wita
Jalan dari Bantaeng
hingga ke Pare-Pare
diperlebar
Bupati Bantaeng Azikin
Solthan menanggapi positif
rencana pelebaran jalan
dari Bantaeng ke Parepare.
Dengan pelebaran jalan
ini, lanjutnya, akan
memberikan dampak
posotif pada warga
Bantaeng khususnya yang
berprofesi sebagai petani.
"Dengan...[Detail]
07-10-2007 | 23:11:16
wita
Polda Bekuk Bandar
Togel di Bantaeng
Manca (30), warga
Kabupaten Bantaeng,
dibekuk tim Reserse Mobil
(Resmob) Kepolisian
Daerah (Polda) Sulawesi
Selatan dan Sulawesi
Barat, Kamis (4/10)
sekitar pukul 17.30 wita.
Manca ditangkap saat
sedang istirahat di
rumahnya...[Detail]
05-07-2007 | 10:10:00
wita
Hasil UN SMP: Luwu
Terbaik
Bantaeng Terpuruk, 66,38
Persen Siswa
SMP/Madrasah Tak Lulus;
6.587 Siswa di Sulsel Tidak
Lulus; Sidrap,
Pinrang,Toraja, Makassar,
Takalar, dan Bone Masuk
10 Besar Kelulusan
Tertinggi; Tingkat
Ketidaklulusan Lebih Tinggi
dari Tahun...[Detail]
05-07-2007 | 09:9:17 wita
Rakerda BKKSI Korwil
Sulsel
19 May 2006 * Organisasi
para Bupati Itu Minim
Dana MAKASSAR -- Ada
pernyataan menarik dari
Ketua Umum BKKSI
(Badan Kerja sama
Kabupaten Seluruh
Indonesia), Azikin Solthan.
Pada sambutan yang
dibawakan saat...[Detail]
05-07-2007 | 09:9:54 wita
Guru Mengaji di
Bantaeng Peroleh
Insentif Rp1,2
Juta/Tahun
Bantaeng, Sulsel (ANTARA
News) - Sebanyak 1.250
guru mengaji di Kabupaten
Bantaeng, Sulsel,
memperoleh bantuan
insentif mengajar sebesar
Rp1,2 juta orang/tahun.
Dana insentif itu diambil
dari APBD Pemkab
Bantaeng tahun 2007
dengan...[Detail]
07-10-2007 | 23:11:18
wita
Jalan dari Bantaeng
hingga ke Pare-Pare
diperlebar
Bupati Bantaeng Azikin
Solthan menanggapi
positif rencana
pelebaran jalan dari
Bantaeng ke Parepare.
Dengan pelebaran jalan
ini, lanjutnya, akan
memberikan dampak
posotif pada warga
Bantaeng khususnya
yang berprofesi sebagai
petani. "Dengan...
[Detail]
07-10-2007 | 23:11:16
wita
Polda Bekuk Bandar
Togel di Bantaeng
Manca (30), warga
Kabupaten Bantaeng,
dibekuk tim Reserse
Mobil (Resmob)
Kepolisian Daerah
(Polda) Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat,
Kamis (4/10) sekitar
pukul 17.30 wita. Manca
ditangkap saat sedang
istirahat di rumahnya...
[Detail]
05-07-2007 | 10:10:00
wita
Hasil UN SMP: Luwu
Terbaik
Bantaeng Terpuruk,
66,38 Persen Siswa
SMP/Madrasah Tak
Lulus; 6.587 Siswa di
Sulsel Tidak Lulus;
Sidrap, Pinrang,Toraja,
Makassar, Takalar, dan
Bone Masuk 10 Besar
Kelulusan Tertinggi;
Tingkat Ketidaklulusan
Lebih Tinggi dari
Tahun...[Detail]
05-07-2007 | 09:9:17
wita
Rakerda BKKSI Korwil
Sulsel
19 May 2006 *
Organisasi para Bupati
Itu Minim Dana
MAKASSAR -- Ada
pernyataan menarik dari
Ketua Umum BKKSI
(Badan Kerja sama
Kabupaten Seluruh
Indonesia), Azikin
Solthan. Pada sambutan
yang dibawakan saat...
[Detail]
05-07-2007 | 09:9:54
wita
Guru Mengaji di
Bantaeng Peroleh
Insentif Rp1,2
Juta/Tahun
Bantaeng, Sulsel
(ANTARA News) -
Sebanyak 1.250 guru
mengaji di Kabupaten
Bantaeng, Sulsel,
memperoleh bantuan
insentif mengajar
sebesar Rp1,2 juta
orang/tahun. Dana
insentif itu diambil dari
APBD Pemkab Bantaeng
tahun 2007 dengan...
[Detail]
Kabupaten
Bantaeng
terdiri atas 8
wilayah Kecamatan
yaitu Kecamatan
Bissappu, Ulu Ere,
Bantaeng,
Eremerasa,
Tompobulu,
Pa'jukukang, Sinoa
dan Gantarang Keke.
