Anda di halaman 1dari 37

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Analisis Situasi Umum Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru


1. Kondisi Geografi dan Demografi

Gambar 2.1 Peta Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan

Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang


terletak di pulau Kalimantan. Secara geografis Kalimantan Selatan terletak
di antara 114 19" 33" BT - 116 33' 28 BT dan 1 21' 49" LS 1 10" 14" LS,
dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha atau hanya 6,98
persen dari luas pulau Kalimantan. Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan
terdiri dari kawasan dataran rendah di bagian Barat dan Timur serta
dataran tinggi di bagian tengah. Kawasan dataran rendah berupa lahan
gambut dan rawa serta sejumlah aliran sungai yang kaya akan sumber
keanekaragaman flora dan fauna. Kawasan dataran tinggi sebagian besar
masih merupakan hutan tropis yang memiliki berbagai kekayaan alam
berupa barang tambang galian seperti batubara, minyak, pasir kwarsa, biji
besi dan lainnya. Wilayah Kalimantan Selatan dapat dibagi dalam bentuk
morfologi daratan aluvia, bukit dan pegunungan. Wilayah ini didominasi
oleh morfologi dataran yaitu 33,89 persen dan pegunungan seluas 33,56
persen. Daerah pegunungan yang disebut pegunungan Meratus terdiri dari
beberapa gunung tak berapi dengan gunung tertinggi adalah gunung Baru
Besar dengan ketinggian 1.892 meter. Posisi geografis Provinsi
Kalimantan Selatan amat strategis karena berada di pusat kepulauan
Nusantara. Situasi dan kondisi ini sangat memungkinkan sebagai pusat
rujukan kesehatan regional di kawasan pulau Kalimantan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun
2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, secara
administrative wilayah Kalimantan Selatan terbagi atas 11 kabupaten dan
2 kota yang terdiri atas: Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala,
Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara,
Tabalong, Balangan, Tanah Bumbu, Banjarmasin dan Banjarbaru. Batas-
batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut: sebelah
Utara dengan Propinsi Kalimantan Timur, sebelah Timur dengan Selat
Makasar, sebelah Selatan dengan Laut Jawa dan sebelah Barat dengan
Propinsi Kalimantan Tengah.

Gambar 2.2 Peta Wilayah Kota Banjarbaru


Kota Banjarbaru adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan
Selatan. Dahulu, Kota Banjarbaru merupakan sebuah kota administratif
yang dimekarkan dari Kabupaten Banjar. Jauh pada masa sebelumnya
sebagian besar wilayahnya merupakan Kawedanan di dalam Kabupaten
Banjar. Kota Banjarbaru berdiri pada tanggal 20 April 1999 dan memiliki
luas wilayah 371,38 km². Seluruh wilayah Kota Banjarbaru merupakan
bagian dari kawasan Banjar Bakula. Banjarbaru terbagi atas 5 kecamatan
dan 12 kelurahan, dengan jumlah penduduk 472.719 jiwa (2020). Kota
Banjarbaru terletak pada koordinat 03°27' - 03°29' LS dan 114°45' -
114°48' BT. Posisi geografis Kota Banjarbaru terhadap Kota Banjarmasin
adalah 35 km sebelah tenggara Kota Banjarmasin. Selain itu, Kota
Banjarbaru merupakan kota penghasil intan yang terdapat di Kecamatan
Cempaka yang merupakan pusat pemukiman atau perkampungan
tertua Suku Banjar yang ada di kota ini. Kota Banjarbaru terdiri dari 5
kecamatan dan 20 kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya
mencapai 221.735 jiwa dengan luas wilayah 371,00 km² dan sebaran
penduduk 597 jiwa/km².

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Banjarbaru, adalah sebagai


berikut:
Kode Jumlah
Kecamatan Daftar Kelurahan
Kemendagri Kelurahan
63.72.05 Banjarbaru Guntung Paikat, Kemuning,
4
Selatan Loktabat Selatan, Sungai Besar
63.72.04 Banjarbaru Komet, Loktabat Utara,
4
Utara Mentaos, Sungai Ulin
63.72.03 Cempaka Bangkal, Cempaka, Palam,
4
Sungai Tiung
63.72.02 Landasan Guntung Manggis, Guntung
Ulin 4 Payung, Landasan Ulin Timur,
Syamsudin Noor
63.72.62 Liang Landasan Ulin Barat, Landasan
Langgang 4 Ulin Selatan, Landasan Ulin
Tengah, Landasan Ulin Utara
Total 20
Tabel 2.1 Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Banjarbaru

Kota Banjarbaru memiliki sekitar 7 Rumah Sakit, salah satunya yaitu:


