Anda di halaman 1dari 21

ITS YOU

revanda letizia
Prolog

"Misi misi! Permisi!"


"Maaf ya, permisi,"
"Sorry-sorry aduh maaf ya,"
"Permi-"
Bruk!
"Yaampun sorry gue ga-"
"PUNYA MATA NGGAK?!"
Semua mahasiswa sontak tertarik saat mendengar
bentakan barusan. Di lorong, terlihat seorang gadis yang
terduduk dilantai dengan buku berantakan. Didepan
gadis itu seorang laki-laki berdiri sambil menatap tajam.
"Gue gak sengaja, gue tadi lagi buru-buru,"
"Terus?! Itu bisa jadi alasan buat lo nabrak gue?!"
"Enggak, makanya itu gue minta maaf,"
"LO DARI TADI JAWAB TER-"
"CUKUP!" Seorang gadis cantik dengan rambut hijau
terang, membelah kerumunan.
Gadis itu berjalan ketengah, Ia menatap seseorang yang
masih duduk dilantai, "Lo, pergi,"
Tatapannya kemudian berpindah ke semua mahasiswa
yang berkumpul, "Kalian, Bubar,"
"Lo slalu ikut campur!" Laki-laki itu pergi dengan wajah
kesal.

***

"Anak-anak ini mahasiswa baru dijurusan menejemen.


Silahkan perkenalkan diri kamu,"
"Gue Davira Anta Maheswari. Gue pindahan dari
Bandung. Semoga kita semua bisa jadi temen yang baik."
Gadis itu mengakhiri perkenalannya dengan seulas
senyum.
"Silahkan duduk dibangku belakang yang kosong," Dosen
wanita itu memberi perintah.
"Iya bu."

***
"Lo udah kalah," Ucap seorang lelaki dengan senyum
smirk.
"Cuman pengecut yang suka main curang," Balas lelaki
dihadapannya yang sudah berlumuran darah namun
masih bisa menyulut amarah sang musuh.
"LO YANG PENGECUT!"
Bugh!
Pukulan kembali dirasakan oleh lelaki yang diikat dikursi.
Beberapa anak buah si musuh mulai memukulinya lagi.
Pertengkaran mereka tidak terlihat karena hari yang
sudah malam dan sedang hujan.
"Pisau," Pinta lelaki yang tadi tersulut emosi, namun
sekarang kembali tersenyum smirk.
Lelaki itu berjongkok dihadapan lelaki yang terikat
dikursi, dengan pisau yang mengarah ke mulutnya.
"Mulut ini pinter banget ya bikin orang mendidih," Ia
tertawa.
"BRENGSEK!" Teriak lelaki yang membawa pisau sambil
menendang kursi itu hingga terjungkal.
"BERANI LO NGELUDAHIN GUE!" Orang itu mengangkat
pisaunya tinggi-tinggi.
"BERHENTI!!!!!"
Semua perhatian orang-orang disitu mengarah pada
gadis yang berada tiga meter dari mereka. Gadis itu
memakai piyama bermotif snow white dan membawa
payung dengan motif kuda poni.
"Heh anak kecil, pulang aja sono!" Usir salah satu anak
buah.
"Kalian yang pergi, atau gue teriak?!" Ancam gadis
pemberani itu.
Orang-orang disitu justru tertawa,"TOLONG! TOLO-"
Mereka terkejut saat mendengar sirine mobil polisi.
Semua bubar menaiki motor masing-masing.
Gadis itu tersenyum puas Ia lalu mengambil ponselnya
yang berada disaku untuk mematikan alarm.
Gadis itu membantu lelaki yang sudah terkapar untuk
melepaskannya dari kursi. Ternyata laki-laki itu masih
sadar.
"Lo gakpapa?" Tanyanya sambil membantu lelaki itu
berdiri.
Lelaki itu menepis tangan sang gadis, "Ikut campur!"
Hardiknya sambil menatap tajam.
"Wah sialan!" Teriak gadis itu kesal saat Ia ditinggal.
Part 1
Matahari pagi bersinar terang hingga masuk kekamar
seorang gadis cantik yang sedang terlelap. Beberapa
menit kemudian gadis itu mulai membuka mata
cantiknya. Ia mulai duduk dan mengerjapkan matanya,
melihat sekeliling.
"Ah! Nyenyaknya," Gadis itu menoleh kesamping
kanannya menghadap kaca rias.
"OKEY! Davira, Lets go to the campus!"

