karena masyarakat pada umumnya belum mampu untuk menanganinya sendiri, padahal
detik-detik pertama saat terjadinya bencana terjadi, sangat menentukan bagi dampak bencana
tersebut kemudian. (KONTRADIKTIF) Untuk itu Pengorganisasian Masyarakat mutlak diperlukan
agar masyarakat mampu membuat perencanaan untuk persiapan dalam pencegahan bencana,
penanganan pada waktu terjadinya dan pemulihan setelah bencana.
Prinsip yang harus dipegang dan dijadikan pedoman dalam pengorganisasian masyarakat
adalah:
1. Membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat.
2. Bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan
3. Membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau
dimiliki komunitas tersebut.
4. Tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “tetua” dari komunitas tersebut.
5. Mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun
dirinya sendiri hingga tuntas.
6. Tidak sebagai guru atau nara sumber
1. PENGENALAN MASALAH
BERSAMA
3. PENGGALANGAN POTENSI
DAN SUMBERDAYA
Modul 87
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
1. Pertemanan
Dalam proses ini ada tiga agenda utama kegiatan yaitu :
a) Membangun kontak person
b) Memperluas/mempererat pertemanan
c) Pengumpulan informasi awal
Dalam proses pertemanan ada dua pendekatan yang biasa dilakukan yaitu:
a) Kunjungan rutin
b) Tinggal bersama
2. Analisa Sosial
Secara garis besar ada dua agenda pokok dalam tahap ini yaitu :
a) Identifikasi masalah-masalah yang ada
b) Diskusi bersama masalah-masalah yang ada
4. Implementasi Kegiatan
Faktor penting dalam implementasi kegiatan adalah :
a) Pembagian tugas dan peran dalam kelompok
b) Tanggung Jawab yang diambil oleh organisasi
5. Refleksi - aksi
Refleksi aksi harus dilakukan pada :
a) Refleksi-aksi terhadap komunitas
b) Refleksi-aksi terhadap pengorganisir
Modul 88
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Sesi 16
Tindak Lanjut Paska Pelatihan
Tujuan Sesi
Waktu : 90 menit
No Tahapan dan proses fasilitasi Metode Bahan
Modul 89
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
BAHAN BACAAN
MEMBUAT PERENCANAAN PARTISIPATORIS
A. Definisi Perencanaan
Perencanaan adalah usaha yang sistematis untuk memecahkan masalah yang dihadapi (atau
mewujudkan impian) agar mencapai kondisi yang diinginkan atau ideal.
Perencanaan partisipatoris harus mengikuti standar SMART (specific, measurable, achievable,
realistic, time bound).
Spesific adalah rumusan masalah yang direncanakan harus kongkrit, khusus, spesifik dan jelas.
Measurable adalah rumusan yang direncanakan harus terukur, ada indicator hasil yang jelas,
bias dipantau dan bias diketahui.
Achievable adalah bahwa perencanaan itu bisa diwujudkan, bukan angan-angan, mimpi atau
mustahil.
Realistic adalah bahwa perencanaan itu bisa dilakukan baik menyangkut pertimbangan
sumberdaya, akses dan sumber dana).
Time bound adalah ada batas waktu pelaksanaan yang jelas sebagai rujukan.
1. Analisis Kelompok
Mengaitkan hubungan-hubungan antar kelompok untuk memetakan posisi kelembagaan agar
bisa membaca kemungkinan siapa yang bisa menjadi mitra atau tidak.
Apa yang
Yang diberikan
ditawarkan
kepada Pihak yang Pihak yang
Kelompok kepada
kelompok dirugikan diuntungkan
kelompok
mayoritas
mayoritas
Politisi Janji-janji Tidak ada masyarakat Partai politik
Masyarakat
Pejabat perubahan Tidak ada Elit politik
kecil
Program
Pemkab Jalan raya masyarakat Kontraktor
pembangunan
Satlak
LSM
Desa
Dst
Modul 90
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
2. Merumuskan Visi Program
Visi adalah harapan ke depan yang menjadi angan-angan yang dimungkinkan bisa tercapai.
