Anda di halaman 1dari 150

RAVISPA

“Kenapa lo jadi lancang ngehidupin Ravispa tanpa seizin gue, bangsat?!”

Seorang murid lelaki dengan dasi sekolah diikat di dahi dan tongkat pemukul di pundak kanannya
bertanya dengan raut wajah marah. Galaksi Aldebaran sedang berhadapan dengan Jordan, teman
baiknya di sebuah ruangan paling gelap milik SMA Ganesha.

“Lo wakil ketua geng Ravispa, Dan! Lo wakil gue! Kenapa lo gak ngomong sama gue dulu?!” Galaksi
merasa dibohongi. “Apa kata kepala sekolah nanti?! Semua anak Ravispa bakal kena DO kalau lo
bikin Ravispa ada! Kita udah janji sama pihak sekolah untuk gak ngebangun Ravispa lagi!” Galaksi
semakin marah.

“Bukannya lo sendiri yang mau Ravispa balik lagi?” Jordan yang sejak tadi tenang pun bersuara.
Cowok berbadan besar dengan jaket Ravispa di tubuhnya itu tak gentar pada Galaksi.

“Gue udah wujudin keinginan lo. Ngapain harus sembunyi-sembunyi? Terbuka aja. Kita masih bisa
minta baik-baik sama kepala sekolah untuk Ravispa. Untuk keluarga gue di sekolah ini. Gue gak mau
kehilangan Ravispa. Yang lain juga pasti sama,” jawab Jordan tegas.

“Gue gak mau kena DO apalagi ikut skandal baru di sekolah!” bertepatan dengan itu Jordan
menghajar wajah Galaksi membuat Galaksi mundur lalu terkejut dan membalas serangan Jordan
sama kuatnya.

“Katanya lo ketua Ravispa! Mana Galak ketua Ravispa yang dulu?!” Jordan mencengkram kerah
seragam Galaksi. “Jangan cuman ngomong doang kalau lo itu ketua Ravispa! Lembek lo! Skandal itu
ada karena anak buah lo!”

“Jadi ketua yang bertanggung jawab! Bukannya malah kabur dari tugas lo!” hardik Jordan pada
Galaksi membuat Galaksi tambah murka mendengarnya. Bertepatan dengan itu Galaksi
menghantam wajah Jordan membuat Jordan jatuh ke bawah karenanya.

“GALAKSI!! JORDAN!!” teriakan itu menghentikan Galaksi yang baru saja hendak melayangkan
tongkat pemukulnya pada kepala Jordan. Seorang perempuan membuka pintu ruangan dan masuk—
membawa sinar matahari menerangi ruangan.

“Lo gak usah ikut campur Kejora!” Galaksi menunjuk Kejora dengan tongkat pemukulnya membuat
wajah Kejora mundur karena bagian ujung tongkat itu menyentuh dagunya. “Lo juga sama.
Pembohong!”

“Oke kalau itu tugas gue. Gue bakal bikin Ravispa ada lagi di sekolah. Gak peduli kalau kita bakal di
DO. Gue gak bakal lari-lari atau sembunyi-sembunyiin Ravispa lagi dari orang-orang sekolah kalau itu
yang lo mau!” ucap Galaksi pada Jordan. Cowok itu menarik tangannya lalu memikul tongkat
hitamnya di pundak kanan sambil menjauh dari ruangan gelap itu.

Galaksi Aldebaran. Ketua Ravispa itu pergi dari tempat tadi. Ketua Ravispa? Itulah nama besar
Galaksi. Bandar dari murid-murid nakal SMA Ganesha.
KEJORA: KEMBALINYA MEREKA

“Lo kenal cowok yang pake dasi di kepala sama bawa tongkat baseball itu?”

Kenal. Siapa juga yang tidak kenal cowok pemarah seperti Galaksi Aldebaran?

“Ih Kejora! Jawab dong,” rengek Fani, teman barunya. Perempuan ini pindah ke SMA Ganesha
karena sekolahnya sedang perbaikan. Ada banyak murid yang dimutasi sementara ke sini. Namun,
Kejora mengabaikannya. Ketika merasa ada sesuatu. Kejora mengangkat kepala dan langsung
berdebar melihat Galaksi serta teman-temannya menggunakan jaket hitam parasut Ravispa kembali.

Deret panjang para lelaki itu mencipta hura-hara. Membuat semua orang melotot. Menambah
keributan di lorong ketika ada banyak yang berteriak ‘Ravispa balik woy!’ ‘Ravispa?’ ‘Akhirnya! Gue
bisa masuk jadi anggota geng Ravispa! Gak sia-sia gue berdoa sepanjang malam buat itu!’ dan masih
banyak lagi suara yang semakin membuat lorong itu tampak gelap dan mengerikan ketika semua
orang yang ada di dalam kelas keluar untuk menyerbu Ravispa.

Ravispa. Geng legendaris milik SMA Ganesha.

“Fani gue mau pergi dulu. Lo mau ikut?” Kejora dengan kepengecutannya. Perempuan itu sudah
bangkit dari kursi Meja bundar mereka. “Gue harus ngurus PR gue,” alibinya.

“Kok buru-buru? Gue kan tanya sama lo. Lo kenal gak cowok itu?” Fani tidak bisa menahan rasa
penasarannya pada Galaksi. Dari matanya saja Kejora tahu Fani menyukai Galaksi.

“Gak begitu kenal,” jawab Kejora asal. “Lebih baik lo gak usah kenal sama tuh cowok. Bahaya.”

Bahaya? Ya, bahaya kenal sama Galaksi. Setelah merasa tinggi oleh harapan lalu dijatuhkan begitu
saja. Itu jelas saja menyisakan luka mendalam.

Kejora menarik lengan Fani yang menatapnya kebingungan. Mereka bergerak pergi dari tempat tadi
ketika mendengar cowok-cowok itu demo sampai menggebrak-gebrak kasar pintu ruang kepala
sekolah. Kejora menoleh ke belakang lagi.

Mengapa Ravispa datang beramai-ramai ke depan ruang kepala sekolah? Silaturahmi?

Kejora sangat berharap bahwa Galaksi tidak mengacau atau yang paling parah sampai merusak
ruangan kepala sekolah. Kalau itu sampai terjadi. Siapa yang akan tanggung jawab?
— LORONG UTAMA SMA GANESHA

“Tunggu! Lo gak pake dasi?” tanya cowok ketua geng itu.

Kejora yang sedang berlarian saat mendengar suara megafon sekolah menoleh karena merasa
dipanggil seseorang. Perempuan dengan seragam lusuh dan bando kuning itu seketika berhadapan
dengan cowok bertubuh besar yang akhir-akhir ini selalu membawa tongkat baseball bersamanya.
Galaksi Aldebaran, pacarnya.

“Lo bisa kena damprat kalau ke lapangan sekarang. Mending kabur. Di lapangan lagi ada razia,”
imbuhnya lagi tanpa ekspresi.

“Emangnya lo mau kena sidak Bu Dayu sama Pak Dandang? Tuh mereka lagi nyari mangsa buat
disuruh ngepel di lorong utama. Yakin lo nekat ke sana?”

“Aduh tapi—,”

“Udah lo pake dasi gue aja. Nih,” kata Galaksi lalu melepas paksa dengan satu tangan dasi sekolah
yang tadi terikat di dahinya membuat Kejora menatap bingung. Cowok itu lalu memasangkannya
pada kerah seragam Kejora dengan asal.

“Nanti pulang sekolah kembaliin ke Warjok. Beli dasi tuh mahal.” Kejora yang merespons lambat pun
mendongak ke depan namun Galaksi sudah pergi menjauhinya. Cowok itu tampak tak mau terlihat
berdua dengannya. Sekarang keadaan telah berubah. Galaksi lebih sering bermain perempuan.
Hampir tiap hari dengan perempuan yang berbeda dan selalu menunjukkan itu di depan Kejora yang
notabene adalah pacarnya. Bahkan sekarang selalu menolak kehadiran Kejora di kehidupannya.
Membuat Galaksi menjadi begitu asing.

Sosoknya lalu menghilang ke gedung belakang. Pasti manjat tembok untuk bolos ke WBG (Warung
Bu Gendut) atau yang biasa disebut Warjok—tempat paling bersejarah bagi murid-murid nakal untuk
nongkrong dan kabur dari jam pelajaran yang tidak mereka sukai.

“KEJORA!! NGAPAIN KAMU BERDIRI DI SANA?!” lengkingan suara Bu Dayu membuat Kejora terkejut.
Guru gendut dengan sanggul dan tusuk konde ala orang Keraton itu bertolak pinggang menatapnya
garang.

“KEMARI KAMU!!!”

Kejora meneguk ludahnya. “I-iiya Bu...”

“CEPAT!! LAMBAT SEKALI KAMU KAYA SIPUT!!”

Setelah Bu Dayu berbalik badan. Kejora melotot melihat yang tersisa di lapangan hanyalah teman-
teman Galaksi yang super berandal dengan bau badan yang super menyengat. Siapa bilang orang
ganteng itu gak bau badan? Seganteng-gantengnya cowok tetap saja ada yang bau badan.

“Bah! Kejora,” sapa Bams. “Sendirian aja nichhh,” sapa Bams dilebay-lebaykan.

“Satu titik dua koma.

Eh, Neng cantik siapa yang punya?” goda Nyong pada Kejora.
“Weh kleng. Siep iban ci, Nyong! (Diem lo, Nyong) Pengen nas cang ne! (Pusing kepala gue ini)” ucap
Guntur dengan bahasa Bali. Masalahnya cowok itu sedang demam dan butuh tidur di kelas
secepatnya. “Itu cewek punya Bos lu! Ketauan sama Galak habis aja lo di Warjok nanti,” ucap
Guntur.

“Waduh, kita dihukum bareng sama ceweknya si Bos nih,” goda Jordan. “Seru juga liat yang bening-
bening kalau lagi kepanasan.”

“Abis kalau sama lo-lo pada bosen. Batangan mulu sih,” kata Jordan lagi ambigu.

“Yeee itu sih mau lu Dan! Cewek temen juga lu embat. Udah jaga tuh mata. Salah-salah kena jotos
bolak-balik lu sama Abwang Galak,”  ucap Nyong yang berdiri di sebelahnya.

“Bah! Telat lu Ra?” ucap Oji. “Tumben-tumbenan. Biasanya juga cewek rajin kaya lu subuh-subuh
udah di sekolah.”

“Udah diem lo pada. Bu Dayu mau ke sini lagi,” bisik Septian dengan sikap tenang.

“Kalian! Ngapain kalian ngomong di barisan?! Siapa yang suruh hah?!” Bu Dayu berteriak saat
melihatnya. Bu Dayu ini orangnya galak. Jangan remehin kemampuan beliau biarpun beliau udah
tua. Bahkan senior-senior mereka yang dulunya bangor abis jadi tobat karena dia!

“Lah kan gak ada yang nyuruh,” celetuk Oji.

“OJI! Siapa yang nyuruh kamu jawab?!”

“Lah kan Ibu tadi tanya,” jawab Oji. “Masa gak saya jawab sih Bu? Ibu kan pantuan saya. Guru
tercinta saya. Nanti kalau saya gak jawab kan durhaka sama guru. Lah Ibu gimana si,” kata Oji. Malah
Oji yang lebih sewot.

“Oh iya juga ya? Kan saya yang tanya.” Bu Dayu mengusap dagunya berpikir lalu kembali melotot—
menegakkan badan dengan membusungkan dada. “KAMU! Berani-beraninya ngomong dalam
barisan lagi! Cepat baris yang rapi. Kalau ada yang ngomong di dalam barisan lagi. Ibu gak akan
segan-segan nyuruh kalian semua bersihin gudang belakang.”

“Yaela Ibu. Dikit-dikit hukum. Dikit-dikit lapor orangtua,” ucap Jordan. “Yang penting itu kan kami
dateng ke sekolah. Urusan gak lengkap, terlambat atau gak rapi kan gak ngaruh sama belajar Bu.”

“DIAM!! Ibu gak butuh dinasehatin!” Bu Dayu semakin galak. “Mana temen kalian itu? Si Galaksi?
Kalian pasti sengongkol kan nyembunyiin dia?”

“Ibu nih suudzon aja sama kita-kita,” ujar Bams dengan tampang lempeng. “Mana saya tau Galaksi di
mana. Saya kan gak tau.”

“Gak mungkin kalian gak tau! Kalian kan antek-anteknya Galaksi. Nggak mungkin kalian itu gak tau!
Mustahil itu! Mustahil!” Bu Dayu malah ngotot. “Ngaku kalian Galaksi di mana sebelum Ibu suruh
kalian jongkok bangun. Mau?”

“Tuh Bu. Galaksi lagi terbang di atas langit. Bentar lagi mau jemput Ibu mau ngajak Ibu terbang ke
bulan,” jawab Guntur sebal karena panas di badannya makin tinggi. Sementara teman-temannya
tertawa tanpa dosa di sebelah menikmati muka Guntur yang makin masam.

“Diam kamu Guntur! Gak lucu candaan kamu itu tau?!” Guntur yang dimarahi Bu Dayu seketika diam
dengan kedua tangan tertaut di belakang badan. Persis anak ayam yang dimarahi induknya.
“Lo tau gak sih Ra? Yang namanya Jordan? Itu sumpah bau badan banget Ra! Gue rasanya mau mati
mendadak kalau dia deket-deketin gue!!” kata-kata Fani, temannya tempo hari terngiang di telinga
Kejora.

“KEJORA! Ngapain kamu masih berdiri di sini?! Cepat baris di sebelah Jordan! Saya belum periksa
kamu.”

“I—iya Bu.”

“Ya ampun...” erang Kejora saat bersebelahan dengan Jordan. “BUNUH ADEK DI RAWA-RAWA
BANGGGG!!!”

“WOIIIIIII!!! WOEEE GALAKSI BERANTEM TUH SAMA KRIS HAGRID!” teriak seorang murid lelaki.

Lorong besar SMA Ganesha itu adalah awal dari segalanya. Suara gemuruh dari dalam kelas menuju
keluar membuat Kejora terlonjak kaget begitu mengetahui situasi berubah menjadi mencekam saat
murid-murid berhamburan untuk menyaksikan sebuah perkelahian. Kejora yang keluar kelas melotot
melihatnya. Kejora paling tidak bisa melihat Galaksi bertengkar. Ada perasaan cemas berlebih dan
juga bergetar takut begitu menyaksikannya.

Masalahnya ini Galaksi. Siapa yang bisa menghentikan raja sekolah itu sekarang?

“GALAK, GALAK, GALAK! HAJAR LAK! HAJARR!!” seru murid-murid lelaki semakin tinggi sampai ke
ujung langit. Membuat Galaksi tambah gila di tempatnya karena merasa semua orang
mendukungnya. “HABISIN LAK! JANGAN KASI AMPUN!!!”

“MURID BARU AJA BELAGU LO BANGSAT!” Galaksi sedang sangat gila. Semua teman-temannya tahu
itu. Cowok itu seperti berubah menjadi monster. Mungkin kini tenaganya setara dengan tiga ekor
banteng yang tengah mengamuk. Membuat tubuh Kris rasanya remuk-redam.

“Sok tau banget lo tentang Ravispa! Memangnya siapa lo hah?”

“Ampun, Gal... Ampun!” Kris melindungi dirinya dengan kedua tangan yang ditutup rapat di depan
wajah. Menghindarinya dari pukulan maut Galaksi.

“Udah, Gal. Udah,” Jordan menarik Galaksi. Cowok itu dipeluk paksa dari samping oleh Jordan serta
Bams dan ditarik mundur yang membuat Galaksi tidak bisa maju kembali dan memukul Kris. Kris—
dengan badan sebesar itu bediri dibantu teman-temannya.

Ravispa. Adalah nama geng besar milik sekolah ini yang sudah diwariskan secara turun-temurun dari
senior mereka. Ada kabar mengejutkan datang dari mereka. Setelah berbulan-bulan dinyatakan
bubar beserta surat dari kepala sekolah. Kini mereka kembali dengan semboyan baru. Seperti;
Ravispa: Brutalitas Tanpa Batas!

Nama Galaksi Aldebaran adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kembalinya Ravispa.
Ketua geng, berbadan besar dan juga berwajah sangar. Mungkin sebagian cewek-cewek di
sekolahnya rela jerit-jerit ketika disapa balik oleh Galaksi. Bisa jadi langsung loncat-loncat di tempat
karena saking senangnya. Tapi untuk sebagian orang nama Galaksi Aldebaran adalah telarang.
Temperamen, kasar dan juga keras kepala. Menjadikan orang-orang tak berani melawannya.
Galaksi tampak ngos-ngosan di tempatnya menatap Kris dengan kedua mata berkilat marah.

“Pertama lo nantangin gue. Okelah gue terima, gue diemin lo karena lo anak baru.Belum tau apa-
apa. Lo gak penting buat keliatan di mata gue. Yang kedua lo bikin gossip di sekolah kalau Ravispa
kembali dan ngerayaiinnya dengan pesta miras.”

“Memangnya lo siapa hah? Tau apa lo tentang Ravispa?” Amarah dalam diri Galaksi belum berhenti.
“Selamet lo kali ini. Besok-besok nantangin gue lagi berarti lo emang mau mati!”

Galaksi mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Biarpun lo ketua geng di SMA Jatinegara. Gue gak
takut. Lo belajar di SMA Ganesha. Ini sekolah gue! Gue Galaksi Aldebaran ketua geng Ravispa gak
bakalan tunduk sama geng lo itu!”

Galaksi menarik kerah kemeja Kris, mendekat. “Kalau mau selamet. Sebaiknya gue saranin lo buat
gak cari gara-gara sama gue. Karena ini wilayah kekuasaan gue.”

Galaksi meninggalkan Kris. Rombongan besar dan panjang milik Galaksi itu pergi begitu saja. Mereka
lalu bersama-sama ke lorong depan. Galaksi bahkan tak mau melirik Kejora yang berdiri di belakang
daun pintu kelasnya. Entah pura-pura atau memang tak lihat. Padahal Kejora cukup mencolok di
antara teman-temannya bahkan Jordan pun menoleh padanya.

“Macem-macem lo sama gue, Gal! Gue pastiin nih sekolah jadi milik gue sama temen-temen gue!”
Kris masih memperhatikan gerak-gerik pasukan Galaksi yang menghilang naik ke tangga sekolah.

Kejora masuk ke dalam ruang UKS. Sangat gelap tanpa lampu. Jendela pun tertutup—atau mungkin
sengaja ditutup oleh orang dari dalam karena tadi Kejora sempat melihat bahwa tempat ini sangat
terang oleh terik sinar matahari.

“Gal?” Kejora masuk makin dalam dan menemukan Galaksi sedang tiduran di sofa dengan muka
babak belur penuh peluh. “Gal gue—”

“Ngapain lo ke sini?” suara dingin Galaksi mulai terdengar.

“Gue mau ngobatin lo. Boleh?” suara lembut Kejora membuat Galaksi membuang muka dan
mengusap lukanya yang berdenyut. “Gue janji. Habis ini gue bakal ke kelas dan gak ikut campur lagi.
Tapi please sebentar aja ya biar gue yang ngobatin luka-luka lo?”

“Ngapain lo peduli sama gue? Udah sana ke kelas lo aja. Emangnya gak cukup status kalau lo pacar
gue? Masih kurang?” tanya Galaksi dengan nada marah. “Apa yang kurang? Lo mau uang gue juga?”

“Gal,” Kejora duduk di sebelah Galaksi. Di sofa yang sama. Mengukur sesak yang berjarak. “Gue ke
sini cuman mau ngobatin lo aja karena tadi gue denger dari Bams kalau lo di sini.”

“Jadi lo ke sini karena Bams?” selak Galaksi membuat Kejora menggeleng.

“Enggak Gal, tadi gue tanya sama Bams. Gue yang tanya ke dia. Gue emang niatnya mau nemuin lo.”
Kejora menjelaskan namun kedua matanya bergerak gelisah. Ke sana sini. Takut Galaksi pergi dari
UKS.
“Gak usah berlagak kalau gue gak bisa hidup tanpa lo deh. Lo bukan satu-satunya cewek di hidup
gue.”

Kejora tak menghiraukannya dan mengambil obat di kotak obat yang tertempel di dinding UKS.
Membuat Galaksi mengikuti gerak tubuh perempuan itu dengan kedua matanya. Hingga Kejora
duduk kembali di sebelahnya.

“Mau sampe kapan lo ngebenci gue Gal?” Kejora bertanya dengan kedua mata memandang kotak
P3K yang ada di tangannya.

“Sampai lo tau rasanya dikhianatin sama orang yang lo sayang,” jawab Galaksi tanpa berkedip saat
memandang Kejora yang enggan memandangnya. Ada marah yang tak bisa Kejora padamkan di
tubuh Galaksi. Kedua tangan Kejora rasanya melemas memegang kotak P3K yang sekarang ada di
pangkuannya.

“Cinta itu dijalanin sama dua orang. Kalau cuman satu orang berarti itu bukan cinta,” kata Galaksi.
“Mungkin dulu lo satu-satunya cewek yang mengerti gue. Tapi gue rasa sekarang udah gak lagi.”
Galaksi berdiri dengan muka datar.

“Emang Gal. Mungkin dulu lo yang suka sama gue tapi sekarang gue yang bakal berusaha biar lo
yakin sama gue. Lo gak perlu khawatir. Gue bakal terus ada buat lo. Gue bakal berusaha lebih dalem
lagi.” Galaksi tak peduli dengan ucapan Kejora dan pergi meninggalkan Kejora begitu saja di dalam
UKS.

Kantin SMA Ganesha sedang megah-megahnya saat ini. Pasalnya ada dua geng yang sedang
bersengit di dalamnya. Di pojok kanan, paling pojok sekali ada meja panjang milik anak-anak Ravispa
yang diketuai oleh Galaksi dan tentu saja tempat itu sangat ramai sementara di pojok depan tepat di
dekat pintu kantin ada Kris dengan teman-temannya—dengan seragam yang berbeda dari
kebanyakan murid. SMA Jatinegara. Ada satu geng yang dipimpin oleh Kris. Mereka pindah
sementara ke SMA Ganesha karena sekolah mereka sedang perbaikan.

Jargom. Nama geng yang dikendalikan oleh Kris bersama teman-temannya. Jargom cukup terkenal di
kalangan SMA-SMA di kota Jakarta. Tidak sebesar Ravispa tapi Jargom cukup berbahaya mengingat
anak-anak yang sekolah di SMA Jatinegara bukan dari orang-orang yang biasa-biasa saja seperti
misalnya; perampok, tukang judi, sampai anak-anak yang hidupnya hanya bertaruh pada bertarung.
Hampir setara dengan WBA86 milik SMA sebelah sekolahnya.

“WOI! WOI! MIE AYAM GUE NIH MIE AYAM GUEEE!!” Bams dengan rusuh mengambil mie ayamnya
saat Mang Ucok datang ke meja mereka. “Mie Ayam paling legendaris SMA Ganesha milik Mang
Ucok!” kata Bams melebih-lebihkan.

“Wenak toh?”

“Wenak tenan Manggggg!” jempol Bams teracung untuknya.

“Udahlah Mang. Temen saya yang satu ini memang perlu dibawa ke RSJ biar otaknya yang miring ini
lurus lagi,” kata Jordan. Mang Ucok hanya tertawa dan geleng-geleng kepala lalu melayani pembeli
ke grobaknya lagi.
“Gaya banget tuh orang di kantin sini. Belum tau kita ini siapa,” ucap Bams melirik Kris dan teman-
temannya. Kedua tangan cowok itu mengerat hingga menimbulkan bunyi di atas meja kantin.

“Emang lo siapa Bams?” tanya Guntur, masih sempat bercanda.

“Oranglah!” jawab Bams sewot.

“Udah numpang banyak gaya. Seharusnya mereka tuh mau bertemen sama kita! Orang kita ajakin
temenan baik-baik pada gak mau, sih,” kata Bams melirik Kris.

“Hati-hati lo semua sama Kris. Dia itu predator,” bisik Oji.

“Predatoran mana sama Galak, ha?” sahut Jordan.

“Ya Galak sih tapi tetep aja kita kudu hati-hati sama tuh bocah,” kata Oji lagi.

“WELEH-WELEHHH! AYO RA MAKAN BARENG ABWANG DI SINI!” ucap Nyong menepuk kursi di
sebelahnya yang kosong dengan semangat. Membuat percakapan teman-temannya berhenti.
“Mumpung deket sama Abwang Galak nih!”

“Ciahhh enak bener jadi lu Lak!” ucap Nyong lagi. “Adik kelas lo tolak masih ada pacar yang setia.
Gue mau kali. Apa rahasianya dah?” goda Nyong dengan mulut ceplas-ceplosnya.

Nyong Bakarbessy, namanya. Cowok Ambon dengan rambut kribo dan kulit sawo matang itu tampak
sangat loyal. Memang bukan kebiasaan Nyong membeda-bedakan teman karena Nyong tahu
bagaimana sakit hatinya ketika dicela oleh teman-temannya dulu. Saat itu saat dia belum mengenal
Ravispa.

“Gal gue bawain roti nih. Enggak mahal sih tapi lo mau gak?” tawar Kejora. Tanpa menghiraukan
Nyong.

“Lo makan aja,” ucap Galaksi ketus. “Gue gak butuh,” jawaban Galaksi membuat teman-temannya
terdiam. Memang semua orang tahu bahwa Galaksi memusuhi Kejora.

“Fani! Lo mau gabung makan bareng di meja anak-anak Ravispa gak?” suara Galaksi membuat Fani
yang baru saja masuk kantin untuk mencari Kejora melotot—bingung sekaligus malu. Hal itu sontak
membuat Kejora menoleh ke belakang.

“HAHH? GUEEEH?” teriak Fani saking senangnya. “Yakin ngajakin gue makan di sini?” katanya lagi
begitu dekat dengan Kejora dan meja kantin yang ada di arah pojok.

“Duduk aja.” Suruh Galaksi lembut membuat Kejora meneguk ludahnya dengan berat. Semua orang
terdiam. Memandang Kejora yang mundur perlahan.

“Maaf ganggu ya, Gal. Ini deh gue taruh di atas meja.” Kejora menaruh roti yang tadi ia beli di atas
meja Galaksi lalu pergi meninggalkan tempat itu. Menuju ke meja kosong. Sendirian. Seolah
perempuan itu tampak tak terlihat. Membuat beberapa teman-teman Galaksi menatapnya kasihan
karena punggung perempuan itu tampak rapuh dari balik sini.

“Lo mau ke mana Dan?” tanya Galaksi saat Jordan berdiri sambil mengangkat mangkuk mie
ayamnya.

“Ke meja Kejora nih. Ngapa? Lo mau ikut juga Lak?” tantang Jordan membuat Fani yang baru saja
duduk di sebelah Galaksi menatap keduanya tidak mengerti.
“Lo mau ke mana juga Tur?” Galaksi bertanya pada Guntur yang melakukan hal serupa.

“Mau nemenin Kejora. Semenjak ada berita itu. Jadi gak ada yang mau temenan sama dia. Termasuk
pacarnya sendiri.” Guntur menyusul Jordan yang sudah pergi ke meja Kejora.

“Lo?” tanya Galaksi pada Nyong.

“Ke mejanya Bu Bos!” jawab Nyong lalu lari menuju meja Kejora. Membawa mangkuk bakso serta es
tehnya.

“Lo Sep?”

“Sama.” Hanya itu yang keluar dari mulut Septian. Jawaban yang super cool.

“Lo Bams?”

“Ke meja Kejora donggg,” sahut Bams sambil membawa mie ayam kesayangannya.

“Lo Ji?”

“Capcus ke mejanya Nweng Kejora. Bu Bos! I’m cominggg!” teriak Oji.

Satu persatu temannya pergi. Meninggalkan meja Galaksi. Meja Ravispa itu memang masih ramai
oleh kelas sebelas dan kelas sepuluh tapi Galaksi bukan apa-apa tanpa teman-temannya. Seperti
sekarang. Semua temannya pindah ke meja kecil Kejora. Bahkan Bams dengan repot mengangkat
bangku kosong di sebelah agar berdampingan dengan meja yang di tempati Kejora. Membuat
kegiatan itu diperhatikan oleh anak-anak Jargom.

“Heyyyy kenapa kamu kalau ngomong dangdut sukanya bilang.

Buka sitik jos!” sapa Nyong membuat Kejora kaget karena kedatangan teman-teman Galaksi.

“EMANG RA! Temen gue si Nyong ini udah burik banyak tingkah pula! Lo jangan deket-deket dia.
Ntar ketularan burik Ra,” kata Guntur.

“Kurang ajar lu Tur!” Nyong tertawa di sebelahnya.

“Galak tuh kalau marah suka nyebelin tapi hatinya baik Ra. Macem plinces-plinces yang ditonton
sama adek kelima gue di tipi-tipi itu!” ucap Nyong berhasil membuat Kejora terhibur dengan sedikit
senyum di bibirnya. Masalah Nyong memang punya adek lima.

“Princess, bego,” kata Jordan.

“Nah itu Prwincess,” kata Nyong lagi dengan mulut belepotan.

“Oh jadi ketua Ravispa itu punya pacar?” cetus Kris. “Kejora. Cantik juga anaknya.”

“GALAKSI!” Kejora tahu Galaksi mendengarnya namun memang cowok itu pura-pura tak mendengar
dan tetap berjalan di lorong sekolah. Setelah kejadian di kantin tadi Galaksi memilih pergi dari
kerimunan. “Giliran cewek cantik manggil noleh, giliran gue manggil gak mau noleh. Emang ya cowok
tuh manis di awal doang!”
Galaksi berhenti dengan kedua tangan berada di saku celana. Membuat Kejora menghampirinya.

“Seberapa pun lo menganggap keberadaan gue gak ada. Sejauh itu juga gue bakal buat lo buka mata
kalau gue selalu ada di dekat lo,” kata Kejora.

“Coba aja kalau lo sanggup,” kata Galaksi.

“Lo nantangin gue?” ujar Kejora.

“Kenapa memangnya?”

“Oke tantangan lo gue terima! Liat aja nanti lo gak bakal bisa lepas dari gue!”

“LO GAK BAKAL BISA LEPAS!” tekadnya.

“INGET YA LO GAK BAKAL BISA LEPAS!” teriak Kejora namun Galaksi malah pergi meninggalkannya.

— BS (Belakang Sekolah) 1

“Badak-badak apa yang gak bisa lompat?” tanya Nyong.

Nyong serta teman-temannya sedang bermain di meja depan sementara Galaksi baru saja masuk
kelas. Cowok itu lalu duduk di kursi paling belakang dan pojok kelas sambil menyenderkan
punggungnya ke dinding. Keringat menetes dari leher depan hingga kerah kemejanya membuat
cowok itu mengangkat sebelah kaki—memperlihatkan sepatu converse putihnya.

“Memangnya badak bisa lompat Nyong?” Tanya Bams polos. “Gue baru tau.”

“Bisa dong! Badak kesayangan gue tuh! Super best seller!” kata Nyong, belagu.

“Badak aja best seller ye heran gue,” jawab Jordan terkekeh. “Memangnya lo jualan badak di mana
Nyong? Gak di pantun lo, gak di tebak-tebakan lo. Ini gue curiga lo titisan siluman badak Nyong,”
katanya lagi sambil tertawa.

“SEMBARANGAN!!”seru Nyong lalu tertawa.

“Udah-udah ganti. Garing bener ah lo pada masa segitu aja gak bisa jawab? Pantes nilainya do re mi
semua,” kata Nyong lagi.

“Heh ngaca! Perlu gue bawain lo kaca besar ke sini hah?” ucap Guntur tidak terima dikatain.
“Nyontek massal sama Asep aja belagu lu Nyong!”

Septian Aidan Nugroho. Biasa dipanggil Asep oleh teman-temannya. Dia adalah kunci jawaban
Galaksi serta teman-temannya. Emang dasar Nyong kurang ajar. Nama orang ganteng-ganteng
diubah jadi Asep. Kampungan bener!

“Udah-udah nih gue punya lagi,” kata Nyong.

“Siluman-siluman apa yang kalau liat cowok langsung terbwang?”


Jordan tertawa kencang sambil menggebrak meja. Membuat seisi kelas menoleh menatapnya yang
sedang tertawa membahana.

“YA ALLAH KENAPA ENGKAU MENGIBAHKANKU TEMAN-TEMAN SEPERTI MEREKA?” Jordan


menengadahkan tangannya, mengadu. “Capek Jordan Ya Allah!”

“Naudzubillah Min Dzalik Nyong,” sambung Oji yang duduk di sebelah Nyong.

“Itu siluman pasti kabur gara-gara liat muka lu.”

Galaksi tertawa mendengar penuturan Oji. Begitupula Jordan. Makin kencang pula tawanya. Bahkan
kedua bahu lebar Jordan berguncang makin hebat.

“Itu siluman pasti lebih takut sama muka lu ketimbang mukanya sendiri,” tambah Bams Tertawa
pada Nyong. “Makanya langsung terbang Nyong.”

“KURANG AJARRR!!!” tawa Nyong berderai. “Emangnya gue siluman juga apa?!”

“Yaelah gak asyik banget lu pada ah. Segitu aja gak bisa jawab. Pundung adek bwang!” Nyong lalu
berdiri dari tengah-tengah kursi yang diapit oleh Oji dan Guntur lalu bergerak pergi menuju ke kursi
Galaksi yang duduk sendirian. Niatnya mengadu juga.

“Segitu aja ngambek. Sini-sini dek. Duduk di samping Abang. Ntar Abang sayang-sayangin deh,” rayu
Jordan menepuk-nepuk pahanya. “Ada pijet plus-plusnya loh. Yakin gak mau?”

“ANJING JIJIK KALAU PLUS-PLUSNYA SAMA LU DAN!” seru Nyong tambah membuat Jordan dan
teman-temannya tertawa terbahak-bahak bahkan Septian yang sejak tadi duduk menetap di tempat
duduknya tersenyum kecil mendengarnya.

“Ntar Abang sayangin deh. Abang bungkus biar awet terus Abang cemplungin ke kulkas biar gak
diambil sama orang,” ucap Jordan tambah membuat seisi kelas tertawa.

“Biar tu siluman juga kaga kabur liat wajah lu Nyong.”

“Siluman mulu ah sebel gue,” sungut Nyong. “Jangan gantikan badak best seller gue dong!”

“Punya temen kapan warasnya,” cetus Septian tambah membuat Galaksi tertawa.

“Jordan sayanggggg... nanti malem pasti jadi kan ya?” suara centil Brigitha cewek XII IPS 6 masuk ke
dalam kelasnya. Brigitha Thondia adalah primadona SMA Jatinegara. Akhir-akhir ini tampak dekat
dengan Jordan. Mungkin saja sudah jadi pacarnya. Jordan mah memang begitu. Ngaku tobat tapi gak
tobat-tobat! Ngaku gak bakal playboy lagi tapi ceweknya ada di mana-mana! Bahkan dia pernah dm
cewek-ceweknya lewat INSTAGRAM Bams serta Guntur yang membuat keduanya kalang kabut
begitu diajak ketemuan sama cewek Jordan di tempat yang sama.

“Jadi dong,” ucap Jordan manis pada Brigitha. Cewek itu berdiri di depannya.

“Nanti izin dulu sama Mama gue ya.”

Galaksi tertawa. “Begitu tuh, Bri. Playboy-playboy takut sama Maknya. Badan aja gede kaya buto Ijo,
paling kalau ketemu sama Maknya kabur!”

“Berengsek lo Gal,” ujar Jordan sambil tertawa.


“Iya udah aku ke sini cuman mau bilangin itu. Dadahh Jordan.” Lambaian manis tangan Brigitha pada
Jordan pun membuat Jordan memejamkan matanya karena tangan perempuan itu sempat
menyentuh hidungnya hingga membuat Jordan mabuk.

“WOI! Senyam-senyum udah kaya orang ayan! Itu Brigitha anak SMA Jatinegara pacar lu Dan?” tanya
Oji. “Buset gercep juga lu Dan! Bener-bener ini kayanya lo lagi ayan banget macarin tuh cewek!”

“Ntar malem juga gue putusin. Aelah santai. Gue pacaran sama dia cuman sehari. Ajak jalan dululah
baru gue putusin,” kekeh Jordan.

“Gue gak sejahat itu sama dia. Gue juga gak ada rasa tuh sama dia. Dia aja yang nyari-nyari gue.
Bukan salah gue kan? Gue kan cuman meladeni dia. Urusan hati gue suka atau gaknya kan gak bisa
dipaksain. Cewek-cewek boleh ngapain aja sama gue asal masih batas wajar.”

“Brigitha itu bukannya primadonanya Jatinegara? Kalau gak salah tuh cewek maskot anak-anaknya
Jargom bukan?” tanya Guntur.

“Yoi, Tur. Maka dari itu gue pacarin tuh cewek. Baru juga jadian semalem. Anaknya baik sih. Gue gak
tega juga nyakitinnya.” Jordan mengendikkan bahunya.

“Dia katanya suka sama Galak cuman susah buat dapetin lu Lak. Lah dalem hati gue pas dia ngomong
begitu. Yaiyalah susah dapetin Galak. Mona aja gak dapet-dapet. Apalagi lu,” tambah Jordan.

Mona Jasmine Prasetya. Adalah cewek paling cantik di SMA Ganesha. Cewek itu mendapat gelar
piala bergilir di Ravispa karena saking seringnya menggonta-ganti pacar. Sama seperti Jordan cuman
Mona versi perempuannya. Dulu pernah berdebat sengit dengan Galaksi karena tu cewek terlalu
terobsesi pada ketua mereka.

Bahkan Mona sering tuh mencari peluang agar bisa dekat dengan Galaksi. Tapi tetep aja gak bisa-
bisa. Malahan cewek biasa dan aneh seperti Kejora yang berhasil menaklukan Galaksi.

Anehkan? Bagi Mona. Galaksi itu segalanya. Bukankah menjadi pacar ketua geng paling besar di
sekolah itu bisa membuat nama Mona makin berada di atas kepopularitasan? Bisa jadi setara
dengan nama Galaksi yang benar-benar berada di atas puncak.

Dengan begitu semua orang di Ganesha akan segan padanya. Seperti apa yang dilakukan mereka
pada Galaksi. Beruntung yang sedang dibicarakan sedang pergi ke toilet bersama teman-temannya
yang sok high karena duit orang itu.

Cantik sih tapi utangnya di mana-mana.

“Tapi memang Gal. Firasat gue sama Jargom jelek banget. Lo tau sendiri gimana kelakuan anak-anak
Jargom waktu pindah ke sekolah kita kan? Mereka gak kaya Avegar,” kata Jordan yang sudah duduk
di sebelah Galaksi lalu berdehem. Berbicara lebih kecil. Sementara Avegar adalah perkumpulan dari
SMA Kencana yang sudah resmi bubar dan belum ada tanda-tanda kembali. Dulu Avegar adalah
musuh besar Ravispa. Galaksi bisa pastikan mereka akan kembali lagi nanti. Karena mereka
membangun posko kecil di dekat sekolah mereka. Mungkin tapi Galaksi juga tidak tahu benar atau
tidaknya. Semua masih abu-abu.

Galaksi menepuk pundak Jordan. “Apa yang kita takutin? Ravispa gak pernah takut apa-apa kan?”
“Gal lo kenapa sih?” tangan Jessica tiba-tiba menyentuh sebelah pipi Galaksi membuat Galaksi yang
tengah melamun memandang ke arah depan menoleh padanya.

Jessica. Cewek yang masuk dalam jajaran cewek-cewek paling cantik di sekolah. Dulu adalah sindikat
cewek pengejar Galaksi saat MOS. Galaksi fanatik lover’s. Padahal pernah di buat malu oleh Galaksi
tapi tetap saja Jessica tidak ada kapok-kapoknya buat deket-deket sama Galaksi. Bahkan nih cewek
sampe neror Galaksi ke rumahnya.

Serem kan? Jessica memang hiperbola banget sama Galaksi.

“Lo kok diem terus sih Gal? Ada apa?” suara lembutnya memang membuat cowok-cowok terbuai
bahkan klepek-klepek tapi tidak begitu pada Galaksi. Tadi Galaksi mengajaknya ke sini saat tak
sengaja berpapasan dengan Kejora untuk menunjukkan pada cewek itu bahwa Galaksi berengsek.

“Gal?”

Galaksi hanya diam tak menjawab. Cowok itu memilih melihat seorang perempuan yang baru saja
masuk ke dalam lorong sekolah. Kejora. Cewek itu sedang ngobrol dengan salah seorang murid
lelaki. Kelihatan dekat bahkan sejak tadi tertawa—entah menertawakan hal apa. Yang membuat
Galaksi ingin segera menyusul ke sana untuk menarik Kejora—mengajaknya menjauh dari laki-laki itu
namun yang dilakukan Galaksi adalah tetap diam di tempatnya. Perasaan cemburu ini membakar
habis Galaksi. Benar-benar membuatnya tak nyaman saat seorang lelaki bisa membuat Kejora
merasa senang dan bahagia. Sementara yang dilakukan Galaksi pada Kejora justru membuat
perempuan itu sakit hati dan terpuruk.

Bahkan waktu ini Galaksi tega meninggalkan perempuan itu di tengah jalan sendiri. Saat itu mereka
sedang bertengkar hebat. Meski Kejora sampai di rumahnya dengan selamat. Tapi tetap saja Galaksi
masih merasa bersalah.

Pasti hati perempuan itu sudah babak belur karena sikap Galaksi padanya.

“Helloww Gal? Earth to Galaksi,” suara Jessica yang menganggu itu membuat Galaksi berdecak.

“Lo bisa diem gak?!” bentak Galaksi tiba-tiba. “Kalau lo gak bisa diem sana lo ke kelas lo aja. Jangan
gangguin gue di sini,” desis Galaksi kesal.

Jessica akhirnya pergi meninggalkan Galaksi seorang diri karena kesal. Sementara Galaksi kembali
pada apa yang dilihatnya tadi. Cowok itu dengan berani menyentuh puncak kepala Kejora.
Mengusapnya sambil tersenyum membuat kedua tangan Galaksi mengepal di atas

Celana abu-abunya. Kalau sudah cemburu begini. Galaksi tak bisa mengontrol dirinya sendiri.

Galaksi lalu berdiri dan pergi dari sana. Mencoba menekan dirinya sendiri bahwa kejadian tadi tak
pernah ada meski hampir sepanjang pelajaran. Kilas balik kejadian itu terus berputar dalam
ingatanya.
PENCURI

SOK SUCI LO!

PELACUR

DASAR ANAK TUKANG KORUPSI!

“Ra lo baik-baik aja?” Fani menatap Kejora simpati. Di kelas Kejora duduk sendiri. Bahkan Jihan
memilih duduk ke depan bersama temannya yang lain. Sementara Febbi dan Lala di belakang hanya
menatapi Kejora dalam diam. Mereka adalah sahabat-sahabat

Di dalam kelas XII Bahasa 2. Segala macam umpatan tertulis di mejanya. Kejora melirik ke belakang.
Tepat di pojokan kelas. Siapa lagi di kelas ini yang berani dan tega melakukan itu dengan tipe-ex
kalau bukan Baret beserta teman-temannya yang nakal itu?

“EH FANI! HATI-HATI LO TEMENAN SAMA KEJORA NTAR DUIT LO KECOLONGAN! BAPAKNYA TUKANG
MALING DUIT TUH! HAHAHAHA!” suara tawa raksasa Baret terdengar.

“Eh Baret! Mulut lo tuh ya perlu gue sumpelin deterjen? Cowok juga, jaga tuh mulut!” Fani
membela.

“Lo itu udah tiga tahun kan sekelas sama Kejora? Kenapa lo tega giniin dia? Memangnya dia salah
apa sama lo? Gak ada kan?” di saat sahabat Kejora memilih diam. Hanya Fani yang berani
menyuarakan isi kepalanya untuk membela Kejora.

“Gimana-gimana? Temenan sama Kejora? Awalnya sih tapi semua pada alergi tuh temenan sama
dia. Pantes aja Galaksi buang dia. Udah jatuh miskin sih! HAHAHAHA!” tawa jahat Baret kembali
terdengar.

“Lagian ketua gue itu gak cocok sama Kejora! Gak sepadanlah kalau kata gue. Dia lebih cocok sama
cewek cantik, sexy kaya Mona, Wenda, Mauren atau Jessica. Wuuuuhhh Jessica! Body-nya mantap!
Montok! Goyang di mana-mana!”

Kejora melayangkan tatapan geram namun tetap tertahan di tempat duduknya. Baret pasti akan
semakin tertawa senang kalau apa yang dilakukannya membuat Kejora marah. Sementara itu Fani
merasa ada yang tidak beres di dalam kelas ini. Kejora adalah satu-satunya perempuan yang duduk
sendiri. Bahkan salah satu temannya tak mau duduk dengan Kejora dan malah memilih duduk
dengan Fani—yang notabene orang baru.

“Udah Fani. Tenang aja, udah biasa.” Kejora memberi senyum tipis lalu mengambil buku dan
menaruhnya ke atas meja.

“Gimana sama Galaksi tadi?” tanya Kejora pada Fani membuat Fani seketika ingat ia akan
mengatakan apa.

“IHHH ASTAGA RA!!! KENAPA LO GAK NGOMONG KALAU GALAKSI ALDEBARAN YANG MACHO ITU
COWOK LUUU???!” ucap Fani. “Sumpah Ra???? Lo ceweknya??? Gila, gila, gila! Ini berita paling
fenomenal yang berhasil mengguncang dunia gue Ra!”

Kejora hanya tersenyum kecil menjawabnya. Rumpi no secret Fani terdengar belebihan. “Ah, lo
menyakiti hati gue, Ra. Gue udah naskir berat sama tuh cowok eh tau-taunya udah jadi milik lo. Baru
juga mau gue embat,” kata Fani misuh-misuh.
“Siang anak-anak,” suara Bu Dayu mengawali jam pelajaran pada siang ini. “Ibu mau nyari Kejora
Ayodhya. Ada?” lalu suara Bu Dayu terdengar lagi. “Oh ini dia. Kejora bisa ikut Ibu ke kelas XII IPA 5
sekarang?”

Kejora mengerutkan kening. Itu kan kelas Galaksi? Ngapain?

Kejora berjalan di lorong kelas Galaksi bersama Bu Dayu. Cewek itu dapat melihat Galaksi yang
masih berdiri di depan kelas lalu bergerak ke bangku guru dan duduk di sana sambil mengipasi
dirinya sendiri.

“Seger bener dah,” cetus cowok itu sambil menikmati kipasannya sendiri. “Udah kaya di surga aja.
Semoga Ibu tiri lama keluarnya. Kalau perlu kaga usah balik dah. Biar gue bisa leha-leha dulu.”

“Siapa yang nyuruh kamu duduk di meja saya sambil leha-leha Galaksi?” suara penuh ancaman Bu
Dayu kontan membuat kelas yang tadinya ribut seketika sepi. Teman-teman Galaksi yang sedang
menertawakan Galaksi tadi langsung saja mencari tempat duduk mereka. Bahkan Jordan sampai
tertatih-tatih agar sampai di tempat duduknya. Tidak mau ikut-ikutan di hukum.

“Gak ada tuh Bu,” sahut Galaksi ketus.

“CEPAT BANGUN!!”

“SIAP KAPTEN!!!” balas Galaksi sambil hormat membuat teman-temannya tertawa mendengarnya.

Bu Dayu mengerutkan kening, marah. “Kenapa jadi kamu yang lebih galak dari saya?!”

“Kan karena nama saya itu Galak, Bu. Galaksi. Anak murid kesayangan Ibu guru Dayu yang cantik
jelita.”

“Duh gusti dapet karma buruk apa saya ini ngajar murid paling nakal seperti kamu.” Bu Dayu
mengusap keningnya yang penuh keringat karena menghadapi Galaksi.

“Ibu nih kebanyakan nonton TV makanya ngomongnya karma buruk. Curiga saya Ibu nih penggemar
sinetron yang tujuh episode gak kelar-kelar itu Bu. Nih ya Bu kalau saya saranin. Ibu tuh cocoknya
nonton berita daripada yang begitu-begitu Bu. Biar sekalian dapet jodoh!”

“DIAM!!”

“Aye-aye Captain!”

“DIAMMM!!”

“SIAP LAKSANAKAN!”

“DIAMMMMMMMMM!!!!”

Galaksi terdiam mendengar Bu Dayu berteriak begitu kencang. “Ya udah iya guru selalu benar. Murid
selalu salah,” sahut Galaksi.

“Fifi, Thalita kalian buat jam pelajaran Ibu duduk di belakang dulu. Biar ini biang kerok duduk sama
Kejora di depan meja guru.” Titah Bu Dayu membuat Kejora melotot. “Cepat.”
Fifi dan Thalita yang tempat duduknya berada tepat di depan meja guru langsung saja pindah ke
belakang. Membuat Galaksi dan Kejora saling pandang pada Bu Dayu—shock!

“Bu? Saya kan masih ada kelas Bu,” alasan Kejora.

“Jam pelajaran saya saja nanti kamu minta bantuan temen-temen kamu kalau ada tugas sama
catatan. Cepat! Tunggu apalagi kalian? Duduk di depan meja saya.” Bu Dayu yang sudah pindah ke
meja guru mengentuk-ngetuk meja itu dengan penggaris kayunya yang panjang. “Jangan sampai
penghapus papan ini melayang ke wajah kalian karena kalian gak duduk-duduk.”

Ancaman itu sontak membuat keduanya langsung bergerak untuk duduk di bangku Fifi dan Thalita.
Suasana kelas berubah jadi canggung. Bahkan Galaksi pun enggan menoleh ke samping membuat
senyum terselubung Bu Dayu muncul.

“Nahkan kalau ada pawangnya jadi diem,” kata Bu Dayu. Warga SMA Ganesha mana tidak tahu kalau
Kejora adalah pacar Galaksi? Bahkan semua guru pun tahu. Dulu Kejora sering dijadikan
perbincangan hangat di ruang guru karena itu. Gossip yang datang dari Pak Dandang, Bu Dayu lalu
Pak Maman. 3 sekawan yang benar-benar ingin membabat habis perangai buruk Galaksi. Cuman
Galaksi nya aja yang gak mau tunduk dan berontak terus.

“Dari tadi apa kamu kaya begini Galaksi. Jadi Ibu kan gak perlu capek-capek ngabisin tenaga buat
marahin kamu. Ibu itu udah tua. Jangan dibuat marah-marah terus.” Bu Dayu mulai bersabda.

“Ho ho ho Ibu ini memang paling bisa aja,” celetuk Jordan. “Lanjutkan Bu!! Saya dan segenap teman-
teman saya mendukung penuh keputusan Ibu!”

“Coblos nomor 2!”

“Diam kamu Jordan! Mau Ibu hukum juga kayak Galaksi?!” ancaman Bu Dayu membuat Jordan
terkekeh lalu diam.

Nyong pun ikut-ikutan terkekeh. “Baek-baek kau di sana Bos. Beta menunggumu pulang di sini.
Pastikan resleting kau aman di sana!” dan dengan refleks Galaksi memperhatikan celana sekolahnya
sendiri—tepat di mana resletingnya berada membuat satu kelas tertawa. Terutama yang laki-laki.

“NYONGGGGG!!”

“Waduh, waduh ampun Bu! Ampun!” Nyong menunduk dengan tangan seperti orang sungkem.
“Beta cuman godain bang Galak Bu!”

“Awas aja lo habis ini Nyong. Gue bogem lo,” geraman Galaksi keluar dengan tubuh cowok itu sedikit
menoleh ke belakang dengan kepalan di tangan kanan.

Sementara Kejora hanya diam. Menatap jam dinding dengan pasrah. Bagaimana bisa dia akan
melewati hal ini sementara Galaksi bahkan tak mau berbicara padanya. Bahkan untuk menoleh saja
cowok itu tak mau.

Sebenci itukah Galaksi padanya?


“Kris nyari cewek lo tadi, Lak.” Kata-kata Bams membuat Galaksi menoleh.

“Ngapain?”

“Ya lu pikir aja ngapain tong!” sahut Bams gemas.

“Udah ngambil ancang-ancang tuh kayanya dia tau Kejora cewek lo, Lak,” Guntur menaruh minuman
bersoda di atas meja.

“Memang ini kayanya Kris gak suka sama kita. Anak-anak Jargom juga pasti begitu. Jangan sampe
deh keulang lagi masalah Avegar sama Ravispa dulu.” Septian duduk.

“GALAAAAAKK!”

“Apa?” tanya Galaksi kaget pada Guntur. Cowok itu baru saja masuk ke dalam kelas dengan muka
pias.

“Kejora lo lagi dicegat Kris Lak!” jawabnya.

— BS (Belakang Sekolah) 2

“Mana Kejora?” suara berat Galaksi saat masuk ke dalam kelas XII Bahasa 2 membuat seisi kelas
menoleh padanya namun tak ada satu pun yang menjawab. “Gagu lo semua?”

“Tenang, Lak. Lo gak perlu marah-marah,” kata Jordan tapi Galaksi tak menghiraukannya. Selama ini
Jordan adalah orang yang bisa meredam amarah Galaksi dan membuatnya untuk berpikir panjang
atas perbuatannya.

“Tau lu Lak. Cewek lo itu gak mungkin ilang digondol maling apalagi diumpetin sama Pak Dandang.
Gak mungkin itu. Gak mungkin. Jadi udah tenang aja,” ucap Oji mendapat delikan dari Bams agar tak
ikut campur.

“Ngapa jadi nyalur ke Pak Dandang?” tanya Guntur bingung.

“Eh lo tau gak gosipnya Pak Dandang sama Bu Dayu? Wah gila bakal heboh nih sekolah sama mereka
berdua,” kata Guntur.

“Apa sih? Bu Dayu sama Pak Dandang mau kawin?”

“Nikah bego Ji! Bukan kawin!” sungut Guntur. “Kawin mulu otak lo!”

“Woi, Ret. Mana Kejora?” tanya Galaksi dengan nada galak membuat seluruh kelas tambah diam.
Baret yang ditatap Galaksi pun menghampiri. Diikuti Ilham, temannya. Keduanya merupakan anak
buah Galaksi di kelas ini.

“Eee... gue liat dia tadi keluar tuh. Katanya mau nyapu kelas. Gak tau deh ke mana.” Baret berkata
gugup di depan Galaksi. Cowok itu tampak merasa ketakutan saat kedua mata Galaksi menyorot
dengan sorot mencurigainya.
“Kan? Gue bilang juga apa Lak! Kejora gak mungkin ilang di gon—mmph!” Bams terpaksa membekap
mulut Oji dengan tangannya agar berhenti secepatnya. Bisa-bisa Oji jadi samsak amukan Galaksi.

“Udah maafin temen lo ini Lak. Kadang mulutnya emang cerewet bener kaya emak-emak komplek
yang kemalingan jemuran,” kata Bams pada Galaksi membuat Oji melotot.

“Lo pada ngapain ngikutin gue?” tanya Galaksi pada teman-temannya.

“Jaga-jaga. Siapa tau lo butuh bantuan.” Septian mengendikan bahunya cuek.

“Gue bisa sendiri,” jawab Galaksi. Selalu begitu.

“Gak ada yang ngeraguin kemampuan lo.” Septian menjawab dengan muka datar. Cowok itu sedang
memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abunya. Kebiasaan Septian yang sudah
sangat dihafal semua orang. Dari keenam teman-temannya. Septian punya aura yang berbeda. Yang
tidak dimiliki teman-temannya. Mungkin Jordan memang ramah dan disukai semua orang tapi tetap
saja laki-laki seperti Septian lebih menantang untuk didapatkan. Pendiam, pengamat dan sulit
dijangkau. Belum lagi lahir di keluarga kaya raya. Siapa yang tidak mau jadi pacarnya?

“Gal lo nyariin Kejora?” suara Fani yang baru masuk kelas membuat keenamnya menoleh. “Gue liat
dia tadi masuk gudang sekolah.”

“... Sama Kris,” lanjutnya takut-takut saat melihat kilat di mata Galaksi.

“Kris?” Galaksi bertanya balik. “Trus kenapa gak lo ikutin?!” Galaksi bertanya marah.

Fani tampak grogi sekaligus gelagapan. “Gue gak berani sama Kris.”

Galaksi tak lagi mau mendengarkan penjelasan Fani dan pergi dari dalam kelas itu. Keenam
temannya memperhatikan cowok itu melewati lorong dengan raut muka tegang sampai-sampai
orang-orang yang ada di lorong dipaksa minggir agar tidak menghalangi langkah lebar Galaksi.

Biar Galaksi katanya benci tetap saja cinta itu masih ada.

“Jadi lo pacar Galaksi si ketua geng Ravispa songong itu?” tanya Kris pada Kejora.

Kejora mundur. Alarm bawah sadarnya menyerukan tanda bahaya. Perempuan itu tadi sempat lepas
dari cegatan Kris tapi kali ini Kris masuk ke dalam gudang sekolah. Membuat muka Kejora berubah
panik penuh antipati saat Kris menutup pintu dan maju pada Kejora yang sedang memegang sapu
erat-erat. Mereka berdua sedang ada di dalam ruangan yang sama dan itu membuat Kejora ingin
cepat-cepat pergi.

“Lo mau apa?” Kejora bertanya tapi tubuhnya mundur perlahan. Kris tersenyum begitu menyadari
bahwa perempuan ini terintimidasi padanya.

“Gue Kris. Salam kenal.” Tanpa diduga Kris mengulurkan tangannya pada Kejora membuat Kejora
tertegun. “Lo gak mau jabat tangan gue?” tanyanya.

Kris Hagrid Gandawa. Cowok ini pemimpin dari gerombolan Jargom. Sebuah perkumpulan yang
tampak tak bersahabat—dengan orang-orang yang memiliki wajah menyeramkan dan juga tingkah
yang semena-mena. Cowok ini mungkin berbahaya dan mungkin juga adalah orang yang harus
Kejora hindari mengingat Galaksi dan teman-temannya tak suka. Tapi Kris sepertinya orang yang
baik. Bukan. Bukan wajah cowok itu yang bilang. Tapi mata itu. Mata hitam Kris yang
menunjukannya.

“Pacar lo bakal marah kalau lo kenalan sama gue?” tanya Kris membuat Kejora mengamatinya lalu
mengerjap.

“Gue denger banyak berita tentang lo. Sampe yang bikin gue kesel sendiri dengernya. Itu bener?”

“Berita yang mana?” Kejora menatap Kris was-was. Dipegangnya tongkat sapu yang ada di depan
dadanya. Menunjukkan bahwa itu satu-satunya perlindungan Kejora. Atau alat yang akan ia gunakan
jika Kris macam-macam.

“Gue mau ke kelas gue. Gue harus piket,” kata Kejora tapi Kris tak memberikannya jalan.

“Piket bisa entaran aja.” Kris mengambil dengan mudah sapu yang menghalangi mereka tadi
membuat Kejora menatap Kris sengit.

“Gue kan mau kenalan sama lo. Masa ada orang kenalan gak diladenin.” Lalu Kris tertawa. “Reaksi lo
sekarang kaya mau nonjok gue tau gak sih?”

“Apa sih mau lo?” Kejora mulai jengah.