 RSUD Idaman Kota Banjarbaru
Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru merupakan rumah
sakit umum milik Pemerintah Kota Banjarbaru yang berpedoman pada PP
Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, saat ini RSUD
Kota Banjarbaru dibentuk dengan peraturan daerah Kota banjarbaru
Nomor 12 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi lembaga teknis
daerah dan satuan pamong praja Kota Banjarbaru dan Peraturan Walikota
48 tahub 2008 tantang tugas pokok dan fungsi RSUD Kota Banjarbaru
serta peraturan Walikota Banjarbaru nomor 43 tahun 2009 tentang uraian
tugas RSUD Kota Banjarbaru. Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
Banjarbaru diserahkan pengelolaanya oleh Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan pada tanggal 14 agustus 2004. Berdasarkan Surat
Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 366 Tahun 2011. Rumah Sakit
Daerah Idaman Kota Banjarbaru telah ditetapkan menjadi Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD), dengan menerapkan fleksibilitas pengelolaan
keuangan sesuai dengan yang telah ditanamkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 79 Tahun 18 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Berdasarkan kepmenkes 104/MENKES/SK/I/1995 RSUD
Banjarbaru mendapatkan status rumah sakit type C dengan kapasitas 75
tempat tidur. RSUD Kota Banjarbaru bberalamat di jalan Trikora no.11
RT.039 RW.001 Kota Banjarbaru dan mempunyai beberapa instansi salah
satunya Instansi Gawat Darurat dan Instansi Gizi.
Instalasi Gawat darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan
sementara serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang
dengan gawat darurat medis. IGD memiliki peran sebagai gerbang utama
masuknya penderita gawat darurat (Ali, 2014) pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat,
tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan ini
bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien
24 jam sehari secara terus menerus. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
merupakan unit rumah sakit yang memberikan perawatan pertama kepada
pasien. Unit ini di pimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter
ahli dan berpoengalaman dalam penanganan PGD (Pelayanan Gawat
Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada
dokter spesialis tertentu (Hidayati, 2004).
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan
melalui pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat
pendidikan. Tenaga SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh
tingkat kesehatan dan status gizi yang baik. Untuk itu diperlukan upaya
perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat
melalui upaya perbaikan gizi di dalam keluarga dan pelayanan gizi pada
individu yang karena kondisi kesehatannya harus dirawat di suatu sarana
pelayanan kesehatan misalnya Rumah Sakit (RS). Masalah gizi di rumah
sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease)
pada semua kelompok rentan mulai dari bu hamil, bayi, anak, remaja,
hingga lanjut usia (lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara
khusus.

2. Visi dan Misi Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru


a. Visi
“Rumah Skait Unggul Dalam Pelayanan Dan Berkarakter”
b. Misi
1) Mengembangkan kopetensi Sumber Daya Manusia di seluruh unit
pelayanan Rumah sakit dalam hal pengembangan skill, knowlegde
dan attitude (keterampilan dan perilaku yang baik) di semua lini
pelayanan.
2) Mengembangkan bangunan ramah sakit yang menarik.
3) Menyediakan peralatan medis yang canggih dan mutakhir sesuai
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
4) Mengembangkan perangkat manajemen yang inovatif dan
responsif yang mampu menjawab tantangan Rumah sakit di masa
yang akan datang.
5) Memberikan pelayanan yang berkualitas standar dan dikemas
dengan sikap yang santun.
6) Berperan aktif dalam menurunkan kematian ibu dan bayi di rumah
sakit sebagai daya dukung dalam penurunan kematian ibu dan bayi
di kota banjarbaru dan sebagai penyelenggara dalam upaya
penurunan penyakit menular TB Paru (DOTs).
3. Profil Rumah sakit daerah Kota Banjarbaru
Nama RS : Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru
Kelas RS : C
Jenis RS : Umum
Kepemilikan : Pemerintah Kota banjarbaru
Jl. Trikora No. 115 Rt. #9 Rw.001 Kel. Gutung
Alamat Lengkap : Manggis banjarbaru Kec. Landasan Ulin Kota
Bajarbaru Provinsi Kalimantan Selatan
No. Telp : (0511) 6749696
No. Fax : (0511) 6749697

Berikut beberapa sertifikat yang diiliki Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
Banjarmasin:
Gambar 2.3 Sertifikat Akreditasi Penuh Tingkat Dasar Rumah Sakit
Daerah Idaman Kota banjarbaru

Gambar 2.4 Sertifikat Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut Rumah Sakit


Daerah Idaman Kota banjarbaru
Gambar 2.5 Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Tingkat Utama
Rumah Sakit Daerah Idaman Banjarbaru

