Anda di halaman 1dari 9

2.

DASAR TEORI

2.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat
adil dan makmur (Mangkunegara,2002,p.163). Dengan kata lain, K3 dapat diartikan sebagai
kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja
yang mencangkup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja (Simanjutak, 1994).
K3 mempelajari cara untuk melakukan pengelolaan bahaya (hazard) dan risiko
(risk) agar tercipta lingkungan kerja yang aman dan sehat. Lingkungan kerja yang aman dan
sehat akan meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan produktivitas suatu perusahaan. Hal
inilah yang mendorong banyak perusahaan untuk menerapkan sistem keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) selain dari kewajiban yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia.

2.2 Bahaya (Hazard), Risiko (Risk) dan Kecelakaan Kerja


Bahaya dan risiko adalah 2 istilah yang paling sering muncul jika membicarakan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja.2 istilah tersebut saling berkaitan dan dimiliki oleh setiap
kegiatan industri walaupun kedua hal tersebut tidak diinginkan oleh setiap pemilik industri.
Bahaya (hazard) merupakan suatu sumber potensi kerugian atau situasi dengan potensi
yang menyebabkan kerugian (AS/NZS, 1999). Hammer (1989) mengatakan bahwa hazard
merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan injury terhadap orang, kerusakan
peralatan atau struktur bangunan, kerugian material, atau mengurangi kemampuan untuk
melakukan suatu fungsi yang telah ditetapkan. Hazarddapat dibedakan berdasarkan
kejadiannya, yaitu hazard yang disebabkan oleh alam (bencana alam) dan disebabkan oleh
manusia.Hazard dapat dikelompokkan menjadi tujuh berdasarkan jenisnya (Hendra. 2006):

• Biological Hazard (bahaya biologi), seperti virus, jamur, bakteri, tanaman, dan binatang
yang menginfeksi manusia.

• Chemical Hazard(bahaya kimia), seperti bahaya yang ditimbulkan oleh bahan beracun
dan berbahaya (B3), debu, larutan kimia, uap kimia, daya ledak bahan kimia, oksidasi,
dan bahan kimia mudah terbakar.

• Ergonomic Hazard(bahaya ergonomi), seperti desain tempat kerja yang tidak sesuai,
material handling, pencahayaan yang kurang, gerakan tubuh terbatas, desain pekerjaan
yang dilakukan, dan pergerakan yang berulang-ulang.

• Physical Hazard(bahaya fisika), seperti radiasi, suhu panas, kebisingan, getaran, dan
tekanan.

• Psychological Hazard(bahaya psikososial), seperti jam kerja panjang, trauma,


lingkungan kerja tidak nyaman, dan sebagainya.

1
Universitas Kristen Petra
• Mechanical Hazard (bahaya mekanis), merupakan bahaya yang disebabkan benda-
benda bergerak, yang dapat menimbulkan dampak seperti terpotong, tergores,
tersayat.

• Electrical Hazard (bahaya listrik), bahaya yang ditimbulkan oleh arus listrik pendek,
listrik statis.

Hazard terjadi karena adanya risiko, sehingga risiko dapat didefinisikan sebagai
peluang terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh bahaya (hazard) yang ada. Risiko
menurut The Standards Australia / New Zealand (1999) merupakan kemungkinan dari
suatu kejadian yang tidak diinginkan yang akan mempengaruhi suatu aktivitas atau objek.
International Labor Organization (ILO) mendefisinikan risiko sebagai kemungkinan adanya
peristiwa atau kecelakaan yang tidak diharapkan dan dapat terjadi dalam waktu dan
keadaan tertentu. Risiko sendiri dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori (kolluru, 1996),
yaitu:

• Safety risk (risiko keselamatan) , berkaitan dengan keselamatan manusiadan


menimbulkan efek langsung (kecelakaan).

• Health risk (risiko kesehatan) , berkaitan dengan kesehatan manusia, menimbulkan efek
tidak langsung, dan bersifat kronis.

• Environmental risk (risiko lingkungan) , berkaitan dengan dampak yang timbul pada
habitan dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko. Melibatkan interaksi antara
populasi, komunitas, dan ekosistem pada tingkat makro dan mikro.