Membangun visi harus didasarkan pada kebutuhan yang dimiliki. Membangun visi harus
didasarkan pada fakta yang terjadi, dengan mempertimbangkan aspek-aspek kekuatan
internal dan eksternal. Aspek internal misalnya menyangkut sumberdaya, sumberdana,
akses, waktu, tempat, masalah dan lain sebagainya.
3. Menganalisis Masalah
Adalah kondsisi yang tidak diharapkan tetapi terjadi (masalah), dan selanjutnya dicari
hubungan sebab akibat.
4. Analisis Tujuan
Adalah merumuskan kondisi-kondisi yang diinginkan (tujuan) berdasar pada rumusan analisis
masalah yang ada.
5. Analisis Alternatif
Adalah sejumlah rumusan tujuan yang perlu diwujudkan dalam waktu tertentu karena adanya
keterbatasan sumberdaya dan hambatan yang dimiliki.
Modul 91
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Antisipasi Perbaikan Penyediaan
Kriteria yang Ada tim
bencana barak alat informasi
digunakan bencana
6. Matrik Program meningkat pengungsi bencana
Peluang Berhasil 3 4 4 3
Dampak Sosial
3 4 3 4
Kegiatan
Ketersediaan
3 2 2 2
Dana
Ketersediaan
2 2 2 2
Fasilitas
Ketersediaan
1 1 2 1
Tehnologi
Ketersediaan
3 5 4 4
SDM
dst……. - - - -
Jumlah 15 18 17 16
Adalah penjelasan dan penjabaran singkat program yang disusun berdasar cara berpikir logis
yang menjelaskan mengapa ingin membuat kegiatan, apa maksud yang hendak dicapai, apa
yang ingin dihasilkan, bagaimana cara bekerja untuk mencapai hasil itu, faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kegiatan yang di luar kemampuan
pengelola, dan apa indikator keberhasilan.
Maka Cita-cita
tercapai
Maka
Tujuan-tujuan
Maka proyek tercapai
Hasil-hasil
kegiatan terwujud Jika
Kegiatan-kegiatan
dilakukan Jika
Jika
Modul 93
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Harapan
Kemampuan/potensi
Apa/Siapa Sumbangan/peran terhadap
yang dimiliki
program
Pemetaan lokasi Peta bencana
Layla Hobby naik gunung
bencana harus dimiliki.
CSO tim
Aktifis Organisasi Mengorganisir
Rozak bencana bisa
Karang Taruna pemuda
terwujud
Kegiatan yang
Mengkonsolidasi
Ibu Fatimah Ketua PKK direncanakan
kegiatan
bisa diwujudkan
Adalah kebutuhan dan biaya yang diperlukan untuk memastikan apa saja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan.
9. Menyusun Jadwal
Adalah merinci pekerjaan agar kegiatan berjalan sesuai rencana sekaligus menentukan
kapan pekerjaan tersebut harus dilaksanakan
Pelatihan
Bencana
meru
muskan
TOR dan
Modul 94
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
jadwal
Menc
ari tempat
Undan
gan
peserta
dst…
……….
Modul 95
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
PERMAINAN-PERMAINAN
1. BESAR – KECIL
Tujuan dari permainan ini adalah untuk memberikan gambaran betapa susahnya merubah
paradigma atau pikiran seseorang yang sudah lama dipercayainya. Namun dengan
kebiasaan, contoh dan pengetahuan baru, pikiran dan paradigma tersebut secara
perlahan bisa dirubah.
Deskripsi permainan:
Ajak semua peserta berdiri dan membentuk lingkaran. Fasilitator berdiri di antara peserta
dan memberi contoh membuat lingkaran besar dengan menggunakan dua tangan namun
menyebut lingkaran itu KECIL. Kemudian membuat lingkaran kecil dan menyebutnya
BESAR. Setelah peserta memahaminya, fasilitator memberi aba-aba: Besar, kecil, dst.
Semakin lama semakin cepat. Sehingga kita bisa melihat peserta tidak membuat lingkaran
besar ketika aba-aba kecil diserukan.
2. BALIK KARPET
Tujuan dari permainan ini adalah untuk memberikan gambaran kerja sama menjalin kerja
sama dan menunjukkan bahwa kekompakkan akan mempercepat penyelesaian
persoalan.
Deskripsi permainan:
a. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Minta seluruh anggota kelompok berdiri
di atas karpet kecil (atau bisa apa saja) tanpa ada yang menginjak lantai.
b. Balikkan karpet tersebut dengan kaki tetap berada di atas karpet
c. Jika ada anggota kelompok yang menginjak lantai, maka kelompok tersebut
dinyatakan kalah
d. Kelompok yang berhasil membalik karpetnya adalah pemenangnya.
3. KAKI SERIBU
Tujuan dari permainan ini adalah membangun kepemimpinan dan pembagian peran.
Deskripsi permainan:
a. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Minta setiap kelompok untuk
memilih ketua kelompoknya.
b. Semua mata anggota kelompok ditutup kecuali ketua kelompok. Setiap
kaki kiri peserta saling dihubungkan dengan tali (diikat).
c. Beri tanda garis start dan finish di ruangan yang disediakan. Diantara
garis start dan finish dibuat ‘hutan rintangan’ dengan menaruh rintangan berupa
kayu, pohon-pohonan atau benda lainnya.
Modul 96
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
d. Saat melintasi hutan rintangan tidak diperbolehkan membuka ikatan kaki
dan tutup mata.
e. Dengan aba-aba ketua kelompok, setiap kelompok berlomba untuk
mencapai finish tanpa menyentuh rintangan apapun.
f. Kelompok yang menyentuh rintangan dinyatakan kalah.
7 10 11
5 6
4 3
2
START
Modul 97
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
KAMUS ISTILAH
Modul 98
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
Kesiapsiagaan Tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
ancaman bencana untuk memastikan bahwa
akan dilakukan tindakan yang tepat dan efektif
pada saat dan setelah terjadi bencana tersebut.
MITIGASI Tindakan-tindakan yang dilakukan yang dapat
mengurangi atau meminimalisir dampak yang
ditimbulkan akibat bencana
MMI (Modified Mercally Intensity) Satuan ukuran kekuatan gempa, dimana
besarnya efek yang dirasakan oleh pengamat
dimana dia berada tanpa memperhatikan
sumbernya. (sumber: BMG)
Penanggulangan Bencana Suatu proses yang dinamis, terpadu dan
berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas
langkah-langkah yang berhubungan dengan
penanganan, merupakan rangkaian kegiatan
yang meliputi pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan
pembangunan kembali
Modul 99
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
kondisi yang sama atau lebih baik dari
sebelumnya
Resiko bencana Besarnya kerugian (manusia, lingkungan,
ekonomi, sarana/prasarana) yang disebabkan
oleh bahaya tertentu di suatu daerah.
Modul100
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)
REFERENSI
1. Implementasi PAR & PRA Untuk Aksi Perubahan Sosial. Abdullah Faishol, dkk. P3M
STAIN Surakarta & LPTP Surakarta. 2006
2. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. Ali Yafie. Yayasan Amanah. 2006
3. Modul Training of Trainers PBDRM-NU. PMU CBDRMNU. 2007
4. Pelatihan Manajemen Bencana. UNDP-UPN-Veteran. 2006
5. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. IDEP. 2005
6. Pengorganisasian Aksi Komunitas, & Kuliah Kerja Nyata. Ellyasa KH Darwis.
DITPERTAIS DEPAG RI. 2004
Modul101
Pelatihan Penanganan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PPRBBK-NU)