***

"Good morning papa!" Davira menuruni tangga dengan


semangat.
"Pelan-pelan nak," Si papa memperingati.
Davira berlari menuju meja makan dan memeluk leher
papanya erat, "Kangen tau!"
Papa Davira terkekeh, "Nanti aja kangen-kangenannya,
sekarang kamu makan dulu. Ada kelas pagi kan?"
"Pak David tau aja," Davira tertawa dengan ucapannya
sendiri. Ia kemudian duduk didepan papanya, menunggu
bibi mereka menyiapkan sarapan.
"Oh iya, kata bi Mirnah kamu tadi malem pulang basah
kuyup ya?"
Davira yang sedang bermain ponsel seketika menatap
sang bibi, yang malah nyengir.
Ember banget dasar!
"Oh itu, iya kemarin aku pesen makan lewat ojek onlen,
terus waktu aku nunggu digerbang tiba-tiba ujan, yaudah
jadinya basah, tapi gak kuyup,"
Tatapan David menyelidik, membuat Davira gugup. "Ih
papa ma gak percayaan,"
"Bukan gitu, papa cum-"
"Cuman kawatir sama keadaan kamu kalo jauh dari
papa," Davira meneruskan ucapan papanya yang selalu
sama saat menghawatirkannya.
"Iya Davira tau pa, makasi udah kawatirin aku," Davira
tersenyum manis.

***

Saat ini, Davira duduk di taman belakang kampusnya.


Kelasnya sudah selesai limabelas menit yang lalu, namun
Ia masih ingin menikmati suasa kampus barunya.
Oh iya, sebelum kuliah di Jakarta, Davira kuliah di
Politeknik Negeri Bandung, dengan tujuan ingin menjadi
jaksa. Namun, saat Ia pindah ke Jakarta, Davira justru
masuk jurusan menejemen. Entah apa motivasi gadis itu
pindah haluan disemester akhir.
Davira melihat jam, pukul 10.30. Tak terasa sudah 30
menit Ia duduk ditaman. Davira mengedarkan
pandangan, para mahasiswa yang berada ditaman
bersamanya sudah tidak ada, mungkin mereka ada kelas.
Davira berdiri, Ia memutuskan untuk ke kantin lalu
pulang.