“Gue Kejora! Puas lo? Sekarang minggir!” Kejora hendak pergi tapi Kris tiba-tiba merengkuh
tubuhnya. Kejora yang kaget berusaha pergi namun Kris merapatkan jari-jarinya di punggung Kejora.

“MINGGIR!!” Kejora mendorong tubuh Kris. “Apa sih lo?!”

Kris melonggarkan dekapannya. Tidak begitu besar agar Kejora tidak bisa kabur. Perempuan itu
masih memukul badannya agar menjauh namun Kris lebih kuat dari itu. Membuat seluruh tubuh
Kejora bergetar karena ketakutan. Menyesal Kejora mengira cowok ini baik.

“LEPAS!!« Kejora menghindar. “KRIS!” Kejora mendorong tubuh Kris. Membuat punggung cowok itu
mengebrak pintu. Bahkan suaranya terdengar di dalam ruang gudang sepi ini. Kejora yang tak mau
menyia-nyiakan kesempatan itu pun bergerak maju untuk meraih pintu dekat Kris berdiri namun Kris
menahan lengannya.

“Gimana kalau satu ciuman dan gue bakal biarin lo pergi?” tanya Kris.

Kejora melotot lalu menampar wajah Kris. Keras. Benar-benar keras. Kedua mata Kejora memerah
menahan amarah yang siap meledak sekali lagi. Sudah cukup penghinaan yang Kejora terima hari ini.
Kali ini Kejora sudah tidak tahan lagi.Sementara Kris bukannya marah. Cowok itu justru terkekeh.

SINTING!

“Eh tunggu dulu!” Kris menahan lengan Kejora yang hendak kabur. “Kenapa sih lo itu kaya ngeliat
gue itu sebagai musuh lo? Kan kita baru kenal, Ra. Memangnya muka gue kaya orang jahat banget?”

“Gue gak suka sama lo! Minggir!”

“Wo, berani juga lo jadi cewek. Suka nih gue yang begini-begini.”

“MINGGIR!”

“Cium dulu baru gue mau minggir.”


“Lo tuh gila tau gak sih Kris? Cari cewek lain sana jangan recokin gue!” Kejora mengambil ancang-
ancang untuk keluar.Namun saat membuka pintu. Kejora melihat Galaksi yang berdiri di depannya
dengan muka datar. Membuat Kejora merinding karena Kris tiba-tiba muncul di belakangnya. Cowok
itu bahkan sengaja menengok lalu merangkul Kejora.

“Oi Gal. Ngapain lo di sana? Ngintipin gue sama Kejora?” tanya Kris lalu melirik Kejora dengan
sengaja.

“Lo apain cewek gue?” tanya Galaksi. Dari nada bicaranya saja Kejora tahu cowok itu sedang
menahan diri untuk tidak menonjok Kris sekarang juga. Kedua matanya terus tertuju pada Kejora
yang merasa tak nyaman di sebelah Kris.

“Tenang gak gue apa-apain aset pribadi lo.” Kris menoleh lagi pada Kejora.

“Thanks ya Ra. Lo jago juga,” katanya lagi lalu Galaksi maju. Mencengkram kerah kemeja Kris.
Mensejajarkan wajah cowok itu pada wajahnya yang kini sudah mulai serius.

“Kurang ajar lo!” Galaksi menonjok wajah cowok itu. Membuat Kris limbung dan jatuh namun cowok
itu malah terkekeh. Usahanya untuk membuat emosi Galaksi tersulut berhasil.

“GALAKSI UDAH!! GAL!” Kejora berusaha untuk melerai.

“Lo masih inget ini tempat siapa kan? Jadi jangan macem-macem kalau masih mau belajar dengan
tenang.” Galaksi sengaja membungkuk dan berkata di depan wajah Kris. Cowok itu lalu dengan
sengaja menepuk-nepuk lambang sekolah Kris yang ada di lengan kemeja cowok itu. Membuat
Kejora menatap ngeri keduanya.

“Gue gak mau cari ribut lagi sama lo. Tapi kalau lo mancing gue. Lo pasti tau apa yang bisa gue lakuin
sebagai ketua geng.”

Galaksi menjauhkan Kris dari tangannya lalu meraih tangan Kejora. Menggenggam tangan dingin itu.
Mengajaknya pergi dari sana. Kejora menatap Galaksi. Cowok itu tidak mengatakan apa pun sejak
pergi dari gudang sekolah.

“Apa? Lo mau bela diri lo kaya gimana?” Galaksi berkata marah pada Kejora.

“Lo harus sadar posisi. Di sini lo pacar gue. Ada banyak orang yang gak suka sama gue. Atau jangan-
jangan lo termasuk salah satu dari mereka?” Galaksi melirik Kejora. Kejora yang berjalan kaku di
sebelahnya hanya bisa menghela napas.

“Terus aja berpikir yang aneh-aneh tentang gue,” kata Kejora.

“Gimana gue gak mikir yang aneh-aneh kalau lo selalu cari masalah Ra?!” Galaksi membentak
membuat Kejora terkejut.

Selama mengenal Galaksi. Baru kali ini Galaksi menatapnya marah seperti itu. Seperti ada yang
berbeda yang membuat Kejora takut. Padahal cowok ini adalah pacarnya sendiri. Kini Kejora benar-
benar merasa bahwa ada jarak yang membentang antara dia dan Galaksi.

“Nyesel gue nolongin lo dari Kris tadi!” Galaksi lalu pergi. Meninggalkan Kejora begitu saja. Langkah
kaki cowok itu membawanya ke sayap gedung kiri—tepat ke arah kantin.
“Jihan gue boleh tanya sesuatu?” tanya Kejora pada Jihan namun Jihan hanya menoleh sebentar dan
menutup buku tulisnya dengan muka bosan.

“Sorry gue sibuk.” Jihan berkata jutek sambil bangkit dari bangku membuat Kejora memandangnya
dengan sorot rindu. Mengapa Jihan bersikap seperti itu? Apa salah Kejora padanya? Kurang apa
Kejora menjadi temannya?

“EH FEBBI!” panggil Kejora pada sahabatnya. Mungkin Jihan tak mau berteman dengannya namun
Febbi pasti masih mau. Kesempatan itu pasti masih ada untuk Kejora. “Mau ke mana? LAB ya? Boleh
gabung gak?”

“Maaf ya Ra. Gue udah sama Lala.” Febbi melirik Lala kikuk membuat keduanya langsung memilih
pergi secepatnya dari hadapan Kejora. Biasanya Febbi lah orang yang paling heboh di kelas kalau
Kejora ingin pergi ke LAB bersamanya namun kini semuanya seperti angan-angan belaka.

Satu persatu murid-murid pergi meninggalkan kelas tanpa menoleh atau pun menegur Kejora untuk
ikut bersama mereka. Kejora memperhatikan tempat yang dulu tampak hangat dan besahabat
dengannya ini tapi kini malah menjadi neraka yang tak ada habisnya untuk Kejora. Di dalam kelas
yang sepi Kejora terpekur. Memandang meja belajarnya sendiri. Bangku ini adalah tempat duduknya
dengan Jihan dulu namun Jihan memilih pergi duduk bersama yang lain. Ketiga temannya itu seperti
menjauh darinya membuat Kejora merasa sendiri.

Dengan tergugu Kejora mengambil buku pelajarannya di dalam tas. Ada banyak kata-kata kasar dan
juga jorok yang tertulis di mejanya yang membuat Kejora berusaha keras untuk tidak terganggu
namun perempuan itu tidak bisa. Kenyataan berkata bahwa semuanya telah berbeda.

Keluarga, teman-teman, bahkan pacarnya telah hilang. Kini Kejora tak punya siapa-siapa untuk
bertahan lebih lama lagi.

Hadirmu seperti sepotong mimpi. Yang tampak nyata. Namun tak pernah benar-benar ada.

Bel pulang sekolah berbunyi. Kejora sudah bersiap-siap ingin menghampiri Galaksi. Untuk meminta
maaf meskipun dia tidak salah. Kedua kakinya membawa Kejora ke lorong sekolah. Saat sampai ke
parkiran. Degub jantung Kejora jadi bertambah epat saat melihat sosok Galaksi berada di sana.
Bersama teman-temannya.

“GAL!” panggil Kejora. “Gal ini das—” Kejora terpaksa berhenti. Perempuan itu melihat dengan mata
kepalanya sendiri Galaksi sedang mengajak Sarah dan menyuruh perempuan itu untuk duduk di
motornya. Bahkan teman-teman Galaksi mendukung Sarah serta menyerukan nama keduanya.
Seperti apa yang dulu mereka lakukan pada Kejora dan Galaksi.

Seharusnya Kejora tidak terganggu tapi Galaksi memang sering begitu setelah Kejora
mengecewakannya.

“EH, Ra?” suara Jordan terdengar namun Kejora tak menoleh. Perempuan itu pura-pura tidak dengar
dan pergi dari parkiran sekolah dengan kepala tertunduk.
Warjok atau WBG (Warung Bu Gendut) adalah tempat favorit bagi anak-anak SMA Ganesha yang
khususnya kaum laki-laki. Banyak cewek-cewek Ravispa mondar-mandir di sini yang membuat
Jordan serta Nyong bersiul melihatnya. Musik DJ Nyong on the mix menggema di tempat ini. Dari
ujung sampai ke ujung. Hanya musik DJ Nyong yang terdengar. Sementara beberapa orang dari lain
sekolah sekadar nongkrong di sini. Sebagian dari mereka adalah teman Galaksi. Namun kini tempat
ini menjadi tempat pelampiasan Galaksi. Bahkan motor KLX hijau Galaksi terparkir dengan tidak rapi
di depan.

Ketukan demi ketukan penuh perhitungan terdengar di bagian atas kayu tangga posko. Ketukan itu
disebabkan oleh tongkat hitam bercampur hijau baseball milik Galaksi.

“Lo kenapa sih Lak?” tanya Bams. Mencoba membujuk Galaksi untuk mengatakan sesuatu. “Akhir-
akhir ini gue liat lo selalu diem, murung, marah-marah. Sebenernya lo ini kenapa?” tanyanya.

“Gue baik-baik aja.”

“BAIK-BAIK APANYA?!” Nyong datang dan langsung menyambar. “Itu tadi Kejora maen kabur aja pas
lu sama Sarah! Lagi kenapa sih? Kalau Bapak dia korupsi memangnya lo udah ogah gitu pacaran
sama dia?” tanya Nyong nyolot.

“Lo kalau gak tau yang sebenernya mending diem,” kata Galaksi dengan sorot tajam membuat
Nyong terdiam.

“Bossssss! Ini orang-orang lo udah dateng ke Warjok!” suara Oji membuyarkan perdebatan kecil itu.

“Suruh duduk aja dulu.” Galaksi berdiri. Tongkat baseball-nya tersampir di pundak kanan.

“Siapa, Lak?” tanya Bams sambil menatap ke depan. Dari kejauhan mereka datang bersama-sama
untuk menyapa Galaksi.

“Chiko Gadangga sama Gerald Tangkas Negara. Katanya mereka anggota baru Ravispa. Jordan bilang
sama gue dia nambah anggota dari sekolah lain biar kepala sekolah gak bisa bubarin kita. Selama
kepala sekolah belum ada di sekolah. Kita bisa pake mereka sebagai alasan. Orang-orang baru.
Lagian bagus juga kan biar sekolah-sekolah lain dukung kita?” tukas Galaksi lalu melempar kertas
dari saku celananya kepada Bams.

Diam-diam kami menambah anggota Ravispa dari 250 menjadi 300.

Tertanda Wakil Ketua Ravispa,

Jordan Ghaksan Aditama.

“Oh yang itu Inyong sih udah tau,” jawab Nyong yang duduk di sebelah Nyong.

“Lo tau Nyong?” tanya Bams, bingung. Sedikit terkejut juga karena dia tidak tahu hal ini.

“Cuman Jordan, gue sama Asep doang yang tau. Septian diem-diem begitu terpukul banget Ravispa
gak ada. Dia sendiri yang cerita ke gue. Makanya Jordan cuman mau gue sama Asep yang tau karena
lo tau sendiri. Asep gak bakal buka mulut kalau gak ditanya.” Jelas Nyong.

Bams geleng-geleng kepala takjub dengan raut muka kecewa. “Hebat lo semua ya nyembunyiin ini
dari gue.” Cowok itu bangkit. Ikut menyambut Chiko dan Gerald.
“Selamat bergabung di Ravispa.” Sapa Galaksi. “Chiko dan Gerald. Dari SMA Rajawali dan Saraswati,”
kata Galaksi menatap keduanya membuat gerombolan Galaksi yang tadinya sibuk bercerita di

Warjok langsung turun untuk saling berkenalan. Mereka masih muda. Kelas sepuluh. Jelas jauh dari
tingkatan Galaksi. Tapi yang berpenampilan berantakan dan tak terurus seperti Gerald itu jangan ada
yang remehkan kemampuannya.

“Jadi apa yang gue denger itu bener kalau Ravispa hidup lagi?” tanya Gerald.

“Gue seneng dengernya. Siapa juga yang gak tau Ravispa dari SMA Ganesha kan? Semua anak-anak
buah gue pada bicarain kalian semua.” Gerald tersenyum tipis. Tipikal orang yang tidak suka basa-
basi. Sekali lihat Galaksi sudah bisa menilai cowok bengis ini.

“Gue seneng bisa ikutan nongkrong di sini. Gak semengerikan yang gue pikir,” cetus Chiko. Cowok itu
mengamati pokso di depannya. Lalu Jordan datang—menyeruak kerumunan dan langsung mengajak
Chiko untuk high five.

“Udah lama lo berdua? Sorry tadi gue di belakang. Lagi makan rujak sama cewek-cewek,” kekeh
Jordan mendapat dengusan dari Mona.

“Rujak gue tuh!” Mona berseru di samping. “Pokoknya gue gak mau tau Dan! Lo harus ganti ntar
rujak gue! Habis gara-gara lo sama Wenda tau?!”

“Iya sayang nanti aku ganti,” kata Jordan tanpa menoleh pada Mona membuat Mona melengos
duduk di samping Guntur.

“Lak ada yang nyariin lo.“ Septian berbisik di sebelah Galaksi. Cowok itu dengan kode mata
menunjuk ke arah kiri. Membuat Galaksi ikut menoleh dan menemukan seorang perempuan sedang
berjalan di dekat tembok sekolah sambil membawa dasi di tangannya.

“Siapa tuh?” tanya Chiko memandang Kejora.

“Temen gue,” jawab Galaksi lalu pergi dari kerumunan membuat Jordan geleng-geleng kepala.

“Ceweknya dia tuh. Bukan temen biasa,” kata Jordan pada Chiko.

“Hai Gal... lagi sibuk ya?” suara Kejora terdengar begitu lembut di telinga Galaksi membuat Galaksi
yang ingin marah jadi tidak tega.

“Mau kembaliin dasi lo.”

Galaksi menatap Kejora. Tangan perempuan itu terulur mengembalikan dasi Galaksi. Di bagian
belakang ada nama Galaksi dengan spidol besar berwarna hitam. Kejora menatap Galaksi ragu lalu
mendekat.

“Maaf ya meskipun gue gak tau salah gue apa.” Suara Kejora makin rendah. Tatapannya semakin
sendu. “Gue bakal pergi sekarang kalau lo gak suka sama gue, Gal. Maaf udah bikin lo kecewa
berkali-kali.”

“Bagus kalau lo sadar. Ya udah pergi aja lo dari sini.” Usir Galaksi sambil mengambil dasi sekolahnya
dari tangan Kejora. Tidak ada kata-kata manis seperti dulu. Tidak ada lagi pelukan hangat atau
genggaman tangan yang selalu menuntun Kejora. Sekarang keadaan memang telah berubah secepat
itu.

“Woi Bos! Lo kenapa diem di sana?” suara Marlo membuat Kris menoleh.
“Lo gak lagi liatin ceweknya Galaksi kan?” tanyanya lagi namun Kris memang diam. Perempuan itu
sama persis dengan apa yang pernah Kris alami di SMA Jatinegara. Dikucilkan, di bully dan diejek.
Seolah-olah tak punya harga diri. Sebelah tangan Kris mengepal pada tembok samping sekolah.

“Gue gak mau tau. Lo harus dapetin nomor telpon tuh cewek buat gue, Marlo,” kata Kris pada
Marlo.

— PUKUL RATA 1

“Kau harus belajar menghargai perasaan orang lain. Karena dunia ini bukan hanya milikmu.” —
Kejora Ayodhya

“Lama-lama lo gituin si Kejora bisa-bisa dia kabur, Lak,” ujar Jordan. Cowok badan besar itu duduk di
sebelah Galaksi setelah Kejora pergi dari Warjok. Jordan lalu melakukan eksperimen dengan es teh,
mie ayam beserta tisu dan sausnya menjadi satu.

“Cewek itu gak suka dibentak-bentak apalagi dikasarin.”

“Nah iya. Kaya kata Mona ke gue.” Guntur ikut nyalur. “Orang yang lo sakitin hatinya tapi masih bisa
senyum sama lo itu hatinya pasti lagi hancur banget dan masih maksa pengen keliatan baik-baik aja
di depan lo,” kata Guntur. “Jangan lo sia-siain lah cewek yang kaya begitu.”

“Udahlah mending Kejora sama gue aja,” kata Jordan, mauan.

“Bolot emang. Gue kesel banget lah sama lo Lak. Udah menduakan gue sebagai kekasih gelap lo
terus sekarang lo menduakan Kejora. Awas lo kemakan karma. Ntar gue ketawa paling kenceng
kalau lo kena karma,” ujar Nyong.

“Kau gak inget apa pernah enak bareng sama dia?”

“Yeee si bangsat.” Jordan tertawa mendengar penuturan Nyong. “Mana pernah Galak gituin Kejora.
Lo nih kaya gak tau Galak aja.” Tawanya lalu menggema membuat Galaksi berdecak.

“Galak mah mana berani kaya gitu,” ucap Jordan, Guntur dan Nyong berbarengan kompak dengan
suara lantang lalu tertawa bersama-sama seolah dialog itu sudah dihafal di luar kepala oleh mereka.

“Sialan lo semua.” Galaksi lalu mendengus. “Gue itu sayang bukan merusak.”

“Gak kaya lo-lo semua. Otak-otak PK!” kata Galaksi membuat Jordan memberi senyum congkak
padanya.

“Sayang tapi nyakitin. Apa bedanya lengeh! (Bego)” ucap Guntur.

“Udah jangan dibahas. Kemarin lo bilang kalau temen-temennya Okta ngajak kita ketemu. Itu pasti
akal-akalan mereka biar kita keliatan keluar lagi kan pake nama Ravispa?” ujar Galaksi. Okta—adalah
salah satu senior Avegar yang terkenal sangat benci dengan Ravispa. Belum lagi Avegar bubar karena
Ravispa. Jelas menambah kebencian Okta pada Galaksi dan kawan-kawannya.

“Oh cari gara-gara lagi dia?” tanya Bams tiba-tiba melongok ke sebelah. Setelah berbincang-bincang
hangat dengan Gerald.
“Yoi. Gue mau nyerang tapi kita kan udah kelas dua belas. Gue maunya inti yang baru buat
memperkuat. Si Lonrezo gimana? Biar bisa langsung kita voting untuk anggota inti baru,” kata
Galaksi. “Gue udah calon-calon kandidatnya.”

“Boleh aja sih kalau sekarang. Lo yakin si Lorenzo?” tanya Jordan pada Galaksi. Agak kurang yakin
dengan bocah ingusan yang suka marah-marah itu. Benar-benar bukan jiwa pemimpin.

“Yakin.” Galaksi mengangguk lalu duduk melingkar bersama 6 temannya di posko. Meninggalkan
yang lainnya di Warjok. Mereka sibuk makan, ngobrol, ngevape dan ngerokok. Tak ada juga yang
berani menganggu inti Ravispa kalau sedang rapat dadakan.

“GALAKKKK!!” Baret, teman sekelas Kejora datang berlari-lari. “SI LONRENZO KENA PECAT LAK!
BARU AJA KELUAR DARI RUANG KEPSEK! DIA KENA DO!” berita itu seperti petir yang menyambar
tiba-tiba. Mengejutkan ketujuhnya.

“Masalah apa?” tanya Galaksi langsung berdiri dengan teman-temannya.

“Ketauan make di kamar mandi sekolah Lak!” balas Baret.

Oji mundur. Perasaannya langsung tak enak. Enggak mungkin. Apa setelah ini Oji akan ikut kena
imbasnya? Dikeluarkan dari sekolah?

“Lo mau ke mana Ji?” Suara berat Septian mencegahnya pergi. Cowok itu merangkul bahu Oji.
Mendadak hal itu membuat Oji meneguk ludah tak bisa berkutik setelahnya. Mungkin ini sebabnya
sejak tadi Septian memperhatikan dan terus bertanya padanya.

Septian pasti tahu. Cowok pendiam kesayangan Ravispa itu selalu tahu.

Kejora seharusnya tidak seharusnya bersedih. Ini sudah jalannya. Ini memang kesalahannya. Kejora
memang pantas mendapatkannya. Tapi yang paling membuatnya sakit hati adalah Galaksi malah
melampiaskannya pada perempuan-perempuan lain bukan padanya langsung.

“Loh kenapa mereka balik lagi ke sekolah?” Kejora langsung berdiri dari duduknya. Melihat motor
Galaksi dan kawan-kawannya terparkir di depan sekolah secara acak. Mereka semua melihat
Lorenzo baru saja keluar dari gerbang sekolah dengan seragam lusuh membuat Kejora menyebrang
pada jalan raya.

“Lo make, Zo?” tanya Galaksi pada Lorenzo yang sedang dipegang tangannya kuat-kuat oleh
Ayahnya. Ada sorot kecewa memancar di sana.

“Gue gak sengaja dan ketagihan.” Lorenzo menjawab dengan kepala tertunduk.

“Maaf melanggar peraturan lo untuk gak make dan ngejauhin barang-barang itu. Gue tau lo pasti
benci sama gue karena berita ini. Maaf mengecewakan Ravispa sekali lagi. Gue tau dulu gue yang
buat Ravispa hancur. Gue yang ikut trek-trekan sampe polisi ngenalin jaket Ravispa gue. Gue minta
Maaf karena pake jaket itu saat trek-trekan. Waktu itu gue gak pulang lagi banyak masalah.”

“Sudah kamu pulang ikut saya!” Ayah Lorenzo membentak namun Galaksi mencegah.
“Om sebentar aja Om!” Galaksi tak membiarkan Lonrezo dibawa pergi begitu saja. Semua murid
yang masih menunggu di depan sekolah menontonnya dengan padat. “Saya mau bicara sama
Lorenzo.”

“Memangnya kalau kamu bicara sama dia kamu bisa menyelesaikan masalah anak biadab ini?!”
seruan itu membuat Galaksi terkejut. Ada benci di kedua mata Ayah Lorenzo.

“Sudah merepotkan, tidak pernah di rumah, pake narkoba! Ngapain juga kamu mau temenan sama
dia?” bentak Ayah Lorenzo.

Galaksi mendorong pria itu ke belakang—menjauhkannya dari Lorenzo. Amarahnya kian tinggi.
Membuat Galaksi mencengkram kerah kemeja juga jasnya.

“OM YANG SALAH!” bentak Galaksi mengisi suasana yang sudah tegang. “Kalau aja Om bisa
mendidik anak Om ini. Lorenzo gak bakalan kaya sekarang! Sekarang om nyalahin dia? Dia gak salah
apa-apa tapi Om yang salah! Emang Om pernah jadi orangtua yang baik buat dia?!” kata-kata itu
membuatnya terdiam.

“Saya nyerang om karena om mempermalukan Lorenzo di depan umum! Saya aja yang ketua
gengnya gak pernah ngelakuin itu sama dia!”

Galaksi ingat. Ingat sekali. Malam itu di Warjok ketika semua teman-teman Lorenzo sudah pulang.
Cowok itu tidur di posko sambil meringis kesakitan. Galaksi bertanya kenapa dia tidak pulang. Dia
hanya menjawab; Iya Bos males pulang. Rumah kaya bukan rumah bagi gue. Anjay dangdut banget.
Mending tidur di Warjok ngikutin jejaknya Bang Bams sama lo. Lalu keduanya tertawa seperti
saudara.

Galaksi memang begitu. Semua orang di Ravispa dianggap saudara. Bahkan dia tak sungkan berkata
seperti ini pada teman-teman atau adik kelasnya (cewek, cowok); “Eh, thanks ya lo udah dateng.”

“Woi bre makasi ya udah mau ikut ngumpul.” “Thanks ya udah ikut rapat. Besok-besok ajak temen-
temennya lagi. Biar tambah rame.” “Yang cewek-cewek kurang nih. Sibuk amat pacar juga gak
punya. Jangan malu-malu gitulah. Kenalan biar lebih kenal.” “Thanks ya udah bantuin gue.” Dan
masih banyak lagi kata-kata Galaksi yang terdengar kecil namun sangat berharga bagi teman-
temannya. Siapa yang tak suka pada Galaksi kalau begitu?

“Tau apa kamu tentang anak saya?!” pria itu mencoba melepaskan tangan Galaksi yang
mencengkram erat lehernya.

“Terserah om! Tapi saya mau ngingetin. Itu bukan kesalahan Lorenzo tapi kesalahan OM YANG
TELEDOR GAK BISA MENDIDIK ANAK!”

“Gal udah.” Galaksi melirik ke kiri dan menemukan Kejora. Suara halus gadis itu terdengar sangat
familiar di telinganya. Keadaan semakin ramai.

Ayah Lorenzo tidak lagi menggubris. Dia masuk ke dalam mobil dengan wajah marah membuat
Lorenzo masuk ke dalam mobil juga. Cowok itu juga melihat seorang berpakaian serba hitam
mengambil motornya yang ada di parkiran sekolah untuk dibawa pulang.

“Gue seneng kenal kalian semua. Makasih, Bang. Kalau gue udah sembuh. Gue bakal main-main ke
Ravispa. Gue janji.” Itu adalah janji Lorenzo dari kaca mobil yang terbuka. Kedua matanya merah
namun tak menangis.Ada suatu hal yang sangat berharga baru saja dilepas. Penyesalan itu memang
selalu datang belakangan.Mobil sedan hitam itu lalu melaju pergi. Berikut motor besar Lorenzo.
Saat itu Galaksi sangat kehilangan. Berikut juga teman-temannya. Galaksi tak punya kandidat lain
untuk ketua inti gengnya. Lalu siapa yang akan jadi ketua Ravispa angkatan 9 nanti?

“Kenapa belum pulang?” tanya Galaksi pada Kejora. Raut mukanya sudah berubah menjadi normal
setelah kejadian tadi.

“Ini mau pulang tadi nunggu angkot,” jawab Kejora.

“WADDADADAWW! KODE ITU LAK MINTA DIANTER PULANG!” celetuk Guntur di seberang sana.

“Udah sana gih. Anter pacar pulang lagi gak masalah. Gak ada kok yang bakal jelek-jelekin lo Lak!”
teriak Guntur.

“CEPET BAIKAN YA NWENG KEJORA! BIAR ABWANK GAK KENA AMUK PAK KETUA LAGI!” sahut
Nyong.

“Inget Lak jangan main jauh-jauh lo!” teriak Jordan. “Salah-salah masuk kamar lagi mainnya!” tawa
Jordan terdengar.

“Diem lo bego kasian itu Kejora mukanya langsung merah,” kata Bams.

“Udah Ra! Sikat!!” balas Jordan.

“Udah jangan didengerin. Pulang sendiri aja. Nih uang buat ongkos pulang.” Galaksi memberi Kejora
uang. Cowok itu membuka dompet cokelatnya di depan Kejora.

“Gak perlu. Gak butuh uang kamu.” Kejora mencoba tersenyum lalu masuk ke dalam angkot umum
yang baru saja datang untuk mengangkut cewek itu beserta teman-teman satu sekolahnya. Kejora
tak menoleh ke belakang lagi. Kedua matanya memanas menghadap ke depan. Bahkan Galaksi juga
memperlakukannya seperti itu.

Cewek mata duitan.

Lalu beberapa saat ada pesan masuk ke hape Kejora. Membuat kening Kejora jadi berkerut, bingung
sekaligus terkejut dengan isi pesannya.

+6285987762xxx: Gue Kris anak Jargom semoga lo masih kenal gue. Save nomor gue. Kira-kira lo ada
waktu gak nanti malem?
— PUKUL RATA (2)

“Satu dari kami terluka. Ribuan di antara kalian dalam bahaya.” – Galaksi Aldebaran

“Lo mau apain rambut adek gue Lak?” Bams mengerutkan keningnya melihat Galaksi sedang
menguncir dan menjalin rambut adik perempuannya. Seperti Abang yang sangat sayang pada adik
perempuannya.

“Oh ini katanya Beby mau diiketin rambutnya.”

Beby. Adalah nama adik paling kecil Septian.

“Emang lo bisa, Lak?” Bams menunjukkan muka tak yakin.

“Iya bisalah. Ngeraguin gue mulu.”

Tadi Bams menjemput adiknya pulang dari les yang diadakan di sekolahnya. Bams yang bermula ragu
mengantar adiknya pulang karena rumah dalam keadaan sepi dan gelap pun mengajak Beby ke
Warjok—bermaksud untuk menjaganya agar tidak ketakutan di rumah sendiri. Namun keputusan itu
justru disesali Bams sekarang karena semua cowok yang ada di Warjok malah melamar akan menjadi
calon pacar adik perempuannya. Bahkan Nyong sejak tadi menyogok Bams dengan mie yang ditolak
Bams mentah-mentah.

“Bang Galaksi mau gak nanti jadi pacar Beby?” Beby bertanya dengan kedua mata berkilaunya.
Seketika itu Galaksi langsung teringat Kejora. Sedang apa perempuan itu?

“Beby kan masih SD. Enggak boleh mikir pacar-pacaran. Nanti giginya ompong loh,” ujar Galaksi.

“Tapi Bang! Beby mau punya pacar kaya Abang! Soalnya Abang baik sama Abangnya Beby.”

Galaksi memegang kedua pundak perempuan dengan pakaian merah putih itu. “Tugas Beby itu
sekarang belajar. Nanti kalau gak belajar Bang Bams sedih. Emangnya Beby mau liat Bang Bams sedih
karena Beby mikir pacar-pacaran?” anak perempuan itu lantas menggeleng.

“Abang baik deh! Gak kaya temen Abang. Bang Septian kalau Beby tanya selalu diem kaya Abang-
Abangnya Beby di rumah. Sebel! Kalau Beby tanya dia selalu pergi ke belakang. Dia benci sama Beby
ya?”

“Beby,” suara Bams terdengar marah. “Jangan gangguin Bang Galaksi. Ayo pulang.”

“Loh kok cepet banget Bams? Kaya anak perawan aja lo pulang jam segini.”

“Ck gue mau nganter adik gue. Dia harus belajar. Besok kan masih sekolah, Lak.”

“Abang jawab dong! Emangnya Bang ganteng itu benci ya sama Beby?” tanya Beby pada Galaksi.

Galaksi langsung melirik Septian. Cowok itu memang dipanggil Bang ganteng oleh Beby. Septian
sedang melamun di warung Bu Gendut. Jauh dari posko yang sedang didudukinya. Mungkin tak ada
yang lebih mengenal Septian. Tapi Galaksi tahu cowok itu sedang sedih.

“Enggak, Beby. Bang ganteng itu gak benci sama kamu.” Lalu Galaksi merendah agar dengan telinga
Beby. “Bang Septian itu pengen punya adik. Kaya Beby,” ujarnya lalu berbisik.
“Udah sana Beby cari Bang Septian dulu. Pamitan bilang mau pulang.”

“Lo gak pulang, Lak?”

“Enggak, Bams. Ntar aja. Yang lain masih pada rame di Warjok. Gak enak gue. Masa gue ketuanya
gue pulang duluan?”

“Ah boong lo. Karena apa sih? Karena Kejora lagi?”

“Enggak Bams.”

“Bohong lo. Lagian lo sama Kejora gak baikan? Gue tau dia salah dan kesalahannya bagi lo gak bisa
dimaafin tapi coba kasih kesempatan. Dia juga kan sering nyari-nyari lo. Dia gak pernah bilang
alasannya ke lo?”

“Enggak tuh Bams. Takut paling.”

“Yah gimana gak takut tuh cewek. Dia datengin lo aja muka lo kaya udah mau ngajakin dia perang.
Dia manggil lo aja lo langsung pergi. Dia ngomong sama lo aja lo balesnya sambil bentak-bentak atau
marah-marahin dia. Man, cewek mana sih yang gak takut digituin?” Bams bertanya.

“Gue ikutin prinsipnya Asep. Gak suka campur-campurin urusan orang. Tapi lo.” Bams menunjuk
Galaksi. “Sebagai manusia gak boleh lari dari masalah. Masalah itu bakal terus ada ngejar lo. Masalah
itu akan selalu mengintai sebagai bayang-bayang atau diselesaikan.”

“Gue belum bisa maafin dia, Bams. Lo kan tau sendiri gue kaya apa.”

“Iya gue tau. Lo Galaksi Aldebaran yang gak suka dikhianatin.”

“Dia cuman jalan sama cowok, Man. Lo ini terhasut omongan temen-temen kalau dia itu cewek gak
bener sempet ke penginapan, rumah, kostan cowok itu bahkan ke tempat-tempat tongkrong Frans
tanpa sepengetahuan lo. Kita semua tau berita itu setelah kabar kalau orangtua Kejora bangkrut
karena korupsi.”

“Gue pulang dulu, Bos. Semoga otak lo bisa jalan.”

Galaksi melihat Bams pergi menjauh menjemput adiknya yang sedang tertawa digendong Jordan—
mereka sedang menggoda Septian dan Guntur.

“Eh Bebyyy. Sama Abang Nyong ajalah jangan sama Septian. Nanti Abang ajak kau ke Ambon ketemu
sama Tete nya Abang!” suara dialek Ambon Nyong bahkan terdengar sampai sini.

“Hah apa? Tete? Wahhh anjir parah lo ngajarin anak kecil yang enggak-enggak!” Oji tertawa di
sampingnya.

“Tete itu di Ambon sebutan Kakek, Ji. Opa atau Datuk. Kau ini bagaimana sih?” Nyong membalas lalu
tertawa.

“Makanya kau kalau pas pelajaran Bahasa Indonesia jangan bolos terus Ji!”

“Bolos itu apa Bang?“ tanya Beby membuat Bams yang berdiri di belakang Jordan melotot pada
Nyong dan Oji.

“Eh! E—enggak apa-apa kok. Beby udah malem. Pulang yaa... pulang...”
Bams semakin melotot karena adiknya diusir. Sementara Nyong dan Oji menatap Bams ngeri.

“Awas lu ngusir-ngusir adik gue. Pulang lewat mana lo hah?”

“Ampunnn Bangg! Serem amat itu mata lo jatuh ntar melotot mulu!” ujar Nyong.

“Ayo Beby pulang. Besok harus sekolah,” ujar Bams mengambil Beby yang digendong Jordan untuk
turun.

Galaksi mengecek ponselnya. Tadi pagi sebelum masuk sekolah. Guntur memang memberinya
sebuah pesan singkat karena hape cowok itu kehabisan kuota.

Guntur Gutama: Frans Arifin. Kelas XII IPS 2. Enaknya diapain nih Bos?

“Bang Batra?” Kejora masuk ke dalam rumah barunya.

Tidak ada siapa pun di dalam. Rumah kecil yang letaknya ada di pinggir kota ini tampak begitu sunyi.
Matahari sudah hilang di pelupuk langit. Hanya ada desir angin melambai di kain dekat jendela
ungkit.

“Bang Batra, Kejora pulang...”

“Bang Batra apa-apaan sih?!” Kejora berteriak melihat Batra duduk di sofa dalam. Terlihat sedang
mabuk. Ada botol minuman di tangan dan meja kayu depannya. Hidup susah membuat Abangnya
berubah. Bukan hanya Abang. Tapi semuanya berubah. Mulai dari keluarga, Ayah, Ibu, Abang dan
kehidupannya di sekolah bahkan pacarnya sendiri. Semuanya seolah menjauh. Mengusir Kejora dari
hidup mereka.

“KALAU ABANG GAK KUAT SAMA HIDUP KITA YANG SEKARANG JANGAN KAYA GINI!”

“Hahaha, adik Abang udah pulang? Mama mana?” tanya Batra dengan suara mabuk membuat
Kejora menepis tangannya yang hendak mengusap pipinya. Suasana temaram di antara semakin
mencekam.

“Abang itu kapan sadarnya sih? Mama udah pergi! Nikah sama orang lain ninggalin kita ke Bandung
karena Papa masuk penjara!” suara Kejora makin tinggi.

“Abang itu kapan bangunnya?! Kita cuman tinggal berdua sekarang Bang!”

Batra diam. Mukanya merah. Laki-laki itu lalu mengambil botol alkohol berwarna hijau yang ada di
genggamannya dan memecahkannya di lantai. Membuat pecahannya berserakan di lantai. Hal itu
membuat Kejora menatapnya dengan tatapan kosong. Perbuatan-perbuatan kasar ini sudah biasa di
rumahnya. Kejora tak perlu takut menghadapinya.

“Kamu mau Abang pukul?!”

“pukul aja!”

“PUKUL KALAU ABANG BERANI!”


Batra setengah mabuk berdiri. Matanya merah. Sebelah tangannya menjambak rambut Kejora kuat-
kuat lalu tangannya memukul tepat di wajah Kejora. Pukulan itu kuat. Seperti meladeni lawan laki-
laki. Sudut mata Kejora memerah lalu perempuan itu didorong hingga dahinya terbentur asbak di
atas meja.

“Mana uang kamu?” Batra merebut tas Kejora.

“Gak mau Bang! Itu uang sekolah Kejora!” Kejora merebut tasnya dari tangan Batra.

“Mana sini mau gue pake judi!” Batra membentak dengan suara kasar. Mengambil tas Kejora. Lalu
membawa kabur uang yang ada di dompet Kejora. Kejora terduduk di lantai. Menahan dengan mati-
matian air matanya. Sakit di tulang dekat matanya membuat Kejora meringis kesakitan. Dahinya pun
berdarah.

Semuanya telah hilang. Bahkan Abangnya sekalipun pergi.

Malam ini sepertinya akan hujan. Seorang gadis dengan pakaian putih abu-abu tengah duduk di
halte dengan ekspresi putus asa. Dulu Batra tak pernah bersikap kasar padanya. Tapi semenjak
Ayahnya masuk penjara. Batra jadi suka marah-marah, pulang-pergi malam, minum-minum bahkan
berteman dengan Frans.

“Malem-malem gini ngapain masih di halte?”

Kejora tidak peduli dengan suara itu.

“Gak baik loh cewek sendirian malem-malem gini di halte. Apalagi masih pake baju SMA.”

“Kayanya lagi sedih boleh gue hibur gak?” tanya Kris. Kejora tersentak saat ada tangan yang
membuka rambut yang menutupi wajah dan pipinya. Saat Kejora menoleh. Kris ada di depannya.
Duduk di sebelahnya. Menatap Kejora yang baru saja habis menangis.

“Makanya kalau diajak jalan malem itu mau. Jadi nangis gini kan?”

“Lo ngapain di sini?” tanya Kejora.

“Kebetulan gue lewat terus liat lo. Itu motor gue.”

“Mana?”

“Itu.”

Kris menunjuk motornya yang terparkir di dekat halte.

“Terus kenapa lo duduk di samping gue?”

“Nungguin lo dong. Nanti kalau lo diapa-apain sama orang gimana? Tadi ada yang hampir mampir ke
sini tapi gak jadi karena gue suruh pergi.”

“Masa sih?”

“Iya.” Kris berusaha menyakinkan. Lalu Kris menerawang.


“Katanya bahagia dan sedih itu satu paket. Kalau lagi sedih harus inget hal-hal yang buat lo bahagia.
Kalau lagi bahagia harus inget sama hal-hal yang pernah buat lo sedih. Karena sedih itu juga
anugrah.”

“Oh ya?”

“Iya. Kaya kata gue. Karena bahagia dan sedih itu satu paket. Gak ada sedih lo gak bisa bahagia. Gue
yakin kok orang-orang yang sayang sama lo gak suka liat lo sedih, Ra.”

“Kenapa lo bisa seyakin itu?”

Kris mengangkat bahu. “Mungkin karena lo, Ra.”

“Kalau di sekolah sama di luar lo beda banget ya Kris? Kalau di luar lo baik. Kalau di sekolah idih
amit-amittt!”

Kris tertawa, “Ahahaha! Bisa aja lo.”

“Gue mau cerita sama lo, Ra.” Kejora menoleh pada Kris.

“Kenapa kalau daun itu jatuh ke bawah bukan ke atas?”

“Kenapa? Kan emang daun itu jatuh ke bawah bukan ke atas. Gaya gravitasi bumi.”

“Salah, Ra. Masa segitu aja gak bisa jawab sih? Katanya lo juara umum SMA Ganesha?”

“Ih apa sih maksud lo?!”

“Masa mikirnya gaya gravitasi. Ya salahlah Ra.”

“Terus yang bener apa?”

“Pohon itu emang sengaja buat daun-daunnya jatuh ke bawah. Supaya apa? Supaya bisa tumbuh
yang baru lagi. Jatuh untuk bangkit. Kalau lo lagi ngerasa jatuh. Lo harus bangkit. Lo gak boleh sedih-
sedih terus. Sedih itu gak baik buat pikiran lo.”

“Nih ambil daun mangga. Anggep aja hadiah dari gue supaya lo gak sedih lagi.” Kris memberi Kejora
daun mangga yang tadi ada di kursi halte. Mungkin saja jatuh dan terbang hingga kursi.

“Gue bukan temen yang baik, Ra. Jangan berpikir kaya gitu.”

Kris seolah tahu apa yang ada di pikiran Kejora saat ini. “Gue ini musuh lo karena lo pacar ketua geng
Ravispa. Tapi kadang musuh adalah teman yang baik untuk diajak curhat, kan?”

“Kejora!” suara berat itu membuat Kejora menoleh saat tadi sempat menatap kedua mata Kris lekat-
lekat. Seorang murid laki-laki sedang duduk di atas motornya—menatap Kejora. Kejora yang ditatap
seperti itu salah tingkah dan bergerak menuju ke arah Galaksi. Tapi Galaksi tak mengatakan apa pun.
Kedua mata lelaki itu menatapnya tajam. Galaksi marah. Kejora sadar betul dengan hal itu. Cowok
itu menatap ke arah depan tanpa mau menatapnya lagi.

“Gal...”

“NAIK!” bentak Galaksi membuat Kejora tahu bahwa Galaksi juga cemburu.
Semenjak hari itu Galaksi tambah berubah. Kejora merasakan bahwa Galaksi menjauhinya. Cowok
itu bahkan tidak mau menatapnya. Ketika Kejora memanggilnya Galaksi selalu pergi tanpa mau
repot-repot menoleh. Sudah segala upaya Kejora lakukan agar hubungan mereka membaik dari
mengajak Galaksi mengobrol, mengunjunginya ke kelas atau kantin tapi cowok itu selalu saja
menjaga jarak dan pergi dengan muka datar.

Pagi tadi Kejora melihat Galaksi membonceng seorang perempuan. Mereka datang ke sekolah
bersama-sama. Tangan perempuan itu bahkan memeluk Galaksi dari belakang. Siapa lagi kalau
bukan dengan Sarah?

“GAL! Ada yang mau aku omongin.”

“Gal!” Galaksi tak mengiraukannya.

“Gal! Ada yang mau aku omongin sama kamu!”

“Gak usah sok manis lo,” kata Galaksi melewati Kejora di lorong sekolah.

“Gal sebentar aja. Aku tau kamu marah sama aku. Aku udah ke rumah kamu tapi kamu gak pernah
ada. Aku udah ngirim pesan ke kamu tapi gak pernah kamu baca. Aku ke kelas kamu katanya kamu
bolos. Aku udah cari kamu ke kantin sambil manggil-manggil kamu tapi kamu gak pernah mau bicara
sama aku. Aku selalu naruh nasi bungkus di laci kamu tapi selalu kamu kasih ke Jordan. Kamu bener-
bener udah gak mau maafin aku Gal?”

“Kalau gue gak mau maafin lo kenapa?” Galaksi balik bertanya. Kedua tangannya masuk ke dalam
saku celana. Membuat Kejora menatap wajah laki-laki itu. Sayu seperti kurang tidur. Kini tak ada lagi
tatapan hangat itu di kedua mata Galaksi. Kenyataan bahwa hati cowok itu telah terbelah.

“Aku denger kamu sering sama Sarah belakangan ini. Bener?”

“Bener,” jawab Galaksi lugas. Menatap lurus pada kedua mata Kejora.

”Aku denger kamu sering jalan bareng dia. Bener?”

“Bener.” Sekali lagi Kejora harus membesarkan hatinya. Agar tak ada air mata yang jatuh di depan
Galaksi.

“Aku denger kamu ngajak Sarah dateng ke ulang tahun temen kamu sebagai pasangan kamu.
Bener?”

“Bener. Apa lagi yang mau lo tau?” suara Galaksi membuat kedua bahu Kejora turun drastis. Hilang
sudah kebesaran hatinya setelah mendengar jawab itu dari Galaksi.

“Harusnya lo sadar kalau lo itu gak pantes sama gue. Harusnya lo tuh malu dan mikir sebelum jalan
di belakang gue sama orang lain. Masih untung ada yang suka dan mau sama lo,” kata Galaksi jelas-
jelas menusuk hati Kejora.

“Aku tau kamu lagi marah. Aku janji bakal perbaiki semuanya, Gal.”

“Udah terlambat. Lo gak bisa memperbaiki apa yang udah hancur.” Galaksi lalu pergi setelah
mengatakan itu. Tapi tadi cowok itu sempat melihat ada luka lebam di dekat mata Kejora dan
dahinya. Galaksi tahu persis itu bekas pukulan.

Dia dipukul siapa?


“Bams adik lo si Bedul mau masuk Ravispa?” tanya Septian.

“Mau katanya,” balas Bams cuek.

“Eh katanya ada anak baru tuh. Namanya Galang. Junior masih kelas sebelas. Denger-denger nih
katanya dia udah masuk BK lima kali. LO BAYANGIN DIA MASUK BK LIMA KALI DALAM SEMINGGU
BRE?! Bu Dayu kekeuh gak mau ngeluarin dia dari sekolah tuh,” suara Guntur menarik perhatian
teman-temannya.

“Serius lo?” tanya Jordan.

“Serius lah. Bu Dayu gak mau keluarin Galang dari sekolah karena katanya Bu Dayu mau mendidik
dia. Kalau kesalahannya si Lorenzo kan fatal tapi kalau Galang cuman bolos sama terlambat doang.
Mungkin mau dididik biar jadi anak alim kaya Asep.” Lirikan mata Guntur membuat Septian menoleh
tajam.

“Eh canda bosquu canda!” Guntur nyengir lalu tertawa pada Septian.

“Untung gue bukan anak alim,” cemooh Oji sambil tertawa melirik Septian.

Ketujuhnya sedang bersender di dinding dekat pintu koridor setelah makan-makan di kantin.
Sementara itu Nyong masih asyik menggoda para perempuan yang lewat. Mulai dari guru, adik kelas,
teman sekelas bahkan siswi-siswi SMA Jatinegara.

“Mbok jamu baca cerita

Cuman Eneng yang Abang cinta.”

“IIIIHH JIJIK BANGET YA NYONG??!” suara Katty—anak kelas sebelas terdengar nyaring dengan nada
kebarat-baratan. “GUE ITU GAK SUKA YA SAMA YOU! HUSH SANA JAUH-JAUH YOU DARI I DASAR
DEKIL ANOA!”

“Masa lo dikatain dekil Anoa si Nyong? Parah banget dah ini cewek bule tau aja,” balas Bams sambil
tertawa.

“EH!! LU TUH HARUSNYA MEMBELA GUE BAMS! BUKANNYA MALAH IKUT-IKUTAN SI KATTY!” Nyong
mendengkik marah.

Guntur ngakak di sebelah. “Udah you sana. Hush hush manja,” katanya sambil melambai pada
Nyong.

“LAGI SEKALI LO BILANG KAYA GITU GUE ADUIN KEPALA SEKOLAH YOU DASAR DEKIL ANOA!” kata
Katty lagi lalu pergi menjauh.

“Yeee dasar kang ngadu! Cantik juga masih cantikan Febbi!”

“Eh hati-hati lo Nyong. Kepala sekolah itu pamannya dia. Sebelum lo buat tuh cewek kenapa-napa.
Lo duluan yang dikeluarin dari sekolah,” ujar Oji

“Dasar bule. Nih gue bule lokal gak sombwong!” kata Nyong.

“Nyong lo diem apa gue seret lo ke kelas?” ancaman Septian membuat Nyong menciut.
“Eh jangan Sep! Jangan! Gue masih betah hidup kok! Nihhh buktinya!” ucap Nyong merangkul
cowok bermuka dingin itu agar tak menatapnya seperti itu. Jujur Septian sedang malas melihat
Nyong menggoda para cewek yang lewat. Seolah cewek-cewek itu tak ada harganya di mata Nyong.

Sementara Galaksi masih berdiam diri sambil memutar-mutar tongkat baseball-nya. Sibuk dengan isi
kepalanya sendiri. Memikirkan banyak hal termasuk mata dan suara Kejora yang menunjukkan
bahwa perempuan itu sedang butuh istirahat bukan sekolah.

Galaksi melihat Kejora dengan seorang cowok di lorong. Keduanya tampak berbicara serius. Dari
pantauan Galaksi. Kejora sedang tertawa dan cowok itu mengelus sayang rambut Kejora. Hal itu
membuat kedua tangan Galaksi mengepal, geram. Laki-laki lain bisa membuat Kejora tertawa
sementara Galaksi hanya membuatnya sedih.

Tapi bukannya itu bagus? Itukan yang diinginkan Galaksi selama ini?

“Lo kan yang namanya Jordan?” Kris dan rombongannya datang memenuhi lorong kelas dua belas.

“Iya gue Jordan. Kenapa emangnya?” tiba-tiba tanpa bisa diprediksi. Kris menghajar Jordan
membuat kepala Jordan terbentur dinding. Suaranya membuat orang-orang yang ada disekitar
memekik termasuk Kejora yang sedang mengobrol dengan seorang adik kelas.

“KURANG AJAR LO! LO NYAKITIN HATI TEMEN GUE SI BRIGITHA!” Kris adalah teman Brigitha—juga
teman di sekolah mereka sebelum harus belajar di SMA Ganesha. “Dia nangis! Gue aja gak pernah
bikin dia nangis!”

“E bangsat lo ya!” Galaksi memukul Kris ke belakang membuat cowok itu dipegang teman-temannya.
Sementara Jordan seketika merasa pusing karena kepalanya terbentur cukup hebat di dinding.
Membuat Septian membantunya berdiri dengan benar.

“Apa maksud lo dateng-dateng mukul si jordan?” tanya Galaksi.

“Lo tanya nih sama temen lo ini. Dia mutusin Brigitha besoknya bilang kalau dia masih sayang sama
Lala. Emang dikasih hati minta jantung!” suara menggebu-gebu Kris membuat Galaksi menghajarnya
lagi. Kali ini lebih banyak dari tadi. Membuat perut Kris sakit karena pukulan kuat Galaksi.

“Jelaslah Jordan mutusin Brigitha orang tuh cewek juga punya cowok lain di luar. Lo pikir temen gue
ini gak tau? Mulut aja manis sayang-sayang alisnya kaya sampah!”

“BACOT LO!”

Perkelahian itu terjadi begitu panjang antara anak-anak SMA Ganesha dan Jatinegara. Juga tentang
Ravispa dan Jargom. Mereka saling tak mau kalah dan terus ingin melawan. Agar menang. Lorong
besar itu penuh seketika ketika anak-anak Ravispa yang mendengar itu langsung datang dan
melompat untuk membalas perbuatan Kris dan teman-temannya. Adegan baku hantam itu terjadi
hingga pintu loker dekat sana rusak. Membuat beberapa orang luka-luka karenanya.

“Lo boleh main-main sama gue Kris. Tapi kalau sama temen-temen gue. Lo harus habis di tangan
gue!” itu suara Galaksi saat Kris terjatuh ke bawah dan ingin kabur namun Galaksi tak
memberikannya kesempatan.

“Satu dari kami terluka. Ribuan diantara kalian dalam bahaya,” ucap Galaksi. “Lo main kroyok? Kita
bisa lebih brutal, Man!”
“GALLL STOPP!!” itu suara Brigitha. Memeluknya agar tak memukul Kris lagi.

“Udah Kris jangan dilanjutin,” itu suara Kejora. Galaksi berhenti. Menatap Kejora tidak percaya
karena perempuan itu malah membantu Kris ketimbang berada di pihaknya.

Suara peluit Pak Dandang dan Pak Nurdin membuat baku-hantam itu berhenti seketika. Tapi kedua
mata Galaksi masih tertuju pada Kejora dan Kris. Kejora bahkan memapah Kris agar bisa berdiri
sementara Septian dan Jordan menjauh.

“Kenapa lo nolongin dia Ra?!” tanya Galaksi.

“Karena dia udah nolongin gue dan buat gue gak sedih lagi kaya yang lo lakuin ke gue, Gal,” balas
Kejora.

— USAHA PERTAMA

“Selalu ada yang menunggumu di depan pintu yang belum kau buka namun ada juga yang terluka di
belakang pintu yang belum kau tutup.” — Kejora Ayodhya

“Lo yakin gak mau nyamperin Kejora?” Septian bertanya pada Galaksi yang ada di sebelahnya.

Galaksi menggeleng. “Ngapain juga. Gue gak percaya sama tuh cewek.”

“Terus kenapa lo masih liatin dia terus?” pertanyaan Septian benar-benar menusuk. Keduanya ada di
parkiran. Motor besar mereka juga bersebelahan.

“Emangnya kenapa gue kan pacarnya, Sep?” Galaksi balik bertanya.

“Lo bisa aja benci sama dia tapi hati lo gak bisa kan Lak?” ujar Septian.

“Katanya lo udah gak peduli sama dia? Ya udah lepasin aja kalau berani,” ucap Septian cuek.

“Lepasin dia?” Galaksi berpikir sebentar. “Enggak, gue gak rela,” ujar Galaksi memandang Kejora
yang sedang mengobrol dengan Kris.

“PAGI RA!” sapaan riang itu membuat Kejora menoleh dan menemukan Kris sedang tersenyum
padanya.

“Kok gak dijawab sih? Pamali loh, Ra,” ucap Kris. “Gue dianggurin nih? Anggur itu mahal loh Ra.”

Apaan sih nih cowok gaje banget? Batin Kejora.

“Cowok kaya gue dianggurin nih? Cuman elo doang nih Ra yang begitu. Oh ya gue juga mau bilang
makasih buat yang kemarin karena lo misahin gue dari Galaksi. Maaf juga karena gue pernah hampir
macem-macemin lo di gudang sebenarnya gue gak bermaksud kaya gitu ke lo. Gue cuman pengen
kenalan.”
“Udah deh jangan deket-deket gue lagi, Kris. Gue gak mau cari masalah sama orang kaya lo. Udah
cukup kemarin, kemarin sama yang di gudang itu.”

“Kenapa? Takut Galaksi marah? Yaelah Ra kita ini cuman ngobrol doang. Gak ngapa-ngapain.”

“Terserah apa kata lo. Gue mau pergi aja.”

“RA DAUN MANGGA YANG GUE KASI ITU JANGAN SAMPE HILANG YA! KALAU LAGI SEDIH LIAT ATAU
INGET ITU AJA!” teriak Kris di lorong namun Kejora tak menghiraukannya.

Entah kenapa di saat-saat seperti ini Kejora malah merindukan sosok Galaksi yang dulu. Cowok yang
biasanya marah-marah tiap kali Kejora mengobrol dengan laki-laki lain. Cowok yang akan terus
bertanya siapa orang yang berani menganggunya. Hanya Galaksi yang selalu melalukan itu untuk
Kejora.

Sejak tadi Kejora sudah tiba di sekolah. Pagi-pagi sekali ia berangkat dari rumah agar bisa menemui
Galaksi. Di dalam kepalanya sudah ada banyak kata yang Kejora siapkan agar Galaksi mau
memaafkannya atau paling tidak mau mengobrol dengannya.

“ASTAGA RA RA RA!!” Fani yang baru saja datang langsung menempel di punggung Kejora. “SERIUS
ITU KRIS? YANG TERIAK-TERIAK NAMA LO KAYA ORANG GILA TADI??”

“Dia emang gila kali,” sahut Kejora.

“Ra ya ampunnn!! Dia suka tuh sama lo Ra,” ucap Fani membuat Kejora langsung menoleh. Suka?

“Suka? Sama gue?” Kejora tertawa aneh. “Bercanda lo.”

“ISSSS SERIUS RA!!” Fani berjalan di sebelah Kejora. “Masa lo gak nyadar-nyadar sih Ra? Dia itu suka
sama lo. Si Kris sebelum kita-kita pada pindah ke SMA Ganesha bilang gak bakal berurusan sama
cewek sini. Trus Marlo waktu itu ke rumah gue. Gue pikir ngapain. Dia minjem hape gue. Dan lo tau
apa? Gue pikir dia emang mau dateng ke rumah gue ketemu sama keluarga gue eh taunya nyolong
nomor telpon lo Ra!”

“Oh jadi lo biangnya?” Kejora menoleh pada Fani. “Terus Marlo ngasih nomor telpon gue ke Kris.
Gitu?”

“THAT’S IT!” Fani membalas, semangat.

“Hhh punya temen semua gak ada yang bisa dipercaya,” kata Kejora, malas.

“Maaf dong Ra! Bukan gitu maksud gue. Gue hanya kasih ha—”

“EH FANI! Nih kelas habis di pel lo main masuk seenaknya aja! Liat-liat dulu dong. Kasian kan yang
piket?” omel Febbi membuat Fani mengerutkan keningnya.

“Eh biasa aja dong lo!” balas Fani di depan kelas. Kejora menatap keduanya lelah. Jihan dan Lala
yang berada di dalam kelas pun keluar saat mendengar suara Febbi dan Fani yang sedang ribut.
Keduanya menatap Kejora sebentar lalu.

“ELO TUH YANG BIASA AJA!” balas Febbi lebih sengit.

“Nih gue kasih tau sama lo ya. Mau aja temenan sama dia.” Tangan Febbi menunjuk wajah Kejora.
“Cuman lo di kelas satu-satunya orang aneh yang mau temenan sama dia! Disogok berapa lo?”
“HEH MULUT LO ITU YA?!” Fani mendorong Febbi. “Kejora itu temen gue!”

“Iya sekarang bilang temen. Belum aja lo tau kelakuannya temen lo itu,” suara Lala membuat Kejora
menatapnya sementara Jihan hanya bisa terdiam di tempatnya.

Kejora mengembuskan napas pelan dan pergi dari depan kelasnya. Kejora butuh jarak. Kejora butuh
waktu untuk sendiri. Dan Kejora juga butuh waktu untuk berpikir.

Memang. Seribu kebaikanmu akan terlupa oleh satu kesalahanmu.

