Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH RAMMANG RAMMANG

Mata Maruscha, 30 tahun, tak bisa berkedip saat menatap gugusan pegunungan kapur atau karst
di kawasan wisata Rammang-rammang di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Senin
(7/8/2017) siang. Perempuan asal Slovenia itu, terlihat takjub menikmati keindahan
pemandangan di sekitar kawasan wisata yang berlokasi di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa.

Bersama suami dan kedua anaknya, perempuan tersebut kompak mengucap kata spektakuler
sebagai kata yang pas untuk menggambarkan keindahan alam di Rammang-rammang. Tak henti
disitu, Maruscha kembali mengungkapkan kekagumannya tentang Rammang-ramang.

Bagaimana bisa ada tempat seperti ini? Di dunia sangat sedikit, hanya ada di Indonesia,
Tiongkok, dan Vietnam. Kita sungguh bersyukur karena bisa berkunjung ke Sulawesi ini, ucap
dia yang berpapasan dengan Mongabay Indonesia saat menunggu perahu di dermaga 3 untuk
perjalanan pulang.

Sebelum berpisah, Maruscha sempat berpesan, siapapun yang datang ke tempat wisata tersebut,
harusnya bisa menjaga dengan baik. Mengingat, kata dia, tempat wisata seperti itu menjadi
idaman bagi para wisatawan seperti dirinya. Oleh itu, dia mengaku rela harus merogoh dana
besar untuk bisa terbang ke Makassar dan berlanjut berkendara ke Maros.

Perbincangan singkat yang terjadi di tengah gugusan pegunungan kapur dan hutan batu itu,
menegaskan bahwa tempat wisata Rammang-rammang bukanlah sekedar tempat wisata biasa.
Lebih dari itu, Rammang-rammang menyimpan sejarah panjang kehidupan manusia di bumi
Sulawesi, dan umumnya di dunia.

Deputi IV Bidang SDM, Iptek, dan Marim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri
Burhanuddin yang juga pakar geologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar, menjelaskan
bahwa Rammang-rammang sudah terbentuk sejak lama, sekitar 30 juta tahun lalu.

Namun, kata dia, kawasan tersebut diperkirakan baru mulai dihuni manusia pada 40 ribu tahun
lalu. Jejak manusia di masa lalu tersebut, hingga kini masih bisa dinikmati oleh para pengunjung
melalui tulisan tangan atau simbol-simbol yang ada di dinding gunung.

Ini kawasan yang istimewa. Tidak setiap tempat di bumi ini menyisakan catatan sejarah yang
bisa dinikmati hingga sekarang. Ini harus menjadi kebanggaan kita dengan menjaganya secara
bersama dan dijauhkan dari bentuk pembangunan masif apapun, tutur dia.

Kebersihan dan Higienitas

Dengan keunggulan yang dimiliki tersebut, Safri optimis kalau wisata Indonesia, khususnya
Sulsel akan berkembang semakin cepat. Jika itu bisa terjadi, kata dia, maka wisatawan yang
datang ke Indonesia jumlahnya akan terus naik dan bahkan bisa mengalahkan negara tetangga,
Malaysia yang saat ini masih bertengger di urutan tiga negara dengan jumlah wisatawan
terbanyak di Asia Tenggara.
Namun untuk bisa menarik wisatawan mancanegara dengan jumlah banyak, perlu penataan
lebih banyak lagi di dalam kawasan. Terutama, bagaimana menyulap kawasan menjadi tempat
wisata yang bersih, sehat, dan nyaman, ucap dia.

Tempat yang bersih, sehat, dan nyaman, menurut Safri akan selalu menjadi idaman bagi
wisatawan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan kondisi seperti itu saja, kata dia,
wisatawan tak akan lagi memperdulikan bagunan infrastruktur yang ada di sekitarnya.

Jika sudah bersih, sehat, dan nyaman, di manapun lokasinya, itu akan didatangi oleh wisatawan.
Walaupun aksesnya susah, itu tak akan menyurutkan keinginan wisatawan untuk datang
berkunjung, kata dia.

Safri kemudian menjelaskan, apa yang dia katakan di atas, merujuk pada kondisi kawasan wisata
Rammang-rammang sekarang. Meski indah dan bersejarah, tetapi kawasan tersebut terlihat
kurang terawat dan banyak sampah bertebaran di seluruh kawasan, termasuk di sepanjang aliran
sungai yang menjadi akses utama menuju gugusan pegunungan karst.

Rammang-rammang Kafe, salah satu kafe dan penginapan di sekitar kawasan Rammang-
rammang yang cukup banyak diminati pengunjung. Meski terlihat eksklusif tarif yang dikenakan
cukup murah, hanya Rp35 ribu per malam. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

Sampah

Di tempat sama, Asisten Deputi Budaya, seni dan Olahraga Kemenkomar Kosmas Harefa juga
meminta kepada Pemerintah Kabupaten Maros untuk bisa menata kawasan Rammang-rammang
menjadi lebih bagus lagi. Terutama, penataan dari sisi kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan.

Kita harus belajar dari Malaysia dan negara tetangga lain di Asia Tenggara. Mereka pintar
mengelola kawasan wisata karena bisa menjaga kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan.
Padahal, dari segi sumber daya alam kalah jauh dari Indonesia, ucap dia.

Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Maros Rahmat Burhanuddin yang hadir di
Rammang-rammang, mengakui kalau tempat wisata tersebut masih butuh penataan lebih lanjut.
Bukan karena untuk menarik wisatawan, kata dia, penataan harus dilakukan untuk menjaga situs
bersejarah yang ada di dalam kawasan.

Sekarang ini Rammang-rammang semakin diminati. Saat puncak kunjungan, wisatawan yang
datang ke sini jumlahnya bisa mencapai 1.500 orang, ungkap dia.

Selain penataan, Rahmat mengaku, hingga saat ini persoalan sampah masih menjadi kendala
yang utama dalam pengembangan kawasan Rammang-rammang. Hal itu, karena kawasan
tersebut beroperasi sepanjang hari selama 24 jam.

Di dalam kawasan ada perkampungan yang didiami warga sini. Meski penyewaan perahu untuk
akses menuju dalam itu masih terbatas, tapi memang operasionalnya tetap berlangsung selama
24 jam, jelas dia.
Rammang-rammang pertama kali dikembangkan pada 2014 oleh masyarakat di Desa Salenrang.
Untuk menarik wisatawan, kawasan tersebut kemudian mulai dibuka untuk umum di tahun
tersebut. Sejak itu, perkembangan Rammang-rammang terus menerus terjadi dan berlangsung
cepat, terutama setelah kemudahan warga untuk mengakses informasi melalui internet terjadi di
seluruh Indonesia.

Ketua Kelompok Sadar Wisata Rammang Rammang Muhammad Ikhwan menjelaskan, terus
berkembangnya kawasan wisata tersebut mulai terjadi setelah masyarakat bisa mengakses sosial
media dengan sangat mudah.

Saat akhir pekan datang, pria yang biasa dipanggil Iwan Dento itu bercerita, wisatawan akan
berbondong-bondong datang dan jumlahnya bisa mencapai 600 hingga 700 orang. Dengan
jumlah tersebut, tidak heran kalau kawasan Rammang-rammang menjadi sangat ramai dan
produksi sampah menjadi naik berkali-kali lipat dari hari biasa.

Tapi kita berusaha memberikan penyadaran informasi kepada warga setempat, terutama yang
tinggal di dalam kawasan. Bagaimanapun, kawasan harus tetap dijaga dengan baik, ungkap dia.

Deretan gunung karst yang ditumbuhi vegetasi alami menjadi daya tarik tersendiri bagi kawasan
ini. Kawasan ini sempat menjadi incaran tambang marmer, meski kemudian dibatalkan di tahun
2013 karena penolakan warga. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

Iwan menyebutkan, ada sejumlah titik menarik yang bisa dikunjungi oleh wisatawan, yaitu
taman hutan batu kapur, telaga Bidadari, gua Bulu Barakka, gua Telapak Tangan, gua Pasaung,
sungai Pute dan kampung Berua.

Tapi tentu saja tidak semua spot tersebut bisa didatangi sekaligus oleh wisatawan. Biasanya,
mereka memilih salah satunya. Dan paling banyak adalah mereka menikmati gugusan
pegunungan karst yang ada di tengah perkampungan warga, jelas dia.

Perlawanan Tambang

Istilah Rammang-rammang sendiri, menurut Iwan, adalah istilah yang berasal dari bahasa
Makassar yang berarti adalah awan atau kabut. Penyebutan istilah tersebut diduga kuat merujuk
pada kondisi alam, dimana biasanya pada pagi hari kawasan tersebut selalu diselimuti awan dan
terkadang kabut tebal.

Lebih jauh Iwan mengungkapkan, sebelum dibuka sebagai tempat wisata, Rammang-rammang
sempat menjadi kawasan penambangan batu kapur. Aktivitas tersebut terjadi pada 2008. Saat itu,
kata dia, ada tiga perusahaan asal Tiongkok yang mendapatkan izin untuk menambang.

Karena kita sadar penambangan akan merusak alam, kita saat itu berjuang untuk mencabut izin
tersebut, dan bahkan salah satunya sudah beroperasi. Perjuangan kami akhirnya berhasil setelah
semua izin dicabut pada 2013, papar dia.
Setelah tiga perusahaan tersebut gagal beroperasi, Iwan mengatakan, warga akhirnya bersepakat
untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat wisata. Tak lama, pada 2015, warga berhasil
mendorong lahirnya Peraturan Desa dan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Budpar Kab Maros
tentang pengelolaan kawasan Rammang-rammang.

Sejak resmi dibuka untuk umum sebagai tempat wisata, Iwan mengungkapkan, sejak saat itu
desa mendapatkan pemasukan melalui retribusi yang ditarik dari pengunjung. Dari semua
pemasukan, 25 persen diserahkan ke kas desa dan sisanya akan diberikan untuk operasional
kelompok sadar wisata dan untuk perbaikan infrastruktur pendukung.
SEJARAH LEANG LEANG

Buat anda yang sering mengunjungi Makassar pasti sudah sering berwisata Kota Tua seperti ke
Benteng Fort Rotterdam ataupun Pelabuhan Poetere, jika kita ke Kota Maros pasti juga seringnya
ke Taman Nasional Bantimurung kan? padahal sebelum Taman Nasional Bantimurung ini ada
satu Destinasi Wisata yang cukup menarik lho.. yaitu Leang Leang.. Leang Leang ini letaknya
sebelum Taman Nasional Bantimurung, untuk masuk ke kawasan ini memang berjarak beberapa
kilometer dari jalan utama. jalannya pun sekarang sudah aspal, berbeda 4-5 tahun lalu ketika
masuk ke Jalan ini jalannyaa cukup rusak dan sempit. sekarang akses kesini sudah cukup bagus
dan infrastrukturnya pun juga sudah tertata baik.

Leang Leang terletak di dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di daerah
Maros Pangket, Pegunungan Karst yang sudah berumur ribuan tahun ini diakui sebagai kawasan
karst terbesar kedua di dunia setelah Guangzhou di China. Meliputi area seluas 43.750 hektar
wilayah ini memiliki 286 gua dengan lebih dari 30 gua pra-sejarah. Daerah Pangkep ini letaknya
hanya satu jam perjalanan darat kok dari Makassar. yang unik jenis bebatuan Karst di Maros
Pangkep ini juga dapat ditemukan hanya di Guangzhou, Cina, dan di Teluk Halong, Vietnam.
tidak hanya itu, disini ada Gua Prasejarah dan terdapat bukti tapak tangan manusia purba disini.
untuk masuk kedalam Gua ya lumayan sangat sempit, dan diharapkan hati hati karena agak licin.
Gua prasejarah yang terdapat di Leang Leang ini sangat menarik, karena Gua ini dulunya sebagai
tinggal tempat orang prasejarah dan mereka meninggalkan jejak dalam berbagai bentuk gambar
di dinding gua. gambar gua dan cetakan tangan yang ditemukan di hampir semua gua prasejarah
di sekitar desa Belae. Gambarnya pun cukup unik karena ada gambar-gambar yang mengambil
bentuk babi hutan, ikan, manusia, dan bentuk tidak jelas lainnya yang ditemukan di daerah
sekitar Leang Leang. selain untuk dokumentasi banyak orang yang berpendapat bahwa gambar
yang unik yang terdapat di dinding Gua ini juga bertujuan sebagai ritual keagamaan mereka dan
juga sebagai monumen keberadaan mereka.
Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia.
Istilah aslinya adalah krst/krast' yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara
Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. biasanya jika banyak ditemukan karst
biasanya daerah tersebut sangat subur karena daerah yang banyak terdapat Karst mempunyai
pasokan ketersediaan air tanah yang banyak dan dibutuhkan untuk kehidupan manusia, baik
untuk keperluan harian maupun untuk pertanian dan perkebunan.
Goa Leang Leang , Wisata situs bersejarah goa purba di Leang Leang, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Goa leang leang memberikan gambaran kehidupan manusia masa lampau, deretan gua-gua yang
ada di hamparan pegunungan batu itu sangat menarik perhatian terutama para ilmuwan.
Lokasi Goa leang leang dapat ditempuh dari Bandara Sultan Hasanuddin dengan menggunakan
angkutan umum . Jalanan menuju tempat itu tidak terlalu bagus, tapi pemandangan di
sekitarnya sangat indah Batu-batuan besar berwarna hitam bertumpuk rapi di lapangan
luas dengan pemandangan batu karakteristik yang sangat khas.
Di kawasan Goa Leang Leang itu, ada dua gua yaitu gua PettaE dan Petta Kere. Dua gua itu
letaknya tidak berjauhan. Gua pertama tampak sewaktu memasuki kawasan disekitarnya terdapat
rumah penduduk sebagai tempat beristirahat,

Gua PettaE , pintu gua dipagari besi setinggi 1500 cm. Dari pintu itu, gambar tangan sudah
terlihat karena gua itu memang tidak terlalu dalam. ada lima gambar telapak tangan, tapi hanya
tiga yang utuh. Selain telapak tangan, ada pula babi rusa dan sebuah mata tombak yang
semuanya berwarna merah.
Pada gua Petta Kere. dapat ditempuh dengan berjalan kaki, kurang lebih 300 meter dari Gua
PettaE. Ada dua jalur yang dapat ditempuh. Jalur pertama menggunakan jalan yang sudah baik,
jalur kedua melewati anak tangga di antara batu-batuan menyempit. dengan ketinggian sekitar
20 meter dari permukaan tanah. disiapkan tangga besi berbelok . Goa ini menyimpan gambar
yang lebih banyak . Ada sekitar 27 gambar telapak tangan, tapi yang terlihat utuh hanya sekitar
17 gambar. Sebuah gambar babi rusa gemuk terkapar dengan sebilah tombak menghunus ke
jantung.
Selain gambar-gambar pada dinding gua, di sekitar gua itu juga ditemukan sampah dapur berupa
kulit kerang dan keong yang berserakan.
Selain kedua Gua tersebut masih banyak lagi gua lainnya mungkin ada ratusan Gua .
Menurut sejarah, gambar tangan itu merupakan tangan perempuan. Usian gambar itu lebih dari
5.000 tahun. Ukurannya tidak terlalu besar dan konon dibuat dalam waktu yang tidak bersamaan.
Tentang gambar tangan, ada tradisi purba masyarakat setempat yang menyebutkan, gambar
tangan dengan jari lengkap bermakna sebagai penolak bala, sementara tangan dengan empat jari
saja berarti ungkapan berdukacita. Gambar itu dibuat dengan cara menempelkan tangan ke
dinding gua, lalu disemprotkan dengan cairan berwarna merah. Sat pewarna ini mungkin dari
mineral merah (hematite) yang banyak terdapat di sekitar gua (di batu-batuan dan di dasar sungai
di sekitar gua), ada pula yang mengatakan dengan batu-batuan dari getah pohon yang dikunyah
seperti sirih. [Sinar Harapan].

Anda mungkin juga menyukai