Kecamatan Bissappu
terdiri dari 4 desa dan
7 kelurahan,
Kecamatan Ulu Ere
terdiri dari 6 desa,
Kecamatan Bantaeng
terdiri dari 1 desa dan
8 kelurahan,
Kecamatan
Eremerasa terdiri dari
9 desa, Kecamtan
Tompobulu terdiri
dari 6 desa dan 4
kelurahan,
Kecamatan
Pa'jukukang terdiri
dari 10 desa,
Kecamatan Sinoa
terdiri dari 6 desa dan
Kecamatan
Gantarang Keke
terdiri dari 4 desa dan
2 kelurahan.
Kecamatan
Bissappu
Nama pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan, Kepala
Desa dan Luas daerah
Desa / Kelurahan di
Kecamatan Bissappu
Kecamatan
Bantaeng
Nama pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan, Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan
Bantaeng
Kecamatan
Tompobulu
Nama pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan, Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan
Tompobulu
Kecamatan
Pa'jukukang
Nama pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan, Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan
Pa'jukukang
Kecamatan Ulu Ere
Nama pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan, Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan Uluere
Kecamatan
Eremerasa
Nama Pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan , Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan
Eremerasa
Kecamatan Sinoa
Nama Pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan , Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan Sinoa
Kecamatan
Gantarang Keke
Nama Pejabat Tk.
Kecamatan, Kepala
Kelurahan , Kepala
Desa Luas daerah
Desa dan Kelurahan
di Kecamatan
Gantarang Keke
Sosial Kemasyarakatan
Pendidikan
Pendidikan di Kabupaten
Bantaeng adalah bagian
integral dari sistim pendidikan
nasional yang berdasarkan
Pancasila dan bertujuan untuk
mempertinggi ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, kecerdasan,
keterampilan, budi pekerti,
kepribadian dan semangat
kebangsaan sehingga dapat
menumbuhkan manusia-
manusia pembangunan yang
mampu membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas
pembangunan bangsa.
Kesehatan
Pembangunan bidang
kesehatan di Kabupaten
Bantaeng diarahkan agar
pelayanan kesehatan
meningkat lebih luas, lebih
merata, terjangkau oleh
lapisan masyarakat.
Kesehatan merupakan bagian
yang terpenting dan
diharapkan dapat
menghasilkan derajat
kesehatan yang lebih tinggi
dan memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara
sosial maupun ekonomis.
Sasaran kebijaksanaan
program keluarga berencana
adalah dalam rangka upaya
menurunkan tingkat kelahiran
dan diharapkan semua PUS
dapat menjadi peserta KB
yang aktif. Jumlah PUS di
Kabupaten Bantaeng tahun
2006 sebanyak 28.352 orang.
Agama
Upaya pemenuhan sarana dan
prasarana kehidupan
beragama pada dasarnya
merupakan tanggungjawab
masyarakat, karena
pemerintah juga mempunyai
tanggungjawab atas
pembinaan kehidupan
beragama dalam masyarakat,
maka pemerintah telah
memberikan bantuan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Sarana peribadatan di
Kabupaten Bantaeng pada
tahun 2006 sebanyak 443
yang terdiri dari mesjid 303,
langgar 138 dan gereja 2.
Kriminalitas
Bantaeng
Secara
geografis
Kabupaten
Bantaeng
terletak
pada titik
5o21'23"-
5o35'26"
dan 119o51'42"-120o5'26"bujur
wilayahnya
mencapai
395,83
Km2,
dengan
Lompobattang. Sedangkan di
hutan
produksi
terbatas
1.262
Hektar dan
Karena
sebagian
besar
pendudukny
a petani,
maka wajar
(2006).
kedua untuk
dikembangk
an di
Kabupaten
Bantaeng
yang dari
tahun ke
tahun
mengalami
peningkatan
Pariwisata
Sektor lain
mangga. Perkembangan
setempat
sangat
menaruh
perhatian
Kabupaten
peningkatan. Pengembangan
dan lain-lain
Pariwisata
Sektor lain yang perlu
diperhitungkan adalah sektor
pariwisata. Kabupaten Bantaen
memiliki peninggalan sejarah
yang tercatat dalam buku-buku
sejarah. Peninggalan-
peninggalan sejarah tersebut
sangat menarik untuk
dikunjungi. Tak heran memang
jika pemerintah kabupaten
setempat sangat menaruh
perhatian terhadap pariwisata.
Terbukti direnovasinya berbaga
objek wisata alam menjadi
tempat menarik, sepeti
permandian alam Bissappu. Jug
dipeliharanya peningalan-
peninggalan sejarah seperti Bal
Tujua yang merupakan
kebanggaan masyarakat
setempat.
tanaman padi dan tanaman pangan lahan kering
berupa tanaman palawija dan holtikultura yang
meliputi tanaman ubi-ubian dan kacang-kacangan
serta tanaman jagung. Perkembangan luas lahan
dan jumlah produksi tanaman pangan selama
Jika diamati dari besaran produksi, potensi pasar maupun ketersediaan lahan,
maka jenis komoditas tanaman pangan di daerah ini yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan adalah wortel, kentang dan kol. Produksi
keempat komoditas tersebut menunjukkan share yang relatif tinggi terhadap
total produksi kawasan. Bahkan untuk produksi wortel dan kentang
menunjukkan share yang relatif tinggi terhadap total produksi Sulawesi
Selatan, yaitu masing-masing 69,33% dan 22,60%. Gambaran ini
menunjukkan bahwa, kebutuhan komoditas wortel, kentang dan kol, baik di
kawasan Bulukumba dan sekitarnya maupun di Provinsi Sulawesi Selatan
disuplai dari Bantaeng.
Dalam upaya pengembangan komoditas holtikultura, telah ditetapkan
kawasan andalan "Loka" di dataran tinggi Kabupaten Bantaeng. Dengan luas
lahan sawah 13.520 Ha dan lahan kering 32.330 Ha, memungkinkan daerah
ini sebagai salah satu daerah penghasil utama komoditas holtikultura di
Sulawesi Selatan. Dari lahan sawah 13.520 Ha, telah dicadangkan 3.000 Ha
di antaranya tergolong sawah kelas I atau tidak ada faktor pembatas ekologi.
Untuk menghasilkan beras kualitas tinggi (ekspor) dengan sasaran produksi 7
ton/Ha dan perlu ada pusat pengolahan padi untuk menjadi beras kualitas
ekspor.
Perkebunan
Kabupaten Bulukumba, telah berdiri sebuah
industri pengolahan kapas dengan kebutuhan
bahan baku mencapai 30.000 ton/ tahun.
Kabupaten Bantaeng diharapkan dapat menjadi
daerah pendukung bagi pemenuhan kebutuhan
bahan baku
industri pengolahan kapas tersebut, dan tanaman kapas ini telah disediakan
lahan ± 5.000 Ha untuk petani secara tumpang sari dengan jagung.
Sementara dalam perspektif daerah, komoditas perkebunan yang potensial
untuk dikembangkan adalah kopi ro-busta, kopi arabika, kakao dan kapas. Di
Kabupaten Bantaeng terdapat lahan kering yang sebagian besar telah
dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat seluas 5.843 Ha atau sekitar 14,76%
dari total luas lahan kering yang ada. Oleh karena itu, lahan selebihnya
sangat potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan.
Peternakan
bisa diharapkan baik untuk peternakan besar
maupun ternak kecil dan unggas. Pengembangan
sub sektor peternakan ditujukan antara lain untuk
mengembangkan produksi daging, telur, susu,
pupuk kandang, pemanfaatan limbah pertanian
untuk pakan ternak, serta padang
rumput untuk pengembalaan. Daerah ini mempunyai padang rumput seluas
175 Ha yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan mini ranch,
breeding dan feeding untuk ternak sapi. Secara umum ternak tersebut
diperdagangkan ke Makassar dan beberapa daerah tetangga.
Perikanan
dapat diamati dari luas tambak, hasil produksi dan
hasil tangkapan nelayan. Luas tambak mencapai
135,89 Ha dengan hasil produksi tambak udang
124 ton/tahun dan tambak ikan 108,5 ton/tahun.
Perikanan darat lainnya, seperti budidaya ikan air
tawar (kolam), juga menunjukkan kapasitas
yang cukup besar, yaitu 2,7 ton/tahun. Jenis ikan air tawar yang
dikembangkan antara lain karper, nila dan Iain-Iain. Disamping itu, Kabupaten
Bantaeng yang berbatasan langsung dengan Laut Flores mempunyai potensi
Perikanan laut yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil tangkapan
nelayan yang mencapai 3.661 ton per tahun. jenis hasil tangkapan nelayan
antara lain layang, cakalang, tenggiri, tuna, tongkol, kembung, kerapu dan
Iain-lain. Dari kondisi tersebut, masyarakat pada tahun 2002 mencoba
mengembangkan rumput laut dengan system tali bentang, dan hingga
pertengahan tahun 2003 produksi rumput laut yang dikembangkan di
sepanjang pantai telah mampu memasok kebutuhan bahan baku industri
pengolahan rumput laut yang ada di daerah tetangga.
Perindustrian
Jenis kegiatan usaha sektor industri di Kabupaten Bantaeng terbagi atas dua
kategori, yaitu industri menengah seperti pembuatan air minum dalam
kemasan (air mineral), dan industri kecil, antara lain: pembuatan kasur dan
bantal, pembuatan batu bata, pembuatan kripik pisang, pembuatan jagung
marning, industri pakaian jadi. industri meubel kayu dan sebagainya. Pada
tahun 2002 nilai produksi sektor industri mencapai Rp. 18.942.494.000, yang
diserap dari berbagai sektor usaha. Umumnya bahan baku untuk kegiatan
industri diperoleh dari wilayah Kabupaten Bantaeng sendiri, sehingga
perkembangan nilai produksi itu sendiri cukup mengalami peningkatan rata
sebesar 15,51 % setiap tahun, dari tahun 1998 sebesar Rp. 9.685.965.000.
Untuk menunjang kegiatan perindustrian di wilayah Kabupaten Bantaeng,
telah dibangun beberapa unit gudang yang dapat disewa, jaringan jalan,
saluran dan sarana utilitasnya.
Perdagangan dan Jasa
Selain pasar, jasa perbankan dan perhotelan juga turut menunjang kegiatan
perdagangan di Kabupaten Bantaeng yang terdiri atas bank pemerintah yaitu
Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) serta Bank Tabungan Pensiunan Nasional
(BTPN). Kegiatan perdagangan di Kabupaten Bantaeng tidak hanya
menangani suatu komoditas tertentu tetapi termasuk pula jasa angkutan dan
komunikasi. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai
peningkatan maksimal, seperti penyuluhan dan senantiasa memberi
kemudahan pemberian pelayanan dalam proses perizinan usaha sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Aktifitas perdagangan dan jasa ini meliputi: Perdagangan barang-barang
produksi, yang terdiri atas; 1) Barang-barang produksi hasil pertanian, 2)
Barang-barang produksi hasil industri, 3) Barang-barang produksi hasil
penggalian, 3) Hotel, 4) Restauran/rumah makan, 5) Perdagangan antar
daerah, 6) Usaha jasa transportasi dan komunikasi. Khusus untuk sektor
perdagangan, beberapa fasilitas telah tersedia, yaitu: pasar (12 buah), pusat
pertokoan (2 kompleks), gudang hasil bumi (3 buah), dan usaha perdagangan
(1.240 buah).
Koperasi dan PUKM
Dunia perkoperasian di Kabupaten Bantaeng cenderung mengalami
peningkatan yang dipacu dengan terbentuknya beberapa macam seperti
Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi
Pegawai Rl di berbagai instansi. Hal ini menunjukkan adanya minat dan
gairah masyarakat untuk bergerak di sektor koperasi. Tetapi dari data
dimaksud menunjukkan masih adanya kendala pengembangan koperasi
yakni masih terbatasnya sumber daya pengelola koperasi, yang berakibat
tidak mempunyai koperasi memiliki daya saing dalam merebut peluang dan
pasar yang tersedia. Untuk tahun 2002 jumlah koperasi yang ada di
Kabupaten Bantaeng sebanyak 116 buah dan pada tahun 2003 meningkat
menjadi 129 buah atau 16,77%.Total modal baik koperasi KUD maupun non
KUD pada tahun 2003 mencapai sebesar Rp. 14.751.675.005, terdiri atas
modal sendiri dan modal dari luar. Untuk pengusaha kecil dan menengah
(UKM), hingga tahun 2003 telah berjumlah 1.240 buah dan dari keseluruhan
jumlah tersebut, sudah terdapat 122 buah yang menjadi binaan Dinas
Koperasi PUKM dan Penanaman Modal Kabupaten Bantaeng.
Pariwisata
Pengembangan paket wisata di Sulawesi Selatan
selama ini masih menempatkan Tana Toraja
sebagai "Leader" dengan rotasi ke pantai Bira
Bulukumba. Namun patut dicatat bahwa terdapat
potensi peningkatan arus wisatawan asing dari
negara Asia Pasifik yang cenderung memilih
wisata alam laut, agro-wisata dan budaya selain
kepurbakalaan.
Secara umum, perjalanan
wisata di Sulawesi Selatan
nampaknya mengikuti 4
jalur wisata, yaitu: Makassar
- Tana Toraja - Wajo - Bone
- Pantai Bira - Makassar,
Makassar - Pantai Bira -
Bone - Wajo - Tana Toraja -
Makassar, Makassar -
Pantai Bira - Makassar, dan
Makassar - Tana Toraja -
Makassar. Dengan
mengamati jalur perjalanan
wisata tersebut, maka
pengembangan
kepariwisataan di Bantaeng
harus tetap diintegrasikan
dengan pengembangan
pariwisata Bulukumba, di
mana kedua daerah ini
saling berdekatan dengan
tingkat aksessibitas yang
relatif cukup tinggi. Dari
keempat jalur perjalanan
wisata tersebut, Kabupaten
Bantaeng sesungguhnya
dapat memanfaatkan 3 jalur
yang disebutkan pertama,
dengan memotong jalur
tersebut, baik untuk transit
maupun untuk
memperpanjang length of
say, yang tentunya
memberikan implikasi
terhadap perencanaan
paket - paket wisata yang
akan dikembangkan. Untuk
kepentingan transit,
program wisata yang ada
saat ini sudah cukup
memadai, namun untuk
kepentingan length of say,
nampaknya memerlukan
perencanaan wisata dari
pemerintah daerah yang
lebih rinci, khususnya untuk
pro-gram agro-wisata yang
terkait dengan pelayanan
pertemuan dan semi-nar,
baik lokal, nasional maupun
international. Sementara
untuk menambah daya tarik
wisatawan mancanegara
maupun domestik, baik
untuk menginap maupun
yang singgah istirahat,
maka Dewan Kesenian
Bantaeng (DKB) akan
menyiapkan sarana atraksi
seni budaya, galery, pasar
kerajinan dan tempat-
tempat istirahat /kedai
tradisional di pantai
Lamalaka (Lembang).
Berdasarkan pertimbangan
itu, Pemerintah Daerah
Kabupaten Bantaeng juga
telah menetapkan sektor
pariwisata sebagai salah
satu sektor unggulan dalam
memacu pembangunan
daerah. Hal ini
dimungkinkan karena
potensi pariwisata (obyek
dan daya tarik wisata) di
daerah ini cukup besar.
Secara garis besar, potensi
pariwisata di daerah ini
dapat dikelompokkan
menjadi 4 obyek wisata,
yaitu:
Awalnya aku agak pesimis memikirkan ujung perjalanan yang telah kutempuh sedemikian jauh
ini membawaku ke hal-hal yang biasa saja. Aku takut kecewa. Dugaanku salah. Pantai ini
cukup indah. Dengan pasir yang sangat lembut. Ketika aku mencoba meraupnya, pasir yang
masih basah itu seolah meleleh diantara jemari tanganku. Sore itu, langit cerah, tak tertutup
awan sedikitpun. Laut sedang surut. Kami berjalan menyusuri sisi pantai sambil sesekali
menjumpai binatang laut yang unik. Pemandangan langit segera memerah menjelang pukul 6
sore. Matahari tenggelam diantara pohon-pohon di tanjung. Sesaat kerlap kerlip bintang
menghiasi langit malam. Libra membentuk segi empat, bak layang-layang di langit tanpa
benang. Deburan ombak dan sunyinya malam menjadi hidangan khas Pantai Bira.
Posted in | Traveling 10 Comments »
Kami berangkat dari terminal Malengkeri. Di Makassar, ada dua terminal bus antar kota. Untuk
tujuan kota-kota di sebelah utara, kami menggunakan Terminal Daya, sedangkan untuk tujuan
kota-kota di Timur Makassar seperti Bantaeng dan Bulu Kumba, kami harus menggunakan
Terminal Malengkeri. Rata-rata Bus ke arah timur berangkat pada pagi hari. Menuju ke Bira
kami harus mengambil bus jurusan Selayar. Karena kalau mengambil bus tujuan Bulu Kumba
kami masih harus melanjutkan perjalanan lagi dengan menggunakan angkutan lain.
So … dari hotel kami di sekitar Losari, kami naik angkot ke arah Malengkeri. Better ask
tentunya, karena angkot disini kadang tidak sampai ke terminal. Sampai di Malengkeri, kami
naik bus AC Aneka Transport. Satu-satunya Bus ber AC tujuan Selayar. Harga tiket Rp 50 ribu
perorang. Harga tiket ini seharusnya tiket dari Makassar ke Selayar. Di dalam Bus di kaca
depan, kulihat ada no telepon yang bisa dihubungi. Dari Makassar 0411 5048232, dan dari
Selayar 041422489 atau nomor HP 081355646448. Bus berangkat tepat pukul 09.00, saat bus-
bus non ac lainnya sudah terlebih dahulu berangkat.
Baru beberapa menit berjalan, kami sudah memasuki Kab Gowa. Rute bus ini adalah
Malengkeri (Makassar) – Takalar – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba – Bira dan berakhir di
Selayar. Selepas Takalar bus berhenti sejenak. Seisi bus menikmati jagung rebus dengan sambal
pedas, kecuali aku. Memasuki Kecamatan Bangkala – Jeneponto, suasana mengering. Tampak
dikejauhan, laut membiru. Ladang-ladang garam dipenuhi tumpukan memutih. Sedangkan di
sepanjang pantai Bantaeng – Bulukumba, banyak kulihat rumput laut dikeringkan. Ditepi pantai
nampak seperti plastik putih yang berkilauan ditempa sinar matahari. Tempat Petani bertanam
rumput laut. Disampingnya, nelayan menjaring ikan. Air laut menenggelamkannya separoh
badan. Garam, ikan, rumput laut … alam menyediakan segalanya.
Sampai di Bulukumba, slogan “Bulukumba Berlayar” memenuhi kota. Dari umbul-umbul
hingga plang-plang di pinggir jalan. Perjalanan dari Makassar ke Bira memakan waktu kurang
lebih 5 jam. Bus berjalan sangat lambat.
Sesaat kulihat orang-orang bekerja di atas kapal besar yang belum rampung dibuat. Aku
mengasumsikan bahwa kami telah sampai di Tana Beru. Sepanjang jalan tadi ada 3 kapal besar
yang masih dalam proses pengerjaan.
Setengah jam kemudian sampailah kami di pintu masuk pelabuhan Bira. Kami harus turun,
karena bus akan segera masuk ke dalam feri menuju Pulau Selayar. Perjalanan kami dengan
Bus Aneka Transport cukup sampai di sini. Pantai Bira masih harus kami tempuh dengan
berjalan kaki kira-kira 1 km lagi.
Pagi ini jam 08.00 kami sudah siap didepan hotel. Dengan berbekal kertas kecil berisikan arah
angkot yang harus kami lalui dan sebuah peta, kamipun berangkat. Dari daerah Pantai Losari
kami berangkat naik pete-pete Cendrawasih ke Sentral dan turun di MTC. Dengan ongkos
perorang 2500 perorang perjalanan kami lanjutkan dengan angkot trayek Central – Sudiang
menuju Terminal Sudiang. Perjalanan dari Central ke Sudiang cukup memakan waktu. Masing-
masing kami harus membayar Rp 4.000. Di Sudiang, angkot menuju Bantimurung telah tersedia.
Kami harus membayar Rp10.000 tapi kupikir Pak Sopir hanya memanfaatkan kami saja,
mengingat kami semua disini adalah pendatang (harga sebenarnya adalah Rp. 8.000).
Tepat di Bantimurung, kami langsung ke Gua Mimpi yang berhadap-hadapan dengan Gua
Istana. Karena panjang Gua Mimpi hanya 1,2 km. Kamipun memutuskan untuk mengeksplore
gua ini. Di mulut gua kami disuguhi pemandangan batu alam yang menyerupai gajah. Memasuki
mulut gua, pemandangan stalagtit dan stalagmit mulai memukau mata kami. Berbagai macam
bentuk telah dihasilkan dari rembesan air di dinding-dinding kapur di dalam gua. Stalagmit
yang masih muda terlihat seperti mentega yang mengeras, tetesan air dari atap gua
membentuknya begitu indah. Ada pula stalagmit yang berkilauan bak permata tatkala ditempa
sinar lampu senter yang samar-samar. Beberapa Stalagtit yang bergelantungan bahkan
mengeluarkan nada-nada tertentu kalau dipukul. Ya, mirip gendang. Perjalanan menuruni gua
sama susahnya dengan perjalanan menuju ke gua yang letaknya diatas bukit-bukit kapur ini.
Beberapa turunan cukup licin karena rontokan batu-batu kecil di dasar tanah.
Untuk menuju ke Air Terjun Bantimurung, kami harus melewati ruas-ruas jalan kampung. Tidak
terlalu jauh memang. Sesampai di air terjun, aku hanya menikmati sekelilingku yang banyak
sekali dipenuhi anak-anak kecil. Sesuai rencana, aku tidak hendak mandi di sini. Tapi konon
kurang afdol kalau belum merasakan dinginnya air di Bantimurung. Ternyata … kesegarannya
yang menyentuh jari jemari kakiku, membuatku terbangun. Beberapa menit menikmati
pemandangan air terjun, kamipun segera pulang. Perlanan pulang selalu terasa lebih cepat.
Pulau Khayangan
Kami cukup beruntung, tak ada awan yang menutupi birunya langit yang direfleksikan air laut
yang seolah olah tenang menanti saat-saat fajar tertelan perut bumi. Pukul 18.15 matahari
benar-benar lenyap.Tapi semburat merah dibatas cakrawala masih cukup jelas, lalu menguning,
menghijau dan membiru bercampur dengan langit. Satu titik planet terlihat jelas. Tepat pukul
18.30 kami kembali ke Makassar dengan perahu boat yang sama. Penumpang kali ini memenuhi
sisi-sisi perahu yang kebanyakan adalah anak-anak kecil beserta orang tua mereka. Gelap
segera meraja dan bintangpun mulai memainkan mata.
Pukul 18.30 kamipun kembali ke kota Makassar.
Makassar at a glance
Agenda perjalanan kami hari ini adalah mengunjungi tempat-tempat wisata pada umumnya.
Dimulai dari Londa ’The Cave Grave” kuburan dari jaman purbakala yang menggunakan gua
alam di bukit-bukit kapur sebagai tempat peristirahatan akhir. Karena berada dibukit kapur,
didalam gua terlihat banyak stalagtit bergelantungan di atap gua.
Tujuan berikutnya adalah Lemo “The Hanging Grave”, kuburan yang dipahat dibukit-bukit
batu. Konon hanya orang kaya yang mampu menguburkan keluarga mereka di sini, mengingat
biaya memahat tebing-tebing batu yang cukup mahal dan memakan waktu cukup lama. Setelah
itu, kami mengarah ke “Baby Grave” kuburan bayi yang diletakkan di dalam pohon di daerah
Sangala. Mereka percaya bahwa pohon akan memberikan kehidupan bagi tubuh bayi-bayi ini
sampai mereka cukup sempurna untuk melakukan reinkarnasi. Tak jauh dari Sangala, ada Kete
Kesu, kampung Toraja lengkap dengan Tongkonan dan hanging grave serta patane (kuburan
berbentuk bangunan kecil) dibagian belakang kampung. Tujuan terakhir kami adalah Bori
“Circle of Megaliths’ dengan menhir-menhirnya yang konon bukan Obelix yang membawanya
kesini.
Perjalanan hari ini kami sudahi pukul lima sore. Malamnya kami harus berangkat ke Makassar.
Perjalanan hari ini seharusnya cukup indah. Tapi kami telah melihat sesuatu yang lebih
spektakuler selama tiga hari ini.
Bus Litha menjemput kami pukul sembilan malam diantara kerumunan anak-anak muda yang
nge-jamz, ikut meramaikan perayaan 17 Agustus. Ah Tator nan melong (cantik) … Lasule mokan
(selamat tinggal) …
Pasar Ma’dong
Kampung Limbong
Ibu Limbong tinggal bersama cucunya. Anak-anaknya pergi merantau, mengadu nasib di daerah
lain. Anak pertamanya di Papua, yang kedua di Kalimantan dan satu lagi di Rantepao. Suami Bu
Limbong sudah meninggal lima tahun lalu. Buru-buru aku tanyakan apakah ada mayat disimpan di
dalam rumah. Esmee seorang rekan trekking mengatakan,” I just feel strange if I sleep in the house
where the death body is kept” kalau aku… entahlah … tak terbayangkan.
Sore itu suguhan kopi panas sudah siap di meja. Toraja adalah sorganya kopi, sorgaku juga yg
penikmat kopi tubruk. Kokokan ayam segera terdengar disela-sela keheningan kami yang sedang
menikmati aroma dan rasa kopi robusta. Salah satu dari kami nyeletuk, “Wah, makan malam kita
tuh”. Setelah meneguk dua gelas kopi, aku menyelinap ke dapur yang letaknya terpisah dari
tongkonan, rumah induknya. Dapur dan ruang makan jadi satu disana. Meskipun ada kompor
minyak tanah, Ibu Limbong lebih suka menggunakan tungku kayu. Selain murah, kayu lebih mudah
didapatkan. Cucu-cucu Bu Limbong biasanya mencarikan kayu bakar untuknya dengan upah
beberapa batang rokok. Sesaat aku menengok ke panci besar atas tungku, mmm ayam yang
kudengar tadi rupanya sudah menjadi gulai.
Di luar dapur kudengar bunyi kletak-kletok, seperti palu dipukul. Orang-orang sedang menumbuk
padi rupanya. Tempat tumbukan pertama mereka gunakan untuk memisahkan padi dari batangnya,
tempat tumbukan berikutnya dipakai untuk melepaskan beras dari cangkangnya. Beberapa saat
kemudian, beras sudah siap untuk dimasak.
Hari mulai gelap, dan dinginnya udara gunung mulai terasa. Aku memilih cepat-cepat mandi,
menyadari bahwa temperatur akan cepat sekali drop kala malam menjelang. Sebuah kamar mandi
sederhana dilengkapi dengan kakus dan bak yang dipenuhi dari air gunung yang mengalir melalui
bambu dan slang plastik memberiku suasana lain. Airnya cukup menyengat, dingin merasup tulang.
Makan malam siap pukul tujuh malam. Kami keluar dari tongkonan menuju ruang makan. Hidangan
telah tertata di atas meja. Dua buah bangku kayu panjang menyertai sisi kanan dan kiri meja. Nasi
panas, gulai ayam, mie rebus dan sambal yang .. wow pedas sekali… sudah siap disantap.
Usai makan malam, kami bercakap-cakap di teras depan di bawah tongkonan. Lampu petromaks
menemani kami. Anak-anak dan pemuda kampung masih mengerumuni kami. Aku menanyai
dimana mereka bersekolah. Mereka yang masih SD, tak perlu berjalan jauh. Sekolah mereka hanya
berjarak dua kampung sesudah Kampung Limbong. Sedangkan yang SMP harus berjalan menuruni
dan menaiki bukit sejauh 2 kilo meter. Tak heran kalau mereka berangkat ke sekolah pagi sekali.
Namun yang SMA dan STM harus ke Rantepao. Mereka biasanya kost atau tinggal di rumah saudara.
Percakapan mulai hangat dan merekapun mulai bercerita tentang lingkungan kampungnya. Konon
ada satu orang ibu yang berasal dari Solo, dia menikah dengan orang Kampung Limbong. Salah
seorang dari pemuda itu menawariku untuk bertandang ke rumah si ibu ini, tapi karena sudah
malam aku menolaknya. Merekapun mulai menggosip tentang tetangga persis disebelah timur
Tongkonan Bu Limbong. Ceritanya seru … tapi off the record lah!
Kelam malam mulai merambah desa, satu persatu manusia mulai lelap tersihir dalam tidurnya.
Bintang dan bulan menemani ketenangan Kampung Limbong. Akupun terlelap dalam buaian
malam.
Agenda perjalanan
kami selama dua hari
kedepan adalah
trekking. Menyusuri
perbukitan dan
kampung-kampung
pedalaman Toraja
adalah salah satu
impianku. Perjalanan
kami mulai pukul
09.30 waktu
Rantepao, setelah
semua perbekalan
dan logistik siap
dibawa. Point awal
trekking adalah
Kampung Ke’pe’ ,
sebuah kampung di
atas perbukitan
Toraja. Perjalanan
dari Rantepao ke
kampung ini kami
tempuh dengan
menggunakan Pete-
pete (baca:angkutan
pedesaan). Ke’pe’
adalah tujuan akhir
angkutan ini. Jalan
menuju Ke’pe’,
meskipun beraspal
namun cukup
sempit. Kebun kopi
dan coklat menghiasi
pemandangan kanan
kiri kami. Lembah
yang hijau dan
gunung batu yang
kokoh.
Sekitar pukul 11.15
kami sampai di point
awal kami, Kampung
Ke’pe’. Perjalanan
awal sedikit
menurun, ada
sebuah SD disana.
Anak-anak sedang
berlatih baris
berbaris. Tipikal
anak sekolah di
Indonesia menjelang
17 Agustus. Di
halaman sekolah
kulihat menhir-
menhir yang
berukuran kecil. Aku
masih penasaran
kenapa menhir-
menhir itu
diletakkan di sana.
Kami terus berjalan
melewati pematang
sawah. Aku harus
konsentrasi kalau
tidak ingin
terperosok ke sawah,
sambil sesekali
berhenti dan
menikmati suasana
sekitar. Kudengar
diujung sana orang
berteriak, seperti
siulan. Dan tiba-tiba
Mas Agus berteriak
juga. Rupanya
teriakan itu ciri khas
orang sini. Teriakan
ini menandakan
bahwa mereka orang
Toraja, jadi
dimanapun mereka
berada mereka dapat
saling mengenali
lewat teriakan itu.
Kampung pertama
yang kami singgahi
adalah Kampung
Poya. Anak-anak
SMP yang pemalu
kami jumpai di pintu
masuk kampung
yang cukup
menanjak. Tenaga
terkuras. Memasuki
kampung, salakan
anjing yang
menyambut kami.
Kampung ini cukup
sepi.
Mengingatkanku
pada kampung-
kampung Badui.
Tongkonan-
tongkonan kosong
karena penghuninya
sedang pergi ke
sawah. Kami
beristirahat di bawah
ricebarn didepan
sebuah Tongkonan.
Konon kalau ada
pesta hanya orang-
orang penting saja
yang bisa duduk
disini. Tiba-tiba aku
merasa VIP banget
. Semua
Tongkonan
menghadap ke utara
dan ricebarn berada
didepannya.
Pejalanan kami
teruskan hingga
disuatu kampung
kecil. Hey ada nenek
tua yang sedang
membuat tikar.
Melihat kerutan
diwajahnya, dia
mungkin berumur
diatas 90-an. Sesekali
aku berteriak ’Tabe’
(baca:permisi) kalau
aku berpapasan
dengan penduduk
Toraja.
Selepas kampung ini,
kami harus menaiki
tebing batu yang
cukup tinggi. Aku
bersyukur tasku
tidak terlalu berat,
namun dengan
kamera SLR yang
tergantung dileher,
perjalananku
menjadi lumayan
berat. Aku cukup
berhati-hati dengan
asset berhargaku ini.
Dari puncak bukit
kulihat lembah-
lembah curam, dan
hutan yang hijau
pekat mendominasi
pemandangan
sekelilingku. Konon
Mas Agus yang
menjadi penunjuk
jalan pernah tersesat
di hutan ketika ingin
mencapai satu
kampung. Ah semoga
kami tidak tersesat.
Beberapa anggrek
hutan kami temui
diantara ranting-
ranting pohon. Andai
Papaku ada disitu,
pasti sudah kutulis
nama angrek itu
disini. Mas Agus
menyodoriku akar
rumput, baunya …
mmm … seperti
minyak tawon. Lalu
dia menyodori akar
tanaman perdu lain
yang baunya seperti
bau balsam gosok.
Kami terus berjalan
sampai kami temui
sebuah batu besar.
Kami berhenti
sejenak, diantara
kami ada pecinta
panjat tebing, sesaat
dia
mendemonstrasikan
cara memanjat
tebing. Aku tidak
berminat
mencobanya.
Bambu-bambu yang
disambung dengan
slang karet menjadi
pemandangan kami
memasuki suatu
desa, aku lupa
namanya. Rupanya
ini cara mereka
memperoleh air
bersih. Tak tampak
olehku proyek
pemerintah yang
berbantuan luar
negeri disini. Nyaris
tak tersentuh.
Sepertinya orang-
orang disini sedang
membuat akses
untuk jalan mobil.
Bukit-bukit
diterjang, pohon
ditebang dan
batupun dipapras.
Hatiku miris.
Menjelang pukul
14.00 kami istirahat
untuk makan siang.
Tampak didepanku
Kampung Bamba.
Kulihat anak-anak
kecil yang salah
satunya bernama
Lisa mendekati kami.
Hanya kue-kue kecil
yang bisa kami
bagikan. Merekapun
mengiring kami
memasuki
kampungnya dan
mengantar kami
dengan lambaian
tangan. Anak-anak
yang manis.
Pejalanan setelah itu
tidak terlalu berat,
dan cenderung
menurun, petak-
petak sawah nampak
indah diselingi
kurugan, kolam kecil
ditengah-tengah
sawah. Sebuah
lubang dengan
kedalaman 1.5 meter
berada diantara
rumpun padi dan
orang disini
menggunakannya
sebagai tempat
memelihara ikan,
’ikan gunung’ kata
Mas Agus.
“Sebentar lagi kita
sampai” kata Mas
Agus, memberi kami
semangat. Waktu
sudah menunjukkan
pukul empat sore.
Ketika memasuki
suatu kampung, aku
bertanya, “Kita
bermalam di
kampung ini ya
Mas?” Ah rupanya
kami masih harus
melalui satu
kampung lagi,
sebelum memasuki
kampung tempat
kami bermalam.
Meninggalkan
kampung itu, kami
melihat banyak
orang sedang
mengerjakan
sawahnya. Obyek
menarik untuk
difoto. Mas Agus
segera menunjuk ke
arah Kampung
Limbong dimana
kami akan
bermalam. Semangat
kembali membara.
Memasuki kampung
Limbong hari telah
sore. Kakipun ingin
segera beristirahat.
GUOBLOGNYA D
PRACTICE MAKE PERFECT
Monday, April 9, 2007
Road Trip : Bantaeng