“GALAKSI!” Kejora memanggil Galaksi cukup keras. Galaksi yang sedang melamun ke arah lapangan
seketika melihatnya. Cewek itu langsung datang menghampirinya. Tanpa basa-basi terlebih dahulu
Kejora duduk di sebelah Galaksi. Menatap cowok itu dengan senyum kecil.

“Udah sarapan?”

Galaksi tak menjawab. Cowok itu malah semakin cuek. Galaksi bahkan tak mau repot-repot melihat
Kejora. Membuat Kejora harus bersusah payah mencari topik yang benar. Hubungan mereka benar-
benar sedang tidak sehat. Bahkan hanya untuk bertegur sapa pun Galaksi enggan.

“Kalau marah gak boleh lama-lama nanti aku diambil orang lain. Emangnya kamu mau aku diambil
orang lain?” ucap Kejora berusaha jenaka meski Galaksi langsung mendelik padanya.

“Tumben.”

“Tumben kenapa?”

“Tumben cerewet. Lo kan bukan cewek cerewet.”

“Ya udah kalau gitu aku rubah sifat aku sekarang. Aku bisa jadi cerewet kaya Mama kamu. Bisa juga
jagain kamu. Bisa bawain kamu nasi atau mie bu Gendut yang sering kamu bilang enak itu ke aku.
Aku juga bisa bawain nasi Jinggo kantin buat kamu ke kelas. Aku juga bisa—”

“Dahi sama mata lo kenapa?” Galaksi bertanya tapi tetap tak mau menatapnya. Cowok itu tetap
terlihat cuek tapi masih ingin tahu apa yang dialami Kejora.

“Ini?” Kejora menyentuh dahi kirinya. “Oh waktu itu gak sengaja kena tiang. Aku jalannya gak liat-
liat.”

Galaksi merundukkan sedikit tubuhnya hingga kedua tangannya ada di sela-sela pertemuan lututnya.
“Gue sering dipukul orang, Ra. Dari yang badannya besar sampai badannya kecil. Gue tau bekas luka
pukul itu kaya apa.”

“Maksud kamu aku ini dipukul? Enggaklah Gal!” Kejora tertawa renyah. “Siapa juga kan yang berani
mukul aku? Aku kan pacarnya kamu. Lagian kan gak ada yang mau temenan sama aku sekarang. Jadi
mana mungkin aku dipukul orang?”

Galaksi langsung berdiri. Kejora mengikuti cowok itu dari samping. Berjalan bersama. Beberapa
orang yang ada di lorong memperhatikan keduanya. Dari mulut-mulut mereka ada bisik-bisik tidak
enak tentang Kejora.

“Gue mau ke kamar mandi,” kata Galaksi.


“Kamar mandi?”

“Hmm.”

“Tunggu Gal.”

“Kamu bohong kan? Tujuan kamu sebenarnya bukan mau ke kamar mandi.Kamu gak suka aku jalan
di samping kamu Gal?” tanya Kejora.

“Enggak,” jawab Galaksi.

”Kenapa? Karena gak ada yang mau temenan sama aku? Karena satu sekolah ngejauhin aku? Karena
kalau jalan sama aku kamu pasti diomongin yang enggak-enggak juga sama orang lain. Iya kan?”
tanya Kejora membuat Galaksi tambah diam.

“Ah seharusnya aku sadar dari awal.”

“Gue gak pernah mikir kaya gitu,” sergah Galaksi.

“Aku pacar kamu aku kenal kamu kaya gimana Gal.”

“Kamu bilang kamu mau ke kamar mandi supaya aku pergi dan gak ngikutin kamu lagi kan? Atau
supaya kamu bisa ketemu sama cewek-cewek kamu itu?” tanya Kejora. Galaksi tidak menjawab lagi.
Kejora memang tahu apa yang Galaksi pikirkan sekarang.

“Gak suka banget ya kamu sama aku?” tanya Kejora.

Galaksi memegang kedua pundak Kejora. Barulah Kejora tersentak dan sadar bahwa Galaksi sedang
sakit. Panas dari kedua tangan Galaksi membuat Kejora menatap wajah cowok itu lama. Panasnya
bahkan bisa menembus baju sekolah Kejora.

“Jangan ngajak berantem,” bisik Galaksi

Membuat Kejora mengerjap lalu tanpa sadar beberapa detik kemudian mengangguk patuh. Galaksi
lalu berbalik badan, hendak pergi meninggalkan Kejora.

“Aku lebih suka liat kamu marah-marah asal kamu jangan sampe sakit atau sedih. Aku gak bisa liat
kamu sakit, Gal,” ucap Kejora gamang yang membuat Galaksi tambah menjauh.

Usaha pertama Kejora gagal.

“BU GENDUTTTTTTTTTTTTT!! NASI TUJUH YAAA! PAKE SENDOK SAMA AQUA TANGGUNG JUGA!!”
Nyong sedang manjat setengah tembok belakang sekolah. Kebiasaan yang dilakukan anak-anak
Ravispa kalau bosan dengan nasi yang ada di kantin sekolah. Kalau sudah Ravispa bertengger di
belakang sekolah maka murid-murid yang lainnya tak akan ada yang berani memesan kecuali ada
yang nekat dan itu sama aja namanya cari perkara!

“Laper banget gue,” ucap Bams. “Pusing dengerin Bu Dayu ngomel mulu dari tadi kelas.”
“Makan mulu isi kepala lo. Sabar kali. Masih dibuatin sama Bu Gendut. Lo gue larang makan mie,
Bams. Gak baik. Gak di warjok, pas kita ngegym, pas di lapangan banteng makannya mie mulu.
Makanya gue suruh Nyong pesen nasi itu tujuh,” kata Guntur.

”Bos lagi kenapa? Merenung mulu dari tadi.” Jordan melirik Galaksi yang sedang duduk jauh dari
mereka.

“Gak tau. Eh Dan itu kepala lo udah gak pusing lagi kan gara-gara dipukul Kris kemarin?” tanya Oji.

“Udah biasa aja Ji.”

“Inyong juga dari tadi nanyain kenapa Pak Ketu eh dia malah diem aja. Jadi ikutan galau kan Inyong,”
Nyong mentapa Galaksi prihatin. Cowok itu sedang duduk di bangku reot—agak jauh dari teman-
temannya.

“Sok-sok galau. Cewek juga gak punya lo,” ujar Guntur.

“Iya udahlah biarin aja Galak kaya gitu,” ucap Septian. Cowok itu sedang bersender di dekat pohon.

“OHHHH GUE PUNYA RENCANA NIH!” ucap Jordan. “SIAPA YANG SETUJU—”

“SETUJU!!” potong Guntur semangat 45.

“Belom selesai dodol!” Jordan menoyor kepalanya.

”Siapa yang setuju kalau kita—“

“SETUJUUU!!”

“Lama-lama gue ketapel lo Tur,” kata-kata Jordan membuat Guntur tertawa.

“Apa pun buat Galak. I’M COMING BRO!”

“Emang lo punya rencana apa?” tanya Bams.

“Buat Galak sama Kejora baikan. Sepet gue liat Galak begitu terus. Bener-bener kaya bukan ketua
geng yang gue kenal. Setuju gak lo semua?”

“SETUJUU!!” Nyong, Guntur, Bams, dan Oji menyahut barengan.

“Lo gimana Sep? Mana kesetiakawanan lo?” tanya Jordan.

“Mungkin bakal susah. Oke setuju setuju aja gue,” jawab Septian jutek.

“OKE KITA BAGI TUGAS!”

“RA RA! LO DIPANGGIL SAMA GALAK TUH!”suara Guntur membuat Kejora menoleh, heran.

“Iya Ra! Abwang Galak makin sakit tuh. Coba deh kau tengokin bentar. Makin panas dia Ra. Panas
terbakar api cemburu,” lanjut Nyong sambil tertawa. Nyong mendorong Kejora yang hendak protes.

“Eh, tunggu dulu... masa Galaksi manggil gue?” Kejora bertanya bingung. Tidak mungkin cowok itu
berubah pikiran secepat ini setelah pagi tadi.
“Wooo iya dong Ra! Dia manggil lo tadi sambil teriak-teriak. Kejang-kejang kayanya dia tuh Ra,” ucap
Bams terkekeh, menahan tawa.

“Bukan kejang-kejang lagi tapi dia step Ra! Step! BURUAN MASUKKK!” Oji semakin hiperbola.

“Udah Ra masuk aja. Insyallah berkah!” Jordan menambah-nambahi dari samping.

“Ayo Ra. Buruan masuk.” Nyong menutup pintu kelas XII IPA 5 setelah Kejora masuk. Tidak ada
tanda-tanda keberadaan orang di kelas ini. Kejora menoleh ke pintu yang sudah tertutup. Pintu itu
ternyata sudah dijaga dari luar. Kejora melihat ke meja Galaksi. Kosong. Tidak ada yang menempati.
Namun ketika melihat kaki dan sepatu yang ada di ujung bangku barulah Kejora tahu bahwa Galaksi
sedang tidur di kursi sekolah.

Kejora duduk di depan Galaksi. Cowok itu benar sedang tidur dengan berbantal tas dan sebelah
tangan yang menutupi wajahnya. Terlihat sedang menahan rasa sakitnya. Melihat itu Kejora jadi
tidak tega.

”Gal kalau sakit kamu makin parah mending kita ke UKS aja. Nanti aku jagain kamu di sana.”

Galaksi mengeram lalu merubah posisi tidurnya—membelakangi Kejora membuat Kejora menatap
punggung cowok itu. Keringat mengalir dari kepala ke tengkuknya. Kerah kemeja cowok itu juga
basah. Kejora tersenyum. Dia sangat suka aroma keringat Galaksi yang bercampur dengan parfum
cowok itu.

Kejora masih ingat dulu ketika ia sering meminjam jaket Ravispa Galaksi atau hoodie hitam laki-laki
itu. Aromanya pasti masih tetap sama.

“Kata temen-temen kamu. Kamu manggil aku ke sini itu bener Gal?”

“Gue gak manggil lo ke sini. Kalau pun ada yang mau gue panggil. Gue pasti manggil cewek gue yang
lain. Bukan lo,” ucap Galaksi dengan suara serak membuat Kejora mengembuskan napas pelan.

“Emangnya kamu punya cewek berapa sih?”

”Berapa pun cewek gue sekarang. Itu bukan urusan lo. Mau Jessica, Mona, Wenda atau Sarah. Itu
bukan urusan lo. Lebih baik lo pergi dari sini. Jangan ganggu gue mau tidur.” Galaksi menyahut ketus.

Kejora masih duduk di bangku depan Galaksi. Mereka terhalangi meja yang sering cowok itu
gunakan untuk belajar di kelas. Pandangan Kejora terus tertuju pada Galaksi yang tak mau
melihatnya. Kejora yakin, teman-teman Galaksi pasti mengerjainya karena Galaksi bukan tipe orang
yang gampang luluh begitu saja. Butuh waktu untuk membuat hati cowok itu menghangat kembali.

“Aku khawatir sama kamu.”

Galaksi mengerang lalu duduk. Cowok itu duduk, menatap Kejora dengan tajam. Beberapa menit
kemudian Galaksi menggebrak meja membuat Kejora terperanjat karenanya.

”Gue bilang lo pergi dari sini. Lo gak denger?!” bentak Galaksi. “Gue gak pernah nyuruh temen-
temen gue buat manggil lo ke sini! Lo gak sepenting itu di hidup gue!”

“Lo tuli?” tanya Galaksi karena Kejora hanya diam menatapnya dengan tatapan putus asa. Kedua
mata cowok itu merah yang menandakan bahwa suhu tubuhnya semaki tinggi. “Selain tuli lo juga
gak tau diri ya?”
“Iya aku tau, Gal. Aku tau diri. Tapi bagi aku lebih baik liat kamu marah-marah daripada ngeliat kamu
sakit. Ayo ke UKS. Biar kamu bisa tidur di sana. Nanti aku yang izin sama guru-guru biar kamu dikasih
tidur di sana.”

“Lo tau? Gue itu benci UKS karena mirip rumah sakit. Ruangan itu selalu ngingetin gue sama
orangtua gue yang udah gak ada. Kemarin gue terpaksa ke sana karena obatnya di sana. Kalau lo gak
membantu lebih baik pergi dari sini dan jangan muncul di muka gue lagi!”

“Aku minta maaf. Aku tau kamu pasti marah banget karena kejadian akhir-akhir ini. Waktu itu aku
emang jalan sama Frans. Berawal dari situ kamu marah banget sama aku bahkan sampe gak mau
ngomong sama aku. Waktu itu juga aku gak sengaja ketemu Kris di halte. Kemarin juga aku lebih
milih Kris daripada kamu. Aku kaya gitu karena dia udah gak buat aku nangis. Aku minta maaf kalau
aku banyak salah sama kamu, Gal.” Kejora memilin kedua tangannya di atas rok abu-abunya.

“Sekarang lo denger.” Galaksi berdiri menatap Kejora. “Gue gak peduli!”

“Kamu duduk dulu. Nanti makin sakit.” Kejora menarik tangan Galaksi agar duduk di depannya lagi.

“Kamu udah makan? Aku naruh nasi bungkus lagi di laci meja kamu. Coba deh kamu liat,” ucap
Kejora dengan sabar.

“Udah dimakan tadi sama Jordan,” jawab Galaksi cuek.

“Gak kamu coba sedikit pun, Gal?”

“Enggak buat apa juga,” ucap Galaksi membuat Kejora terpekur. Kejora saja belum makan sejak tadi
karena bekalnya sudah habis untuk membeli makanan untuk Galaksi.

“Mau ke mana Gal?”

”Ke mana pun itu bukan urusan lo,” ucap Galaksi.

Cowok itu menarik pintu kelas dengan kasar dan keluar dengan langkah lebar-lebar—meninggalkan
Kejora dan teman-temannya yang sedang mengintip di jendela terbuka yang gordennya tersingkap.

“Lagi liatin apa sih Gal?” suara Sarah membuat Galaksi kembali ke dunia nyata setelah melamun
beberapa lama. “Jadi sering melamun. Bukan lo banget.”

Sarah. Anak kelas XII IPA 8. Perempuan dengan wajah bulat dan kulit super putih itu duduk di
sebelah Galaksi. Rambutnya yang hitam akan tampak merah jika terkena sinar matahari.

Sementara itu Galaksi sedang melihat Kejora dan Kris yang sedang berjalan bersisian dekat lapangan
sekolah. “Gak liatin apa-apa.”

“Kejora?” tebak Sarah membuat Galaksi menoleh.

“Lagi sama Kris tuh. Kayanya Kris suka deh sama dia. Habisnya semua cewek yang ada di kelas gue
pada suka sama Kris cuman Kris gak suka sama mereka malah nyari-nyari Kejora terus. Pada
cemburu deh itu sama cewek lo. Udah dapetin lo eh malah dapetin Kris juga. Dia bener-bener
beruntung sekaligus dapet doorprize ya, Gal?” Memang Sarah dan Kris satu kelas. Galaksi
mengepalkan kedua tangannya melihat Kris hampir memeluk Kejora dari belakang.
“Jangan ngomong lagi gue pusing,” tutup Galaksi, namun wajahnya mengeras.

“Loh Gal?” Kejora tersentak saat Galaksi menarik tangannya menuju ke belakang sekolah.

“Siapa pun selain Kris.”

“Maksudnya?” Kejora bertanya bingung.

“Siapa pun selain Kris! Masih tuli lo?”

”Jangan kasar-kasar,” ucap Kejora mengusap tangannya yang tadi di cengkram Galaksi.

“Emangnya kenapa sih? Jangan sama Kris? Aku sama Kris gak pernah bareng-bareng kok. Yang ada
itu kamu sama Sarah.”

“Nyalahin gue? Lo ngaca dulu, Ra. Siapa yang mulai duluan.”

“Kamu itu kenapa sih? Masih sakit aja masih bisa nyalah-nyalahin aku. Aku gak mau berantem sama
kamu lagi. Aku lagi berusaha biar kamu gak kaya sekarang. Aku udah naruh nasi setiap hari di laci
kamu, berusaha biar deket-deket kamu, berusaha jadi yang terbaik buat kamu. Memangnya pas
kamu sakit Sarah ada buat kamu?”

“Jangan bawa-bawa Sarah!” suara Galaksi makin ketus. “Kris sama Sarah itu beda.”

“Oh ya jelas beda. Sarah itu cewek simpenan kamu sementara Kris itu bukan siapa-siapa aku. Itu
jelas beda kan?”

“Lo denger. Kris itu bahaya. Dia itu ketuanya Jargom. Lo itu pacar ketua geng Ravispa,” ucap Galaksi
membuat Kejora lemas.

Perempuan itu malah terduduk di lantai. Hal yang membuat Galaksi diam, membeku. Tidak pernah
Galaksi lihat Kejora sefrustrasi ini.

“Oke aku bakal jauh-jauh dari Kris. Kamu tenang aja. Kamu janjian pulang bareng sama Sarah kan?
Atau kamu ada janji pergi sama dia? Tadi aku denger dari temen-temennya kalau dia nungguin kamu
di parkiran. Dia pasti lagi seneng banget.

“Lebih baik kamu pulang sekarang aja,” suara Kejora terdengar parau.

Galaksi berjongkok di depannya. Mencengkram kedua tangan Kejora membuat Kejora meringis. “Liat
sini! Kenapa gak mau liat?”

“Jangan nangis! Kenapa? Sakit? Mau ditambah lagi?” Kejora menggeleng, menolak untuk menatap
Galaksi meski cengkraman tangan Galaksi semakin dalam.

“Kenapa diem? Sakit gue giniin?”

“Kaya gitu perasaan gue setelah tau lo main-main di belakang gue, Ra.”
— FLASHMOB SMA GANESHA

“Jika kamu diremehkan. Buktikan bahwa kamu membanggakan.” — Kejora Ayodhya

“ASTAGFIRULLAHALADZIM!! GUE KIRA SETAN, JIN, ARWAH!” Jordan mengelus dadanya, terkejut.

Bams melengos. “Itu yang lagi duduk Galak dodol. Bukan Setan, Jin, Arwah,” balasnya sewot. “Sejak
kapan sih Galak gelar tumpengan ganti nama?”

“Lo sih Bams pake ngatain Galak kejang-kejang. Beneran kan Galak kaya gitu?” kata Oji.

“Ngaca ilah lo juga ngatain Galak step ke Kejora,” Bams makin sewot.

“YA ALLAH ODAN MASIH BANYAK DOSA! MASIH BELUM BAHAGIAIN EMAK! ODAN MASIH BANYAK
UTANG DI BU GENDUT! JANGAN HUKUM ODANN YA ALLAH!” Jordan mengangkat kedua tangannya
sejajar dengan wajah, berdoa.

“MAAFIN ODAN MI! MAAFIN ODAN SUKA DURHAKA NYOLONG HOTSPOT MAMI!” Jordan semakin
histeris dengan mata terpejam.

“Apaan sih lo Dan? Itu yang lagi duduk di bawah si Galak. Bukan setan,” ujar Bams. “Dasar pelajar
miskin kuota. Beli rokok bisa. Beli pulsa susah.”

“Segitu aja takut. Malu nih sama ketek lebat lo.”

“Woi bangun lo Lak. Ngapain lo diem di sini kaya Kuyang?”

“Mulung,” jawab Jordan ngasal.

“Lo udah liat Galak duduk di sini pake nanya lagi,” sewotnya pada Bams.

“Maksud gue bukan gitu. Udahlah ayo kita bawa dia ke kelas,” Bams menyentuh lengan Galaksi
namun detik itu juga ia sadar bahwa Galaksi belum sembuh. Panas tubuhnya makin tinggi tapi yang
dilakukan laki-laki itu hanya diam. Mematung. Seperti kehilangan seseorang yang sangat berarti
dalam hidupnya.

“Lo kangen Kejora?” cetusan itu keluar dari mulut Jordan. “Dari muka lo udah terpampang jelas
tulisannya gede banget kalau lo kangen banget sama dia. Lo kenapa sih Lak? Gue gak pernah ngerti
jalan hubungan lo sama Kejora. Kalau sudah bosan ya tinggalin dia. Jangan dipacari tapi seolah-olah
lo ini musuhnya dia. Kasian dia.”

“Kalau gue jadi Kejora sih ogah banget kangen sama lo Lak. Boro-boro kangen. Ketemu aja gue ogah.
Kalau gue jadi Kejora nih,” ucapnya.

“Kenapa?” Galaksi bertanya linglung.

“Lo masih tanya kenapa? Sakit ngebikin lo jadi bego ya apa lo emang bego urusan cewek, Lak?” ucap
Jordan.
“Lo pikir kita-kita gak liat lo ngapain Kejora tadi? Lo udah gak seperti Galaksi yang gue kenal. Kalau
gue jadi Kejora. Gue bakal berhenti saat lo nyakitin gue. Gue bakalan jauh-jauh dari lo. Sebenernya
gue pengen nonjok lo cuman gue masih inget lo itu temen gue,” ucap Jordan.

“Gue emang suka nyakitin hati cewek tapi gue gak pernah kasar sama mereka,” ucap Jordan lagi.

“Kejora tadi langsung lari masuk kelas. Trus Kris nyamperin dia ke kelasnya,” ucapan Bams membuat
Galaksi terdiam. Kris lagi?

“Mau dibantu gak, Ra?” tawar Kris saat Kejora menaruh botol-botol ke meja.

Hari ini jam tujuh tepat Kejora sudah tiba di stand kelasnya. Perempuan itu sedang menyusun botol-
botol minuman di atas meja. Teh botol dengan teh botol sementara fanta dan lain-lainnya di deretan
yang sama tak lupa jajan-jajan yang sudah dihiasi oleh teman-teman sekelasnya.

“Boleh deh. Nih lo taruh di meja sebelah,” suruh Kejora memberi botol fanta pada Kris.

Senyuman Kris menyambut Kejora. “Lo cuman sendiri di sini?”

“Yang lo liat gimana? Pada sibuk kali di kelas,” ujar Kejora cuek. Menyusun kembali.

Kris mengernyit. “Sibuk apanya? Tadi gue liat Baret lagi nyetel musik dangdut di kelas bareng temen-
temennya. Lo yakin mereka sibuk?”

“Yakinlah. Gue itu udah gak peduli dan lebih mau mikir positif ketimbang negatif. Pikiran-pikiran
negatif itu gak baik untuk hati sama perasaan gue.” Wajah Kejora tanpa ekspresi menjawabnya.

“Gue juga pernah kaya lo, Ra. Dicuekin, gak diajak, di-bully pas SMP,” ucap Kris.

“Orang kaya lo? Dicuekin? Enggak mungkinlah. Lo itu mukanya gampang buat dapet temen,” ucap
Kejora.

“Serius Ra. Lo itu persis gue yang dulu. Mana ada yang mau temanan sama gue.”

“Loh kenapa gitu?”

Segaris senyum sendu Kris membuat

Kejora menatapnya lama. “Gue dibuang sama Ibu gue. Orang-orang pada kasian sama gue. Tapi
temen-temen SMP gue? Mereka ngejauhin gue tanpa alasan yang jelas. Dan saat itu gue mulai nakal.
Nakal banget. Hidup gue hancur sampai saat ini.”

Stand bazar Kejora dan Fani sepi. Yang ramai adalah stand bazar Lala, Jihan & Febbi yang letaknya
ada di pojok. Kelas XII Bahasa 2 memang punya dua stand. Dan stand yang paling menonjol adalah
stand milik Lala. Sementara itu Kejora dan Fani hanya diam memandang ke arah depan.
Kemungkinan tak ada yang mau datang ke stand ini karena Kejora. Kini semua orang yang dulu
dipercayainya pun menjauhi Kejora.
“Gak pa-pa, Ra. Lagian kan sama aja stand kita sama stand mereka,” kata Fani, menghibur Kejora.
“Kalau di sana yang ramai ya di sini pasti sepi. Lagian kan hasilnya buat kelas juga.”

“Apa orang-orang udah bener-bener gak suka sama gue ya, Fan?”

“Helooww gak boleh ngomong kaya gitu, Ra. Buktinya gue enggak gitu kan ke lo?” ucap Fani.

“WUIII KEJORA AND FANI,” cetus Nyong melihat kedunya hanya diam lalu, “KOK SEPI SIH?”

“Berengsek lo Nyong. Jangan gituin Kejora. Orang lagi sedih juga,” ucap Jordan di sebelahnya.

Gerombolan geng Ravispa masuk ke dalam stand bazar Kejora serta Fani. Mereka sudah berencana
akan kemari karena dari sekian banyak stand hanya stand yang dijaga Kejora yang paling sepi
pengunjung. Bahkan pengunjungnya bisa dihitung oleh jari. Sementara stand bazar XII IPA 5 sudah
habis ludes sejak tadi. Siapa lagi dalangnya kalau bukan anak-anak Ravispa?

“Mau dibantu gak Ra? Kita-kita masih kuat nih buat bantuin lo. Tenang aja Ra. Gue ini berbakat jadi
anak marketing,” ucap Bams.

“Jangan deh Bams. Nanti ribut sama cewek-cewek kelas lo,” Kejora menolak dengan suara halus.

“Santuy Ra. Bazar di kelas gue udah pada habis Ra. Dari pop ice sampe nuget-nugetnya ludes Ra.
Sampe saos-saosnya pun habis, Ra! Lo tenang aja tinggal terima uangnya. Gimana?” ucap Guntur.

“Bener gak pa-pa?”

“Santai kali Ra. Jangan raguin kemampuan anak-anak Ravispa buat menggaet para pelanggan Ra.
Kita ini jagonya Ra!” ucap Guntur.

“Iya udah deh terserah lo, lo aja,” ucap Kejora menyerah. Menerima tawaran Ravispa CS. Mereka
akhirnya mengambil tempat. Oji dan Guntur di tempat uang sementara Jordan, Bams, Septian dan
Nyong di depan mulai bersiap menarik perhatian pembeli.

Seperti ini; “HAI-HAI YUK MARI MAMPIR KE STAND KITA! STAND KITA YANG BARU NIH! MAMPIR
INGET BELI YA! AYO NWENG MAMPIR KE BAZAR KITA! ADA TEH POCI, SOSIS, NASI GORENG, SAMA
TEH GELAS NIH! AYO-AYO NWENG!”

“YANG DATENG DAN BELI DI STAND KITA DAPET FOTOAN SAMA ABWANG SEPTIAN! AYO-AYO
MAMPIR!” Septian menoleh karena jadi korban. Jordan berkata tanpa dosa kembali, “AYO
MAMPIIRR BOLEH FOTOAN SAMA KITA-KITA YANG UDAH BELI DI STAND KITA YAAA! INGET INI FOTO
BERSAMA GRATIS, TIS, TIS ASAL BELI! AYO-AYO MAMPIR-MAMPIRRR!” dalam beberapa detik stand
Kejora dan juga Fani ramai pengunjung. Mendengar kata ‘foto’ dan ‘foto bersama’ membuat para
perempuan berebut untuk belanja. Hingga Oji dan Guntur kewalahan menghadapinya. Mayoritas
perempuan dan stand itu menjadi sangat berisik. Dari yang awalanya sangat sepi jadi semua
pengunjung datang ke sana untuk berbelanja lalu mengantri untuk berfoto bersama anak-anak
Ravispa.

“Ya ampun stand kita rame banget Ra!” Fani berkata takjub. “Gue juga ah! Mau fotoan sama
Jordan!” katanya lalu belanja dan lari menuju Jordan. Ikut berdesakan dengan para perempuan yang
sedang dirangkul Jordan. Dalam satu foto Jordan bisa meraup empat perempuan.

“Anjir kane bener si Jordan dapet grepe-grepe cewek,” ucap Guntur di sebelah Kejora. “Mutualisme
banget kan Ra?” ujarnya pada Kejora.

“Makasi ya, Tur, Ji,” kata Kejora tersenyum pada keduanya.


“Iya Ra. Santai kali. Kita kan temen lo juga. Udah pada mau habis nih Ra,” ujar Oji.

“Iya semua orang di stand sebelah sama depan jadi ke stand sini. Gara-gara kalian. Sekali lagi
makasi,” ujar Kejora.

“SABAR YAA CEWEK CANTIK-CANTIK. SEMUANYA PASTI KEBAGIAN FOTO KOK. SABAR YA JANGAN
DESAK-DESAKAN. KASIAN ASEP, SESEK NAPAS,” ucap Jordan mentap Septian prihatin. Karena antrian
paling panjang ada di Septian Aidan Nugroho.

“Woww Sep! Muka lo bener-bener komersil abis. Nanti lo jadi artis aja Sep! Cocok. Pasti laku semua
film lo!”

“Yaelah Asep kan udah banyak duit. Gak usahlah Sep jadi artis,” ucap Bams. “Cukup jadi pengusaha
muda, sukses, kaya raya, ganteng, pinter, rajin, idaman para emak-emak tetangga gue. Itu baru
GOODDDD!” Bams mengacungkan jempolnya.

“KAK SEPTIAN! KAK SEPTIAN! SENYUM DONG KALAU FOTO BIAR MAKIN GANTENG! MAU GUE SGIN
NIH!” ujar salah satu adik kelas. Sudah jelas pasti mau dimasukin ke story instagram atau story
whatsapp. Update story di Instagram bagi mereka itu penting sambil tag ke @Septianaidan. Biar di
follback-in atau biar diliat orang-orang.

Sementara di lapangan yang luas ini. Kejora dapat melihat Galaksi sedang duduk di sebelah Sarah.
Cowok itu tidak melakukan apa pun padahal kedua matanya tertuju pada Kejora. Kejora yang semula
tidak akan melakukan apa yang sudah ia rencanakan sejak awal untuk menarik para pelanggan jadi
mengambil speaker besar dan menaruhnya di lapangan.

Suara musik yang besar dan heboh membuat Jordan berseru di tempatnya. “WOOOWWWW
KEJORA!”

Kejora melepas ikat rambutnya dengan gaya indah. Kibasan rambutnya membuat semua laki-laki
tercengang menatapnya. Termasuk Galaksi. Perempuan dengan pakaian putih abu-abu dengan
rambut halus tergerai itu berdiri di tengah-tengah. Ada lagu remix penuh semangat dengan judul
lagu ‘Cinta Masa SMA’ menemaninya. Membuat suasana semakin meriah terpusat padanya.

Awalnya hanya Kejora sendiri. Semua gerakan membuat semua orang terpesona. Galaksi akhirnya
berdiri di depan Kejora karena perempuan itu terus menunjuknya. Tak lama bantuan tiba-tiba saja
datang dari SMA Jatinegara. Pakaian putih abu-abu Kejora sangat kontras dengan anak-anak
Jatinegara.

Kejora berdiri di paling depan. Gerakannya cukup gampang dimengerti. Perempuan itu saat ini
seperti ratu di antara lautan manusia di belakangnya. Membuat Galaksi benar-benar terpana. Tidak
pernah menyangka Kejora akan secantik itu di depannya.

“GILA MANNN! KEJORA JAGO BANGET DANCE-NYA!” Guntur dan Oji meninggalkan stand menonton
di paling depan sambil membawa kotak uangnya.

“AYO-AYO WOI ANAK-ANAK RAVISPA JUGA IKUTAN!” komando itu datang dari Jordan. Anak-anak
Ravispa lalu menyerbu. Ikutan di belakang Kejora. Membuat keadaan semakin panas. Semakin ramai
dan semakin seru. Kejora menoleh ke kanan dan kiri lalu ikut tersenyum senang sekaligus haru.
Sekarang bagian gerakan menunjuk ke depan. Bukan hanya Kejora. Tapi semua orang mengikutinya.
Seolah memberitahu Galaksi agar ikut dan mau memaafkan Kejora. Hari itu FLASH MOB di lapangan
SMA Ganesha sukses besar. Volume musik semakin tinggi dan meriah mengiringi semua orang.
Hati Galaksi menghangat. Kejora memang sangat cantik dengan caranya sendiri.

“Gal kamu masih marah sama aku?” tanya Kejora ketika berpapasan dengan Galaksi. “Apa aku udah
gak bisa dapetin maaf kamu?”

“Gue mau ke kelasnya Sarah dulu.”

“Ngapain?” tanya Kejora. “Aku ajak kamu ngomong baik-baik kamu malah pergi, menghindar terus
ngejauhin aku. Aku gak bakal marah sama kamu karena kejadian kemarin. Aku tau kamu pasti sakit
hati karena kelakuan aku.”

“Hape gue lagi di Sarah. Gue mau ambil ke kelasnya dia dulu,” Galaksi terus menghindar. “Jadi cewek
jangan bawel.”

“Sekarang hape kamu yang ada di Sarah. Besok-besok apa? Hati kamu?” Kejora mencegah cowok itu
pergi.

“Jangan sok tau,” balas Galaksi.

“Jadi yang pacar kamu itu Sarah atau aku?” tanya Kejora. Cewek itu memaksa agar Galaksi mau
menatapnya.

“Lo jangan buat semuanya makin rumit Ra. Hape gue cuman ketinggalan di Sarah. Gue tadi
berangkat bareng sama dia. Gue suruh dia bawa hape gue,” kata Galaksi. Sama Gal, aku ini kurang
usaha apalagi biar kamu mau maafin aku?”

“Oke-oke. Lo gak asik. Puas?” ujar Galaksi pada Kejora begitu melihat Sarah di ujung koridor.

“Kamu bilang aku gak asik? Bisa-bisanya kamu ngomong kaya gitu di depan aku? KAMU INI KENAPA
SIH?!” teriakan Kejora membuat semua orang menoleh padanya.

“Lo itu bisanya cuman marah-marah, ngatur-ngatur gue, ngebohongin gue, jalan sama cowok ini
sama cowok itu. Lo masih tanya gue kenapa?” kata Galaksi.

“Lo tau? Ayah lo bahkan masih punya hutang sama gue, Ra. Lo masih bisa bayar itu sama gue nanti,”
kata-kata Galaksi benar-benar membuat Kejora jatuh. Down dan terpukul.

“Lo tau? Gaya lo tadi pas flash mob itu norak dan caper banget Ra,” tutup Galaksi membuat Kejora
semakin sadar bahwa perjuangannya sama sekali tak berarti di mata Galaksi.
— PILIH GALAKSI ATAU KRIS?

“Tetaplah menjadi orang baik. Meski kau tak pernah diperlakukan dengan baik oleh orang lain.” —
Kejora Ayodhya

“Hai Galaksi,” sapa Kejora pada Galaksi. Biasanya Galaksi akan langsung menoleh. Namun kini cowok
itu hanya diam. Mengabaikannya. Kalau begini terus kapan Galaksi akan memaafkannya?

“Tumben pagi-pagi banget udah di sekolah Gal?” ujar Kejora, kikuk.

Galaksi memperhatikannya. Perempuan itu sedang membawa nasi bungkus. “Mau naruh nasi lagi di
laci meja gue? Gak usah, nanti basi. Gak ada yang makan.”

“Loh biasanya kan juga Jordan yang makan?” ujar Kejora. Sampai hafal di luar kepala bagian itu.

“Jadi lo naruh makanan itu buat Jordan bukan buat gue?” tanya Galaksi. Sedikit marah.

“Bukan, bukan gitu. Ini buat kamu. Tapi kan kamu gak pernah makan. Kata Guntur yang sering
makan nasi itu Jordan,” ucap Kejora.

“Emang bener gak pernah kamu makan nasi yang aku bawa, Gal?”

“Enggak,” ucap Galaksi. Enteng tanpa merasa bersalah.

“Sedikit pun gak pernah?”

“Enggak biasanya diajakin makan ke kantin sama Sarah,” balas Galaksi tanpa memikirkan perasaan
Kejora.

Sarah. Sarah. Sarah. Selalu nama itu yang keluar dari mulut Galaksi.

Kejora mengangguk mengerti, tidak mau mendengar lebih. Hari ini hatinya perlu istirahat sejenak.
Ada begitu banyak hal yang harus Kejora istirahatkan sebelum benar-benar meledak dan berakibat
fatal.

Perempuan itu lalu menaruh makanan yang ia bawa ke laci meja Galaksi. Sementara Galaksi
memperhatikannya. Ada berjuta luka dan penyesalan di wajah Kejora yang berusaha Galaksi
abaikan.

“Jangan lupa di makan ya. Aku sayang kamu,” Kejora mengusap wajah Galaksi. Galaksi tersentak lalu
beberapa detiknya terlena.

“Ra?” panggil Galaksi dengan nada berat. “Duduk dulu. Ada yang mau diomongin,” ucap Galaksi.
Kejora menurut. Perempuan itu duduk di sebelah Galaksi. Debaran jantungnya membuat Kejora
gelisah.

“Kalau mau ngomong yang aneh-aneh atau kaya kemarin lagi. Lebih baik jangan. Aku gak kuat
tenaga buat berantem sama kamu,” ucap Kejora sebelum Galaksi berbicara.

“Oke,” Galaksi tak membantah, tak seperti biasanya. “Duduk gue mau ngomong sesuatu.” Itu adalah
kalimat yang membuat bisa banyak perempuan bisa deg-degan di situasi serius seperti ini.
“Aku gak mau. Apapun itu selain kata putus,” kata Kejora, mendahului Galaksi.

“Siapa yang minta putus?” Galaksi bertanya, dengan kening berkerut. Cowok itu menegakkan
badannya.

“Gue cuman mau bilang. Nanti gue sama Sarah mau pergi belanja. Mamanya ulangtahun. Hari ini
gue bawa mobil. Lo harus ikut.”

“Kenapa aku harus ikut?” tanya Kejora.

“Anggep aja bayar hutang Ayah lo sama keluarga gue,” ucap Galaksi.

“Gak perlu bayar pake uang. Gue tau lo gak bisa,” ujarnya dengan wajah tak berekspresi.

Kejora menelan ludahnya. Berdiri. “Sebenernya kamu punya hati gak sih, Gal? Aku kan udah bekali-
kali minta maaf sama kamu. Aku udah usahain segala cara biar kamu mau nerima aku lagi. Tapi
kenapa semua hal yang aku lakuin ke kamu kaya gak ada artinya? Di mata kamu aku ini siapa sih
Gal?”

“Jawabannya cuman ada iya atau enggak,” ujar Galaksi. Kedua matanya menatap lurus ke depan—
tidak pada Kejora. Urat lehernya menegang.

“Pilih salah satu terus pergi,” kata Galaksi

“OKE! IYA NANTI CARI KELAS!” Kejora berkata dengan nada tinggi. Begitu menggemaskan lalu pergi
dari dalam kelas Galaksi.

Galaksi bersender pada dinding lalu mengusap wajahnya dengan kasar, “ANJING!” umpat Galaksi.

Kantin sekolah memang selalu ramai saat istirahat. Anak-anak Ravispa yang kehabisan nasi jinggo
kantin langsung menuju ke warung bu Gendut karena kelas mereka keluar belakangan. Biasanya
mereka akan makan di kantin atau di dekat kelas namun kali ini mereka dengan berbondong-
bondong datang ke WBG. Sementara Galaksi sudah duduk nyantai sambil nyuruh-nyuruh. Bos Bebas.

“Anjir jadi selama ini lo fanboy Dan?” ujar Oji pada Jordan saat melihat playlist cowok itu. Jordan
sejak tadi menyetel lagu Likey—Twice lalu disusul lagu Everglow—Bon Bon Chocolat lalu terakhir
Blackpink—Boombayah membuat warjok menjadi sangat ramai karenanya.

Bams terkekeh. “Lah anjir baru tau lo Ji? Kemana aja lo hah?? Lo tau gak setiap gue ke rumah Jordan
yang idup lagu Blackpink mulu. Ampe gue rasa tuh rumah juga jedug-jedug karena lagu Blackpink!”

“Jordan mah fanboy sejak dini,” ledek Guntur.

“Iya kan seyeng?” ujar Guntur.

“Anjing! Kaga lah, cuman cantik-cantik aja anjir makanya gue demen. Lagunya juga enak-enak
padahal gue gak ngerti sama sekali artinya,” ujar Jordan, tertawa.

“Bukannya setiap kita di warjok lagu ini mulu yang keputer di belakang sama cewek-cewek?” ujar
Galaksi dengan muka datar menatap Jordan. Biangnya sudah pasti Jordan dan Nyong.
Jordan cengengesan. “Gue suka Lisa, Jennie, Jihyo sama Sana. Mantab anjir!” ujarnya Sambil geleng-
geleng kepala.

“Tuhkan nama-namanya aja dia hafal,” ujar Bams. “Gue cuman tau Lisa anjir selebihnya gue kaga
tau,” ujar Bams.

“NYONGGGG! TAMBAH NASI LAGI 3 BUNGKUS!” Galaksi menyuruh Nyong.

“Buset Lak? Lo barusan aja makan nasi. Sekarang nambah lagi? Bentar lagi udah 4 bungkus lo makan
nasi ntar lo begah Lak! BEGAHH!” ucap Nyong. “Meledak ntar perut kau!”

“Buruan atau lo gak boleh ke WBG lagi?” ujar Galaksi membuat nyali Nyong menciut. Cowok itu
akhirnya mengikuti perintah. Mengambilkan Galaksi makanan lagi ke Bu Gendut.

“Udah Lak jangan emosi. Pak Maman emang kaya gitu,” Jordan memijat-mijat pundak Galaksi agar
cowok itu bisa refleks.

“Bisa-bisanya tuh guru bilang kalau gue nyontek pas ulangan makanya dapet nilai gede. Gue emang
sering nyontek sama Septian atau kalian tapi pas ulangan kemarin gue belajar. Gak terima gue
dituduh nilai besar karena nyontek,” ucap Galaksi. Dari raut mukanya membuat teman-temannya
yang sudah selesai makan jadi khawatir. Kalau saja Galaksi sendirian di sini. Sudah pasti cowok itu
ngamuk.

“Udah Lak, gue ngerti. Tadi kan Asep juga bilang kalau lo gak nyontek. Pak Maman jadi percaya
kan?” ucap Oji, berusaha menenangkan Galaksi.

“Jangan gibahin gurulah. Ntar kalau ada yang denger selain kita terus dilaporin ke mereka malah jadi
kita kena hukum,” ujar Guntur.

“Gue gak takut dihukum! Selama gue bener gue gak bakalan takut!” ujar Galaksi.

“Lak nih lo gak mau makan? Nasi dari Kejora. Kaya biasa,” ujar Jordan.

Galaksi terdiam mendengar nama Kejora. Seketika emosinya berubah. Begitu cepat saat mendengar
nama Kejora. Nama perempuan itu bahkan bisa menghentikannya. Galaksi tidak tahu seberapa lama
ia akan sanggup untuk membuat perempuan itu sakit hati.

Hari ini hanya Septian yang tidak ikut. Cowok itu mana berani keluar di jam sekolah? Meskipun
nakal. Septian tetap tidak mau cari gara-gara karena mereka sudah kelas dua belas semester dua.
Satu-satunya cowok yang mungkin masih di kelas pasti cuman dia. Paling sedang baca buku atau
mengerjakan tugas sekolah yang lain. Septian dan otak pintarnya.

“Gue bawa aja yang di meja lo. Kali aja lo mau makan. Kalau enggak masih banyak kali yang mau
makan. Ya gak Bams?” ujar Jordan pada Bams yang masih mengunyah mie.

“YOII! BUAT GUE AJALAH KALAU GALAK GAK MAU! MASIH KUAT NAMPUNG PERUT GUE LAK!” ujar
Bams mengambil bungkus nasi Itu namun Galaksi bergerak cepat merebutnya. Hal itu membuat
Jordan, Bams, Guntur, Oji, dan Nyong langsung terdiam mendapat reaksi seperti itu.

“Nyong lo jangan pesen makanan lagi. Gue makan yang dikasi Kejora aja,” ujar Galaksi. Nadanya
merendah.

“Nahhhh bagus-bagus Bos! Habisin kalau perlu sampe bungkus-bungkusnya Bos!” ujar Nyong.
“Nanti kalau Kejora nanya sama lo-lo pada bilang aja gue gak pernah makan nih nasi yang dia kasih.
Lo bilang aja lo yang makan Dan. Kaya biasa,” ujar Galaksi.

“Jadi gue harus boong lagi?” ujar Jordan.

“Bilang aja gitu.”

“Lo kenapa gak bilang aja kalau lo yang sering makan? Gue cuman pernah makan beberapa kali. Itu
karena lo udah makan di kantin. Bilanglah Lak sama Kejora. Gak enak gue bohong terus sama dia.
Kalau dia tau. Dia bakalan marah sama kita.”

“Betul tuh Lak! Kau jadi cowoknya jangan begitu. Kejora kan cuman jalan sama Frans. Dia juga
ketauan jalan sama Kris. Kalau kata gue lebih baik lo tanya dia kenapa dia jalan sama Frans. Tanya
dia juga kenapa dia sama Kris bisa deket.”

“Kadang gue bingung, yang sebenernya pacar Kejora itu lo atau Kris?” ujar Oji membuat Galaksi
diam.

“Sayur pare sayur tomat. I don’t care. Bodo amat,” ujar Jordan setelahnya. Capek menghadapi
Galaksi.

“Gue cuman mau kasih dia pelajaran,” ucap Galaksi.

“Dia udah sering kali Lak dapet pelajaran. Lebih pinter dia daripada kita kan?” ujar Nyong, nyoba
bercanda.

“Gak lucu lo,” seru teman-temannya serempak membuat Nyong terdiam.

“Lucu dong! Gue kan imut!” Nyong memegang kedua pipinya. “Kalau kata Bwang Asep. Gue imoet.”

“Idih jijik! Mana pernah Asep muji lo? Paling-paling lo dikatain-katain sama dia. Kaya gini kaya gini.”
Bams langsung berdiri menirukan wajah dingin Septian yang sedang memarahi Nyong: “ ‘Lo sekali
lagi ngomong imut imoet gue usir lo dari rumah gue Nyong,’ nah kaya gitu paling pas kita nginep di
rumah Asep.”

“Masih aja diinget. Gak Galak gak Asep gak Jordan. Sama-sama aja kaya Ibu Tiri,” ujar Nyong.

“MINGGAT AJALAH GUE!” ujar Nyong ngambek.

“Ya udah sana gih sana minggat,” ujar Jordan.

“Lah anjir gue bercanda,” ujar Nyong.

“Woi siep ci jak onye (Diem lo semua). Mare anakne sing ada dini ortang ci ane tidong-tidong (Baru
anaknya gak ada di sini lo omongin yang enggak-enggak). Dia kan cenayang. Hati-hati lo. Asep itu
harta kita satu-satunya di kelas. Gak ada dia? Mampuslah lo pada,” ujar Guntur.

“Ampura Bli ampura! (Maaf bang maaf)” ujar Galaksi—menirukan gaya bahasa Bali Guntur padahal
cowok itu tidak mengerti sama sekali apa yang dibicarakan Guntur. Galaksi yakin teman-temannya
yang lain juga tidak mengerti. Tapi dari mukanya Guntur terlihat marah.

Yang gak ikut kumpul pasti diomongin. Biasa temen.

Septian Aidan N: Bos ada kumpul dadakan di lapangan. Cepet ke sekolah.


“BARET!! BARIS YANG RAPI!”

“ASIAPPP BU!” balas Baret.

“KRIS!! BAJU KAMU MASUKIN!!”

”IYA IYA BU!” sahut Kris.

“KAMU ITU KRIS! BESOK-BESOK BAJU KAMU ITU CUCI! SAMPE KUNING BEGITU WARNANYA! PANTES
GAK ADA YANG MAU SAMA KAMU!!”

“IYA BU IYAA!”

“NYONG MANA NYONG??”

“GAK ADA BUUUUUUUU!” seruan semua murid yang sedang berbaris.

“GALAKSI? MANA GALAKSI?”

“GAK ADA JUGA BUUUUUUU!”

“SEPTIAN!! MANA TEMEN-TEMEN KAMU? KENAPA BELUM KE LAPANGAN?!”

“Mereka baru mau ke sini, Bu,” ujar Septian kalem pada Bu Dayu. Cowok itu berdiri tegak dengan
kedua tangan terlipat di belakang badan. Tepat di ikat pinggang—mengambil sikap istirahat. Cowok
itu berdiri tangguh dengan dada sedikit membusung membuat tubuhnya terlihat sangat tegap dari
segala arah.

Dari arah barat. Para murid lelaki itu datang. Gerombolan mereka langsung masuk barisan. Keringat
mengalir di wajar mereka. Oji yang sedang kepedasan, Jordan yang habis makan soto kepanasan dan
Galaksi yang habis makan nasi dari Kejora belum sempat minum air.

“Maaf Bu telat! Tadi habis makan di warung Bu Gendut!” ujar Guntur membuat Bams melotot.
BEGO! Kenapa dibilang kalau mereka habis makan di warung Bu Gendut?? DASAR GUNTUR BEGO!!
Bams memaki dalam hati.

“Ngapain kalian makan di warung Bu Gendut? Kan sudah ada kantin sekolah! Kalian tau kan selama
jam pelajaran tidak boleh keluar sekolah?????!” suara Bu Dayu membahana tambah murka.

“Maaf Bu tadi kantin rame,” kata Galaksi.

“ALASAN!!” Bu Dayu menghardik tidak terima. Siapa juga yang percaya kalau hanya gara-gara kantin
ramai mereka gak makan di sana? Ravispa punya meja dan tempat sendiri di kantin. Yang berani-
beraninya duduk di sana udah pasti diburu!

“KALIAN BERENAM ITU CONTOH SEPTIAN! MURID TELADAN! DIA UDAH BARIS DI SINI SEJAK LIMA
MENIT YANG LALU! DIA GAK MAKAN DI LUAR SEKOLAH! DAN DIA SELALU RAPI! INI JUGA KAMU
GUNTUR! APA-APAAN KAMU? JAMBUL KAMU TINGGI-TINGGIIN! MENDING NILAI KAMU YANG
KAMU TINGGIIN!”

Nyong terkekeh, “Yah Ibu, kaya gak tau aja. Itu kan jambul antena nyontek dia Bu. Ada satu matanya
di sana Bu.”

“DIAM KAMU NYONG!” Bu Dayu membentak membuat Nyong berjengit karenanya. “KAMU JUGA!
SUDAH MANDI KAMU TADI PAGI?”
Nyong cengengesan. “Mandi dong Bu. Kalau kemarin-kemarin sih enggak langsung ke sekolah beta
Bu.”

Bu Dayu geleng-geleng kepala. “KALIAN SEMUA YANG COWOK BARIS DI DEPAN! AYO KALIAN YANG
CEWEK-CEWEK BARIS DI BELAKANG COWOK-COWOK! HARI INI ADA RAZIA DADAKAN!” kalimat
terakhir itu membuat semua murid ketakutan. Cewek-cewek takut ketauan pake make-up, rok
pendek dan baju sekolah sementara cowok-cowok mulai berbaris mencari tempat di tengah agar
rambutnya tidak dipangkas habis atau yang paling parah dicukur sampai cukuran 1-1-1 alias botak!

“BAMS DASI KAMU MANA???!”

“ANU... INI BU INII!!” Bams mengeluarkan dasi dari kantung celana sekolahnya. Lalu memasangnya
dengan gerak cepat.

“JORDAN! OJI! KALIAN DULUAN!”

“Mampus,” seru teman-temannya refleks pada Jordan dan Oji. “HAHAHAHA!! BENTAR LAGI HILANG
GANTENG LO DAN! BOTAKIN AJA BU!! BOTAKIN JORDAN!!” ucap Guntur menyeru.

“DIAM KAMU GUNTUR! HARI INI TIDAK ADA RAZIA RAMBUT KECUALI KAMU!”

“HAHAHAHAHAHAHA!!” Jordan dan Oji ngakak. “Mampus!” balas keduanya pada Guntur, puas.

“Yah kok kecuali saya sih Bu????!”

“Makanya kamu diam!” hal itu lalu membuat Guntur diam.

“GALAKSI!! IBU SUDAH SERING BILANG! JANGAN PAKE KAOS DALEM WARNA HITAM!!” Bu Dayu
memusatkan dirinya pada Galaksi yang berdiri di samping Septian. Mengambil posisi pertama di
baris samping.

“Maaf, Bu,” ujar Galaksi, tenang. Aura ketua geng benar-benar kentara pada cowok itu saat berdiri
tegap.

“LEPAS SEKARANG!”

“Di sini Bu?”

“IYA DI SINI!! KAMU MAU DI MANA MEMANGNYA?! CEPAT LEPAS!”

Galaksi melepas kemeja sekolahnya. Memberikannya pada Septian lalu melepas kaus dalamnya. Hal
itu diperhatikan semua murid. Bahkan murid-murid perempuan ikut semangat melihatnya.
Sementara Kejora di barisannya hanya merunduk sambil meremas roknya. Galaksi memang punya
badan yang bagus. Sering berkelahi tapi lukanya cepat sembuh. Cowok melempar kausnya ke bawah
lalu memasang kemeja sekolahnya lagi.

“Kejora sini kamu!” panggilan itu membuat Kejora mengangkat wajah.

“Baris di samping Galaksi! Kalau sampai dia ngobrol di barisan kamu bakal Ibu hukum!”

Kejora mengerjap canggung. Semua orang lalu berseru ‘CIEEEEEEE’ pada keduanya. Perempuan itu
lalu berjalan dan berdiri di samping Galaksi—dibarisan depan. Menggantikan murid yang sudah
berdiri di samping cowok itu tadi. Saat menoleh ke kanan. Kris juga sedang berbaris di sampingnya.
Hal itu membuat Kejora serasa diapit Galaksi dan Kris. Dua kubu yang saling menunjukkan tanda
permusuhan.

Dan sumpah demi Tuhan. Kejora rasanya mau lenyap saja ketika Galaksi dan Kris saling menoleh dan
berpandangan.

“Jadi pilih gue atau Galaksi?” bisik Kris pada Kejora.

“Masih banyak belanjaannya?” tanya Galaksi pada Sarah. Psementara Kejora berjalan di belakang
keduanya—membawakan barang-barang yang dibeli Sarah. Demi apapun rasanya Kejora ingin waktu
berjalan cepat hari ini. Pulang sekolah mereka langsung pergi ke mall.

“Masih Gal. Kalau capek duduk aja di sini,” ujar Sarah. “Lo duduk aja dulu sana,” suruh Sarah pada
Kejora juga. Nada suaranya saat berbicara pada Galaksi dan Kejora sangat berbeda.

“Gue ikut aja,” ujar Galaksi pada Sarah. “Biar Kejora jagain belanjaan lo. Dia gak bakal keberatan,”
ujar Galaksi melirik Kejora yang ingin membantah.

“Okedeh kalau gitu,” ujar Sarah.

Kejora lalu duduk di tempat duduk yang kosong. Dia duduk sendirian sementara Galaksi memilih ikut
dengan Sarah. Meninggalkannya begitu saja. Kejora berharap ada orang atau siapa pun yang bisa
menolongnya saat ini agar bisa pergi dari sini.

“Lama banget sih? Gak tau orang capek apa?” ujar Kejora. Perempuan dengan pakaian putih abu-
abu itu meregangkan kedua kaki dan tangannya. Tangannya memerah, terasa panas karena belajaan
Sarah berat-berat. Dari buah sampai baju. Dari tas sampai kue. Semua Kejora yang pegang.

Kejora memandang jam yang terpajang jauh di depannya. Perempuan itu bergerak ke sana untuk
menanyakan berapa harganya. Kalau dulu Kejora bisa membelinya sesuka hati tapi untuk sekarang.
Makan pun dia susah. Berpikir untuk membeli sesuatu saja menurutnya berat.

“Berapa harga jamnya Pak?”

“Harganya? 200 ribu,” ujarnya membuat Kejora mengangguk lalu pergi kembali duduk. Menghela
napas berat.

Hari ini sangat melelahkan. Kejora sangat ingin pulang dan berharap semua ini hanya mimpi. Kejora
ingin Galaksi kembali seperti pertama kali laki-laki itu menjalin hubungan dengannya. Baik, selalu
ada dan sabar. Namun sepertinya kalimat itu terdengar sangat mustahil untuk sekarang.

Dari sini Kejora bisa melihat Galaksi dan Sarah sedang membayar sesuatu di kasir. Keduanya tampak
serasi. Ganteng dan cantik. Gagah dan manis. Seharusnya Kejora tahu bahwa akhirnya Galaksi
memilih perempuan lain. Perempuan yang lebih baik darinya. Perempuan yang bisa ia ajak ke mana-
mana tanpa merasa terbebani. Seharusnya Kejora tahu bahwa Galaksi melakukan ini agar Kejora
sadar bahwa laki-laki itu memilih dengan Sarah.

Bukan dia.
Seharusnya aku tau. Yang sempurna sepertimu tak akan pernah bisa kupeluk. Seharusnya aku tau.
Laki-laki seperti kamu tidak akan berakhir denganku.

“Ra? Lo di sini juga?” sapaan itu mengejutkan Kejora. Perempuan itu menoleh. Itu Kris. Dengan
segenap wajah lembutnya. Dan sekarang Kejora rasanya ingin menangis dan pergi sejauh-jauhnya.

“Kenapa pergi?” itu suara Galaksi saat hanya ada dia dan Kejora di dalam mobil.

“Aku gak bisa Gal,” ujar Kejora. Matanya merah, seperti ingin menangis. Setelah Kejadian tadi.
Kejora menitipkan semua barang belanjaannya pada Kris. Perempuan itu pergi begitu saja. Tapi
Galaksi menemukan perempuan itu sedang duduk di pinggir jalan setelah mengantar Sarah pulang.

“Gak bisa apa? Tinggal duduk. Nungguin gue sama Sarah sampe selesai,” ujar Galaksi, emosi.

“Segitu doang lo gak bisa?” tanya Galaksi.

“Aku minta maaf Gal,” ujar Kejora. “Besok-besok aku gak bakalan pergi lagi,” ujarnya. Napasnya
tersendat. Ada yang mendadak ingin keluar. Kejora menahannya sekuat tenaga. Air mata itu tidak
akan keluar.

“Aku mau pulang. Hari ini aku capek banget, Gal,” ujar Kejora. “Bakal aku lunasin utang Ayahku tapi
gak hari ini. Aku gak sanggup berantem sama kamu. Kamu lagi marah dan aku lagi gak mau
bertengkar.”

“Lo cemburu gue sama Sarah?” tanya Galaksi sarkas. “Kaya gimana rasanya?”

“Maaf Gal,” ujar Kejora merunduk. Mendadak air matanya jatuh ke rok. Kejora meremas roknya.

“Bisa lo cuman minta maaf?” tanya Galaksi.

“Maaf Gal...,” ujar Kejora. Wajahnya semakin merah. Menahan tangis.

“Dasar gak tau balas budi,” kata-kata kasar dari Galaksi membuat Kejora terdiam. Menahan sesak.

— RAVISPA ANGKATAN 9

“Jangan bermain api denganku. Jika aku tersulut. Kupastikan kau terbakar!”– Galaksi Aldebaran

“Apa lo liat-liat?” tanya Galaksi pada Jordan.

“Lo dapet surat cinta Lak? Siapa yang berani nembak lo?” tanya Jordan, kepo.

“Maksud lo? Surat cinta apaan?” tanya Galaksi, bingung. Cowok itu lalu mengeluarkan tasnya dari
laci meja lalu surat cinta itu jatuh ke pahanya. Galaksi mengerutkan keningnya. Mengambil surat
Berwarna merah muda berisi tulisan ‘untuk Galaksi’ dan pita besar warna biru.
“Sebenernya... tadi gue udah liat duluan tuh surat cuman gak berani bilang ke lo,” ucap Jordan.

