Anda di halaman 1dari 13

FUNGSI LUHUR

(HIGHER CORTICAL FUNCTIONS)

Stimulus Integrasi Respons

Integrasi semua impuls pada afferen


korteks serebri

Bila terjadi gangguan integrasi, terjadi :
Gangguan fungsi luhur (Gangguan fungsi kortikal/Gangguan kualitas kesadaran)

Gangguan berupa :
1. Gangguan orientasi
2. Gangguan ingatan
3. Gangguan intelegensia
4. Gangguan kendali diri
5. Gangguan pertimbangan

AGNOSIA
Is the failure to perceive the nature and meaning of a sensory stimulus
when the sensory pathway conveying it are intact.
Jaras system sensorik baik!
Beberapa jenis agnosia :
1. Agnosia Visual
ketidakmampuan mengenali benda yang dilihat
o.k. lesi pada area asosiasi visual di korteks serebri
sering disertai gangguan fungsi mental dan fungsi kognitif
lainnya termasuk prosopagnosia dan heminanopsia
area penglihatan primer baik ; jika rusak cortical blindness
yang rusak : area asosiasi
2. Agnosia Auditorik (Pure Word Deafness)
ketidakmampuan mengenali bunyi yang didengar
o.k. lesi yang melibatkan korteks auditorik primer bilateral
dan/atau hubungannya dengan talamus
3. Agnosia Taktil (Astereognosia)
tidak dapat mengenali benda dengan cara meraba (benda yang
biasa dikenali)
o.k. lesi di lobus parietalis non dominan
4. Autotopagnosia
tidak mengenali bagian tubuhnya
o.k. lesi di lobus parietalis non dominan
2 tipe :
Verbal explicit denial of illness
Lack of concern about the deficit
5. Anosognosia
menyangkal adanya ggn fungsi anggota tubuh
o.k. lesi lobus frontalis posterior dan lobus parietalis, terutama pada hemisfer
non dominan
6. Agnosia Jari-Jari
tidak mampu mengenali jari sendiri
o.k. lesi pada girus angularis di hemisfer non dominan

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Apraxia
Is an inability to carry out a voluntary act that the patient should know how to
do, the nature of which tha patients understand, in the absence of paralysis,
sensory loss, or ataxia.
Dressing apraxia and constructional apraxia (loss of the bility to copy a two-
dimensional figure) right parietal lesions
Apraxia of both sides lesions in the posterior left hemisphere, especially the
supramarginal gyrus of the parietal lobe.
3 major types :
1. Motor Apraxia : a breakdown in the smooth execution of a movement
despite perseveration of the intended motor pattern.
2. Ideomotor Apraxia : inability to carry out a learned motor pattern to a
stimulus that should elicit it (verbal command or gesture for initiation)
3. Ideational Apraxia : due to consternation about how to carry out a
movement, but once the patient has been cued, he can produces the correct
response.

Dressing apraxia : inability to dress that is often associated with


left visual field deficits and topographic disorientation
Constructional apraxia : difficulty in copying figures
Apraxia of speech : characterized by articulatory imprecision that
worsens with increased phonetic complexity.

Alexia and Agraphia


Alexia is the disordered comprehension
of written language ; i.e. difficulty in reading
Alexia refers only to an acquired loss
(pasien pernah bisa baca)
Dyslexia denotes identified
developmental inability to learn to read, due to either inborn deficits or perinatal
injuries
Alexia without agraphia lesion in the
splenium of the corpus callosum
Alexia with agraphia lesion in the left
angular gyrus
Agraphia is compromised production of
written language ; i.e. difficulty in writing (pasien pernah bisa nulis)
Agraphia is an element of the
Gerstmann syndrome :
right-left disorientation
finger agnosia
acalculia
agraphia
Bila keempatnya ditemukan lesi di girus angularis kiri

Afasia (Disfasia)

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Afasia adalah gangguan berbahasa sebagai akibat disfungsi atau kerusakan
area berbahasa di hemisfer dominan.
Afasia adalah hilangnya atau terganggunya kemampuan memproduksi
dan/atau kemampuan memahami bahasa lisan atau tulisan, yang disebabkan oleh
lesi otak yang didapat.
Afasia adalah gangguan berbahasa yang secara primer disebabkan oleh
disfungsi atau lesi hemisfer serebral dominan
Aphasia may affect all components of verbal reception & expression :
Oral expression
Auditory comprehension
Visual reading
Visuomotor writing tasks

Area Korteks Yang Berhubungan Dengan Fungsi Bahasa dan


Bicara
Area 1,2,3 : berfungsi sebagai pusat sensorik, yang meliputi sensasi dan
persepsi raba, nyeri, tekan, suhu, kinestetik dan proprioseptik
Area 4 : berfungsi sebagai pusat motorik untuk gerakan volunter dan
praksi
Area 7a : berfungsi sebagai pusat pembentukan pola gerak bicara
Area 7c : berfungsi sebagai pengendali gerak bicara yang berhubungan
dengan emosi
Area 8,9,10,11 : berfungsi sebagai pusat pengendali pembentukan konsep yang
diperlukan dalam proses berpikir dan simbolisasi
Area 22 : berfungsi sebagai pusat persepsi auditorius
Area 41 & 42 : berfungsi sebagai pusat pengenalan atau interpretasi terhadap
rangsangan auditorius (area Wrenicke)
Area 44 : berfungsi sebagai pusat pengatur pola gerak organ bicara (area
Broca)

Isolated Language Symptoms in Aphasia


1. A 4. D
nomia (naming and word finding) yslexia (reading)
2. A 5. P
uditory agnosia (word recognition) araphasia (word substitution)
3. D 6. A
ysgraphia (writing) grammatism (grammatical errors)

Etiologi Aphasia : VITAMIN D


Vaskuler
Idiopatik
Trauma/toksik
Anoksik
Metabolik
INfeksi
Degeneratif/demielinasi

Gejala Aphasia
1. Gangguan ekspresi lisan
Irama yang abnormal.
Hambatan berbicara atau mutisme
Stereotip (mengulang-ulang kata) , Disprosodi (gangguan lagu
berbicara)

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Anomia, Otomatisme
Parafasia substitutions for and within words :
a. Semantic (Verbal) paraphasia a substitution of one word for another.
C/: cat for dog
b. Phonemic (Literal) paraphasia a substitution of one sound for
another. C/: breen for green
Neologisme menggunakan kata-kata baru yang diciptakan sendiri ;
hanya dia yang mengerti artinya
Agrammatism (gangguan tata bahasa) dan paragrammatism
Jargon aphasia is a fluent, paraphasic output with many phonemic
substitutions in a sentence

2. Gangguan pemahaman auditif


3. Gangguan ekspresi tertulis
4. Gangguan pemahaman membaca

Klasifikasi Boston
1. Dengan kemampuan pengulangan abnormal
Afasia Broca
1.) Non-fluency
2.) Effortful initiation of speech production
3.) Poor repetition
4.) Poor ability to name
5.) Paraphasic error (semantic or phonemic)
6.) Moderately good comprehension but difficulty with understanding
syntactically complex sentences

Afasia Wernicke
1.) Fluent aphasic output
2.) Normal sentence lenght
3.) Good articulation
4.) Good (sometimes exaggerated) prosody
5.) Anomia
6.) Phonemic and semantic paraphasia
7.) Poor auditory and reading comprehension
8.) Impaired repetition
9.) Fluent and empty writing

Afasia konduksi
Afasia global

2. Dengan kemampuan pengulangan yang utuh


Afasia transkortikal campuran
Afasia transkortikal motorik
Afasia transkortikal sensorik
Afasia anomic

3. Gangguan modalitas tunggal bahasa


Afemia (miskin kata-kata)
Tuli kata murni
Aleksia tanpa agrafia

4. Afasia subkortikal

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Pemeriksaan
1. Test Afasia Klinis :
Bicara spontan, pengulangan, pemahaman
bahasa lisan, penamaan, membaca,menulis.
2. Test Afasia Formal :
TADIR
Test keping-36
Test Boston
AAT (Aachen Aphasie Test)