Gambar 2.6 Sertifikat ISO 9001 : 2008 Rumah Sakit Daerah Idaman
Kota Banjarbaru
a. Riwayat Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru
Tahun 1961 UKIDA (Usaha Kesehatan Ibu dan Anak)
Tahun 1965 Menjadi BKIA (Badan Kesehatan Ibu Anak)
Tahun 1972 Menjadi Pilot Proyek Rumah Sakit, Rencana Peningkatan
Rumah Sakit tetapi hanya untuk melayani Pemerintah
Daerah setempat
Tahun 1995 Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C (Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor;
140/MENKES/I/1995 milik Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan
Tahun 2004 Penyerahan aset-aset Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
Banjarbaru dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
kepada pemerintah Kota banjarbaru
Tahun 2012 Ditetapkan menjadi Badan layanan Umum Daerah (BLUD)
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor
36 tanggal 30 Desember 2011
Tabel 2.1 Riwayat Rumah Sakit Daerah Idaman Kota Banjarbaru
b. Struktur Organisasi
Pengorganisasian adalah peraturan sejumlah personil yang
dimiliki rumah sakit untuk memungkinkan tercapainya suatu tujua
rumah sakit, dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi
dan tanggung jawab (Azwar, 2002). Pola Organisasi Rumah Sakit
Pemerintah pada umumnya sesuai dengan yang tertera dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor.
1045/MENKES/PER/XI/2006 dan keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2002, tentang pedoman struktur organisasi dan tata
kerja rumah sakit daerah. Struktur organisasi merupakan visualisasi
kegiatan dan pelaksana kegiatan (personal) dalam suatu institusi.
Berdasarkan kegiatan dan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang
maka organisasi dibagi atas organisasi lini, organisasi staf dan
organisasi lini beserta staf.
Berdasarkan Buku Pedoman Rumah Sakit Daerah Idaman
Kota Banjarbaru tentang struktur organisasi yang dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut:

Gambar 2.7 Struktur Organisasi Rumah Sakit Daerah Idaman Kota


Banjarbaru
B. Analisis Situasi Khusus
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
K3RS (Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit) adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya
pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Pengertian tersebut merupakan pengertian yang ada pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
a. Tujuan K3RS ( Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit)
Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit, beberapa tujuan
dalam pelaksanaan K3RS dapat dirangkum:
1) Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
2) Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko
keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak
menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan SDM
Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung.
3) Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien
dan berkesinambungan.
4) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan
dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
5) Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk
memastikan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, dan aset Rumah Sakit aman dari bahaya api, asap, dan
bahaya lain.
6) Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman dengan memastikan kehandalan sistem utilitas dan
meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
7) Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik saat
digunakan maupun saat tidak digunakan.
8) Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan
untuk meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi
darurat dan bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik,
material, dan jiwa, mengganggu operasional, serta menyebabkan
kerusakan lingkungan, atau mengancam finansial dan citra Rumah
Sakit.
9) Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
menurunkan kejadian dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah
Sakit dari penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit
akibat kerja, dan kecelakaan akibat kerja.
b. Bahaya dan Risiko di Rumah Sakit
Bahaya adalah suatu keadaan/kondisi yang dapat mengakibatkan
(berpotensi) menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit) bagi
pekerja, menyangkut lingkungan kerja, pekerjaan (mesin, metoda,
material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain. 
Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu
kenyataan, yang bergantung pada pajanan, frekuensi, konsekuensi 
serta dose-response. Berikut adalah potensi bahaya di rumah sakit:
1) Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.
2) Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan
pembersih lantai, desinfectan, clorine.
3) Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa,
kucing dan sebagainya.
4) Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat
beban.
5) Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan,
hubungan antar pekerja yang tidak harmonis

2. Instalasi Gawat darurat (IGD)


a. Pengertian
Instalasi Gawat darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan
sementara serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang
datang dengan gawat darurat medis. IGD memiliki peran sebagai
gerbang utama masuknya penderita gawat darurat (Ali, 2014)
pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan. Pelayanan ini bersifat penting (emergency)
sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari secara terus
menerus. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit rumah sakit
yang memberikan perawatan pertama kepada pasien. Unit ini di
pimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan
berpoengalaman dalam penanganan PGD (Pelayanan Gawat Darurat),
yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter
spesialis tertentu (Hidayati, 2004).
Instansi Gawat Darurat menyediakan penanganan awal bagi pasien
yang menderita sakit dan cidera yang dapat mengancam jiwa dan
kelangsungan hidupnya. Adapun tugas Instalasi Gawat Darurat adalah
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan
serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan
kondisi gawat darurat. Menurut Depkes R.I (2006), petugas tim
kesehatan di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit terdiri dari dokter
ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan
penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit
lain yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat.