“Ini bukan kerjaan lo kan?” tanya Galaksi curiga.

“ENGGAKLAH ANJIR! MANGNYA GUE COWOK APAAN?” Jordan berseru tak terima.

“Zaman sekarang cowok-cowok kaya lo kebanyakan homo. Lo cari aja sana ke tempat GYM pasti
nemu,” ucap Galaksi.

“Biasanya modus dia ngajak ngobrol dulu, terus minta no telpon, chat dan kebiasa nyaman.”

“Gue pernah tuh dapet dua. Gue kerjain aja. Gue kasih no telpon Guntur ke dia,” ujar Galaksi sambil
terkekeh.

“ANJIR-ANJIR! AMIT-AMIT WOE!!” ujar Jordan. “Iya anjir gue juga sering liat yang begituan suka
goda-godain otot gue. GELI ANJ GELIII!!” ucapnya kembali sambil histeris.

“Terus ini dari siapa?” tanya Galaksi.

“Gak tau lo baca aja sana. Adek kelas kali. Gue mau keluar dulu. Mau menyusul temen-temen gue,”
ucapnya terburu-buru.

“Temen lo juga temen-temen gue. Lupa lo?” ucap Galaksi. “Ya udah sana.”

“SIAP BOS! Lo jangan tubir sendiri di sini. Gak ada gue sama Bams soalnya,” ucap Jordan.

“Gue bisa jaga diri.”

“Bagus. Gue tau lo ketua Ravispa yang pinter, Lak. Gue pergi dulu,” ujar Jordan sarat akan makna.

Jordan meninggalkan Galaksi. Membiarkannya sendiri. Membuat Galaksi jadi bertanya-tanya.


Kenapa malah ada surat ini? Kenapa tidak ada nasi bungkus seperti biasa yang sering Kejora berikan
padanya? Apakah perempuan itu sudah bosan dan berniat untuk berhenti karena kemarin Galaksi
menyakiti hatinya?

“Gal? Kantin yuk? Gue laper,” ajakan Sarah membuat Galaksi mengurungkan diri membuka isi
amplop itu. Cowok itu lalu memasukkannya ke dalam kantong. Membuat Jordan yang sedang
mengintip dari balik kelas pun menggelengkan kepalanya, heran.

“Masa gak tau itu dari Kejora? Dasar bego! Bego cinta,” ujar Jordan memperhatikan keduanya.

ROOFTOP SMA GANESHA

Atap sekolah adalah tempat favorit bagi anak-anak Ravispa. Dari sini dulu Galaksi pernah dipercayai
untuk membawa nama Ravispa sebagai ketua geng. Masih sama seperti dulu. Tidak ada yang
berubah. Papan-papan tiang basket penuh piloks, bangku-bangku yang sudah reot termakan waktu,
juga coretan-coretan pulpen dan spidol nama-nama anak Ravispa. Bola-bola basket, volly sampai
baseball yang sudah rusak pun masih ada.
“Nyong lo ngapain dah?” tanya Jordan.

“Mau nge-remix lagunya Blackpink!” sahut Nyong. “Mantappppp anjingggg kalau di remix!” ujarnya
lagi.

“MANA-MANA DONG GUE MAU DENGER!” ujarnya mengambil hape Nyong. “Buset, kapan lo nge-
remix nih lagu?”

“Kemarin malem,” ujar Nyong.

“Ya Allah,” ujar Bams pada teman-temannya. Lelah. “Fokus! Fokus! Kita ke sini mau rapat Ravispa!”

“Au lo pada sibuk amat. Gue juga mau ikutan dongg,” ujar Oji membuat Bams mendengus.

“Eh lo pada yang ngecap gue fanboy. Gue bukan fanboy!” ujar Jordan.

“Iya-iya terserah lo ajalah jadi kapan rapatnya mulai?” tanya Bams.

“Kalau gak mulai-mulai gue ke kelas aja. Belajar,” ujar Septian.

“EH EH SEP! JANGAN NGAMBEK GITU DONG! OKE OKE! Kita rapat,” ujar Jordan.

Galaksi tertawa. “Yakin ke kelas? Ke kelas apa ke kelasnya Jihan?” goda Galaksi.

“Diem lo Lak,” ucap Septian.

“Eh berani lo sama Bos?” ucap Galaksi membuat Septian diam. Tidak membalasnya.

“Oke bro fokus bentar biar cepet selesai rapatnya,” ujar Jordan. Cowok itu duduk di bawah. Ditemani
oleh keenam temannya.

“Semester dua. Sudah saatnya kita nyiapin Ravispa angkatan 9. Untuk penerus selanjutnya. Jumlah
anggota Ravispa sekarang 300. Kami menambah anggota secara diam-diam dari lo. Ini list anggota-
anggota yang bakal jadi inti. Gue sering liat mereka rajin. Pas bazar angkatan kita kemarin mereka
pulangnya juga pagi. Ada empat,” ujar Jordan melapor pada Galaksi.

“Cuman empat?” tanya Galaksi.

Jordan mengangguk. “Menurut lo siapa yang cocok jadi ketua Lak? Jeremy, Zidan, Bedul adeknya
Bams atau Ronald?” tanyanya.

“Gue mau anak baru yang kemarin jadi ketua Ravispa,” ujar Galaksi, gamblang.

“Galang? Serius lo Lak? Kan dia bukan anak Ravispa?” ujar Guntur. “Dia sering bolos Lak. Suka masuk
ruang BK. Dia kan kabarnya yang suka bolos lewat tembok belakang? Serius bakal dia?”

“Serius,” kata Galaksi. “Kalau dia bukan anak Ravispa. Kita suruh aja dia gabung Ravispa. Intinya gue
mau Galang yang jadi anggota Ravispa,” ucap Galaksi menutup rapat inti Ravispa.
Kelas Galang menjadi sangat ramai karena ditongkrongi anak-anak kelas dua belas. Membuat orang-
orang jadi bertanya-tanya: ada apa? Galaksi dan teman-temannya baru saja tiba di sana. Kelas XI IPA
3. Adalah kelas yang sama dengan kelas Jeremy, Bedul, Zidan dan Ronald. Dan yang lebih
mengejutkan ternyata kelimanya sudah berteman. Dari letak tempat duduknya pun Galaksi sudah
bisa menebak seberapa dekat mereka berlima.

“Gue mau ngomong sama lo, Lang,” ucap Galaksi.

“Mau ngomong apa, Bang? Sorry Bang gue tadi habis sholat,” ujar Galang sambil membenarkan
kemeja sekolahnya yang sedikit basah. Rambut cowok itu pun disugar ke belakang agar airnya tidak
menetes ke depan wajahnya.

“Gue juga sama temen-temen gue mau sholat,” kata Galaksi.

“Gini Lang gue mau ngajakin lo jadi anak Ravispa. Sekalian jadi ketua Ravispa. Setelah kejadian
Lorenzo yang dikeluarin dari sekolah karena pake barang. Gue maunya lo yang jadi ketua Ravispa,”
ujar Galaksi mengutarakan maksudnya.

Hening.

Kelas Galang mendadak hening. Jeremy, Bedul, Zidan, dan Ronald sama-sama diam padahal
keempatnya duduk di dekat Galaksi bersama teman-temannya. Mereka sengaja membuat meja
kelas menjadi milik mereka untuk rapat dadakan.

“Lo bakal dibantu sama Jeremy, Bedul, Zidan sama Ronald. Temen-temen lo ini inti Ravispa. Anak-
anak Ravispa yang lain juga bakal bantuin lo. Nanti setelah gue lulus. Lo yang bakal jadi penerus
gue,” ujar Galaksi. Wajahnya sangat serius mengatakan itu.

“Terima Lang! Terima! Mantapppp! Kapan lagi jadi ketua Ravispa?” ujar Bedul, semangat.

“Tapi kenapa mendadak?” tanya Galang, bingung.

“Gue gak mendadak. Gue udah tau tentang lo. Lo pasti udah tau tentang gue sama temen-temen
gue kan? Gue maunya lo yang jadi ketua Ravispa. Gue yakin lo bisa. Nanti sore sampe malem kita
bikin pengumuman di warjok kalau lo yang bakal gantiin Lorenzo,” ujar Galaksi.

Galang mengangguk, tidak menolak. “Oke gue mau.”

Saat itu Galaksi tahu. Galang memang orang yang tepat untuk Ravispa selanjutnya.

“Dan tolong nanti kontak anak Ravispa buat kumpul. Termasuk yang dari sekolah lain. Gerald sama
Chiko jangan lupa,” ujar Galaksi membuat Jordan mengangguk. Kalau Galaksi sudah bertitah. Tidak
akan ada yang berani melawan.
“GAK NYANGKA GUE LANG! LO BAKAL JADI KETUA RAVISPA!” ujar Bedul pada Galang.

“Apalagi gue,” kata Galang sambil menatap ke arah depan.

“DOA LO DIJABAH TUHAN TUH LANG! TADI LO ADA DOA KAYA GITUAN?” kata Bedul.

“Enggak ada,” ujar Galang, masih bingung.

“Kalau gue liat. Muka lo mirip sama Bang Galaksi,” ujar Jeremy.

“Masa?”

“Benerlah, coba lo perhatiin muka lo sendiri sama dia. Lo ngaca. Mukanya Bang Galaksi tuh muka-
muka artis. Ini muka gue aja beda sama dia kan?” ujar Jeremy.

“Ah ngaco lo. Mana mungkin karena mirip dia milih gue?” ujar Galang. Setelah anak-anak kelas dua
belas pergi. Mereka langsung berunding. Untuk membicarakan kejadian tadi.

“Mirip kalau kata gue,” ujar Ronald. “Iya udah Lang terima aja. Apa salahnya jadi ketua Ravispa.
Bagus dong. Lo bisa terkenal. Gue yakin mendadak lo bisa jadi artis di SMA Ganesha! Pasti banyak
cewek suka sama lo Lang!” ujarnya lagi.

“Galang gak ngapa-ngapain aja udah banyak cewek yang suka dia. Apalagi dia jadi ketua Ravispa,”
ujar Jeremy.

“Ye dasar lu! Ikut Ravispa cuman karena mau terkenal. Bukan gitu ogeb. Ikut Ravispa itu karena cari
keluarga di sekolah. Gak kaya lu, Ron,” ujar Bedul.

“Bukan,” suara berat Zidan terdengar. Cowok yang sejak tadi diam itu menoleh pada Galang. Sejak
tadi mungkin Jeremy, Bedul dan Zidan sibuk ngoceh tentang Ravispa tapi Zidan hanya diam.
Mendengarkan. “Bang Galaksi itu milih lo karena lo cocok jadi ketua Ravispa. Lo inget lo pernah
nolongin anak kecil di depan sekolah? Pas itu Bang Galaksi sama temen-temennya mau ke Warjok
tapi berhenti. Sambil ngeliatin lo, Lang,” ucap Zidan.

Galang diam. Ketua Ravispa. Bisakah Galang?

“KEJORAAAA!! KEJORA MANA KEJORA? URGENT RA URGENT!! HADUHH RA LO NGUMPET DI MANA


SIH?” teriak Fani.

“KENAPA SIH FAN?” balas Kejora berteriak juga karena Fani langsung menarik tangannya. Begitu
ketemu Kejora langsung mengajak perempuan itu keluar dari kelas dan pergi hingga ke tangga
pertama sekolah. Tadi saat Fani akan ke kantin. Cewek itu sengaja lewat kelas atas—karena gabut
dan biar bisa liat

Cowok-cowok kelas lain. Tapi, tadi ia malah melihat Galaksi dan Kris hampir duel di dekat
persimpangan tangga.

“TUH RA! COWOK LO MAU NGAPAIN TUH?!” ujar Fani. Galaksi dan teman-temannya sedang berjalan
di atas. Lantai dua. Lantai itu adalah ruangan bagi anak-anak Jargom agar tidak bertemu dan
bersiteru dengan anak-anak Ravispa atau istilahnya adalah tempat-tempat Jargom berkumpul.
Dari arah sini Kejora bisa melihat Galaksi sedang berjalan menghampiri Kris. Di belakang tubuh
cowok itu ada teman-temannya. Mereka semua tidak pakai dasi yang menandakan bahwa mereka
akan kembali mencari gara-gara. Galaksi di depan—memimpin dengan dasi diikat di kepala dan
tongkat baseball di pundak kanannya.

“RA!! RA!! GALAK RA!!” setelah berbincang dengan raut muka emosi. Kris dan Galaksi turun tangga
—tepatnya Galaksi menarik kemeja Kris menuju ke lapangan. Lapangan yang sejak tadi sepi dan
lenggang menjadi sangat ramai karena diserbu.

“LO MAU KE MANA?” tanya Fani, panik.

“KE SANA!” ujar Kejora tapi Fani menghentikannya. Perempuan itu menggeleng.

“ENGGAK RA! Enggak semua hal bisa lo atasi sendiri! ITU MEREKA LAGI DUEL! DUEL ANTAR GENG!
Mereka lebih banyak dari lo yang cuman sendiri!” ucap Fani marah pada Kejora.

“Gue gak bisa diem gitu aja ngeliatin Galaksi sama Kris,” ujar Kejora melihat ke arah lapangan.

“Lo ke sana sama aja dengan lo cari mati Ra!” ujar Fani, perempuan itu masih menahan tangan
Kejora agar tidak datang ke lapangan. Karena kalau sampai itu terjadi. Kejora bisa saja kena imbas
atau paling parah bisa kena pukul keduanya. Karena dari raut mukanya. Galaksi maupun Kris sudah
tidak bisa menahan dirinya satu sama lain untuk saling beradu fisik.

Galaksi memukul dada Kris dengan kedua kepalan tangannya. Cowok itu telah melepas tongkatnya.
Menghadapi Kris hanya dengan tangannya.

“Apa lo mau bales gue?” tanya Galaksi. “Jangan coba-coba bikin nama cewek gue jelek di depan
orang-orang. Gue gak suka berantem karena cewek tapi lo yang gak tau apa-apa tentang Kejora
mending diem.”

“Apa maksud lo bilang kalau Kejora itu cewek yang gampang disuruh-suruh?” tanya Galaksi.

“Oh gak mau jawab lo?” tanya Galaksi. Memberi jeda agar Kris menjawab namun cowok itu tidak
mengatakan hal apa pun. Galaksi mendekat. Menghajarnya. Mendorong tubuh dan dada Kris sampai
ke tengah-tengah lapangan. Lapangan basket dengan tulisan SMA Ganesha yang begitu megah itu
semakin ramai. Dari lantai satu, dua bahkan tiga pun ada yang nonton.

Karena ini tentang Galaksi dan juga Kris. Ketua Ravispa dan Jargom.

“Lo tau dari mana?” tanya Kris.

“Anak-anak SMA Ganesha itu semua anak buah gue,” ujar Galaksi menunjuk kerumunan dari kiri ke
kanan lalu pada dirinya sendiri.

“Lo ngomong di sini pun tentang gue, Ravispa, temen-temen sampe pacar gue pun gue tau. Hati-hati
sama mulut lo, karena ini rumah gue,” ujar Galaksi.

“Anjing peduli amat!” balas Kris memukul Galaksi.

Ada yang cepu ternyata pada Galaksi. Galaksi membalas Kris. Memukul wajahnya hingga Kris
tumbang ke bawah. Tidak ada anak Jargom yang berani membantunya.
“Kemarin yang lo liat di mall gue emang suruh Kejora ikut bawain barang punya Sarah. Biar bisa
bareng setelah nganterin Sarah gue bisa ngajak Kejora jalan. Lo kalau gak tau apa-apa mending gak
usah sok tau hidup orang,” ucap Galaksi.

“Gue tau. Lo suka sama Kejora kan?” ujar Galaksi.

“Tapi gue gak bakal lepasin Kejora. Apalagi buat orang kaya lo!” ucap Galaksi lagi.

Kejora tertegun mendengarnya. Jadi kemarin maksud Galaksi adalah ingin mengajaknya pergi? Lalu
kenapa caranya seperti itu?

“Anjing dilempari batu karena mereka berisik. Singa ditakuti karena mereka diam. Jangan cari gara-
gara atau lo bisa keluar dari sekolah ini karena gue,” ujar Galaksi membuat Kris tidak bisa membalas.

“Gal tunggu!” panggil Kejora.

“Galaksi gue lagi bicara sama lo!” ujar Kejora membuat Galaksi terdiam. Bel masuk sudah berdering
dan keduanya masih berada di lorong. Peluh membanjiri kemeja Galaksi akibat duel tadi.

“Makasi Gal,” ujar Kejora.

“Untuk apa?” ujar Galaksi datar. “Mau nangis lagi?” ujar Galaksi membuat Kejora menggeleng.

“Jangan banyakan drama gue males liatnya,” ucap Galaksi. Semakin ketus. Emosinya masih berada di
atas ubun-ubun.

“Aku bingung harus ngomong apa,” Kejora meremas roknya. “Aku tau kamu gak sepenuhnya marah
sama aku. Kamu masih Galaksi yang dulu kan? Kamu masih sayang sama aku kan?”

“Jangan terlalu percaya diri,” ujar Galaksi.

“Terus kenapa tadi bilang sama Kris kalau kamu mau ngajakin aku jalan? Kamu gak bener-bener
marah sama aku kan Gal? Kamu masih maafin aku kan?” tanya Kejora.

“Kalau gitu nanti kita pergi gimana? Maaf kemarin aku pergi gitu aja. Aku bakal berusaha buat kamu
maafin aku,” ujar Kejora. “Kamu bisa kan nanti?”

“Gak bisa gue sibuk,” ketus Galaksi lalu meninggalkan Kejora.

— MUDAH JATUH CINTA, MUDAH JUGA KEHILANGAN

Mudah untuk jatuh cinta.

Mudah juga untuk kehilangan.

Patah hatiku adalah saat kamu bersamaku.

Tapi hati dan pikiran bukan untukku. – Kejora Ayodhya


“Udahlah Ra cowok kaya Galaksi lo putusin aja,” ujar Fani lembut.

“Daripada lo kaya gini terus? Lo sakit hati liat dia deket banyak cewek. Lo sakit hati dia jalan sama
Sarah. Lo bahkan sampe sakit karena dia. Lo juga gak pernah makan setiap istirahat karena paginya
lo harus anter makanan ke Galaksi. Lo juga selalu liatin dia diem-diem dari jauh kalau dia udah sama
Sarah. Ayolah Ra, jangan siksa diri lo sendiri. Jangan jadi bodoh untuk satu laki-laki karena di dunia
ini masih ada banyak orang,” ujar Fani, prihatin.

“Di saat kaya gini? Apa dia peduli sama lo?” ujar Fani berhasil menohok Kejora.

“Di saat lo butuh dia. Dia pun pergi. Dia hilang gitu aja tanpa pernah mikir gimana baiknya lo sama
dia. Gimana perjuangan lo untuk dia,” ujar Fani.

“Apa lo gak capek diginiin terus?”

“Gimana nasib dia kalau gue pergi ninggalin Galaksi?” tanya Kejora.

“Galaksi itu udah gak punya siapa-siapa. Dia cuman punya gue sama temen-temennya. Kalau gue
ninggalin Galaksi dia bakal hancur. Dia bakal lebih hancur dari gue sekarang. Kalau seandainya itu
terjadi, gimana?” ujar Kejora.

“Dia udah besar, Ra. Dia udah bisa jaga dirinya sendiri tanpa lo,” ujar Fani, menyakinkan Kejora.
Suaranya berubah tinggi.

“Lo diem dulu, Ra. Lo masih sakit kan? Maag lo gimana? Lambung lo masih perih?”

“Ayolah sadar Ra. Mau sampe kapan lo diperlakukan kaya gini sama Galaksi?” ujar Fani.

“Dia itu sengaja memperlakukan lo dengan tidak baik karena dia sudah tidak cinta. Kalau dia cinta,
enggak mungkin dia berusaha membuat lo menjauh. Dia ingin lo yang pergi,” ujar Fani membuat
Kejora menutup kedua matanya.

“Kenapa rasanya sakit setiap liat dia deket sama cewek lain, Fan?”tanya Kejora. Suaranya mendadak
parau. Perempuan itu memukul dadanya yang terasa sesak.

“Kenapa gue selalu cemburu sama orang-orang yang bisa buat dia ketawa?” ujar Kejora.

“Karena lo cinta dia, Ra,” ujar Fani. “Lo gak mau kehilangan dia. Padahal lo sudah kehilangan dia
sejak lama,” kata-kata Fani membuat Kejora menjadi semakin melamun dalam diam. Gamang.

“Lo mau ke mana Fan?” tanya Kejora saat Fani berdiri.

“MAU NYARI COWOK LO! EMANGNYA GALAKSI PIKIR DIA BISA BUAT LO BEGINI TERUS?!” ujar Fani
meninggalkan Kejora.

“MANA GALAKSI?!” ujar Fani marah ketika tiba di lorong kelas XII IPA 5. Teman-teman Galaksi
sedang bermain ukulele dan gitar di sana sambil bersender dan menggoda cewek-cewek yang
sedang lewat.

“GUE TANYA MANA GALAKSI? LO SEMUA TEMEN-TEMENNYA APA BUKAN SIH?!”

“Ada apa sih sayang kok kamu marah-marah gitu?” ujar Jordan, bercanda.
“Iya kamu jangan marah-marah gitu dong sayang. Aku gak bisa liat kamu marah,” ujar Bams lebay
ikut menggodanya.

“DIEM DEH LO SEMUA! GOMBALANNYA GAK MEMPAN! BELAJAR LAGI SANA!” cemooh Fani, sadis.

“Mana Galaksi?”

“Hei cantik kenapa kau marah-marah Fan?” tanya Nyong, dengan logat Ambon.

“Tau, lo kenapa sih Fan? Tuh Galaksi lagi di ujung,” ujar Guntur pada Fani. Cewek itu melihat Galaksi
sedang berjalan menuju ke arah teman-temannya. Kelihatan baru saja habis dari lantai atas.

“Lo semua kasih tau sama temen lo lah! Kalau mau putus dari Kejora gak gitu caranya! Gak dengan
cara nyiksa tuh cewek! Lo pikir Kejora gak punya hati apa?!” mendengar suara Fani yang meledak-
ledak membuat Jordan, Septian, Bams, Guntur, Oji dan Nyong tau arah pembicaraan cewek inu.

“Ada apa?” tanya Galaksi ketika tiba.

“LO MASIH TANYA ADA APA? LO TUH YANG ADA APA! JADI COWOK KOK BERENGSEK BANGET SIH?!”
ujar Fani, ngegas.

Galaksi mengerutkan keningnya. “Lo kenapa Fan?”

“GUE NGOMONGIN KEJORA! Asal lo tau! Cewek lo itu gak pernah makan setiap istirahat karena
uangnya habis buat ngasih lo makanan tiap pagi! Dia sampe sakit dan maag! Tapi apa balesan lo? Lo
malah kasih temen lo si Jordan ini buat makan makanan yang dikasih sama Kejora?! Kok ada ya
orang sejahat lo?!” ujar Fani. Napasnya naik turun karena marah.

“Tunggu, tunggu. Kejora gak pernah makan di sekolah?” tanya Jordan, menyela.

“ENGGAK! LO PIKIR DIA BISA MAKAN DI SAAT DIA MASIH MIKIR UANG BUAT SEKOLAH DI SINI?!”
tanya Fani, emosi.

“Lo pacar atau musuhnya Kejora hah?” tanya Fani pada Galaksi.

“Sampe-sampe lo tega ngebuat temen-temen lo yang lainnya dan temen sekelasnya buat ikut
ngebenci Kejora juga! Lo kan yang sering ngehina-hina dia, sering marah sama nolak dia?” ujar Fani
mengeluarkan semua apa yang ia tahu.

“Awalnya gue gak percaya lo pacarnya Kejora setelah gue pindah sementara ke sini. Awalnya gue
suka ngeliat lo. Tapi setelah ke sini-sini dan gue tau sifat asli lo. Gue enek! Baru kali ini gue ketemu
cowok berengsek kaya lo!” ujar Fani.

“Fan, tenang,” ujar Septian.

“GIMANA GUE BISA TENANG?! TEMEN GUE KEJORA ITU LAGI SAKIT MAAG DAN SETELAH TEMEN LO
INI BERANTEM SAMA KRIS MALAH KEJORA YANG KENA SASAR GALAKSI! GIMANA GUE GAK
EMOSI?!” Fani membentak.

Fani lalu merebut minuman yang dibawa Bams dan menyiramkannya ke muka Galaksi hingga
rambut, setengah kemeja sekolahnya basah. Membuat keenam teman Galaksi menatapnya dengan
muka tidak percaya bahwa Fani telah melakukan itu.
“Lo pikir gue takut sama lo Galaksi hanya karena lo itu ketua geng? Gue bukan cewek-cewek kaya
gitu. INI BIAR LO MIKIR PAKE OTAK! Sabar itu ada batasnya,” ujar Fani meninggalkan keramaian.

“Nanti kumpul Ravispa beneran gue boleh ikut?” tanya Sarah pada Galaksi. “Gal lagi ngelamunin
apa?”

“Bener gue boleh ikutan ngumpul sama anak Ravispa nanti sore?” tanya Sarah lagi.

“Boleh,” jawab Galaksi namun kedua mata cowok itu menatap ke arah lain. Tepat pada Kejora yang
baru saja keluar dari UKS.

Dari atas sini Galaksi bisa melihat Kejora berjalan tersendat sambil membawa ponselnya. Perempuan
itu mengetik sesuatu yang langsung membuat ponsel Galaksi bergetar. Ada pesan dari Kejora seperti
ini isinya; “Gal kamu lagi di mana? Di kelas? Jam ini kamu gak bolos kan? Tadi aku liat ada Pak
Dandang masuk kelas kamu. Kamu kan gak suka di kelas kalau ada Pak Dandang.” “Besok kamu bisa
nemenin aku pergi gak Gal?” “Dibales ya jangan cuman dibaca.” Begitulah isinya.

“Kakek kamu bakal marah kalau dia tau kamu masih sama Kejora,” ujar Sarah.

“Inget Gal, dia gak suka sama Kejora. Dia kan—”

Galaksi menoleh tajam. “Kalau bukan karena Kejora. Gue gak bakalan mau jalan sama lo,” ujar
Galaksi serius.

“Mau ngapain?” tanya Galaksi kaget dengan kehadiran Kejora. Cewek itu hanya diam. Membantu
Galaksi menyelesaikan hukumannya. Ada banyak sampah yang harus Galaksi pungut dan masukkan
ke dalam plastik besar.

“Mau bantu kamu. Kenapa gak boleh?” tanya Kejora. Perempuan itu malah sibuk sendiri.

“Udah jangan nanti lo dihukum juga,” ucap Galaksi, menolak tangan Kejora yang ingin memasukkan
sampah ke dalam plastik yang sedang dibawa Galaksi.

“Kamu dihukum guru kan gara-gara aku,” ujar Kejora, tanpa menoleh pada Galaksi.

“Diapain sama Pak Dandang? Gak sampe dipukul kan? Gak sampe dipanggil keluarga kan?” ujar
Kejora.

Galaksi menggeleng, “Enggak.” Rindu juga melihat Kejora dari dekat.

“Udah nih. Kamu buang sana,” ujar Kejora.

Kantin sekolah sedang sepi-sepinya. Kris dihukum di kamar mandi sementara Galaksi dihukum di
kantin dan belakang sekolah. Pak Dandang yang sudah kenal dengan Galaksi sengaja memberikan
hukuman lebih pada cowok itu agar Galaksi jera. Namun memang dasarnya sudah bandel. Mau
dibuat jera pun Galaksi tidak akan pernah jera. Galaksi itu kalau sudah adu kekuatan apalagi fisik
tidak akan mau mengalah begitu saja.
“Kalau gitu aku ke kelas ya. Takut ketauan sama guru habis bantuin kamu,” ujar Kejora. “Kamu jaga
diri baik-baik,« tambahnya.

“Lo masih sakit?” tanya Galaksi saat Kejora ingin pergi.

Kejora menggeleng. Rasa senang menyelimuti hatinya saat Galaksi bertanya demikian. “Udah agak
baikan cuman telat makan. Fani ngomong macem-macem ya sama kamu? Maafin dia. Tapi sumpah
aku gak pernah nyuruh dia gituin kamu,” ujar Kejora masih saja baik terhadap Galaksi.

Galaksi diam. Bukannya Kejora memang selalu baik padanya?

“Frans anak IPS itu siapa?”

Kejora terkejut. Perempuan itu terdiam lama lalu menjawab, “Oh dia? Temen satu sekolah kita kan?”

“Gue tanya Frans itu siapa lo. Gue pernah liat lo sama dia keluar bareng malem itu,” ujar Galaksi.
Nada keterpaksaan dengan sangat kentara terdengar di kedua telinga Kejora. Kejora tersenyum geli
sebentar karena Galaksi bertanya dengan suara cemburu.

“Temennya Bang Batra,” ujar Kejora.

“Gimana kabar Abang lo? Gue gak pernah liat dia lagi,” ujar Galaksi.

“Baik,” ujar Kejora. Semakin gugup. “Nanti kapan-kapan boleh ketemu dia tapi jangan di rumah
yaaa.”

“Kenapa?” tanya Galaksi. Baru kali ini Kejora bisa mendengar suara Galaksi yang jauh dari nada
intonasi marah-marah, kesal ataupun dingin.

“Dia jarang pulang,” ujar Kejora. “Bang Batra kalah judi. Uangnya habis. Frans sama temen-
temennya minta aku. Karena Frans tau kalau aku pacar kamu. Kamu itu orang paling berpengaruh di
sekolah. Apapun yang kamu punya juga orang pasti mau sama. Kamu aktif, banyak yang sayang sama
kamu dan juga kamu punya temen yang banyak. Enggak kaya aku. Tetep jadi ketua geng Ravispa
yang suka marah-marah ya. Aku seneng kalau kamu bisa ketawa sama temen-temen kamu,” ujar
Kejora.

“Frans minta kaya gitu?” tanya Galaksi, tertegun.

“Udah gak ada urusan lagi sama dia. Jangan marah ya? Jangan berantem sama dia. Udah selesai
urusan aku sama dia kemarin,” ujar Kejora.

“Kemarin-kemarin aku malu kalau mau cerita sama kamu. Gak tau kenapa jadi susah membagi cerita
sama kamu setelah Ayahku dipenjara dan Ibuku menikah dengan orang lain. Dibandingkan sama
Sarah atau temen-temen cewek kamu. Aku yang paling nyusahin kamu. Aku cuman gak mau kamu
malu,” ujar Kejora sambil tertawa. Tanpa sadar air matanya ikut jatuh.

Galaksi terdiam kaku. Seluruh tubuhnya mati rasa. Melihat Kejora seperti itu membuatnya jadi
merasa gagal.

“Tapi kamu tenang aja. Aku gak bakal terang-terangan nyari kamu di depan temen-temen kamu biar
kamu gak merasa malu. Aku bakal berusaha untuk gak nyusahin kamu lagi,” ujar Kejora tersenyum
lebar tapi kedua matanya yang berbentuk bulan sabit seakan menangis.
“Buatku kamu memang benar Gal. Gak semua kesalahan bisa dimaafkan. Kamu pantas marah. Kamu
pantas benci aku,” ujar Kejora.

“Tapi tolong jaga perasaanku ketika kamu sedang jauh atau kamu sedang bersama orang lain.”

“Omong-omong. Gimana ulangtahun Mamanya Sarah? Kamu gak ke sana?” tanya Kejora basa-basi.

“Harusnya aku nitip salam ya kemarin bukannya pergi gitu aja,” ujar Kejora meringis.

“Gimana Sarah? Maksud aku gimana kamu sama Sarah?”

Galaksi masih tetap diam. Mulutnya seakan terkunci rapat-rapat. Rasa bersalah merambat ke
hatinya. Menghantam dadanya kuat-kuat. Galaksi tidak pernah merasa sesakit ini. Bahkan ketika
dipukul oleh orang lain.

“Nanti ketika ada seseorang yang bisa membuat kamu nyaman dan senang berada di sampingnya.
Tolong beritahu aku. Agar aku bisa pergi secepatnya. Agar aku tidak terlalu berharap pada apa yang
sebenarnya tidak bisa aku miliki,” ujar Kejora.

“Ra, gue—”

“Kamu tau? Mata kamu enggak bisa bohong kalau kamu juga cinta sama Sarah dan aku bisa liat
semua itu,” ujar Kejora membuat Galaksi membisu.

Kejora mendekat. Memberi ciuman singkat dipipi Galaksi sambil. “Tolong jangan pergi lagi,” ujar
Kejora. Semakin membuat Galaksi merasa bersalah.

— SURAT KEJORA & JARGOM

“Semesta sedang mempermaikanku. Pergilah kalau memang itu maumu. Aku sedang berada di titik
di mana untuk mempertahakankanmu begitu sulit. Hingga kini pun bahagiamu bukan aku.” —
Kejora Ayodhya

“Kenapa gak disusul pacarnya?” tanya Kris ramah pada Kejora. Angin menerbangkan rambut
perempuan itu. Membuatnya begitu berbeda di kedua mata Kris.

“Cantik ya lo dari samping?” ujar Kris, mengalihkan topik pembicaraan.

“Eh kok pergi sih?” ujar Kris saat Kejora pergi. Meninggalkan tempat di mana sejak tadi ia
memperhatikan Galaksi dan Sarah. Bel pulang sekolah baru saja berdering nyaring. Membuat
keadaan lorong begitu padat.

“Kenapa setiap gue ngomong sama lo. Lo selalu pergi?” ujar Kris.

“Karena gak ada yang harus kita omongin,” ujar Kejora, jutek. “Dan gue juga gak mau ngomong sama
lo.”

“Cuman ngobrol biasa. Gak bakal ketauan sama Galaksi,” ujar Kris. “Dia pasti gak peduli.”
“Lo diem gue lebih tau Galaksi daripada lo. Buktinya dia lebih ngebelain gue,” ujar Kejora.

“Ngebela bukan berarti peduli. Dia cuman kasian sama lo,” ujar Kris membuat Kejora berhenti.
Tertohok. Tepat di tengah-tengah lorong.

“Kalau dia cinta sama lo. Dia gak mungkin sama Sarah kan?” ucap Kris.

“Buat apa terus-terusan nyiksa diri sendiri? Gak ada gunanya kalau dia udah gak cinta lagi,” kata Kris.
Kejora semakin diam. Bahkan semua orang tahu bahwa Galaksi sudah tak lagi menyukainya.

“Apa lagi?” tanya Galaksi tak sabar saat Kejora menyuruh laki-laki itu menemuinya di lorong atas
sekolah.

“Kenapa lo cuman diem?” tanya Galaksi. “Gue gak punya banyak waktu buat nunggu lo ngomong
sekarang, Ra,” ujar Galaksi.

“Lagi sibuk banget ya?” tanya Kejora. Masih berusaha sabar.

“Kalau gak ada yang penting-penting banget lebih baik jangan sekarang. Gue mau ke Warjok sama
temen-temen gue,” ujar Galaksi. Nadanya masih sama. Marah-marah.

“Sama temen-temen kamu atau sama Sarah?” ujar Kejora.

“Jangan mulai Ra!” ujar Galaksi terdengar kasar. Cowok itu membuang muka ke samping.

“Dia cuman ikut. Gak ada yang perlu lo cemburuin sekarang.”

“Kamu ternyata egois banget ya? Saking egoisnya kamu sampai lupa sama aku. Aku gak boleh tanya
kalau kamu deket sama Sarah. Sementara kamu selalu marah kalau aku deket sama cowok lain. Mau
kamu apa sih, Gal?” tanya Kejora, jengah.

“Gue mau pergi,” ujar Galaksi mencapai tangga.

“Liat sekarang? Kamu pergi. Dasar pengecut!” umpat Kejora berani membuat Galaksi terkejut.

Galaksi mengembuskan napas panjang. Mengejar Kejora yang berjalan pergi menjauhinya.

“Segitu aja marah,” ujar Galaksi menghadang Kejora lalu memeluk perempuan itu.

Kejora tidak menjawab. Perempuan itu hanya diam. Namun rasanya lebih sakit saat orang yang
kamu sayang ada di dekatmu tapi hatinya memang bukan untukmu.

Warjok sangat ramai. Saking ramainya. Motor murid-murid pun sengaja diparkirkan di depan
lapangan banteng. Di kubu kanan ada laki-laki sedang duduk sementara di kiri ada para perempuan.
Dari kelas X sampai kelas XII. Dari SMA lain pun turut hadir seperti SMA Saraswati, Gerald dan SMA
Rajawali, Chiko. Hari itu mungkin menjadi hari teramai di Warjok karena angkatan-angkatan
sebelumnya tidak pernah mengundang SMA lain untuk hadir dalam acara calon pengurus baru
Ravispa. Karena acara ini bersifat tertutup. Hanya untuk mereka yang boleh hadir.

“Lo bisa jelasin kenapa ada Sarah di sini?” tanya Jordan. Tidak terima.

“Udah biarin aja. Dia cuman nonton,” ujar Galaksi biasa saja.

“Lo yakin ngasih dia di sini? Lo tau Sarah siapa Lak?” tanya Jordan.

“Maksud lo? Sarah ya Sarah. Siapa lagi emang?”

“Kata Asep, Sarah pernah kenal Kris. Gue gak tau Asep tau dari mana. Gue bener-bener curiga kalau
temen lo yang satu itu kayanya beneran cenayang,” ucap Jordan lalu terkekeh.

“Bener tuh! Tadi itu kita gibahin lu sama Sarah, Lak!” imbuh Guntur sangat antusias.

Punya temen kaya lo,” goda Bams.

“Perasaan lu emang temen gue dah Bams,” ucap Jordan jengkel.

“Oh sejak kapan kita temenan? Perasaan kita gini-gini aja Dan. Gak jalan-jalan. Kasian banget gue
dijadiin temen terus. Gak pernah diseriusin,” ujar Bams membuat Jordan tertawa.

“Ngenes amat lu,” celetuk Oji sambil tertawa.

“Jalan sih sering tapi status tetep teman,” ujar Bams.

“Oh iya dong. Teman rasa mantapppppp!” ujar Jordan.

Cowok-cowok yang sedang duduk itu tertawa-tawa. Sambil menunggu murid kelas XI lebih tepatnya
Galang dan teman-temannya untuk sampai ke Warjok. Nyong menoleh pada Septian yang sejak tadi
memperhatikan temannya. Cowok itu diam. Tidak tertawa apalagi tersenyum. Mukanya biasa saja.
Kalau tidak main hape cowok itu pasti memperhatikan. Tipe Septian yang tidak suka banyak bicara.

“Lo kenapa diem aja Sep? Gak ada ketawa-ketawanya dari tadi. Gue yakin nih dalem hatinya Asep
pasti dia ngomong kaya gini ‘Ya Allah temen-temen gue kapan tobatnya?’” ujar Nyong.

“Ngaco lo ah,” jawab Septian.

“Aww Abwang Asep jangan gitu dong. Ngeri Eneng dengernya,” ucap Nyong lalu mendekati Septian.

“Lu pake parfum apa sih Sep? Awet bener dah. Gue yang cowok aja klepek-klepek apalagi cewek,”
ujar Nyong.

“Gue paling seneng tuh kalau Asep udah di kelas atau masuk kelas pagi-pagi jadi kelas kaga usah
butuh pengharum ruangan karena bau parfum Asep,” ujar Nyong.

“Iyalah Nyong wajar parfum mahal. Kita yang pake parfum sekali semprot kalau mau jalan sama
cewek aja mending diem Nyong,” ujar Bams.

Nyong tertawa. “Sekali semprot. Itu hemat atau pelit?”

“Dua-duanyalah,” kekeh Bams.

“Halahhh! Biasa juga minjem parfum gue!” gerutu Mona dari jauh.

“Sarah masih di sini?” ucap Septian tiba-tiba membuat Galaksi mengangguk.


“Katanya dia mau nonton,” ujar Galaksi.

“Nonton apa cepu?” sambar Jordan. “Mending lo ajakin Kejora ajalah Lak. Lo jemput dulu sana
mumpung belum semua yang dateng ke Warjok.”

“Nah ide bagus tuh! Biar ada yang gue ajakin bercanda. Nih ya Lak cewek lu kalau gue ajakin
bercanda tuh nyambung. Gak kaya cewek-cewek lain,” ujar Guntur.

“Dia gak bisa,” ujar Galaksi. “Dia kayanya latihan di sekolah.”

“Oh paskib ya dia? Masih aja betah ngajar paskib,” ujar Guntur. “Gue aja kalau ekskul tinggal dateng
terus duduk. Sekali doang gue mainnya gak kaya dulu. Futsal sekarang udah rame banget. Hampir
satu kelas satu kelas yang ikutan futsal cowok-cowoknya.”

“Sama Karate juga lagi banyak-banyaknya. Nih, Asep aja sampe capek ngajarnya. Dia Kan ngajar
Basket iya. Ngajar karakte juga iya. Pendiem-pendiem gini kuat banget stamina temen lo ini. Jangan
salah,” ujar Bams menepuk punggung Septian.

“Gak salahlah. Juara bertahan karate, juara atlit basket, pinter, sering ikut olimpiade, sering menang
lomba cerdas cermat. Septian Aidan Nugroho. Gue itu bangga punya temen kaya lo Sep,” ujar
Galaksi.

“Biasa aja Lak gak usah berlebihan,” balas Septian tenang.

“Tuhkan dipuji yang biasa dia kaya gitu. Gue tau Sep lo gak suka dipuji-puji gitu anaknya. Lo selalu
menutup diri dan terliat gak punya apa-apa. Aslinya? Wah gila harta lo melimpah amat! Mobil 3,
motor 4, rumah 2, Distro 1, Perusahaan keluarga 3, Mall 5, Hotel 5. Lo kalau merambah ke dunia
artis gue yakin lo pasti laku keras Sep! Tapi kita semua memang ngomongin fakta. Lo emang keren.
Tipe cewek-cewek jaman sekarang bangetlah. Eh—salah anjir! Tipe-tipe menantu idaman,” kekeh
Jordan.

“Kalau gue punya adek cewek udah gue jodohin dari lama sama lo Sep!” seru Jordan.

“Hafal bener lo Dan curiga gue,” ujar Bams sambil tertawa.

“Bener tuh Sep. Gue juga bangga punya temen kaya lo. Kalau gak ada lo di kita. Udah pasti Bu Dayu,
Pak Dandang sama Pak Maman bakal terus-terusan jadiin kita bulan-bulanan mereka. Untungnya
ada lo. Jadi kita bisa nyontek bersama ke lo,” ujar Oji cengengesan.

“NYONTEK MULU! MAKANYA BELAJAR!” ujar Jordan.

“Ngaca lu ngaca. Tuh di tangan lo ada contekan hapus dulu sana!” balas Oji membuat Jordan refleks
menghapus apa yang sudah ia catat di telapak tangan kanannya. Karena tadi ada ulangan harian dari
Pak Maman.

“Tuh Galang udah sampe sama temen-temennya,” ucapan Oji menutup pembicaraan mereka menit
itu.
Hari ini di lapangan Banteng ada deret baris yang dibagi beberapa banjar. Galaksi dan teman-
temannya berdiri di depan. Inti Ravispa itu sedang menyuruh anggotanya untuk berbaris. Di baris
depan ada Galang, Jeremy, Zidan, Bedul dan Ronald. Ketika angkatan 8 lulus nanti. Mereka otomatis
akan mengambil alih Ravispa.

Ada banyak orang yang kaget karena mendadak nama Galang langsung menjadi calon ketua.
Membuat orang jadi bertanya-tanya dan merasa Galang orang yang sangat istimewa sekaligus akan
mengemban tugas berat. Karena menjadi pemimpin. Bukan hal yang main-main. Tapi, Galang
datang. Menunjukan bahwa dirinya mampu dan layak untuk menjadi ketua Ravispa selanjutnya.

“Lo yakin sama Galang?” bisik Jordan pada Galaksi.

Galaksi mengangguk. “Yakin.”

“Gak salah?” timpal Guntur berbisik.

“Enggak bakal salahlah. Salah di mananya? Dia bisa. Gue percaya sama dia,” ujar Galaksi mantap.
“Jargom juga ngincer Galang. Gue mau Galang langsung ke Ravispa karena dia anak SMA Ganesha.”

“Tau dari mana lo Jargom ngincer Galang?” tanya Bams.

“Gue banyak mata-mata. Informasi selalu dateng buat orang baik tanpa kita minta,” ujar Galaks
mengutip kata-kata Septian yang dulu pernah cowok itu katakan padanya.

“Sebelumnya gue minta maaf karena mendadak. Gue sebagai ketua Ravispa mau yang terbaik buat
Ravispa yang selanjutnya. Kita bakal tetep support Ravispa. Karena sejak awal kita datang ke sini.
Kita udah janji bakal jadi keluarga. Bakal jadi teman yang saling rangkul. Gue bakal bacain surat buat
semuanya. Jadi apa yang ada di surat dan peraturan kita. Kalian yang masih baru harus inget dan
lakukan,” ujar Galaksi.

SURAT RAVISPA ANGKATAN 9

Sore ini di lapangan Banteng. Saya Galaksi Aldebaran mengumumkan nama calon ketua, wakil dan
inti Ravispa untuk angkatan selanjutnya. Sampai semester ini saya senang mengenal kalian. Teman-
teman yang sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri. Orang-orang yang selalu ada ketika
Ravispa susah dan senang. Kami semua bangga punya kalian. Jangan pernah merasa sendiri. Kita ada
karena kalian. Kita ada karena sekolah. Lalu ini nama-nama calon inti Ravispa angkatan 9:

1. Galang sebagai Ketua Ravispa

2. Jeremy sebagai Wakil Ketua

3. Zidan sebagai Bendahara

4. Ronald sebagai Sekertaris

5. Bedul sebagai Keamanan

Apapun perintah mereka tentang Ravispa. Kalian wajib ikut dan berpartisipasi sesuai dengan moral.
Tidak ada yang cari gara-gara duluan. Tidak ada dari kita yang cari rusuh duluan. Tidak ada kenakalan
remaja. Tidak ada pertengkaran serius antara anggota. Ingat Ravispa tidak pernah cari musuh
duluan. Kita pantang mengajarkan hal-hal yang buruk untuk teman-teman kita. Kita saling menjaga,
merangkul dan berbagi dalam setiap keadaan. Ravispa: Solidaritas Tanpa Batas!

— Hormat saya, ketua Ravispa angkatan 8, Galaksi Aldebaran.


“Ayoo woi baris di depan tiang bendera Indonesia! Kita ucapin janji Ravispa!” komando Jordan
begitu Galaksi selesai.

Di baris kiri, 7 inti Ravispa itu berbaris. Tangan kanan mereka langsung menyentuh dada kiri. Cowok-
cowok dengan seragam sekolah itu berbaris ke kanan menghadap ke depan. Di deret ujung ada
Galaksi dengan badan tegapnya, Jordan dengan badan menjulang tinggi dan besarnya, Septian
dengan tatapan tajam dan bandana di tangan kanannya, Oji dengan baju yang rapi, Guntur dengan
rambut jambulnya, Bams dengan tubuh besarnya, dan terakhir Nyong dengan topi Ravispa.

Hari itu janji mereka diucapkan bersama-sama. Oleh seluruh angkatan delapan dengan suara
menggema dipimpin oleh Galaksi,

JANJI RAVISPA

“Satu (1): Kami anak muda dengan masa depan yang cerah. Dua (2): Tidak ada narkoba. Tiga (3):
Tidak ada pertikaian antara anggota. Empat (4): Kami berjanji akan selalu setia kawan baik dalam
keadaan sedih dan senang. Suka maupun duka. Juga tangis dan tawa. Lima (5): Ravispa: Solidaritas
Tanpa Batas!”

Hari itu mungkin akan jadi catatan paling mengesankan dan bersejarah yang akan dimiliki angkatan 8
juga 9. Lapangan Banteng, Pos Warjok, Warung Bu Gendut, Grafiti megah Ravispa, dan tiang
bendera. Mereka semua adalah saksi Ravispa. Yang kelak akan menjadi kenangan yang tak akan
pernah terlupakan.

Karena Ravispa; yang dulunya tampak tak mungkin berteman menjadi sangat mungkin menjadi
sahabat. Karena Ravispa; adalah tempat di mana tidak ada murid-murid yang akan dipandang
sebelah mata karena status sosial dan juga asal usulnya. Bukankah perbedaan itu indah?

“Selamet ya Lang,” ucap Gerald. Yang dibalas Galang juga.

“Weh Rald panggilnya Bang Galang, dia lebih tua dari kita,” ucap Chiko.

“Oh iya hahaha maaf Bang,” ujar Gerald menjabat tangannya pada Galang.

“Kita cuman beda setaun santai ajalah Rald,” tawa Galang terdengar berderai. Membuat cewek-
cewek Ravispa memperhatikannya. Sampai Mona pun tak mengalihkan pandangannya dari Galang.
Terpana.

“Inget ngedip Mon. Jangan sampe softlens lo loncat keluar,” ledek Galaksi membuat teman-
temannya yang duduk di warjok tertawa. Perempuan itu lantas cemberut.

“Serius amat liatin brondong. Mangsa baru ya Mon?” goda Bams.

“Au, bentar lagi gue terlupakan nih,” ujar Guntur pura-pura cemburu.

“Gak asik ah lo pada,” ujar Mona. Menuju ke belakang. Menyusul teman-temannya.

Lalu tawa cowok-cowok itu kembali berderai. Mona dan matanya.


“Eh Chiko sini lo dulu. Udah lama gak ketemu. Duduk dulu. Kita makan,« tawar Galaksi.

“Enggak deh Bang. Gue harus balik. Kasian cewek gue,” jawab Chiko.

“Anjay bucin banget lo!” celetuk Jordan sambil mengambil mie dari tangan Bu Gendut.

“Daripada lo. Kelamaan jomlo Bang,” balas Chiko memasang helmnya.

“Gue harus jemput cewek gue nih. Dia ke rumah temennya. Soalnya udah malem banget. Dia suka
nyasar di jalan kalau sendiri. Ntar ilang lagi cewek gue,” kata Chiko.

Gerald tertawa, “Sayang banget ya lo sama dia?”

“Iyalah. Itu yang namanya cinta. Gue duluan nih. Pamit ya,” ucap Chiko. Cowok itu lantas
menghidupkan motornya. Pamit pada Galaksi dan kawan-kawan dan pergi dari belakang sekolah
SMA Ganesha.

“Trus gue mau bucin sama siapa?” celetuk Oji sambil menatap teman-temannya.

“OGAHHHH!!” balas semua teman-temannya. Lalu duduk sambil menghadap meja. Tidak lagi pada
Oji yang masih cengar-cengir.

“Rald sini Rald!” panggil Galaksi. “Lo mau bucin juga?”

Gerald tertawa ringan. “Enggaklah Bang.Hidup gak cuman tentang cinta. Gak ada pasangan pun kita
selalu bisa sendiri.”

“Lo lagi di mana?” tanya Galaksi pada Kejora dari telpon. Hari ini Galaksi menghubunginya karena
tiba-tiba merasa gelisah. Cowok itu baru saja tiba di depan rumah Kejora. Keadaannya gelap dan
sangat sepi. Rumah ini seperti tidak ada penghuni.

“Lagi di rumah. Kenapa Gal?” balas Kejora.

Galaksi tidak membalas lagi. Cowok itu mematikan ponselnya. Galaksi bahkan baru sadar bahwa ia
sedang dibohongi lagi. Cowok itu selalu menjemput atau menurunkan Kejora di depan jalan. Jauh
dari rumah Kejora. Itu adalah permintaan perempuan itu meski kadang Galaksi menolak. Galaksi
memperhatikan papan yang ada di depan gerbang rumah Kejora.

RUMAH INI DISITA BANK.

“Cowok lo tuh lagi sama Sarah,” ucap Fani ketika Kejora keluar kelas. Fani sedang memperhatikan
Galaksi dan Sarah mendukung Septian yang sedang lomba basket di lapangan sekolah.

“Duduk berdua-duaan gitu. Enggak malu apa si Sarah dikatain ngerebut cowok lo?” tanya Fani.

“Ra lo kenapa diem aja?”


“Kenapa Fan?”

“LO MASIH TANYA KENAPA??”

“Udah biarin aja.” Kejora hendak masuk kelas lagi namun Fani menghadangnya.

“Kenapa lo cuman diem setiap kali Galaksi kaya gitu?”

“Lo gak mau samperin mereka?”

“Kenapa lo gak langsung marah ke mereka? Kenapa lo cuman diem di saat-saat kaya gini Ra?”

Kejora terdiam lama lalu menjawab, menatap kedua mata Fani penuh luka, “Karena gue tau. Bukan
Sarah yang ngerebut Galaksi tapi Galaksi yang nyari Sarah. Gue bisa apa Fan? Dia kaya gitu kan
karena kesalahan gue jalan sama Frans. Galaksi itu lebih nyaman sama Sarah bukan sama gue. Itu
semua kesalahan gue, Fan.”

“Ra,”

“Tapi gue percaya sama Galaksi. Dia pasti balik lagi ke gue. Nanti,” ujar Kejora. Namun entah kenapa
kata-kata itu membuat Kejora jadi ragu.

Galaksi duduk di tribune lapangan yang ada di dalam gedung. Paling atas, sedikit gelap dan juga
menyendiri. Cowok itu menghela napas berat karena tadi sempat melihat Kejora memperhatikannya
dengan Sarah. Perempuan itu pasti sangat terluka sekarang. Sudah berapa kali Galaksi menyakiti
hatinya?

Galaksi mengambil surat di saku celananya. Surat ini belum sempat Galaksi baca. Ketika
membukanya dan melihat ada nama Kejora. Galaksi semakin diam. Jantungnya jadi berdebar-debar.
Nama Kejora selalu berhasil membuatnya lupa diri. Karena Kejora adalah perempuan pertama yang
mengenalkan Galaksi tentang jatuh cinta dan juga patah hati.

LANGIT TAK PERNAH MENJELASKAN BAHWA DIRINYA TINGGI

Aku tidak tau harus memulai dari mana. Rasanya ketika berhadapan dengan kamu aku jadi lupa apa
yang harus aku ucapkan padamu. Bahkan untuk melihat wajah dan matamu pun aku takut. Pertama
kali aku mengenal kamu aku sangat gugup.

Apa kamu tau itu? Aku tidak tau. Tidak pernah terlitas di kepalaku bahwa kamu akan menyukaiku.
Rasanya seperti mimpi ketika kamu mengatakan suka padaku. Rasanya sangat mustahil bisa sejauh
ini denganmu.

Ingatlah selalu. Jika kamu mencari orang yang selalu ada di sampingmu ketika kamu sedih. Aku akan
selalu ada di sini untukmu. Jika kamu mencari orang yang bisa mendampingimu ketika kamu merasa
sepi. Aku akan ada tanpa kamu minta. Karena aku tidak hanya akan ada ketika kamu sedang
senang. Aku akan lebih ada ketika kamu sedang merasa sedih. Sebab orang yang ada ketika kamu
sedih sudah pasti akan terus mendukungmu.

Langit tak pernah menjelaskan bahwa dirinya tinggi. Matahari tak pernah membuktikan pada
semua orang bahwa dirinya panas. Udara tak perlu banyak bicara saat seluruh orang
membutuhkannya. Jangan pernah menjadi orang sombong. Sesuatu yang tampak kecil bagimu
mungkin sangat berarti besar bagi orang lain.

Kamu adalah kata yang sulit kuurai. Di matamu ada teduh saat menatapku.

Kamu adalah segenap asa yang pernah kumiliki. Meski kini kamu telah berpaling dariku.

Jaga selalu hatimu. Dari orang yang masih menunggu maafmu.

— Kejora Ayodhya.

Galaksi bergegas keluar dari lapangan untuk mencari Kejora namun yang Galaksi dapatkan justru
pemandangan ketika Kris dan Kejora tampak bersama. Laki-laki itu sedang tertawa karena berhasil
membuat Kejora tersipu di tempatnya.

Apa kini Galaksi akan kehilangan Kejora atas sikapnya selama ini?

12. JANJI

“Bad boys ain’t no good. But good boys ain’t no fun.” — Galaksi Aldebaran

“Gal kamu di mana?” tanya Kejora saat tiba di rumah Galaksi.

Detak jantung Kejora seperti berlomba. Napasnya tak teratur. Begitu mendapat pesan dari Galaksi.
Kejora dengan terburu-buru datang ke rumah cowok itu meski sempat terjebak macet di angkot.
Hari sudah menjelang malam dan Kejora begitu senang karena Galaksi kembali membuka diri hingga
menghubunginya. Itu sudah kemajuan yang sangat pesat bagi Hubungan keduanya.

“Galaksi jangan bikin aku takut. Ini udah malem, Gal,” ujar Kejora. Takut dan cemas bercampur
menjadi satu.

“Gue di sini,” Galaksi bersuara berat. Kejora menoleh padanya. Cowok itu sedang tidur di sofa.

“Kok tidur di sini? Kamu sakit?” tanya Kejora.

“Enggak cuman lagi nungguin lo dateng,” ujar Galaksi tenang mencoba bangun meski badannya
sakit. Hal itu membuat Kejora dengan refleks membantunya agar bisa duduk dengan benar.

“Kamu udah makan?” tanya Kejora.

Galaksi hanya diam. Memandang perempuan tidak bisa diartikan. Pasti Kejora buru-buru untuk
sampai ke rumahnya. Pantaskah Galaksi terus-terusan bersikap egois pada perempuan ini?
Sementara perempuan ini selalu ada, tulus bahkan selalu bersikap baik padanya?

“Di rumah kamu sama sekali gak ada orangnya Gal?” tanya Kejora.

“Udah beberapa bulan tinggal sendiri,” ujar Galaksi.


“Loh? Bibi ke mana? Bang Nova juga ke mana?” tanya Kejora, terkejut.

“Disuruh tinggal sendiri sama Kakek,” jelas Galaksi membuat Kejora langsung mengerti.

“Dihukum ya?” tebak Kejora membuat Galaksi terdiam lalu mengangguk.

“Kenapa malah senyum?” tanya Galaksi.

“Gak pa-pa.” Senyum Kejora makin mengembang. “Kangen aja. Kita kan udah jarang ngobrol kaya
gini. Biasanya selalu bertengkar sih,” lalu Kejora tertawa pelan. Membuat Galaksi menatapnya
dalam.

“Pasti kamu berantem lagi gara-gara aku ya?” ujar Kejora.

“Enggak siapa bilang berantem gara-gara lo?” ujar Galaksi. Raut mukanya kembali mendingin.

“Aku tau Gal. Kamu gak usah bohong. Kamu pasti marah kan karena aku makanya kamu berantem?
Aku itu selalu tau sifat buruk kamu Gal. Setelah tenang kamu pasti selalu manggil aku,” ujar Kejora.