• Public welfare goodwill risk (risiko kesejahteraan masyarakat) , berkaitan dengan nilai
dari suatu sistem yang didalamnya terdapat persepsi masyarakat terhadap nilai properti
dan estetik.

• Financial risk (risiko keuangan) ,berkaitan dengan risiko jangka panjang dan jangka
pendek dari kerugian properti, perhitungan asuransi, pengembalian pada lingkungan,
kesehatan dan keselamatan investasi.

Bahaya dan risiko yang tidak dikendalikan akan menimbulkan kecelakaan. World
Health Organization mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang tidak dapat
dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera riil.Sedangkan
definisi kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor:
03/Men/1998 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang
dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Ada beberapa teori tentang kecelakaan
kerja menurut para ahli, antara lain:

• Teori Henrich
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian. Ada
lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut, yaitu: lingkungan, kesalahan
manusia, perbuatan atau kondisi tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian
(Ridley, 1986).

• Teori Multiple Causation

2
Universitas Kristen Petra
Teori ini menyebutkan bahwa kecelakaan dapat terjadi karena lebih dari satu
penyebab.Penyebab kecelakaan tersebut adalah kondisi tidak aman (unsafe condition)
dan tindakan tidak aman (unsafe action).

• Teori Gordon
Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak
dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang
terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya
kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.

• Teori Reason
Reason (1995-1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat
“lubang” dalam sistem pertahanan.Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-
pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja.

2.3 Keselamatan Kerja


Ada beberapa pengertian dan makna keselamatan kerja menurut Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, diantaranya adalah pengertian
etimologi, filsafat dan keilmuan. Secara etimologi (ilmu kaidah usul bahasa), keselamatan
kerja adalah suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat
dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang
memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara aman dan
efisien dalam pemakaiannya. Pengertian keselamatan kerja secara filsafat, yaitu
upaya/pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani rohani manusia
pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur.Sedangkan pengertian keselamatan kerja secara keilmuan,
yaitu terapan ilmu pengetahuan yang bertujuan mempelajari tentang cara penanggulangan
kecelakaan di tempat kerja.

2.4 Kesehatan Kerja


ILO dan WHO mengatakan kesehatan kerja sebagai aspek/unsur kesehatan yang erat
bertalian dengan lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara langsung/ tidak langsung
dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja.Secara umum, kesehatan kerja dapat
dikatakan sebagai suatu ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit akibat kegiatan
kerja serta meningkatkan kesehatan dari pekerja tersebut.
Perusahaan yang menjaga kesehatan kerja dari karyawannya dapat mendapatkan dampak
positif bagi produktivitas perusahaan, seperti karyawan yang jarang absen dan
produktivitas masing-masing karyawan yang dapat meningkat seiring dengan kondisi
fisiknya yang baik dan sehat.Ada beberapa faktor yang menyebabkan gangguan kesehatan
(Mangkunegara, 2001), yaitu:

• Kondisi tempat lingkungan kerja

3
Universitas Kristen Petra
Kondisi tempat lingkungan kerja yang dimaksudkan seperti penyusunan dan penyimpanan
barang-barang berbahaya, kapasitas ruang kerja, pembuangan limbah pada tempatnya,
dan pergantian udara di lingkungan kerja yang baik.

• Pengaturan penerangan
Ruang kerja yang baik harus memiliki penerangan yang cukup untuk dilakukan kegiatan
serta pengaturan dan penggunaan sumber cahaya harus tepat.

• Pemakaian peralatan kerja


Peralatan kerja harus dilengkapi dengan pengaman yang baik dan dilakukan pemeliharaan
terhadap pengaman peralatan kerja tersebut.

• Kondisi fisik dan mental karyawan


Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi fisik dan mental karyawan antara lain,
emosi karyawan yang kurang stabil, kepribadian karyawan yang rapuh, motivasi kerja
rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kerusakan alat indera dan stamina karyawan
yang lemah, dan sebagainya.

2.5 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Tujuan adanya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut
Mangkunegara (2002,p.165) yaitu:

 Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.

 Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif


mungkin.

 Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

 Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.


 Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.

 Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.


2.6 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menuliskan bahwa SMK3
merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
oganisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan efektif.
Dasar hukum dari penerapan SMK3 sendiri terdapat dalam Undangundang Dasar
RI 1945 pasal 27 ayat (2); Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-
ketentuan pokok mengenai tenaga kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969

4
Universitas Kristen Petra
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912); Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); Undang-Undang RI No.
23 Tahun 1992 tentang kesehatan; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per.
05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Undang-
Undang tentang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

Tujuan diterapkannya SMK3 yaitu untuk menciptakan suatu sistem keselamatan


dan kesehatan kerja di tempat kerja, dimana terdapat unsur tenaga kerja, lingkungan kerja,
dan berbagai pihak yang terlibat didalamnya.Sasaran dari SMK3 yaitu mencegah dan
mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.SMK3 yang baik akan
menguntungkan pekerja, pemilik, pemegang saham, serta seluruh pihak yang berkaitan
dengan suatu kegiatan bisnis perusahaan.
SMK3 memiliki standar internasional, yaitu Occupational Health and Safety
Assesment Series (OHSAS) 18001:2007.OHSAS-18001 memberikan kerangka dasar untuk
mengatur kegiatan organisasi dengan memperhatikan aspekaspek keselamatan dan
kesehatan kerja.

2.7 Occupational Health and Safety Assesment Series (OHSAS) 18001:2007


OHSAS 18001:2007 merupakan suatu standar internasional untuk SMK3,
diterbitkan pada tahun 2007 menggantikan OHSAS 18001:1999, dan dimaksudkan untuk
mengelola aspek keselamatan dan kesehatan kerja daripada keamanan produk.Standar
OHSAS 18001:2007 diterapkan pada setiap organisasi yang memiliki kemauan untuk
meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan kerja bagi para pekerja/buruh serta pemegang
kepentingan lainnya yang berhubungan langsung dengan risiko K3 akibat aktifitas-aktifitas
perusahaan yang ada.
Tujuan dari OHSAS 18001:2007 sesuai dengan tujuan SMK3
Permenaker, yaitu mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan
kerja akibat kondisi K3 yang tidak saja akan menimbulkan kerugian secara ekonomis tetapi
juga kerugian non-ekonomis.
OHSAS 18001:2007 memiliki 4 klausul didalamnya, antara lain klausul 1 menjelaskan ruang
lingkup, klausul 2 menjelaskan acuan standar, klausul 3 menjelaskan istilah dan definisi
yang ada, dan klausul 4 menjelaskan persyaratan SMK3 yang harus dipenuhi. Salah satu isi
dari klausul 4 yang menjadi persyaratan penerapan SMK3 yaitu Hazard Identification Risk
Assessment and Risk Control (HIRARC) pada klausul 4.3.1.HIRARC menjadi salah satu
dokumen yang sangat penting apabila suatu perusahaan ingin menerapkan OHSAS
18001:2007 didalamnya.

2.8 Hazard Identification Risk Assesment and Risk Control (HIRARC)


HIRARC merupakan alat integrasi untuk mengidentifikasi, mengukur, dan
mengendalikan bahaya dari setiap tempat kerja dan kegiatannya.Ada 3 tahap dalam
penerapan HIRARC, yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko terhadap bahaya yang ada,
dan pengendalian risiko.