b. Prosedur dan Pelayanan


Prosedur dan pelayanan di IGD merupakan kunci awal pelayanan
petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik dan
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh
tanggung jawab (Depkes RI, 2006). Pasien yang datang untuk berobat
di IGD jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari. Di IGD
perawat merupakan anggota tim kesehatan digaris terdepan yang
menghadapi masalah kesehatan klien selama 24 jam secara terus
menerus (Lestari dan Retno, 2010). Kondisi ini dapat menimbulkan
kejenuhan kerja dan beban kerja perawat yang tinggi dapat
mengabitkan penurunan kinerja perawat. Ada beberapa pembagian
penanganan dan kriteria pasien dalam kondisi kegawatdaruratan di
IGD, yaitu:
1) Prioritas I (Label merah) : Emergency, pasien dengan kondisi
gawat darurat yang mengancam nyawa/fungsi vital dengan
penanganan dan pemindahan bersifat segera.
2) Prioritas II (Label kuning) : Urgent, pasien dalam kondisi darurat
yang perlu evaluasi secara menyeluruh dan ditangani oleh dokter
untuk stabilisasi, diagnosa dan terapi definitif, potensial
mengancam nyawa/fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam
waktu singkat penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat.
3) Prioritas III (Label hijau) : Non Emergency, pasien gawat
darurat semu yang tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan
segera.
4) Prioritas IV (Label hitam) ; Death, pasien datang dalam keadaan
sudah meninggal.

c. Alur pelayanan pasien di IGD


Alur penanganan pasien di IGD yaitu perawat menerima pasien,
kemudian mencatat identitas lengkap dan jelas dan informed concernt,
perawat melakukan anamnesa, perawat melakukan p[emeriksaan
Glosgow Coma Scale (GCS), TTV (Tekanan darah, nadi, respirasi,
suhu) dan pemeriksaan fisik awal, pengelompokkan pasien dan
diagnosa awal, seperti gawat darurat: memerlukan tindakan segera dan
mengancam jiwa, gawat non darurat: memerlukan tindakan segera tapi
tidak mengancam jiwa.
Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang mengancam jiwa,
untuk itu diperlukan perawat yang kompeten sebagai praktisi, juga
harus meningkatkan kemampuan yang terkait berbagai peran, harau
mengerti karakteristik pelayanan keperawatan yang tepat, cermat dan
cepat serta mengerti tugas, cara bersikap dan cara berkomunikasi
dengan baik dalam kondisi emergency. Makin luas lingkup tanggung
jawab yang diemban perawat pada pelayanan gawat darurat, makin
banyak peran dan beban kerja yang harus dilakukan.
Gambar 2.8 Alur Pelayanan IGD Rumah Sakit Daerah Idaman Kota
Banjarbaru
d. Manajemen Risiko IGD
Manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang
mengacu langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan
potensial dan efek yang merugikan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, resiko adalah kemiungkinan terjadinya peristiwa yang
dapat merugikan perusahaan Vaugan (1978) mengemukakan
bebermpa definisi resiko sebagaimana dapat kita lihat sebagai
berikut :
1) Rok as the chance of loss (Risiko adalah kerugian)
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure
(keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian Dalam ilmu
statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat
probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis
menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat
risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%
berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
2) Risk as the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan
kerugian)
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu
peristiwa bersda diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang
cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3) Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Uncertainty dapat bersifat subjektif dan objektif. Subjective
uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko
yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang
bersangkutan.
4) Risk is the dispersion of actual from expected resudt (Risiko
merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang dibarapkan)
Manajemen risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko
dan perlindungan herts bends, hk milik dan keuntungan badan
usaha atau perorangan atas kemongkinan timbulnya kerugian
karena adanya suatu risiko.
Smith (1990) mendifinisikan manajemen resiko sebagai
proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah
resiko yang mengancam aset dan penghasilan dar sehuah
perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau
keragian pada perusahaan tersebut. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain,
menghindari nisiko, mengurangi efek negatif risiko, dan
menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko
yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam
atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen
risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko menggunakan
dapat dikelola dengan instrumen-instrumen keuangan Sasaran dari
pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko
yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah
dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat.
Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan
politik. Di sisi lain pelaksansan manajemen risiko melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas
manajemen risiko (manusia, staf, dan organisasi)

e. Identifikasi bahaya di tempat keja


Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja
adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini
dilakukan identifikasi faktor risiko keschatan yang dapat tergolong
fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada
pekerja Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan
pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan
baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk
hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi.
Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan pemilikan
material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang
digunakan, pengelompokan bahan kimia menunut jenis bahan aktif
yang terkandung. mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan
bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat
mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga
menjadi kurang berbahaya.

f. Identifikasi Hazard And Risk di IGD RS Daerah Idaman Kota


Banjarbaru
Bahaya Bahaya
No. Ruang Hazard
Kesehatan Keselamatan
1. Pasien Fisik: -  tertular  Kelalaian dari
datang Kimia: - penyakit penggunaan
di IGD Biologi: jarum suntik
 Tertularnya  Otot tegang
penyakit
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung,
 Terjatuh
 Tersandung
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala
2. Ruang Fisik:  Tertular  Low back
Pemeri  Tertusuk jarum penyakit pain
suntik
ksaan  Kelalaian dari
Kimia:
di IGD  Bau bahan-bahan penggunaan
kimia jarum suntik
Biologi:
 Tertularnya
penyakit
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung,
 Terjatuh
 Tersandung
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala
3. Admini Fisik:  Tertular Low back pain
strasi di  Kurang penyakit
pencahayaan
IGD
Kimia: -
Biologi: -
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung,
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala
4. Pelayan Fisik: -  terpapar Low back pain
an obat Kimia: racikan
 Bau obat saat
pasien peracikan obat
Biologi:-
Ergonomi:
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung karena
terlalu lama
duduk
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala
 stress
5. Ruang Fisik:  Terkonta  Kelalaian dari
Perawat  Kegerahan minasi penggunaan
/kepanasan
an di bakteri jarum suntik
 Tertusuk jarum
IGD suntik dari darah  Low back
Kimia: pasien pain
 Bau bahan-bahan
kimia
Biologi:
 Tertulatnya
penyakit
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung
Tabel 2.2 Identifikasi Hazard di IGD RS Daerah Idaman Kota
Banjarbaru

3. Instalasi Gizi
a. Pengertian
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dalam
berbagai aspek, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan
dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan melalui
pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat pendidikan.
Tenaga SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh tingkat
kesehatan dan status gizi yang baik. Untuk itu diperlukan upaya
perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi
masyarakat melalui upaya perbaikan gizi di dalam keluarga dan
pelayanan gizi pada individu yang karena kondisi kesehatannya harus
dirawat di suatu sarana pelayanan kesehatan misalnya Rumah Sakit
(RS).
Instalasi gizi merupakan unit yang mengelola kegiatan pelayanan
gizi di rumah sakit sebagai wadah untuk melakukan pelayanan
makanan, pelayanan terapi diet dan penyuluhan/konsultasi gizi. Pada
instalasi gizi dilaksanakan pelaynan gizi secara efektif dengan kualitas
yang optimal dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk mengaitkan kesehatan pasien.
Masalah gizi di rumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses
penyembuhan. Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang
terkait gizi (nutrition-related disease) pada semua kelompok rentan
mulai dari bu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia (lansia),
memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu
dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat
penyembuhan. Risiko kurang gizi dapat timbul pada keadaan sakit,
terutama pada pasien dengan anoreksia, kondisi mulut dan gigi-geligi
yang buruk, gangguan menelan, penyakit saluran cerna disertai mual,
muntah, dan diare, infeksi berat, lansia dengan penurunan kesadaran
dalam waktu lama, dan yang menjalani kemoterapi. Asupan Energi
yang tidak adekuat, lama hari rawat, penyakit non infeksi, dan diet
khusus merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi di
rumah sakit (Kusumayanti, et all, JICN 2004).
Tujuan dari pelayanan gizi adalah terciptanya sistem pelayanan
gizi rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dan
penyakit serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara
menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu
pelayanan Bizi di rumah sakit. Tujuan Khusus dari pelayanan gizi
yaitu menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi
dan rawat inap, menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan
gizi dan aman dikonsumsi, menyelenggarakan penyuluhan dan
konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya, serta
menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Makanan merupakan salah satu komponen pentine dalam rantal
penyembuhan pasien di RS. Makanan yang diberikan tidak hanya
harus, memenuhi unsur gizi tetapi juga unsur keamanannya, dalam arti
harus bebas dari komponen-komporien vang menyebabkan penyakit.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Makanan.
Keamanan makanan adalah kondisi dan upava vang diperlukan
untuk mencegan makanan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimiawi dan benda ain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatari, sehingga menjadi hal yang mutlak harus
dipenuhi dalam proses pengolahan makanan di rumah sakit. Makanan
yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne
disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi
makanan yang mengandung atau tercemar bahan/senyawa beracun atau
organisme pathogen.
Upaya untuk menjamin keamanan makanan adalah dengan
menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan.
Prinsip keamanan makanan meliputi;
a) Good Manufacturing Practices (GMP);
b) Higiene dan sanitasi makanan (Penyehatan Makanan);
c) Penggunaan bahan tambahan makanan.
Upaya tersebut merupakan program dan prosedur proaktif yang
bersifat antisipasi dan preventif, perlu didokumentasikan secara teratur
agar dapat menjamin keamanan makanan.

b. Prosedur Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Pengorganisasian pelatanan gizi Rumah Sakit mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983 Tahun 1998 tentang
Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di lingkungan Departemen Kesehatan.
Pelayanan gizi rumah sakit meliputi:
1) Asuhan Gizi Rawat Jalan
2) Asuhan Gizi Rawat Inap
3) Penyelenggarakan Makanan
4) Penelitian dan Pengembangan