Galaksi tidak menyahut. Cowok itu diam. Kebiasaan itu. Mungkin sudah dihafal sekali oleh Kejora.
Memang benar apa yang dikatakan Kejora. Galaksi semakin sering cari ribut. Bahkan masalah yang
dialami temannya pun Galaksi akan ikut campur. Asal ada saja yang bisa ia jadikan pelampiasan
kemarahannya. Bahkan samsak di ruang karate rusak karena Galaksi membuat Bams dan Septian—
temannya berjaga-jaga agar Galaksi tidak tumbang apalagi sampai merusak lebih dari itu.

“Kamu pasti belum makan kan? Aku masak ya? Ada bahan makanan gak?” tanya Kejora beruntun.
“Bentar aku ke dapur kamu dulu.”

Beberapa menit kemudian Kejora datang. Membawa air putih, nasi serta telor buatannya.
Perempuan itu duduk di samping Galaksi yang sedang bersender ke sofa sambil memejamkan
matanya. Wajah cowok itu tampak babak belur. Di dahi, sudut bibir serta pelipis Galaksi sedikit
membiru.

“Di kulkas kamu ada mie sama telor aja tapi aku buatin kamu telor aja. Aku simpen jauh mienya biar
kamu gak makan instan terus. Ini makan dulu nanti baru aku obatin,” ujar Kejora.

“Perhatian banget. Kris perhatian gini juga gak sama lo?” tanya Galaksi. Nadanya berubah dan
terdengar sangat sinis seolah menyindir. Tidak lagi seperti tadi.

“Kris?” ujar Kejora. “Kris enggak pernah—”

“Gue liat Ra,” sergah Galaksi pada Kejora. “Mau nyangkal apa lagi sekarang?”

“Jadi kamu nyuruh aku ke sini cuman buat omongin ini?” tanya Kejora. Perempuan itu meletakkan
gelas dan piring yang tadi ia pegang ke meja depannya. Menatap Galaksi sepenuhnya.

“Iya,” ujar Galaksi. Tanpa merasa berdosa. “Gak perlu ngobatin gue. Gue udah ngasih tau Sarah biar
dateng ke sini. Entar lagi dia juga dateng.”

“Dia tau rumah kamu, Gal?” tanya Kejora. Mendadak cewek itu menjadi gamang di tempat.

“Tau. Dia sering main ke sini sama temen-temen gue,” ujar Galaksi.
Melihat ekspresi Kejora. Galaksi yakin perempuan itu sedang menahan diri untuk tidak memarahinya
namun perempuan itu sadar diri. Yang dilakukan Kejora sekarang adalah diam. Lalu beberapa selang
kemudian perempuan itu tersenyum maklum—seolah tidak ada apa-apa. Seolah perempuan itu
tidak tahu apa yang dilakukan Galaksi di belakang Kejora.

“Udah suruh pulang aja. Biar aku yang ngobatin kamu,” ujar Kejora.

“Dia udah jalan ke sini,” ucap Galaksi. Menolak dengan terang-terangan niat baik Kejora. Membuat
senyum manis perempuan itu perlahan memudar. Galaksi melihat Kejora bersandar ke sofa sambil
menatap ke arah depan. Segala usahanya selalu sia-sia di mata Galaksi. Apa memang sudah tidak
ada maaf untuk Kejora? Haruskah Kejora mundur perlahan?

“Kemarin lo di rumah?” tanya Galaksi pada Kejora.

“Di rumah,” jawabnya sambil menoleh pada Galaksi. Galaksi mengamatinya.

Pura-pura tidak tahu itu kadang menyenangkan. Apalagi saat kita tahu kebenarannya ketika orang
lain berbohong pada kita.

“Kalau gitu aku pulang dulu. Kamu makan yang banyak ya Gal. Aku sayang kamu,” ujar Kejora.

“Gue gak bisa anter lo pulang. Gue udah naruh uang di tas lo. Nanti lo pake itu,” ucap Galaksi.

Kejora membuka tasnya dengan gusar. Mengeluarkan uang yang sudah ditaruh Galaksi tapi yang
Kejora lihat justru bukan hanya uang. Ada kotak jam di atasnya. Kotak berwarna putih bening itu
membuat Kejora menatap Galaksi. Dari mana Galaksi tahu Kejora ingin jam ini? Padahal waktu di
mall cowok itu sedang bersama Sarah.

“Ambil dan pulang,” usir Galaksi. “Lo pengin banget kan sama jam itu? Udah gue beliin. Cuman
segitu. Berapa pun lo minta bisa gue beli.”

Kejora meletakkan kotak jam dan uang yang diberikan Galaksi padanya ke atas meja. Perempuan itu
berdiri kaku. Di depan Galaksi. Perempuan itu mengambil sebelah tangan Galaksi lalu
mengepalkannya. Memajukkan kepalan itu pada wajahnya.

“Kenapa? Cuman mulut kamu aja yang berani? Tangan kamu enggak?” tanya Kejora pada laki-laki
itu.

“Jangan nantangin gue,” Galaksi menarik tangannya dengan gusar.

“Aku tau Gal kamu gak bakal melakukan sesuatu yang buruk sama aku. Cara kamu ngehukum aku itu
bener-bener buat aku kehabisan cara supaya kamu bisa maafin aku. Aku harus gimana lagi?” ujar
Kejora. Suaranya terdengar serak namun tak ada satu pun tetes air mata.

“Gue suruh pulang ya pulang! Lo denger gak?!” Galaksi membentak membuat Kejora refleks
mundur.

“Permisi,” suara itu membuat keduanya menoleh ke pintu. Melihat Sarah baru saja tiba di depan
pintu rumah Galaksi.

“Gal lo kenapa?” tanya Sarah namun Galaksi tak mengatakan apa pun.

Kejora mundur perlahan. Perempuan itu mengambil tasnya kembali yang sempat ia lempar ke sofa
lalu meninggalkan keduanya tanpa mengucapkan apa pun. Gerimis turun menyambutnya.
Membuat seragam sekolahnya sedikit basah. Perempuan itu lantas berteduh di bawah pos kosong
dekat jalan lalu menelpon seseorang.

“Halo Jordan? Ini Kejora. Bisa ke rumah Galaksi sekarang enggak? Dia luka habis berantem enggak
tau sama siapa. Pastiin dia makan sama istirahat ya Dan? Tolong jagain dia. Jangan bilang tau dari
gue. Nanti kalau lo minjem LKS atau buku, gue kasih Dan. Maaf ngerepotin Dan.”

“Gimana Kejora? Masih mau bertahan sama Galaksi?” ujar Sarah bersuara sumbang. Pagi ini Kejora
melihat perempuan itu ada di depan kelasnya. XII Bahasa 2 sedang sepi karena belum semua orang
datang.

“Masih dia kan pacar gue,” aku Kejora.

“Pacar yang gak dianggep gitu ya maksudnya?” ujar Sarah.

“Mau dianggep atau enggak itu bukan urusan lo kan?” balas Kejora.

“Jamnya gue pake. Dikasih Galaksi semalem,” ujar Sarah memperlihatkan jam yang semalam
diberikan Galaksi pada Kejora. “Lebih cocok di gue daripada lo.”

“Oh iya? Kasian ya lo. Jadi yang kedua trus pake barangnya pun barang yang gue tolak,” ujar Kejora
membuat Sarah mendelik padanya.

“Lo emang cantik tapi sayang muka lo gak secantik kelakuan lo,” ujar Kejora. Masih bersikap tenang
namun benar-benar menusuk.

“Lo gak usah sok baru lo itu pacarnya Galaksi. Gue gak takut sama lo!” hardik Sarah.

“Sorry aja gue gak pernah jadiin Galaksi itu tameng supaya orang-orang takut sama gue,” kata
Kejora. “Walau Galaksi itu bukan ketua geng sekali pun juga gue bakal terima dia apa adanya. Karena
gue bukan lo. Gue gak pernah liat Galaksi dari apa yang dia punya.” Skak mat. Sarah diam.
Perempuan dengan wajah oriental itu tampak marah karena tersinggung.

“Galaksi lebih milih gue daripada lo. Relain aja dia buat gue,” ujar Sarah.

“Meskipun gue ngelepas Galaksi atau enggak. Lo gak akan pernah dapetin hatinya dia,” ucap Kejora.

“Iyaudah jangan nyesel ya nanti,” ujar Sarah pada Kejora. Perempuan dengan rambut cokelat terang
itu pergi dari kelas Kejora. Meninggalkan Kejora yang sedang menatap kepergiannya. Jam itu benar-
benar Galaksi berikan pada Sarah. Rasa kecewa langsung merangsek masuk dalam hati Kejora. Entah
kenapa kini rasanya sangat sulit mempertahankan hubungan mereka.

Jadi selama ini. Apakah Galaksi benar-benar telah membencinya?


“Ada yang cari lo tuh Lak,” ujar Jordan sambil mengelap wajahnya dengan handuk kecil.

“Siapa?” Galaksi masih lain-lain sambil minum air.

“Tuh pacar lo,” ujar Jordan membuat Galaksi ikut menoleh ke kanan. Menemukan Kejora sedang
berdiri jauh di atas tribune sekolah. “Gak mau disamperin? Kalau enggak biar gue aja nih yang
samperin?” goda Jordan.

Ancaman bernada bercanda itu membuat Galaksi melirik Jordan datar. Membuat cowok dengan
badan besar itu tertawa-tawa geli di tempatnya. Jordan lalu melipat handuknya. Berniat mengambil
baju sekolahnya di loker sehabis latihan silat bersama Galaksi.

“Kasian tuh cewek lo gituin terus. Maafinlah dia,” ujar Jordan.

“Jangan urus hidup gue, Dan,” ujar Galaksi. Dingin dan ketus.

“Lo kalau dibilangin ngeyel terus gue males ngasih taunya,” kata Jordan.

“Entar kalau dia sama orang lain lo sendiri yang marah. Lo itu kalau dibaikin jangan ngelunjak Lak.
Nanti kalau dia kejam sama lo. Lo yang tau rasa,” kata Jordan.

“Bro cewek mana yang seneng liat cowoknya berduaan di satu rumah sama cewek lain?” ujar Jordan.
“Dia pasti mikir macem-macem. Lo samperinlah. Bilang kalau kemarin yang nganter Sarah pulang itu
gue. Biar gak salah paham terus. Kasian kan cewek sebaik Kejora lo gituin?” ujar Jordan.

“Kok lo bisa tau Kejora tau gue sama Sarah di rumah kemarin?” ujar Galaksi.

“Itu tuh otak lo isinya marah-marah mulu. Emosian. Jadi gak mikir kenapa gue bisa di rumah lo
kemarin malem tanpa ada janji dulu sama lo,” ujar Jordan.

“Kejora yang suruh lo?” tanya Galaksi.

“Siapa lagi emang? Baik kan cewek lo itu? Biar kata dia enggak cantik. Yang penting dia tulus sama lo.
Dia kenal lo dari bawah Lak. Jangan pernah lupa sama orang-orang yang ada pas lo jatuh,” kata
Jordan.

“Gue samperin dia dulu,” ujar Galaksi kepada Jordan. Sementara Jordan cengar-cengir meninggalkan
keduanya. Keluar dari pintu lapangan yang ada di dalam gedung sekolah mereka.

“Eh gimana-gimana Galak sama Kejora?” tanya Guntur berbisik. Cowok itu mencegat Jordan di
depan.

“Amannnn. Lo tenang aja,” kata Jordan.

“Rencana kita selanjutnya apa nih? Tadi Kejora nanya sama gue Galak di mana. Trus gue bilang di
sini. Langsung disamperin. Gue ikutin deh,” ujar Guntur dibarengi anggukan Nyong dan Bams.

“Nah makanya Galak kan sering bantu kita. Kita bantulah biar dia baikan sama Kejora,” ujar Jordan.

“Tetep aja semua keputusan di Galak,” ujar Septian berbicara. Cowok itu sekali bicara bisa membuat
teman-temannya diam serempak mendengarkannya. “Mau dia maafin Kejora atau enggak.
Semuanya urusan dia. Yang penting kita udah bantuin dia.”

“Tumben lo Sep ngomongnya gak irit-irit?” ujar Oji.


“Galak kan temen gue sebelum kenal lo-lo pada. Gue lebih dulu kenal Jordan sama Galak. Rasanya
liat dia yang sekarang kaya bukan Galak yang gue kenal,” ujar Septian.

“SAMA! Gue juga,” ujar Nyong. “Kaya ada yang disembunyiin sama tuh bocah. Kebiasaan gak mau
bagi-bagi info,” ujar Nyong lagi.

“Kita intip mereka dari belakang aja gimana?” usul Guntur pada teman-temannya.

“Maaf ya Gal. Hari ini aku gak naruh apa-apa di laci meja kamu. Aku cuman bawain kamu roti. Kamu
enggak marah kan?” tanya Kejora pada Galaksi ketika keduanya duduk di kursi panjang yang
memang ada di tribune atas.

“Kenapa kamu diem aja Gal?”

“Lo bohong kan?” pertanyaan itu membuat Kejora mengerjapkan matanya. “Setiap gue nganter lo.
Lo selalu minta turun di jalan atau di deket supermarket. Rumah lo udah gak di sana kan?”

Pertanyaan Galaksi membuat Kejora seketika panas dingin. Tangannya ikut mendingin. Seketika
wajahnya memerah karena malu. Bukan malu karena keadaannya tapi malu karena Galaksi berbicara
seperti itu padanya. Seolah Kejora adalah orang yang terlalu sering membohonginya.

“Iya udah enggak di sana,” ucap Kejora.

“Terus kenapa lo bohongin gue lagi?” tanya Galaksi. “Apa salahnya jujur?”

“Aku minta maaf, Gal.”

“Minta maaf, terus ngelakuin kesalahan yang sama lagi. Apa untungnya?” Galaksi memang pintar
ketika menyudutkan seseorang.

“Sini. Ini buat gue kan?” ujar Galaksi mengambil begitu saja roti yang dibawa Kejora membuat
perempuan itu mengangguk pelan—sama sekali tidak berani menatap kedua mata cowok itu.

“Kenapa gak mau liatin gue? Takut?” ujar Galaksi tambah membuat Kejora makin tidak mau
menoleh padanya.

Galaksi membuka kemasannya. Membuat Kejora memperhatikan terus gerak-gerik cowok itu. Pelan
tapi sumpah demi Tuhan membuat Kejora semakin deg-degan di tempatnya. Cewek itu merasa
seperti seorang maling yang sedang ditangkap.

“Lo udah makan? Makan, jangan sampe gak makan.” Galaksi memberikannya pada Kejora. Suaranya
mendadak lembut. Suasana sedang sepi-sepinya. Di tempat ini hanya ada mereka berdua.

“Udah tadi, Gal.”

“Jangan bohong,” ujar Galaksi. Suaranya kembali mendingin membuat Kejora semakin takut.

“Tapi kamu enggak marah kan?” tanya Kejora.

“Enggak Ra,” ujar Galaksi polos.


“Beneran kamu enggak marah?” tanya Kejora lagi.

“Kalau gue marah. Udah dari tadi gue tinggalin lo,” ujar Galaksi membuat Kejora menarik napas
dalam-dalam. Takut ini hanya jebakan cowok itu. Setelah memberikannya kepada Kejora. Bisa saja
kan Galaksi pergi menjauh atau kembali melontarkan kata-kata yang membuat hati Kejora patah
lagi? Atau barang kali bisa saja kan Galaksi kembali memaki-makinya?

“Tapi janji jangan marah lagi ya?” pinta Kejora membuat Galaksi mengangguk.

Perempuan itu mengambilnya dari tangan Galaksi. Menatap wajah Galaksi sekali lagi. Memastikan
bahwa laki-laki itu benar-benar ada di sampingnya.

“Kenapa diliat aja? Gak mau dimakan?” ujar Galaksi seolah mengintruksikan padanya agar bergerak
cepat.

“Iya ini...,” ujar Kejora.

“Muka lo pucet. Pasti belum makan kan?” ujar Galaksi.

Kejora tidak menjawab. Perempuan itu hanya diam sebagai jawabannya. Membuat Galaksi melirik
jam tangan hitamnya. Masih ada waktu untuk mengajak Kejora makan di kantin. Dibalik sifat Galaksi
yang keras dan suka seenaknya. Cowok itu pasti masih punya perasaan penuh untuk Kejora. Kejora
yakin Galaksi hanya sedang marah padanya. Galaksi pasti akan memaafkannya nanti.

“Ke kantin yuk Ra?” ajak Galaksi.

“Ke kantin? Bentar lagi bel, Gal. Bu Dayu nanti marah kalau aku telat masuk kelas.”

“Enggak pa-pa. Daripada lo enggak makan sama sekali. Kalau lo pusing atau sampe pingsan di kelas
siapa yang mau nolongin?” ujar Galaksi.

“Enggak deh, Gal. Mending uangnya kamu simpen pake bayar SPP. Kamu udah bayar SPP bulan ini?
Ini tenggat waktu terakhir. Makanya aku baru nyari kamu tadi ke sini. Tadi habis ngantre di sana
saking ramenya.”

“Jadi lo gak makan gara-gara bayar SPP?” tanya Galaksi membua Kejora menutup mulutnya.

“Sebenernya udah nunggak lama dari bulan lalu. Udah sering dipanggil juga sama guru. Jadi aku baru
bisa bayar sekarang. Makanya aku gak bisa beliin kamu nasi kaya biasanya,” ujar Kejora membuat
Galaksi benar-benar tertegun.

Pacar macam apa Galaksi baru tau perempuannya benar-benar sedang susah?

“Ayo ikut ke kantin. Makan bareng gue,” ajak Galaksi.

“Enggak, Gal. Bagi kamu itu sedikit tapi bagi aku itu banyak. Jangan sering kaya gitu,” ujar Kejora
membuat Galaksi berdecak. Cowok itu dengan tidak sabar berdiri lalu mengajak Kejora untuk keluar.

“Jangan banyak nolak sebelum gue bener-bener gak peduli lagi sama lo,” ujar Galaksi.

Namun ketika membuka pintu belakang lapangan indoor. Galaksi melihat teman-temannya sedang
berdiri di samping. Keenam sedang sibuk. Entah sibuk atau pura-pura sibuk. Galaksi yakin
keenamnya pasti nguping.

“Lo ngapain Dan?” tanya Galaksi.


“Eh, lo Gal. Ini nih ngajarin Asep nyari cewek,” ujar Jordan cengengesan membuat Galaksi menaikan
sebelah alisnya.

“Lo ngapain Tur?”

“Ehhhh lo Gal. Ini nih main petak umpet sama Bams,” ujar Guntur lalu terkekeh geli.

“Kalau lo? Lo ngapain di sini Nyong?” tanya Galaksi. Mukanya semakin garang.

“Eh Abang Galak. Ini nih main egrang sama Oji,” ujar Nyong.

“Autis lo pada. Trus mana egrangnya?” tanya Galaksi.

Nyong lantas cengengesan, “Ada nih di dalem hati gue,” ujar Nyong.

“Dasar sarap,” ujar Galaksi lalu mengajak Kejora pergi menuju ke kantin. Setelah keduanya pergi
baru keenamnya menghela napas lega.

“WOIIII!! KALAU SAMPE GALAK GAK NGASI GUE NGINEP DI RUMAHNYA LAGI GARA-GARA KITA
KETAUAN NGINTIPIN DIA. AWAS AJA LO PADA!!” ujar Bams.

Hari ini Galaksi mengajak Kejora pulang bersama. Membuat Kejora senang bukan main. Galaksi hari
ini tidak seperti kemarin-kemarin. Cowok itu lebih banyak diam. Menunggu Kejora berbicara. Bahkan
hanya menanggapi dengan biasa. Tidak lagi mengungkit-ungkit Kris atau masalah yang sudah lewat.
Cowok itu seperti melupakan kejadian yang telah terjadi di antara mereka.

“Mana rumahnya?” tanya Galaksi dari balik helmnya.

“Itu di depan Gal. Gerbang warna hijau,” ujar Kejora membuat Galaksi berhenti di depan rumah yang
diberitahukan Kejora. Kesan pertama Galaksi melihat rumahnya adalah sempit. Lalu berikutnya
menjadi cowok itu termenung. Bagaimana bisa Kejora jatuh terlalu dalam seperti ini?

“Gak mau masuk?” ujar Kejora membukakan pintu.

“Mau langsung pulang aja,” ujar Galaksi membuat wajah Kejora langsung berubah. Galaksi pasti
malu. Perempuan itu mengerti dan tidak memaksa Galaksi untuk tinggal sebentar.

“KEJORA! Udah pulang lo?!” suara bariton itu membuat Kejora menoleh ke belakang namun
rumahnya masih tampak sepi dari sini. Suara itu pasti dari dalam.

“Itu siapa?” tanya Galaksi, sama kagetnya.

“Ah, itu... Bang Batra. Kamu jadi pulang kan? Pulang ya Gal,” sekarang justru Kejora mengusir
Galaksi. “Nanti kamu makin dihukum kalau gak pulang tepat waktu.”

“WOI KEJORA!!”

“Iya Bang tunggu sebentar!” balas Kejora dari sini.

“Abang lo kenapa kaya gitu?” tanya Galaksi, penasaran.

“Gak pa-pa Gal. Biasa cuman manggil,” ujar Kejora. Mengusap tengkuknya.

“Manggil lo kaya gitu suaranya? Lo yakin?” tanya Galaksi curiga.


“Jangan pernah pengin tau atau kepo. Cepetan pulang,” suruh Kejora membuat Galaksi benar-benar
terkejut. Kejora jarang bersikap seperti itu padanya. Ketakutan itu tampak nyata di kedua bola
matanya.

“Please Gal. Jangan ketemu sama Bang Batra,” ujar Kejora. “Kalau dia tanya kita udah putus atau
gimana. Bilang aja kita udah putus ya?”

“Lo bilang kita udah putus sama dia?” Galaksi benar-benar terkejut mendengarnya.

“Aku gak ada pilihan. Aku gak mau dia pinjem uang ke kamu. Itu satu-satunya cara biar dia gak
ngontak kamu. Aku minta tolong kamu langsung pulang ya?” ujar Kejora mendorong Galaksi agar
mau pergi dari depan rumahnya.

“Kenapa lo gak bilang dari awal sama gue?”

“Gimana bisa aku bilang sama kamu kalau kamu aja gak percaya sama aku? Gimana aku bisa bilang
ke kamu kalau kamu aja ngejauhin aku persis sama apa yang dilakuin sama temen-temen aku?” ujar
Kejora. “Aku cuman punya kamu sebagai pilihan terakhir aku. Tapi kamu juga justru ngejauhin aku.
Pergi gitu aja tanpa pernah mau tau gimana keadaan aku. Kamu pikir mudah bilang semua ini sama
kamu?”

“Lo tau Ra? Kadang-kadang gue ngerasa gak pernah kenal lo,” ujar Galaksi menatap Kejora tidak
percaya.

“Masuk Ra,” suara Batra membuat persiteruan keduanya terhenti.

“Enggak Bang. Kejora bakal ikut gue,” ujar Galaksi. Perempuan itu refleks bersembunyi di belakang
tubuh Galaksi. Cowok itu sudah berdiri di depan Batra.

“Jangan sok jagoan lo Galaksi. Gue ini Abangnya,” ujar Batra. Galaksi mendorong tubuh Batra agar
mundur lalu memakai helmnya dan menyuruh Kejora naik ke atas motornya kembali.

“Kejora masuk,” suara Batra terdengar tegas namun penuh kecaman yang membuat Kejora semakin
ingin pergi darinya. Tidak menuruti perintah kakaknya.

Kejora tidak turun dan membuat Galaksi pergi dari sana. Mengajaknya ikut serta. Di jalan
perempuan itu hanya diam. Kepalanya bersender di punggung Galaksi. Kedua tangannya melingkar
di pinggang cowok itu. Menikmati angin yang menerbangkan rambutnya.

“Maaf yaa Gal. Kalau aku ngerepotin kamu terus,” gumam Kejora. “Padahal aku udah janji untuk gak
bergantung sama kamu terus. Kalau seandainya kita gak bakal sama-sama ke depannya. Janji ya
jangan lupain aku?”
13. PUJANGGA BUNGA KRISAN

“Ibarat bunga. Ketika kamu gugur tidak ada yang tertarik padamu tapi ketika kamu mekar. Siapa
pun ingin memilikimu.” — Galaksi Aldebaran

“Kenapa lo joged-joged kaya orang ayan gitu Tur?” tanya Jordan pada Guntur.

“Mana ada! Sembarangan lo Dan! Ayan-ayan. Gue ini lagi menjalankan tugas rahasia untuk
memperbaiki hubungan Pak ketua dan Bu ketua. Lo diem aja,” ujar Guntur.

“Eh, siaga satu, siaga satu. Lo di mana Ji?” ujar Guntur menempatkan ponselnya di depan muka.

Bams mendengus, “Si goblok. Loudspeaker lo hidup. Rahasia-rahasia segala. Anak SMA Ganesha
mana yang gak denger lo ngomong siaga-siaga dari tadi?” ujar Bams ketus.

“Yaah kan biar bekelas dikit. Tugas rahasia. Antara gue dan Oji,” kekehnya.

“Asep mana?” tanya Jordan.

“Sama Galak dia. Tuh di dalem kelas,”  ujar Guntur. “Kaya orang sariawan diem mulu.”

“Bentar lagi Kejora pasti lewat sini. Mau gue cegat terus gue palakin,” kata Guntur sambil tertawa
membuat Jordan menatapnya tajam.

“Sebelum lo palakin Kejora. Lo remuk duluan sama gue,” ancam Jordan mengeplakan dan meremas
kedua tangannya seolah cowok itu sedang meremukkan sesuatu.

“Sebelum Galak bertindak Jordan udah bertindak duluan,” ujar Nyong. “Hati-hati kau bang Guntur.”

“Tangan kanan Ravispa mah beda,” ujar Guntur. “Jadi atut deh,” ujarnya lagi.

“Dasar alay. Mending sana lo main mermed-mermedan sama Mona di kelas,” ujar Jordan.

“Masa tuh cewek nyemprotin parfum ke bangku gue? Bener-bener penghinaan banget!” seru
Jordan.

“Makanya lo jadi cowok yang bersih. Yang wangi. Percuma badan kaya raksasa muka cakep tapi
baunya apek!” ujar Bams benar-benar dari dalam hati.

“Eh, Bams nanti lo ke rumah gue. Bantuin gue nyiapin persiapan buat camping sekolah nanti. Lo ikut
kan?” tanya Jordan.

“Ikutlahhh demi menjaga calon pacar gue si Fifi dari anak kelas sebelah yang suka juga sama dia. Gue
pasti ikut!” ujar Bams dengan semangat berkobar. “Ini masalah harga diri. Jiwa kejantanan gue itu
lagi diuji.”

“Sok-sokan jantan. Bencong aja masih lo godain kalau kita naik mobil,” ujar Jordan.

Kebayang kan Bams yang sukanya sama Fifi—teman sekelasnya itu suka godain bencong-bencong
pinggir jalan? Pernah ketika anak-anak Ravispa sedang berada di satu mobil yang sama kecuali
Galaksi, Oji dan Septian yang ada di mobil berbeda—mengikuti mobil Jeep Jordan. Bams dengan
enggak tahu malunya malah melambai-lambai, bersiul sampai manggil-manggil bencong-bencong itu
supaya mendekati mobil ketika mereka terjebak macet. Jordan langsung menutup jendela kaca
mobilnya. Trauma pernah dibelai-belai bencong lampu merah gara-gara Bams.

“Eh siaga-siaga. JI! JI! AMAN GAK DI SANA?!” ucap Guntur sambil berteriak. Cowok itu bersembunyi
di balik pilar sementara Oji dengan enggak berdosanya bersembunyi di pilar depan Guntur.

“LO GAK USAH TERIAK-TERIAK TUR! GAK PERLU PAKE HP PUN OJI PASTI DENGER SUARA LO!” Bams
protes padanya.

“UHUYY! RA RA! Lewat aja nih? Kok lesu gitu?” goda Guntur langsung keluar dari persembunyiannya
ketika Kejora hendak melewati mereka semua. Kejora sudah tidak peduli. Perempuan itu hanya
memandang Guntur dengan tatapan—seperti bukan Kejora.

“Wah parah nih Galak. Dipacarin, dibaperin tapi ditinggalin. Bener-bener laknat jiwa raga,” ujar Oji di
samping Kejora.

“Seperti hidup tapi mati. Gitu ya?” celetuk Guntur membuat Jordan menoyor kepalanya.

“Ngomong lo diatur dulu,” ujar Jordan. Cowok itu menjauhkan Guntur dari Kejora.

“Ra lo mau ke kelas kita?” tanya Oji.

“Iya kok tau?”

“Taulahh Ra. Mau ke mana lagi emang kalau lewat sini? Ayo Ra. Gue anterin,” ujar Jordan.

“JANGAN RA! DIA BELUM MANDI!” ujar Nyong. “BAU BAU BAU BAU!”

Jordan tertawa. “Gue mandilah enak aja lo Nyong! Gue bukan lo,”balasnya.

“Bau bawang,” celetuk Guntur dengan muka-muka ngendus.

“Idih?” ujar Kejora sambil tertawa sambil memperhatikan tampang Guntur. Merasa sangat terhibur
karenanya. “Mau cari Galaksi. Ada kan di kelas? Apa dia gak ada di kelas?”

“Ada dong Ra. Lagi di kelas ngomong sama Asep. Paling dia doang yang ngomong tapi Asep diem,”
ujar Jordan. “Ayo deh gue anterin. Biar lo gak diapa-apain sama Galak.”

“Enggak kok, gak bakal diapa-apain. Emangnya Galak kaya gitu? Kan enggak,” ujar Kejora membuat
Jordan mengangguk membenarkan.

“Lo kok bisa sih Ra tahan sama Galak?” tanya Bams.

Kelimanya sedang berjalan berbarengan dengan Kejora. Perempuan itu jadi merasa punya teman
sekaligus bodyguard di sekolah. Entah kenapa memang sangat menyenangkan kenal dengan anak-
anak Ravispa. Mungkin beberapa orang akan menilai mereka itu menyeramkan, sombong dan tidak
tahu aturan. Tapi kalau sudah kenal. Mereka semua sejatinya adalah laki-laki biasa. Yang bisa saja
saling bercanda, saling lempar ejekan, menggoda, dan ngomongin orang. Salah satunya ngomongin
temen. Sejujurnya mereka sama dengan kebanyakan orang. Kata-kata yang—mereka menyeramkan
atau sombong itu adalah penilai orang-orang yang belum mengenal mereka semua.

“Iya—iya bisalah,” ujar Kejora sedikit grogi ditanya seperti itu. Apalagi Kejora jarang ngobrol dengan
Bams.
“Gue ini emang temennya Galak, Ra. Tapi gue enggak setuju dia gituin lo. Kenapa gak lo tinggalin
dia?” ujar Bams, mencoba memberi saran.

“Namanya juga orang sayang, Bams. Coba sekarang balik. Lo suka sama Fifi selama tiga tahun tapi
gak dibales. Kenapa gak lo tinggalin aja dia?” ujar Jordan.

“Iya sih tapi kan masalahnya gue sama Galak itu beda. Yang ngejar Fifi itu gue. Gue itu cowok. Udah
seharusnya cowok ngejar cewek. Kalau masalah ini kan Kejora yang ngejar-ngejar. Kejora kan cewek
bukan cowok. Daripada buang-buang waktu sama orang yang salah mending kan cari orang yang
tepat, Ra,” ujar Bams.

“Ah lo semua kenapa? Gue sama Galak cuman marahan biasa. Bukan masalah yang besar banget
kok,” ujar Kejora sambil tertawa membuat kelima laki-laki itu menatap Kejora, terpana. Memang
tidak salah Galaksi mencari pacar.

“Lo yakin cuman marahan biasa? Gimana kalau emang hatinya Galaksi bukan buat lo lagi?” ucap
Bams membuat Kejora menoleh padanya.

“Kalau emang kaya gitu. Dia pasti minta berhenti dari lama. Tapi buktinya kita masih baik-baik aja
sampai sekarang,” kata Kejora.

“Lo baik apa bego?” celetuk Oji kelewatan.

“Ji,” tegur Jordan membuat Oji jadi diam. Oji dan mulut pedasnya yang susah dikontrol.

“Banyak orang bilang gue bego karena masih bertahan sama Galaksi. Ini kan pilihan gue. Gue
bukannya bodoh. Gue cuman mau nunjukin sama Galaksi. Kalau gue gak seburuk yang orang-orang
bilang. Gue enggak seperti yang dia liat. Urusan gue itu semuanya privasi. Privasi antara gue sama
Galaksi,” ujar Kejora.

“Mantap! Gue suka jawaban lo Ra,” ujar Guntur. “Emang gak salah lo jadi Ibunya Ravispa.”

“Hahaha apaan sih gue kan bukan anak Ravispa.”

“Tapi kan lo pacarnya Galak, Ra. Otomatis lo itu anak Ravispa juga,” ujar Guntur. “Gapapalah Ra.
Anggep aja kita ini saudara. Lo kalau kenapa-napa tinggal kontak kita-kita aja pasti langsung cabut
nyari lo Ra,” ujar Guntur lagi.

“Kalau Galak ngapa-ngapain lo cari aja gue. Gue ini anaknya setia. Boleh dicoba kalau mau,” ujar
Guntur lagi.

“Inget Tur, pacar temen,” ujar Jordan membuat Guntur cengengesan. “Jangan lo modusin. Nyepik
mulu sama cewek.”

“Guntur kalau ngomong sama cewek pasti alus bener. Coba sama kita. Bacot amat kaya gorila kurang
makan,” ujar Bams.

“Pantesan aja Mona baper sama lo Tur. Kaya gitu lo caranya,” ujar Oji.

“Yaudahlah jangan serius-serius amat. Gue sama Mona kan cuman temen doang. Temen deketlah.
Dibilang sayang ya sayang tapi kita beda keyakinan. Mau dipaksain juga ujung-ujungnya bakal pisah,”
ujar Guntur mendadak baper.
“Ra omong-omong pas flashmob waktu itu lo keren banget. Lo jago juga ya dance-nya,” ujar Jordan
memuji perempuan itu.

“Gue masih amatiran, Dan. Gak sebagus yang lo liat,” ujar Kejora.

“Itu lo latihan juga apa gimana?” tanya Bams, kepo.

“Latihan niatnya biar Galaksi maafin gue tapi dia tetep sama. Enggak mau maafin gue. Kayanya dia
udah benci banget sama gue,” kata Kejora. “Tapi gue yakin kalau Galaksi itu bisa maafin gue. Dia kan
emang gitu kalau marah suka lama baiknya.”

Niat banget nih cewek, batin Bams menilai Kejora.

“WOIII LAK DICARI SAMA PACAR LO NIH!” teriak Jordan namun justru yang didapati mereka adalah
Galaksi sedang duduk dibangku Jordan dengan Sarah sementara Septian duduk di bangku lain.
Keduanya menoleh ke pintu. Galaksi melihat Kejora dengan teman-temannya. Namun saat itu juga
Kejora berbalik badan. Tidak mau melihat lebih banyak lagi. Lebih baik tidak tahu daripada sakit hati.

Perempuan itu malah pergi. Tidak jadi mencari Galaksi. Kejora pikir Galaksi ingat hari ini adalah hari
ulang tahunnya. Namun yang Kejora dapat justru pemandangan laki-laki itu sedang bersama Sarah
dan bodohnya Kejora hanya diam.

“Yaah Ra! Ra??” cegah Jordan namun Kejora tidak mau mendengarkannya.

“Kenapa Kejora nyari gue?” tanya Galaksi ketika cowok itu setengah berlari pada Jordan.

“Mana gue tau!” sahut Jordan ketus. “Lo kan cowoknya. Harusnya lo lebih tau.”

“KEJAR BEGO JANGAN DIEM AJA!” ujar Bams geregetan.

“Maaf Bos, kasar. Tapi emang lo keterlaluan,” ujar Bams lagi.

Galaksi mengejar Kejora. Perempuan itu sudah sangat jauh. Di tengah lorong ketika Galaksi berhasil
mencegah Kejora agar tidak pergi tapi cewek itu pura-pura tidak melihat Galaksi. Cewek itu juga
tidak menyahut ketika Galaksi memanggilnya sambil menghadang jalan perempuan itu Dari depan.
Kejora tetap berjalan membuat Galaksi ikut berjalan di depannya dengan posisi mundur. Perempuan
itu marah besar. Galaksi tahu itu dari kedua matanya.

“Kejora,” panggil Galaksi lembut.

Perempuan itu menghindar dan tetap berjalan ketika Galaksi memegang kedua pergelangan
tangannya.

“Gue bakal jelasin kenapa Sarah di kelas duduk sama gue tadi. Tapi lo berhenti dulu.”

“Ra, jangan cuekin gue,” ujar Galaksi mulai takut karena Kejora tetap diam.

“Oke Ra, gue minta maaf. Tapi dengerin dulu,” ujar Galaksi. Cowok itu takut Kejora semakin linglung.
Dari bahasa tubuhnya pun Galaksi tahu bahwa pikiran perempuan itu sedang kosong.

“Udahlah aku lagi gak pengin berantem,” ujar Kejora. “Aku anggep aja aku gak liat.”

“Jangan gitu Ra. Tadi itu Sarah bantuin gue ngerjain tugas. Dia yang minta. Gue gak minta Ra,” ujar
Galaksi.
“Iya Gal aku percaya. Sarah selalu benar. Aku selalu salah,” kata Kejora.

“Kok lo ngomong gitu?”

“Emang gitu kan kenyataannya? Kalau kamu aja bisa kaya gitu kenapa aku enggak?” ujar Kejora.
Perempuan itu tidak terkontrol. Sakit hati karena tak ada satu pun yang ingat hari ulang tahunnya.
Bahkan teman-temannya sendiri. Dan kini pacarnya pun sama. Hal itu membuat Kejora makin mati
rasa.

“Gue menunggu sesi baku hantam,” bisik Guntur pada teman-temannya. Keenam cowok itu sedang
menonton dari kejauhan. Guntur, Bams dan Jordan sangat semangat menontonnya.

Namun Kejora melepas tangan Galaksi secara perlahan. Tidak ada emosi dari pergerakannya namun
kedua tatapannya sudah menunjukkan segalanya. Cewek itu berjalan melewati Galaksi. Seolah
Galaksi tidak pernah berada di sana. Ketika melihat seorang cowok dengan topi di kepalanya baru
saja keluar dari kelas. Kejora yakin tidak salah bila memanggilnya sekarang di depan mata kepala
Galaksi.

“Kris gue ikut!” ujar Kejora pada Kris.

“Lo kenapa lagi sama Galaksi?” tanya Kris. “Ribut?” cowok itu tersenyum lembut pada Kejora.
Melihat perempuan itu sepertinya sedang banyak masalah. Mungkin Kejora tidak akan cerita
masalahnya tapi Kris tahu perempuan itu sedang susah.

“Enggak kenapa-napa,” ucap Kejora.

Kris tertawa renyah. “Kenapa cewek kalau ada masalah selalu nyimpen sendiri? Alasannya pasti
selalu bilang gak ada apa-apa?” ujar Kris.

“Cewek emang gitu,” ujar Kejora.

“Katanya lo gak mau deket sama gue kenapa sekarang jadi malah mau ikut sama gue?” tanya Kris.

“Jadi gue ini pelarian lo doang?” ujar Kris lagi.

“Lo bisa enggak diem gak usah banyak omongnya?” ucap Kejora lebih galak dari pada apa yang Kris
bayangkan.

“Slow girl. Oke gue diem nih,” ujar Kris. Lalu cowok itu tertawa. Entah apa yang lucu. Membuat
Kejora menatapnya jengah. Ada ya cowok kaya Kris? Yang suka ketawa-ketawa enggak jelas?

Tapi entah kenapa Kejora jadi nyaman. Cowok ini memang musuh Galaksi. Tapi musuh bisa saja jadi
teman yang baik di keadaan tertentu kan?

Pantaskah Kejora merasakan perasaan ini pada Kris?


Kelas XII IPA 5 tampak riuh. Jika Jordan nemplok di meja Guntur untuk cari AC. Maka Nyong duduk di
sebelahnya. Ketiganya duduk sambil ngomongin cewek dan kipas-kipas dengan buku karena AC saja
tidak mempan. Keringat tampak mengucur di badan mereka membuat belakang kemeja bagian
punggung mereka basah. Oji sedang makan mie. Membuat kelas jadi beraroma mie. Septian sedang
diskusi soal apa yang akan keluar di kuis nanti dengan Thalita. Sementara Galaksi sedang duduk diam
—mengamati teman-temannya.

“Lak panas Lak! Sini deh duduk deket AC di sebelah Nyong masih kosong,” ujar Guntur.

“Lo aja,” balas Galaksi.

“Lemes amat lo Bos,” ujar Jordan langsung pindah duduk di sebelah Galaksi. “Sini gue pijetin. Mau
pijet ala-ala apa pijet++?”

“Ketauan nih sering pijet++,” celetuk Galaksi pada Jordan.

Lalu dengan tidak tahu dirinya. Bams tiba-tiba datang. Dari luar sambil teriak-teriak kaya orang gila,
“WOIIII!! ADA RAPAT GURU NIH! WOI WOI WOIII AYO KITA BAKU HANTAMM!!” seketika kelas yang
tampak sepi karena Bams langsung rusuh kembali.

Guntur celebration dengan cara joged-joged di atas meja bersama partner sejatinya Oji. Keduanya
makin gila sambil buka-buka kemeja. Membuat keadaan jadi tambah rusuh. Sementara Jordan
gebrak-gebrak meja sambil nyanyi lagu-lagu kemenangan. Bams? Cowok itu goyang-goyang di depan
kelas. Tepat di depan papan tulis. Goyang ngebor. Sementara Nyong? Cowok itu step di pojokan
kelas. Tepat di tempat-tempat sapu dan serok kelas.

“Apaan sih Bams???!??” ujar Fifi. Cewek itu menjewer telinga Bams. Menjauhkannya dari depan
papan tulis. Tapi anehnya Bams tidak diam. Cowok itu makin joged-joged alay agar Fifi terus di
dekatnya. Modus.

“GUNTUR TURUN!!” ujar Mona. “ITU MEJA GUE KOTOR GUNTURRRRR!!! TURUN GAK??! KALAU
ENGGAK GUE GAK BAKAL MAU LAGI NIH NGANTERIN LO NGUMPUL!!”

Alhasil Guntur turun. Membuat Oji tertawa ngakak di atasnya. Dengan gadirnya Oji ngetawain
Guntur, “JIAH SUAMI-SUAMI TAKUT ISTRI! BELUM JUGA JADI PACAR UDAH BERANI-BERANINYA
MERINTAH!”

“HEH! DIEM LO YA OJI?! TURUN GAK LO?! GUE SUNAT LO NANTI KALAU GAK TURUN-TURUN!” ujar
Mona membuat Oji langsung menutup bagian celana depannya.

Langsung loncat ke bawah. Tidak perlu basa-basi. Oji berdiri di sebelah Mona.

“Udah minggir biar gue yang bersihin mejanya Mona,” ujar Septian.

“NAH JADI COWOK TUH KAYA ASEP!! GANTENG, RAJIN, TELADAN! TAKUT KELAS KENA MARAH!
BUKANYA CARI ULAH KAYA ULET-ULET KEKET KAYA LO SEMUA!” ujar Mona tampak murka.

“Ampun Ndoro,” ujar Guntur pada Mona yang mendelik padanya.

“Sorry gue ganggu ya?” Fani masuk kelas. Cewek itu tersenyum malu-malu ketika Oji langsung
menoleh padanya. Ada buku di tangannya. Membuat Guntur menyenggol lengan Oji. Tadi pagi Oji
cerita kalau semalem Oji lagi PDKT sama Fani.
“Ngapain Fan?” tanya Bams bingung.

“Emm... mau ngembaliin bukunya Oji. Tadi pas sebelum masuk kelas paginya gue pinjem,” ada rona
merah di pipi perempuan itu membuat anak-anak Ravispa menatap Oji lalu berseru heboh
mengalahkan tim sepak bola mereka yang menang. Sementara Oji menggaruk tengkuknya yang tidak
gatal—salah tingkah.

“CIEEEE FANI SAMA OJI TERNYATA,” goda Nyong.

“Orang cuman minjem doang,” ujar Oji ketika Fani masuk ke dalam kelasnya memberikannya pada
Oji. Bukannya mereda. Godaan-godaan itu semakin tinggi. Membuat Fani semakin cepat-cepat ingin
pergi dari kelas Oji.

“Nanti chat gue ya kalau udah pulang,” ujar Oji tepat di samping telinga Fani membuat teman-
temannya makin heboh. Perempuan itu semakin cengo di tempatnya. Kata-kata Oji membuatnya
semakin panas dan salah tingkah.

“WIDIIIHHH GITU LU YA JI? NGAMBIL-NGAMBIL PUNYA GUE!” ujar Jordan, menggoda Fani. “GERCEP
JUGA MAINNYA!”

“FANI FANI FANI! I LOVE YOU FANIIII!” goda Bams membuat Oji mendengus lalu mengumpat.

“FANI FANI FANI!! I LOVE YOU FANI!! HIYA-HIYA HIYA!” ujar Nyong.

“Cuman temen kok,” ujar Fani, malu.

“AH TEMEN TAPI KALAU DITEMBAK MAU YAKAN?” ujar Galaksi. Membuat Fani semakin panas dingin
digoda Galaksi. Galaksi itu murid cowok paling ideal di SMA Ganesha. Rasanya ngobrol atau
melihatnya saja segan. Meski kadang Fani suka marah-marah akan tingkah cowok itu yang suka
semena-mena pada Kejora tapi tetap saja Fani semakin malu-malu.

“FANI FANI! OJI SUKA NONTON BOKEP TAU! MARAHIN NIH MARAHINN!” adu Guntur.

“Keluarin terus aib gue semuanya,” ujar Oji jengah. “Biar sampe kabur tuh cewek.”

Galaksi tertawa di bangkunya. “Bercanda doang Ji.”

“Lo liat Kejora, Fan?” pertanyaan dari Galaksi itu membuat suasana mendadak hening.

“Liat tadi di kantin sama Kris,” ujar Fani. “Lagi makan berdua. So sweet banget. Pake Kris ngelapin
kuah baksonya Kejora yang jatuh di lantai. Gue mau deh digituin,” kata Fani menambah-nambahkan.

“Tenang Fan ada gue. Nanti sama gue,” ujar Oji.

“CIAAAAAAA SA AE LU.” Seru teman-temannya.

“Baguslah. Pacarnya kan udah punya cewek lain. Biar aja dia sama cowok lain. Kalau itu buat dia
bahagia,” ujar Bams di dekat Fani. Sengaja sambil menatap Galaksi.

“Lo mau ke mana dah Lak?” tanya Jordan.

“Cabut nyari Kejora!” ujar Galaksi dengan grasa-grusu mengambil ponselnya. Pergi meninggalkan
kelas.
“Baru kaya gitu dicari. Coba kalau lagi susah. Mana mau dia nyari Kejora,” ujar Fani melihat Galaksi
pergi.

“Maklum baru kenal cinta. Pacaran juga sama Kejora aja,” ujar Jordan. “Tapi Galaksi orangnya setia.
Keliatannya sih deket sama banyak cewek tapi dia kalau udah setia. Enggak bakal main-main.Orang-
orang selalu menilai dia dari omongan orang padahal cuman mereka yang tau gimana hubungan
mereka kan? Gue percaya Galaksi anaknya enggak nakal kalau masalah cewek.”

“Berani jamin apa lo Dan?” tanya Fani.

“Kalau emang Galaksi benci atau bosen sama Kejora. Udah dari lama pasti Kejora ditinggalin. Atau
parahnya Galaksi gak bakal mau ketemu sama Kejora. Tapi Galaksi gak ngelakuin itu. Dia tetep diem.
Dia kan bukan cowok alay yang suka kaya gitu. Dia itu cuman nunggu sampe keadaan membaik. Lo
kan anak baru Fan. Lo gatau seberapa sayangnya Galaksi sama Kejora. Sampe pernah gue denger
Galaksi beliin Kejora macem-macem padahal Kejora enggak minta. Itu padahal uangnya bisa gue
pake jajan setahun. Galaksi itu kalau udah sayang sama cewek bener-bener dijaga. Dibanding kita
berenam yang temennya dia. Cuman Galaksi yang masih setia sama ceweknya,” tutur Jordan.

“Kecuali Asep. Dia belum pernah pacaran,” celetuk Guntur.

“Pada kenapa ngeliatin gue kaya gitu?” tanya Kejora ketika masuk kelas.

Jihan, Lala, dan Febbi tampak aneh memandangnya ketika perempuan itu berjalan ke deret
bangkunya. Fani sudah duduk di bangku Kejora sejak tadi.

“Tadi Galaksi dateng ke kelas. Dia naruh sesuatu di laci meja lo,” ujar Febbi. Sedikit nada iri tampak
ada di suara perempuan blasteran itu.

“Kalau pacaran jangan di kelas deh mending. Cari tempat yang jauh,” uja4 Febbi.

“Bisa diem gak lo Febbi? Kaya gak pernah pacaran aja,” tegur Fani.

Kejora duduk di bangkunya. Mengabaikan tatapan buruk teman-temannya. Cewek itu mengambil
sesuatu yang ada di bangkunya. Membuat Fani pura-pura tidak melihatnya padahal perempuan itu
kepo setengah mati apa yang ditaruh Galaksi di laci meja Kejora. Karena tadi Fani tak ada di kelas
saat Galaksi menaruhnya. Hanya kertas berwarna kuning kusam yang ditaruh Galaksi.

Jangan menyerah. Aku selesaikan yang kecil dulu. Kamu tetap mimpi terbesarku.

Temui aku sepulang sekolah di perpustakaan. Di deret buku sastra kesukaanmu.

— Galaksi Aldebaran
Kejora tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Pulang sekolah Kejora langsung kemari sesuai
apa yang diinginkan Galaksi. Tapi keadaan masih hening. Bagaimana kalau Galaksi bohong?
Bagaimana kalau Galaksi mempermainkannya karena mengabaikan cowok itu tadi? Ketika berjalan
di antara tengah-tengah rak buku Sastra. Kejora tidak menemukan ada satu orang pun di sini. Kedua
bahu Kejora turun. Galaksi pasti sudah pulang dan benar-benar mempermaikannya.

Tapi ada satu yang mencolok ketika Kejora melihat ada kertas dan bunga di atas buku-buku sastra.
Kejora ingat. Dulu Galaksi sampai bosan mengantarkannya ke sini. Kata cowok itu, “Kok aku dicuekin
sih? Baca buku terus ujian juga masih lama, Ra.” Dan masih banyak lagi keluhan Galaksi saat mereka
datang ke tempat ini.

Seseorang pernah berkata padaku. Bunga Krisan merah itu cantik. Sama halnya seperti kamu.
Jadilah seperti bunga. Yang tetap harum meski pada tangan orang-orang yang telah
menghancurkanmu. Aku enggak bisa romantis. Cuman hadiah ini yang bisa aku kasih buat kamu.
Selamat ulang tahun, Jora. Aku enggak akan pernah lupa bahwa hari ini ulang tahun kamu. Aku
enggak akan pernah lupa kalau hari ini hari di mana kamu lahir. Kamu lahir untuk bahagia. Bukan
untuk bersedih. – Galaksi Aldebaran

Pesan singkat itu membuat hati Kejora runtuh. Kejora pikir laki-laki itu lupa dan mungkin tidak ingat
hari ulang tahunnya. Satu-satunya orang yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya hanya
Galaksi. Walau lewat surat. Tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Kejora.

“Jangan nangis Kejora. Jangan cengeng,” ujar Kejora pada dirinya sendiri. Namun entah kenapa
perempuan itu malah terisak di tempatnya. Perasaan ini sungguh menyiksa Kejora.

Perempuan itu malah teringat ketika Galaksi berubah dingin padanya. Semuanya jadi berubah. Lalu
kabar retaknya hubungan Kejora dimaanfatin semua orang apalagi saat ini keluarganya telah hancur
membuat seluruh orang rasanya membenci dan menjauhi Kejora seperti Kejora adalah orang yang
tidak pantas dapat teman.

Sejujurnya Kejora selalu merasa rendah ketika banyak orang mendekati Galaksi. Ada yang cantik,
pintar sampai primadona. Rasanya Kejora tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Pemikiran-
pemikiran itu sungguh menyiksa dalam kepalanya. Saat Galaksi lebih nyaman kepada perempuan
lain padanya.

Bisakah Kejora melepas Galaksi nanti ketika cowok itu benar-benar ingin pergi dari hidupnya?

“Kenapa nangis?” suara itu membuat Kejora makin tidak tahan.

“Diapain sama temen-temen tadi?” tanya laki-laki itu lagi. Namun bukan Galaksi melainkan Kris.
“Gue denger dari Fani lo diejek-ejek tadi bener?” tanyanya namun Kejora tidak menjawab.
Perempuan itu hanya memegang surat dan bunganya.

Seperti anak kecil Kejora mengangguk, seolah mengadu pada Ayahnya, “Kalau aja bisa. Gue enggak
mau dijauhin sampe segininya. Gue mau keadaan baik-baik aja kaya dulu. Ternyata enggak ada yang
pernah temenan tulus sama gue. Bahkan pacar gue sekalipun pergi,” ujar Kejora.

“Di dunia ini memang enggak akan pernah ada yang baik-baik aja, Ra. Waktu selalu tepat. Ada
saatnya lo di atas dan ada saatnya lo di bawah. Jalanin aja semampu lo,” ujar Kris.
Sebenarnya ketika mendengar dari mulut Fani kalau Kejora di-bully teman-temannya cowok itu
langsung mencari Kejora. Dulu di SMA Jatinegara. Kris pernah seperti Kejora. Kris tahu yang Kejora
butuh adalah teman sekarang. Bukan waktu untuk sendirian.

“Kenapa enggak ada yang peduli sama gue? Kenapa semuanya gak ada yang mau temenan tulus
sama gue? Setelah gue jatuh kenapa mereka justru pergi ninggalin gue bahkan ngaku kalau gue ini
bukan temennya?” tanya Kejora namun Kris tidak menjawab.

Sementara Galaksi hanya mengintip dari celah jendela sebelah. Galaksi memang pengecut kalau
sudah urusan perasaannya.

Beginikah cara Galaksi membalas kebaikan Kejora? Mengucilkannya?

Jadi siapa sebenarnya yang tidak tahu balas budi? Kejora atau Galaksi?

14. KEHILANGANNYA

“Sesuatu yang tampak kecil bagimu.

Bisa berarti sangat besar untuk orang lain.” — Kejora Ayodhya

Kelas XII IPA 5 SMA Ganesha yang sering mendapat julukan kelas sosialita itu sebenernya
penghuninya absurd-absurd. Perawakan aja garang-garang. Aslinya? Suka ngebanyol sana sini.
Semua itu dimulai dari Guntur yang sedang main kapal-kapalan diikuti Oji di belakangnya. Bams yang
sedang berenang di atas meja dan Jordan yang sedang pakai jubah Batman sambil goda-godain
cewek yang lewat depan kelas.

“EH, EH! KAPAL-KAPALAN GUE NYANGKUT DI KOSTAN BENCONG JIR!” ujar Guntur panik.

“EH TOLONGIN GUE KEK!! TOLONGIN AMBILIN!” ujar Guntur makin panik.

“Elu sih! Semangat amat mainnya! Dasar MKKB!” Oji menyalahkan Guntur dari belakang.

“GUNTURRRRR!! ITU MAU DIPAKE BENTAR LAGI!!” omel Mona di tempat duduknya. Sebenarnya
sebentar lagi mereka akan pertunjukan drama musikal di depan kelas.

“Makanya dari tadi tuh diem! Gak bisa diem banget sih jadi cowok???!?!?”

“Iya maaf sayang. Ini aku buatin lagi nih. Nih, nih,” ujar Guntur dengan muka takut.

Cowok itu mengambil kertas warna-warni di mejanya lalu melipatnya supaya berbentuk pesawat.

“Sayang-sayang. Makan tuh sayang!” Mona melemparinya buku.

“NGUEENGGG,”ujar Jordan lari dan terbang seperti Batman.

“Ada yang bisa kapten bantu?”

“Kapten-kapten ndasmu!“ omel Guntur. “Geli anjir gak cocok sama muka ngueng ngueng gitu. Ilfil
gue Dan! Muka aja garang. Hati hello kity,” kata Guntur.
“Hati selembut sutra,” kekeh Nyong.

“Aelah gue lagi mendalami peran gue nih,” ujar Jordan. “Lo mendalami peran lo gak Sep?” cowok itu
tertawa tertahan melihat Septian hanya duduk dengan muka ingin membunuhnya.

Pasalnya Septian sedang pakai topi petani. Iya, Mona menyuruh cowok itu jadi petani karena dialog
petani itu sedikit. Tapi pakaian cowok itu tetap pakaian sekolah. Hanya ada topi anyaman cokelat
besar di atas kepala Septian. Cewek-cewek di kelas mereka bukannya ilfil atau geli tapi mereka
makin suka. Karena Septian pakai apa pun selalu cocok.

“Jangan gituin temen gue,” bela Galaksi. “Lepas dulu sana jubah lo. Gak cocok lo jadi Batman, Dan,”
ledek Galaksi balik.

“Oke siap bosku!” ujar Jordan.

“Makasi Lak,”ujar Septian.

“Jangan masukin hati Sep. Jordan kan emang gitu ngomongnya. Kalau dia gak gitu, gak bakal punya
temen dia,« ujar Galaksi menepuk pundak Septian. Cowok itu sengaja duduk di samping Septian.

“Gue mau tanya boleh Lak?” ujar Septian.

“Tanya ajalah. Mau nanya apa lu?” tanya Galaksi.

“Lo gak pernah bener-bener sama Sarah kan?” tebak Septian.

“Gue udah bilang berkali-kali Sarah cuman temen gue,” ujar Galaksi.

“Terus kenapa setiap di depan Kejora lo selalu deketin Sarah? Itu biar dia marah atau pergi?” ujar
Septian.

Galaksi mengangkat bahunya. “Enggak tau gue Sep. Gue lagi males mikir gituan.”

“Kalau lo males kapan selesainya masalah lo sama Kejora? Lo sendiri yang bilang sama gue. Kalau
cowok punya masalah itu harus cepet diselesaiin. Cari jalan keluarnya bukan diem,” ujar Septian.

“Tumben lo ngurusin banget Sep? Biasanya juga diem aja,” ujar Galaksi.

“Gue cuman mau jadi temen yang baik,” ujar Septian.

“NGUENGGGG,” ujar Jordan lari ke tempat Galaksi. “Apa nih gosip-gosip manja?”

“Lo pikir kita cewek suka gosip?” ujar Galaksi.

“EH LAK! COWOK JUGA SUKA GOSIP! APALAGI GIBAH!” ujar Jordan. “GIBAH TUH, BEUHHH
MANTAPPP!”

“Iya itu lo doang yang suka,”ujar Septian.

“Apalagi ngomongin cewek montok ya Dan?” ujar Nyong tiba-tiba.

“WOOO IYA DONG! PREND BANGET KITA NYONG!” ujar Jordan ber-high five ria dengan Nyong.

“Yang gitu-gitu aja langsung cepet. Mending lo duduk, belajar dulu sebelum bel masuk,” ujar
Septian.
“Normal is boring Seppp!” ujar Jordan.

“Apa nih apa?” ujar Oji ikut nimbrung dan memegang kedua bahu Jordan.