***

Davira berjalan dengan santai menuju parkiran. Saat di


kantin tadi, papanya menelfon menyuruhnya untuk lekas
pulang. Jadilah, Ia hanya membeli minuman bersoda.
Davira terkejut saat ada yang menarik tangannya kasar.
Ia dibawa kepojokan tembok dan berhadapan dengan
orang yang menariknya.
Wajah terkejut Davira menjadi lebih jelas saat ia melihat
siapa yang ada dihadapannya.
"Lo inget gue?" Tanya orang itu sambil tersenyum smirk.
"Lo, ya-"
"Iya gue! Lo udah bikin hari kemarin gue buruk karena
tingkah lo, dan jangan harap lo bakal tenang kuliah
disini."
Bugh!
Lagi-lagi Davira kembali terkejut saat seseorang
menendang orang didepannya dari samping.
Lah dia?!
Batin Davira saat melihat siapa yang barusan berulah.
Saat ingin bersuara, tangan gadis itu ditarik.
Baru dua langkah mereka berjalan, tangan kiri Davira
ditarik juga oleh si lelaki yang tertendang. Sedetik
kemudian, mereka berdua melepaskan tangan Davira
dan mulai adu tinju. Davira rasanya ingin menghilang
saja. Ia tidak tahu siapa mereka, dan hanya baru bertemu
kemarin, namun sekarang dirinya harus menjadi bahan
tontonan akibat kedua lelaki yang ternyata tampan ini.
Kedua lelaki itu tidak saling berbicara. Namun, sama-
sama melempar tatapan tajam. Davira sendiri bingung
dengan para mahasiswa laki-laki, yang bukannya
memisah, tapi malah antusias, seakan bergulat adalah
tontonan yang menyenangkan.
"STOP BRENGSEK!" Gadis berambut hijau datang dan
langsung memisah mereka.
Yang kemaren, Batin Davira.
Davira kemudian menatap lekat-lekat wajah gadis itu
saat merasa familier. Ia seperti pernah melihatnya
namun entah dimana. Belum sempat teringat, tangannya
kembali ditarik hingga terpaksa mengikuti arah lelaki
menyebalkan itu.
"Berantem lo kayak bocah!" Gadis berambut hijau itu
menatap lelaki yang berwajah mirip dengannya, tajam.

***

Setelah sedikit jauh dari kerumunan, Davira


menghentakkan tangannya. Membuat cekalan tangan
lelaki itu terlepas.
"Ikut campur!" Gadis itu meniru ucapan seseorang tadi
malam.
"Gue cuman pengen bales budi," Ucap lelaki didepannya
cuek.
Davira menyilangkan kedua tangannya, "Gak perlu,"
"Lagian udah kejadian," Lelaki itu berbalik tanpa berniat
untuk meladeni Davira.
"Cowok sialan!" Davira melempar botol minuman yang
berada ditangannya.
MAMPUS!
Tepat sekali, botol sialannya malah mengenai leher lelaki
itu.

Part 2

Davira berjalan dari parkiran menuju kelasnya. Ia ada


kelas pukul 10 pagi. Saat melawati lorong, Ia melihat
gadis berambut hijau yang kemarin.
Setelah Ia renungnya semalam suntuk, Davira akhirnya
ingat siapa gadis itu. Ariana. Sahabat sejatinya saat smp.
Pantas saja Ariana selalu ada saat Davira dalam kesulitan.
Ternyata memang Ia dewi penolongnya.
Davira mengamati pergerakan sahabatnya itu. Tampak
seorang lelaki yang membututinya. Mereka terlibat
cekcok dan wajah Ariana sudah terlihat merah menahan
kesal.
"ANA!" Davira berteriak saat melihat Ariana yang
berbelok menuju taman.
"ANA! AN-mpss" Mulut Davira dibekap dari belakang dan
ditarik menuju lorong yang sepi.
"HAH! HAH! HAH!" Davira segera mengambil banyak
oksigen saat bekapan tangan itu menjauh dari mulutnya.
"Gila lo!" Rutuk Davira kesal, padahal Ia tidak tahu siapa
yang berada dihadapannya.
"Aduh maaf yak, engap nggak tuh," Gadis manis
dihadapan Davira itu terkikik.
Sok kenal bangsat!
"Jadi apa tujuan lo bawa gue kesini, pake acara bekap-
bekap gajelas!" Tanya Davira menyelidik, saat nafasnya
sudah teratur.
"Lo nggak liat lo tadi jadi pusat perhatian mahasiswi
karna teriak-teriak manggil nama Ariana?"
Davira mengernyit, "Kenapa emang?"
"Kenalin dulu, gue Feby Lavanda Putri, dari gedung
sastra," Feby mengulurkan tangannya.
"Davira," Balas Davira malas.
"Jadi kenapa?" Lanjutnya.
"Sabar atuh neng," Feby kembali terkikik saat melihat
wajah penasaran Davira.
"Pertama-tama, lo ada kelas nggak? Karna ini bakal
panjaaaaaaangg banget,"
"Adasih, bodo ah, skip aja." Jangan kaget. Davira
memang bukan anak yang budiman.
"Okey! Gue bakal jadi tour guide lo! Gue akan
menjelaskan apa saja yang ada di kampus kita ini!" Ucap
Feby semangat sambil mengepalkan tangannya.