5
Universitas Kristen Petra
2.8.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Langkah awal untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya adalah dengan
mengidentifikasi kehadiran bahaya di tempat kerja (Tarwaka,2008). Identifikasi bahaya
merupakan tahap awal dari penerapan HIRARC.Identifikasi bahaya menurut Soehatman
Ramli (2009) adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari
suatu bahan, alat, atau sistem.Sedangkan identifikasi bahaya menurut Tarwaka (2008)
merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau
kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (PAK) yang mungkin timbul di tempat kerja. Identifikasi bahaya dilakukan pada
berbagai aspek di perusahaan, dari kegiatan pekerja, kondisi lingkungan kerja, serta
peralatan dan mesin yang ada di lingkungan kerja. Semua potensi/risiko kecelakaan yang
ada di lingkungan kerja akan diidentifikasi penyebabnya. Jika risiko dari bahaya yang ada
dapat diketahui, maka perusahaan dapat lebih waspada dan melakukan langkah
pencegahan, tapi tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Ramli,2010).
Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I, potensi bahaya
diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan
kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksanakan
fungsi yang telah ditetapkan. Tarwaka (2008) mengatakan bahwa potensi bahaya
merupakan sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera,
sakit, kecelakaan atau bahkan menyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses
dan sistem kerja.Hasil dari identifikasi bahaya akan dianalisa dan dilakukan penilaian risiko.
Ada 4 faktor penyebab utama terjadinya potensi/risiko bahaya, yaitu manusia
(man), material, lingkungan (environment), dan mesin (machine). Bahaya yang telah
diidentifikasikan akan dibagi kedalam 4 faktor tersebut. Banyak metode/teknik yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bahaya, antara lain dengan metode inspeksi,
pengamatan/survey, kuesioner, audit, dan data-data statistik. Soehatman Ramli (2009)
mengatakan bahwa teknik identifikasi bahaya dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

• Teknik Pasif
Identifikasi bahaya dengan teknik pasif mengenali bahaya dengan mengalaminya secara
langsung.Teknik ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan
eksistensinya sehingga dapat terlihat dengan mudah.Identifikasi bahaya dengan teknik
pasif diibaratkan seperti menyimpan bom waktu yang dapat meledak setiap saat.Sebagai
contoh, dalam suatu pabrik kimia terdapat berbagai jenis bahan dan peralatan.Selama
bertahun-tahun tidak pernah terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya di pabrik tersebut,
tapi hal ini tidak menjadi pabrik tersebut aman dan tidak mengandung bahaya.Apabila
dilakukan identifikasi bahaya, mungkin dapat ditemukan sumber bahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan sewaktu-waktu seperti kebakaran.

• Teknik Semi Proaktif


Identifikasi dengan teknik semi proaktif mengenali bahaya dengan mempelajari
pengalaman orang lain. Teknik ini kurang efektif karena tidak semua bahaya dapat
diketahui (hanya yang terjadi saja), tidak semua bahaya dilaporkan oleh korban, dan
kecelakaan telah terjadi dimana kecelakaan tersebut pasti menimbulkan kerugian.

• Teknik Proaktif
Identifikasi dengan teknik proaktif merupakan cara yang paling efektif. Teknik proaktif
mengenali bahaya sebelum bahaya tersebut terjadi dan menimbulkan dampak yang

6
Universitas Kristen Petra
merugikan.Kelebihan dari teknik proaktif yaitu bersifat continues improvement karena
mengenal bahaya secara dini sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan serta mencegah
biaya (cost) yang tidak diinginkan.

2.8.2 Penilaian Risiko (Risk Assessment)


Potensi bahaya yang telah teridentifikasi akan dilakukan penilaian risiko. Tahap ini
akan dilakukan prediksi tingkat risiko melalui evaluasi dan merupakan tahap yang sangat
penting dalam rangkaian penilaian risiko (Ichsan,2004). Penilaian risiko dilakukan untuk
menentukan besarnya tingkat risiko bahaya yang ada. Risiko (Risk) merupakan suatu
kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu
(Tarwaka,2008). Tingkat risiko yang telah diketahui dapat menjadi dasar bagi perusahaan
untuk melakukan prioritas upaya pencegahan bahaya dengan mengutamakan pencegahan
bahaya yang memiliki tingkat risiko tinggi.
Tingkat risiko bahaya didapatkan dari hubungan antara kemungkinan terjadinya
bahaya (probability) dan keseriusan bahaya yang ditimbulkan dari suatu aktifitas
(severity).Probability dan severity dari terjadinya bahaya suatu aktifitas ditentukan
berdasarkan skala dengan mempertimbangkan tingkat potensinya.