“Nanti Warjok yuk? Sekalian nyiapin buat keperluan camping besok. Biar gak capek bawa kita taruh
aja di pos,” ujar Oji. “Nanti baru gotong ke bus,” ujarnya lagi.

“Ide bagus tuh,” ujar Jordan.

“Eh Fifi dicarii tuh sama anak sebelah! Ciah Fifi! Bams gimana Fi?” goda Guntur di depan pintu.

“Eh calon cewek lu tuh!” ujar Jordan. “Kayanya suka tuh cowok sama Fifi!”

“Stroberi mangga nanas. Sori gak panas,” ujar Bams.

“LAKKKKKKK!! KATANYA LO DITUNGGUIN TUH SAMA KEJORA DI LAPANGAN!” seruan Guntur di


depan kelas membuat Galaksi menoleh. Cowok itu lalu pamit pada Septian dan teman-temannya.

Setelah mendengar intruksi dari Guntur. Galaksi mencari Kejora. Cowok itu kali ini mungkin harus
bertemu Kejora. Tapi entah kenapa mendengar apalagi memikirkan nama Kejora saja sudah
membuatnya perasaannya jadi seperti ini. Cinta pertama. Galaksi merasakan apa itu cinta memang
hanya dari Kejora saja. Rasanya memang keterlaluan jika Galaksi bersikap seperti ini pada Kejora.

“Kiw,” sapaan khas dari Galaksi itu membuat Kejora menoleh.

Yang Galaksi lihat sekarang adalah perempuan itu sedang tersenyum padanya. Senyumnya natural.
Tidak dibuat-buat apalagi terpaksa. Angin kencang menerbangkan rambut perempuan itu. Entah
sudah berapa kali Galaksi jatuh cinta pada perempuan ini. Mungkin ada berkali-kali.

“Kirain enggak bakal dateng,” ujar Kejora. “Yang kemarin pas ulang tahun itu makasih ya Gal.”

“Cuman ngucapin ulang tahun. Enggak perlu bilang makasih segala,” ujar Galaksi.

Kejora tersenyum lebar membuat Galaksi memperhatikannya. “Ternyata kamu marah-marah itu
sering merhatiin aku ya?”

“Enggak tuh biasa aja,” ujar Galaksi membuat senyum Kejora perlahan memudar sebentar. Namun
detik berikutnya perempuan itu nyengir. Membuat Galaksi menatapnya dalam kebisuan panjang.

“Besok camping. Kamu ikut Gal?” tanya Kejora.

“Ikut,” ujar Galaksi.

“Duduknya sama siapa?”

“Sama Sarah,” ujar Galaksi membuat Kejora terdiam lama.

“Ohh ternyata boleh ya pindah bus,” ujar Kejora. Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan. “Udah siap-
siap untuk besok?” tanya Kejora basa-basi.

“Udah, semuanya udah siap. Kenapa ngajak ketemu di sini?” tanya Galaksi masih dingin.

“Enggak suka ya?” tanya Kejora. Ada nada takut dari suara Kejora saat mengucapkannya.

“Bukannya enggak suka. Gue lagi enggak mau ketemu lo,” ujar Galaksi.

“Kenapa?” tanya Kejora. “Bukannya kita pacaran Gal?”


“Lo itu baru pacar gue. Bukan hal yang penting-penting banget untuk ketemu sama lo,” ujar Galaksi
masih ketus membuat kedua bahu Kejora turun.

“Kamu masih marah banget?” ujar Kejora. Cowok itu diam. Tidak membalas.

Kejora menghela napas panjang. Patah hati itu adalah saat kamu berada di sampingku tapi
seluruhmu bukan untukku.

“Gimana kabarnya Sarah?” ujar Kejora mencoba basa-basi.

“Gitu-gitu aja,” ujar Galaksi cuek.

“Aku denger kamu sering ke diskotik bareng dia. Bener kamu ke diskotik lagi?” tanya Kejora.

“Bukan urusan lo,” ujar Galaksi.

“Tapi Gal. Kan kamu udah gak sering ke sana. Kamu sendiri yang bilang bakal jarang ke sana,” ujar
Kejora.

Galaksi memegang kedua bahu Kejora. Cengkraman cowok itu menguat, “Lo denger Ra. Gue enggak
suka lo atur-atur! Lo masih pacar gue aja udah seenaknya ngatur-ngatur gue!” bentak Galaksi.

“Aku enggak ngatur-ngatur kamu. Aku cuman mau ngingetin kamu,” ujar Kejora.

“GAL!” panggilan itu membuat keduanya menoleh. Sarah sedang melambaikan tangannya pada
Galaksi membuat Galaksi langsung pergi meninggalkan Kejora begitu Saja tanpa mengucapkan apa
pun pada perempuan itu. Laki-laki itu menghampiri Sarah. Menyapanya lalu pergi berdua tanpa
menoleh apalagi bersuara pada Kejora. Kejora terdiam. Mati rasa di tempatnya.

Kejora lalu nekat. Perempuan itu menghampiri Sarah dan Galaksi yang baru saja akan sampai di kelas
XII IPA 5.

“AW, APAAN SIH LO?” tanya Sarah ketika Kejora menarik tangannya dengan Sarah. Sarah pasti
sengaja berekasi seperti itu agar Galaksi lebih membelanya. Tapi Kejora tidak peduli. Kejora juga
tidak butuh dibela Galaksi.

“Harusnya gue yang tanya! Lo yang apaan? Ngerebut pacar orang jadi suatu kebanggaan buat lo?”
tanya Kejora di depan Sarah dan Galaksi. Hal itu membuat Galaksi tertegun karena cowok itu melihat
Kejora sangat marah pada Sarah. Saat ini bahkan Kejora mengabaikan keberadaan Galaksi.

“NGEREBUT PACAR ORANG? COWOK LO NIH YANG NYARI-NYARI GUE!” teriak Sarah di depan muka
Kejora.

“Gue gak pernah liat cewek enggak tau malu kaya lo Sarah. Baru kali ini gue liat orang kaya lo,” ujar
Kejora. Suara Kejora membuat teman-teman Galaksi berhamburan keluar kelas untuk menonton.

“Kenapa? Lo marah kalau Galaksi lebih milih gue?” ujar Sarah.

Sarah memandang Kejora remeh. “Lo enggak bisa sih buat dia seneng. Maklum lo enggak kaya gue.
Makanya Galaksi pindah ke gue,” ujar Sarah.

“Maksud lo apa?” tanya Kejora. “Gue enggak pernah gangguin lo Sarah. Tapi kenapa lo gangguin gue
terus? Lo kan yang nyuruh Kris buat deket-deketin gue?”
Galaksi menoleh pada Sarah ketika mendengarnya. Sungguh kejutan tapi mengingat watak Sarah
yang seperti itu memang bukan sebuah kejutan besar bagi Galaksi jadi cowok itu tidak begitu
terkejut.

“LOH KENAPA LO MALAH NYOLOT?!” ujar Sarah terima.

“Kalau lo enggak duluan. Gue gak bakalan cari gara-gara!” ujar Kejora. “Perebut cowok orang kok
bangga?” ujar Kejora lagi.

“EH KEJORA LO NGACA YA! Lo itu jelek. Udah jelek lo masih berharap Galaksi suka sama lo? Lagian
siapa juga yang mau pacaran sama orang yang dijauhin satu sekolah? Sadar dirilah,” ujar Sarah.

“Udah Ra! Udah jangan dilawan!” ujar Jordan, Guntur dan Bams menghalangi cewek itu agar tidak
menyerang Sarah. Keenam cowok-cowok itu berdiri di depan melindungi Kejora dari Sarah
sementara tidak ada satu pun yang berpihak pada Sarah kecuali Galaksi. Cowok itu masih tetap
berdiri di samping Sarah.

“Yang diomongin Sarah itu enggak bener,” ujar Bams. “Masih ada kita-kita,” ujarnya lagi.

“Enggak bener apanya sih Bams? Nih cewek emang harus digituin biar sadar diri. Mana ada sih yang
mau temenan sama anaknya penjahat? Ayahnya penjahat. Anaknya pasti juga penjahat! Buah jatuh
enggak bakal jauh dari pohonnya!” ujar Sarah.

Yang dipandang Kejora saat ini adalah Galaksi. Cowok itu hanya diam. Memandang teman-temannya
yang sedang melindungi Kejora.

“Galaksi cerita ke gue lo masih pura-pura kaya. Ngaku tinggal di rumah lama ternyata pindah rumah.
Kasian banget hidup lo ya?” ujar Sarah.

“Udah Sarah, lo gak boleh kaya gitu,” tegur Septian yang sejak tadi diam.

“Kenapa Sep? Gue bener kan? Nih cewek tuh kebanyakan boongnya. Tapi setimpal kok, Ra. Banyak
yang enggak suka sama lo sekarang,” ujar Sarah.

“Terus. Terusin. Sampai mana Galaksi ngomong sama lo?” ujar Kejora. Perempuan itu sudah pasrah
mendengarnya. Kejora bahkan tau dari mulut orang lain. Bukan dari Galaksi. Jadi selama ini Sarah
dan Galaksi sudah sedekat itu?

“Oh lo mau denger? Galaksi bilang sama gue kalau lo itu—”

“Ada apaan nih? Ada apaan?” Kris membelah, melerai pertengkaran itu.

Ketika mendengar nama Kejora. Cowok itu langsung datang kemari.

“Biasa nih cewek gak tau diri nyari masalah mulu. Enek gue liat lo, Ra,” ujar Sarah.

“Bener kamu cerita kaya gitu ke Sarah, Gal?” tanya Kejora pada Galaksi. Cowok itu hanya diam.
Waktu itu Galaksi mabuk. Tidak ingat apa-apa.

“Kenapa?” tanya Kejora sekali lagi. Mata cewek itu tertuju pada Galaksi sepenuhnya.

“Kalau gitu sekarang tentuin. Kamu bakal sama Sarah atau sama aku?” tanya Kejora. Galaksi semakin
diam. Kedua tangannya mengepal. Wajahnya menunjukkan bahwa cowok itu terganggu dengan
pertanyaan Kejora.

“Kenapa kamu diem? Kamu enggak bisa jawab?” tanya Kejora.


Kejora tidak lagi memaksa. Perempuan itu memilih mundur. Perasaannya hancur. Orang yang paling
Kejora percaya ternyata melakukan hal seperti itu. Sungguh tidak bisa Kejora percaya. Galaksi yang
dulu mengejarnya melakukan hal ini padanya.

“Dasar lo parasit di hubungan orang,” ujar Guntur pada Sarah.

“Gue enggak nyangka lo kaya gitu Lak. Harusnya lo belain Kejora bukan sama Sarah,” ujar Jordan.

“Lo cowoknya apa musuhnya bikin dia sedih terus?” tanya Kris pada Galaksi.

15. AKU, KAMU & DIA

“Yang karam. Yang padam. Juga yang tenggelam. Adalah perasaanku.”

— Kejora Ayodhya

Di depan kelas Galaksi dan teman-temannya sedang duduk. Sengaja menunggu bel masuk kelas.
Setelah kejadian tadi ketujuhnya jadi diam. Tidak banyak bicara. Paling-paling hanya Jordan dan
Nyong. Memang kalau keduanya sudah bertemu. Pasti langsung nyambung. Dari yang awalnya
bicarain Mona bisa tiba-tiba nyasar ngomongin mbak-mbak pinggir kali.

“Gara-gara Jordan gue jadi suka Blackpink,” curhat Oji. “Sampe gue kepoin nama-namanya. Abis
lagunya enak-enak. Padahal gue gak ngerti sama sekali,” kekeh Oji.

“Lagu yang baru apaan dah judulnya?” tanya Oji.

“Let’s kill this love! Rum pum pum pum pum pummm!” ujar Guntur membuat Oji tertawa sambil
geleng-geleng kepala.

“Benih-benih fanboy,” kekeh Oji.

“Hilang manly lo Tur,” ujar Nyong terkekeh.

“Yailah wallpaper gue juga mukanya Jennie,” ujar Guntur.

“Jones amat lu,” komentar Nyong. “Makanya cari pacar dari sekarang jangan nungguin Mona terus!”

“NGUENGG WIUWIUWIUUU!” ujar Jordan berlarian ke sana kemari.

“Lo masih aja Dan pake tuh jubah,” ujar Oji. “Sejak kapan Batman pindah profesi jadi ambulance?”

“Lah kan mana tau Batman kerja sambilan di rumah sakit,” ujar Jordan makin ngaco.

“Eh Nyong ada cewek tuh mau lewattt! Pasang badan Nyong! Pasang badan!” suruh Jordan kembali.

“Emang lo kata badan lo copot apa pake pasang badan segala?” ujar Bams.

“Maksud gue tuh pasang badan di lorong biar kalau pas dia lewat ngeliatin kita,” ujar Jordan.
“Gue bingung. Lo itu banyak yang mau Dan kenapa gak satu aja lo seriusin?” ujar Guntur.

“Enggak mau ah. Gue masih seneng sendiri,” ujar Jordan.

“Iya deh yang seneng sendiri tapi banyak ceweknya. Lo umpetin di mana cewek-cewek lo hah?”
tanya Guntur.

“Ada nih di kantong,” ujar Jordan terkekeh bercanda.

“Di hape lo maksudnya? Yaelah Dan, Dan. Enggak berubah-berubah lo. Gue yakin kalau lo belum
putus sama Lala. Gue yakin banget Lala pasti makan ati terus sama lo Dan,” ujar Guntur.

“Tapi gue mendukung sih lo putus sama Lala. Habisnya lo berengsek,” ujar Guntur lagi.

“Ngaca woe! Lo juga mainin Mona di belakang dia,” ujar Jordan. “Gue tau Tur. Lo enggak bakal sama
Mona terus. Ini cuman karena kita satu kelas makanya lo ngejar-ngejar Mona,” ujarnya lagi.

“Gue sama Mona kan cuman temen,” ujar Guntur membela dirinya sendiri.

“Eh jangan digodain. Itu incerannya Galang,” ujar Oji ketika perempuan yang berjalan di lorong itu
mendekat hendak lewat.

“Masa sih?” ujar Jordan. “Sumpah lo?”

“Iya sumpah. Udahlah kepo aja lo kaya Dora, Dan,” ujar Oji.

“Ohh dia? Gue sering liat mereka ngobrol bareng. Berantem sih lebih sering,” ujar Guntur mengingat
apa yang pernah ia lihat.

“Udah lo duduk sini, Dan,” ujar Galaksi menepuk tempat duduk yang kosong di sampingnya. Galaksi
sedang duduk di samping Septian dengan lengan menggantung di atas pundak Septian. Cowok itu
duduk di tengah-tengah kursi panjang yang menghalangi pintu kelas.

Jordan mengikuti perintahnya dan duduk di samping Galaksi meski dalam hatinya masih dongkol
dengan temannya yang satu Ini namun Jordan mencoba bersikap biasa saja.

“Eh Lak gue cuman pengin kasih tau nih sama lo. Lo jangan maruk Lak. Kalau udah satu cewek ya
satu cewek aja. Inget lo itu bukan kaya gue. Lo kan sayang banget sama Kejora. Jangan sampe lo
nyesel karena gituin dia,” ujar Jordan.

“Bener tuh Gal. Penyesalan itu selalu dateng terakhir,” ujar Guntur, menimpali.

“Gue yakin. Seratus persen yakin kalau hati lo cuman punya Kejora doang. Lo kan minim pengalaman
sama cewek,” kekeh Jordan mengejek cowok itu.

“Gue yakin lo pasti baper berat sama Kejora. Enggak mungkinlah pacaran lama enggak baper.
Mustahil banget. Gue aja dulu baper sama mantan gue sampe sekarang,” ujar Jordan.

“Mana mau ngaku dia Dan,” Septian berkomentar singkat setelah sekian lama memilih
memperhatikan.

“Makanya kita suruh dia ngaku. Kalau enggak bakal jadi pengecut mulu nanti. Inget lo ketua geng
Ravispa. Sama cewek jangan pengecut Lak,” ujar Jordan.

“Lo yang diem-diem gini bukan lo banget. Kaya banyak beban. Ceritalah sama kita biar kita bisa
bantu. Apa gunanya temen kalau lo enggak bisa ngebagi masalah lo?” Jordan terus mendesak.
“Gue enggak pengin cerita Dan,” kata Galaksi membuat Jordan berdecak. “Itu masalah gue sendiri.”

“Lo ini sama aja kaya Asep. Sama-sama batu,” ujar Jordan.

“Tapi lo harus tau Lak. Biarpun lo nyakitin Kejora. Tuh cewek udah jadi bagian dari kita sejak lama. Lo
nyakitin dia? Sama aja lo nyakitin kita-kita,” ujar Jordan membuat Galaksi termenung lama.

“Jangan mikirin Galaksi terus. Mending juga mikirin gue aja,” ujar Kris ketika Kejora sibuk dengan
buku-buku yang ada di tangannya. Perempuan itu berjalan di lorong bersama Kris. Perbedaan yang
sangat mencolok terlihat dari keduanya.

“Lo ngapain sih ngikutin gue terus Kris?” tanya Kejora, risih.

“Lo marah karena gue atau karena Sarah tadi?” tanya Kris. “Jujur gue awalnya deketin lo karena
emang lo pacarnya Galaksi. Gue cuman pengin deket aja. Lama-lama setelah kenal lo. Tau gimana lo
diperlakuin di sekolah. Gue malah mau jadi temenan sama lo. Enggak ada maksud apa-apa,” ujar
Kris.

“Lo gak tanya gue tau dari mana yang tentang lo deketin gue karena Sarah?” ujar Kejora.

“Enggak gue udah tau jawabannya. Temen-temennya Galaksi kan yang kasih tau?” ujar Kris.

“Bisa aja nebaknya,” ujar Kejora. “Udah balik sana ke kelas.”

“Entar dululah gue mau liatin lo. Atau sekalian nganterin lo sampe kelas,” ujar Kris.

“Enggak Kris,” ujar Kejora super risih karena dia bukan anak kecil yang harus diantar-antar. “Gue
enggak bisa kaya gini sama lo.”

“Kenapa?” tanya Kris. “Kita cuman temen kalau lo keganggu. Kita enggak akan lebih walau
sebenernya gue mau jadi yang lebih sama lo,” ujar Kris.

“Kris gue udah punya pacar,” ujar Kejora masih setia pada Galaksi ketika Kris berhenti di depannya.

“Terus kenapa emangnya? Gue kan cuman temen lo. Gue tau batasannya,” ujar Kris.

“Jangan maksa Kris. Gue enggak mau berurusan sama orang kaya lo,” ujar Kejora lagi-lagi menolak
Kris.

“Gue tau lo pasti sebenernya orang baik Kris. Lo mau ada di saat gue susah tapi bisa kan. Jangan
lakuin itu di depan Galaksi?” ujar Kejora.

“Lo masih mikirin cowok lo yang dungu itu?” ujar Kris.

“Dia enggak dungu. Jangan coba-coba ngehina dia di depan gue,”ujar Kejora.

“Lo tadi dikatain Sarah di depan banyak orang tapi liat? Dia cuman diem aja. Dia enggak ngelakuin
apa-apa. Cowok apaan tuh?” tanya Kris. Nadanya mengejek. Benar-benar seperti Galaksi ada di
bawahnya.

“Kalau gue jadi lo, Ra. Udah gue tinggalin dia. Minimal gue bakal balas hal yang sama kaya yang
Galaksi lakuin ke lo,” ujar Kris. Namun Kejora tidak menghiraukannya. Perempuan itu berjalan
menuju kelasnya—meninggalkan Kris. Namun entah kenapa apa yang diucapkan Kris membuat
Kejora penasaran. Dan selama jam pelajaran Kejora terus kepikiran dengan kata-kata cowok itu.

Dengan langkah tergesa-gesa Galaksi keluar kelas. Jam istirahat baru saja selesai. Perasaan Galaksi
tidak tenang sejak tadi. Cowok itu bahkan sempat bolak-balik ke depan oleh Bu Dayu karena ketauan
melamun. Dengan agak kacau cowok itu berniat untuk mencari Kejora. Semua mungkin memang
salahnya. Tidak seharusnya Galaksi cerita pada Sarah. Juga tidak seharusnya Galaksi melakukan itu
pada Kejora.

Namun langkah kaki Galaksi terhenti ketika melihat Kejora berdiri canggung di depan teman-
temannya.

“Jihan mau ke kantin?” tanya Kejora ketika perempuan itu berdiri di samping meja Jihan namun
cewek itu tidak menyahut. Kedua tangannya memasukkan buku ke dalam tas. Lalu keluar begitu
saja, meninggalkan Kejora tanpa kata.

“Lala sama Febbi mau ke kantin juga? Boleh ikutan enggak?” tanya Kejora. Namun Lala dan Febbi tak
menghiraukannya.

“Lo ke kantin aja sendiri,” balas Febbi. “Gue udah sama Lala,” ucapnya tampak tak suka.

Jihan, Lala dan Febbi adalah teman dekat Kejora di kelas ini dulu selama dua tahun lebih tapi entah
kenapa ketiganya jadi menjauhi Kejora karena hasutan teman-temannya yang lain.

“Gue mau ikut boleh enggak?” tanya Kejora, masih berusaha.

“Gue males ke kantin bareng lo, Ra. Ntar bukannya makan malah jadi diomongin sama satu sekolah
lagi,” cibir Febbi membuat Lala menyenggol lengannya agar berhenti berbicara. Kedua perempuan
itu lalu pergi meninggalkan Kejora sendirian di dalam kelas.

Kejora tidak pernah tahu apa salahnya. Kejora tidak pernah tahu kenapa semua orang begitu mudah
terhasut tanpa mendengarkan penjelasannya. Kejora dikucilkan. Dianggap tidak pernah ada. Padahal
semua itu bukan kesalahan Kejora.

Kejora duduk di bangku lamanya.Perempuan itu melirik ke kiri. Tepat di sampingnya ada tempat
duduk Jihan. Namun kini Jihan pun pergi. Duduk bersama temannya yang lain sehingga Kejora harus
duduk sendiri berminggu-minggu lamanya hingga Fani datang menjadi temannya. Perempuan manis
itu mengulurkan tangan pada Kejora. Membuat Kejora merasa bahwa masih ada orang yang peduli
padanya. Fani adalah satu-satunya orang yang Kejora punya di kelas ini. Ketika seluruh orang
menjauhinya. Maka Fani adalah orang pertama yang akan menemaninya. Mengajaknya, seolah
Kejora tidak pernah diperlakukan tak pantas di dalam kelas.

Di tempatnya Galaksi tertegun. Cowok itu malah ingin pergi karena malu untuk mendekati Kejora
tapi kedua kakinya melangkah maju. Membuat cowok itu duduk di samping Kejora yang sedang
melamun sedih.

“Kenapa tumben enggak naruh nasi di laci gue?” tanya Galaksi.

Galaksi membuat Kejora menoleh padanya.


“Kaget banget kayanya gue di sini,” ujar Galaksi. “Kenapa cuman diem aja? Gak ke kantin bareng
temen-temen lo?” tanya Galaksi.

Galaksi mengutuk dirinya habis-habisan karena dia malah membuat perempuan itu memandangnya
penuh luka. Seharusnya kini Galaksi meminta maaf pada Kejora namun yang Galaksi lakukan justru
membuat perempuan itu tambah sedih.

“Kamu nguping ya?” tebak Kejora membuat Galaksi diam. Pembenaran atas pertanyaan Kejora.

Mereka terdiam lama. Sama-sama berpikir.

“Aku enggak pernah tau salahku apa. Tapi kenapa sekarang semua orang jadi ikut-ikutan benci sama
aku?” tanya Kejora sendu. “Mereka bahkan enggak pernah mau tanya kenapa dan ada apa. Rasanya
kaya enggak maling tapi dituduh maling,” ujar Kejora.

“Aku enggak pernah tau apa salahku sama mereka, Gal. Aku enggak pernah tau,” ujar Kejora di
samping Galaksi.

“Pipi lo kenapa?” tanya Galaksi ketika memperhatikan pipi kanan Kejora yang merah.

“Alergi,” balas Kejora tanpa memandang cowok itu.

“Alergi apa dipukul sama Abang lo?” tebak Galaksi.

“Bisa enggak sih, kamu enggak usah peduli sampe sejauh itu?” ujar Kejora memandang cowok itu.
“Ngapain juga kamu di sini? Aku enggak butuh dikasianin. Kalau itu yang mau kamu tau.”

“Mana sini coba liat,” ujar Galaksi mengabaikan Kejora lalu mencondongkan tubuhnya tapi Kejora
mundur, menolaknya. Namun Galaksi memaksa dengan mengurung cewek itu. Membuat Galaksi
bisa mengamati pipi kiri perempuan itu. Mengusapnya membuat Kejora menahan napas ketika
Galaksi sangat dekat dengannya.

“Mau denger cerita enggak?” ujar Galaksi. Kejora tidak menyahut membuat Galaksi kembali
meneruskan, “Waktu itu gue mabuk, Ra. Gue tau itu enggak bener. Gue maunya nelpon lo tapi justru
yang dateng Sarah. Kepala gue udah pusing banget karena minum berapa banyak botol. Gue enggak
pernah separah itu kalau minum karena gue kuat minum dari dulu. Sampe akhirnya gue nyadar udah
ngomong sama Sarah tentang lo. Gue enggak ada maksud jelek-jelekin lo di belakang gue, Ra. Lo itu
pacar gue,” ujar Galaksi.

“Iya pacar. Pacar simpenan kamu ya?” tebak Kejora.

“Enggak Ra. Lo masih pacar gue satu-satunya dari dulu sampe sekarang,” ujar Galaksi.

“Oh iya?” tanya Kejora. “Aku pacar atau babu kamu?”

“Aku enggak pernah nyesel nerima kamu. Aku juga enggak pernah nyesel kenal orang sebaik kamu
Galaksi. Seandainya bisa aku mau kembali kaya dulu. Kenal kamu cuman sebatas temen biasa. Jadi
rasanya pasti enggak akan sesakit ini ketika kamu lebih milih Sarah daripada aku,” ujar Kejora.

“Gue enggak pernah milih Sarah, Ra,” ujar Galaksi menekankan kata-katanya pada Kejora. Galaksi
benar-benar khawatir melihat Kejora seperti ini. “Gue enggak pernah milih dia.”

“Iya tapi mata kamu milih dia. Aku kenal kamu udah lama. Aku deket sama kamu juga udah lama.
Rasanya aneh. Rasanya seperti bukan kamu. Aku yang berubah atau justru kamu yang berubah Gal?
Kenapa buat mertahanin kamu rasanya sulit banget? Aku cuman sendiri, Gal. Aku yang cuman
sendiri ini bisa apa? Dibanding sama Sarah. Aku enggak ada apa-apanya,” ujar Kejora.

“Kelebihan Sarah banyak. Kelebihan aku? Aku cuman punya banyak kekurangan,” ujar Kejora.

“Kalau gitu sini liat mata gue. Sekarang siapa yang lo liat di sana?” tanya Galaksi ketika cowok itu
memegang kedua tangan Kejora erat-erat agar perempuan itu mau Menatapnya. “Cuman ada lo.
Cuman lo.”

“Iya memang cuman ada aku sekarang. Tapi nanti? Kamu yakin bakal ada aku terus?”

“Kok lo ngomong gitu? Jangan ngomong yang aneh-aneh. Gue enggak mau ribut sama lo,” ujar
Galaksi.

Kejora tersenyum tipis pada Galaksi. Perempuan itu merapikan rambut Galaksi dengan kedua
tangannya, “Sabarku ada batasnya. Jangan sampe aku pergi dan enggak peduli lagi sama kamu.
Karena kalau itu terjadi. Itu artinya aku udah enggak cinta lagi sama kamu Gal,” ucap Kejora.

“Jangan pergi ya? Temenin aku,” ujar Kejora membuat Galaksi memeluknya. Mengusap rambut
panjang perempuan itu.

Hati Galaksi kini benar-benar terpecah antara Sarah dan Kejora.

Galaksi tidak bisa memilih salah satu di antara mereka.

16. API UNGGUN & BENCI

“Yang benci akan terus membenci.

Sebaik apa pun kamu padanya.” — Kejora Ayodhya

Camping adalah acara yang paling ditunggu-tunggu Kejora. Bersama Fani perempuan itu hendak
masuk ke dalam bus namun ketika melihat bus XII IPA 5 di belakang bus kelasnya. Kejora melihat
Galaksi sedang duduk dengan Sarah.

“Galaksi duduk sama Sarah, Ra?” tanya Fani. “Mentang-mentang cakep tuh cowok jadi seenaknya
banget sih?!”

“Udahlah biarin aja,” ujar Kejora masih memperhatikannya. “Mereka kan cuman duduk. Gue
mencoba berpikir positif. Mereka cuman duduk biasa.”

“Maksud lo duduk sambil sender-senderan gitu? Trus nanti kalau ketiduran Sarah tidur di pundaknya
Galaksi gitu? Well, itu sinetron abis. Sampis,” ujar Fani.

“Sampis?” ujar Kejora.

“Sampah abis,” jawab Fani.


“Lagian gatel banget jadi cewek. Dia kan harusnya di bus kelasnya. Ngapain coba pake pindah segala
ke sana kalau bukan karena Galaksi? Udah gak tau malu, muka tebel, sok cantik lagi si Sarah,” ujar
Fani.

“Nih kalau di film-film gue ini keliatan kaya tokoh antagonis karena gituin Sarah. Lagian cewek kaya
Sarah juga dalemnya busuk. Maunya sama cowok berduit,” ujar Fani.

“Udah jangan diladenin,” ujar Kejora.

“Enggak bisa gitu dong Ra! Dia itu kalau didiemin makin menjadi-jadi. Makin sok. Makin besar
kepala. Kalau dia didiemin nanti makin bisa ngerebut Galaksi. Emang lo mau cowok lo direbut gitu
aja sama Sarah?” tanya Fani.

“Kalau aja lo itu gue. Udah gue samperin tuh cewek. Gue paksa turun dan gue yang bakal duduk di
samping Galaksi. Lagian Galaksi juga apaan banget jadi cowok? Mau-mau aja duduk sama Sarah.
Harusnya dia nolak duduk sama Sarah!”

“Udahlah juga lo pernah bilang kalau Galaksi itu ganteng kan?” tanya Kejora.

“Gue tarik omongan gue. Kalau ganteng kelakuannya keparat. Percuma,” ujar Fani dengan
menggebu-gebu.

“RA! AYO DUDUK DI BUS IPA 5! Duduk sama gue aja,” ujar Jordan keluar dari dalam bus untuk
melihat teman-temannya yang baru saja akan masuk.

“Ayo Ra! Nanti kita ngamen bareng di bus,” ujar Guntur di sebelah Jordan.

“Eh boleh juga tuh. Gue request lagu nih. Lagu jaran goyang,” ujar Bams membuat Fifi menoleh dan
medelik pada cowok itu.

Pasalnya perempuan itu mau duduk dengan Bams kali ini. Bisa dibayangkan betapa bahagianya hati
Bams saat ini kan? Jarang-jarang Fifi mau dekat dengannya. Sedekat ini. Nanti kan Bams bisa modus
sana sini sama Fifi. Minta makan, minta minum, dengerin lagu pake earphone berdua. Apalagi
sampai tidur dan sender-senderan. Bams sudah merencanakannya sejak kemarin malam.

“Baik-baik lo Bams. Pulang-pulang nanti lo tinggal nama doang,” ujar Nyong tertawa.

“Enggak deh gue sesuai aja. Enggak berani kalau ngelanggar,” ujar Kejora pada Jordan.

“Kalau Fani? Duduk sama gue mau gak?” tanya Oji.

“Enggak ah. Nanti gue dicari sama cewek-cewek lo Ji. Gue males rebutan,” ujar Fani.

“Rebutan? Lo gak perlu rebutan kan gue yang pilih lo,” ujar Oji membuat teman-temannya berseru
heboh dari samping. Membuat perempuan itu misuh-misuh namun mukanya jelas-jelas merah
padam karena Oji.

“Ra, duduk sama cewek kan?” sapa Galaksi ketika perempuan itu hendak masuk ke dalam bus XII
Bahasa 2.

“Iyalah emangnya kamu duduk sama cewek lain?” ujar Kejora ketus.

Perempuan itu menaruh tasnya di bangku bus membuat Galaksi masuk ke dalam. Mengikutinya. Fani
menatap Galaksi dari sini dengan pandangan sinis—kurang suka membuat cowok itu tahu bahwa
Fani benar-benar membencinya. Mungkin kalau ada sesuatu di dekat Fani. Bisa saja Fani lempar ke
wajah cowok itu agar tidak membuat temannya sakit hati lagi.
“Ini cuman berangkatnya. Pulangnya nanti lo duduk sama gue ya?” ujar Galaksi.

“Enggak usah, makasih Gal. Aku duduk sama Fani aja,” ujar Kejora. “Gih sana keluar nanti
ketinggalan bus. Tempat kamu bukan di sini.”

Tempat kamu bukan di sini.

Kata-kata itu membuat Galaksi meneguk ludah. Galaksi yang sadar telah menjadi pusat perhatian
pun akhirnya turun. Menuju ke bus kelasnya. Sementara saat bus IPA 5 & Bahasa 2 bersebelahan.
Kejora dapat melihat Galaksi. Cowok itu tengah asik dengan Sarah. Entah membicarakan apa. Kejora
merosotkan dirinya ke jendela, mencoba untuk tidak melihat Galaksi dan Sarah. Berharap juga tidak
ada yang melihat.

Namun terlambat. Jordan, salah satu teman Galaksi melihat Kejora memperhatikan Galaksi dengan
Sarah.

Kejora mengembuskan napas pelan. Ternyata begini ya rasanya sakit hati ketika melihat orang yang
kita suka lebih senang bersama orang lain?

Semua tenda telah dibangun. Setelah sampai Kejora duduk di dekat danau menunggu Fani yang
sedang sibuk dengan temannya. Walau Kejora temannya. Tetap saja, Fani pasti punya teman lain
selain Kejora. Ketika ada daun jatuh tepat di depannya. Kejora jadi teringat Kris. Jatuh untuk bangkit.
Kejora tidak boleh begini terus.

“Halo cewek sendirian aja,” sapa Kris dari samping. “Mikirin gue ya?”Kejora tersentak. Menoleh pada
Kris. “Enggak tuh,” ujar Kejora menyangkal.

“Oh ya? Terus kok megang-megang daun segala?” ujar Kris. Senyumnya benar-benar berbahaya.

“Orang cuman daun doang,” ujar Kejora.

“Dari tadi pacar lo sibuk banget sama Sarah. Kemana-mana selalu berdua,” ujar Kris. “Makanya gue
nyari lo ke sini. Gue pikir lo butuh temen ngobrol Ra,” ujar Kris. Iya, teman. Tidak lebih. Tidak kurang.

“Gue udah terbiasa sendiri jadi santai aja,” ujar Kejora. “Ada atau enggak ada pacar juga sama aja,”
jawab Kejora lagi.

“Gue suka sama lo, Ra.”

“Lo enggak mau putus sama Galaksi dan jadian sama gue?”

Kejora berdiri. Pembicaraan ini sudah melenceng, “Maaf Kris. Gue setia sama Galaksi,” jawab Kejora.
Malam menjelang cepat. Kejora benar-benar melihat dengan nyata kalau Galaksi benar-benar
berdampingan dengan Sarah. Yang dilakukan Kejora adalah duduk diam di depan api unggun seolah
panas api itu ikut menjalar ke hatinya. Namun apa yang bisa Kejora lakukan? Perempuan itu hanya
bisa diam saja sekarang.

“Yhaaa berengsek juga lo Gal. Cewek lo sendirian tuh gak ada yang nemenin! Enggak ada yang mau
jadi temennya sih,” ujar anak-anak Jargom.

“Wajar sih ditinggalin Galaksi. Dia jelek,” ujar salah satu perempuan di samping Kejora ikut-ikutan.

“Kalau disuruh milih Sarah atau Kejora ya jelaslah gue pilih Sarah! Bening gitu,” ujar salah satu
cowok. “Cantikan Sarah ke mana-manalah.”

“Mungkin Galaksi malu kali ya pacaran sama Kejora? Keluarganya kan kesandung kasus. Ayahnya
masuk penjara. Dia jadi gak punya apa-apa. Bahkan gue denger dia sering jalan bareng sama cowok
lain di belakang Galaksi. Pantes aja Galaksi ogah deket-deket dia,” ujar cewek itu lagi.

“Wih jual diri lo Ra?” tanya salah satu anak Jargom.

“Ngomong kaya gitu lagi lo bener-bener bakal hancur di sini,” ancam Bams. Cowok yang semula
duduk di sebelah Galaksi itu langsung duduk di belakang Kejora. Lalu disusul Jordan, Septian, Guntur,
Oji dan Nyong.

“Masih berani ngomong lagi?” ancam Jordan menatap ke sebelah membuat cowok itu diam karena
anak-anak Ravispa malah duduk di dekat Kejora. Kejora tidak meladeni. Hal-hal seperti itu sudah
biasa ia terima di dalam kelas. Rasanya sudah kebal. Mau melawan pun rasanya percuma.

“Backing lo mantap juga Ra,” puji Kris pada Kejora. Cowok itu masih kesal karena Kejora menolaknya
tadi sore di dekat danau.

“Paling udah pernah dicoba sama temen-temennya Galaksi makanya dibela terus,” bully teman Kris.

“Bangsat,” desis Jordan. Cowok itu berdiri. Mengambil kerah baju polo cowok itu. Membuatnya
berdiri dengan paksa. Lalu tanpa aba-aba Jordan memukul wajah cowok itu di depan teman-
temannya. “Sekolah tinggi-tinggi tapi mulutnya enggak bisa dijaga!”

“Lo jangan munafik Dan. Gue sering ngeliat lo mainin cewek,” tepis cowok itu.

“Gue emang sering mainin cewek tapi gue enggak pernah ngehina cewek! Ngehina cewek itu cuman
buat orang-orang pengecut kaya lo lo semua!” ujar Jordan marah. Napasnya menderu kesal
membuat Galaksi yang sejak tadi sudah marah ditahan oleh Sarah langsung berdiri menghampiri
Jordan.

“Udah jangan ribut di sini Dan. Nanti guru-guru liat,” ujar Galaksi pada Jordan.

“Gue enggak peduli Lak! Cowok lo? Kenapa lo diem aja cewek lo digituin?” tanya Jordan marah.

“Kenapa lo jadi sewot Dan? Kejora kan bukan siapa-siapa lo,” Sarah angkat bicara. “Apa jangan-
jangan bener yang diomongin sama temennya Kris?”

“Lo diem! Kejora bukan cewek kaya gitu!” bentak Jordan. “Untung lo cewek Sar. Kalau enggak udah
pasti dari dulu gue habisin lo,” ujarnya membuat Sarah diam. Nyalinya langsung ciut mendengar itu.
“Dan please jangan bikin masalah,” ujar Kejora membuat Jordan akhirnya diam. Cowok itu lalu
duduk kembali. Alasan Jordan membela Kejora mati-matian adalah; Kejora selalu baik padanya.
Bukan hanya pada Jordan. Pada teman-temannya yang lain pun sama. Dulu pernah Kejora menolong
Jordan. Jordan adalah tipe orang yang tidak akan pernah lupa dengan jasa-jasa orang padanya.

“Semuanya emang gara-gara gue. Maaf ya,” ujar Kejora membuat Oji mendelik pada Kejora.

“Salah lo Ra? Enggak ini bukan salah lo,” ujar Oji. “Manusia-manusia sini aja mulutnya rese-rese.”

“Bener. Lo enggak harus minta maaf sama apa yang bukan kesalahan lo Ra,” ujar Septian.

Kejora tersenyum pada mereka, “Maafin gue ya temen-temen,” ujar Kejora. Lalu mata Galaksi
memperhatikan perempuan itu dengan lekat tapi cowok itu tidak bisa berbuat apa-apa. Hingga
akhirnya Kejora memilih pergi dari sana. Mengusap kedua lengannya. Meninggalkan teman-
temannya tanpa kata.

Galaksi Aldebaran: Nanti malam jam satu keluar cari gue lurus di pohon pinus sebelah danau Ra. Gue
mau liat lo.

Malam semakin larut. Kejora melihat ada pesan di ponselnya. Pesan itu dari Galaksi. Membuat
Kejora keluar malam-malam dari tenda. Pesan itu menyuruh Kejora untuk lurus, pergi dari tenda
sendirian. Hal itu membuat hati Kejora was-was karena tenda laki-laki berada jauh dari sini. Sinyal di
ponselnya pun hilang ketika Kejora sampai hutan pinus. Gelap. Hanya ponsel satu-satunya alat
penerang Kejora sekarang.

“Gal?” ujar Kejora namun tidak ada satu pun yang menjawab. “Gal, gelap nih. Kamu di mana?” ujar
Kejora.

Berbagai pikiran buruk menguasai kepala Kejora. Sejam Kejora menunggu. Mencoba mengirim pesan
pada Galaksi namun pesan itu tidak bisa terkirim karena tidak ada sinyal. Kejora mencoba
menelponnya. Detik berikutnya nyambung membuat Kejora bernapas lega.

“Halo Gal? Kamu lagi di mana? Aku udah di deket danau. Kamu jadi ke sini?” ujar Kejora membuat
Galaksi berdiri, menjauh dari teman-temannya yang sedang menikmati api unggun jauh dari tenda.

“Maksud lo?”

“Kamu nyuruh aku ke sini kan, Gal? Tadi kamu SMS aku. Aku udah nunggu sejam di sini Gal. Gelap
banget aku takut,” ujar Kejora membuat Galaksi berdiri. Suara perempuan itu tidak dibuat-buat.
Kejora benar-benar sedang ketakutan.

“Lo lagi di mana Ra? Deket danau?” suara Galaksi membuat teman-temannya menoleh. “Halo? Ra?
Ra? Lo masih dengerin gue kan?”

Sambungan itu terputus begitu saja. Membuat Galaksi dengan panik menuju ke kursi pendek dekat
sana untuk mengambil senter dan langsung lari mengabaikan panggilan teman-temannya. Cowok itu
mengecek pesan. Galaksi tidak pernah mengirim apa pun pada Kejora. Lalu dalam hati cowok itu
mengumpat kasar. PASTI SARAH!

“Halo?” ujar Galaksi pada telponnya ketika sampai di danau tapi Kejora tidak ada sama sekali di sana.
“Halo, Ra? Lo di mana?”
“Enggak tau, Gal. Aku tadi mau balik ke tenda karena aku kira kamu pasti enggak bakalan dateng.
Gelap banget. Apa aku salah jalan ya? Enggak mungkin, Gal. Aku inget banget jalannya lewat sini,”
ujar Kejora dari seberang sana.

“Lo diem di sana. Jangan nekat ke mana-mana, Ra. Halo? Halo?” ujar Galaksi karena sambungannya
terputus begitu saja.

Hati Galaksi benar-benar tidak tenang. Cowok itu mengedarkan pandang ke segala arah. Gelap.
Benar-benar gelap. Kejora tidak ada di mana pun ketika Galaksi mencarinya. Baru ketika Galaksi
berbelok ke arah kiri melewati pohon-pohon pinus. Galaksi melihat Kejora sedang duduk di bawah.

“Kejora? Hei?” sapa Galaksi langsung berjongkok di depan Kejora membuat perempuan itu
menatapnya.

“Kamu benci ya sama aku sampe-sampe kamu tega nyuruh aku nunggu di situ?” ujar Kejora
membuat Galaksi menatapnya dalam-dalam. “Kamu marah ya karena temen-temen kamu jadi
berantem gara-gara aku?”

“Bodoh,” desis Galaksi pada Kejora. “Gue enggak mungkin nyelakain lo! Gue gak mungkin nyuruh lo
malem-malem nunggu gue di deket danau. Harusnya lo tuh mikir! Atau enggak lo bisa sama temen
ke sana buat mastiin! Jangan sendirian,” ujar Galaksi mengomeli perempuan itu.

“Aku pikir kamu enggak bakal dateng,” ujar Kejora sendu.

“Mana mungkin gue gak bakal dateng nyariin lo?! Lo nangis aja gue gak bisa tidur mikirin lo!” hardik
Galaksi.

“Berdarah?” tanya Galaksi pada kaki Kejora.

“Kok bisa?”

“Jatuh...,” ujar Kejora.

“Ceroboh banget lo!” bentak Galaksi membuat Kejora diam. Cowok itu mengusap darah dari kaki
Kejora dengan ujung bajunya lalu menyuruh perempuan itu untuk naik ke punggungnya. Raut wajah
Galaksi benar-benar menyeramkan saat ini membuat Kejora jadi tidak berani berbicara lebih.

“Gue gak pernah ngirimin lo SMS supaya nungguin gue jam segini di sana.”

“Terus siapa?”

“Siapa lagi kalau bukan Sarah,” jawab Galaksi malas menyebut nama perempuan itu. “Dendam kali
sama lo karena dibelain terus sama temen-temen gue.”

“Gal boleh bilang sesuatu?” ujar Kejora ketika cowok itu berjalan sambil menggendongnya. Melihat
Galaksi hanya diam.

Kejora melanjutkan, “Sebelum kamu tau dari orang lain dan itu malah enggak bagus. Tadi Kris
nembak aku, Gal. Tapi please kamu jangan marah dulu. Aku nolak dia karena aku pacar kamu.
Menurut kamu, Kris orang yang baik?”
“Jangan deket-deket Kris. Kan udah gue bilang dari awal,” ujar Galaksi. Sempat terkejut Kris sudah
sejauh itu pada Kejora. Galaksi benar-benar sudah kecolongan kali ini.

“Tapi kenapa Gal? Dia baik sama aku. Dia enggak kaya kamu. Dia selalu ada sama aku. Dia selalu ada
saat aku ngerasa sedih,” ujar Kejora membuat Galaksi berusaha mati-matian menahan rasa
cemburunya. “Kalau bisa aku pasti jatuh cinta sama cowok kaya dia. Tapi kenapa, aku malah
pertahanin kamu?”

“Jangan ngomong lagi,” ujar Galaksi gusar tidak mau mendengar lagi.

“Gal aku jelek ya?” tanya Kejora. “Banyak yang bilang kita enggak cocok. Emang bener ya kita enggak
cocok?” tanya Kejora di samping telinga Galaksi ketika perempuan itu menaruh dagunya di bahu
Galaksi.

“Jangan ngomongin hal-hal yang bisa buat hati lo sakit. Yang penting gue gak pernah bilang kaya gitu
ke lo,« ujar Galaksi.

“Gal?”

“Hm?”

“Kenapa suka sama kamu itu rasanya sakit ya? Apa emang bener kalau aku yang terlalu maksa
padahal kita enggak pernah cocok Gal?” tanya Kejora.

“Apaan sih jadi cewek kok drama amat,” ujar Sarah ketika melihat Kejora dan Galaksi sampai ke
tenda-tenda. Membuat perempuan itu masuk ke dalam tenda tempat anak-anak PMR yang sejak
tadi menunggu mereka. Galaksi tadi menghubungi Jordan meski sinyalnya sedikit dan agak putus-
putus suaranya.

“Yang drama lo apa Kejora?” ujar Nyong pada Sarah.

“Dialah! Caper amat jam segini bikin semua orang enggak bisa tidur aja!” ujar Sarah.

“Caper teriak caper!” ujar Fani, ketika menyadari bahwa Kejora tidak ada di tenda. Perempuan itu
membuat kegaduhan dengan memanggil-manggil nama Kejora. Bu Dayu memeriksa keadaan Kejora
di dalam tenda. “Lo kali tuh yang caper! Ngaca! Jangan bisanya nyalahin orang terus!” ujar Fani.

“Dia baik-baik aja?” tanya Guntur pada Galaksi.

Galaksi mengangguk. “Kakinya luka. Untung gak kedinginan. Kalau sampe kena hipotermia gue gak
tau lagi harus apa. Sorry ninggalin lo semua tadi,” ujar Galaksi.

“Lo kan yang pegang hape gue tadi?” ujar Galaksi pada Sarah. Cowok itu sudah melihat pesan dari
hape Kejora tadi. “Makasih udah buat gue ngeliat sifat asli lo.”

“Gue cuman iseng,” ujar Sarah. “Dia bener-bener nyamperin lo ke danau Gal?”

“GILA LO YA?!“ ujar Fani mendorong tubuh Sarah, emosi. “LO HAMPIR NYELAKAIN ANAK ORANG!
MANUSIA APA SETAN SIH LO?!” ujar Fani membuat Oji menarik perempuan itu agar tidak kelewatan
memukul Sarah.
“Apaan sih kok jadi salahin gue? Salahin tuh temen lo Kejora! Orang dia yang salah. Mau-mau aja
dikerjain,” ujar Sarah.

“Tapi lo kelewatan Sarah. Kejora aja gak pernah gangguin hidup lo,” ujar Jordan.

“Sumpah! Cewek kaya gini masih lo deketin Gal?! Otak lo di mana sih?!” ujar Fani pada Galaksi.

“Kalau gue jadi Kejora. Gue pasti udah minta putus sama lo Gal!” ujar Fani.

“Gue enggak akan buang-buang waktu buat bertahan sama cowok enggak punya hati, tukang
nyakitin, dan bajingan kaya lo!” kata Fani.

17. DIA TIDAK BAHAGIA DENGANMU

“Ternyata selama ini dia tidak bahagia denganku.” — Kejora Ayodhya

Galaksi bersama teman-temannya sedang berjalan di lorong sekolah. Suasana pagi kelabu yang
sudah ramai itu menjadi tambah sesak ketika para murid lelaki itu berjalan di tengah-tengah—
membuat siswa-siswi lainnya terpaksa menyingkir. Tidak mau cari gara-gara. Di bagian depan, selalu
ada Galaksi sebagai pemimpinnya. Cowok itu sedang ditemani Sarah. Mereka terlihat seperti
pasangan pagi ini.

“Demi Tuhan Ra cowok lo emang ganteng tapi nyebelin parah!” Fani melengos.

“Dia dengerin omongan gue gak sih pas itu?!” ujar Fani. Matanya berkilat marah. “Jangan-jangan
cowok lo itu tuli ya Ra?!”

“Sstt, jangan ngomong gitu kalau gak mau disamperin,” ujar Kejora lembut.

“KENAPA LO TAKUT RA? HABISNYA! MASIH BISA-BISANYA DIA GANDENGAN TANGAN SAMA
SARAH?!” ujar Fani. “GILA!”

“Mereka pasti berangkat bareng tuh! Sumpah rasanya pengin gue samperin sekarang juga si Sarah!”
kata Fani, gregetan.

“Udah tenang aja Fani. Mereka cuman temen,” ujar Kejora, meyakinkan. Meski dalam hatinya tidak
yakin.

“RA! MEREKA ITU KELEWATAN!” ucap Fani.

“Sumpah Ra kalau ada air segalon gue siram ke muka mereka berdua!”

“FANI, FANI, FANI! DICARI OJI TUHH!” celetuk Nyong. “Katanya I love you! I need you! I miss you
seyenggg,” kata Nyong.

“Seyengg,” gumam Guntur mendekat pada Fani. “Sama aku aja yuk seyeng?”

Septian berjengit kecil mendengarnya. “Jijik Tur,” kata cowok itu.

“Seyeng, Seyeng. Terus aja godain biar sampe ilfil tuh cewek!” sungut Oji.
“Eh Jordan! Temen-temen lo emang gini semua ya bentukannya?” ujar Fani. “Nyesel banget gue
kenal,” kata Fani merenggut rambutnya.

Bams tertawa di samping Jordan, “Lo salah nanya orang Fani. Si Jordan itu biangnya mereka,” ujar
Bams. “Guntur yang dulu anak baik-baik jadi tercemar. Nih pelakunya si Jordan bau jigong!”

“Ewh, ganteng-ganteng bau jigong!” ujar Fani.

“Yang penting banyak yang mau sama gue,” ucap Jordan bangga.

“Gue enggak tuh,” ujar Fani membuat Jordan melotot.

“Siapa juga yang mau sama lo Fan?” ujar Jordan. Skak mat. Fani diam.

“Gue yang mau. Ngapa? Lo mau ribut sama gue Dan? Ayo gue jabanin,” ujar Oji membuat Fani makin
melengos ke samping Kejora. Gombalan Oji sama sekali tidak mempan untuknya. Fani sudah sering
bertemu cowok yang sifatnya seperti Jordan dan Oji.

“Sorry ya kita mau kelas gue dulu. Duluan,” ujar Sarah tiba-tiba. Sarah menarik Galaksi yang sejak
tadi hanya diam memandang Kejora dengan pandangan dingin. Perempuan itu membawa Galaksi
ikut serta pergi dari sana. Sarah bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa pada mereka padahal
tempo hari sewaktu camping cewek itu berdalih iseng pada Kejora.

“GILA! STRES KALI YA TUH CEWEK?! DUA-DUANYA KALI STRES!” teriak Fani. Biar saja. Biar Sarah dan
Galaksi dengar. “UDAH STRES! GOBLOK LAGI!”

“Ngerusak hubungan orang banget sih?! Eh Sarah inget ya! Benalu gak bakal pernah bisa sebanding
sama penopangnya!” sindir Fani.

“Temen apaan tuh kaya gitu? Ada temen cewek cowok pegang-pegangan tangan di depan salah satu
pacarnya? SINTING KALI!” ujar Fani.

“Kenapa lo semua diem aja liatnya?! Kasih tau tuh temen lo si Galaksi! Biar bener otaknya! Suruh
putus aja sama Kejora!” ucap Fani membuat Kejora mengusap kedua pundak perempuan itu agar
tidak marah-marah terus. “Bajingan banget sih jadi cowok?!”

“Lo aja sana. Gue udah kehabisan cara ngasih tau Galak biar bener,” ujar Bams.

“Perlu diruqyah berkali-kali kayanya tuh bocah,” ucap Bams lagi.

“GAK LAKU KALI YA TUH CEWEK SAMPE-SAMPE NGEBET BANGET SAMA COWOK ORANG?” ucap
Fani.

“Emang Fan. Pacar orang kadang lebih menarik,” tutur Oji. “Tapi lo tetep menarik kok di mata gue
biarpun lo bukan pacar orang,” sepik Oji.

“Modus terusss. Pepettt terus,” cetus Jordan. “Tembak aja langsung Ji biar gas jadian! Sini gue jadi
saksinya!”

“Lo kenapa Ra? Sakit?” tanya Guntur, khawatir. “Pucet banget muka lo.”

“Enggak kenapa-napa kok Tur.”


“Lo mau liat Galaksi kaya gitu terus Ra? Sebaiknya saran gue selesaiin masalah lo baik-baik sama dia.
Biar cepet selesai. Enggak lagi kucing-kucingan gini. Biar enggak lagi gengsian. Tuh cowok cuman
gengsi deket ke lo lagi. Gue yakin dia bakal maafin lo. Biarpun butuh proses panjang,” ujar Jordan.

“Galak masih sayang banget sama lo. Gue yakin,” ujar Jordan meyakinkan Kejora.

Tapi Kejora tidak yakin.

“Tapi kalau misalnya udah kepincut banget sama Sarah gimana?” malah Fani yang menyahut,
“Buktinya tadi dia enggak nyapa Kejora. Nanya keadaannya pun enggak. Itu yang lo bilang sayang?”
Fani benar-benar ngegas.

“Kita enggak tau isi hati orang, Fan,” ujar Jordan. “Semalem Galaksi tidur di rumah gue. Dia minta
dianterin ke diskotik. Dia jadi sering mabuk trus gue bawa ke rumah gue. Dan dia ngigauin Kejora.
Bukan cuman sekali. Tapi berkali-kali,” ujar Jordan.

“Terus gue harus peduli gitu Dan sama temen lo itu? Inget ya yang dia sakitin itu hatinya Kejora!
Temen gue!” ujar Fani lalu menarik Kejora pergi dari sana.

“Galak juga si Fani ya,” gumam Jordan pada Oji.

“Gue enggak ngerti kenapa lo lebih milih Sarah daripada sama Kejora,” ujar Jordan. Cowok itu duduk
di depan Galaksi. “Untuk kategori cewek Sarah emang cantik banget, Man. Tapi untuk kategori
cewek baik Kejora lebih unggul dari Sarah,” eksekusi Jordan.

“Iyalah,” ujar Bams tertawa sambil makan kacang. “Jangan bandingin Sarah sama Kejora. Itu jelas
beda banget Dan. Kejora sama Sarah gak bakal pernah sama. Jauh Kejora ke mana-manalah,” bela
Bams.

“Lo pada di sini mau nyindir gue terus?” kata Galaksi cuek sambil mengaduk es tehnya.

“Baguslah kalau lo nyadar Lak. Enek juga ngeliat lo kaya gini,” ujar Guntur. Cowok yang biasanya
pecicilan setengah mati itu menunjukan wajah muak pada Galaksi.

”Lo kalau mau ngedrama jangan gitu Lak. Ketauan sama kita-kita,” ujar Oji.

“Gue tau lo semua suka sama sifat cewek gue tapi bukan berarti dia bener,” ujar Galaksi. “Bukan
berarti juga lo semua bebas ngomongin yang jelek-jelek tentang Sarah.”

Jordan terkekeh aneh, “Ngomongin jelek-jelek gimana Lak? Itu fakta. Kalau sifatnya emang gak
bagus. Kalau selamanya ngeliat rupa. Enggak bakal pernah tau mana yang bener-bener tulus

Sama lo mana yang enggak,” kata Jordan

“Pada sibuk ngapain nih? Ngomongin gue ya?” tanya Sarah, datang. Perempuan itu memegang
sebelah pundak Galaksi lalu duduk di samping cowok itu. Cowok-cowok yang tadi sedang berdebat
itu langsung diam. Beberapanya ada yang memandang Sarah beberapanya lagi sibuk dengan
makanannya.
“Kok pada ngeliatin gue kaya gitu sih?” tanya Sarah risi. “Enggak suka ya gue duduk di meja anak-
anak Ravispa?”

“Tuh nyadar. Emang gak ada yang suka sama lo sih. Cuman Galak doang yang suka,” ujar Guntur
sambil minum pop ice. Santai tapi benar-benar menusuk.

“Kita-kita enggak suka nyindirin cewek nih. Sukanya ngomong langsung,” ujar Jordan menatap Sarah.

“Salah gue apa sih? Gue kan cuman deket sama Galaksi,” ujar Sarah.

“Lo masih tanya salah lo apa? Lo kan cewek. Harusnya lo tau gimana perasaannya pacar Galaksi
kalau lo kaya gini. Sama-sama cewek lo pasti ngerti gimana sedihnya Kejora tau kalau lo lebih sering
jalan sama Galaksi ketimbang dia. Sebutan apa yang pantes buat lo Sar? Perebut? Penghancur?”
ucap Jordan membuat Sarah benar-benar mati tak bergerak di tempatnya.

“Lo bukannya malu dicap perebut pacar orang tapi lo justru bangga karena itu. Otak lo ketinggalan di
mana Sar?” Benar-benar memojokkan. Jordan benar-benar tidak bisa berhenti menatap Sarah tajam
dari depan.

“Udah Dan. Sini lo gue lagi baik mau traktir lo nasi 3 bungkus,” ucap Septian. Cowok itu menarik
kemeja sekolah Jordan agar pergi dari meja.