***

Saat ini mereka berdua berada di taman. karena saat


siang, taman lumayan sepi, jadi mereka bisa bebas
membicarakan banyak hal.
"Jadi lo pengen tau yang mana dulu?" Tanya Feby setelah
meminum es jeruknya.
"Kenapa semua orang aneh waktu gue manggil Ana?"
Jawab Davira cepat.
"Dih Ana Ana, sok kenal banget lo!" Feby terkekeh. Gadis
ini sepertinya memang suka tertawa.
"Gue emang kenal ya! Dia dulu sahabat gue waktu smp!"
Jelas Davira tidak terima.
"Lo inget nggak cowok yang kemarin berantem?" Tanya
Feby tiba-tiba.
"Inget,"
"Jadi, yang bawa lo kemarin itu namanya Elvano Keenan
Abraham. Most wanted disini. Anak yang punya kampus
ini. Bokapnya itu adalah pemilik perusahaan makanan
paling besar sedunia nomer 3. Kaya banget kan?"
"Serius lo? kok anak yang punya kampus kayak gada
aklak gitu sih?"
"Dih? ngaca neng! lo anak baru juga songong!" Feby
mencibir.
"Lanjut!"
"Nah, yang lo tabrak dihari pertama lo masuk itu,
namanya Arjuna Gavin Miller. Dan yang lo panggil Ana
tadi itu Ariana Greisy Miller, kembarannya Juna. Orang
tuanya mereka, punya perusahaan properti yang
menduduki peringkat lima besar didunia. Ni kampus, juga
punya orang tuanya. Sekian." Feby menutup ceritanya.
"Lo tau kejadian gue kemarin lusa?"
"Ana punya kembaran?"
"Katanya ini kampus punya Elvan?"
Davira bertanya tanpa membiarkan Feby menjawab
dahulu.
"Udah?"
"Cepet jawab!" Davira tidak sabar. Ia tidak tahu bahwa
ternyata Ana memiliki kembaran.
"Iya gue liat, lagian juga jadi pembicaraan satu kampus.
Karena lo ditolongin sama Ana, dan jarang banget Ana itu
ikut campur urusan orang. Ana punya kembaran?
punyalah, tuh si Juna. AM Nasional Kampus, A-nya
Abraham, M-nya Miller. Simpel kan?" Feby kembali
meminum es jeruknya yang ternyata sudah hampir habis.
Terus terus, tadi lo liat gak ada yang buntutin Ana? siapa
tu?" Ternyata rasa penasaran Davira belum habis.
"Yang rambut abu-abu?" Davira mengangguk, "Itu
Leonard Putra Haritama. Dia juga most wanted disini,
orangnya humble. Dan seperti yang lo liat, dia itu
kacutnya Ana. Ada Ana, pasti ada Leo. Bokapnya juga
investor terbesar dikampus ini." Jelas Feby.
"Kalo disuruh milih, diantara tiga orang cowok tadi, lo
milih siapa?" Kini giliran Davira yang meminum jus
jambunya. Mendengarkan Feby bercerita membuatnya
haus.
Feby menggeleng, "Gak ada,"
"Napa?"
"Elvan? Dia itu cowok tak tersentuh ala-ala cowok
wattpad gitu, kasar lagi. Terus si Juna? Udah ada
pawangnya, alias punya pacar. Si Leo? Enggak deh
makasih. Emang sih humble, tapi kelewatan. Playboy cap
badak tuh dikampus. Ceweknya dimana-mana, deket
ama dia itu makan ati mulu,"
"Pacar Juna siapa?"
Feby menghela napas, kapan selesainya si?
"Namanya Nadina Freya. Cewek centil yan slalu bikin
rusuh. Orang tuanya yang punya merk baju terkenal di
Indonesia. Kalo Juna, Ana, Elvan, Leo itu OTB, si Nadin itu
OKB,"
"OTB?"
"Orang Tajir Banget."
"Kalo OKB?"
"Orang Kaya Biasa."
Davira menatap depan, "Oh berarti gue ini OTB,"
"Dih, punya apa orang tua lo?" Tanya Feby menatap
Davira.
"Pesawat! Bokap gue kalo mau kemana-mana nyetirnya
pesawat!" Jawab Davira bangga.
"Bilang aja pilot!" Feby menjitak kepala Davira.
"Emang bokap Lo punya apa?! Gue gak mau ya temenan
sama orang miskin," Giliran Davira yang bertanya.
Tenang, Ia hanya becanda.
"Tau Putry Plaza? Punya bokap tuh," Feby tersenyum
sombong.
"Oh itu, gue sering belanja disitu. Murah sih, tapi bajunya
tipis semua," Gumam Davira.
"Eh iya, katanya lo dulu mau jadi jaksa, kok pindah di
menejemen?"
"Gue kuliah hukum, karna nyokap gue hakim, jadi gue
sering liat kalo dipengadilan. Kepincut deh," Jelas Davira.
"Terus? Kenapa sekarang pindah di menejemen?" Tanya
Feby yang tidak paham.
Davira tersenyum, "Hehe, Gue liat di drakor ada
sekertaris yang kepincut sama CEOnya, di wattpad juga
banyak. Keknya emang pesona sekertaris tiada duanya,"
Feby menatap Davira, "Gue salah nggak sih kenalan sama
lo?"

Part 3

Pagi yang cerah dapat membangkitkan semangat dalam


tubuh. Seperti Davira, gadis itu berjalan menuju kelasnya
dengan langkah ringan. Ini adalah kelas pertama
semenjak Ia kuliah disini. Karena kemarin gadis itu
membolos.
Brak!
Davira terduduk di lantai saat ada yang menabrak
punggungnya keras. Ia mendongak, Juna? Batin Davira
melihat lelaki yang berada didepan dan sedang
menatapnya.
"Sorry, sengaja," Juna tersenyum smirk. Ia lalu
meninggalkan Davira yang menahan kesal.
Sialan!
Davira bangkit dan merapikan bukunya yang keluar dari
totebag. Gadis itu membuang napas untuk menetralkan
rasa kesalnya. Apalagi banyak mahasiswi yang
menatapnya dengan tatapan mengejek.
Davira masuk ke kelasnya dan melihat sekitar. Sudah
banyak mahasiswa yang datang. Gadis itu mengerutkan
kening saat melihat tempat duduknya yang kemarin,
diduduki oleh orang lain.
"Misi tempat gue,"
Davira menusuk-nusuk lengan orang itu dengan
telunjuknya, "Gue mau duduk,"
Sebenarnya Davira bukan gadis ribet yang harus duduk
ditempatnya. Dimana ada tempat pasti akan Davira
duduki. Namun saat ini sudah tidak ada bangku kosong.
"Gu-"
Brak!
Davira mengedip-kedipkan matanya terkejut saat orang
itu tersebut menggebrak meja.
Semua mata menatap Davira. Termasuk mata elang milik
seseorang didepan Davira.
Davira sedikit terkejut saat orang yang Ia ganggu tadi
adalah Elvano. Mereka saling tatap beberapa detik
hingga laki-laki itu mengeluarkan ponselnya dan
menelepon seseorang.
"Bawain bangku ke kelas gue," Titahnya datar.
Setelah menutup telponnya, Elvan menatap Davira, "Lain
kali minta sendiri, gausah manja!"
Davira sontak melotot, "Sori mas gue bukannya ma-"
Elvano menaruh telunjuknya dimulut Davira, menyuruh
gadis itu diam.

Anda mungkin juga menyukai