Anda di halaman 1dari 9

Reuni Club Futsal

“ Lo mau nggak jadi pacar gue?”


Cewek dengan rambut terurai sepunggung itu menunduk,
wajahnya sedikit memerah dengan tangan sibuk memainkan tali tas
selempangnya. Tak sabar mendengar jawaban cowok yang dia sukai
dari semester pertama ini. Tidak mungkin dirinya ditolak, mengingat
seorang Kamila adalah cewek paling cantik diangkatannya.
“Nggak,” jawab cowok itu sambil menyedot cappuccino cincau
nya dengan santai. Sekaligus menghempaskan ekspektasi Kamila ke
dasar laut.
Cewek itu mendongak dengan tatapan tak percaya. Serius? Cewek
secantik dirinya ditolak? Yang benar saja!
“Selatan, lo yakin nolak gue?” Kamila memastikan.
“Yakin, lah.”
Cowok itu, Selatan, langsung naik ke atas motor gedenya saat
beberapa menit lalu tertahan karena kedatangan satu cewek ini.
“Kenapa lo nolak gue?”
“Gue mau fokus ternak lele,” celetuk Selatan asal. Tentu saja itu
tidak serius.
Selatan menarik sebelah tangan Kamila, meletakkan gelas bekas
cappuccino cincau nya disana. Lalu memakai helm full face-nya
mengabaikan satu cewek dengan ekspresi tak terimanya.
“Gue bisa bikin lo nyaman, Selatan!” Seru Kamila.
“Kalau soal nyaman, kasur gue pun bisa,” balas Selatan. “Awas! Gue
tabrak nih.”
Kamila menyingkir saat Selatan memajukan motornya, keluar
dari area kampus begitu saja meninggalkan Kamila yang sudah
mengepalkan tangan kelewat kesal.
“Selatan!!”
***

Ayok Balikan! 1
“Yakin lo nggak mau minum, Bang?”
“Mbung,” tolak Selatan untuk kesekian kalinya. Mengetuk-
ngetukan ponsel pada meja setelah membalas pesan dari seseorang.
Leon yang duduk di samping Selatan menyeletuk. “Lemah.”
“Nyenyenye,” balas Selatan dengan ekspresi menyebalkan khasnya.
Dia paling payah di antara yang lain soal minuman seperti itu. Selatan
tidak ingin mengambil risiko.
Selatan beralih pada cowok yang bertanya sebelumnya, Irham. “Lo
ambilin gue minum, kek, Ham. Haus gue.”
“Apa aja, nih?”
“He-eh. Tapi steril alkohol. Sana ambilin,” titah Selatan bossy.
Menghempaskan punggung ke belakang sofa dengan kaki terangkat
satu.
“Dikira gue babu apa?!” Sewot Irham.
“Tadi lo nawarin. Sana ambilin! Sekalian sama si Leon tuh!”
Irham pasrah, beranjak mengambil minuman ke meja bar. Malam
ini, Selatan berada di salah satu kelab hotel. Dimana acara kumpulan
club futsal waktu SMA diselenggarakan. Tadinya Selatan malas, tapi
karena Leon menyeretnya pergi, Selatan pasrah.
“Widihhh. Tumben hadir ini buaya legend,” ledek Angga, gelak
tawanya bercampur dengan music EDM yang menghentak seluruh
sudut ruang. Angga mengambil duduk di samping Leon mengabaikan
tatapan kesal dari Selatan.
“Kemarin aja waktu reuni tahunan Binus Jakarta kagak hadir
lu!” Sambung cowok lain, Farhan. Selatan paling anti dengan acara
reunian, apalagi reuni sekolah.
“Takut teringat kenangan mantan, hahaha!”
Semua cowok yang ada di sana tertawa. Puas menggoda mantan
kapten futsal Bina Nusantara Jakarta itu sampai memasang wajah
dongkol. Padahal, sudah dua tahun berlalu tapi teman-temannya ini
masih terus mengungkit kejadian di masa lalu. Ini salah satu alasan
yang membuat Selatan malas.
“Bacot lu pada!” Sentak Selatan kesal. Melirik ke arah samping
dimana satu cowok sipit menatapnya. Selatan mengarahkan kepalan
2 Ayok Balikan!
tangannya. “Melek lo semvak firaun?!”
“Astagfirullah Bang ini gue udah melek!” Protesnya malah membuat
yang lain semakin tergelak.
“NGAKAK!”
“Btw, kalian masih kenal sama gue, nggak?” Tanya cowok lain
dengan wajah cerahnya. Sebenarnya tidak semua anggota club futsal
hadir malam ini, bisa dihitung jari. Tapi mampu membuat suasana
ramai terbangun karena celetukan heboh mereka.
Angga yang pertama mengeluarkan suara setelah mengamati cowok
itu. “Kenal, lah! Lo bagong kan?”
“Sialan!” Rutuk cowok itu tidak terima, tapi teman-temannya ini
malah sudah tergelak kembali.
“Jir perut gue aduh whahaha!”
“Lagian lo malah ngenalin diri pake nama bagong,” sambar Selatan
berusaha meredam tawa gelinya. Dia ingat, waktu Selatan kelas dua
belas, cowok ini masih kelas sepuluh dan dengan polosnya mengenalkan
diri dengan nama yang membuat semua anggota tertawa.
“Waktu dulu gue nggak tau kalau bagong itu artinya babi, makanya
ngenalin diri pake bagong! Btw, nama gue Bagas!” Seru cowok itu
menggebu.
“Sampe sekarang kontak lu di ponsel gue bagong, tuh,” celetuk
Farhan.
“Sialan, Bang!”
Malam ini rasanya seperti tidak ada beban hidup untuk cowok-
cowok itu. Mereka tertawa dan saling mengejek mengingat kejadian-
kejadian di SMA dulu. Tapi untuk satu cowok lain, ketawanya mulai
melemah saat mengingat kenangan lain saat SMA dulu.
Padahal sudah dua tahun, tapi nama itu masih teringat jelas di
kepala Selatan. Susah rasanya menghilangkan satu nama ini, entah apa
yang harus Selatan lakukan untuk menghilangkan bekasnya yang tak
pernah pudar.
***

