Anda di halaman 1dari 8

Pros. SemNas.

Peningkatan Mutu Pendidikan


Volume 1, Nomor 1, Januari 2020 E-ISSN: 2745-5297
Halaman 95 - 102

Awal perintisan kereta api di Aceh


(Analisis Historis dan Politik Tahun 1876-1896)

Usman Ibrahim1 dan Husaini Ibrahim2


1)
Universitas Samudra, Jl. Meurandeh, Kota Langsa, Aceh, Indonesia 24354
2)
Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee, Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh, Aceh,
Indonesia 23111

Email: usbram@unsam.ac.id

ABSTRAK

Atjeh Tram (AT/kereta api Aceh) sarana transportasi modern pertama di Aceh milik Pemerintah Belanda. Awal perintisan kereta api
dimulai pasca penaklukkan Aceh Januari 1874. Secara historis, mulai 12 November 1976, Belanda membangun rute dan stasiun
sebagai angkutan militer dan logistik perang. Rute pertama dibuka 5 Km dari Ulee Lheue-Kutaraja, dibawah Departemen Peperangan
(DVO). Hampir satu dasawarsa dirintis rute Kutaraja-Lam Baro 7 Km sebagai rute “Konsentrasi Line” (1884-1893), untuk antisipasi
gerilyawan Aceh, yang sering mengganggu transportasi di ibukota Kutaraja. Secara politik Belanda merintis 16 pos tersembunyi dilingkaran
di Kutaraja; lintas Ulee Lheue-Kutaraja saling dihubungkan tiga rute; Kutaraja-Lambaro, Kutaraja-Keutapang Dua, dan Kutaraja-Lamnyong.
Tahun 1886 dibuka rute kereta api dari Lambaro-Indrapuri 16 Km, selain bermanfaat untuk umum dan aksi militer. Tahun 1889 dirintis ke
Seulimeum 18 Km. Untuk rute pintas Keutapang Dua 4 Km dan Lamnyong cabangnya Peukan Kreueng Cut 6 Km, mengangkut serdadu
luka dan orang sakit ke Rumah Sakit Pante Perak di Kutaraja. Sepanjang rute kereta api ditempatkan 5.000.000 tentara guna memperkuat
wilayah dari serangan kelompok sabil. Pada tahun 1896, Konsentrasi Line yang berlangsung selama 20 tahun di Aceh Tiga Sagi, sewaktu
Mayor Jendral H.K.F. van Teijin, dihapuskan dianggap kurang penting. Kajian penelitian ini; (1) Kebijakan Pemerintah Belanda awal
perintisan kereta api; (2) Tujuan Pemerintah Belanda membangun rute perkeretaapian; (3) Gangguan jalur kereta api; (4) Manfaat
pembangunan kereta api. Metode penelitian menggunakan analisis historis yaitu mengolah data/variabel; catatan, buku,
monomen/peninggalan sejarah, dan studi kepustakaan/dokumentasi dan ditafsirkan dengan masalah penelitian. Hasil temuan
penelitian bahwa Pemerintah Hindia Belanda merancang rute kereta api untuk lalulintas militer/kepentingan perang, dan membuka
babak baru "Politik Perebutan" (Peace of Atjeh), tranportasi yang modern di Aceh.
Kata Kunci: Kereta Api Aceh, sarana transportasi modern, politik dan logistik militer

ABSTRACT

Atjeh Tram (AT / Aceh train) the first modern transportation facility in Aceh owned by the Dutch Government. The start of the railroad
began after the conquest of Aceh in January 1874. Historically, starting November 12, 1976, the Dutch built routes and stations as
military transport and war logistics. The first route is opened 5 Km from Ulee Lheue-Kutaraja, under the Department of War (DVO).
Nearly a decade of the 7 Km Kutaraja-Lam Baro route was pioneered as the "Concentration Line" (1884-1893), in anticipation of
Acehnese guerrillas, which often disrupted transportation in the capital of Kutaraja. Politically the Netherlands pioneered 16 hidden
posts in the circle in Kutaraja; the Ulee Lheue-Kutaraja line is connected by three routes; Kutaraja-Lambaro, Kutaraja-Keutapang
Dua, and Kutaraja-Lamnyong. In 1886 the train route from Lambaro-Indrapuri opened 16 Km, besides being useful for public and
military action. In 1889 it was pioneered to Seulimeum 18 Km. For the 4 Km Keutapang Dua shortcut route and its Lamnyong branch,
the Peukan Kreueng Cut 6 Km, transports wounded soldiers and sick people to Pante Perak Hospital in Kutaraja. Along the railroad
route 5,000,000 troops were stationed to strengthen the area from the attacks of sabil groups. In 1896, the Concentration Line which
lasted for 20 years in Aceh Tiga Sagi, during Major General H.K.F. van Teijin, abolished is considered less important. Study of this
research; (1) The Dutch Government's policy for early pioneering trains; (2) The purpose of the Dutch Government to develop the
railroad route; (3) Railroad disruption; (4) Benefits of railroad development. The research method uses historical analysis that is
processing data / variables; notes, books, monomen / historical relics, and study of literature / documentation and interpreted with
research problems. Research findings show that the Netherlands Indies Government designed railroad routes for military traffic/ war
interests, and opened a new round of "Political Seizure" (Peace of Atjeh), modern transportation in Aceh.
Keywords: Aceh Railroad, modern means of transportation, politics and military logistics .
96 Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan, 1 (1): 95-102, Januari 2020

