Anda di halaman 1dari 39

Direktorat Pendayagunaan Pesisir

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut


Kementerian Kelautan dan Perikanan
PROFIL PEMBANGUNAN PUSAT RESTORASI
DAN PEMBELAJARAN MANGROVE
TAHUN 2016

PENGARAH:
Ir. Rido Miduk Sugandi Batubara. M.Si.
Direktur Pendayagunaan Pesisir

PENANGGUNG JAWAB:
Drs. Rusman Hariyanto, MT

PENYUSUN:
Erva Kurniawan, ST., M.Eng.
Tri Danny Anggoro, S.Pi., MT., M.Sc.
Khusnul Khotimah, S.Si., MT.
David, S.St.Pi., M.EMD.
Rommy Martdianto, ST., MT.
Uli Safriyani, S.Kel.
Sulaeman
Ricat Simarmata

©2017
DIREKTORAT PENDAYAGUNAAN PESISIR
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Pusat Restorasi dan
Pembelajaran Mangrove
(PRPM) Pangandaran
Tidak jauh dari Bandara Nusawiru sebagai salah satu gerbang
pintu masuk Kabupaten Pangandaran, terdapat objek wisata yang
tidak kalah menarik yaitu hutan mangrove. Suasananya yang asri
dan hijau membuat pengunjung betah di sini. Salah satu destinasi
wisata yang luar biasa ini diinisiasi oleh Pemerintah Daerah
bersama dengan Direktorat Pendayagunaan Pesisir, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan
Perikanan pada tahun 2015 dengan membangun dermaga di
Sungai Cijulang dan jembatan atau tracking mangrove sepanjang
250 meter.
Pengembangan wisata mangrove sebagai kawasan Pusat
Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Batu Karas ini
terletak di Dusun Sanghyang Kalang, Desa Batu Karas, Kecamatan
Cijulang. Bermula dari keseriusan pemerintah daerah yang dalam
hal ini adalah Dinas Kelautan, Pertanian dan Kehutanan (Dinas
KPK) yang mengusulkan membangun PRPM yang berfungsi
sebagai pusat restorasi dan pengelolaan mangrove dan
selanjutnya dijadikan salah satu obyek ekowisata. Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang dalam hal ini Direktorat
Pendayagunaan Pesisir melanjutkan kegiatan pembangunan
PRPM di Batu Karas ini dengan membangun Tracking Mangrove
pada tahun 2016 sepanjang 250 meter.

Dedi Haryadi Ketua Kelompok Sanghiang Mangrove Lestari


Pengelola Ekowisata PRPM tidak pernah menyangka bahwa
wisata hutan mangrve yang tengah dirintis di daerahnya kini
menjadi salah satu primadona padahal usianya belum genap dua
tahun. Jumlah pengunjung pada saat liburan mencapai 5.000
pengunjung yang datang mengunjungi tempat wisata yang relatif
baru ini dengan rerata kunjungan perhari mencapai 200-300 orang.
Selain dari berita dari mulut ke mulut, informasi mengenai
keberadaan salah satu obyek wisata tersebut juga didapat dari
media sosial bagi promosi wisata yang dikemas untuk pendidikan.
Meski lokasi ini masih terbilang baru, salah satu destinasi wisata
rintisan program pemberdayaan masyarakat pesisir ini telah
menempatkan diri sebagai obyek wisata pilihan dan bukan perkara
mustahil jika wisata mangrove ini akan menjadi wisata unggulan di
Kabupaten Pangandaran.

Meningkatnya Perekonomian Masyarakat Sekitar

Dedi Haryadi mengungkapkan bahwa meski pelibatan masyarakat


merupakan unsur utama pada usaha pengembangan ekowisata
yang dapat mendongkrak geliat ekonomi masyarakat ini, tetapi
keterlibatan Dinas Kelautan, Pertanian dan Kehutanan mutlak
diperlukan. Sebab program pemerintah pusat oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan ini pengelolaannya sepenuhnya akan
diserahkan kepada kelompok masyarakat melalui Pemerintah
Daerah yang dalam hal ini adalah dinas terkait.
Keuntungan lain dengan adanya program PRPM ini adalah
berdirinya beberapa warung di depan pintu masuk melalui jalur
darat dan jalur laut. Setidaknya terdapat 10 warung yang
menjajakan makanan dan minuman yang dijual kepada pengunjung
yang sekedar ingin istirahat dan melepas lelah setelah berjalan
menyusuri Tracking Mangrove PRPM. Keuntungan kotor yang
didapat oleh pedagang mencapai Rp.200.000-Rp.300.000 dari
jualan mereka.

Ketersediaan fasilitas MCK berupa toilet umum saat ini masih


terbilang minim di lokasi. Pihak pengelola telah membangun toilet
yang sederhana dengan bangunan semi permanen di areal
ekowisata tersebut. Bangunan ini merupakan bagian penunjang
yang dibangun pengelola dengan menyisihkan sebagian
keuntungan dari penjualan tiket oleh pengunjung wisata. Namun
begitu pengunjung yang memanfaatkan fasilitas ini dipungut biaya
seikhlasnya untuk biaya kebersihan toilet tersebut.

Keterlibatan masyarakat yang dapat menambah penghasilan


secara ekonomi lainnya adalah dengan memanfaatkan lahan
kosong di depan pintu masuk PRPM untuk areal parkir, baik untuk
parkir kendaraan roda dua maupun roda empat. Dari usaha jasa
parkir ini pihak pengelola mencatat rerata pemasukan dari parkir
adalah sebesar Rp.300.000 setiap harinya. Sungguh merupakan
anugerah tersendiri bagi masyarakat sekitar dengan terciptanya
lapangan kerja sekaligus dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar.
Aksesibilitas

Jumlah pengunjung yang datang berasal dari wisata lokal maupun


luar kota tertarik akan keindahan panorama wisata mangrove Batu
Karas. Hal ini tentu saja perlu didukung dengan adanya
kemudahan akses untuk menuju lokasi tersebut.

Titik keberangkatan dari Nusa Wiru merupakan salah satu alternatif


menuju wisata ini. Dengan dukungan warga, jembatan menuju
dermaga kecil telah dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
Dari dermaga kecil ini pengunjung disuguhkan keindahan
pemandangan alam selama kurang lebih 15 menit dengan naik
perahu menuju dermaga PRPM. Tentu saja hal ini menjadi
pemasukan tersendiri dari pungutan wisatawan sebesar Rp.10.000
per orang bagi yang memanfaatkan jasa penyeberangan ini.

Akses lainnya adalah melalui jalur darat melewati TPI Batu Karas.
Pengunjung dapat melewati jalur ini dengan mengunakan
kendaraan roda dua maupun roda empat. Jalan yang dilewati pun
relatif cukup bagus untuk dilewati kendaraan bermotor.
Ekowisata Mangrove

Hutan mangrove Ekowisata PRPM Batu Karas, Kabupaten


Pangandaran cukup terbilang lebat dan tinggi, sehingga
menambah kesejukan dan keelokan pemandangan. Sekitar 15
Hektar hutan mangrove telah berusia lebih dari 10 tahun. Awalnya
hutan mangrove daerah muara Sungai Cijulang tersebut tumbuh
secara alami, dan nelayan sekitar sudah mulai memanfaatkan
untuk mencari kepiting dan udang. Selanjutnya mulai banyak
pengunjung yang datang untuk menikmati kawasan hutan
mangrove tersebut melalui jalur darat dan sungai. Melihat potensi
tersebut Pemerintah Daerah melalui Dinas KPK berinisiatif
menertibkan dan mengelola kawasan tersebut dengan
memasukkan ke dalam rencana tata ruang sebagai daerah
konservasi.

Wilayah mangrove yang cukup asri tersebut mampu menarik


wisatawan baik lokal maupun luar kota. Tidak hanya dari
Kabupaten Pangandaran saja, namun wisatawan yang berasal dari
Bandung dan Cilacap pun berbondong-bondong datang untuk
menikmati erotisme hutan mangrove di Batu Karas. Akhirnya
secara berkat kegigihan pihak
pengelola kawasan wisata ini pun
mulai terkenal dan pengunjung yang
datang semakin banyak.

Dari pintu masuk jalur sungai


pengunjung dihadirkan
pemandangan yang sejuk alami
selama kurang lebih 15 menit.
Sesampainya di dermaga PRPM
pengunjung dapat langsung berjalan
menyusuri rimbunnya hutan
mangrove. Pembangunan tracking
mangrove ini tidak mengorbankan
ekosistem mangrove yang sudah ada. Pihak pengelola
mengarahkan pembangunan tracking mangrove dengan mengikuti
alur kosong. Konstruksi jembatan kayu yang panjang dan berkelok
yang telah bertambah panjang menjadi 500 meter mampu
menambah daya tarik tersendiri .

Ketika pengunjung menikmati ekosistem mangrove terkadang


terdengar dan terlihat beberapa pesawat kecil mendarat ataupun
terbang meninggalkan bandara Nusawiru. Maklum saja lokasi
tempat ini berdekatan dengan Bandara Nusa Wiru yang hanya
dipisahkan oleh Sungai Cijulang dengan lebar sungai kurang-lebih
30 meter saja.

Courtesy of Instagram
Ada yang menarik dengan
penamaan lokasi wisata ini
oleh pengunjung yang
mayoritas adalah kaum
muda. Mereka lebih
mengenal jembatan
mangrove ini dengan
sebutan “jembatan cinta”.
Entah dari mana awalnya
penamaan dan sebutan ini
muncul, tetapi yang pasti
kawasan wisata hutan
mangrove Batu Karas ini
masih minim fasilitasnya.
Pengunjung yang datang
hanya dapat menikmati Courtesy of Instagram

lekukan jembatan kayu sepanjang 500 meter, dan ketika ingin


duduk dan istirahat belum ada fasilitas gazebo dan lain
sebagainya. Hal ini diungkapkan Dedi Haryadi selaku ketua
kelompok bahwa pemerintah diharapkan dapat membantu
menambah pembangunan sarana dan prasarana lain seperti toilet,
gazebo dan lain sebagainya untuk melengkapi fasilitas PRPM.
Keterbatasan fasilitas di area wisata ini tidak lantas menyurutkan
dan mengurangi jumlah pengunjung. Setidaknya keindahan
kawasan ini menambah kesan-kesan selama mereka mengunjungi,
bahkan makin terkenal dan sudah beredar di dunia maya. Hal ini
menjadi faktor pemikat untuk mereka datang kembali. Saat ini
dengan adanya media sosial menjadi faktor penting bagi sosialisasi
obyek wisata.

Beberapa papan himbauan untuk tidak membuang sampah


sembarangan telah dipasang oleh pihak pengelola di beberapa
tempat. Untuk mendukung hal ini tempat sampah juga telah
ditempatkan di tiap sudut jembatan mangrove. Hal ini untuk
menjaga tempat wisata ini agar tidak rusak dan kotor oleh tangan-
tangan jahil.
Desain Masterplan PRPM Pangandaran
Proses Pembangunan PRPM Pangandaran
Desain PRPM Pangandaran 2016
Pusat Restorasi dan
Pembelajaran Mangrove
(PRPM) Sinjai
Kabupaten Sinjai adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di
Balangnipa Kota Sinjai yang berjarak sekitar 220 kilometer dari
Kota Makassar. Posisi wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten
Bone (bagian utara), Teluk Bone (bagian timur), Kabupaten
Bulukumba (bagian selatan) dan Kabupaten Gowa (bagian) utara).
Secara goegrafis Kabupaten Sinjai terdiri atas dataran rendah di
Kecamatan Sinjai Utara, Tellu Limpoe dan Sinjai Timur.
Selanjutnya daerah dataran tinggi yaitu di Sinjai Barat, Sinjai
Tengah, Sinjai Selatan dan Sinjai Borong.

Menikmati panorama alam di Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi


Selatan, tidak lengkap rasanya jika hanya berpelesiran ke arah
utara Sinjai. Kabupaten Sinjai pada bagian timur laut terdapat
jejeran dan rimbunan hutan bakau yang tertata alami, pesisir laut
Desa Tongke-Tongke menampakkan keindahan panorama alam
serta ribuan kelelawar yang bergelantungan pada tiap bulan April
sampai pada bulan September mengikuti musim adaptasi
lingkungan spesies binatang tersebut. Berkunjung ke obyek wisata
hutan bakau Tongke-Tongke yang terletak di Kecamatan Sinjai
Timur Kabupaten Sinjai, sekitar 7 km dari pusat kota Sinjai dengan
menggunakan transportasi darat, dan sekitar 5 menit
menggunakan transportasi laut.

Adalah Pak Tayeb, pria yang telah berumur 70 tahun ini


menginisiasi menanam mangrove pada tahun 1985 yang fungsinya
untuk melindungi pantai dari laju abrasi yang terjadi di Tongke-
Tongke ketika musim barat tiba. Dia mengajak warga lain untuk
melestarikan ekosistem mangrove dan menjadikannya sebagai
barrier terhadap bencana di wilayah pesisir.
Courtesy of Instagram

Pada tahun 1993 Kabupaten Sinjai dalam pengembangan dan


penghijauan pesisir, melalui Pak Tayeb berhasil mendapatkan
penghargaan Kalpataru dari Presiden Ir. Soeharto atas kerja keras
dan keuletan dalam penyelamatan biota laut dan keanekaragaman
hayati di pesisir Tongke-Tongke. Berkat usahanyalah para peneliti
mulai berdatangan untuk melakukan penelitian, hasil-hasil
penelitian inilah yang membuat investor asing tak segan untuk
bekerjasama dalam pengelolan pesisir tersebut.

Desa Tongke-Tongke dengan kekayaan hutan bakaunya lebih


dikenal sebagai laboratorium bakau Sulawesi Selatan dimana areal
ini digunakan sebagai tempat pembibitan dan penanaman hutan
bakau yang memiliki luas areal 786 Hektar. Awalnya atas inisiasi
dari kelompok masyarakat setempat yaitu KPSDA ACI, mereka
mulai membibitkan mangrove secara swadaya dan menanam
kembali mangrove yang rusak karena abrasi.
Untuk melengkapi warga sekitar pada saat menikmati panorama
dan keindahan hutan mangrove, secara swadaya kelompok
tersebut membangun jembatan kayu untuk menyusuri. Sebuah
jalan kayu permanen sepanjang 250 m dengan fasilitas gazebo
serta villa terapung dalam kawasan yang telah menjadi daya tarik
tersendiri dalam pengembangan kepariwisataan sebagai bukti
animo masyarakat melalui pemerintah untuk bersinergi dalam
mengelola asset wisata tersebut. Disamping itu, masyarakat
setempat dan pemerintah telah menyediakan sarana transportasi
laut yang bersandar di pesisir dalam hutan bakau yang mana
dipersiapkan bagi wisatawan mancanegara ataupun lokal untuk
lebih menikmati keindahan hutan bakau dari luar dan biota laut
serta keanekaragaman hayati yang menyatu dengan alam hutan
bakau.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sinjai dalam hal ini


bekerjasama dengan Direktorat Pendayagunaan Pesisir, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, menginisiasi program pembangunan Pusat Restorasi
dan Pembelajaran Mangrove. Program ini diharapkan dapat
berkembang sebagai pusat restorasi dan pengelolaan mangrove
yang berkelanjutan, sebagai salah satu tujuan ekowisata, serta
nantinya dapat menciptakan lapangan kerja yang baru dan
meningkatkan perekonomian bagi penduduk setempat.

Courtesy of Instagram
Aksesibilitas

Lokasi obyek wisata mangrove Tongke-tongke berada di


Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Untuk menjangkau
lokasi tersebut dari kota-kota besar seperti Makassar, Bone, Gowa
dan Bulukumba tidaklah sulit. Terdapat tiga alternatif jalur dari Kota
Makassar yaitu jalur Makassar – Bulukumba, jalur Makassar –
Bone dan jalur Makassar – Gowa. Jalur paling cepat adalah
melewati Gowa, dengan kondisi normal pengunjung dapat sampai
ke Sinjai dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan dengan
jarak sekitar 164 km. Untuk jarak dari Ibukota Kabupaten Sinjai ke
obyek wisata hanya menempuh jarak 7 km jalur darat dengan
waktu tempuh sekitar 30 menit.

Courtesy of Instagram
Courtesy of Instagram

Ekowisata mangrove

Daya tarik obyek wisata di Tongke - tongke ini yang utama adalah
hutan mangrove. Hutan mangrove ini adalah hasil budidaya oleh
swadaya masyarakat setempat. Potensi hutan mangrove yang
telah tercipta di Desa Tongke-Tongke ini menjadi suatu ekosistem
pantai, yang dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan sebagai
pusat informasi dan penelitian. Dengan pengelolaan yang
profesional dapat memacu keikutsertaan masyarakat dalam usaha
pelestarian lingkungan khususnya dipesisir pantai. Dengan
demikian wisatawan tidak hanya menikmati pemandangan juga
bisa mendapatkan pengetahuan.

Pengunjung yang datang ke Wisata Mangrove Tongke-Tongke


disuguhi indahnya panorama hutan mangrove yang luas. Ketika
menginjakkan kaki memasuki gerbang PRPM yang dibangun oleh
KKP pada tahun 2015, terasa hilang sudah penat dan lelah,
tergantikan oleh rasa syukur akan kebesaran Tuhan.

Courtesy of Instagram
Courtesy of Instagram
Lahan parkir yang cukup luas telah disediakan oleh pengelola
untuk menampung baik kendaraan roda empat dan roda dua.
“Ketika liburan datang kendaraan parkir sampai di jalan
perkampungan” ujar Sainudin, ketua kelompok KPSDA ACI
Tongke-Tongke. Hanya saja kelengkapan sarana dan prasarana
toilet dan WC Umum masih minim di area wisata. Meski demikian,
respon warga sekitar sangat antusias dengan hadirnya wisata yang
relatif baru ini. Hal ini terlihat pada saat akhir pekan atau hari libur
murid sekolah, dimana jumlah pengunjung yang rekreasi di
kawasan wisata mangrove Tongke-Tongke sangat banyak

Sainudin mengatakan bahwa warga sekitar menyewakan kamar


mandinya untuk membantu pengunjung yang ingin
memanfaatkannya. Tentu saja hal ini menambah pendapatan
warga sekitar selain dari parkir kendaraan dan berjualan makanan
dan minuman.
Courtesy of Instagram

Saat ini Kelompok Pengelola PRPM Tongke-Tongke masih


koordinasi dengan pihak pemerintah daerah dalam hal ini dengan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sinjai untuk menetapkan
besaran tarif tiket masuk untuk pengunjung dan sistem bagi
hasilnya. Sainudin berujar bahwa pemerintah daerah sangat
mendukung dengan adanya potensi wisata yang ada di daerah
tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa proposal yang
diajukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan kepada Kementerian
Kelautan dan Perikanan untuk mengembangkan kawasan tersebut,
salah satunya adalah peningkatan kapasitas masyarakat dengan
pengolahan limbah rumah tangga.

Kementerian Kelautan dan Perikanan melaksanakan program


peningkatan kapasitas masyarakat dengan pelatihan bagi warga
sekitar untuk memanfaatkan limbah rumah tangga atau sampah
yang tidak terpakai yang nantinya diolah dan dibuat sedemikian
rupa sehingga menghasilkan produk rumah tangga yang dapat
dijual kepada pengunjung. Sainudin mengatakan program ini
sangat bermanfaat sekali bagi ibu rumah tangga disela-sela
kesibukannya mengurus anak dengan membuat barang kerajinan.
Produk yang dihasilkan cukup banyak antara lain tas belanja dari
bungkus kopi, fas bunga dari koran bekas, tempat minuman gelas
dari koran bekas dan lain sebagainya.

Courtesy of Instagram
Hingga akhir tahun 2016 ini Kementerian Kelautan dan Perikanan
telah membangun jembatan tracking mangrove yang menyusuri
hutan mangrove sepanjang 615 meter. Kegiatan tahun 2016 ini
adalah lanjutan dari pembangunan yang dilakukan sebelumnya
dengan yaitu pada tahun 2015 membangun tracking sepanjang 300
meter dan gazebo sebanyak 2 unit, sedangkan tahun 2016 ini
membangun tracking mangrove sepanjang 315 meter.

Konstruksi Tracking Mangrove yang dibangun KKP ini


dilaksanakan tanpa menebang tanaman mangrove. Sainudin
mengatakan bahwa pada saat perencanaan konstruksi tracking
mangrove, kelompok masyarakat mengusulkan agar mengikuti alur
yang sudah ada untuk meminimalkan tanaman mangrove yang
ditebang. Kalaupun ada tanaman yang ditebang hanya memotong
dahan atau ranting tanaman mangrove untuk menjaga kelestarian
ekosistem. Lebar konstruksi jembatan kayu juga disesuaikan
dengan lebar alur, tidak terlalu lebar, atau cukup untuk dilalui oleh 2
orang. Hal ini berbeda dengan lebar konstruksi tracking mangrove
yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun
2015. Karena konstruksi yang dibangun pada tahun sebelumnya ini
mengikuti alur yang lebih lebar.
Desain Masterplan PRPM Sinjai
Proses Pembangunan PRPM Sinjai
Desain PRPM Sinjai 2016

Anda mungkin juga menyukai