TADIR
Dharmaperwira-Prins dan Maas TADIR (Test
Afasia untuk Diagnosis, Informasi dan Rehabilitasi) dan bertujuan untuk 27 :
Membuat diagnosa afasia atau bukan afasia.
Membuat diagnosa sindrom afasia yang mana.
Memberi informasi kepada penderita dan
keluarganya.
Menjadi titik tolak untuk penanganan logopedi.
TADIR telah distandarisasi dan dinormalisasi di
Indonesia

Terapi
Tujuan : memperbaiki
kemampuan komunikasi bukan hanya kemampuan berbahasa
Terapi Standar : Speech Therapy
Modalitas terapi tertentu untuk gejala
afasia spesifik yang menjadi target
Terapi Farmakologis : ???? Ajuvan
therapy

Prognosa ; tergantung pada :


1. Penyebab Afasia
Secara umum dianggap afasia yang disebabkan oleh trauma kepala
memiliki prognosa yang lebih baik daripada afasia pasca stroke.
2. Luas Cedera
Umumnya, semakin terbatas kerusakan semakin besar
kemungkinan pulih
Penderita afasia dengan lesi unilateral akan mencapai pemulihan
yang lebih baik daripada penderita dengan lesi bilateral
3. Letak Cedera
Afasia akibat lesi transkortikal memiliki prognosa yang lebih baik
daripada afasia akibat lesi perisylvian
4. Keparahan Afasia
Berbanding terbalik dengan pemulihannya

5. Sindrom Afasia
Afasia global dan afasia Wernicke memiliki prognosa paling jelek,
Afasia Broca, afasia konduksi atau afasia anomik memiliki peluang
yang lebih besar untuk pulih
6. Umur
Tidak dijumpai bukti yang menyatakan bahwa umur berkaitan
dengan pemulihan.

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Intelegensi dan pendidikan
Ada kemungkinan bahwa tingkat intelegensi dan pendidikan yang
lebih tinggi akan memacu pemulihan dari gangguan afasia
7. Lateralisasi
Afasia akibat kerusakan fokal pada orang-orang dengan
representasi bahasa di otak yang lebih bilateral memiliki prognosa yang lebih
baik
8. Kepribadian
Seseorang yang mudah berinteraksi dengan orang lain mempunyai
kesulitan berkomunikasi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan orang
yang berkepribadian tertutup

Sindroma Otak Organik (SOO)


Kerusakan struktural atau gangguan metabolisme difus pada kedua hemisfer serebri

Gangguan Kualitas Kesadaran

Gejala SOO

Gejala utama adalah gangguan kognitif,


berupa :
1. Disorientasi :
personal
temporal
tempat
situasi
2. Gangguan Ingatan :
ingatan lama
ingatan baru
3. Gangguan Intelegensia :
oligofrenia
demensia
4. Gangguan Kendali Diri :tingkah laku seperti anak kecil
5. Gangguan Pertimbangan (Judgement) :
objektifitas <<<<
subjektifitas >>>>

Klasifikasi SOO (Berdasarkan Gangguan


Kognitif)
1. SOO dgn ggn kognitif global :
Acute confusional state (delirium)
Subacute amnestic confusional state
Demensia
2. SOO dgn ggn kognitif selektif :
Halusinosis
Sindroma lobus frontalis
Sindroma lobus temporalis
3. SOO dgn ggn emosi disertai waham ;
Schizophrenic form state
Paranoid state
Depressive state
Manic state

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Delirium (Acute Confusional State)
Etiologi : gangguan metabolisme difus pada kedua hemisfer
serebri, mis. pada :
penyakit sistemik
prodroma koma diabetikum
uremia
dekompensasi kordis
obat : fenotiazin, barbiturat, digoksin dll
dehidrasi
gangguan elektrolit

Kesadaran bergelombang
Gejala :
Kacau mental
Gangguan ingatan baru
Gangguan perhatian
Gangguan berpikir
Ilusi, halusinasi
Gelisah motorik

How to Distinguish Delirium from Dementia :


Suggestive Delirium If :
sudden onset
altered consciousness
marked problem with attention and concentration out of proportion to other
deficits
cognitive fluctuations
psychomotor and/or autonomic overactivity
fragmented speech
marked hallucinations (especially auditory or tactile)

Sub Acute Amnestic Confusional State


Timbul pelan-pelan (minggu-bulan-
tahun)
Tampaknya sadar, tetapi lupa semua
kejadian sebelum sakit
Gejala utama : disorientasi personal,
temporal, spasial
Etiologi :
Trauma kapitis
PSA (Perdarahan Sub Arachnoidal)
SOL (Space Occupying Lession)
Ensefalitis sub akut
Intoksikasi : barbiturat, atropin
Hipotiroidisme
Penyakit hepar atau ginjal kronis

Demensia

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Brain Aging

MCI

Other Dementia Alzheimer Dementia Vascular Dementia

Ad deteriorasi progresif kapasitas


intelektual yang disebabkan oleh penyakit di otak
80% disebabkan Alzheimer disease and
multi infarct dementia
20% dapat diobati
Any conditions that damages the brain may
result in dementia

How is Dementia Defined?


Dementia is an acquired loss of cognitive function due to an abnormal
brain condition
NINCDS-ADRDA criteria for AD : progressive loss of cognitive function
DSM-IV : functional decline

Minimal melibatkan gangguan 2 fungsi


berikut :
MEMORI + bahasa
fungsi visuospasial
kalkulasi
judgement
berpikir abstrak
problem solving skills

What are the causes?


Common Causes : Alzheimers disease, multi infarct or vascular
dementia , Lewy body dementia, pseudodementia.
Uncommon Causes : toxins, vitamin deficiencies, endocrine
disturbances, chronic metabolic conditions, vasculopathies of the brain, structural
abnormalities, CNS infections

Penyebab :

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


1. Identifiable and often treatable causes : trauma, CNS infections,
toxins, metabolic abnormalities, tumors, infarctions or hemorrhage.
2. Group of degenerative disease of unknown etiology :
Alzheimers disease, Pick disease, Huntington disease, Lewy body disease,
Creutzfeldt-jakob disease, NPH, vascular dementias, etc

Clinical Course :
Kemunduran intelektual secara kronik dan progresif
slow motion

Benign Senescent Forgetfulness Malignant Senescent Forgetfulness


Alzheimers dementia

BENIGN SENESCENT FORGETFULNESS


Pertama kali oleh Kral (1962)
Sinonim : normal ageing, age-associated memory impairment, mudah lupa
Prevalensi : 30% lanjut usia
40% menjadi MSF (Malignant Senescent Forgetfulness)
Adanya keluhan mudah lupa pada lanjut usia yang masih wajar

Gejala :
MUDAH LUPA : lupa taruh benda, lupa janji, lupa nama atau wajah
orang, lupa nama benda, lupa nama peristiwa, dll.
KHAS : on the tip of the tongue, absentmindedness, failure to pay
attention
tidak mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari dan pekerjaan

Penyebab : kelambanan berpikir, kurangnya perhatian dan


konsentrasi
Evaluasi Kognitif : test memori mungkin masih normal, tetapi
berada di nilai bawah evaluasi lainnya masih normal

MALIGNANT SENESCENT FORGETFULNESS


Mudah lupa yang tidak wajar
Termasuk ke dalam kelompok ini :
Cognitively Impaired Not Demented (CIND)
Mild Cognitive Impairment (MCI)
Keduanya disebut Gangguan Kognitif
Ringan
10-12% per tahun menjadi Demensia
Alzheimer
Disertai gangguan kognitif lain
Aktifitas sehari-hari yang sederhana seperti
mandi dan makan masih baik tetapi aktifitas hidup yang lebih kompleks seperti
belanja mulai terganggu
Sebagian besar menyadari adanya
gangguan kognitif, namun ada juga yang tanpa keluhan
Evaluasi fungsi kognitif : memori dan
komponen kognitif lain terganggu
Mutlak segera ditangani

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


DEMENSIA ALZHEIMER
Dulu : Diagnosa berdasarkan otopsi
Sekarang : klinis + pemeriksaan
penunjang ; akurasi 85 - 95%
Dijuluki :
Disease of the century
Steals the mind
A Funeral that Never Ends
A Long Goodbye

Gejala Stadium Awal Dementia :


Kemunduran memori jangka pendek
Kemunduran kemampuan mempelajari dan mempertahankan informasi baru
Kemunduran dalam membuat alasan dan berpikir abstrak
Kemunduran dalam membuat keputusan, pertimbangan dan perencanaan
Gangguan keterampilan berbahasa
Hilang inhibisi dan kontrol impuls

Neuropathologic Changes Characteristic in Alzheimer


Dementia

(Normal) (AD)

Amyloid Plaques Neuro Fibrillary Tangles

Neurobiology of Behavioural Symptoms in Alzheimer Disease

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


-Amyloid accumulation

Cell Death

Neuritic Plaques Neurotransmitter Changes Neurofibrillary Tangles

Neocortex Limbic and Neocortex Limbic and Neocortex

Cognitive impairement Cognitive impairement Behavioural Changes


Mood Changes
Behavioral Changes

Gejala Stadium Awal Demensia :


Kemunduran memori jangka pendek
Kemunduran kemampuan mempelajari dan mempertahankan informasi baru
Kemunduran dalam membuat alasan dan berpikir abstrak
Kemunduran dalam membuat keputusan, pertimbangan dan perencanaan
Gangguan keterampilan berbahasa
Hilang inhibisi dan kontrol impuls

How is Alzheimers disease diagnosed?


Clinical criteria memory impairment + at least one other area of cognition
Neuropsychological testing
No other systemic or brain disease to cause dementia
Basic lab studies (NIH criteria)

Prosedur Diagnostik
Skrining :
Anamnesa riwayat perjalanan penyakit
Test psikometrik/neuropsikologis
Diagnostik :
Konfirmasi (neurolog, psikiater, geriatrist)
Pemeriksaan penunjang
Rencana penatalakasanaan

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


SKRINING
Bila gangguan kognitif (+)
Deteksi kemunduran kognitif sebaiknya dilakukan sedini
mungkin
Skrining tidak dianjurkan pada orang lanjut usia normal yang
tanpa keluhan
Bila skrining menunjukkan hasil positif rujuk untuk tahap
diagnostik

Screening for cognitive impairment among asymptomatic persons is not


recommended (WHO Technical Report Series 730, 1986)

SCREENING INSTRUMENTS IN DIAGNOSING DEMENTIA


Mini Mental State Exam (MMSE)
Clock drawing test
Delayed recall (e.g. name & address at 5 minutes)
Informant interview (IQCODE; CAMDEX)

Classification :
Probable AD : a clinical diagnosis based on
the NIH criteria
Possible AD : atypical features or patients
with a concurrent disorder that may cause cognitive impairment, but it is not
believed to be the only factor.
Definite AD : biopsy or autopsy proved AD

Management of Alzheimer Dementia


Managing the family
Managing the environment
Managing the patient

Non Pharmacological Treatment

KSY-183 Luhu A. Tapiheru


Train and support the family or caregiver
Environment intervention : physical, temporal, sleep hygiene, deficits
controlling, balance and healthy diet
Behavior management : specific adaptation and modification for every single
case

Penatalaksanaan :
1. Pengaturan Diet : Makanan harus adekuat dengan supplemen
vitamin
2. Perawatan Yang Adekuat :Libatkan keluarga dan lingkungan
penderita
3. Diskusikan Dengan Keluarga :Institusi perawatan khusus,
pekerja sosial, aspek legal
4. Sedasi : Sebagian penderita membutuhkan sedative
Thioridazine, temazepam
5. Atasi Depresi fluoxetine, sertraline, paroxetine
6. Terapi Obat-Obatan :
Tacrine (Ach esterase inhibitor) toksik
Donepezil HCl
Rivastigmine
Galanthamine

The effectiveness of the medication for a longer period than 30 weeks has not been
established

Pharmacological Treatment of Alzheimer Dementia


DRUGS MECHANISM OF ACTION
Choline, lecithine, besipirdine, Precursor loading
linopirdine Neurotransmitter release
Tacrine, donepezil, Rivastigmine, AchE transferase inhibitor
Galanthamine
Milameline, talsaclidine, xanomeline Muscarinic Agonists

Some people succeed because they are


destined to,
but most people succeed because they are
determined to.

KSY-183 Luhu A. Tapiheru

Anda mungkin juga menyukai