1. PENDAHULUAN Sekalipun line tersebut tidak berlaku lahi, tetapi sudah


memperoleh sumbangan besar untuk kepentingan
Pasca penaklukkan Kesultanan Aceh, Pemerintah pihak Pemerintah Belanda selama 20 tahun penerapan
Hindia Belanda segera merintis transportasi ala Konsentrasi Line, menegakkan kedaulatan Hindia
teknologi modern pada awal tahun 1874. Dalam Belanda di Aceh. Tujuan penelitian ini yaitu sesuai
rangka perluasan wilayah secara historis dan politik, dengan tujuan penelitian dan dipertimbangan yaitu:
Belanda merasa perlu membangun jalan rel kereta api (1) Kebijakan Pemerintah Belanda awal perintisan
Atjeh Tram, yang bermanfaat untuk aksi militer di kereta api, (2) Tujuan Pemerintah Belanda
Aceh, dibuka pada tanggal 12 November 1976 membangun rute perkeretaapian, (3) Gangguan jalur
(Munawiyah, 2007). Perintisan jalur/rute kereta api kereta api, dan (4) Manfaat pembangunan kereta api.
dan stasiun di Aceh merupakan babak baru di bidang
perhubunganan/sarana transportasi darat. Jalur kereta
api ini dibangun pertama sekali sepanjang 5 Km dari
2. METODE PENELITIAN
Ulee Lheue-Kutaraja dibuat untuk keperluan lalulintas Penggunaan metode penelitian yang sesuai kajian
militer dan sarana perang, dibawah kendali kereta api di Aceh dan konsisten dengan kerja ilmiah
Departemen Peperangan (DVO) (Sufi, 2001). Fungsi dapat dipertanggungjawabkan menggunakan metode
Atjeh Tram pada fase awalnya sebagai alat bantu “analisis historis” yaitu dengan mengolah data dan
berkuasa atau kereta api perang bagi Pemerintah fakta/variabel; catatan, buku, monomen/peninggalan
Hindia Belanda di Aceh. sejarah, dan studi kepustakaan/dokumentasi dan
Di bawah pengawasan Dinas Zeni militer Belanda, ditafsirkan dengan masalah penelitian. Metode
dibangun dari Kutaraja-Lam Baro panjangnya 7 km, penelitian historis ini sebagaiman kajian Dudung
bagian dari sistem “Konsentrasi Line” (1884-1893),
(1999) bahwa “metode sejarah merupakan
sebagai sarana angkutan logistik dan serdadu/militer
seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk
Belanda dari ibukota Kutaraja. Sistem ini suatu
rangkaian dari 16 pos yang tersembunyi di dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif,
sebuah lingkaran, dimana lintas Ulee Lheue-Kutaraja menilainya secara kritis dan sintesis dari hasil-hasil
saling dihubungkan dengan 3 (tiga) jalur kereta api yang dicapai dalam bentuk tertulis”. Sementara
Kutaraja-Lambaro, Kutaraja-Keutapang Dua, dan menurut Hadari (1993) metode sejarah adalah
Kutaraja-Lamnyong (Sufi, 2001). Lebar daerah “prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan
blokade di luar lingkarannya yaitu 1.000 meter, data peninggalan masa lampau untuk memahami masa
digunakan untuk melindungi kota terhadap serangan sekarang. Penelitian ini pula menggunakan metoda
musuh dari luar line. Peran penting jalur rel kereta api analisis historis untuk mencari data-data atau variabel
ini pula berpengaruh besar dalam pelaksanaan berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, monomen
politik/strategi operasi militer Belanda untuk atau peninggalan sejarah, bahkan dengan
mengkosolidasikan kekuatan/menahan serangan dari menggunakan studi kepustakaan atau dokumentasi
para gerilyawan Aceh pimpinan Chik di Tiro (Ghani, untuk dikaji/ditafsirkan”.
2015).
Usai perintisan Kutaraja-Lambaro 7 Km, pada 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
tahun 1886 dibuka jalur rel kereta api dari Lambaro-
Indrapuri sepanjang 16 Km, untuk transportasi umum 3.1. Kebijakan Pemerintah Belanda awal perintisan
dan rute ke Lamnyong dan cabangnya ke Peukan kereta api di Aceh
Kreueng Cut 6 Km, juga diperuntukkan sebagai rute Sampai menjelang datangnya pengaruh
operasi militer. Rute kereta api melingkar ini pula kolonialisme Belanda di Aceh pada abad ke–19
difungsikan untuk mengangkut serdadu-serdadu yang
Masehi, wilayah ini belum mengenal transportasi
luka dan orang sakit ke Rumah Sakit Pante Perak di
modern yaitu kereta api berjalan di atas jalan baja.
Kutaraja, melalui jalur kereta api, dan bersambung
dengan seluruh pos yang ada, dari lintas Ulee Lheue- Kebijakan Pemerintah Belanda merintis transportasi
Kutaraja. Juga sekitar rute kereta api itu ditempatkan moderen, erat kaitan bersamaan masuknya Pemerintah
5.000.000 tentara guna menjaga gangguan/serangan Hindia Belanda membuka jalur kereta api pertama di
dari kelompok yang masih setia kepada Sultan Aceh Aceh (Munawiyah, 2007). Sebagaimana kajian
(Sufi, 2001). historis, dibangunnnya kereta api Atjeh Tram (AT)
Dalam pelaksanaannya sistem Konsentrasi Line atas dorongan dan hasrat dari kolonialisme Belanda,
ini, bertentangan dengan Gubernur Loging Tobias beriringan dengan misi politik Pax Nerlandica untuk
yang baru, tetapi masih dilanjutkan oleh Mayor perluasan wilayah kekuasaan selain memperkuat
Jenderal E. Demmeni sampai 1888. Sewaktu Mayor daerah takluknya, juga alat angkutan umum.
Jendral H.K.F. van Teijin sistem lama itu ditinggalkan Kebijakan perintisan kereta api di Aceh, seperti
dan kurang efektif pola bertahan dalam markas seperti dikemukakan Nugroho (2010) “tidak terlepas pula
monyet diikat rantainya di leher, maka tahun 1896 adanya pengaruh hubungan dengan kekuasaan Hindia
dihapuskan “Sistem Konsentrasi Line” karena Belanda menyangkut pelbagai segi kehidupan, seperti
dianggap kurang penting, dan juga atas saran Snouck politik, sosial, ekonomi, dan budaya”. Secara historis
Hurgronje ahli bidang politik, agama dan sosial bahwa perintisan kereta api Atjehtram erat hubungannya
pola lama itu harus diganti (Thamrin, 2003). dengan pembangunan kereta api di Pulau Jawa
Ibrahim dan Ibrahim. Awal perintisan kereta api di Aceh 97

