Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Koperasi

Dosen Pengampu :

Nurul Farida, S.E., M.M.

Oleh :

Dinda Apriliya 21106620187

Agil Nurkajayanti 21106620194

Salsabila Islamay Alexandria 21106620182

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Ucapan terimakasih kami sampaikan setinggi-
tingginya kepada berbagai pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan
makalah ini.Makalah ini memuat tentang “Perkembangan Ekonomi Pada Masa
Demokrasi Terpimpin ” dan berbagai penjelasannya. Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang perkembangan ekonomi dan penyebab
terjadinya inflasi pada saat demokrasi terpimpin.

Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar
makalah ini tersusun lebih baik. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah
tentang perkembangan ekonomi dan penyebab terjadinya inflasi pada saat
demokrasi terpimpin dapat diimplikasikan dengan baik dan menjadi pengetahuan
baru bagi pembaca.

Blitar, 19 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
MAKALAH ....................................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................................... i
BAB I ................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................................ 3
2.1 Demokrasi Terpimpin ................................................................................................................................ 3
2.2 Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin ..................................................................... 3
2.3 Sistem Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin ................................................................................ 13
2.4 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi ............................................................................ 15
BAB III ............................................................................................................................................................. 20
PENUTUP ........................................................................................................................................................ 20
3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................................... 20
3.2 SARAN ................................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan
menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Sebuah sistem demokrasi
dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu
Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh
Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November
1956.

Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun


mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada
di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden. Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan
independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun,
inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

Perkembangan ekonomi yang masih tersendat sendat tersebut dikarenakan


beberapa faktor seperti adanya gerakan separatis di daerah daerah yang menyebabkan
keamanan negara tidak menguntungkan, mengalami banyak pergantian kabinet, dan
terlalu mengandalkan satu hasil ekspor saja. Perkembangan ekonomi yang tidak lancar
juga disebabkan oleh kurangnya pengalaman dalam hal penataan ekonomi. Maka dari
itu untuk mengembangkan perekonomian negara Indonesia harus membutuhkan tenaga
ahli beserta dana yang memadai. Dahulu Presiden RI yang pertama yaitu Presiden
Soekarno menggunakan sistem ekonomi terpimpin untuk mengembangkan
perekonomian Indonesia agar menjadi lebih baik. Dalam perkembangan ekonomi masa
demokrasi terpimpin ini, Presiden berperan langsung dalam mengatur sistemnya.
Presiden tersebut dibantu oleh pihak pemerintahan agar berjalan dengan lancar. Kali ini
kami akan menjelaskan secara lengkap mengenai perkembangan ekonomi Indonesia
masa demokrasi terpimpin.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas sebagai berikut :
1. Apa pengertian demokrasi terpimpin ?
2. Bagaimana perkembangan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin ?
3. Bagaimana sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin ?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah diatas sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari demokrasi terpimpin.

2. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin.

3. Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin.

4. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi yang berjalan antara
tahun 1959 sampai dengan tahun 1966, dimana dalam sistem demokrasi
ini seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara yang kala
itu dipegang oleh Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin
pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin sebagai berikut:
1. Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
2. Terbatasnya peran partai politik.
3. Meluasnya peran militer sebagai unsur politik
4. Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia.
Menurut Bung Hatta Ekonomi terpimpin merupakan kebalikan dari
Ekonomi Liberalis yang menghasilkan kapitalisme. Prinsip ekonomi terpimpin
sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua
lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya. Ekonomi terpimpin serupa
dengan ekonomi sosialis.

2.2 Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka
ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin
merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi
disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan
dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan
ekonomi adalah sebagai berikut.

3
1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang pertama
ialah membentuk badan perencana pembangunan nasional.Untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan
Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh
Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang. Tugas Depernas adalah
mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang
berencana dan menilai Penyelenggaraan Pembangunan. Depernas memiliki
anggota sebanyak 50 orang. Organisasi ini memiliki beberapa tugas seperti
melakukan penilaian dalam menyelenggarakan pembangunan dan melakukan
persiapan terencana mengenai rancangan UU pembangunan nasional.
Dalam perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin dapat mencapai
Rancangan Dasar Undang Undang Pembangunan Nasional yang bersifat
sementara berencana dalam kurun waktu satu tahun. Pada tahap ini berlangsung
untuk tahun 1961 sampai 1969 melalui persetujuan MPRS dengan dikeluarkannya
Tap MPRS No. 1/MPRS/1960 pada tanggal 26 Juli 1960. Kemudian pada tanggal
1 Januari 1961 mulai diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dengan pembentukan
organisasi ini membuat penyelesaian masalah menjadi lancar dalam hal
pembangunan proyek industri maupun perencanaan prasarana. Depernas
mengalami perubahan nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional
atau Bappenas pada tahun 1963. Namun sekarang dipimin oleh Presiden Soekarno
sendiri.

Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun


Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana
tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah
pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar
dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai
harapan. Pada tahun 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan
nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh
Presiden Sukarno.

4
2. Penurunan Nilai Uang

Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya


ialah melaksanakan pemotongan nilai uang. Berdasarkan Perpu No. 2/1959
(diberlakukan tanggal 25 Agustus 1959) merupakan dasar pemerintah dalam
melakukan kebijakan sanering. Sanering tersebut memiliki beberapa tugas seperti
mengurangi jumlah uang yang telah beredar dalam masyarakat, melakukan
peningkatan nilai rupiah dengan tujuan memakmurkan rakyat kecil, dan
melakukan pembendungan dalam hal inflasi yang tinggi. Tujuan dilakukan
devaluasi adalah:

a. Guna membendung inflasi yang tetap tinggi


b. Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c. Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.

Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya


mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.

a. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50


b. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c. Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000

Upaya pemerintah ini tidak dapat mengubah perkembangan ekonomi masa


demokrasi terpimpin menjadi lebih baik. Bahkan upaya tersebut tidak bisa
mengurangi nilai kemerosotan ekonomi yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan
tidak semua pengusaha di negara Indonesia mematuhi ketentuan itu. Walaupun
nilai keuangan sudah diturunkan tetap saja rakyat tidak dapat membeli sembako
bahkan harga murah sekalipun karena mereka tidak mempunyai uang. Para
pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan
keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang
menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak
memiliki uang. Hal ini disebabkan karena penghasilan negara berkurang karena
adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor
menurun. Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak
diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.

5
Pengubahan kebijakan keuangan menjadi Perpu No. 6 Tahun 1959 dengan
ketentuan nilai uang lembaran Rp 1000 maupun Rp 500 wajib untuk ditukarkan
ke bank dengan nilai uang Rp 100 maupun Rp 50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
Pada tahun 1958 perusahaan dikuasai oleh Belanda dengan tidak disertai
pengalaman dan manajemen tenaga kerja yang handal. Kegiatan ekspor
mengalami penurunan sehingga penghasilan negara juga berkurang. Hal ini
disebabkan oleh gangguan keamanan dalam mengatasi pergolakan masing masing
daerah. Melakukan usaha pembebasan Irian Barat dengan biaya yang cukup
banyak dalam menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962 dan RI sedang
mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Konsep Djuanda
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya
ialah melaksanakan konsep djuanda. Pemerintah mulai memikirkan rakyat dengan
melakukan usaha pembebasan Irian Barat dan penyelesaian kasus DI Jawa Barat
dengan cara rehabilitasi ekonomi. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan setelah
keamanan nasional mulai membaik dan pulih kembali. Sebelumnya konsep ini
diberi nama konsep rehabilitasi ekonomi yang diketuai oleh Menteri Pertama Ir
Djuanda. Untuk hasil dari konsep tersebut diberi nama Konsep Djuanda. Sebelum
terbitnya konsep ini terdapat beberapa kritikan tajam dari PKI sehingga membuat
konsep tersebut mati. PKI menganggap konsep Djuanda terdapat kaitannya
dengan pelibatan negara Amerika Serikat, Yugoslavia, dan negara revisionis.
4. Panitia 13 menghasilkan Deklarasi Ekonomi
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya
ialah melaksanakan deklarasi ekonomi. Deklarasi ekonomi atau Dekon dibentuk
pada tanggal 28 Maret 1963 yang bertempat di Jakarta, dengan maksud
menghasilkan ekonomi nasional yang bebas imperialisme, memiliki sistem
ekonomi yang bedikari dan memiliki sifat demokratis. Dalam deklarasi tersebut
disampaikan oleh Presiden Soekarno. Dekon merupakan kondep dasar dalam
melakukan pengembangan ekonomi terpimpin di Indonesia. Dekon tersebut
memiliki beberapa konsep seperti berusaha untuk menghasilkan keadaan ekonomi
nasional yang demokratis dan bersih dari sifat kolonialisme maupun imperialisme,
selanjutnya diikuti dengan konsep ekonomi sosial. Didalamnya terdapat peraturan
yang memiliki strategi mengambil modal dari luar negeri, memberhentikan
subsidi dan merealisasikan ongkos produksi.