Ayok Balikan! 3
Dia, kembali

P agi-pagi sekali para calon mahasiswa baru sudah berbondong-


bondong melewati gerbang universitas. Mengabaikan angin pagi
yang masih terasa menusuk kulit juga rasa malu saat menggunakan
pernak-pernik di tubuh. Seperti memakai gelang dari tali rafia, papan
nama dari kardus, juga topi kerucut berwarna yang disesuaikan
dengan kelompok. Ini hari ketiga mereka melakukan Orientasi Studi
Pengenalan Kampus atau OSPEK, menggunakan dress code oreo atau
pakaian putih hitam seperti hari sebelumnya.
“Gue pengen cepet-cepet selesai. Udah nggak mau ngelakuin kayak
gini-ginian. Capek!”
“Ya elah, baru juga OSPEK kampus. Belum OSPEK fakultas sama
OSPEK jurusan.”
“Males banget.”
“Pengen langsung masuk kampus aja. Gak ada acara perpeloncoan
kayak gini.”
“Sama. Ditambah tugas bejibun. Ini esai aja baru gue selesain jam
empat subuh.”
“Iya. Pulang malem bukannya istirahat ini malah ngerjain tugas
OSPEK.”
Seperti itulah beberapa gerutuan yang terdengar dari calon-calon
mahasiswa baru pagi ini.
Dan sekarang, tepat pukul enam pagi, mereka harus sudah ada
di lapangan universitas yang sudah ditentukan. Kembali dihadapkan
dengan panitia-panitia yang sebagian besar sangat menyebalkan.
“Cepat baris! Jangan lelet!” Teriak satu cewek dengan almamater
khas kampus, namanya Grace. Salah satu panitia yang tergabung di
divisi kedisiplinan.
“Yang datang telat, lebih dari jam enam pagi maju ke depan!”
Sambung cowok lain. “Cepat!” Tatapan matanya dingin saat melihat

4 Ayok Balikan!
beberapa calon mahasiswa baru itu bergerak ke depan.
“Buat cowok push up dua puluh. Yang cewek lima belas aja!” titah
cowok itu. “Gue nggak terima alasan apa pun. Dari kemarin udah
dikasih tau tapi kalian masih terlambat. Nggak disiplin!”
“Turun! Pimpin satu orang!”
“Siap, Kak!”
Para calon mahasiswa baru itu segera mengambil posisi sesuai
gender. Mulai berhitung seiring tubuh bergerak ke bawah dan ke atas.
Padahal ini masih pagi dan mereka sudah berkeringat.
“Yang nggak pake atribut lengkap, maju ke depan!” Lanjut cowok
lain, Edgar.
“Mau diapain nih, Tan?” Tanya Edgar pada cowok di sampingnya
saat calon-calon mahasiswa baru itu sudah berjajar di depan. Ada
yang tidak memakai name tag dari kardus, pakaian tidak sesuai, tidak
memakai topi juga sebagainya.
Dia, Selatan Azada Dirgantara, salah satu cowok dari divisi
kedisiplinan yang cukup populer dikalangan calon mahasiswa baru.
Songong, agak galak. Tapi untuk sebagian besar cewek, mereka malah
terpesona dengan wajah tampannya. Alis tebal, tatapan mata tajam,
hidung mancung, juga senyum memesona.
“Gue serahin sama lo dan Grace.”
Edgar mengangguk. “Oke.”
Panitia yang lain mulai bergerak memeriksa setiap tas calon
mahasiswa baru, antisipasi jika mereka membawa barang-barang yang
tidak diinginkan. Sedangkan Selatan melipir ke pinggir lapang saat
teleponnya berdering. Sebelumnya Selatan sudah meminta temannya
untuk mengawasi yang sedang dihukum tadi.
“Naon?” Tanya Selatan saat tersambung.
“Lu di mana?”
“Di mana-mana hatiku senang!”
Angga menggerutu. “Rundown kegiatan di mana?”
“Minta ke divisi acara lah.”
“Oh iya.” Terdengar suara gelak tawa.

Ayok Balikan! 5
Selatan mendengkus. “Gak jelas lu! Pantes aja jomblo terus!”
“Gak nyadar diri—”
Telepon diputus secara sepihak. Bosan mendengar suara Angga.
Detik selanjutnya, tepukan di masing-masing pundak Selatan rasakan.
“Bro, baris dua deret tiga. Cewek yang pake jilbab, polos juga
kayaknya,” bisik cowok dari arah kanan.
“Kalau mau yang motif polkadot atau garis-garis juga ada. Bisa
DM gue ntar,” lanjut cowok di sisi Selatan yang lain.
“Gue tusuk pake tombak Zilong juga lu berdua!” Sewot Selatan
menghempaskan tangan dari masing-masing pundaknya. Menatap
dua cowok yang sudah menemaninya dari zaman putih abu-abu
ini. Angga dan Farhan. Sekarang, masing-masing dari mereka sudah
terbalut almamater khas kampus. Malahan, jadi panitia OSPEK.
“Lo dari tadi di belakang gue?” Selatan bertanya pada Angga.
“Iyessss.”
“Trus ngapain lo telepon?!” Selatan greget jadinya dengan kelakuan
random Angga yang ini.
“Biasa holang kaya. Mau buang-buang pulsa.”
“Azab temen songong gini enaknya apa dah?” Sambar Farhan ikut
kesal.
“Jomblo seumur hidup,” celetuk Selatan membuat Angga
menggerutu tak terima. Siap mencakar wajah Selatan kalau tidak ada
yang menginterupsi.
“Title aja senior. Kelakuan kayak bocah!”
Leon tak habis pikir dengan ketiga sahabatnya ini. Tidak ada
bedanya sekali saat masih SMA dulu, berisik, malah tambah gesrek.
Labelnya saja ‘maha’ tapi lebih bocah dari siswa SMA.
“Diem, Le. Diem. Jangan ngomong. Gue tampol lu,” kelakar
Angga, di lehernya tergantung kamera DSLR. Omong-omong, cowok
ini dari devisi dokumentasi. Tapi kebanyakan yang di dokumentasikan
malah wajah dedek-dedek gemes.
“Angga!”
Cowok yang dipanggil malah mendongak ke atas. Membuat

6 Ayok Balikan!
Selatan gemas menoyor kepala Angga.
“Dipanggil orang di belakang. Bukan yang di atas!”
“Udah nggak sabar pengen dipanggil dari yang di atas kayaknya si
Angga,” celetuk Farhan menggelengkan kepala.
“Eh Le, mau ke mana lo?” Tanya Farhan kemudian melihat Leon
melengos begitu saja.
“Pergi. Malu gue punya temen kayak kalian.”
“Asem lu!”
Angga nenoleh ke belakang menemukan Jeje, cowok dari devisi
yang sama dengan Angga. “Apa, Je?” Tanya Angga.
“Kumpul di ruang panitia.”
“Okee siapp!” Angga mengangguk. “Okee teman-teman bajinganku,
gue pergi dulu— ya elah kampret malah udah pergi duluan,” gerutu
Angga saat melihat Selatan dan Farhan sudah melenggang ke arah
panitia yang lain. Dari dulu masih sama saja, dirinya yang selalu ter-
bully di sini.

***

Bagi para calon mahasiswa baru, satu jam terasa seperti satu hari saat
sedang melakukan OSPEK. Apalagi pas di bagian acara marah-marah
langsung dihukum, ingin di-skip saja rasanya. Ditambah saat di bagian
pemaparan materi, yang mengharuskan duduk sampai berjam-jam
membuat pantat kebas dan mengantuk, belum lagi tugas yang bejibun.
Dilanjut kegiatan ice breaking yang menguras tenaga.
Tapi di samping itu, acara OSPEK tidak sepenuhnya menyebalkan,
tapi juga menyenangkan.
Terlebih bisa cuci mata, para kakak tingkat ini mempunyai
wajah yang enak di pandang. Istilahnya good looking. Apalagi cowok-
cowoknya. Berasa ingin sekali digapai. Tak sedikit dari panitia cowok,
apalagi saat mendapat tugas menjadi kakak pembimbing bisa sekalian
modus pada anggota kelompoknya. Khususnya bagi kaum buaya.
“Damage-nya nggak ngotak!”

Ayok Balikan! 7
“Parah... Ganteng banget!”
Satu cewek yang sedang fokus memperhatikan apa yang
disampaikan panitia di depan, ikut menoleh saat teman-temannya
melihat ke arah kiri, dimana dua orang cowok dengan almamater
berjalan di koridor lantai satu.
“Rezeki banget kalau gue bisa jadi pacar nya.”
“Iyaa. Gue yakin, Kak Selatan itu nggak galak kok. Cuma tugasnya
karena di divisi kedisiplinan. Aww jadi makin suka gue!”
“Gue milih Kak Leon aja. Kalau Kak Selatan saingan gue banyake
ntar, kayak kacang.”
Cewek itu menarik ujung bibirnya tipis. Lanjut menggerakkan
bolpoin di atas buku, di tangan kanannya gelang warna hitam
terpasang. Dengan gantungan bola basket kecil.
“... Oke, siap? Kalian bisa mulai dari sekarang minta tanda tangan
ke panitia. Dikumpulkan jam dua siang nanti. Selamat berburu!” Seru
Grace dari depan. Otomatis, membuat para calon mahasiswa baru
itu segera beranjak untuk mendapatkan tanda tangan panitia yang
susahnya melebihi artis.

***

“Buset dah. Gue nyepik cewek sampe jungkir balik yang dapet malah
si Selatan.” Sewot Angga. Kesal. Cewek incarannya dari hari pertama
OSPEK ternyata malah tertarik pada Selatan.
“Padahal ini orang cuma modal smirk doang!”
Farhan, Selatan, dan Leon tertawa mengejek. Mereka duduk di atas
meja dengan Selatan yang masih asyik memainkan game online dengan
Leon. Sedangkan panitia lain berada di luar menjalankan tugasnya.
Hanya mereka berempat yang sedang berleha-leha di ruang panitia.
“Makanya, upgrade dulu muka lo biar glowing! Jadi dedek-dedek
gemes langsung ketarik.”
“Tebelin dompet lu,” usul Leon.
“Dompet gue udah tebel!” Sambar Angga. Menyandarkan tubuh di

8 Ayok Balikan!
tembok kembali melihat-lihat gambar hasil jepretannya pada kamera
DSLR nya.
“Lagian santai aja. Si Selatan nggak bakal gaet cewek manapun,”
lanjut Farhan.
Leon tersenyum miring. “Gagal move on.”
“Berisik, lu pada! Gue udah move on!” Seru Selatan mantap.
“Move on itu pilihan. Pura-pura move on itu pencitraan,” lanjut
Leon membuat Selatan mengembuskan napas kasar. Dari dulu, orang
ini kalau ngomong memang minta disleding.
“Tan... Selatan!” Angga menepuk-nepuk bahu Selatan rusuh.
“Apa sih?!”
“Liat ini woi!” Angga menyerahkan kamera DSLR nya pada
Selatan.
“Apaan dah?” Dengan sedikit ogah-ogahan, Selatan menerima
kamera yang disodorkan. Melihat satu foto pada layar.
Jantung Selatan seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik.
Matanya menatap tak percaya.
“Kenapa?” Farhan dan Leon menatap dengan alis terangkat.
Tambah bingung ketika Selatan langsung kabur begitu saja membawa
kamera.
“Woi, Tan! Mau kemana lo? Beli cilok? Nitip dong!”
Selatan berlari melewati beberapa calon mahasiswa baru yang ingin
meminta tanda tangannya.
Dengan dada naik turun karena napas masih terengah, Selatan
berhenti di pinggir lapangan dengan kedua mata liar mencari seseorang.
Dadanya bergemuruh, ada perasaan yang begitu membuncah saat
melihat orang yang selama dua tahun ini dia rindukan berada dalam
jangkauan matanya. Orang yang selama dua tahun ini terus mengisi
kepala Selatan.
Dia, kembali. Berada di antara calon mahasiswa baru di sana.
***

Ayok Balikan! 9

Anda mungkin juga menyukai