Untuk melakukan penilaian risiko, diperlukan beberapa data dari perusahaan seperti
kegiatan yang dilakukan, frekuensi dilakukannya, dan berapa pekerja yang melakukan
kegiatan tersebut. Ada 2 cara penilaian risiko yang dapat dilakukan, yaitu penilaian risiko
dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif merupakan metode
penilaian risiko secara subjektif dengan mempertimbangkan faktor kemungkingan
(probability) dan faktor keseriusan risiko (severity). Sedangkan metode kuantitatif
merupakan penilaian risiko dengan menggunakan data-data penting dari perusahaan, yang
mempertimbangkan faktor kemungkinan estimasi waktu dan biaya. Penggunaan metode
untuk penilaian risikodisesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.Hasil dari
penilaian risikoakan diolah dan dianalisa untuk menentukan tingkat risiko bahaya yang
terjadi dari yang terendah hingga risiko bahaya yang tidak dapat diterima perusahaan. Hasil
dari penilaian risiko akan sangat mempengaruhi tahap pengendalian risiko, dimana
pengendalian risiko akan mengutamakan perbaikan/pengendalian risiko dari kegiatan yang
memiliki risiko paling tinggi.

2.8.3 Pengendalian Risiko (Risk Control)


Risiko yang telah diidentifikasi dan dilakukan penilaian membutuhkan sebuah
pengendalian untuk menurunkan tingkat dari risiko tersebut.Pengendalian risiko juga
merupakan tahap terakhir dari penerapan HIRARC. Pengendalian risiko dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil dari penilaian risiko yang telah dilakukan.Tujuan dilakukan
pengendalian risikoyaitu untuk menghilangkan risiko bahaya yang ada, minimal
mengurangi risiko bahaya hingga tingkat yang dapat diterima oleh perusahaan (titik aman).
Pengendalian risiko dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian risiko pada
OHSAS 18001:2007. Hirarki pengendalian risiko pada OHSAS 18001:2007 dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Berikut adalah penjelasannya:

7
Universitas Kristen Petra
 Eliminasi
Pengendalian risiko dengan memindahkan/menghilangkan sumber/aktifitas bahaya. Cara
ini merupakan cara pengendalian risiko yang paling baik karena risiko terjadinya
kecelakaan telah dihilangkan.
Contohnya, memberikan penutup gergaji pada mesin potong yang ada di lingkungan kerja.

 Substitusi
Pengendalian risiko dengan melakukan penggantian mesin, material, aktifitas, atau
instruksi kerja guna mengurangi potensi bahaya yang terjadi.Contohnya, mengganti lantai
yang rusak dengan yang baru untuk mengurangi potensi bahaya pekerja terjatuh.

 Rekayasa Teknik (Engineering)


Pengendalian risikodengan cara rekayasa teknik dilakukan dengan memodifikasi/ instalasi
alat/mesin/aktifitas/area supaya menjadi lebih aman. Pengendalian risiko secara teknis
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu menghilangkan potensi bahaya
yang ada dengan tidak tergantung pada perubahaan kebiasaan operator/pekerja.
Kekurangannya yaitu pengendalian risiko ini memiliki kemungkinan tidak dapat dilakukan
karena biaya yang tinggi dan waktu yang relatif lama.

Contohnya, menambahkan hydrant pada area yang memiliki potensi kebakaran.

 Administratif
Pengendalian risiko secara administratif dengan melakukan penerapan prosedur/aturan
kerja, pelatihan, serta pengendalian visual di tempat kerja guna mengurangi potensi
bahaya yang mungkin terjadi.Keberhasilan pengendalian risiko dengan metode
administratif bergantung pada sistem pengawasan pelaksaaan pengendalian dan tingkat
laku dari pekerja. Contohnya, rotasi kerja dengan tujuan mengurangi kejenuhan dan
penerapan prosedur kerja (SOP).

 Alat Pelindung Diri (APD)


Pengendalian risiko dengan memberikan alat pelindung diri.Pengendalian risiko ini
merupakan pengendalian risiko dengan hierarki paling bawah/terakhir.APD hanya
berfungsi sebagai penghalang antara pekerja dan hazard.Keberhasilan dari penggunaan
APD bergantung pada sistem pengawasan pengendalian dan tingkah laku/ kesadaran dari
pekerja. Contohnya, mewajibkan untuk menggunakan safety helm dan safety shoes selama
berada di area pabrik.

8
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1 Hirarki Pengendalian Risiko K3
(Sumber: OHSAS 18001:2007)

9
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai