Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat menghawatirkan dan
berdampak buruk hampir di semua bidang kehidupan masyarakat. Upaya
pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil
yang optimal. Korupsi di berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah
telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahkan sudah dianggap sebagai hal
yang biasa. Jika kondisi ini tetap dibiarkan berlangsung, cepat atau lambat korupsi
akan menghancurkan negeri ini.
Pada kenyataannya, meskipun korupsi telah menjadi pokok permasalahan,
ironisnya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui atau memahami
pengertian dari korupsi. Oleh karena itu, telah banyak ditemui permasalahan
korupsi di tingkat dini seperti bolos sekolah, penyalahgunaan uang SPP untuk
keperluan lain, penyalahgunaan uang kas sekolah, dan masih banyak lagi. Korupsi
dalam bahasa Latin disebut “corruptio” atau ”corruptus” yang kemudian muncul
dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris dan Prancis yaitu “coruption” , dalam
bahasa Belanda “korruptie” yang selanjutnya muncul pula dalam perbendaharaan
bahasa Indonesia ”korupsi” yang dapat berarti suka disuap (Kristian dan
Gunawan, 2015:19).
Gie, mantan ketua Bapenas, menyebut lebih dari Rp. 300 triliun dana dari
penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumber daya
alam menguap masuk ke kantong para koruptor. (Nurdin, 2014:20). Korupsi juga
semakin menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Pada
tahun 2002, Transparency International (TI) yang berbasis di Berlin, meletakkan
Indonesia sebagai negara terkorup ke-4 di dunia.
Untuk menghentikan derasnya arus korupsi di negeri ini, salah satu jalan
yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan nilai-nilai dan moral yang
baik sejak dini yang bertujuan untuk menciptakan generasi yang bebas dari
korupsi. Pengembangan nilai-nilai dan moral yang baik tersebut dapat
direalisasikan dengan pengajaran pendidikan anti korupsi di sekolah. Dari uraian
di atas, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengembangan nilai-nilai dan
moral yang baik dengan menerapkan pendidikan anti korupsi di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dibahas dalam makalah
ini adalah sebagai berikut.
1) Apa hakikat dari pendidikan anti korupsi?
2) Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menerapkan pendidikan anti
korupsi di sekolah?
3) Bagaimana akibat yang ditimbulkan apabila pendidikan anti korupsi tidak
diterapkandi sekolah?

1.3 Tujuan
Sesuai dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini, maka tujuan
pembahasan masalah tersebut adalah untuk memberikan informasi pada pembaca
bahwa pendidikan anti korupsi sangat penting untuk dikembangkan di sekolah
agar derasnya arus korupsi di negeri ini dapat dihentikan. Secara lebih rinci tujuan
pembahasan masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Menjelaskan tentang hakikat dari pendidikan anti korupsi.
2) Menjelaskan tentang upaya yang dapat dilakukan untuk menerapkan
pendidikan anti korupsi di sekolah.
3) Menjelaskan tentang akibat yang ditimbulkan apabila pendidikan anti
korupsi tidak diterapkan di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Pendidikan Antikorupsi


Pendidikan merupakan faktor yang paling penting dalam mewujudkan
cita-cita bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan juga
dimaksudkan sebagai sarana dalam menerapkan berbagai pengetahuan dan nilai-
nilai, baik nilai moral maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Oleh
karena itu, dalam upaya memberantas korupsi salah satu cara yang dilakukan
adalah menerapkan nilai-nilai anti korupsi melalui pendidikan di sekolah.
Pendidikan antikorupsi mengandung makna sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-
nilai antikorupsi. Dengan tujuan untuk membentuk kepribadian antikorupsi pada
pribadi anak didik sehingga kedepannya bisa menjadi agent of change bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, 2011:5). Untuk menciptakan sebuah kepribadian yang baik,
diperlukan sebuah sistem pendidikan antikorupsi yang berisi tentang sosialisasi
bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan, pelaporan, serta pengawasan terhadap
tindak pidana korupsi. Pola pendidikan yang sistematis akan mampu membuat
anak didik mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi, termasuk
sanksi yang diterima apabila melakukan korupsi (Nurdin, 2014:32).
Pendidikan antikorupsi merupakan hal mendasar, mengingat tujuan dari
pendidikan tidak hanya mengembangkan dimensi kognitif, tetapi juga dimensi
afektif. Pendidikan karakter yang telah berjalan di sekolah dirasa kurang
mendapat penekanan dari sistem pendidikan di negara Indonesia. Pelajaran PKN
(Pendidikan Kewarganegaraan), PAI (Pendidikan Agama Islam), atau budi pekerti
selama ini dianggap tidak berhasil. Hal ini karena proses pengajaran hanya sebatas
teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut.
Pendidikan antikorupsi bagi anak didik adalah langkah awal yang
ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik sejak
usia muda. Dengan demikian, apabila anak didik dapat memahami lingkup,
modus, dampak dari korupsi, baik dalam lingkup yang paling dekat dan dalam
skala yang paling kecil hingga lingkup makro dan mencakup skala yang besar
maka minimal anak-anak didik mulai berani berkata “tidak” untuk korupsi.
(Nurdin, 2014:20).

2.2 Upaya-upaya Menerapkan Pendidikan Antikorupsi di Sekolah


Menyadari pendidikan sebagai sarana yang efektif untuk memutus mata
rantai korupsi, maka sejak tahun 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
membuat program pendidikan antikorupsi, dari jenjang pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Ide memasukkan kurikulum antikorupsi ke dalam pendidikan
anak bangsa, sebenarnya telah jauh hari digagas oleh Haryono Umar, mantan
Wakil Ketua KPK periode 2007-2011. Haryono Umar menjadi salah satu pelopor
yang ditunjuk sebagai Inspektur Jendral Kemendikbud untuk melaksanakan
kurikulum antikorupsi.
Nuh, mantan Menteri Pendidikan, menyampaikan bahwa program
pendidikan antikorupsi bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang
bermoral baik dan berperilaku antikoruptif. Sebab, dengan begitu maka generasi
muda akan terhindar dari berbagai macam sikap dan perilaku koruptif. Bahkan,
ketika mendengar kata korupsi saja sudah alergi (Wibowo, 2013:38)
Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi bukan
merupakan bagian tersendiri dari pendidikan pada umumnya. Singkatnya,
pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari kurikulum pendidikan. Dengan
demikian, dirasa perlu untuk mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi
dalam kurikulum yang sudah ada.
Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud, 2012),
terdapat nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam pendidikan antikorupsi.
a. Kejujuran
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri individu sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya, baik dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
b. Kepedulian
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
c. Kemandirian
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
d. Kedisiplinan
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
e. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan,
(alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hanbatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
baik.
g. Kesederhanaan
Sikap dan perilaku yang tidak berlebihan, bersahaja, apa adanya, dan
rendah hati.
h. Keberanian
Mempunyai hati yang mantap, dan rasa percaya diri yang besar, dalam
menghadapi bahaya dan kesulitan
i. Keadilan
Tidak memihak dan tidak pilih kasih, berpegang kepada kebenaran, dan
tidak sewenang-wenang, objektif dan profesional.
Dengan penginternalisasian nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan atau
proses belajar anak didik, diharapkan dapat membantu perkembangan anak didik
agar menjadi pribadi yang lebih baik dan bersikap antikorupsi. Oleh karena itu,
dibutuhkan adanya perefleksian nilai-nilai tersebut dalam setiap proses
pembelajaran baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Perlu disadari dan diperhatikan oleh para guru dan tenaga pendidik bahwa
mengemas secara kreatif dan menarik, tidak monoton dan efektif nilai-nilai yang
berkaitan dengan pendidikan antikorupsi tidak mudah. Materi tentu sangat penting
untuk diajarkan, namun pemilihan metode pembelajaran sudah sangat
berpengaruh dalam mencapai keberhasilan untuk mengoptimalkan intelektual,
sifat kritis, dan etika integritas anak didik.
Pengembangan kurikulum pendidikan antikorupsi pada prinsipnya tidak
dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan pemangku
kebijakan pendidikan di sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan anti korupsi ke dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) maupun kurikulum baru, Silabus dan Rencana
Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada (Kemendiknas, 2010:11).
Sebagaimana pendidikan karakter, di dalam pendidikan antikorupsi juga terdapat
prinsip-prinsip penting sebagai berikut.
a. Berkelanjutan
Penginternalisasian nilai-nilai pendidikan antikorupsi membutuhkan waktu
yang panjang karena melewati berbagai jenjang. Dimulai dari pendidikan
tingkat dasar, menengah, dan tinggi sehingga nilai-nilai tersebut dapat
dipahami oleh anak didik secara berkelanjutan.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah
Pendidikan antikorupsi pada pengaplikasiannya tidak hanya diterapkan
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan saja. Akan tetapi,
terdapat pada setiap mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, maupun
kegiatan-kegiatan yang dikeembangkan di sekolah.
c. Nilai tidak diajarkan akan tetapi dikembangkan
Nilai-nilai pendidikan antikorupsi tidak dijadikan sebagai pokok bahasan
yang harus disampaikan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep,
teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam pembahasan sebuah mata
pelajaran. Dengan demikian, materi pelajaran adalah media atau sarana
yang digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai pendidikan antikorupsi.
d. Proses pendidikan ditekankan agar anak didik aktif dan gembira.
Dalam suatu proses belajar, ada beberapa metode pembelajaran yang dapat
membuat anak didik menjadi aktif dan gembira. Salah satu metode yang
dapat digunakan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak didik
Student Centered Learning (SCL). Dalam metode SCL, pembelajaran
merupakan proses aktif siswa yang mengembangkan potensi dirinya.
Pengalaman aktif yang dimiliki oleh siswa juga harus bersumber atau
relevan dengan realitas sosial, karena di dalam proses pengalaman anak
didik memperoleh inspirasi dan termotivasi untuk bebas berprakarsa,
kreatif, dan mandiri. Selain itu, pengalaman merupakan proses
pembelajaran yang di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas berupa
mengingat, menyimpan dan memproduksi informasi, serta gagasan-
gagasan yang memperkaya kemampuan dan karakter siswa.

2.3 Akibat yang ditimbulkan apabila pendidikan antikorupsi tidak


diterapkan di sekolah.
Berdasarkan skala TICPI (Transparency International Corruption
Perception Index), harus diakui bahwa Indonesia termasuk kotor dan buruk dalam
hal korupsi. Data dari TIPCI menunjukkan bahwa Indonesia, berada pada posisi
terburuk dalam hal korupsi dengan Indeks Presepsi Korupsi (IPK) sebesar 2,4.
Skala IPK mulai dari 1 sampai 10, yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai
IPK suatu negara maka semakin bersih negara tersebut dari tindakan korupsi.
Selain itu, dari data TICPI juga diketahui bahwa IPK Indonesia sama dengan
negara miskin lainnya, seperti Ethiopia, Toga, Zimbabwe, Burundi, Azerbaijen,
Papua New Guinea, dan Central African Republic. Angka ini menyimpulkan
bahwa Indonesia adalah suatu negara miskin dengan angka korupsi yang sangat
tinggi.
Fakta sebagaimana diuraikan, berhasil diungkap oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui survei integritas. Survei itu dilakukan
terhadap 65 unit layanan di 30 departemen atau instansi internasional. Hasil survei
sangat mengejutkan, karena nilai rata-rata skor integritas hanya 5,33. Angka itu
tergolong rendah jika dibandingkan dengan skor integritas sektor publik lainnya.
Dari survei tersebut diketahui bahwa petugas di unit layanan sudah terbiasa
mendapat tips, hadiah, dan imbalan lainnya, sebagai bagian pengurusan layanan.
Tidak sedikit pula masyarakat yang menganggap pemberian itu sebagai sesuatu
yang wajar. (Editorial Media Indonesia bulan April 2008)
Selain korupsi, bangsa ini memiliki mental menerabas. Menerabas
merupakan kegiatan melakukan pemintasan jalan, guna meraih sesuatu secara
cepat atau instan. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mau mengambil
jalan yang semestinya dilalui, karena memakan waktu lama. Menerabas juga
sering diasosiasikan dengan mentalitas yang melangkahi rambu-rambu kepatutan.
Mental menerabas ini, terjadi di hampir setiap aspek kehidupan termasuk
aspek pendidikan. Bukan rahasia lagi jika di dunia pendidikan sudah membudaya
fenomena mental menerabas. Sebagai contoh ketika Ujian Nasional (UN), banyak
terungkap kasus anak didik yang mencontek. Kasus serupa tidak hanya terjadi
kepada anak didik melainkan juga terjadi kepada guru. Tuntutan sertifikasi yang
mengharuskan para guru memiliki ijazah S1 sehingga tidak sedikit dari para guru
tersebut memilih jalan pintas dengan membeli ijazah.
Berbagai fenomena, telah menunjukkan bahwa ketidakjujuran telah
menggiring bangsa Indonesia pada perjalanan hidup yang semakin rumit, berbelit,
dan meniadakan orientasi sebuah visi yang jelas. Oleh karena itu, apabila
pendidikan antikorupsi tidak diterapkan di sekolah, maka tidak dapat dipungkiri
bahwa tujuan dari bangsa Indonesia untuk mencapai kehidupan yang maju dan
sejahtera akan sukar terwujud.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Korupsi merupakan masalah paling krusial yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Tindak pidana yang terjadi mulai dari korupsi tingkat kecil seperti
pemberian uang pelicin sampai korupsi tingkat besar seperti penyelewengan dana
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bernilai triliunan rupiah. Korupsi
Bagaikan penyakit kronis yang belum memiliki obat penawar. Oleh karena itu,
usaha yang dapat dilakukan dalam upaya memutus mata rantai korupsi salah
satunya adalah penginternalisasian nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam
kurikulum pembelajaran di sekolah.
Penginternalisasian nilai-nilai antikorupsi di sekolah diharapkan dapat
memberikan perubahan pada generasi muda sebagai agent of change yang benar-
benar berani untuk berkata tidak pada korupsi. Penginternalisasian nilai-nilai
antikorupsi dimaksudkan pula sebagai suatu bekal penanaman kepribadian dan
pendidikan karakter agar anak didik memahami hakikat dari korupsi sejak dini
dan diharapkan dalam kehidupan di masa depan terhindar dari perilaku koruptif.

3.2 Saran
Untuk proses pengembangan lebih lanjut, maka diberikan beberapa saran
yang ditujukan kepada pemerintah, pendidik, dan pihak sekolah. Dengan tujuan
agar penginternalisasian nilai-nilai pendidikan antikorupsi dapat berjalan dengan
baik.
a. Pemerintah.
Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan proses peninternalisasian
nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam kurikulum sekolah sehingga bibit-
bibit dari tindakan korupsi dapat diminimalisir dan tujuan dari
penginternalisasian nilai-nilai tersebut dapat tercapai
b. Pihak sekolah atau Instansi Pendidikan.
Hendaknya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan langsung dalam
proses belajar dan pembelajaran. Pihak sekolah maupun instansi
kependidikan memberikan kontribusi aktif baik dalam kebijakan, sistem
kurikulum, dan metode pembelajaran yang mendukung proses
penginternalisasian nilai-nilai pendidikan antikorupsi demi terwujudnya
generasi yang bebas dari perilaku koruptif.
c. Pendidik.
Sebagai salah satu faktor ysng berperan aktif dalam proses pendidikan,
hendaknya seorang guru dalam proses pengajaran dapat menyampaiakan
nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terinternalisasikan dalam setiap
mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah dengan baik.
Sehingg secara tidak langsung anak didik dapat memahami hakikat dari
nilai-nilai pendidikan antikorupsi dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR RUJUKAN

Wibowo, Agus.2013. Pendidikan Antikorupsi di Sekolah Strategi Internalisasi


Pendidikan Antikorupsi di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wijaya, David.2014. Pendidikan Antikorupsi untuk Sekolah dan Perguruan


Tinggi. Jakarta: Indeks

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2011. Pndidikan Anti Korupsi


untuk Perguruan Tinggi.Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai