Anda di halaman 1dari 2

Diskusi 2 Hukum Ketenagakerjaan (Sem 3)

Pada Seminar Hubungan Perburuhan Pancasila, Istilah Buruh


Direkomendasikan Menjadi Pekerja. Coba anda diskusikan mengapa
Istilah Buruh Direkomendasikan Menjadi Pekerja?
Answer :

Pasal 1 angka 17 Undang-undang No. 13 tahun 2003 (UU 13/2003) dan pasal 1 angka 1 Undang-
undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU 21/2000) menyebut Serikat
Pekerja/Sseikat Buruh sebagai organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Pekerja secara individu diberikan perlindungan untuk bertindak secara kolektif untuk membela hak
dan kepentingannya dan meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi buruh dan keluarganya. Agar
tujuan ini dapat tercapai, undang-undang memberikan peran penting kepada organisasi buruh yang
disebut Serikat Pekerja/Serikat Buruh itu.

Buruh, pekerja, dan karyawan adalah seseorang yang menggunakan tenaga dan kemampuannya
untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya. Pada
dasarnya, buruh, pekerja, dan karyawan adalah sama. Namun dalam kultur Indonesia, “Buruh”
berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja dan
karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan cenderung diberikan kepada buruh
yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja.

Pada awalnya sejak diadakan Seminar Hubungan Perburuhan pada tahun 1974, istilah buruh
direkomendasikan dengan istilah pekerja. Usulan penggantian ini di dasari pertimbangan istilah
buruh yang sebenarnya merupakan istilah teknis biasa saja, telah berkembang menjadi istilah yang
kurang menguntungkan. Oleh karena itu, penggunaan kata buruh telah mempunyai motivasi yang
kurang baik, hal ini tidak mendorong tumbuh dan berkembangnya suasana kekeluargaan, kegotong-
royongan, dan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam perusahaan sehingga dirasakan perlu
diganti dengan istilah baru. Untuk mendapatkan istilah baru memang tidak mudah. Oleh karena itu,
kita harus kembali dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang pada penjelasan Pasal 2 disebutkan,
bahwa “yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja dan
lain-lain badan kolektif”. Jelas disini Undang-Undang menggunakan istilah “pekerja” untuk
pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunaan kata “pekerja” sebagai pengganti kata
“buruh” karena mempunyai dasar hukum yang kuat. Namun kemudian, dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan istilah pekerja diganti dengan
istilah buruh sehingga menjadi istilah pekerja/buruh. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 pekerja/buruh adalah: “Setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”

Sumber :

BMP ADBI4336/MODUL 2

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kebebasan-berserikat/bergabung-bersama-serikat-buruh-
serikat-pekerja

https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh
https://eprints.umm.ac.id/36262/3/jiptummpp-gdl-sischaandr-47956-3-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai