Gangguan jiwa merupakan pola perilaku yang ditunjukkan pada individu yang
menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut
mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial maupun
konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013), sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa
merupakan suatu gangguan pada pikiran, perasaan (emosi), dan perilaku, sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan dalam beraktivitas dan berinteraksi dengan keluarga dan
masyarakat. Gangguan jiwa berat yang banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia adalah
depresi dan schizophrenia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
prevalensi depresi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun menurut provinsi di Indonesia. Data
Riskesdas juga menunjukkan ada kenaikan prevalensi rumah tangga dengan gangguan jiwa
skizofrenia atau psikosis hampir dua kali lipat sejak 2013 hingga 2018. Gangguan jiwa biasanya
disertai dengan gangguan pada sistem syaraf, sehingga membutuhkan terapi psikofarmakologi,
yaitu terapi obat khusus untuk penderita gangguan jiwa dan mental.
Terdapat beberapa penyebab gangguan jiwa, yaitu karena faktor genetik (keturunan), faktor
fisik, serta lingkungan keluarga dan sosial. Pada faktor genetik (keturunan), dapat disebabkan
karena terdapat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sehingga menurun pada
anggota keluarga lainnya. Namun, apabila situasi keluarga sangat memberikan kenyamanan
dan dukungan yang baik, dapat mencegah timbulnya gangguan jiwa, meskipun memiliki
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Pada faktor fisik, beberapa pasien yang mengalami
penyakit tertentu, baik bersifat kronis maupun akut, dapat mengalami beban emosional,
pikiran, dan perubahan tingkah laku, sehingga mengakibatkan gangguan jiwa. Pada faktor
lingkungan keluarga dan sosial, yaitu kurangnya dukungan dari keluarganya dan semakin
diperkuat dengan kurangnya penerimaan dari lingkungan sosial, sehingga sangat berpotensi
mengakibatkan gangguan jiwa.