“Gal nanti jadi kan?” tanya Sarah memohon pada Galaksi.

“Jadi,” jawab Galaksi sambil menatap mata kedua perempuan itu namun entah kenapa malah Kejora
yang ada dipikiran Galaksi. Kejora dan Sarah. Yang mana harus Galaksi pilih?

“Gal nanti kamu sibuk?” tanya Kejora memulai basa-basinya. Kejora benci perasaan ini. Kejora benci
ketika dia lemah ditatap seperti itu oleh Galaksi. Mereka berdua janjian di sudut sekolah. Berdua.

“Mau anterin aku gak? Aku perlu beli banyak barang nih buat tugas. Habisnya kalau sendiri enggak
bisa,” ujar Kejora.

“Minta yang lainlah jangan sama gue,” ujar Galaksi. Warna mukanya masih sama. Kaku.

“Emm... berarti kamu gak bisa ya?” tanya Kejora, memastikan.

“Udahlah Ra. Gue tau lo cuman cari-cari alasan biar bisa sama gue. Lo pergi sendiri aja. Biasa juga
sendiri. Gue enggak bisa anter-anter lo,” ujar Galaksi, menolaknya mentah-mentah.

“Sebentar aja enggak bisa?” tanya Kejora. “Janji deh enggak bakal minta lagi,” ujar perempuan itu
menunjukkan kedua jarinya membentuk tanda peace pada Galaksi namun Galaksi masih tetap sama.
Kaku dalam diamnya. Seolah ada yang bertolak belakang di antara keduanya. Seolah keduanya tidak
boleh seperti ini.

“Waktu kita camping kayanya kamu baik-baik aja ke aku. Kamu kenapa sih Gal?” tanya Kejora pada
Galaksi. Cewek itu mulai memegang lengan Galaksi.

“Gak kenapa-kenapa. Udah selesai kan? Gue mau ke kantin lagi,” ujar Galaksi terkesan buru-buru.
Tidak mau berlama-lama.

“Nemenin Sarah?” tebak Kejora membuat Galaksi makin diam.


“Kalau dibilang temen bukan. Kalau dibilang pacar juga bukan. Terus sebenernya Sarah itu siapa
kamu?” tanya Kejora.

“Jangan buat aku bingung Gal. Kita bisa baik-baik aja kaya dulu kalau kamu enggak marah. Aku yakin
kalau kamu udah enggak marah sama aku. Tapi kenapa kamu jadi kaya gini lagi? Aku kan udah bilang
kalau aku enggak deket sama Frans. Aku udah jujur dan mau cerita tentang Kris. Terus apalagi, Gal?”
ujar Kejora. Perempuan itu lelah. Sungguh.

“Baik-baik aja kaya dulu?” ujar Galaksi, nada suaranya sumbang. “Lo lupa siapa yang mulai duluan?”
Galaksi mulai tersulut.

“Iya aku yang mulai duluan. Aku udah minta maaf. Terus apalagi mau kamu Gal?” tanya Kejora.
“Kalau aku minta kamu berhenti sama Sarah bisa?”

“Lo apaan sih Ra? Kaya anak kecil.” Galaksi menjauh. “Gue gak suka lo atur-atur!” sentak cowok itu.

“Terus kenapa kamu ngatur-ngatur aku? Aku enggak boleh deket sama Kris lah. Aku enggak boleh
ginilah. Aku enggak boleh gitulah. Sementara kamu boleh. Kamu bener-bener egois!”

“GUE NGELAKUIN ITU BIAR LO GAK KENAPA-NAPA!” ujar Galaksi, membentak. Hari ini Galaksi
meledak. “Kalau lo kenapa-napa gue juga kan yang repot?! Gue juga kan yang susah?!”

“Lo pikirlah! Siapa yang bakal lindungin dan jagain lo selain gue?!” tanya Galaksi.

“Lo ngira Kris itu beneran suka sama lo, Ra? Lo pikir dia bener-bener nembak lo sementara dia tau lo
pacar gue? Enggak, Ra,” ujar Galaksi terkekeh kosong. “Kalau lo bukan pacar gue. Mana mau dia jadi
temen lo? Jangankan temen. Gue yakin kalau lo bukan pacar gue dia gak bakal mau liat cewek kaya
lo!” ujar Galaksi semakin memojokan Kejora.

“Udahlah ketemu sama lo bikin gue naik darah terus!” hardik Galaksi lalu cowok itu pergi
meninggalkannya. Lagi.

Galaksi dan Sarah sedang ada di lorong sekolah dekat kelas Sarah. Langit sekolah sedang sangat
mendung—pertanda sebentar lagi akan hujan. Kejora yang baru saja mengecek buku di lokernya pun
melihat mereka. Dari sini Kejora bisa melihat dengan jelas punggung Galaksi memunggunginya.

“Gue mau tanya sesuatu deh Gal. Lo kenapa sih masih pacaran sama Kejora?” tanya Sarah pada
Galaksi.

“Karena gue suka sama dia,” ujar Galaksi tanpa perlu berpikir.

“Tapi kok lo keliatannya enggak mau deket-deket sama dia?” tanya Sarah. Perempuan itu melihat
Kejora berdiri di dekat Galaksi.

“Gue enggak bahagia sama dia. Dia sering ngekang gue,” ungkap Galaksi membuat Kejora tertegun.
Perempuan itu meremas buku yang ada di dalam dekapannya.
“Gue hutang budi sama Kejora banyak hal. Dia baik banget sama gue. Dia cerewet, lembut, polos,
suka bikin gue ketawa. Dia sering kerjain PR gue. Dia sering nyuruh gue untuk belajar daripada
kelayapan. Dia yang bikin gue semangat buat lanjutin hidup sama sekolah setelah orangtua gue
meninggal. Tapi entah kenapa gue ngerasa kalau gue enggak bisa bebas sama dia. Akhir-akhir ini gue
tau kalau gue enggak bahagia sama dia,” ucap Galaksi.

“Jadi lo bakal putusin dia?” tanya Sarah kembali.

“Gue enggak tau,” jawab Galaksi. Berengsek. Benar-benar berengsek.

“Terus gue gimana Gal? Lo suka sama gue?” tanya Sarah mengusap halus tangan cowok itu.

“Gue suka sama lo Sar. Gue emang berengsek,” ungkap Galaksi.

“Lo baik ke gue. Lo selalu ada sama gue. Lo enggak pergi. Dan lo juga setia. Padahal lo bisa cari
cowok lain. Gue enggak tau kenapa gue ngerasain ini. Sebenernya gue... gue juga enggak tau gue
suka dalam konteks apa ke lo. Lo sama Kejora itu enggak bisa gue lepasin. Lo juga berarti dalam
hidup gue Sar,” ucap Galaksi.

“Terus gimana pacar lo? Kejora?” ucap Sarah.

“Dia sering sedih. Gue tau itu. Gue memang sering bikin dia sedih. Mungkin juga nangis. Dia sering
banget murung gara-gara gue. Gue enggak bisa bikin dia bahagia. Kita sama-sama enggak bahagia,”
ucap Galaksi.

Kejora berbalik arah. Tidak lagi mau mendengarkan apa yang diucapkan cowok itu. Jadi selama ini
Galaksi tidak bahagia dengannya? Jadi selama ini cowok itu menjauhinya karena ini? Tidak ada air
mata. Kejora tidak akan menangis karena hal itu tapi dalam hatinya benar-benar hancur. Seperti ada
yang luruh setelah mendengarnya. Kejora memukul pelan dadanya yang sesak. Hatinya benar-benar
hancur mendengar apa yang dikatakan cowok itu. Kejora sangat percaya pada Galaksi tapi kenapa
laki-laki itu melakukan ini padanya?

“Gue sayang Kejora. Dia cinta pertama gue. Tapi gue juga gak mau kehilangan lo Sar,” ucap Galaksi
sambil menatap Sarah. Dan Kejora masih bisa mendengarnya.

18. PERISAI

“Merelakan itu sulit tapi itu jauh lebih baik. Daripada mempertahankan sesuatu yang ternyata tidak
bisa kamu miliki.” — Kejora Ayodhya

Kejora yang baru saja ingin pergi menoleh ketika ada seseorang yang mengejar dan memanggil
namanya. Itu Galaksi. Kejora tidak berhenti dan kembali melanjutkan jalannya. Perempuan itu
melangkah tanpa mau menoleh apalagi berhenti untuk Galaksi yang membuat cowok itu jadi
mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya ada apa dengan perempuan itu.

“Lo tau gak judul lagunya Selena Gomez? Mau gue remix. Apa sih judulnya? Syaki-syaki rumba?”
ucap Nyong.
“Taki-Taki Rumba, Nyong! Syaki Syaki Rumba mulutmu?!” ucap Bams, gemas.

“Syaki Syakii, Syaki Syakii rumbaaaa,” ucap Nyong bersenandung.

Jordan tergelak, “Ada-ada aja kelakuan temen-temen gue,” ucap Jordan.

“Ehhhh Mona. Eh Mon! Kok ada yang aneh sih?” tanya Jordan ketika Mona baru saja datang ke
sekolah.

“Apanya yang aneh?” tanya Mona, sewot.

“Itu tuh. Kok ada kamu di hatiku?” sepik Jordan membuat Mona mendengus langsung masuk kelas.

“Masuk Pak Jordan,” timpal Bams di sebelahnya.

“Awas lu ketauan Guntur nanti dia ngambek kalau tau Monanya digodain,” ucap Oji
memperingatkan Jordan.

Sementara Guntur sedang loncat sana loncat sini. Seperti monyet kepanasan. Cowok itu godain
cewek dari ujung kanan sampe ujung kiri dan berakhir melihat Kejora sedang dikejar-kejar Galaksi.

“Eh seru nih kayanya,” ujar Guntur ketika melihat Kejora sedang dicegat Galaksi.

“Enggak tau kenapa gue gregetan sama Galak. Harusnya dia lebih tegas sama cewek. Kalau emang
dia suka sama Sarah. Iyaudah lepasin Kejora. Dia maruk banget mau

Kedua-duanya,” ucap Fani tiba-tiba ketika melihat Galaksi dan Kejora. Perempuan itu baru saja tiba
di sana hendak mencari Kejora.

“Dia bukannya maruk. Dia lagi berpikir bakal milih yang mana, Fan,” ucap Jordan, membela Galaksi.

“Udah jangan ngomongin temen. Itu urusan pribadi dia,” ucap Septian membuat cowok-cowok itu
diam dan memperhatikan dari lorong sekolah. Keenamnya sedang bersender di tiap-tiap pilar
sekolah memperhatikan Galaksi dan Kejora dari sini.

“Gue yakin kalau disuruh pilih. Galak bakal pilih Kejora daripada Sarah. Karena Sarah itu pasti cuman
cadangan. Kaya pilihan kalau Galaksi bosen,” ucap Jordan.

“Kasian banget dicari kalau lagi bosen,” ujar Fani.

“Biarin aja tugas kita sebagai temen cuman harus ingetin Galaksi bukan maksa-maksa dia,” ujar
Septian. Cowok itu membenarkan kerah seragam sekolahnya lalu melipat tangannya di dada sambil
bersender memperhatikan Galaksi dan Kejora.

Di tempat yang sama Galaksi sedang menatap Kejora. Menunggu agar perempuan itu mau berhenti
menghindar. Ketika Kejora menolak dan memilih jalan ke kanan Galaksi mengikuti langkah kakinya
namun ketika Kejora ke kiri. Cowok itu juga ikut ke kiri agar Kejora melihat mata cowok itu. Karena
Galaksi tidak pernah suka

Diabaikan seperti ini.

“Kejora,” sapa Galaksi lembut namun Kejora tak menyahut. “Lo kenapa?”
Itu adalah pertanyaan paling bodoh dan tidak masuk akal yang pernah Galaksi lontarkan pada
Kejora. Tapi anehnya perempuan di depannya ini tidak menangis atau pun terlihat sedih. Dia hanya
diam dan mencoba bersikap semuanya baik-baik saja. Mungkin kalau Galaksi bisa baca isi hati orang.
Cowok itu pasti akan menemukan Kejora sedang duduk di sudut dan menangis. Tapi ini tidak. Laki-
laki itu hanya melihat kekosongan di mata Kejora.

“Kenapa nyamperin aku? Kangen?” tanya Kejora namun anehnya Galaksi hanya merasa itu
pertanyaan spontan. Tidak ada rasa cinta apalagi perhatian seperti sebelum-sebelumnya yang
diberikan Kejora pada Galaksi.

“Udah beberapa hari ini lo enggak naruh nasi sama nyariin gue lagi. Lo kenapa?” tanya Galaksi.

“Enggak pa-pa. Lagi enggak ada uang buat beli. Buat makan sendiri aja aku enggak sanggup,” ucap
Kejora apa adanya.

“Lo marah?” tanya Galaksi.

“Marah buat apa?” Kejora bertanya balik. “Aku enggak marah. Aku sadar diri. Aku enggak bisa bikin
kamu bahagia,” ucap Kejora datar membuat Galaksi terkejut. Badannya langsung berdesir panas
ketika mendengarnya.

“Lo denger apa yang gue bilang sama Sarah?” tanya Galaksi, kaget.

“Maaf karena enggak sopan dengerin kamu ngomong sama dia waktu itu. Aku maunya nyari kamu
tapi waktu itu kamu enggak ada di kelas. Aku tebak kamu pasti di sana. Dan memang bener kamu
lagi di sana. Sama dia,” ujar Kejora tidak mau menyebut nama Sarah. Jadi Galaksi sudah kegep?

“Kamu ngajarin aku arti setia. Tapi malah kamu yang enggak setia. Lucu ya Gal?” ujar Kejora
membuat Galaksi meneguk ludahnya.

“Ra gue bisa jelasin—” Kejora menggeleng memotong suara Galaksi.

“Please, jangan. Jangan cerita apa pun. Aku enggak mau denger. Aku juga enggak mau tau apa aja
yang udah kamu lakuin sama dia di belakang aku. Entah kamu pergi, jalan, serumah atau bahkan
ngomongin aku sama dia. Aku tau Gal aku enggak bisa bikin kamu bahagia. Aku selalu ngekang
kamu. Tapi bisa kan jangan ngomong sama dia? Kenapa kamu enggak ngomong sama aku aja?”
tanya Kejora.

“Gue... aku,” Galaksi tidak bisa mengucapkannya terbata. “Ra tolong jangan minta putus,” ucap
Galaksi.

“Aku enggak minta itu Gal. Aku udah besar. Aku bukan anak kecil yang milih jalan itu buat kita,” ucap
Kejora. “Kadang ada banyak hal yang pengin banget aku bicarain sama kamu kaya dulu tapi aku tau
untuk sekarang itu pasti susah banget. Kamu pasti enggak pernah bisa kan kalau sama aku?”

“Gue bisa Ra. Tapi waktu itu enggak bisa,” jawab Galaksi cepat.

Kejora tersenyum. “Mana Galaksi yang tegas itu? Udah hilang ya? Apa aku yang ngerubah kamu jadi
kaya gini? Aku minta maaf Gal. Aku enggak bermaksud bikin kamu kaya gini,” ucap Kejora.

“Kenapa lo minta maaf terus?” ucap Galaksi, terdengar marah. Cowok itu merasa tidak berguna
sekarang. Sebagai laki-laki egonya tergores terlalu dalam melihat Kejora pasrah dan sabar seperti
ini.“Karena ucapan terima kasih, maaf, dan tolong itu penting. Bisa berarti besar buat orang lain.
Orang-orang zaman sekarang suka lupa pake kata-kata itu. Padahal kata-kata itu gampang diucapin
dan bisa digunain kapan aja,” ujar Kejora.

Galaksi terpaku di depan Kejora. Tidak menyangka malah kata-kata itu yang keluar dari mulut Kejora.
Kejora bisa saja mencaci maki Galaksi sekarang juga tapi perempuan itu tidak melakukannya. Kejora
malah berusaha menjawabnya dengan baik. Bagaimana bisa Galaksi menyakiti hatinya lebih dalam
lagi?

“Apa lo selalu sesabar ini ngadepin gue Ra?” Galaksi bertanya dengan nada sedikit tinggi.

“Aku kenal kamu udah lama Gal. Kita kan bisa jadi temen, pacar, dan apa pun itu. Aku cuman enggak
mau kamu merasa ditinggalin lagi. Aku enggak mau kamu ngerasain seperti apa yang pernah aku
rasain,” ucap Kejora.

“Gimana keadaan lo Ra? Lo enggak sakit hati kalau gue sama Sarah?” tanya Galaksi.

“Sakit hati? Munafik kalau aku bilang aku enggak sakit hati. Aku merasa ada yang ngerebut kamu
dari aku setelah aku enggak punya apa-apa. Aku tau aku sekarang Kejora yang enggak punya temen.
Dijauhin orang-orang. Dijauhin temen deket. Bahkan kamu sendiri pun ngejauhin aku. Itu sebabnya
aku enggak mau ninggalin kamu karena aku tau rasanya ditinggalin,” ujar Kejora.

Diluar dugaan Kejora. Galaksi malah tertawa tapi cowok itu merasa sesak tak tertahan di dalam
hatinya setelah mendengar kata-kata Kejora.

“Gue udah nyakitin lo. Bahkan ngebales lo dengan jalan sama banyak cewek padahal gue udah tau
alasan kenapa lo jalan sama Frans di belakang gue. Kenapa lo selalu baik sama gue Ra?” tanya
Galaksi.

“Karena kamu pernah bilang untuk nungguin. Disurat itu kamu bilang buat nungguin kamu. Aku tau
Gal. Aku bakal nungguin kamu tapi jangan lama-lama. Nanti aku bisa pergi kalau kamu kaya gitu
terus,” ucap Kejora membuat Galaksi mendekat. Melerai jarak di antara mereka.

“Enggak sia-sia gue suka sama cewek pinter. Nanti sepulang sekolah harus bisa ke mana aja sama
gue. Gue gak mau tau,” paksa Galaksi.

Siang ini Galaksi sengaja duduk di dekat lapangan. Cowok itu sedang melamun tapi tidak tahu sedang
memikirkan apa. Kedua mata tajamnya menatap panas terik matahari. Inilah jalan yang dipilih
Galaksi. Menyakiti hati Kejora. Orang yang sudah jelas-jelas selalu baik padanya.

“Lo mau minum?” Septian menawarkannya pada Galaksi. Cowok pendiam itu mengelap keringat
yang mulai turun dari belakang telinga hingga lehernya.

“Jangan ditahan. Bicara sama Kejora yang bener. Nanti juga dia pasti ngerti sama apa yang lagi lo
hadapin.”

”Gue enggak bakal cerita sama Kejora.”

“Kenapa?”

“Karena gue gak mau dia tau apalagi itu bisa jadi beban buat dia.”
“Kalau gitu lo egois,” simpul Septian. “Dia berhak tau masalah lo. Dia kan pacar lo.”

“Lo tau Sep. Di saat kaya gini Sarah bisa ada di mana-mana. Tuh cewek bener-bener ngintai gue dari
semua sudut sekolah, tempat tongkrongan bahkan rumah. Gue mau ketemu sama Kejora aja susah
banget. Nanti kalau dia ngadu sama keluarga gue kalau gue sama Kejora masih ada hubungan
gimana?” tanya Galaksi.

“Lo kan memang masih ada hubungan sama Kejora. Inget lo pacarnya,” Septian mengingatkan.

“Gue tau Sep. Gue cuman lagi nyoba ngelindungin Kejora. Biar dia enggak kena sasaran kakek gue.
Kalau aja orangtua gue masih hidup. Gue enggak akan kabur-kaburan kaya gini dari masalah. Mereka
pasti ngedukung gue sama Kejora,” papar Galaksi.

“Sekarang kan masalahnya ada di gue dan Kejora. Kejora lagi jatuh-jatuhnya. Namanya di sekolah
udah jelek banget. Gue mau ngebersihin itu. Gue mau dia bersih dari tuduhan temen-temennya yang
selalu bilang dia enggak pantes sama gue. Dia bahkan sampe gak punya temen selain Fani karena
Ayahnya masuk penjara. Sekarang ini gue cuman gak mau dia mikirin apa yang sedang gue pikirin,”
ucap Galaksi.

“Kalau gitu lo bakal nyakitin dia lebih dalem,” komentar Septian singkat.

”Dia bakal bilang kalau lo itu enggak pernah percaya sama dia,” tambah Septian.

“Gue tau. Gue udah nyakitin dia sedalem ini. Dia mungkin berhak bahagia sama orang lain selain
sama gue tapi gue gak mau. Gue gak bisa lepasin Kejora buat orang lain. Egois? Memang. Apa pun
itu tentang Kejora gue mau bersikap egois tentang dia,” ujar Galaksi.

“Apa lo udah bilang kalau lo sama Sarah itu cuman kepaksa?” tanya Septian.

“Belum justru gue gak akan bilang sama dia sampe semuanya selesai. Awalnya gue sama Sarah itu
cuman main-main. Niat gue buat Kejora ngerasa apa yang gue rasain ketika dia jalan sama Frans di
belakang gue. Enggak bakal pernah gue sangka kalau ternyata Sarah itu kenal sama kakek nenek gue.
Gue udah bener-bener enggak tau harus apa Sep,” ucap Galaksi. “Gue bener-bener menggali lubang
gue sendiri.”

“Itu lo sadar,” kata Septian pada Galaksi. “Terus kenapa lo lanjut sama Sarah?”

“Yang gue tau Galaksi Aldebaran itu enggak pernah nurut, pembangkang dan selalu ngikutin apa
yang dia anggep bener. Yang gue tau Galaksi temen gue itu selalu bertindak sesuai apa yang dia mau.
Bukan apa yang orang lain mau apalagi sampe takut,” ucap Septian. Berat, pelan namun benar-benar
menampar Galaksi.

“Jadi gue harus gimana Sep? Lo kan tau gue ke Sarah itu cuman pura-pura biar cewek itu enggak
ngincer Kejora. Semua temen-temen gue bahkan ngehakimin gue karena gue selalu ngebela Sarah.
Cuman lo doang yang bisa gue percaya. Lo kan gak mungkin ngomong sama orang lain apalagi sama
Kejora,” ucap Galaksi.

“Lepasin dia. Biar dia hidup bahagia,” ucap Septian membuat Galaksi menoleh.

“Lebih baik melihat Kejora pergi daripada melihat Kejora sedih karena disamping lo terus kan?”
pertanyaan Septian benar-benar membuat Galaksi membeku. Antara sedih, terpukul dan marah
menjadi satu.
Sepulang sekolah. Dengan cepat-cepat Kejora menghampiri Galaksi. Mereka langsung pergi dari
parkiran sekolah. Meninggalkan teman-teman Galaksi yang bahkan belum keluar dari kelas karena
biasanya cowok-cowok itu selalu menyuruh Galaksi untuk nongkrong dulu di Warjok belakang
sekolah.

“Mau kemana?” tanya Kejora.

“Gak tau juga. Muter-muter Jakarta mau?” tanya Galaksi membuat Kejora mengangguk dari balik
bahunya.

Setelah berkeliling. Kurang lebih setengah jam dengan obrolan-obrolan ringan hingga malam
menjemput. Motor besar KLX hijau Galaksi sampai di sebuah tempat. Cowok ini pasti gila karena
mengajak Kejora pergi ke dufan di jam seperti ini dengan pakaian sekolah. Ini bukan yang pertama
kali bagi Kejora tapi hari ini akan jadi hari paling berkesan bagi Kejora.

“Yakin kita bakal ke dufan jam segini? Ini udah malem Gal. Kita masih pake baju sekolah,” ujar
Kejora.

Galaksi melepas jaketnya. Cowok itu memberikannya pada Kejora, “Lepas jaket lo. Pake jaket gue
aja. Jaket Ravispa gue lebih besar. Jadi baju sekolah lo enggak bakal keliatan,” ujar Galaksi santai.

“Terus kamu?”

“Gue kan pake baju,” cengir Galaksi lalu cowok itu melepas kemeja sekolahnya dan menaruhnya ke
tas Kejora membuat perempuan itu melipat kemeja sekolah cowok itu dengan sabar.

“Ayo jangan lama-lama nanti antre,” ajak Galaksi. Cowok itu menarik tangan Kejora. Ada rasa hangat
ketika cowok dengan kaus hitam itu mengajaknya pergi dengan tangan saling menggenggam seperti
ini. Sesuatu yang selalu Kejora rasakan tiap kali bersama Galaksi.

“Aku baru pertama kali ke Dufan malem-malem. Ternyata seruan malem ya daripada pagi atau
siang?” ujar Kejora.

“Iya. Suka enggak?” tanya Galaksi.

“Suka bangettt!! Bagus yaaa. Lampunya hidup semua,” ujar Kejora, polos. Ada binar di matanya
ketika menatap semua lampu yang menyala di depannya. Seolah semua orang sedang menyoroti
mereka.

“Ayo nyobain wahana komidi putar. Turangga-rangga. Mau?” tawar Galaksi.

“BOLEHHHH!!” ujar Kejora.

Galaksi dan Kejora mencoba wahana itu. Keduanya bersebelahan. Naik ke atas kuda dan duduk di
sana sementara Kejora terpaksa duduk menyamping karena pakai rok dan sesekali Galaksi
membantunya dari samping dengan terus memegang tangan perempuan itu. Menjaganya agar tidak
kenapa-napa. Kalau bisa, Galaksi ingin waktu terhenti hari ini agar Galaksi bisa terus bersama Kejora.

“Seneng?”
“SENENGGG!!” ujar Kejora membalas Galaksi dengan antusias dari samping ketika wahana itu
berputar.

“Tau gak sih Gal? Ini tuh jalan-jalan yang enggak bakal pernah aku lupain! Soalnya kita udah jarang
bisa kaya gini. Rasanya kaya mimpi bisa jalan kaya gini sama kamu. Aku juga ngerti kalau kamu sibuk.
Pokoknya aku senenggg bangett!” celoteh Kejora lucu dari samping Galaksi.

“Dari sini kamu ganteng banget Gal!” puji Kejora. “Dari kamu pasti aku butek banget,” ujar Kejora.

“Jangan suka ngomong gitu. Lo cantik. Sumpah,” ujar Galaksi pada Kejora.

”Iyaaa tapi aku seneng bangettt!!”

“Sederhana aja. Lo seneng gue juga pasti seneng,” ujar Galaksi berusaha menutupi rasa senangnya
yang sedang membuncah di hati. Seperti ada desir tiap kali Kejora menyentuhnya. Entah itu tangan,
baju atau bahkan lengannya.

Bohong kalau Galaksi bilang dia enggak baper sama Kejora.

“Jangan tinggalin aku yaaa?” pinta Kejora.

“Iya, enggak akan,” ujar Galaksi. Nadanya berat penuh kepastian.

“Jangan janji tapi harus ditepatin!” ujar Kejora. Ada selaput bening seperti air mata menyelimuti
mata Kejora. Binar-binar lampu berpendar di matanya. Begitu indah. Begitu cantik. Begitu jujur.
Begitu baik.

Galaksi bahkan kehabisan kata-kata untuk memuji Kejora di keadaan seperti ini.

Setelah turun. Tanpa banyak kata. Laki-laki itu menyingkirkan Kejora jauh dari sana. Mengajaknya
menepi lalu sekali lagi mendekapnya erat. Tidak mau kehilangan. Galaksi sangat ingin menjadi persai
perempuan ini ketika perempuan ini sedih atau rapuh.

“Kalau gue berulah lagi. Tolong ingetin gue, Ra. Jangan pergi ninggalin gue apalagi sampe enggak
peduli sama gue,” ujar Galaksi menatap Kejora. Binar-binar lampu itu masih ada di mata Kejora.
Galaksi bahkan sangat ingin menyelam di dalamnya.

“Bisa janji itu sama gue?”

“BISAAA BOS!” balas Kejora. Sekali lagi. Galaksi merasa sangat beruntung.

Tapi ketika waktunya tiba. Sanggupkah Galaksi merusak binar-binar kebahagiaan dari mata Kejora
lagi?

“WOI BOS! Pacaran ya lo?!” sembur Guntur pada Galaksi ketika cowok itu tiba di Warjok malam ini.

“Ada apa?” tanya Galaksi santai.

“Dari tadi lo gue telponin! Tadi ada yang ngerusuh ke sini! Terus gue tanya dia anak mana. Dia bilang
anak Avegar. Terus rame Lak. Demi Tuhan tadi kita dikepung! Kejadiannya tadi sore,” ujar Guntur,
ngadu pada Galaksi.
“Iya Lak untung gue tadi langsung ke sini. Jadi mereka langsung pergi karena gak berani. Gue kenal
tuh anak-anak. Dia juga punya kenalan sama Jargom. Makin rame tapi gue usir,” ujar Jordan.

Bams terkekeh, “Gue aja ketawa-ketawa sama Oji di warung Bu Gendut pas lo ngusir mereka Dan,
‘PULANG LO SEMUA WOI! GAK ADA KERJAAN NYARI RIBUT MULU! BELAJAR SANA BOCAH!’ ”ujar
Bams mengikuti apa yang dikatakan Jordan tadi.

“Habisnya gue emosi. Tawuran mulu. Belajar kaga. Goblok iya,” ujar Jordan sarkas.

Nyong terkekeh. “Santai Bwang. Jangan emosi terus. Ayo hidupin lagu Blackpink dulu,” ujarnya.

“Yang mana Nyong? Ayolah gue suntuk banget,” ujar Jordan. “Yang Boombayah dong Nyong.”

“Avegar?” ujar Galaksi. “Avegar balik lagi? Bukannya udah bubar?”

“Avegar enggak mungkin pernah bubar Lak. Sama kaya Ravispa,” ujar Jordan membuat teman-
temannya merinding.

“Lo kemana aja Lak tadi?” tanya Oji.

“Gue pergi sama Kejora. Gue gak sempet cek hape,” ujar Galaksi.

“Dasar. Bucin juga kan lo?” ledek Oji pada Galaksi.

“Mereka udah nyerang. Sama aja nyari perkara. Gue gak tau kenapa mereka cari perkara,” ujar
Jordan.

“Mereka bukannya mau Ravispa tanggung jawab karena Avegar bubar?” ujar Septian. Cowok itu
duduk santai sambil memangku gitar di posko.

“Tanggung jawab gimana? Orang kepala sekolah aja nyuruh kita juga bubar! Untung aja kepala
sekolah cuman diem. Gue tau dia udah tau kalau kita udah diem-diem bergerak lagi. Kalau dia tau
sekolah-sekolah lain udah gabung sama kita makin besar urusannya,” ujar Galaksi.

“Maaf Lak, bagi gue sih kalau kita gabungin orang lain malah enggak ada yang bisa buat kita bubar.
Gue ngomong gini karena emang fakta,” ujar Jordan. “Itu kenapa kita bikin Ravispa balik lagi walau di
belakang lo dulu.”

“Kalau diajak duel ya ladeninlah!” ujar Jordan. “Orang kita enggak salah apa-apa.”

“Kita berani karena kita jujur. Kalau takut itu artinya kita bohong,” ujar Galaksi.

“Ayo Dan! Jadi gak gue udah siapin di laptop gue remix-an Boombayah!” ujar Nyong.

“YAYAYA BOOMBAYAH YAH YAH YAH YAH!” ujar Jordan.

“Mabok Blackpink,” ujar Oji pada Jordan.

Galaksi mengambil ponselnya. Memang benar ada Guntur yang menelponnya dan ada tulisan Nyong
Ganteng di ponselnya menghubunginya selama 5 kali sementara Guntur Gutama 20 kali. Tapi ada
notifikasi pesan yang membuat Galaksi melihatnya.

+6285987762xxx:

Gue Kris. Besok Jargom, Avegar sama Ravispa. Di Lapangan Banteng kalau berani.
19. RAVISPA, AVEGAR, & JARGOM

“Jangan suka cari gara-gara kalau enggak mau rata sama kami.” — Galaksi Aldebaran

Deret panjang motor itu masuk ke area sekolah. Para murid lelaki dengan jaket hitam bertuliskan
Ravispa itu memarkirkan motor mereka di parkiran. Ada Galaksi dan teman-temannya yang sudah
kumpul di sana sementara dari belakang Galang dengan teman-temannya baru saja datang. Cowok
itu—Galang naik motor Harley ke sekolah yang membuat seluruh Ravispa angkatan 8 menoleh
padanya.

“Anjay juga bawaannya Galang. Harley Davidson Street Bob. Udah cocok ngambil alih Ravispa nih,”
ujar Jordan.

“Iyalah pilihan gue,” ujar Galaksi berbangga diri. “Gak pernah salah.”

“Kaya Harley punya lo bukan Sep?” ujar Jordan pada Septian.

“Punya gue yang body ramping. Harley Davidson Sportster Iron 883,” jawab Septian.

“Buat gue aja sini Sep motor lo yang itu. Gak pernah lo pake kan?” ujar Bams.

“Yeee enak aja lu Bambang!” ujar Guntur membuat Bams tertawa, bercanda.

“Eh Bang. Kok pada liatin gue?” sapa Galang ramah ketika cowok itu hendak turun Setelah
memarkirkan motornya. “Nanti bener ke Warjok Bang?” ujar Galang pada Galaksi.

“Iya Lang. Jangan telat. Bilangin temen-temen lo juga. Pulang sekolah langsung ke Warjok,” ucap
Galaksi.

Galang mengangguk. Bukannya tidak mau berbicara lebih lama dengan ketua Ravispa. Tapi cowok itu
segan terhadap Galaksi. Galaksi itu punya banyak orang yang bahkan tanpa disuruh pun pasti akan
melindunginya. Angkatan 8 kan terkenal punya banyak kenalan alias channel. Ada Jordan di sana—
sahabat Galaksi yang Ayahnya punya banyak orang berjas hitam. Galang yakin Jordan itu pasti selalu
diintai secara diam-diam meski orangtuanya sudah cerai. Lalu Septian—sahabat Galaksi yang
terkenal pintar dan tajir. Bams yang jago bela diri. Guntur, Oji dan Nyong yang terus memperhatikan
gerak-gerik mereka sebagai Angkatan 9. Diperhatikan seperti itu membuat Galang tersenyum
maklum.

“Galang, Jeremy, Zidan, Bedul, sama Ronald. Eh Galang! Disukain sama Mona temen gue tuh!” ujar
Nyong sengaja.

“Masa Mona suka sama Galang?” Guntur langsung menoleh cepat pada cowok itu. Cemburu.

“Dia pernah cerita. Cuman suka-sukaan doang. Gak serius. Kayanya tuh cewek punya kecenderungan
suka sama ketua. Semua disukain. Galak disukain. Galang disukain. Cuman lo doang Tur yang gak
disukain Mona,” ucap Nyong.
“Anjing juga lo Nyong,” ucap Guntur.

“EH JEREMY! Wuih gimana hasil gym lo? Gue sering liat dia nih di tempat gym,” ujar Jordan pada
teman-temannya.

“Gitu-gitu ajalah, Bang,” ujar Jeremy tertawa mendengar sapaan Jordan.

“Nih sama Ronald juga. Pacaran ya lo berdua?” ujar Jordan membuat Ronald terkekeh.

“Ngapain juga pacaran sama Jeremy? Gue kalau homo juga pilih-pilih kali,” kata Ronald, bercanda.

Oji tertawa, “Lurus kan lo Nal?” tanya Oji.

“Luruslah! Bercandaan doang nih Bang biar gak kaku,” ucap Ronald.

“Sering-seringlah nongkrong di Warjok. Kemarin gue gak liat-liat lo semua,” ucap Guntur. “Tujuan
adanya Ravispa kan biar kita bisa kenal. Jangan sungkan-sungkan,” ucap Guntur lagi.

“Iya Bang kemarin kan kita dateng malem tapi lo sama Bang Oji udah pulang,” ucap Bedul. “Nih
kemarin gue main gitar bareng sama Bang Septian.”

“Pusing gue jadi langsung pulang,” ucap Guntur. “Nanti kita goyang tuh Warjok. Tenang ada DJ
Nyong always siap sedia,” katanya lagi dengan mantap.

“DJ lo Bang?” tanya Bedul, terpukau.

“Yoiiii,” ucap Nyong.

“Gue duluan ya. Mau cari cewek gue dulu,” ucap Galaksi.

“Cewek lo yang mana? Kejora atau Sarah?” tanya Jordan, menggodanya.

“Kejora lah,” jawab Galaksi. Menutup pembicaraan tersebut.

Kejora tidak pernah menduga bahwa sepagi ini ia akan melihat Sarah berjalan di dekatnya.
Perempuan itu lalu berdiri di samping loker Kejora ketika Kejora sedang mengambil buku dan alat
tulisnya membuat

Kejora jadi pura-pura tidak mau melihatnya dan berusaha untuk cepat-cepat pergi darinya.

“Mau kemana?” tanya Sarah. Perempuan itu memegang pintu loker Kejora. Menahannya. “Takut
sama gue?”

“Kemarin aja berani nantangin gue di depan Galaksi. Sekarang lagi sendiri ya gak ada temen-
temennya Galaksi? Takut lo?” tanya Sarah pada Kejora.

“Jangan cari ribut Sarah. Ini sekolah,” Kejora memperingatinya.

“Lo denger kan apa yang Galaksi bilang waktu ini? Dia bilang dia enggak bahagia sama lo,” ucap
Sarah mengutip kata-kata yang pernah Galaksi bilang padanya.

“Lo juga gak bahagia sama dia kan. Kenapa gak putus aja?” tanya Sarah.
“Oh masa Galaksi bilang kaya gitu?” tanya Kejora pura-pura tidak tahu. Meski ia tahu Sarah melihat
Kejora tidak sengaja mendengarnya. “Lo yakin Galaksi bener-bener ngomong kaya gitu sama lo Sar?
Lo mau gue sama Galaksi putus? Maaf aja itu gak bakal pernah kejadian,” ucap Kejora.

“Kemarin Galaksi bilang dia sayang sama gue. Dia pernah gak bilang gitu sama lo?” Kejora bertanya
membuat leher Sarah terkecat. Perempuan itu jadi diam seribu bahasa.

“Dia bilang suka bukan berarti dia sayang apalagi cinta,” ucap Kejora menyudutkan Sarah.

Sarah yang berusaha memojokkan Kejora malah diam kembali. Malah Sarah yang kena sasar.
Bukannya Kejora.

“Lo gak bakal menang dari gue Kejora. Udahin aja. Gue udah nungguin lo putus sama Galaksi dari
lama,” ucap Sarah, memaksa.

“Lo ini enggak ada urat malunya sama sekali ya?” ucap Kejora. “Masih banyak cowok lain, Sar. Sadar
Sar. Sadar. Cowok di dunia ini bukan cuman pacar gue Galaksi. Masih ada ribuan cowok di sekolah ini
yang bisa lo pacarin,” ucap Kejora.

“Gue gak mau. Gue maunya Galaksi. Cowok lo itu udah ngasih harapan banyak sama gue!” ucap
Sarah.

“Galaksi yang ngasih harapan apa lo yang terlalu berharap banyak sama dia?” kata Kejora. Mencoba
bersikap sangat tenang menghadapinya. Karena Kejora tahu. Sarah sedang mengicar emosinya.
Kalau Kejora tersulut. Itu artinya Kejora kalah.

“Gue tau lo bukan orang jahat Sar. Harus lo yang udahin semua ini. Lo gak liat Galaksi itu cuman
main-main sama lo? Dia gak bakal pernah bisa serius sama lo, Sar. Gue akui lo berani Sar buat secara
terang-terangan ngerebut Galaksi di depan gue. Tapi kali ini gue akan mencoba frontal sama lo biar
lo sadar diri. Lo itu perempuan perebut, penghasut, murahan. Benalu enggak akan pernah sejajar
sama bunga.”

“APA LO BILANG?!” tanya Sarah.

“Benalu enggak akan pernah sejajar sama bunga,” ucap Kejora di depan wajah Sarah.

Sarah murka. Perempuan itu ngamuk. Membanting pintu loker Kejora membuat Kejora menjauh
darinya. Menatap perempuan itu tanpa kedip. Sedetik kemudian Sarah menarik kemeja sekolah
Kejora dengan kasar. Menyudutkan perempuan itu hingga membuat punggung Kejora
membenturnya loker.

“Lo gila Sar,” desis Kejora.

“Takut lo sama gue?” tanya Sarah pada Kejora.

“Lo nyakitin gue di sini. Lo bakal tau akibatnya, Sar,” ancam Kejora.

“Siapa yang bakal nolongin lo? Temen-temennya Galaksi? Berasa banget lo bakal dibela sama
mereka terus? Terlalu PD lo jadi cewek! Enggak bakal ada siapa-siapa di sini yang berani sama gue,”
ucap Sarah.

“Gue yang berani! Lo mau apa Sar?” suara Kris membuat Sarah menoleh lalu mengeram kesal.
“UDAH DEH KRIS! Lo juga suka sama Kejora kan? Diem! Jangan ikut-ikutan! Ini urusan gue sama
Kejora aja!” hentak Sarah. Perempuan itu kembali menatap Kejora nyalang.

“Lo ya Kejora. Gue sedih liat lo. Minta belas kasian temen-temennya Galaksi terus. Kalau mereka tau
lo gak sebaik yang mereka pikir. Mereka bakal bela lo lagi emangnya?” ujar Sarah.

“Gue selalu jadi diri gue sendiri. Gue tau lo itu orang baik yang berubah jadi jahat. Tapi intinya gue
bukan lo Sarah,” ucap Kejora mengecam perempuan itu.

“Tau apa lo tentang gue Kejora? Gue gak suka sama lo!” ucap Sarah di depan Kejora.

“Kalau gitu gue juga enggak peduli kalau lo enggak suka sama gue,” ucap Kejora masih berhasil
membalasnya biasa saja.

“APA LO BILANG?!”

“Bodo amat,” balas Kejora membuat Sarah makin terpancing. Perempuan itu memukul loker lalu
menarik Kejora dengan kasar. Hingga perempuan itu hampir jatuh namun di saat bersamaan Kejora
mendorong Sarah membuat perempuan itu jatuh ke lantai.

“LO KENAPA DORONG DIA RA?!” ucap Galaksi ketika tiba di antara Kejora dan Sarah.

“Dia duluan,” ucap Kejora, membela diri.

“Tapi bukan berarti lo ngedorong dia kan Ra? Bisa baik-baik!” ucap Galaksi membuat Kejora
menatap cowok itu terkejut. Ekspresi marah dan khawatir cowok itu membuat Kejora terus
mengamatinya.

“Kamu belain dia?” ujar Kejora pada Galaksi.

“Lo maunya gue belain siapa? Yang salah kan lo!” ucap Galaksi.

“Eh Galaksi! Lo kalau marah pikir-pikir dulu! Orang Sarah duluan kok yang mulai! Dia yang nyari
Kejora ke sini. Lo pikir ini lokernya siapa? Sarah? Ini kan lokernya Kejora. Lo mikirlah mana mungkin
Kejora yang mulai duluan!” ucap Fani berapi-api.

“Bener yang dikatain Fani?” tanya Galaksi pada Sarah. “Lo ngapain nyari-nyari Kejora ke sini? Gue
udah sering peringatin lo buat gak macem-macem sama dia. Gue udah turutin semua apa kata lo Sar.
Jadi jangan ganggu Kejora.” Suara Galaksi penuh ancaman.Sarah berdiri. Ada banyak murid di sini.
Termasuk Kris, Galaksi dan teman-teman Galaksi. Sarah tidak mau diamuk massa.

Kejora tidak mau lagi melihatnya. Perempuan itu memilih pergi. Membuat Fani mengejar
perempuan itu sementara Jihan, Febbi, dan Lala hanya bisa memperhatikan. Tidak berani menghibur
apalagi menghampiri Kejora.

“RAAAA!! TUNGGUUUUUUIN GUEEEEE!!” teriak Fani.

Warjok menjadi tempat berkumpul Galaksi dengan teman-temannya saat ini. Tidak ada tanda-tanda
Jargom dan Avegar akan datang. Galaksi sangat penasaran. Apa benar Avegar kembali? Lalu siapa
yang memimpin? Avegar—adalah geng besar SMA Kencana—tetangga sekolahnya. Dulu mereka
sering cari gara-gara. Sama seperti Jargom yang berasal dari SMA Jatinegara. Yang membuat Galaksi
terkejut adalah. Kenapa bisa Jargom dan Avegar bekerjasama?

“Gue tadi denger mereka bakal ke sini sore. Gue sempet lewat depan kelasnya Kris tadi sama
Guntur. Mereka bikin rencana mau serang warjok secara gila-gilanya. Bener-bener brutal otaknya,”
ucap Jordan.

“Gak punya otak,” jawab Septian. Cowok itu tetap duduk cool di tempatnya.

“Gue enggak ngerti kenapa mereka cari masalah mulu padahal kita niat baik kalau mau mereka mau
damai sama kita,” ucap Galaksi.

“Biasalah anak-anak nolep. Caper. Gak ada kerjaan tuh!” ucap Guntur, nyeleneh.

“Suruh ke PUBG aja langsung. Nanti kita granat orangnya satu-satu!” ucap Nyong.

“Oh bisa tuh Nyong! Kita kepung terus kita lempar granat ke mukanya!” ucap Jordan semangat
membuat teman-temannya terkekeh.

Suara sirine dari motor dimodif itu membuat keadaan Warjok yang tadi ramai oleh angkatan 8 dan 9
Ravispa pun semakin gaduh. Bukan hanya motor-motor. Ada mobil Jeep putih yang dibawa Kris
bersama teman-temannya. Mereka melingkari jalan yang ada di belakang sekolah. Seolah-olah
tempat ini adalah milik mereka. Sementara itu semua anak-anak Ravispa telah berdiri dari tempat
duduknya. Memperhatikan tingkah laku mereka semua. Ini bukan lagi cari gara-gara. Ini namanya
ngajak ribut sampe babak belur!

“STOP! STOP GUE BILANG!” Galaksi berseru. “Lo ngapain ngajak-ngajak Avegar nantangin kita? Gak
berani lo sama Ravispa?” tanya Galaksi.

“Anjay gue suka nih yang gini-gini,” bisik Guntur pada Septian.

“Gue juga suka Tur. Gue suka ngeliat Galak kalau udah kaya gini,” ucap Oji.

“Udah Bang jangan bikin ribut duluan,” ujar Galang pada Galaksi. “Nanti kita yang keliatan salah,”
bisiknya.

Tapi Galaksi tidak menghiraukannya. Galaksi kalau sudah marah memang susah dikontrol.

“Gue gak seneng cara lo Kris. Lo bisa ngomong baik-baik sama kita. Ngapain pake nyerang? Ntar
kalau kita semua diskors lo mau tanggung jawab?” tanya Galaksi.

“Lo takut diskors Lak? Yah cemen amat lu! Kaya gini ketua Ravispa?” ujar Kris.

Dalam hitungan detik. Galaksi mendekati Kris yang masih duduk di atas mobil Jeep putihnya. Cowok
itu ditarik paksa untuk turun dari tempat duduknya. Lalu tanpa aba-aba dengan secepat angin
Galaksi meninju wajah Kris. Membuat keadaan menjadi semakin ramai dan tegang karenanya.

“Jangan suka cari gara-gara kalau enggak mau rata sama kami!” ucap Galaksi. Membuat teman-
teman cowok itu langsung melindungi Galaksi agar tidak ada yang berani mendekat untuk
menyentuhnya.

“Lorenzo?” ucap Galaksi ketika melihat cowok itu datang dengan Avegar. Ada badge SMA Kencana di
seragam sekolahnya.
“Kenapa? Kaget lo Bang? Iya gue. Yang lo buang dari Ravispa kan?” ucap Lorenzo pada Galaksi.

“Galang mana Galang? Gue mau kasih ucapan selamat. Padahal murid baru tapi belagu bener udah
gantiin gue di Ravispa,” ucap Lorenzo.

“Gue Galang. Kenapa lo? Ada masalah sama gue?” tanya Galang maju pada Lorenzo. Keduanya
berhadap-hadapan.

“Gimana rasanya ngambil tempat gue? Seneng lo?” ujar Lorenzo pada Galang. ”Gue dijanjiin bakal
jadi ketua Ravispa angkatan 9. Dan gue malah berakhir dibuang. Dilupain.Gue enggak bakal lupa
kalau gue digituin,” ucap Lorenzo.

“Enggak ada yang buang lo! Gue udah sering ingetin lo buat gak pake setiap kali gue liat lo pake! Kita
semua udah sepakat untuk gak coba-coba pake barang Zo!” ucap Oji. “Tapi lo emang pantes
dibuang! Sekarang kita jadi tau sifat asli lo! Baguslah kalau bukan lo yang jadi ketua Ravispa!”

“HALAH BACOT!!” Lorenzo memukul Oji yang notabene adalah seniornya.

Galaksi lepas dari keterkejutannya. Berbagai pertanyaan pun muncul dalam kepalanya tapi cowok itu
tidak bisa menjawabnya. Sama dengan teman-temannya. Mereka bahkan tidak tahu bahwa Lorenzo
bisa sekolah di SMA Kencana. Hanya ada satu pertanyaan besar yang tercokol di kepala mereka;
Memangnya bisa?

Lalu suara ‘WOI WOI AYO WOI! AYO AYO!’ dan sirine serta klakson terdengar nyaring di
pendengaran Galaksi. Seluruh murid-murid rasanya berbaur menjadi satu. Mereka saling kejar
sampai lapangan Banteng. Galaksi harus menghentikan ini. Kalau tidak mau berakhir semakin ricuh.

“WOI BALIK WOI BALIKKK!”

“WOI BANNER RAVISPA UDAH RUSAK WOI! BALIK-BALIK!!”

“WOI AYO BALIK!! JANGAN CARI MATI!” lalu teman-teman Kris pergi dari lapangan Banteng.

“Cupu bener! Udah berani nyari ribut tapi malah kabur!” ucap Jordan ngosa-ngosan. Teman-
temannya, Kris lalu Lorenzo pun pergi dari sana. Membawa serta kendaraan mereka. Klakson-
klakson terdengar nyaring dengan suara knalpot yang besar di setiap sudut jalan. Galaksi melirik
banner Ravispa. Kain itu sudah rusak. Dirobek, diinjak bahkan dirobohkan paksa oleh mereka—anak-
anak Avegar dan Jargom.

“Pokoknya kita gak boleh kaya gini lagi kalau mereka cari ribut. Kita udah kelas dua belas. Harus
fokus belajar daripada ngurusin hal-hal kaya gini,” ucap Bams.

“Bang, Lorenzo ketua Ravispa?” tanya Galang pada Galaksi.

“Awalnya tapi enggak jadi karena dia di DO dari sekolah. Gue pikir tuh anak orang baik. Ternyata
bukan,” ucap Galaksi. Nada kecewa terdengar kental disuaranya.

“Kita pasti bisa buat Kris sama Lorenzo buat jadi temen kita. Kita bicara baik-baik sama mereka,”
ucap Jeremy memberi usul.

“Lorenzo? Ketua Avegar sekarang? Serius?” tanya Guntur.


Mungkin terlambat bagi Galaksi untuk menyatakan maaf pada Kejora tapi laki-laki itu tetap mencari
keberadaan Kejora. Perempuan itu berkata sedang jalan sendirian di dekat sekolah.

“Mau dianterin gak Neng?” suara berat khasnya membuat Kejora menoleh pada Galaksi yang sudah
berada di sampingnya.

Di tengah kemacetan dan padatnya arus lalu lintas. Galaksi berhasil menemukan Kejora. Lebih
tepatnya cowok itu selalu jeli ketika menyakut tentang Kejora. Bahkan dari jarak jauh pun Galaksi
bisa tahu itu Kejora.

“Enggak pulang sama Sarah?” tanya Kejora.

“Enggak ngapain juga?” ucap Galaksi.

“Yakin nih mau nganterin pulang? Ntar malu lagi kalau nganterin aku pulang,” ucap Kejora.

“Udah enggak usah aja nanti kamu diomongin sama orang-orang kalau nganterin aku pulang. Takut
juga nanti kamu malah dijauhin sama temen-temen kamu,” ucap Kejora.

“Siapa bilang?”

“Aku kan yang bilang tadi? Nanti ada yang ngomongin tentang kamu yang jelek-jelek. Aku gak mau
kamu ikut-ikutan kena Gal,” ucap Kejora. “Banyak anak SMA Ganesha di sini bisa liat dari tempat
tongkrongan mereka. Kamu mending balik ke Warjok aja Gal daripada sama aku.”

“Kayanya lo ngerasa gue bakal takut banget diomongin orang ya Ra? Gue gak peduli apa kata orang
Ra,” ucap Galaksi.

“Tapi aku peduli Gal. Aku bakal ngerasa sedih kalau kamu juga digituin kaya aku. Cukup aku aja yang
kena omongan-omongan jelek,” ucap Kejora.

“Ra,” panggil Galaksi. “Di luar sana orang-orang akan terus mengomentari hidup kita. Kita gak perlu
takut mendengarkan atau mengabaikan apa kata orang. Kita hidup bukan untuk mereka,” ucap
Galaksi.

“Kamu pernah gak sih mikir kalau kita itu gak cocok Gal? Kalau aku itu cuman berat-beratin hidup
kamu?” ucap Kejora.

“Enggak pernah,”

“Beberapa kali aku sering nyakitin kamu secara sengaja atau pun enggak. Kamu yakin masih mau
sama orang yang gak punya temen kaya aku? Yang dijauhin orang-orang kaya aku?” tanya Kejora.

“Yakin. Kalau gak buat apa gue di sini?” tanya Galaksi.

“Tadi aku liat kamu marah banget pas tau aku ngedorong Sarah. Aku padahal enggak sengaja. Aku
refleks. Aku enggak tau kenapa dia ngelakuin itu sama aku. Aku liat kamu khawatir banget sama dia.
Kamu bener-bener ngebela dia di depan aku padahal ada aku sama temen-temen kamu di situ Gal,”
ucap Kejora menatap cowok dengan helm hitam doff itu.

“Gal... kamu cinta sama Sarah?” Galaksi terkejut.

Cowok itu diam. Tidak bisa menjawab apa-apa. Juga tidak bisa memilih Antara Kejora atau Sarah.
20. DI TEPI JALAN

“Kamu harus memilih. Antara aku dan dia.” — Kejora Ayodhya

Kenapa cewek kalau ke kamar mandi sekolah selalu minta dianter sama temennya?

Itu adalah pertanyaan paling legend milik kaum adam yang ada di sekolah. Bahkan cewek-cewek itu
bisa menghabiskan waktu berlama-lama di kamar mandi. Entah itu sekadar ngobrol atau ketemu
temen yang beda kelas dengan mereka.

“Gue heran kenapa sih cewek-cewek kalau ke toilet aja rame-rame? Mau pada ngapain emang? Mau
belajar di sana? Mau berenang? Mau salto? Kaga kan,” ucap Guntur.

“Mana gue tau gue kan cowok,” ucap Bams.

“Iya biar ada yang nemeninlah! Terus ngaca bareng kalau ada kaca,” ucap Jordan. “Atau gak selfie.
Bisa jadi tuh,” ucap Jordan lagi.

“Kok lo tau Dan?” Oji menatap cowok itu penuh curiga. “Cewek lo?”

“Makanya pacaran! Jomlo terus. Dasar jones! Emang selama ini kalau pelajaran berenang di kolam lo
ngapain aja habis ganti baju? Ngaca kan?” ucap Jordan.

“Iya juga sih. Jomlo kok ngomong jomlo. Lo juga jomlo kan Dan?” ucap Guntur.

“Eh sorry banget Bro gue ini jomlo banyak ceweknya,” ucap Jordan.

“OH BINTANG... OH BULAN... OH MATAHARI... TERIMALAH CINTAKU YANG TULUS DAN SUCI INI
HANYA UNTUKMU,” ujar Nyong mulai berpuisi dramatis sambil mengangkat kedua tangannya. “OH
GHEA... SATUKANLAH DIRI INI DENGANMU.”

“Auto digaplok Galang lu nanti baru tau rasa,” ucap Bams pada Nyong.

Tapi Nyong tidak berhenti. Malah semakin melanjutkan.

“OH GHEA... SENYUMMU BAGAI MATA AIR DI TENGAH GURUN PASIR, SIR, SIR...,” ujar Nyong
semakin bergema di lorong sekolah.

“Misi Bang mau lewat,” ujar Ghea. Perempuan itu melirik canggung pada anak-anak Ravispa.

“Jadi itu Lang? Gebetan lo?” ujar Galaksi pada Galang namun Galang tidak menyahut. Hanya
menatap Ghea dari tempatnya.

“OH GHEA... AKU CINTA MATI PADAMU... AKU RELA MATI UNTUKMUH, MUH, MUH,” suara Nyong
bergema di lorong sekolah. Perempuan itu dengan cepat-cepat pergi. Tidak mau berurusan dengan
teman-teman Galaksi apalagi Nyong.

Lalu ketika Kejora hendak menghampiri Galaksi. Nyong dengan sengaja menarik perempuan itu agar
menghampirinya dulu.
“OH KEJORA... KEJORA ALANGKAH INDAHMU... HARI INI NONA SANGAT CANTIK SEPERTI BIDADARI,
RI, RI...,” ucap Nyong menggema dengan wajah dimaju-majukan ke wajah Kejora membuat
perempuan itu mengernyit aneh namun ada senyum tertahan di bibirnya.

“Nyong jangan godain itu udah sold out,” ucap Bams.

“Au lo Nyong. Ntar pulang-pulang lo enggak berkepala baru tau rasa Nyong,” ucap Guntur sadis
membuat Nyong langsung melompat pada Guntur. Memegang sebelah lengan cowok itu dengan
takut.

“Eh iya juga ya? Ampun Bos! Ampun!” ucap Nyong.

“Ayo Tur mending kita cari mangsa baru. Gue ngeri lama-lama di sini,” ucap Nyong sambil melirik
Galaksi yang sejak tadi sedang memperhatikannya dengan sangat tajam. “Aduh Tur! Kok tiba-tiba
badan gue panas dingin ya? Kaya ada setan ngintai gue,” ujar Nyong ngeles.

“Waduh Tur! Kayanya nih setan kuat banget Tur! Gue bisa mencium aroma-aroma tak sedap di sini.
Genderuwo ini mah Tur!” ucap Nyong tapi cowok itu tidak pergi karena Galaksi semakin dekat
dengan tubuhnya.

“Lebay banget lo Nyong. Nyantai aja,” ucap Septian pada cowok itu.

“Ampun Lak... kekasih gelapmu ini gak sengaja Lak,” ucap Nyong ketakutan ketika Galaksi sudah
berdiri di depannya.

“Ampun Kakanda. Adinda gak sengaja,” ucap Nyong membuat teman-temannya terkekeh.

“Kenapa lo Nyong? Orang gue mau nyamperin Kejora,” ucap Galaksi pada Nyong.

“GR sih lo Nyong,” balas Jordan yang berdiri di sebelah Galang. Hari ini di sekolah Galang bermaksud
menemui Galaksi. Meminta penjelas tentang kejadian kemarin. Karena Galaksi tidak bisa
menjelaskannya dari telpon. Cowok itu harus berbicara langsung dengan Galang.

“Oh Nona... Percayalah... Kakanda Galaksi sangat mencintaimu...,” ucap Nyong masih berpuisi di
depan Galaksi dan Kejora. “Aku relakan semuanya untukmu Ra....”

“Udah diemin aja Ra. Biasa bergaul sama Guntur tuh jadi gitu,” ucap Galaksi.

“IH WOI? KOK GUE MULU YANG KENA?!” ucap Guntur seolah cowok itu orang yang paling teraniaya.

Galaksi tidak mengatakan apa pun pada teman-temannya. Cowok itu menyingkirkan Kejora dari
mereka semua. Sementara para temannya cukup mengerti dan tidak bertanya akan kemana mereka.
Itu adalah privasi yang harus dihargai oleh mereka.

“Besok Bazar konser sekolah kayanya bakal sampe malem. Yakin bakal ikut sama gue?” tanya Galaksi
pada Kejora.

“Yakin Gal. Nanti kalau aku ngantuk kan bisa pulang sendiri,” ucap Kejora.

“Jangan pulang sendiri,” Galaksi berkata dengan tidak nyaman. Membayangkan Kejora pulang
sendirian tengah malam membuat cowok itu tidak tenang. “Nanti pulang sama gue. Gue pasti
anter.”

“Jangan janji. Nanti enggak tepat janji,” ucap Kejora pada Galaksi.

Galaksi mengembuskan napas pelan. “Kalau dateng sama Fani lo gak bisa?”
“Kenapa?” Kejora bertanya kaget. “Kamu dateng sama Sarah? Atau jemput dia?”

“Enggak Ra tapi gue harus ngumpul di Warjok dulu sama temen-temen gue. Oke kalau gitu gue bakal
jemput lo besok sore. Jangan sampe terlambat siap-siap.” Kata-kata dari Galaksi itu membuat Kejora
tersenyum.

Galaksi balas membalas senyumnya dengan tangan menggenggam sebelah tangan Kejora. Dulu
senyum itu sangat berarti bagi Galaksi. Dulu senyum iti sangat usah Galaksi dapatkan dari Kejora.
Bisakah Galaksi tega menghancurkan senyum itu dengan air mata nanti?

“Kamu janjian dateng sama Kejora? Kok gak bilang?” tanya Sarah kesal pada Galaksi. Keduanya
sedang berada di lantai atas ketika Sarah melihat Galaksi hendak turun tangga menuju ke kelasnya.

“Kenapa gue harus bilang sama lo? Emangnya lo siapa?” ujar Galaksi pada Sarah.

“Wajar gue dateng sama dia. Dia kan pacar gue Sar,” Galaksi berujar santai.

“Aku gak salah denger Gal?” tanya Sarah. “Kalau kamu sama dia. Kamu yang bakal diejek-ejek sama
orang. Kamu bakal dibilang mau aja sama dia. Padahal dia itu namanya udah buruk bahkan jelek
banget di sekolah. Kamu yakin Gal?”

“Sar, dia enggak pernah minta buat jadi kaya gitu,” ucap Galaksi.

“Tapi Gal kamu kan harusnya dateng sama aku! Aku udah nyiapin bahkan beliin kamu tiket ke anak-
anak OSIS! Masa kamu gak mau dateng sama aku? Kamu bilang kamu suka sama aku kan? Kamu
beneran gak bakal dateng sama aku besok malem?” tanya Sarah beruntun.

“Gue harus sama Kejora, Sar. Bakal aneh kalau gue dateng sama lo,” ucap Galaksi.

“Kalau gitu kamu bilang ajalah sama dia. Bilang kalau kamu bakal dateng sama aku!” ucap Sarah
memaksa.

“Gue enggak mau,” Galaksi bersikeras.

“Kenapa?! Apa sih yang dia punya sampe kamu mau sama dia Gal?!” tanya Sarah.

“Ada aku Gal di sini butuh kamu! Aku usahain banyak hal buat kamu!” ucap Sarah.

“Sar dia mungkin pernah bikin gue enggak bahagia. Tapi dia selalu buat gue jadi orang yang lebih
baik,” ucap Galaksi. “Gue bisa jadi kaya sekarang karena dia.«

“Gal aku gak main-main. Kamu harus bilang sama dia kalau kamu bakal dateng sama aku. Kalau
enggak aku bakal bilang sama Kakek kamu kalau kamu masih sama Kejora!” ucap Sarah mengancam
Galaksi membuat cowok itu mengepalkan kedua tangannya di jarit saku celana. Perempuan ini
mulutnya sangat bahaya.

“Bilang aja. Lo pikir gue takut? Gue udah muak sama lo Sar!” ucap Galaksi.
Entah sedang baik atau bagaimana tapi hari ini Kejora merasa bahwa Galaksi telah kembali. Cowok
itu sedang menghampiri Kejora yang dengan sengaja menunggu jauh di dekat SMA Kencana.
Perempuan itu tidak mau kalau sampai anak-anak SMA Ganesha melihat Kejora dengan Galaksi. Itu
akan berdampak buruk untuk Galaksi nantinya. Tapi hari ini di tepi jalan. Kejora seolah melihat
Galaksi sedang menatapnya hangat.

“Nunggu lama ya?” tanya Galaksi pada Kejora yang tersenyum.

Perempuan itu menggeleng lucu. Hingga kuncir satunya bergoyang. “Enggak kok Gal,” ucap Kejora.

“Kalau isi kok nya pasti bener nunggu lama. Sorry Ra tadi ngurusin Sarah dulu. Nganter dia pulang
dulu baru bisa ke sini,” ucap Galaksi. Kejora yang semula sudah senang bukan main jadi merosotkan
kedua pundaknya diam-diam.

“Kok cemberut?” tanya Galaksi pada Kejora.

“Enggaklahhh! Cemberut gimanaaa? Senyum gini. Nih liat!” ucap Kejora pada Galaksi. Kejora
memang sedang tersenyum lebar padanya. Tapi Galaksi tidak bisa ditipu. Galaksi bukan sehari dua
hari dengan perempuan ini. Galaksi hafal betul gerak-gerik tubuh Kejora. Kapan perempuan itu
sedang senang, kapan perempuan itu sedih dan kapan perempuan itu harus diam menyimpan
semuanya sendirian.

“Iya senyum tapi mata lo enggak bisa bohong,” ucap Galaksi pada Kejora.

“Gue bukan tukang ramal apa lagi punya indera ke enam yang bisa nebak isi hati lo. Apa yang lo
rasain. Kalau lo lagi ngerasa aneh apalagi itu tentang gue. Lo harus bilang secepatnya sama gue, Ra,”
ucap Galaksi.

Kejora diam. Perempuan itu menatap Galaksi. Senyumnya pun memudar.

“Kamu nganterin Sarah? Dia penting banget ya buat kamu?” tanya Kejora.

“Penting. Tapi enggak sepenting lo,” ucap Galaksi pada Kejora.

“Gal... kalau misalnya aku milih berhenti sama kamu gimana?” tanya Kejora pada Galaksi.

“Aku juga cewek biasa Gal. Aku punya perasaan. Yang pasti aku enggak suka berbagi sama orang
lain. Aku enggak marah kalau kamu nganterin Sarah pulang dulu habis itu baru aku. Tapi, kamu
enggak bisa seterusnya kaya gini. Suatu saat kamu harus pilih salah satu di antara aku sama dia,” ujar
Kejora.

“Kenapa?« hanya itu yang keluar dari mulut Galaksi. Cowok itu marah. Kejora tahu betul topik ini
sangat sensitif bagi Galaksi.

“Karena kalau kamu enggak pilih antara aku sama dia. Kita berdua bakal terus bertengkar. Kita
berdua yang awalnya enggak pernah kenal jadi saling berantem. Kalau kamu enggak pilih dan tegas
sama isi hati kamu. Aku sama Sarah bakal sama-sama sakit hati. Aku tau dia cinta banget sama kamu
Gal. Tadi di kantin dia bawain kamu makan kan?” ucap Kejora.

“Gue enggak mau lo berhenti gitu aja Ra,” ucap Galaksi.


“Dia cantik Gal. Dia punya banyak temen. Dia orang yang orang kaya. Aku tau banget dia itu pinter
dance. Sementara aku? Enggak ada yang bisa kamu banggain dari aku Gal. Aku enggak cantik. Aku
enggak punya banyak temen kaya dia. Aku enggak asik kaya dia,” ucap Kejora.

“Gue udah bilang Ra. Gue pilih lo. Jadi jangan berhenti sama gue,” ucap Galaksi.

Kejora tersenyum rikuh, “Dulu kamu bilang kalau kamu itu mimpi buruk aku. Kamu salah. Nyatanya
aku yang mimpi buruk kamu,” ucap Kejora.

“Jadi mau pulang?” ujar Galaksi mengabaikan perkataan Kejora. Cowok itu tidak mau berdebat kali
ini.

“Jadi... tapi jangan pulang dulu. Nanti sore aja.”

“Kenapa?” tanya Galaksi, curiga.

“Enggak pa-paaa kokkk!” ucap Kejora pada Galaksi namun Kejora melihat ada ketakutan di mata
Kejora saat ini.

“Abang lo berulah lagi?” tebak Galaksi.

“Enggakk kokk! Kamu ini suka gitu. Gimana pun dia tetep Abang aku,” ucap Kejora.

Meski tahu ada yang disembunyikan oleh Kejoea. Galaksi tetap diam. Menunggu agar Kejora yang
mengatakan padanya langsung.

“Ya udah ayo naik,”

Ketika perempuan itu naik ke motor Galaksi. Galaksi segera menghidupkan motornya kembali.
Membuat Kejora dengan ragu-ragu memeluk tubuh cowok itu dari belakang tapi entah kenapa
rasanya sakit sekali ketika menyadari bahwa setengah hati laki-laki itu bukan miliknya tapi milik
perempuan lain.

“Kamu harus pilih Gal antara aku sama dia. Kalau kamu pilih dia. Aku bakal berhenti buat kamu,”
ucap Kejora.

21. PIRAMIDA

“Yang terpenting adalah; jangan biarkan orang lain melukai perasaanmu. Kamu juga berhak
bahagia. Jangan pernah merasa tidak berguna. Kamu sangat berharga.”

“Lama-lama kalau lo godain si Ghea mulu. Bisa sawan anak orang Nyong,” ucap Jordan pada Nyong.

“Bukan sawan anjir. Tapi kejengkang,” ucap Bams lalu tertawa.

“Liat muka Nyong aja udah kejengit dia,” ucap Oji, ikut-ikutan.

“Gak lucu, lucuan masih gue,” ucap Nyong. “Iyakan Bwang Asep? Aku lucu kan?” tanya Nyong pada
Septian membuat cowok itu menatapnya dengan raut muka datar.
“Mauan banget dikata lucu,” kata Oji pada Nyong. “Belajar yang bener dululah.”

“Lo juga sama belajar yang bener dululah! Lo ulangan dapet berapa tadi? 3 kan?” ucap Guntur.
“Malu-maluin negara aja. Makanya belajar!”

“Ilah sombong banget lo baru dapet di atas KKM. Kaya gak pernah aja,” ujar Oji.

“Nyontek juga sama Asep tadi. Coba gue yang dapet duduk sama Asep. Pasti nilai gue gede,” ucap
Oji.

“Nyontek mulu. Ngandelin Asep terus. Belajarlah. Gue aja walau dapet dikit tapi yang penting gue
jujur. Gue bakal belajar dan ikut remidi sampe nilai gue bagus. Itu baru ulangan,” ucap Bams.
“Daripada nyontek? Kan sama aja pembodohan. Entar kalau ditanya sama guru. Disuruh maju buat
jelasin. Lo bisa gak mempertanggung jawabkan hasil lo itu? Gue tebak lo gak bakal bisa. Karena
cuman Asep yang bisa.”

“Bener kata Bams. Jangan ketergantungan sama nyontek terus,” ucap Septian mendukung Bams.

Galaksi sedang mengetuk mejanya. Cowok itu tengah berpikir harus apa malam ini. Haruskah cowok
itu bersama Sarah sementara Galaksi sudah janji lebih dulu dengan Kejora? Galaksi menghela napas.
Kejora mungkin benar. Sudah saatnya Galaksi tegas dengan pilihannya sebelum Kejora pergi
meninggalkannya.

Galaksi membuka ponselnya. Cowok itu lalu mencari deret kontak berawalan S lalu menghapus
nomor telpon Sarah dari ponselnya. Risiko apa pun akan Galaksi tanggung nanti. Ini hidupnya. Ini
pilihan Galaksi. Cowok itu sudah bersama Kejora sejak lama. Galaksi akan memilih Kejora. Cowok itu
lantas mengganti foto profil WA-nya menjadi fotonya dengan Kejora sewaktu di Dufan kemarin.
Mungkin itu akan memancing Sarah marah tapi Galaksi tidak peduli. Galaksi harus tetap dengan
pilihannya.

“BANG! SARAH RIBUT LAGI SAMA PACAR LO DI KELASNYA!” suara Galang memberitahu dari luar
kelas.

Galaksi rasanya kewalahan menghadapi Sarah. Perempuan itu selalu semaunya. Bahkan tidak pernah
sadar kalau Galaksi itu adalah pacar Kejora. Perempuan itu malah senang dan asyik mengganggu. Hal
itu sangat menjengkelkan. Hari ini sudah cukup. Galaksi akan mengatakan pada Sarah agar cewek itu
membuka matanya. Sudah cukup Galaksi tunduk padanya selama ini.

“Lepasin gak?” ujar Galaksi pada Sarah. Cowok itu sudah masuk ke dalam kelas Kejora.

“Bentar lagi guru-guru mau ke sini karena mereka udah tau di sini ada ribut. Lo mau ditanya-tanya
BK?” tanya Galaksi pada Sarah.

Cewek ini memang harus digalakin. Kalau cara halus tidak bisa. Berarti cara keras jalan lainnya.

“Gal kenapa sih? Orang kan dia duluan! Aku cuman mau ketemu sama Febbi!” ucap Sarah pada
Galaksi.
Galaksi mengerutkan keningnya. “Lo temenan sama Sarah, Feb? Temennya Kejora bukan lo?” tanya
Galaksi pada Febbi.

“Gue sama Sarah satu SMP dulu. Udah kenal dari lama,” ujar Febbi membela dirinya sendiri. “Lagian
emang Kejora duluan. Tadi Kejora nanya ke Sarah ngapain ke kelas sini. Terus Sarah marah karena
dia pikir Kejora enggak suka.”

“Bukannya gue enggak suka. Gue cuman nanya. Karena dia sengaja lewatin bangku gue sambil
nendang,” ucap Kejora. “Kalau dipikir-pikir ngapain juga gue marah? Gak ada untungnya sama sekali.
Gue bukan anak kecil,” kata Kejora.

“Sekarang gue jadi percaya ungkapan enggak tau balas budi. Kejora sering baik sama lo tapi yang lo
lakuin malah jauhin dia. Gak nganggep dia temen setelah dia jatuh. Di saat dia butuh lo. Lo gak ada.
Temennya lo Feb? Atau lo temenan sama dia biar bisa deket sama temen-temen gue?” tanya Galaksi
membuat Febbi diam, terkejut.

“Gue tau Feb. Lo sering manfaatin Kejora kan nanya-nanyain kenapa Oji gak pernah balesin chat lo?
Gue tau. Mana mungkin gue gak tau tentang cewek gue?”

“Lo juga Sar. Ini ribut terakhir. Gue gak mau denger lo ribut lagi. Gue gak bakal mau belain lo lagi,”
ucap Galaksi pada Sarah. “Dan jangan ganggu hubungan gue sama Kejora.” Galaksi meultimatum.

“Ra lo gak pa-pa?” tanya Kris. Cowok itu mendadak datang dari pintu menuju Kejora namun Galaksi
menghalangi tubuh cowok itu agar tidak mendekat pada Kejora.

“She’s mine. And it’s not your business,” ucap Galaksi.

“Bro!” panggil Jordan pada Galaksi dan Kejora yang baru saja datang.

Hari berikutnya setelah kejadian itu. Semua orang berkumpul di lapangan sekolah. Bazar itu
diadakan di lapangan SMA Ganesha. Letaknya di dalam sekolah jadi semua orang tidak perlu
khawatir kalau terjadi sesuatu dengan motor atau mobil mereka. Malam semakin pekat. Musik
semakin tinggi. Galaksi bahkan tidak bisa melihat kehadiran teman-temannya sejak masuk. Kalau
bukan dipanggil Jordan. Galaksi tidak akan tahu di mana teman-temannya berkumpul.

Di sudut kiri depan. Ada tenda berwarna putih berbentuk kerucut di bagian atasnya. Guntur, Bams,
Oji, dan Nyong tampak duduk di kursi sana. Sementara Septian sedang memainkan ponselnya
dengan satu kaki naik ke atas pahanya. Guntur melambaikan tangannya pada Galaksi yang saat ini
sedang menggandeng tangan Kejora.

“Kalau akur gini kan adem Lak liatnya,” goda Guntur pada Galaksi dan Kejora ketika sampai
membuat Kejora tersenyum malu pada cowok itu.

“Kalau gak akur-akur juga yaudah putus aja terus Kejora buat gue. Gue siap tampung cewek sebaik
Kejora!” ucap Jordan.

“Enak aja,” sergah Galaksi. “Udah sana lo cari cewek. Banyak cewek malem ini. Dari sekolah lain tuh
banyak yang bule. Cari yang bule sana Dan. Mengubah keturunan,” kata Galaksi.
“Inget Dan! Pake parfum yang lo simpen di kantong lo,” ucap Oji mengingatkan.

“Parfum adalah jimat,” kata Guntur.

“Parfum pelet,” cetus Oji asal-asalan.

“Gak ah gue mau godain Lala. Kayanya dia gak ikut ya Ra?” tanya Jordan pada Kejora.

“Enggak kayanya soalnya gue udah gak begitu deket sama Lala semenjak gue kaya gini,” ucap Kejora.

“Lo gimana sih Dan! Kan satu kelas kecuali Fani musuhin Kejora,” ucap Guntur.

“Udah gak pa-pa Ra. Kalau mereka gak ngajak lo. Masih ada kita semua. Lo mau temenan sama gue?
Ayo Ra. Kalau lo mau temenan sama Oji. Nih Oji siap sedia sama lo Ra!” ucap Guntur menggebu.

Ketika Galaksi berbalik badan untuk melihat-lihat keadaan di sekitarnya. Cowok itu melihat
kehadiran Lorenzo di tengah-tengah kerumunan. Hal itu membuat keduanya saling betatapan.
Lorenzo bukan lagi adik kelasnya yang dulu selalu tertawa atau menuruti apa katanya. Cowok itu kini
seperti orang asing.

“Bedul mana? Dia jaga sama lo kan Dan untuk bazar ini?” tanya Galaksi pada Jordan.

“Iya perwakilan dari Ravispa buat jagain nih konser. Kenapa emangnya Lak?” tanya Jordan.

“Ada Lorenzo. Anak-anak SMA Kencana banyak yang dateng ke sini,” ucap Galaksi.

“Mana Lak? Lo tau dari mana?” tanya Guntur, kepo. Cowok itu langsung bangun dari tempat
duduknya sementara Jordan yang berdiri mengikuti Guntur dari samping. Mendekatkan tubuhnya.

“Itu di seberang. Di deket podium panggung,” ucap Galaksi pada Guntur. “Mereka pasti beli kupon
konser hari ini. Tapi mereka datengnya gerombolan. Hati-hati aja. Kalau bisa lo hubungin Bedul dulu
Dan biar ke sini jagain deket sini kalau ada ribut.”

“Positif thinking mungkin mereka ke sini emang mau nonton. Guest star sekolah kan bagus-bagus,”
ucap Septian masih tetap tenang. Hanya cowok itu yang tidak berdiri. Septian sudah lihat sejak tadi.
Bedanya dia tidak bilang. Dia hanya diam.

“Iya bener tuh kata Asep,” kata Oji. “Mungkin mereka ke sini emang mau nonton. Kita gak boleh
curigaan terus.”

“Jadi gimana Kejora?” tanya Bams pada Kejora karena perempuan itu hanya berdiri kaku. “Lo sama
Galak udah baikan?”

“Enggak tau nih enggak jelas. Gue gak dimaafin sama dia,” ucap Kejora sambil bercanda.

“Lah? Gak lo maafin Lak?” tanya Bams pada Galaksi. “Emang Ra. Dia tuh kalau marah suka lama. Tapi
nanti juga baikan. Galak tuh baper sama lo Ra. Dulu dia sering cerita ke gue kalau dia itu sering—”
Bams berhenti lalu cengengesan pada Galaksi yang menatapnya tajam.

“Sering apa?”

“Sering mikirin lo Lah Ra. Iya gak Mas Galaksi Aldebaran?” tanya Bams menggoda Galaksi.

“Awas lo Bams. Gue pecat lo jadi anak buah gue nanti,” ancam Galaksi, bercanda.

“Eh iya Lak! Ampun! Bertjanda gue,” ucap Bams.


Musik berhenti. Guest star akan mulai. Maka Galaksi dengan sesegera mungkin mengajak Kejora
menjauhi teman-temannya. Karena kalau nonton konser. Mereka itu suka rusuh. Apalagi Guntur.
Cowok itu pinter moshing. Setelah ini juga akan ada DJ. Itu mungkin akan didominasi oleh murid laki-
laki untuk menikmati lagu sambil loncat-loncat dan Galaksi tidak mau Kejora sampai terkena sedikit
pun oleh mereka.

“Kok jauh-jauh?”

“Bahaya. Guntur suka moshing,” jelas Galaksi.

“Biasa jomblo gak jelas,” kata Galaksi lagi.

“Moshing itu apa?”

“Rusuh kalau ada konser. Dia suka pogo-pogo. Badannya ditabrak-tabrak ke orang lain. Makanya kita
harus jauh biar gak kena sama gak ada yang ganggu.”

“Kamu pernah moshing?”

“Enggak pernah. Gue biasanya langsung duduk. Yang suka itu cuman Guntur. Emang jiwa metal,”
ucap Galaksi.

Lagu pertama dimulai ketika penyanyinya keluar. Berdiri di atas panggung. Kejora mendongak
memperhatikannya. Berdiri di samping Galaksi membuatnya merasa kecil. Apalagi ada banyak orang
di sini yang membuatnya seketika minder. Kejora tidak punya apa-apa. Apalagi sejak tadi ada banyak
orang yang memperhatikannya karena datang dengan Galaksi. Perasaan itu seketika merasuki
Kejora. Namun kini ada rangkulan hangat di bahunya. Kejora menoleh pada Galaksi. Cowok itu
sedang menatap ke atas panggung. Gelap. Konser ini terasa gelap karena lampu hanya tertuju pada
panggung.

Sebuah lagu terdengar halus tapi Kejora tidak bisa fokus. Kejora merasa Galaksi sedang bergerak.
Cowok itu melingkarkan kedua tangannya dari belakang leher Kejora. Membuat perempuan itu
seketika meremang karena wajah cowok itu berada di bahu dekat wajahnya.

“Lain kali jangan ngulangin kesalahan yang sama. Aku maafin kamu. Aku marah karena aku sayang
kamu,” ucap Galaksi pada Kejora.

“Ajak Sarah pulang. Orangtuanya nyariin dia. Dia bilang dia pergi sama kamu,” suara Kakeknya
terdengar di telpon. Galaksi terdiam mencerna semuanya lalu mengeram tapi cowok itu tetap pergi
menjauh dari Kejora agar perempuan itu tidak dengar pembicaraannya. Hubungannya kali ini sudah
mulai membaik. Galaksi tidak mau merusaknya.

“Sarah udah besar. Dia bisa pulang sendiri,” kata Galaksi.

“Galaksi sopan!”

“Iya Kek, Galaksi anter pulang,” kata Galaksi menyerah tidak mau bertengkar. Cowok itu dengan
sebal menutup sambungannya. Lalu Jordan muncul di sampingnya. Menepuk pundak cowok itu.

Jordan habis dari kamar mandi dan tidak sengaja mendengar apa yang dikatakan Galaksi dari telpon.
“Bilang aja sama Kejora. Dia pasti ngerti. Nanti gue yang anter pulang sama anak-anak,” ucap Jordan
pada Galaksi.

“Dia pasti kecewa kalau gue pulang sama Sarah,” ucap Galaksi.

“Buat sekarang turutin dulu maunya tuh cewek,” ucap Jordan.

“Tapi lo bisa dipercaya kan?”

“Bisalah Bos. Tenang aja. Kejora aman sama gue!” ucap Jordan.

“Awas lo macem-macemin cewek gue,” ucap Galaksi.

“Iya kaga. Pegang aja gue mana berani. Gue anter sampe rumah. Gak bakal sampe lecet,” ucap
Jordan pada Galaksi.

“Gue pegang omongan lo,” kata Galaksi.

“Aku pulang duluan gak pa-pa, Ra?” tanya Galaksi pada Kejora.

“Loh kenapa? Ada apa?” Kejora terlihat kaget.

“Sarah,” ucap Galaksi membuat Kejora langsung menutup mulutnya. Perempuan itu tidak berbicara
lagi. Kejora cukup mengerti. Mungkin memang Galaksi belum bisa lepas dari Sarah. Dimaafkan bukan
berarti bisa menghapus Sarah dari hidup Galaksi. Apalagi Sarah yang sering menemani Galaksi.
Pastilah ada banyak waktu yang dihabiskan berdua saja.

“Maaf jangan marah Ra,” kata Galaksi ketika perempuan itu tidak mau menatap kedua matanya.

“Jangan mikir macem-macem. Aku sama dia gak pernah ngapa-ngapain. Nanti kalau udah selesai
langsung pulang aja. Jordan yang nganterin kamu pulang,” ujar Galaksi.

“Kamu gak bakal ke sini lagi buat jemput?” tanya Kejora.

“Aku enggak tau tapi aku usahain buat ke sini setelah aku anter Sarah pulang dulu.”

“Jangan marah,”

“Enggak marah,” ucap Kejora pelan.

“Jangan sedih,”

“Enggak bisa,” jawab Kejora jujur pada Galaksi. Perempuan itu terkekeh kosong.

Meski mencoba baik-baik saja di depan Galaksi yang menatap perempuan itu serba salah. “Tapi aku
ngerti. Dia penting bagi kamu. Enggak pa-pa nanti aku sama Jordan aja pulangnya atau jalan kaki.
Aku udah biasa jalan kaki.”

“Aku bilang kamu pulang sama Jordan. Jangan jalan. Jangan buat aku makin ngerasa bersalah,” ucap
Galaksi pada Kejora.
Kejora lalu terdiam. Perempuan itu mengangguk, menurut. Membiarkan Galaksi pergi. Cowok itu
sempat menyapa Jordan lalu menunjuk Kejora yang diacungi jempol oleh Jordan. Kejora duduk di
kursi. Perempuan itu memperhatikan Galaksi yang sedang mencari Sarah di stand minuman depan.
Mudah saja mencari Sarah. Perempuan itu tampak nyentrik bahkan teriak-teriak selama konser tadi
berlangsung.

Galaksi itu tinggi. Cowok itu punya segalanya. Seperti piramida. Cowok itu benar-benar berada di
atas puncak. Kejora susah mendakinya.

“Nih tisu. Gue ambil dikasih dua tadi pas beli makan sama minuman,” Kris duduk di samping Kejora
ketika Kejora melihat Galaksi sudah pergi dari area lapangan sekolah.

“Galaksi baik ya nganterin cewek lain pulang?” ujar Kris setelah minum fanta.

“Menurut lo apa yang bakal lo lakuin kalau ngeliat cewek lo dianter pulang sama cowok lain?” tanya
Kejora pada Kris.

“Gue putusin,” jawab Kris tanpa berpikir.

“Sedih aja. Wajar kalau lo sedih. Apalagi Galaksi itu pacar pertama lo kan?” ujar Kris.

“Gue percaya sama dia. Dia gak bakal ngapa-ngapain di belakang gue. Tapi di sisi lain gue merasa
enggak percaya diri. Gue takut,” ujar Kejora.

“Wajar kalau lo takut,” ujar Kris. “Gue tau Ra. Sedari awal lo udah tau kalau lo gak bakal berakhir
sama Galaksi kan?” pertanyaan Kris membuat Kejora menoleh lalu berdiri untuk meninggalkan Kris.
Perempuan itu berjalan menjauhi Kris. Dan sialnya. Kris benar.

“Lo kenapa Ra? Eh tadi si Kris patih itu ngomong apa sama lo?” tanya Jordan.

“Mau pulang. Kalau lo enggak bisa anterin dan masih mau di sini gue mau pulang sendiri aja,” ujar
Kejora.

“EH JANGAN RA! Entar gue dibunuh sama Galak,” ucap Jordan. “Ya Allah jangan Ra. Gue masih mau
hidup panjang. Gue anterin bentar nih katanya Asep juga mau pulang tadi dia bilang. Sekalian aja
biar dia ngikutin dari belakang,” ucap Jordan.

“Lo percaya sama Galaksi? Dia gak bakal ngapa-ngapain kan?” tanya Kejora.

“Gue percaya Ra. Galak omongannya bisa lo pegang. Dia gak bakal ngapa-ngapain di luar sana sama
cewek lain. Dia cuman nganterin Sarah pulang. Cewek itu emang rewel Ra. Udah biarin aja. Jangan
dimasukin hati,” ucap Jordan.

“Eh, Eh Ra? Ra? Kenapa lo nangis??” tanya Jordan panik. “Ya Allah Ra. Matilah gue sama Galak, Ra
kalau dia tau lo nangis.”

“Gue mau cepet pulang Dan. Please,” ucap Kejora pada Jordan.

“OKE, OKE, OKE,” ucap Jordan makin panik. “Woi Sep! Ayo pulang seyeng!” teriak Jordan memanggil
Septian. Sementara Kejora mengambil ponselnya karena berbunyi.

+6289738990xxx: Gimana rasanya ditinggalin terus sama Galaksi? Emang lo yang pertama. Tapi gue
yang dapet perlakuan istimewa. Cowok lo itu lebih milih gue. Dia gak bakal bisa milih lo.
22. TITIK TERENDAH

“Barangkali orang-orang bersikap apa adanya. Barangkali juga bersikap bahwa dia baik-baik saja
walau ternyata tidak. Untuk kamu, selalu ingat berjuang.” — Kejora Ayodhya

“Gue denger kemarin Kejora nangis pas di konser. Lo apain cewek gue Dan?” tanya Galaksi dengan
nada berat pada Jordan ketika mereka duduk-duduk di kantin sekolah.

“Hah? Kejora nangis? Enggak Lak. Ya Allah enggak nangis Lak...,” ucap Jordan seketika panik padahal
cowok itu baru saja duduk di samping Galaksi.

“Gue denger dari Guntur,” papar Galaksi memasang raut muka datar.

“Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan Lak. Guntur ngarang tuh! Ya Allah enggak mungkin gue
bikin Kejora nangis Lak...,” ucap Jordan makin kelimpungan.

“Mana mungkin gue berani? Kemarin udah gue anterin Kejora sampe rumahnya yang baru Lak. Gak
sampe lecet apalagi nangis. Suwer dah Lak,” kata Jordan.

“Bener?”

“BENER LAK! TANYAIN NOH ASEP!” Nada suara Jordan meninggi. “Gue, Septian sama Kejora kemarin
pulang bareng. Ampun Lak. Jangan smackdown gue. Gue masih mau hidup panjang Lak...,” ucap
Jordan pada Galaksi.

“Gue awasin lo,” ucap Galaksi membuat membuat wajah Jordan makin pias.

“Mampus lo Dan,” ucap Bams.

“Lagian biasa aja. Lebay banget sih lo Dan?” ucap Bams baru saja duduk dengan es jeruk di
tangannya.

“Iya kan biar mendramatisir Bams,” balas Jordan.

“Tapi lo gak bakal smackdown gue kan Lak?” tanya Jordan.

“Tergantung. Kalau bener Kejora nangis. Baru gue lanjutin,” ucap Galaksi membuat Jordan semakin
pucat. Jordan menelan ludahnya dengan berat. Mampus gue, batin Jordan.

“Eh kok ke kantin gak ngajak-ngajak gue sama yang lain sih?” Guntur, Oji, Nyong, dan Septian datang
ke kantin. Mereka langsung menuju ke kursi meja—tempat di mana biasanya Ravispa duduk sambil
bercanda di kantin.

“Emang bener Kejora nangis Tur?” ungkit Bams membuat Jordan melotot garang pada cowok itu.
Sementara Bams membalas tatapannya dengan santai sambil satu kaki naik ke atas kursi dan
minuman di atas lututnya.

“Ohh yang kemarin? Iya bener bukannya itu pas sama lu Dan?” ujar Guntur polos membuat Jordan
semakin panas dingin di tempatnya. Ye dasar cepu, maki Jordan dalam hati.

Galaksi melirik Jordan tajam dari samping yang membuat cowok itu nyengir. Bulu kuduk Jordan
langsung berdiri karenanya. Bukannya berlebihan. Tapi memang dibandingkan keduanya. Galaksi
tetap lebih kuat. Mau dilawan dari segi mana pun oleh Jordan.
Tetap saja semua orang tahu pemenangnya adalah Galaksi. Makanya dari dulu sampai sekarang
Jordan selalu menjaga pertemanan mereka.

“Ampunnnnnn Lak! Gue gak tau kenapa dia tiba-tiba nangis. Matanya basah. Pas lo tinggal dia
langsung begitu,” ucap Jordan. Tidak mau membawa nama Kris. Takut hubungan keduanya rusak
kembali.

Galaksi menghela napas panjang.

“Gue mau buka-bukaan tentang masalah gue sama lo semua. Tapi jangan kasih tau Kejora,” ucap
Galaksi membuat keenamnya duduk di depan Galaksi—melingkari cowok itu tanpa meja. Menarik-
narik kursi agar mendekat.

“Kenapa?” hanya Oji yang berani bertanya.

“Kakek gue mau gue sama Kejora putus,” kata Galaksi.

Yang dilakukan Kejora ketika di kelas adalah sibuk belajar meski tidak ada satu pun yang peduli atau
menganggap kehadirannya. Meskipun ada Fani. Tetap saja Kejora tidak bisa bergantung terus pada
perempuan itu. Fani sangat baik padanya. Ketika semuanya pergi. Hanya Fani yang mengulurkan
tangan. Membantu Kejora keluar dari jurang kehancurannya. Alasan Fani mau berteman dengan
Kejora pun sederhana. Fani mau belajar dan semenjak masuk sudah ingin menjadi teman Kejora.

Dalam hidup, Tuhan memang sengaja memberi kita cobaan. Agar kita tahu mana yang tetap tinggal.
Dan mana yang memilih pergi.

“Lagi apa La?” tanya Kejora pada Lala. Kejora sengaja duduk di samping Lala ketika bunyi bel
istirahat.

“Lagi nulislah,” jawab Lala jutek. Perempuan itu sedang menatap papan tulis lalu kembali menulis.
Tidak menoleh pada Kejora sedikitpun.

“Lo ngapain sih? Ntar lagi Febbi dateng mau duduk di sini,” usir Lala dengan nada terang-terangan.

“Ada yang bisa gue bantu gak La?” Kejora tetap bertanya.

“Enggak ada. Gue bisa sendiri,” ucap Lala makin ketus pada Kejora. “Udah deh jangan gangguin gue
Ra! Lo gak liat apa gue lagi pusing?” Lala menoleh pada Kejora. Menghentikan tangannya yang sejak
tadi menulis.

“Sorry La,” Kejora berdiri lalu mundur menuju tempat duduknya.

Lala yang sudah tidak mood langsung menutup buku tulisnya. Perempuan itu memilih keluar kelas
membuat Kejora memperhatikannya lalu mengejar Lala—ikut keluar dari dalam kelas mereka. Lala
pasti hendak ke kantin sekarang. Namun Kejora harus dengar sendiri kenapa perempuan ini dan
teman-temannya juga ikut menjauhinya.

“La? Tunggu La!”

“La lo marah sama gue La?”


“La gue cuman nawarin—”

“Apa sih Ra? Gue gak mau dimusuhin di kelas gara-gara deket sama lo,” ucap Lala pada Kejora.

“Gak bakal ada yang musuhin lo. Anak-anak kelas udah pada besar-besar. Cuman karena kita
temenan gak mungkin bakal ada yang musuhin lo,” ucap Kejora pada Lala.

“Lo mau temenan sama gue? Sayangnya gue gak mau Ra. Sorry,” kata Lala.

“La kok jadi gini sih? Emangnya gue pernah ada salah apa sama lo?”

Lala yang berniat meninggalkan Kejora kembali terdiam. Menatap perempuan itu dengan wajah
kesal. Lala tidak mau dijauhi oleh yang lainnya hanya karena berteman dengan Kejora. Itu sebabnya
Lala, Jihan dan Febbi jauh-jauh meski kadang Jihan masih suka berinteraksi dengan Kejora tapi
ketiganya tidak mau sedekat dulu lagi.

“Gak ada yang mau temenan sama penjahat Ra,” kata Lala berhasil menusuk hati Kejora. Perempuan
dengan rambut sepunggung itu menekankan kata penjahat dalam perkataannya untuk Kejora.

“Gue lebih baik jauhin satu orang daripada gue dijauhin semua orang. Gue juga gak bisa apa-apa Ra.
Gue gak mau jadiin diri gue korban kalau temenan sama lo kaya dulu lagi,” ucap Lala.

“Jadi please jangan deket-deketin gue lagi,” pinta Lala.

“Gue bukan penjahat La...,” ucap Kejora dengan nada pelan pada Lala.

“Iya bukan. Tapi dimata orang-orang lo itu penjahat Ra. Sekarang gue tanya sama lo. Mana ada sih
yang mau temenan sama penjahat? Ada gak?” tanya Lala dan ketika itu juga Febbi dan Jihan baru
saja ingin balik dari kantin namun melihat Lala serta Kejora yang tengah bertengkar membuat
mereka urung lalu mendekat.

“Lo itu penjahat Ra. Anak penjahat,” tekan Lala pada Kejora.

“Tapi gue gak ngelakuin apa pun La. Gue gak pernah jahat sama orang,” ucap Kejora pada Lala yang
di depannya tanpa marah.

“Iya emang enggak. Tapi gue tetep gak mau temenan sama lo kaya dulu lagi. Gue aja malu sama diri
gue sendiri karena pernah temenan sama lo,” ujar Lala pada Kejora membuat Kejora terpaku.
Perempuan itu lalu melangkah mundur.

Sadar diri.

“Selama ini lo gak suka temenan sama gue?” tanya Kejora.

“Bukannya gak suka. Gue cuman mikir aja. Lo biasa aja tapi kenapa banyak cowok mau sama lo?
Mulai dari Galaksi, Abraham, Robert sampe Kris,” ucap Lala. “Sementara gue? Lo kan gak ada apa-
apanya dibanding sama gue.”

“La lo gak harusnya kaya gitu,” tegur Jihan pada Lala.

“Biar aja biar dia denger uneg-uneg gue,” ucap Lala pada Jihan dan Kejora.

“Gue cuman mau minta maaf La. Gak ada maksud lain-lain,” ucap Kejora.

“Iya-iya gue maafin,” balas Lala malas.


“Cuman Fani yang mau temenan sama lo kan? Iyalah dia gak tau lo Ra. Dia juga gak tau apa-apa. Dia
cuman tau lo dari cerita orang-orang. Gue yakin kalau dia sekolah dari dulu di sini. Dia gak bakal
terus bela-belain lo di depan yang lainnya. Dia pasti bukan temen lo sekarang,” ujar Lala.

“La udah La,” tegur Febbi.

“Iya La. Udah. Benci boleh tapi lo gak boleh menghakimi. Kita temen dia dulu,” ujar Jihan.

“Dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang. Ayo Feb!” ajak Lala pada Febbi. Perempuan yang biasanya
bersikap dewasa di depan Kejora itu menunjukan sifat aslinya. Febbi pun ikut dengan Lala sementara
hanya Jihan yang masih diam di sisi Kejora.

“Saat gue butuh temen. Lo bertiga malah enggak ada,” ujar Kejora. “Gue bukan penjahat Han,”
tambah Kejora lagi.

“Maafin gue Ra,”

“Lo gak pergi juga?” tanya Kejora pada Jihan.

“Maaf... gue rasa Lala bener mm... sedikit. Gue juga gak mau dijauhin yang lain karena temenan
sama lo. Maaf Ra. Gue pergi dulu,” ujar Jihan lalu perempuan itu merunduk dengan berjalan di
lorong kelas meski hatinya mengatakan untuk tetap tinggal di sebelah Kejora.

“Kalau lo butuh temen. Lo bisa cari gue Han,” ujar Kejora namun Jihan tidak menyahut apa pun.

“Ra kemarin lo gak nangis kan? Yakan Ra? Yakaaannn?” tanya Jordan pada Kejora.

“Halah! Mana mau Kejora ngaku. Lo pasti udah kongkalikong kan sama dia?” tebak Guntur yang
seratus persen benar.

“Lo kenapa sih Tur? Gak liat apa Pak Bos lagi mengasah pisau buat bunuh gue?” tanya Jordan pada
Guntur sambil menunjuk Galaksi dengan dagunya. Cowok itu sedang duduk di kantin didampingin
Kejora.

Guntur terkekeh. “Habislah riwayat lo sama Galak, Dan,” ejek Guntur.

Sementara Kejora hanya diam. Perempuan itu dimintai kejelasan oleh Galaksi tapi perempuan itu
hanya tersenyum pada Galaksi membuat Galaksi tidak bisa marah pada Jordan maupun padanya.
Kelemahan Galaksi memang terletak di Kejora. Makanya banyak cowok-cowok ingin pacaran dengan
Kejora.

“EHHH GHEA... SINI DONG KENALAN SAMA ABANG! Tak kenal maka tak tuntwang,” ucap Nyong.

“Enak aja,” balas Galang dari belakang. Cowok itu melempari gorengan ke rambut Nyong. Sampe
nyangkut.

“Jangan mau Ghe! Ntar lo diculik jin Ambon trus dinikahin di sana!” ucap Oji menimpali sambil
terkekeh.

“OH GHEA... KAU SEPERTI DARAH SUCI DI TUBUHKU,” ucap Nyong mulai berpuitis.
Bams tertawa ngakak. “Darah... suci,” desis Bams.

“Kalau dia darah suci. Udah dikerumunin nyamuk dong? Lo gimana sih Nyong!” protes Guntur.

“Ehiya juga ya? AH DARAH SUCI...,” kata Nyong lagi.

Galaksi dan Kejora tidak bisa berhenti tertawa. Sementara Septian masih mengaduk-ngaduk mie
ayamnya dengan raut biasa saja. Hanya dia yang tidak tertawa. Dia hanya memperhatikan karena
sudah sering melihat tingkah konyol Nyong, Jordan, Oji, Guntur dan Bams kalau dipadupadankan.

“Udah gak sedih lagi kan?” tanya Galaksi pada Kejora.

Kejora mengangguk. “Aku baik-baik aja Gal.”

“GAL!! ANAK-ANAK MAU KEJORA PINDAH SEKOLAH!” teriakan Fani itu membuat Galaksi yang
sedang tidur di kursi dengan setengah tangan terlipat menutupi wajahnya langsung mengambil
posisi duduk karenanya. Indera pendengaran Galaksi selalu tajam ketika mendengar nama Kejora di
sebut. Jantungnya pun mendadak berdegup melebihi batas normal.

“Gal gue minta tolong. Dia lagi sendirian di lapangan,” ucap Fani masuk ke dalam kelas Galaksi.

“Kok bisa?”

“Sarah mau dia pindah sekolah terus yang lain kehasut. Mereka jadi mau Kejora pindah sekolah,”
ucap Fani.

“Mana bisa goblok. Kita udah kelas dua belas. Itu artinya Kejora harus ngulang,” ucap Galaksi.

“Plis ke sana Gal. Jangan sampe Kejora kenapa-napa,” kata-kata Fani membuat Galaksi langsung
mengambil ponselnya yang ada di laci meja lalu bergegas pergi. Menuju ke lapangan sekolah. Dari
sini Galaksi bisa melihat teman-temannya sedang berlarian hendak menghampirinya.

“Lak! Gawat banget Lak! Kejora disuruh pindah sekolah sama yang lain!” ucap Guntur. Galaksi
mendengarkannya sebentar lalu pergi ke lapangan sekolah.

Kris yang berdiri di gedung atas—yang hanya menonton bisa melihat Galaksi berlarian dengan
kencang menuju ke tengah kerumunan. Tidak memedulikan kemeja sekolahnya yang sudah keluar
sana keluar sini. Sementara itu Kris juga memperhatikan teman-teman Galaksi yang mengikutinya.
Mereka berlomba agar sampai dengan cepat. Kris tertawa miris. Tidak pernah punya teman-teman
seperti yang dimiliki Galaksi.

Galaksi berhasil menghela kerumunan.

“Ra?” Galaksi memegang bahu Kejora agar perempuan itu mau menatapnya. Namun yang Galaksi
dapati hanya Kejora yang menatapnya kosong. Perempuan itu seperti tidak hidup namun Galaksi
bisa merasakan tangan perempuan itu gemetar.

“WOI INI SEKOLAH! JANGAN PAKE AJANG UNJUK RASA!” Galaksi berteriak.

Udah gak bener otak anak-anak sini, batin Galaksi.


“Ngapain lo belain dia? Biarin aja biar pindah Kejora dari sini. Ayo ke ruang guru!” ucap Baret, salah
satu teman sekelas Kejora.

“Kok lo pada main keroyokan kaya gini? Ngomong baik-baik bisa,” ucap Galaksi pada Baret.

“Ngapain juga ngomong baik-baik?” giliran Sarah bersuara. “Udah semenjak Ayahnya kena kasus
harusnya dia gak sekolah di sini. Harusnya juga Kejora tau malu! Kalau gue jadi Kejora gue pasti gak
bakal sekolah selama berbulan-bulan. Malu-maluin sekolah aja!” kata Sarah.

“Oh iya, kan gak punya malu sih makanya berani,” ucap Sarah membuat Kejora merunduk. Sarah
memang tidak kontak fisik atau menyakiti Kejora tapi kata-katanya sungguh membuat Kejora hancur
dari dalam.

“PINDAH SEKOLAH AJA RA!”

“ANAK PENJAHAT UDAH PASTI PENJAHAT JUGA!”

“AWAS GAL DUIT LO BISA-BISA DICURI JUGA SAMA DIA!”

“WOI DIEM! TURUNIN TANGAN LO!” Galaksi menegur dengan kasar pada sekelompok cowok-cowok
yang sejak tadi ribut sambil berseru-seru menunjuk Kejora agar pindah dari SMA Ganesha.

“Woi, Woi Lak udah jangan ribut. Jangan dilawan ntar lo yang salah kalau mukul,” ucap Jordan maju
sambil menahan tangan Galaksi agar tidak maju. Cowok itu tetap diam di depan Kejora. Tidak
membiarkan orang lain sedikit pun menyentuh perempuan itu tapi Galaksi tidak sadar. Bahwa ada
hati yang sudah dihancurkan oleh mulut-mulut tidak bertanggungjawab seperti mereka.

“Gal,” bisik Kejora lembut. “Udah gak pa-pa. Biarin aja.”

Tapi Galaksi tidak terima. Cowok itu sudah kepalang marah.

“Jangan dibiarin Ra. Makin seenaknya ntar,” ucap Oji pada Kejora.

“Emang kenyataan Ji. Lagipula apa yang salah? Mereka emang bener. Gue itu jahat,” ucap Kejora
membuat Galaksi langsung menoleh pada perempuan itu. Tatapannya semakin sengit. Semarah-
marahnya Kejora. Selelah-lelahnya Kejora. Perempuan itu tidak sampai berkata yang bukan dirinya.

“Anak penjahat bukan berarti penjahat juga,” ucap Galaksi pada Kejora.

Kejora lalu merunduk. Perempuan itu tampak rapuh. Tidak ada yang menjaganya.

“ADA APA INI ADA APA???!!!” Bu Dayu berkacak pinggang. Beliau terlihat baru ingin mencuci tangan.
Lengan kemeja panjangannya sedikit terlipat.

“SIAPA YANG RIBUT???!” teriakan melengking Bu Dayu memenuhi lapangan.

“Gak ada ribut kok, Bu. Cuman salah paham,” jelas Septian. Guru itu mendadak lunak sebentar.

“Iya Septian. Ibu tau,” ucap Bu Dayu mendadak halus lalu kembali memasang wajah galak. “KALIAN
SEMUA GAK DENGER APA SUDAH BEL??! MASUK KELAS SEKARANGGGGG!!”

Sarah memandang Kejora dengan kesal. Kedua tangannya mengepal.

“Besok-besok awas lo,” ucap Sarah kecil lalu pergi dari lapangan.

“Gila uler banget tuh cewek,” ucap Jordan setelah melihat Sarah pergi.
“Salah bergaul lo Gal,” imbuh Bams pada Galaksi ketika melihat Sarah.

“NYONG INGET RAMBUTNYA DICUKUR! GONDRONG BEGITU!! IBU CUKUR DI SINI MAU? BURUNG
JUGA BISA BERTELUR DI SANA!” ucap Bu Dayu galak.

“Aduh Bu seketika saya mules Bu. Duluan Bu. Mangga,” ucap Nyong lalu ngebirit pergi.

“Anak penjahat bukan penjahat Ra. Lo bukan orang jahat,” Galaksi menekanan pada Kejora namun
perempuan itu hanya membisu.

Sore ini di sekolah. Kejora masih berada di sini. Sudah berjam-jam perempuan itu duduk di rooftop
sekolah. Yang dilakukan Kejora adalah melamun. Memandang langit senja. Kejora masih
menggunakan pakaian sekolah. Tidak pulang. Dia juga sengaja pergi dari Galaksi. Cowok itu sudah
menelponnya selama beberapa kali tapi Kejora tidak peduli. Kejora tidak ingin diganggu hari ini. Ada
sekitar 74 panggilan tak terjawab dan 52 chat dari Galaksi yang tak dibalas Kejora. Cowok itu
khawatir. Kejora tahu hal itu. Pasti karena kejadian tadi.

Ibunya menikah lagi di Bandung. Abangnya kasar. Ayahnya masuk penjara karena korupsi dan
teman-temannya malah balik menyerangnya. Hidup Kejora hancur. Perempuan itu mendongak,
menghalau air matanya.

Galaksi Aldebaran: Ra lagi di mana?

Ra baik-baik aja kan?

Ra mau dijemput?

Ra jangan bikin gue takut

Ra tadi gue ke rumah tapi malah gak ada orang

Ra lo di mana?

Ra jangan bikin gue takut

Kejora tidak membalasnya. Ponselnya tergeletak begitu saja di dekat kursi usang sampingnya.

“RA!” Kejora sedang tidak bermimpi. Perempuan itu mendengar suara Galaksi di dekatnya. Namun
suara itu hilang. Ada derap langkah ke tangga membuat Kejora dengan cepat-cepat mendekat pada
pembatas gedung.

Sedikit lagi. Sedikit lagi Kejora akan jatuh ke bawah. Kedua mata Kejora terpejam. Jantungnya
berdegup kencang.

“KEJORA!” suara teriakan Galaksi membuat Kejora tersentak. Tidak pernah Galaksi merasa setakut
ini.

“Ra tolong Ra jangan kaya gini. Jangan tinggalin aku. Kita masih bisa hadepin ini sama-sama Ra.”

“Ra aku tau kamu sedih. Terpukul. Tapi jangan bunuh diri,” ucap Galaksi. Cowok itu bahkan gemetar
menyebut kata bunuh diri.
“Ra jangan mikir pendek Ra. Inget aku. Inget Fani. Inget Bang Batra. Diem di sana. Aku ke sana,” ucap
Galaksi namun langkah Galaksi terasa berat. Cowok itu lalu sedikit demi sedikit berhasil menggapai
Kejora. Langit semakin gelap. Membuat keadaan mereka hanya disinari oleh lampu temaram.

Ketika Galaksi berhasil menjangkau Kejora. Cowok itu memeluknya. Erat-erat. Galaksi lemas
begitupun dengan Kejora yang mulai tersentak kenyataan.

“Kenapa kamu nolongin aku?” tanya Kejora.

“Kamu pikir bunuh diri nyelesain masalah?!” sentak Galaksi dengan napas ngos-ngosan. Khawatir,
marah, dan takut menjadi satu.

Galaksi sangat trauma dengan kata bunuh diri karena dulu Ibunya meninggal bunuh diri.

Galaksi lalu merasa Kejora membalas pelukannya. Pelukan itu sangat dingin lalu menghangat ketika
Galaksi mencium puncak kepala Kejora. Perempuan itu menangis. Baru kali ini Galaksi mendengar
Kejora menangis sepilu ini. Baru kali ini Galaksi mendengar suara tangis Kejora yang dibarengi
sesenggukan. Kedua anak manusia itu tengah berdiri di rooftop. Seperti sketsa malam yang indah.
Mereka saling berpelukan. Menguatkan jiwa-jiwa yang sama-sama rapuh. Menguatkan jiwa-jiwa
yang tak utuh. Galaksi lalu mengusap pipi Kejora, sayang. Sedalam ini Kejora menyimpan
perasaannya sendirian.

Dari mana Galaksi tahu Kejora di sini? Septian pintar melacak GPS. Cowok itu yang memberitahu
bahwa Kejora ada di sini.

“Jangan pernah kaya gini lagi. Jangan pernah mikir buat pergi ya Ra?” tanya Galaksi pilu.

23. ORIGAMI

“If they don’t respect you. Respect yourself and leave that situasion.”

— Galaksi Aldebaran

Dengan tergesa-gesa Galaksi memacu motor KLX hijaunya di malam hari. Motor itu melaju sangat
kencang membelah keramaian ibu kota. Cowok itu sudah berganti pakaian dan berniat mengajak
Kejora pergi dengan maksud agar perempuan itu tidak merasa sendirian dan melakukan hal yang
tidak Galaksi inginkan. Memikirkannya saja membuat Galaksi takut. Takut kehilangan.

“Gal?” Galaksi mengangkat pandangannya. Terpana. Yang pertama kali dilihat Galaksi adalah
penampilan Kejora. Perempuan itu menggunakan kemeja putih biasa, celana jeans hitam dengan
rambut setengah digerai dan di bagian atasnya diikat sedikit dengan pita kain berwarna kuning
sebagai pemanisnya. Galaksi tidak tahu sudah berapa kali dia jatuh cinta pada Kejora.

Cantik banget cewek gue, batin Galaksi.

“Kok bengong aja?”


“Kenapa? Gak bagus ya diiket kaya gini?” Kejora menyentuh rambutnya namun Galaksi langsung
berdiri—menghentikan perempuan itu agar tidak melepas ikatannya.

“Bagus,” komentar Galaksi pendek. “Sering-sering kaya gini Ra.”

“Diiket kaya gini?”

“Iya,”

“Hm maksudnya,” Galaksi menatap Kejora. “Lo cantik banget Ra,” puji Galaksi.

Cowok itu masih menatap Kejora dalam-dalam. Lalu beberapa detiknya lagi mengusap tengkuknya.
Bahasa tubuhnya tampak gugup. Seperti orang jatuh cinta dan habis menyatakannya.

Sejenak Kejora terkejut, merasa senang. Setelah sadar perempuan itu tersenyum masam. Pasti
Galaksi hanya ingin menghiburnya.

“Bohong ya?”

“Serius. Lo cantik banget Ra,” ucap Galaksi. Suaranya terdengar tidak main-main. Galaksi menatap
Kejora seolah seluruh dunia ada pada perempuan itu.

Kejora tidak menjawab. Perempuan itu bereaksi murung. Semangatnya telah patah. Apa Kejora
menyesali tindakannya tadi? Tentu saja. Setengah hatinya menyesal tapi isi dalam kepalanya mati
rasa.

“Senyum dulu. Baru boleh naik ke motor,” ucap Galaksi ketika Kejora ingin naik.

“Senyum dong, cemberut terus. Dapet apa kalau cemberut?” tanya Galaksi sengaja dengan nada
bercanda tapi Kejora tidak mengatakan apa-apa. Pandangannya tampak kosong. Tidak ada pancaran
hidup dalam sorot matanya.

“Kalau gak senyum bakal di sini terus,” kata Galaksi.

“Gue siap tungguin. Mau sampe kapan? Sampe pagi? Sampe malem lagi? Oke gue tungguin.” Tangan
cowok itu terlipat di depan dada. Menunggu Kejora.

“Gal,”

“Senyum dulu,” balas Galaksi.

Kejora menghela napas lalu tersenyum. Meski sedikit terpaksa tapi Galaksi menghargainya. Cowok
itu lalu menyuruh Kejora naik. Ketika memasang helm. Cowok itu melirik Kejora dari spion.
Perempuan itu sudah menggunakan helm. Tatapannya masih kosong. Seolah jiwa perempuan itu
tidak berada di sini bersamanya.

“Selalu ada jalan, Ra. Selalu.”

“Gimana kalau gak ada?” tanya Kejora putus asa.

“Gimana kalau gak ada? Pasti ada,” ujar Galaksi optimis. “Biasanya lo yang selalu ingetin gue. Gak
boleh ini. Gak boleh itu. Intinya yang menjurus negatif enggak pernah boleh.
“Kadang Ra; lo itu terlalu memikirkan apa yang orang lain bilang sama lo. Dan itu malah ngebuat lo
menjadi orang lain. Lo gak boleh kaya gitu terus. Gimana lo cuman diri lo sendiri yang tau. Bukan
orang lain,” kata Galaksi.

“Jangan mengakui kesalahan yang gak pernah lo perbuat. Itu enggak baik,” tambah Galaksi.

“Sementara mereka? Mereka pasti gak mikirin lo saat ini. Kadang jalan keluar itu harus lo cari. Bukan
malah ngorbanin diri sendiri biar masalah cepat selesai. Harus berani nolak. Kalau enggak suka itu
bilang. Jangan sampai nanti malah kebawa hati dan malah jadi beban,” tambah Galaksi.

Kejora mengangguk.

“Sekarang ngerti kan?”

“Ngerti Gal,”

“Sekarang harus senyum. Lupain dulu kejadian tadi. Kalau gak senyum kita bakal berhenti di jalan.
Gue gak bercanda. Gue serius,” ucap Galaksi. Kejora tersenyum mendengarnya. Hatinya sedikit
tenang karena Galaksi.

“Gak bisa Gal,” Kejora melirik takut pada hamparan es di depannya.

“Bisa, ayo dong. Tinggal berdiri aja. Terus jalan. Gak susah.”

“Takut jatuh,”

“Gak bakal jatuh. Makanya pegangan.”

Malam ini Galaksi mengajak Kejora ke salah satu tempat ice skating. Cowok itu sudah berada di
dalam sementara Kejora masih berada di pinggiran. Memegang besi tempat ice skating. Bahkan
untuk berdiri saja Kejora takut. Walaupun bisa bergerak sedikit-sedikit tapi Kejora tidak ada nyali
untuk maju ke depan.

“Masa kalah sama anak kecil Ra? Ayo sini,” Galaksi terus membujuk.

“Tapi pegangin ya?”

“Iya gue pegangin. Gak akan gue lepas,” jawab Galaksi mantap. Cowok itu lalu mengulurkan tangan
pada Kejora membuat Kejora maju dengan ragu. Ketika hampir sampai. Galaksi sengaja mendekat
agar

Anda mungkin juga menyukai