Sumber: Meseum Tropen dan Meseum Aceh, 2016

Gambar 1. Peta jalur konsentrasi dan stasiun Ulee Lheue


dalam wilayah operasi pasukan zeni di Aceh Tiga Sagi (1876-1896)

Sumber: Meseum Aceh, 2016

Gambar 2. Kereta Api Dorong dan Angkutan Orang Sakit (1880–1896)

(Batavia), yang ditandai pemasangan rel di Desa angkutan militer kolonial dari Batavia ke wilayah
Kemijen Kota Semarang pada pada hari Jum’at, Aceh. Jalur kereta api ini pula berpengaruh besar
tanggal 17 Juni 1864, atas prakarsa perusahaan dalam pelaksanaan politik/strategi dalam rangka
Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij operasi militer Belanda untuk mengkosolidasi ke pos-
(NISM), yang dipimpin langsung oleh Gubernur pos di wilayah/daerah takluknya dan saling kerjasama
Jenderal L.A.J. Baron Sloet Van Beele, (Deppen RI, melalui kebijakan Konsentrasi Line di Aceh Tiga
1978). Sagi; (1) Kutaraja-Keutapang Dua; Lamjamee-
Selain di pulau Jawa, kereta api dibangun di Lamara-Lampeuneuruet-Lamreueng bersambaung ke
Sumatra, seperti pembangunan lintas kereta api Lambaroe, (2) Kutaraja-Lambaro; ke Lamppermai-
Sumatera ditandai pemasangan rel di Ulèe Lheue- Lamteh-Lamreueng, dan (3) Kutaraja-Peukan Kreung
Kutaraja dan dermaga. Langkah pertama Belanda Cut; ke Lamnyong-Buketkareng-Rumpet-Cot Iri dan
selain memperkuat pertahanan militer ibukota di bertemu ke Lambaroe. Jalur kereta api melingkar ini
Kutaraja, kemudian merintis jaringan alat komunikasi dikenal Konsentrasi Line, merupakan rute pertahanan
untuk menghubungkan Ulèe lheue-Banda Aceh. Lalu untuk saling menhubungkan antar pos/stasiun menuju
Pemerintah Belanda menggagaskan rencana angkutan ke Kutaraja, dan line ini pula sebagai pertahanan yang
peralatan militer dan perlengkapan alat-alat perang tangguh, yang terbuat dari tembok/beton, berpagar
antara Ulèe Lheue dengan Kutaraja sebagai tempat besi dan terdiri dari berbacam jenis peralatan perang
pembongkaran barang-barang dari kapal, yang yang serba lengkap untuk menahan serangan dari
dihubungkan dengan jalan kereta api ke Kutaraja pihak musuh/gerilyawan Aceh (Veer, 1977).
(Sufi, 2001). Konon dari hal tersebut bahwa kebijakan politik
Kebijakan Pemerintah Belanda merintis jalur/rute Konsentrasi Line, digagaskan oleh Gubernur Aceh,
kereta api (Atjehtram) pertama sekali Ulee Lheue- untuk mengawasi dan menjaga terhadap 16 pos/satuan
Kutaraja dibangun sepanjang 5 Km pada tahun 1876, militer di Kuataraja, agar rute/jalur rel kereta api bisa
suatu rencana untuk transit kapal-kapal perang mengangkut perlengkapan perang antara lintas Ulèe
98 Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan, 1 (1): 95-102, Januari 2020