6
Peraturan peraturan Dekon tersebut memiliki maksud untuk melaksanakan
perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin. Namun didalamnya terdapat
campur tangan dari pihak politik. Organisasi ini ditolak oleh PKI walaupun Aidit
telah terlibat dalam penyusunannya. PKI tidak segan segan menghantam empat
belas peraturan yang terdapat dalam Dekon. Bahkan PKI juga menuduh Djuanda
melakukan penyerahan diri terhadap pihak imperialis. Akhirnya peraturan tersebut
sengaja ditunda oleh Presiden Soekarno sampai bulan September 1963.
Penundaan tersebut disertai alasan untuk lebih berkonsentrasi dalam hal
peyelesaian konfrontasi dengan pihak Malaysia.

5. Kenaikan Laju Inflasi

Latar Belakang meningkatnya laju inflasi yaitu penghasilan negara berupa


devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan. Nilai mata uang rupiah
mengalami kemerosotan, anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar,
pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada, upaya likuidasi
semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil. Penertiban administrasi dan
manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan
banyak pengaruh, penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting
bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.

Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang terakhir


ialah melaksanakan kenaikan laju inflasi. Pendapatan negara yang tidak memadai
disertai anggaran belanja negara yang meningkat membuat kondisi ekonomi
menjadi lebih buruk. Namun Presiden Soekarno tetap berpendiri pada
penghimpunan dana revolusi meskipun devisa memiliki cadangan yang menipis.
Dana yang diterapkan oleh presiden berguna untuk biaya proyek mercusuar atau
prestise politik dengan melakukan pengorbanan terhadap ekonomi dalam negeri.
Peningkatan laju inflasi di dasari oleh :

a. Pemerosotan nilai mata uang rupiah.


b. Masalah masalah negara tidak dapat diatasi dengan pinjaman dari luar
negeri.
c. Pemerosotan penghasilan devisa negara dan penghasilan lainnya.

7
d. Anggaran belanja negara semakin mengalami defisit besar.
e. Tidak terdapat pengaruh manajemen perusahaan serta penertiban
administrasi untuk menyeimbangkan keuangan.
f. Gagalnya upaya menyalurkan kredit baru dalam menyejahterakan
rakyat.
g. Tidak adanya keberhasilan dalam melakukan usaha likuidasi dalam
pihak swasta dan pemerintahan sebagai usaha mengawasi dan
menghemat anggaran belanja.
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin bahkan
mengalami kegagalan akibat pemerintah melakukan pelaksanaan proyek
mercusuar sehingga setiap tahun membutuhkan biaya yang cukup besar. Tidak
hanya itu saja, pemerintah juga tidak memiliki kemampuan politik dalam
menekan pengeluaran yang terjadi. Dengan begitu akan mengakibatkan dampak
harga tinggi hampir mencapai 200 hingga 300% pada tahun 1965, masyarakat
mengalami kehidupan yang terjepit, lemahnya devisa yang berakibat pada
pembatasan impor dan kegiatan ekspor, laju inflasi tinggi, dan semakin habisnya
cadangan emas serta devisa negara.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena pemerintah tidak
mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO
(Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya
pada setiap tahunnya.

Dampaknya kenaikan laju inflasi, inflasi semakin bertambah tinggi, harga-


harga semakin bertambah tinggi, kehidupan masyarakat semakin terjepit,
Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan
neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa. Ekspor semakin buruk dan
pembatasan Impor karena lemahnya devisa. Pada tahun1965, cadangan emas dan
devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai
dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.

Kebijakan Pemerintah terhadap kenaikan laju inflasi yaitu keadaan defisit


negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang

8
baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi. Pada 13
Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan
uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1. Dampaknya dari kebijakan pemerintah
tersebut, uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah
lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali
lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru. Tindakan moneter pemerintah untuk
menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.

6. Tritura

Menjelang akhir tahun 1965 pemerintah membuat kebijakan


mendevaluasikan rupiah dan menaikkan harga minyak bumi. Kebijakan tersebut
menyulut demontrasi besar-besaran dikalangan mahasiswa. Pada tanggal 10
Januari 1966 Mahasiswa melancarkan tuntutan yang dikenal dengan nama Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) meliputi Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI),
Retooling Kabinet, dan Penurunan Harga/Perbaikan Ekonomi.

Tuntutan mahasiswa mendapat sambutan positif dari Team Pelaksana


Musyawarah Exponen Angkatan ’45. Berita Antara 14 Januari 1966
memberitakan bahwa Team tersebut telah mengemukakan pandangannya, bahwa
tuntutan para mahasiswa akhir-akhir ini melalui demonstrasi-demonstrasi perlu
mendapat sambutan baik atas dasar factor-faktor obyektif serta situasi kongrit
dewasa ini. Tuntutan mahasiswa yang tercermin dalam demonstrasi terus-menerus
setiap hari dan dipimpin oleh Kesatuan Aksi Mahsiswa Indonesia (KAMI)
berpokok pada soal pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, retooling Kabinet
Dwikora dan penurunan kenaikan tarif-harga.

Mengenai tuntutan melakukan retooling cabinet yang sekarang ini,


Musyawarah Exponen Angkatan ’45 dalam pernyataan tersebut yang telah
diedarkan menyatakan dukungannya. Musyawarah Exponen Angkatan ’45 juga
menandaskan hendak membantu Wakil Perdana Menteri III, Chaerul Saleh, salah
seorang tokoh angkatan ’45, untuk mengadakan konsultasi atas dasar musjawarah
dan mufakat dengan segenap pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu
diingatkan pentingnya mempertahankan gotong royong dan persatuan progresif
revolusioner guna mengatasi situasi tanah air dari ancaman G-30-S/PKI, terutama
di bidang ekonomi.

9
Dalam menunjukkan keinginan membantu Wakil Perdana Menteri III
untuk mengadakan konsultasi dengan segenap pihak yang bersangkutan,
Musyawarah Exponen Angkatan ’45 menyarankan agar kebijakan ekonomi
menekankan pada pendekatan produksi dalam rangka memberantas inflasi. Gaji
pegawai, buruh dan prajurit setiap bulan minimal harus berada di atas kebutuhan
fisik minimum keluarga mereka. Dikemukakan selanjutnya bahwa sementara
menunggu perkembangan produksi sebagai alat satu-satunya mencegah inflasi,
maka kebutuhan barang-barang pokok harus dicukupi jumlahnya dengan cara apa
pun. Segenap alat distribusi harus diawasi secara ketat hingga seluruhnya dikuasai
oleh pemerintah sambil melaksanakan Keputusan MPRS tentang pelaksanaan
alat-alat distribusi yang dipegang oleh koperasi rakyat. Pernyataan dari
Musyawarah Exponen Angkatan ’45 ditandatangani oleh Mayor Jenderal Djamin
Gintings, Brigadir Jenderal Djuhartono, Brigadir Jenderal Pol. Sujono, SH, Letnan
Kolonel Chandra Hasan, Letnan Kolonel Dominggus Nanlohy, Drosek Zakaria
Raib, Alizar Thaib, Ishak Djanggawirana, Armansyah, Herman Wanggamihardja,
Ismael Agung Witono dan Soekandja.

Masih terkait dengan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), di Bandung hari


kamis tanggal 13 Januari 1966 terjadi demonstrasi yang diikuti kurang lebih 2.000
mahasiswa dan pelajar untuk menuntut penurunan harga dan pembubaran PKI.
Awalnya demonstrasi tersebut nyaris tidak terkendali, akhirnya pihak keamanan
dapat membubarkan demonstrasi mahasiswa dan pelajar itu. Dalam demonstrasi
tersebut mahasiswa dan pelajar meneriakan yel-yel “turunkan harga”, “kita tidak
perlu monumen-monumen lagi”, “kita perlu industri”, “hancurkan gestapu”,
“bubarkan PKI”.

Dalam kesempatan itu, Walikota Priatnakusumah tidak bisa


menyampaikan pendiriannya sewaktu menghadapi demonstrasi tersebut, karena
setiap ia akan berbicara, teriakan “kita bosan dengan pidato” menyebabkan pidato
Walikota Priatnakusumah tidak terdengar sampai jauh, karena kabel pengeras
suara yang digunakan Walikota berbicara, diputuskan orang.

Kurang lebih tiga jam mahasiswa-mahasiswa dan pelajar-pelajar Bandung


berdemonstrasi di halaman kotapraja. Mereka dikoordinasi oleh KAMI, dan dalam
kesempatan itu seorang pimpinannya membacakan petisi dan resolusi yang akan

10
mereka sampaikan pula kepada Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Dijelaskan dalam petisi dan resolusi tersebut bahwa tuntutan para mahasiswa dan
pelajar Bandung ini adalah mengingat penderitaan rakyat dewasa ini. Disebutkan
pula bahwa mahasiswa dan pelajar Bandung solider dengan aksi yang telah
dilaksanakan mahasiswa-mahasiswa Ibukota baru-baru ini di Jakarta dalam
membela kepentingan rakyat.

Menindaklanjuti demonstrasi mahasiswa yang semakin gencar di berbagai


daerah Presidium Pusat KAMI telah menginstruksikan mahasiswa Indonesia
khususnya yang berada di Jakarta dan yang bernaung di bawah panji KAMI untuk
mempertinggi kewaspadaan dan jangan bertindak sendiri-sendiri. Instruksi itu
diberikan berhubung dengan terjadinya insiden antara unsur-unsur Front
Marhaenis (Ali-Surachman) dengan mahasiswa-mahasiswa dari kalangan KAMI
ketika mereka sedang mendengar amanat Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi
Bung Karno di Istana Merdeka. Insiden Istana Merdeka ini telah membawa
korban, beberapa orang mahasiswi terpaksa diangkut ke rumah sakit karena
terluka.

Kepada pimpinan organisasi-organisasi mahasiswa seperti PMII, PMKRI,


GMKI, GMNI, IMADA, HMI, SEMMI, GERMAHII, MAPANTJAS, PELMASI,
GMD, IMABA, CSB, GMS, GMRI, KAMI Universitas-Universitas, KAMI
Akademi-Akademi, Dewan-Dewan Mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia
diserukan oleh Presidium Pusat KAMI agar tetap siaga menghadapi kemungkinan
terjadinya tindakan-tindakan kasar seperti yang terjadi pada demonstrasi
mahasiswa sebelumnya. Diserukan agar mahasiswa itu merapatkan barisan dan
menyelamatkan revolusi Indonesia di bawah komando Presiden Sukarno dari
rongrongan “nekolim” dan antek-antek “gestapu”/PKI.

Ketua Umum Presidium Pusat KAMI, Cosmas Batubara, dalam


penjelasannya mengenai insiden di Istana Merdeka menerangkan antara lain
bahwa beberapa rombongan mahasiswa yang tergabung dalam KAMI ketika
sedang khidmatnya mendengarkan amanat Presiden Sukarno “telah dicegat dan
dan diprovokasi dan akhirnya dikeroyok oleh segerombolan orang-orang yang
bertindak liar dan mata gelap”. Terjadinya insiden tertsebut yang menurut Cosmas
Batubara telah ditimbulkan oleh golongan Front Marhaenis yang menurut

11
keyakinannya disusupi oleh anasir-anasir CGMI, telah dilaporkan kepada pihak
yang berwajib. Menurut pendapat anggota pimpinan KAMI tersebut, tindakan liar
yang mengakibatkan terjadinya insiden tersebut telah menodai barisan Sukarno
yang dikomandokan oleh Pemimpin Besar Revolusi untuk mempersatukan
segenap kekuatan rakyat yang progresif revolusioner dalam menghancurkan
nekolim dan “Gestapu”/PKI.

Dalam hubungan ini, pada tanggal 21 Januari 1966 ketua KAMI Pusat
tersebut menginstruksikan kepada segenap mahasiswa yang tergabung dalam
KAMI Pusat di seluruh kota-kota Universitas dan perguruan tinggi di Indonesia
harus bersikap sebagai berikut:

1. Tetap merapatkan barisan perjuangan mahasiswa, tetap berdiri di belakang


Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno;
2. Menggalang kekompakan kesatuan segenap potensi mahasiswa dengan
semangat rela berkorban, berdisiplin, serta ikhlas mengabdi menjadi satu
front yang bisa diuji kemampuannya oleh Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno;
3. Terus meningkatkan penghayatan tritunggal Bung Karno-Rakyat-ABRI
dalam satu front demi kepentingan rakyat, nusa dan bangsa menghadapi
rongrongan nekolim dan unsur-unsur Gestapu/PKI;
4. Mendaftarkan dengan segera pada barisan pendukung Bung Karno pada
Gabungan V KOTI untuk tingkat pusat dan Pepelrada setempat untuk
tingkat daerah;
5. Tetap waspada akan usaha pecah belah, intrik, adu-domba serta
pancingan-pancingan dari pihak nekolim ataupun antek-antek
Gestapu/PKI.

Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Sukarno mengumumkan reshuffle


cabinet. Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut
kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24 Februari
1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru. Dalam insiden yang
terjadi dengan Resimen Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Sukarno,
seorang mahasiswa Arief Rahman Hakim Gugur. Pada tanggal 25 Februari 1966

12
KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa
untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Akhirnya, Tujuan dari Tri Tuntutan Rakyat dapat terwujud dengan


keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang memerintahkan
kepada Mayor Jenderal Suharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia
dan ormas-ormasnya. Selain itu, Supersemar juga mengamanatkan agar
meningkatkan perekonomian Indonesia sehingga dapat terwujud kesejahteraan
sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.3 Sistem Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin


1. Sistem Ekonomi Liberal

Sebagai negara yang baru merdeka, kehidupan ekonomi Indonesia masih


sangat terbelakang. Upaya mengadakan pembangunan ekonomi untuk mengubah
struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia berjalan tersendat-sendat. Terdapat empat faktor yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat yaitu :

1) Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan dengan adanya


gerakan separatisme di berbagai daerah.
2) Terlalu sering berganti kabinet menyebabkan program-program kabinet
yang telah dirancang tidak dapat dilaksanakan.
3) Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi
sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan
memukul perekonomian Indonesia.
4) Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum
memilki tenaga ahli dan dana yang diperlukan belum memadai.

Namun demikian, pemerintah telah mencoba upaya untuk memperbaiki ekonomi


melalui langkah-langkah berikut ini :

a. Nasionalisasi De Javasche Bank

Dalam Keterangan Pemerintah tanggal 28 Mei 1951 di depan DPR,


dikemukakan rencana Pemerintah mengenai nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Pada tanggal 19 Juni 1951, dibentuk Panitia

13
Nasionalisasi De Javasche Bank. Tugas panitia tersebut adalah mengajukan usul
mengenai nasionalisasi, rencana undang-undang nasionalisasi, serta
merencanakan undang-undang yang baru mengenai Bank Sentral. Kemudian
pemerintah mengangkat Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden De
Javasche Bankberdasarkan keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951.
Sebelumnya, pemerintah telah memberhentikan Dr. Houwink (WN Belanda)
sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 122
tanggal 12 Juli 1951. Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan UU No. 24
tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V menjadi Bank Indonesia
yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. UU tersebut diperkuat lagi
dengan dikeluarkannya UU No. 11 / 1953 dan Lembaran Negara No. 40. Dengan
UU dan Lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia yang
mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953. Dengan dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia
itu, semakin kukuhlah Bank Indonesia sebagai bank milik pemerintah RI.

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sumitro Djojohadikusumo berpendapat bahwa pembangunan ekonomi


Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru sehingga perlu
mengubah struktur ekonomi dari sistem kolonial ke dalam sistem ekonomi
nasional. Sumitro mencoba memprektikan pemikiran itu pada sektor perdagangan.
Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada para pengusaha pribumi untuk
berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional. Program sistem
ekonomi dari gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir,
ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ekonomi Sumitro ini
dikenal dengan Program Ekonomi Gerakan Benteng atau lebih populer dengan
sebutan Program Benteng. Program Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan
berlangsung selama tiga tahun, yaitu pada tahun 1950 – 1953. Akan tetapi,
program tersebut tidak berhasil mencapai tujuan. Ketidak-berhasilan itu
disebabkan para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka
kurang bisa mandiri untuk mengembangkannya usahanya.

Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian


di bawah Kabinet Ali, ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para
pengusaha pribumi. Belajar dari kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet

14
Ali I dikeluarkan model baru yang dikenal dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni
kerja sama antar pengusaha pribumi (Ali) dengan pengusaha nonpribumi (Baba).
Ide ini pun mengalami kegagalan karena pengusaha nonpribumi lebih
berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.

c. Gunting Syarifuddin

Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah


seorang Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena
peraturan itu mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50
ke atas menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu,
pemerintah berhasil mengumpulkan pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6
Milyar. Disamping itu, pemerintah juga mengurangi jumlah uang yang beredar.

2.4 Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi


Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan
baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.

1. Gunting Syafruddin

Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya


memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal
setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin
Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal
20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950.
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke
atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini
dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200
juta.

2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik


Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan

15
pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo
(menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya adalah:

a. Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


b. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
c. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan
diberikan bantuan kredit.
d. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang
menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan


Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun
(1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan
kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik
meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini
disebabkan karena :

a. Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non


pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
b. Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
c. Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
d. Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
e. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati
cara hidup mewah.
f. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan
secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit


keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah
ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah.
Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah

16
sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat
menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan
pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara
drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15
Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

4. Sistem Ekonomi Ali-Baba


Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri
perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:

a. Untuk memajukan pengusaha pribumi.


b. Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
c. Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi
dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
d. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha
pribumi dan non pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba


digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan
pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk
memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa
Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan
perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang
ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:

17
a. Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha
non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
b. Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan
persaingan bebas.
c. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa


untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7
Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:

a. Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.


b. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
c. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh
diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga


Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet
Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan
Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno
menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi
belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang
silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada
masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini
merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri

18
perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui
DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT
diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

a. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir
tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan
negara merosot.
b. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak
ekonomi.
c. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan


daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah
untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana
pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:

a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.


b. Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
c. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.

Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/


Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan
politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi
bersenjata.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem
ekonomi terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian.
Pemusatan kegiatan perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan
kegiatan perekonomian. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang
sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpinnya .
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan
Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru,
dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar
1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Perkembangan ekonomi
demokrasi terpimpin dimulai dari pembentukan BAPPENAS, penurunan nilai
mata uang, konsep juanda, panitia 13 menghasilkan deklarasi ekonomi, kenaikan
laju inflasi dan TRITURA.

3.2 SARAN
Kita sebagai warga negara Indonesia harus ikut serta dalam mengembangkan
tingkat perekonomian, dengan menaati peraturan yang ada terlebih yang sudah
tertera dalam Undang-undang. Dan mari bersama menambah wawasan mengenai
tingat perekonomian agar kita bisa memperluas ilmu dan bisa mengamalkan, juga
untuk pembaca bisa memberikan kritik bagi penulis agar lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah.

20
DAFTAR PUSTAKA
https://materi4belajar.blogspot.com/2017/11/perkembangan-ekonomi-
indonesia-masa.html

https://makalahcyber.blogspot.com/2012/09/makalah-demokrasi-
terpimpin.html

https://www.academia.edu/29973753/PEKERMBANGAN_EKONOMI_
MASA_DEMOKRASI_TERPIMPIN

https://www.academia.edu/17635179/Perkembangan_Ekonomi_Pada_M
asa_Demokrasi_Liberal

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.


2008. Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik
Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.

21

Anda mungkin juga menyukai