Luria
Atas dasar penelitian gangguan perilaku bahasa pada korban perang dengan cedera otak yang
terlokalisasi dan teori-teori baru linguistik, Luria mengembangkan pembagian jenis afasianya
berdasarkan tempat kerusakan di otak, terdapat 6 jenis diantaranya :
Tempat kerusakan terletak di girus temporal yang paling atas di hemisfer kiri (daerah
Wernicke). Terjadi akibat adanya kerusakan pada sepertiga bagian belakang lobus temporalis
superior pada hemisfer kiri. Menurut Luria, penyebabnya adalah gangguan dalam
membedakan bunyi bicara, sehingga pasien mengalami kesulitan membedakan berbagai suku
kata dan kata-kata yang berbunyi serupa. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi arti kata,
sehingga pasien mengalami kesulitan juga dalam pemberian nama dan ia tidak tertolong jika
diberikan bunyi awal. Penderita mengalami kesulitan dalam analisa-sintesa bunyi-bunyi
bahasa yang didengarnya, sehingga terjadi kesalahan dalam fungsi reseptif dan ekspresif.
Tempat kerusakan terdapat di girus temporalis tertengah di hemisfer kiri. Terjadi akibat
adanya kerusakan pada lobus temporalis pada hemisfer kiri. Menurut Luria, ciri yang paling
menonjol adalah ketidakmampuan untuk mengingat arti sebuah rangkaian kata. Kata yang
satu membuat inhibisi terhadap yang lain, karena pemegangannya tidak stabil. Hal ini juga
mengakibatkan gangguan pemberian nama. Penderita hanya mampu mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa secara terpisah, mengalami kesulitan untuk mengucapkan sejumlah bunyi
bahasa dalam frase atau kalimat.
c. Afasia Semantis
Tempat kerusakan terletak di girus angularis. Terjadi akibat adanya kerusakan pada gyrus
temporalis posterior bagian depan pada hemisfer kiri. Kemampuan membedakan fonem dan
selanjutnya pemahaman satu kata tetap utuh. Akan tetapi, pasien mengalami kesulitan dengan
kesatuan-kesatuan yang lebih besar serta dengan hubungan-hubungan antarkata dalam
kalimat, karena hal ini tergantung pada sintesis secara sinkron. Pasien misalnya tidak dapat
membedakan antara ‘paman istrinya’ dan ‘istri pamannya’. Terutama perbandingan menjadi
masalah bagi pasien-pasien ini. Pertanyaan seperti ‘saya berambut pirang, anda berambut
pirang, siapa yang berambut pirang?’ pertanyaan ini tidak mungkin dijawab. Penderita
mengalami kesulitan untuk menggunakan kata atau kalimat sehingga mempunyai arti,
terutama dalam pengertian yang kompleks.
d. Afasia Motoris Eferen
Tempat kerusakan terletak di daerah premotoris yang paling bawah di hemisfer kiri. Terjadi
akibat adanya kerusakan pada bagian bawah cortex pre-centralis pada hemisfer kiri dan
mengenai area Broca. Menurut Luria dalam sistem motoris ada suatu inersia (tidak bergerak)
sehingga pasien mengalami kesulitan memulai menggerakkan bagian-bagian yang diperlukan
utuk bicara dan mempunyai kesulitan dengan perpindahan cepat dari gerakan artikulasi yang
satu ke yang lain. Oleh karena itu, kelancaran berbicara terganggu. Penderita akan mengalami
kesulitan untuk mengorganisisr ekspresi verbal dan terdapat perseverasi. Gejala tersebut
terjadi pula dalam menulis.
Tempat kerusakan terletak di bagian terbawah dari daerah postsentral sekunder (kinestetis) di
hemisfer kiri. Di sini tidak dijumpai masalah untuk memulai bicara, akan tetapi umpan balik
kinestetis bunyi bicara motoris terganggu. Pasien menjadi bingung berartikulasi, terutama
kalau bunyi bicara berada dalam satu kelompok (misalnya ; b/p/m). Oleh karena membaca,
menulis, dan pemahaman auditif juga tergantung dari bahasa intern, maka gangguan ini turut
mempengaruhi hal-hal ini. Penderita mengalami kesulitan dalam mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa, yang berupa substitusi. Biasanya disertai pula dengan kesalahan dalam menulis.
f. Afasia Dinamis
Tempat kerusakan terletak di daerah postfrontal yang paling bawah di hemisfer kiri. Terjadi
akibat adanya kerusakan pada arcuate fasciculus dan pada kedalaman gyrus supra marginal.
Dalam hal ini, skema linear kalimat terganggu dan pasien hanya sanggup mengucapkan satu
kata. Penderita mengalami kesulitan dalam inner speech dan mempunyai pola ekspresi yang
stereotype.
Klasifikasi terakhir yang diajukan oleh “Aphasia Research Center of the Boston
Veterans Administration Hospital” yang sangat berguna untuk penggunaan klinis
adalah yang didasarkan pada kemampuan pengulangan. Klasifikasi tersebut sebagai
berikut :
Pengembangan berbagai tes afasia yang lebih luas dan dibakukan memanfaatkan teori-teori
linguistik baru yang tidak lagi terbatas pada keempat modalitas bahasa (bicara, pemahaman
auditif, membaca, dan menulis) akan tetapi membedakan setiap modalitas lebih lanjut.
Contoh terkenal ialah tes berjudul Boston Diagnostic Afasia Examination (BDAE) karangan
Goodglass dan Kaplan (1972).
Membaca dengan bersuara dan membaca dengan pemahaman diteliti, membaca dengan
pemahaman dibedakan antara :
pemahaman kata, kalimat, maupun paragraph
pengenalan simbol-simbol tertulis
Upaya menulis :
kejelasan menulis secara motoris
meniru meulis
dikte kata-kata maupun kalimat-kalimat
ejaan
tulisan bercerita
Gangguan lain seperti apraksia dan agnosia serta kemampuan memahami diperiksa juga
Afasia subkortikal
Sindrom diskoneksi kalosal adalah pemutusan sebagian atau seluruh hubungan kiri-kanan di
korpus kalosum dapat mengakibatkan :
Afasia Taktil unilateral (pasien mengenali benda yang dipegang dengan indera peraba
di tangan kiri, tetapi tidak dapat menamainya)
Afasia unilateral (pasien tidak dapat menulis dengan tangan kiri)
Apraksia unilateral (instruksi verbal tidak dapat dilaksanakan dengan tangan kiri)
Afasia Hemioptis (pada pemutusan total maka benda di lapang penglihatan kiri tidak
dapat dinamai)
Afasia yang tergolong dalam afasia nonfluen apabila curah verbalnya sedikit dengan kelainan
di hemisfer kiri bagian anterior atau tergolong dalam afasia fluen dimana curah verbalnya
banyak maka lesinya terletak di hemisfer kiri bagian posterior.
Klasifikasi yang didasarkan pada gejala-gejala (sindrom) afasia atau lokalisasi
patologik afasia atau keduanya adalah klasifikasi Benson (1979) sebagai berikut :
Gangguan artikulasi
Gangguan kelancaran
Gangguan komunikasi verbal
Kesulitan untuk menemukan kata (anomia)
Kesulitan untuk menirukan
Gangguan dalam membaca
Gangguan dalam menulis
Klasifikasi yang menghubungkan sindrom afasia dengan kemampuan modalitas
bahasa dapat dipergunakan klasifikasi Krishner, dimodifikasi dari Benson dan
Geschwind (1976) sebagai berikut :
broca telegrafik /
_ + _ + _
mutism
global telegrafik /
_ _ _ _ _
mutism
transkortikal seperti +
_ _ + _
sensorik wernicke _
sindrom menurun
_ _ + _ _
isolasi atau absen
2. Conduction Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada anterior motor speech (area Broca) dan area untuk
mengingat bunyi-bunyi bahasa. Penderita tidak mampu menggunakan kata-kata tertentu dan
juga mendengar.
3. Sensory Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada pusat persepsi pendengaran. Akibatnya penderita
mengalami kesalahan untuk mengerti kata, bahkan mungkin penderita tidak mampu mengerti
bicara orang lain.
4. Total Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada area Broca dan pusat persepsi pendengaran di lobus
temporalis posterior. Penderia mengalami kesulitan dalam mendengar, juga dalam mengerti
bicara orang lain.
2. Visual Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada pusat persepsi visual dan serabut assosiasinya.
Penderita mengalami kesulitan untuk menerima atau mengerti melalui rangsangan visual.
Klasifikasi dari Henry Head (1915)
1. Verbal Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada bagian bawah gyrus pre-ccentralis. Penderita
mengalami kesulitan dalam menggunaka bahasa verbal, baik secara pasif maupun secara
aktif.
2. Syntactical Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada lobus temporalis superior. Penderita mengalami
kesulitan dalam ekspresi dan pembentukan simbol-simbol. Kesulitan penderita lebih bersifat
verbal daripada dalam “inner speech”.
Inner speech merupakan suatu proses perubahan dari pengalaman menjadi simbol-simbol
verbal dan non verbal, dipergunakan untuk kesadaran diri, berfikir, dan adaptasi.
3. Normal Aphasia
Terjadi akibat adanya kerusakan pada cortex assosiasi yang terletak pada bagaian posterior
dan superior lobus temporalis. Penderita mengalami kesulitan dalam mengenal arti dari kata
atau kalimat, juga mengalami kesulitan dalam menghubungkan kata-kata sehingga dapat
membentuk suatu kalimat yang utuh.