Lheue–Kutaraja dari tiga jalur kereta api yaitu Belanda”. Fungsi selanjutnya bahwa pembukaan
Kutaraja–Lambaro, Kutaraja–Keutapang Dua dan rute/jalur kereta api memperkuat pos-pos, yang sudah
Kutaraja–Lamnyong (Nurhayati, 2014). Selain itu dirintis dari Ulee Lheue-Kutaraja; Kutaraja-Keutapang
digagaskan pula rute kereta api pintas, untuk Dua; Kutaraja-Lambaro; dan Kutaraja-Peukan Kreun
kepentingan militer dan sarana transportasi angkutan Cut (Deppen RI, 1978).
pejabat dari Pemerintah Belanda ke tempat tugas Dalam usaha perluasan wilayah kekuasaan dan
(kantor-kantor) antar jemput. Bahkan angkutan orang- daerah takluknya, secara politik tujuan kereta api
orang yang luka dan sakit yang datang dari pos-pos Atjeh Tram dijadikan sarana transportasi angkutan
dan dari rumah sakit dapat dipindahkan seluruhnya militer/menegakkan kedaulatan bagian dari Hindia
dengan kereta api ke luar Aceh (Sufi, 2001). Belanda di Aceh, yang lebih dititikberatkan kepada
Baik gerbong kereta api orang sakit dan strategi perang semata, juga disamping memperkuat
kereta api dorong merupakan salah satu alternatif dari pos “Konsentrasi Lini” untuk membendung serangan
kebijakan Pemerintah Belanda, menggunakan sarana dari musuh. Melalui pertahanan melingkar ini tujuan
angkutan serdadu-serdadu Belanda, sebagai akibat Pemerintah Belanda adalah untuk sarana transportasi
korban dari serangan gerilyawan Aceh pada jalur militer dan logistik bagi kepentingan pemerintah
lingkar dari pos-pos di Aceh Tiga Sagi, selanjutnya kolonial Belanda bahwa Atjeh Tram murni sebagai
transportasi dorong perannya dalam kapasitas alat perang bagi Pemerintah Belanda (Thamrin, 2004;
menjaga keamanan para pegawai/pejabat Pemerintah Sufi, 2001).
Belanda di ibukota Kutaraja, mereka dikawal oleh Kereta api perang dan jalur kereta api, selama
para serdadu/militer saat melintasi Jembatan Pante penerapan Konsentrasi Lini (1884–1896), perioritas
Perak hendak berangkat ke tempat tugas. utama Atjeh Tram sarana angkutan militer antara rute
Krueng Cut menuju rumah sakit militer di Pante Pirak
3.2. Tujuan Pemerintah Belanda membangun rute (Atjeh Tramdi atas jembatan Demmeni) di Kutaraja,
perkeretaapian membawa orang luka dan sakit dan angkutan militer
tatkala pemerintah Belanda menjalankan sistem
Seperti sudah dikemukan di atas bahwa perintisan konsentrasi lini, menghubungkan antara jalur kereta
kereta api sebagai sarana transportasi modern di Aceh api Kutaraja dan Aceh Tiga Sagi untuk kepentingan
milik Pemerintah Belanda, tujuannya memperlancar peralatan perang (Veer, 1977). Surat Keputusan
angkutan militer dan logistik, juga untuk memperkuat Gubernur Aceh dan daerah takluknya tanggal 7
wilayah kekuasaan dari gangguan gerilyawan Aceh. Januari Nomor: 8 tahun 1890 ditetapkan kereta api
Dalam kajian Sufi (2008) dijelaskan bahwa “perioritas (Atjeh Tram) berada di bawah pengawasan dan
utama kereta api Atjeh Tram alat angkutan logistik pemeliharaan departemen peperangan di Aceh dan
perang untuk memperkuat pos–pos kolonial dengan daerah takluknya (Sufi, 2001).
pengerahan militer guna menjaga instalasi pemerintah

Sumber: Meseum Aceh, 2016

Gambar 3. Kereta Api Angkutan Logistik Perang pada Lintas Jembatan Pante Perak
dan rel/jalur kereta api stasiun Kutaraja di wilayah Aceh Tiga Sagi Angkutan Militer (1876–1896)

Sumber: Meseum Aceh, 2016 Sumber: Museum Tropen, 2016

Gambar 4. Penjagaan Serdadu Belanda di Stasiun Lini Gambar 5. Kereta Api Angkutan Militer Kolonial Belanda
Konsentrasi Lambaro Aceh Besar Tahun 1885-1891 pada Stasiun Indra Puri (1886–1896)
Ibrahim dan Ibrahim. Awal perintisan kereta api di Aceh 99

Sebagai transportasi politik peranan Atjeh Tram, pemusatan militernya di temapatkan disetiap
secara politik dan militer fungsi bahwa kereta api satsiun/pos-pos jalur Konsentrasi Line (rute
dominan untuk mengangkut perlengkapan perang melingkar).
antara lintas Ulèe Lheue–Kutaraja dan saling Sejumlah stasiun-stasiun kereta api di Aceh Tiga
dihubungkan dengan tiga jalur kereta api lain yaitu Sagi, difungsikan oleh Gubernur Sipil/Militer Belanda
Kutaraja–Lambaro, Kutaraja–Keutapang Dua dan disepanjang Konsentrasi Line sebagai basis pasukan
Kutaraja–Lamnyong (Nurhayati, 2014). Garis wilayah militer tujuannya menjaga wilayah dan daerah
blokade dibagian luar lingkaran ini lebarnya 1.000 takluknya. Misalnya stasiun Indra Puri, jaraknya 16
meter digunakan untuk melindungi kota/pos di dalam Km dan Seulimuem 18 Km dari ibukota Kutaraja.
lingkaran terhadap dari serangan pemberontak dari Pengiriman pasukan brigade (perwira) ke pos Indra
luar lini dan diperkuat oleh 5.000 tentara/serdadu Puri hanya sebatas memperkuat pos Konsentrasi Line
kolonial Belanda untuk menghadapi serangan dari di sepanjang jalur kereta api dari kompleks Kuta
gerilyawan Aceh (Thamrin, 2004). Pasukan militer Pohama melalui Lambaro dan bertahan di
Belanda ditempatkan pada pos-pos melingkar sebagai Seulimeuem, tetapi belum sampai membuka jalur
benteng pertahanan/basis militer, untuk menahan kereta api ke Gle Kameng, dengan alasan
serangan dari pihak gerilayawan Aceh pada fase awal keamanannya masih dikuasai oleh pihak gerilyawan
dan tugasnya tidak mengejar musuhnya. Aceh. Tetapi baru pada tahun 1896, pasukan militer
Penjagaan militer Belanda di stasiun kereta api Belanda/brigade hanya baru dapat menguasai rute Gle
Lambaro/tangsi militer (Lambaro Kaphee: markas Kameng dibawah dinas zeni dan berhasil didirikan
serdadu Belanda) tujuannya adalah memblokade dan beberapa kamp di sebelah luar Konsentrasi Line (Sufi,
memperketat gangguan serangan dari berbagai 2001).
penjuru di Aceh Tiga Sagi di bawah Komando Syekh
Saman Tiro, yang berpusat di Aneuk Galeueng (1881– 3.3. Gangguan Jalur kereta api
1891). Militer Belanda yang diturunkan di pos
Lambaro Aceh Besar, jaraknya dengan Kutaraja 7 Km Seperti sudah dikemukakan di atas bahwa proyek
tugasnya selain mengawasi ancaman musuh dan pembangunan kereta api di Aceh (Atjeh Tram) selama
memperkuat pertahanan wilayah dan daerah takluknya dua dasawarsa antara tahun 1876–1896, merupakan
disekitar Konsentrasi Line. Penempatan pasukan alat transportasi ala Eropah dan memasuki babak baru
Belanda pada masa Gubernur Militer/Sipil Aceh van dalam merubah sistem lokal ke pola transportasi
der Hooeven menugaskan sejumlah pasukan militer teknologi modern. Pembukaan jalur kereta api
dengan angkutan kereta api perang (Jakub, 1960: 101). berjalan diatas rel baja, yang dirintis oleh pemerintah
Peran kereta api, disamping memperkuat Belanda alias Pemerintah Kaphé (kafir) hanyalah
benteng konsentrasi lini dan berhasil menyatukan untuk kepentingan kolonial, yaitu dari penjajah untuk
wilayah kekuasaan dan daerah takluknya selama penjajah. Dibangunnya Atjeh Tram untuk keperluan
dua puluh tahun (1876–1896) dalam rangka perang Aceh oleh Departemen peperangan (DVO)
menghadapi aksi perlawanan dari musuh dengan (Nurhayati, 2014). Realisasinya terjadi suatu
aksi pembakaran stasiun–stasiun Atjeh Tram perubahan terhadap sendi-sendi budaya masyarakat,
sebagai basis kekuatan militer di Aceh (Sufi, 2008: dan dianggap oleh Ulama dan gerilyawan Aceh
19). Untuk melindungi setiap stasiun kereta api, sebagai malapetaka telah merusak kehidupan pelbagai
Pemerintah Belanda memperioritaskan pos–pos aspek; politik, sosial dan kemasyarakatan, maka pihak
militer agar dapat terjaminnya politik Pemerintahan pejuang Aceh melakukan gangguan sabotase rel dan
Belanda yang kokoh, hal ini perlu sekali perhubungan jembatan kereta api pada tahun 1881, oleh pasukan
sarana transportasi kereta api Atjeh Tram untuk Teungku Chik di Tiro di Aceh Besar.

Sumber: Meseum Tropen 2016


Gambar 6. Gangguan dan sabotase jalur rel kereta api di Aceh Tiga Sagi
100 Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan, 1 (1): 95-102, Januari 2020

Dengan semangat jihad fisabilillah, bulan Mei 1882 Dalam menghadapi aksi sabotasi dan gangguan
melancarkan aksi pertamanya ke bivak/markas militer dari gerilyawan Ulama Aceh, pihak Pemerintah
dan stasiun kereta api Belanda di Gle Kameng, Belanda tetap mengirimkan pasukan militer dan
Indrapuri pada malam harinya dan pos itu dibakar memperbaiki jalur kereta api perang untuk
habis serta menghancurkan jembatan–jembatan memperkuat sistem Konsentrasi Lini (1884–1896),
(Alfian, 1987). Militer Belanda menarik diri ke dan menempatkan militernya pada 16 pos tersembunyi
bivak/markas Samahani dan mengawasi stasiun serta di dalam sebuah lingkaran di Kutaraja, mulai lintas
bertahan di tempat itu juga. Ulèe Lheue–Kutaraja, yang saling dihubungkan 3
Pada tahun 1882, kembali melakukan sabotase rel– jalur kereta api lain yaitu Kutaraja–Lambaro,
rel kereta api di Aceh Tiga Sagi, oleh pasukan sabil Kutaraja–Keutapang Dua dan Kutaraja–Lameunyong
menghadang patroli-patroli Belanda yang membawa dengan kekuatan ditempatkan 5.000 tentara
makanan dari Kutaraja ke pos–pos bivak di luar (Nurhayati, 2014:77 dan Zainuddin, 2012:573).
Kutaraja (Jakub, 1960). Mereka tidak hanya Pemerintah Belanda secara bertahap akan terus
mengganggu kereta api, tetapi melakukan aksi memberdayakan rute kereta api dan Konsentrasi Line,
penyerangan para kuli–kuli/buruh-buruh asal Cina, dengan alasan semakin gencar serangan dari pasukan
yang mengerjakan perbaikan jalan di sepanjang jalur sabil di bawah pimpinan Teungku Syekh Saman Tiro,
rel di luar Kutaraja, lalu orang–orang Cina berlarian yang bergabung dalam barisan Jihad Fisabilillah
ke sana kemari sambil berteriak-teriak seperti melakukan penghadangan, sabotase, merusak jalur rel
kemasukan sehingga menimbulkan kekacauan kereta api, dan melawan pemerintah Kaphé Belanda
dikalangan mereka sendiri (Usman, 2009). Gangguan yang sedang menjajah Tanah Aceh (Jakub, 1960).
dan penyerangan dari pihak gerilyawan Aceh pada Gangguan atau sabotase rel kereta api dan aksi
lintas jalur kereta api, di luar Kutaraja, pemerintah penyerangan masih sering terjadi oleh pemberontak
Belanda memperkuat pertahanan dan patroli sekitar muslimin, Gubernur Aceh van Teijn mengalami
konsentrasi line pada tahun 1884. Sewaktu Mayor kegagalan untuk mengatasinya. Gangguan ini baru agak
Jenderal E. Demmeni (yang menggantikan Tobias), reda, setelah digantinya Gubernur Sipil/Militer Aceh
kebijakan yang paling penting adalah untuk JB. van Heutz dan atas pandangan dari Snoock
menyelamatkan tentara pendudukan Belanda di Aceh Hurgronje dengan gerakan anti gerilya dan memburu
Besar (Aceh Tiga Sagi) yang sedang menghadapi gerilyawan dengan penghancuran markas-markas di
bahaya dari serangan pemberontak Aceh yang belum Aceh Tiga Sagi sekitar tahun 1896. Sistem bertahan
mereda dan mengawasi jalur-jalur rel kereta api akibat sebelumnya (defensif) ditinggalkan dan diciptakan
gangguan dan sabotase (Said, 1995). sistem mengejar musuh (ofensif).
Usaha satu-satunya yang ditempuh oleh Mayor Dalam situasi berkecamuknya perang/darurat
Jenderal E. Demmeni hanya saja mengawasi dan perang, manfaat Atjeh Tram/kereta api aktif
memperkuat jalur kereta api “Lini Konsentrasi”, tetapi beroperasi untuk transportasi antar jemput
gerilyawan Chik di Tiro mendirikan pula benteng- penumpang dalam kapasitas mengemban fungsi
benteng pasukan sabil di sekeliling pos-pos militer sarana angkutan cepat, sekalipun masih dalam jarak
Belanda di Aceh Tiga Sagi yang disebut “Kuta dekat antara daerah di Aceh Besar; Kutaraja-
Reuntang”. Aksi dari gerakan muslimin tetap Keutapang Dua; Kutaraja-Peukan Kreung Cut;
dilakukan siang- malam yang diatur siasatnya oleh Kutaraja-Lambaroe; Indrapuri dan Seulimuem.
Chik di Tiro, tidak henti-hentinya mengadakan Tatkala terjadi letusan senjata kedua belah pihak
gangguan dan sabotase, memutuskan jembatan, atau disebabkan gencarnya serangan–serangan dari
membongkar rel kereta api yang menghubungkan pejuang Aceh yang belum menerima kehadiran
bivak-bivak Belanda disepanjang Konsentrasi Line transportasi ala teknologi modern, aktifitas
(Zainuddin, 2012). angkutan umum berhenti seketika, tetapi setelah
Pihak gerilyawan Aceh bahkan tidak jarang rel-rel, aman kereta api dapat melakukan operasi kembali
juga gerbong kereta api milik Belanda ini diledakkan berdasarkan instruksi dari pihak pengelola
atau diserang oleh para pejuang dibawah Komando Devartement Van Burgelijke Openbare Warken
Syekh Saman Tiro dan Chik Pante Kulu dengan dibawah pengawasan departemen pekerjaan umum.
semangat cetusan Hikayat Perang Sabil. Seperti Selain beroperasi angkutan transportasi umum,
tercatat pada 28 Januari 1889, terjadi sebuah granat pembangunan kereta api juga bermanfaat bagi
diledakkan oleh para pejuang Aceh di lintasan rel warga Aceh sendiri dan pendatang luar Aceh.
kereta api di kawasan Lamara Aceh Besar; jalur rel Dengan kehadiran kereta api, terutama bagi warga
menuju ke Lampenerut–Kutaraja. Tak hanya rel dan Aceh sudah mengenal transportasi modern dengan
gerbong tetapi jembatan menjadi sasaran angkutan cepat dan antar jemput serta mudah
pembongkaran. Akibat kejadian ini, pihak Pemerintah hubungan antar kota di wilayah Aceh Tiga Sagi.
Belanda memutuskan untuk tidak menyambung jalan Skala prioritas ini memberi arti bahwa manfaat
rel kereta api ke beberapa kawasan karena kerusakan kereta api mampu mengimbagi laju pertumbuhan
yang berulang kali akibat serangan bertubi-tubi oleh ekonomi kerakyatan dan swasta di Aceh
para pejuang Aceh/gerilyawan (Thamrin, 2004). (Widjijanto, 2013). Sementara para karyawan dan
Ibrahim dan Ibrahim. Awal perintisan kereta api di Aceh 101