Gambar 2.9 Prosedur dan Pelayanan Gizi Rumah Sakit


c. Manajemen Risiko di Instalasi Gizi
Manajemen risiko adalah aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi
dan pengendalian risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien,
pegawai, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri. (The Joint
Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO).
Vaugan (1978) mengemukakan bebermpa definisi resiko
sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut :
1) Rok as the chance of loss (Risiko adalah kerugian)
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure
(keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian Dalam ilmu
statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat
probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis
menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat
risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%
berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
2) Risk as the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan
kerugian)
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu
peristiwa bersda diantara nol dan satu. Namun, definisi ini
kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3) Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Uncertainty dapat bersifat subjektif dan objektif. Subjective
uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko
yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang
bersangkutan.
4) Risk is the dispersion of actual from expected resudt (Risiko
merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan)
Manajemen risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko
dan perlindungan herts bends, hk milik dan keuntungan badan
usaha atau perorangan atas kemongkinan timbulnya kerugian
karena adanya suatu risiko

d. Identifikasi bahaya di tempat kerja


Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja
adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini
dilakukan identifikasi faktor risiko keschatan yang dapat tergolong
fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada
pekerja Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan
pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan
baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk
hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi.
Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan
pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan
kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menunut jenis
bahan aktif yang terkandung. mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya
Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat
mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga
menjadi kurang berbahaya

e. Identifikasi Hazard And Risk di IGD RS Daerah Idaman Kota


Banjarbaru
Bahaya Bahaya
No. Ruang Hazard
Kesehatan Keselamatan
1. Dapur Fisik:  Terpapar  Kelalaian dari
 tertusuk benda zat kimia penggunaan
tajam dan gas benda tajam
 Panas: Kompor, air,  Otot tegang
Panas, Minyak  Kelelahan otot
Panas  Low Back
 Langit-langit Pain
 Debu (LBP)/sakit
 Ledakan/kebakaran punggung
 Tersetrum  Kecipratan
Limbah cair/padat minyak panas
Kimia:  Ketumpahan
 Gas elpiji minyak panas/
 Sabun cuci piring air pnas
 Sabun lantai
Biologi:
 Vektor Penyakit
 Kuman patogen
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung,
 Terjatuh
 Tersandung
 Gerakan statis :
memotong,
memasak,
menyiapkan
makanan
 Pekerjaan manual:
mengangkat bahan /
makanan yang
terlalu banyak
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala
2. Linen Fisik: Terpapar  Low back
Loundri Tersetrum bahan kimia pain
Kimia:
dan B3  Kelalaian dari
 Bahan kimia B3
penggunaan
 Sabun cuci
 Pelembut pakaian bahan kimia
 Pemutih pakaian  Kelelahan otot
Biologi:
 Iritasi mata
Tertularnya penyakit
 Iritasi kulit
Ergonomi:
 Keseleo,
 Low Back Pain
(LBP)/sakit
punggung,
 Terjatuh
 Terpeleset
 Pekerjaan manual:
mengangkat
pakaian yang terlalu
banyak
Psikososial:
 Kelelahan
 Sakit kepala

f. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Instalasi Gizi


Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai kegiatan yang
sangat berkaitan erat dengan kejadian yang disebabkan kelalaian
petugas dapat pula mengakibatkan kontaminasi terhadap makanan.
Pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur,
tempat kerja yang terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat
mengurangi bahaya dan kecelakaan dalam proses penyelenggaraan
makanan banyak.
Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat
dicegah, terjadi dengan tiba-tiba dan tentunya tidak direncanakan
ataupun tidak diharapkan oleh pegawai, yang dapat menyebabkan
kerusakan pada alat-alat, makanan dan "melukai" karyawan/pegawai.
1) Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau
tindakan yang harus diterapkan dalam rangka menghindari
kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun
kelalaian/kesengajaan. Keselamatan kerja dan Kesehatan pekerja
Salah satu bentuk upaya untuk menciptakan dapur yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
ukibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas kerja.
2) Tujuan
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek
pekerjaan yangberbahaya dengan tujuan:
(1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan
(2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
(3) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan
(4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakar atau kejadian lain yang berbahaya
(5) Memberi pertolongan pada kecelakaan
(6) Memberi perlindungan pada pekerja
(7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran
(8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja, baik fisik/ psikis, keracunan, infeksi dan penularan
(9) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
(10) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya
(11) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan
orang, binatang tanaman atau barang
(12) Mengamankan dan memelihara segala jenis
bangunan
(13) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar
muat, pertakuan dan penyimpanan barang
(14) Mencegah terkena aliran listrik
(15) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan
pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi
bertambah tinggi.
Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi
karyawan/pegawai yang berkerja pada penyelenggaraan
makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit.

3) Prinsip keselamatan kerja pegawai dalam proses


penyelenggaraan
(1) Pengendalian teknis mencangkup:
(a) Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan
dan memenuhi syarat yang telah ditentukan.
(b) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja
dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau konstruksi yang
memenuhi syarat.
(c) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat
penyimpanan yang praktis.
(d) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
(e) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
(2) Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung
jawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh
pegawai.
(a) Menggunakan peratatan yang sesuai dengan cara yang
baik, misalnya gunkn pisau, golok, parutan kelapa dengan
baik, dan jangan bercakap cakap selama menggunakan alat
tersebut.
(b) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan/ mengolah
bahan makanan.
(c) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesual dengan
petunjuk pemakalannya.
(d) bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin
sebelumnya.
(e) Menegunakan serbet sesual dengan macam dan peralatan
yang akan dibersihkan nechati-hatilah bila membuka dan
menutup, menyalakan atau mematikan mesin. lampu,
gas/listrik dan lain-lainnya.
(f) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
(g) Pada saat selesai menggunakannya, teliti kembali apakah
semua alat sudah dimatikan mesinnya.
(h) Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan
jangan melebihi porsi yani ditetapkan.
(i) Tidak memasukkan muatan ke dalam kereta makan yang
melebihi kapasitasnya.
(j) Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur dengan rapi.
(k) Bila ada alat pemanas perhatikan cara penggunaan dan
pengisiannya.
(l) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan
mengisi terlalu penuh.
(m)Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan
sampai tertumpah atau makanan tersebut tercampur.
(n) Perhatikan posisi tangan sewaktu membuka dan
mengeluarkan isi kaleng.
(3) Di ruang distribusi makanan di unit pelayanan gizi
(a) Tidak mengisi panci/piring terlalu penuh.
(b) Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta
makan.
(c) Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.
(d) Bila ada alat pemanas, perhatikan waktu menggunakannya.
(e) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak
mengisi tempat tersebut sampai penuh.
(4) Di dapur ruang rawat inap
Keamanan dan keselamatan kerja di dapur ruangan dapat
tercapai apabila:
(a) Menegunakan peralatan yang bersih dan kering
(b) Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan
fungsinya.
(c) Menggunakan alat pelindung kerja selama di dapur
ruangan seperti celemek, topi dan lain-lainnya.
(d) Tidak menggaruk, batuk selama menjamah makanan.
(e) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan
yang dibersihkan.
(f) Berhati-hati dan teliti bila membuka dan menutup atau
menyalakan dan ematikan kompor, lampu, gas, listrik
(misalnya alat yang menggunakan listrik seperti blender,
toaster dan lain-lain).
(g) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan
(h) Menata makanan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
(i) Mengikuti petunjuk/prosedur kerja yang ditetapkan.
Sebelum mulai bekerja dan bila akan meninggalkan
ruangan harus cuci tangan dengan menggunakan sabun
atau desinfektan.
(j) Membersihkan/mencuci peralatan makan/ dapur/ kereta
makan sesuai dengan prosedur.
(k) Membuang/ membersihkan sisa makanan/ sampah segera
setelah alat makan/alat dapur selesai digunakan.
(l) Tidak meninggalkan dapur ruangan sebelum yakin bahwa
kompor, lampu, gas, listrik sudah dimatikan, dan
kemudian pintu dapur harus ditinggalkan dalam keadaan
tertutup/ terkunci.

(5) Alat pelindung kerja


(a) Baju kerja, celemek dan topi terbuat dari bahan yang
tidak panas, tidak ficin dan enak dipakai, sehingga tidak
mengganggu gerak pegawai sewaktu kerja.
(b) Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada
dilingkungan dapur (jangan menggunakan sepatu yang
berhak tinggi).
(c) Menggunakan cempal/serbet pada tempatnya.
(d) Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam
keadaan bersih dan jumlah yang cukup, sabun, alat
pengering dsb.
(e) Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik
ditempat yang muitu dijangkau.
(f) Tersedia alat/obat P3K sederhana.
4) Sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja di lingkungan
gizi
Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan kerja dan
kesehatan keria rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu
memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal
yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan
pelaporan kecelakaan kerja. Pencatatan harus berdasarkan fakta
yang sebenar-benarnya agar tidak terjadi tesalahan dalam upaya
penyelidikan dan cara penanggulangannya. Pencatatan peristiva
kecelakaan kerja dilakukan dengan menggunakanform register
luka/cedera yang tetah disediakan oleh unit K3 rumah sakit.
Tujuan:
(1) Mengetahui angka kejadian kecelakaan kerja dilkingkungan
kerja.
(2) Mengetahui penyebab timbulnya kecelakaan kerja.
(3) Mengetahui upaya pencegahan yang harus segera dilakukan.

5) Aspek Keselamatan kerja dan Kesehatan pekerja


Peralatan dan lingkungan yang bersih merupakan suatu
faktor yang penting untuk mencegah kontaminasi bakteri seperti
halnya kebersihan dan keschatan tubuh para pekerja di dapur.
Kebersihan atau keschatan dapur menyangkut beberapa segi :
(1) Lingkungan fisik dapur
Lingkungan fisik dapur meliputi lantai, dinding,
ceiling. pintu dan jendela, ventilasi, lampu penerangan,
tempat mencuci tangan, ruang pegawai, toilet, ruang
penampungan sampah, dan saluran limbah. Lingkungan
fisik dapur ini harus dijaga kebersihannya karena dapur
sebagai tempat pengolahan makanan, setiap saat menerima
bahan makanan untuk diolah dan setiap saat pula ada
kemungkinan bagi potongan-potongan atau kotoran bahan
makanan jatuh ke lantai atau terselip pada tempat-tempat
yang sulit dibersihkan. Semua kotoran ini mudah
membusuk dan selanjutnya berfungsi sebagai media bagi
bakteri berkembang biak dan mencemari makanan.
(2) Peralatan dan perlengkapan dapur
Peralatan dan perlengkapan dapur ini mencakup
cara-cara pembersihan, penyimpanan dan penentuan
desain peralatan. Peralatan-peralatan yang terdapat di
dapur ini banyak jenisnya dan memiliki prosedur atau cara
pembersihan yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan dapur adalah
sebagai berikut :
(a) Bersihkan ventilasi, langit-langiticeiling. pintu dan
jendela secara teratur agar selalu a. dalam keadaan
bersih.
(b) Lantai hendaknya dicuci dengan menggunakan air
sabun panas, kemudian dikeringkan.
(c) Dinding hendaknya dicuci dengan menggunakan air
sabun panas kemudian dikeringkan. d. Toilet di
lingkungan dapur harus selalu bersih dan tidak
mengeluarkan bau.
(d) Cerobong asap hendaknya selalu dalam keadaan
bersih.
Hanya dengan pelaksanaan, prosedur dan pengawasan
yang ketat serta terarah dapat dicupai suatu hasil yang
dapat mencegah terjadinya akibat fatal seperti keracunan
yang dapat timbul di dapur akibat dari tidak bersihnya
lingkungan dapur. Oleh karena itu, para pekerja di dapur
harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan dapur
yang bersih dan sehat.
(3) kesehatan personal karyawan dapur
Para karyawan yang bekerja di dapur wajib
bertanggung jawab dalam menentukan suatu standar
kebersihan baik tempat kerjanya maupun dirinya sendiri.
Mereka dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menjaga
standar kebersihan, karena merekalah yang berperan
dalam kebersihan secara keseluruhan. Beberapa hal yang
perlu dilakukan karyawan dapur untuk menjaga kesehatan
dirinya adalah sebagai berikut
(a) Mandi harus teratur 2 kali sehari.
(b) Pakaian harus bersih baik sehari-hari maupun pakaian
kerja.
(c) Tangan setiap kali akan bekerja dan sesudah bekerja
harus dicuci dengan subun.
(d) Kuku harus dipotong pendek dan selalu dibersihkan
setiap hari.
(e) Rambut, jenggot dan kumis harus dicukur bersih dan
rapi.
(f) Rambut dicukur rapi dan tidak terlau panjang.
(g) Tangan tidak boleh menyentuh mulut atau bibir
selama menangani makanan karena mulut dan gigi
merupakan sumber bakteri.

6) Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja di Dapur


Faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan antara lain :
(1) Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat
menyebabkan kecelakaan, misalnya Kesalahan konstruksi,
misalnya:
(a) lantai yang tidak rata
(b) Tata letak yang kurang menguntungkan, letak gudang
bahan makanan dan dapur berjauhan akan merangsang
timbulnya kecelakaan
(c) Penempatan peralatan yang kurang baik
(d) Peralatan yang tidak memenuhi syarat dan tidak dapat
berfungsi dengan baik
(e) Penerangan yang kurang baik
(2) Faktor manusia
Kecelakaan kerja juga dapat disebabkan oleh sikap
pekerja itu sendiri. Adapun sikap tersebut adalah:
(a) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh
(b) Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
(c) Kesalahan dalam menggunakan api dan alat yang
panas
(d) Kesalahan dalam menggunakan mesin atau peralatan
baik yang elektronik maupun yang non elektronik
(e) Bekerja terlalu tergesa-gesa sehingga terpeleset
(f) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
(g) Sengaja tidak peduli terhadap apa yang dikerjakan

Anda mungkin juga menyukai