Sumber: Meseum Aceh, 2016


Gambar: 7. Stasiun Kutaraja dan rangkaian gerbong kereta api angkutan umum di wilayah Aceh Tiga Sagi

kuli transmigrasi dan urban, juga ambil bagian kereta api dapat memuat jumlah penumpang lebih
membuka perkampungan baru pula di sekitar stasiun banyak dari moda transportsi lainnya. Sealin itu waktu
Atjeh Tram. Pembukaan pemukiman baru oleh para tempuh yang relatif cepat harga tiket yang terjangkau
kuli kereta api asal Cina, Jawa (Pribumi) dan Padang, mengakibatkan kereta api dibutuhkan oleh pihak
akibat dari proses urbanisasi (perpindahan penduduk) pedagang swasta di Aceh Tiga Sagi, namun pihak
dari kemajuan transportasi perkembangan kereta api gerilyawan tidak menerima kehadiran transportasi
Atjeh Tram (AT). Proses ini muncul pula kota–kota modern.
strategis sebagai pusat perdagangan baru, misalnya
Ulee Lheue menjadi demaga perdagangan
internasional dikawasan ujung paling barat Pulau 4. SIMPULAN
Sumatera. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
Selain Ulee Lheue, juga Kutaraja menjadi pusat pembangunan jalur transportasi kereta api di
pengembangan kota semi metropolitan dan Aceh/Atjeh Tram telah membuka era baru yang
didominasi pola hidup gaya Eropah dan Timur Asing disebut "Politik Perebutan" (peace of Aceh), dan
(Nurhamidah, 2004: 27). Bahkan Kutaraja itu kereta api berfungsi sebagai sarana angkutan
dijadikan ibukota kolonial Belanda di Aceh sebagai logistik/peralatan perang/kereta api perang dalam
kota strategis dan maju sebagai akibat lancarnya arus menghadapi musuh/gerilyawan Aceh. Juga rakyat
transportasi kereta api Atjeh Staats Spoorwegen (ASS) Aceh sudah mengenal sarana transportasi yang
dan pusat komunikasi dan transportasi dengan berteknologi modern dan sarana transportasi angkutan
pembukaan stasiun–stasiun kereta api, sehingga umum/penumpang antar jemput lebih cepat, dan
terbentuk pusat–pusat perniagaan dan perdagangan sarana angkutan barang antar daerah, namun angkutan
internasional yang mampu menarik minat pedagang– logistik militer masih tetap diperlukan bagian dari
pedagang dari luar negeri untuk berkiprah di bidang pertahanan kedaulatan pemerintahan Hindia Belanda
perbankkan dan perusahaan swasta lainnya (Mulyana, di Aceh. Bahkan dermaga Ulee Lheue sebagai pusat
2008). perdagangan strategis dan Kutaraja menjadi ibukota
Pemerintah Hindia Belanda sebagai akibat dari
3.4. Manfaat pembangunan kereta api lancarnya arus transportasi kereta api Atjeh Staats
Spoorwegen (ASS) dan pusat komunikasi dan
Peran penting kereta api di samping memperkuat transportasi dengan adanya pembukaan stasiun–
benteng Konsentrasi Line, sebagai kereta api perang stasiun kereta api di Aceh Tiga Sagi.
dan angkutan logistik bahwa transportasi yang
diperkenalkan oleh Pemerintah Belanda dalam DAFTAR PUSTAKA
suasana darurat perang juga bermanfaat untuk
Ghani, A, Y. Habib, dkk. (2015). Strategi Belanda
transportasi angkutan umum di wilayah kekuasaan
Mengepung Aceh 1873. Banda Aceh: Bandar
dan daerah takluknya di Aceh Tiga Sagi. Dibukanya
Publishing Ds. Lamgugob-Syiah Kuala.
jalur kereta api untuk transportasi umum mulai tanggal
Alfian, I. (1987). Perang di Jalan Allah. Jakarta:
12 Agustus 1876 rute Ulèe Lheue–Kutaraja. Seperti
Pustaka Sinar Harapan Aceh.
rute kereta api Lamnyong, Keutapang, Indrapuri (16
Dudung, A. (1999). Metodologi Penelitian Sejarah.
km) dan Seulimuem (18 km), sehingga masyarakat
Jakarta: Logos Wacana Ilmu
dan penumpang semakin bertambah ramai
Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah. Jakarta:
menggunakan kereta api sebagai transportasi
Universitas Indonesia. Graha Ilmu.
lalulintas umum (1882–1896) dengan rute perjalanan
Hadari, N. (1993). Metodologi Penelitian Bidang
yang lebih aman dan andal (Karim, 2014). Bahkan
Sosial. Yogyakarta: UGM.
102 Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan, 1 (1): 95-102, Januari 2020

Jakub, I. (1960). Teungku Tjhik Di Tiro (Muhammad Said, M. (1995). Aceh Sepanjang Abad. Medan: PT
Saman) Pahlawan Besar Dalam Perang Atjeh Percetakan Prakarsa Abadi Press.
(1881–1891). Djakarta: Bulan Bintang. Sufi, R, S. I. Setiawan, Indriani dan T. Lestari. (2001).
Krim, R, R. Kour, dan P. Tretten. (2014). Sejarah Perkeretaapian di Aceh. Banda Aceh:
eMaintenance solution through online data Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
analysis for railway maintenance decision- Sufi, R dan M. Azis. (2008). Peristiwa PKI di Aceh
making. Journal of Qality in Mainteneance Sejarah Kelam Konflik di Serambi Mekkah.
Engineering. Sweden: Lulea University of Aceh: Boebon Jaya.
Technology. 20 (3): 262–275. Thamrin, Z. (2004). Aceh Melawan Penjajahan
Mulyana, E. (2008). Menekan Kembali Saudagar Belanda. Banda Aceh: CV Wahana.
Aceh. Banda Aceh: Badan Arsip dan Usman, A. R. (2009). Etnis Cina Perantauan di Aceh.
Perpustakaan Provinsi Naggroe Aceh Darussalam Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Notosusanto, N, dan M. D. Poeponegoro. (2010). Veer, P. V. (1977). Perang Belanda di Aceh.
Sejarah Nasional Indonesia IV Jakarta: PN. Balai Amsterdam: Uitgeverij De Arbeiderspres.
Pustaka. Widjijanto, Y. P. (2013). Perkembangan Transportasi
Nurhamidah. (2004). Perkembangan Kota Medan Kereta Api di Perkebunan Deli (Sumatera Utara)
1909–1951. e–USU Repository. Medan: Tahun 1880–1891. Jurnal. Surabaya: STKIP
Universitas Sumatera Utara. Sidoarjo.
Nurhayati, Yati. 2014. Sejarah Kereta Api Indonesia. Zainuddin, M. (2012). Tarikh Aceh dan Nusantara.
Bandung: CV Sahabat. Banda Aceh: LSKPM.
Deppen RI. (1978). Kereta Api Indonesia, Jakarta:
Departemen Penerangan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai