Anda di halaman 1dari 8

FILM "SANG KIAI" SEBAGAI MEDIA DALAM BERDAKWAH

Disusun Oleh:

Anisa Mega Trimardhika 1900030163

Zahrofah Fadhella Nindra 1900030164

Moh. Arif Islam Udin 1900030169

Resti Aulia Ayu Wulandari 1900030171

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS SASTRA BUDAYA DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2021/2022
PENDAHULUAN

Dakwah merupakan sebuah kewajiban dan tanggung jawab bagi umat


muslim untuk menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah, yang di dalamnya berupa
hadist yang kadungannya ada didalam ayat suci Alquran. Dakwah juga bisa
diartikan sebagai seruan atau ajakan. Pada masa sekarang ini dakwah dalam islam
tidak hanya dilakukan melalui media ceramah saja, tetapi banyak pula dakwah
yang telah mengalami inovasi dan berbagai kreasi baru dalam penyampaiannya.
Canggihnya perkembangan penyebaran informasi dan komunikasi dapat
dimanfaatkan sebagai media dalam berdakwah. Beberapa media kini kerap kali
digunakan dalam berdakwah, seperti koran, radio, televisi, buku, media sosial,
hingga film.
Salah satu media yang mengundang antusias umat muslim dalam
mengikuti suatu dakwah adalah media film. Media film dapat kita gunakan
sebagai salah satu alternatif dalam berdakwah, dengan kemajuan teknologi yang
semakin meningkat pemanfaatan media tersebut dapat diefektifkan. Sebuah karya
dapat dimanfaatkan sebagai media dalam berdakwah untuk menyebarkan pesan-
pesan agama kepada seluruh umat muslim dengan mengemas kisah yang ringan,
menghibur, cenderung mengangkat kisah yang dekat dengan keseharian
masyarakat tanpa melupakan nilai motivasi yang terkandung dalam kaidah-kaidah
Islam. Film merupakan manifestasi perkembangan kehidupan budaya masyarakat
pada masanya. Sebuah peran dari seorang ulama dan tokoh agama sangat begitu
kuat dalam mempengaruhi dari kehidupan masyarakat.
Salah satu dari keberhasilan dakwah dalam media film adalah film “SANG
KIAI” yang mana film tersebut telah mencapai angka penayangan sekitar 2,8 ribu
di youtube dalam waktu 1 bulan. Film Sang Kiai merupakan film yang dirilis pada
tanggal 30 Mei 2013 ini dalam film ini disutradarai oleh Rako Prijanto. Film yang
diperankan oleh (Ikranagara), (Adipati Dolken), (Agus Kuncoro), (Dyat Simbaia),
(Christine Hakim) dan (Boy Permana) ini bercerita bahwa ada seorang kyai yang
bernama KH Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri Pondok Pesantren

1
Tebuireng di Jombang. Kyai Hasyim merupakan kyai yang berpengaruh pada saat
itu.
Film ini bercerita tentang Awal kedatangan Jepang disambut dengan
antusiasme dan kebahagiaan yang tinggi dari rakyat karena dianggap telah
membebaskan Indonesia dari belenggu Belanda. Namun, seiring berjalannya
waktu Jepang mulai menunjukkan sifat tamaknya yang berambisi untuk
menguasai kekayaan alam Nusantara.
Wahid Hasyim bersama para tokoh agama menempuh jalan diplomasi.
Mereka mengadakan pertemuan membahas strategi untuk melawan Jepang
dengan berpura-pura mendukung Jepang dan memanfaatkan fasilitas dari Jepang,
serta membentuk panitia pembelaan ulama NU yang ditangkap Jepang. Dengan
dibantu A. Hamid Ono, para petinggi Jepang memutuskan untuk melepaskan
semua Kyai yang di Tawan. Pada 7 Desember 1942 di Batavia, Jepang
mengumpulkan seluruh Kyai di Jawa. sehingga pada Oktober 1943, Jepang
membubarkan MIAI dan mendirikan MASYUMI yang dipimpin oleh KH Hasyim
Asyari. Jepang meminta hasil bumi yang disampaikan saat sembahyang pada hari
Jumat dengan menyentil ayat-ayat Al Quran dan Hadist untuk mendapatkan
simpati dari rakyat.
Di dalam sebuah film terdapat banyak sekali pesan moral yang
disampaikan oleh sang sutradara. Pesan-pesan ini bisa disampaikan lewat dialog
antar tokoh, adegan-adegan, dan lain sebagainya. Moral di sini bisa mencakup
moral murni dan moral terapan serta moral religi. Tergantung pada isi alur cerita
film tersebut, moral murni adalah sikap yang berasal dari diri sendiri. Terbentuk
sebagaimana watak dan perilaku orang tersebut, moral terapan adalah moral yang
dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, agama, adat dan budaya serta
filosofis, sedangkan moral religi merupakan moralitas yang hubungannya antara
manusia dengan Tuhannya.
Maka dari itu kelompok kami berupaya mengangkat sebuah topik
mengenai bagaimanakah praktik mediatisasi agama yang terlihat di dalam Film
"SANG KIAI" sebagai media dalam berdakwah. Topik ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bagaimana nilai dakwah dan juga praktik mediatisasi agama

2
dalam FILM SANG KIAI sebagai media pembelajaran mata kuliah media dan
religi.
PEMBAHASAN

Agama dan media merupakan dua hal yang sulit bahkan tidak dapat
dipisahkan, karena keduanya saling membutuhkan. Pada masa sekarang ini media
sangat dibutuhkan disaat kita ingin mempelajari agama artinya agama tidak dapat
dipelajari tanpa adanya media. Dalam jurnal Islam dan Mediatisasi agama karya
Nisa Nur Aulia, dijelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena menurut
kebanyakan orang pada masa sekarang media sudah menjadi sumber dari ide
keagamaan mereka. Selain itu, media pun sekarang sudah mengambil alih fungsi
sosial dari agama terutama dalam hal bangunan dan ritual masyarakat. Menurut
Knut Lundby, mediatisasi merupakan sebuah proses media berkontribusi untuk
membentuk perubahan sosial pada masa modern. Mediatisasi ini sangat berkaitan
dengan pengaruh media terhadap massa dan bagaimana kemudian massa tersebut
menjadi sangat bergantung dengan media. Pada masa sekarang ini, praktik
mediatisasi yang dapat kita jumpai dengan mudah adalah mediatisasi dalam
bidang agama. Banyak sekali praktik agama yang terjadi di dalam media massa.
Dalam hal ini media menghadirkan agama dalam ruang media tidak lain untuk
mengambil keuntungan dengan kondisi kesakralan dari agama menjadi
terkorbankan.
Sebelum ada internet, televisi dan mengirim pesan melalui smartphone,
sekarang menjadi media yang banyak digunakan untuk menyebarkan agama
islam. Media televisi sekarang masih dinikmati masyarakat untuk mencari hiburan
semata, media televisi merupakan salah satu media dakwah yang termasuk ke
mediatitasi agama. Perkembangan agama di televisi paling mencolok adalah film
dan sinteron yang berkaitan dengan islami. Salah satu film layar lebar adalah ayat-
ayat cinta. Sejumlah besar sinetron juga membanjiri televisi, seperti sinetron
tukang bubur naik haji, rahasia illahi dan pencari tuhan.
Hal ini membuktikan bahwa mediatainment dapat membantu dalam hal
berdakwah islami, dimana dakwahtainment tersebut menuliskan alur cerita sesuai

3
dengan misi dakwah islam. Tayang film dan televisi saat ini sangat membantu
untuk menghibur penonton dan memasukkan pesan pesan dakwah dalam film dan
sinetron. Dari pusat pendidikam film dan televisi, menyatakan bahwa film
berperan penting sebagai pengalaman dan nilai. Oleh karena itu, film dan juga
sinetron sekarang bisa menjadikan suatu solusi ketika masyarakat sedang
mengalami suatu stagnan dalam penerimaan informasi keislaman.

Gambar 1. Poster film Sang Kiai.


Salah satu film yang dijadikan sebuah media dalam berdakwah adalah
film Sang Kiai. Dalam film ini, Tokoh KH. Hasyim Asy’ari diposisikan dalam
konflik antara dakwah memperjuangkan kemerdekaan dengan kekerasan atau
dengan diplomasi. Walaupun secara naratif dalam film disebutkan bahwa
diplomasi yang dilakukan para ulama adalah bagian dari strategi untuk meraih
kemerdekaan, hal ini diperlihatkan tidak seluruhnya dipahami oleh para santri.
Film kembali menunjukkan terdapat perbedaan yang memperjelas keagamaan
KH. Hasyim Asy’ari sebagai agen perubahan. Bahwa terdapat fokus perbedaan
dalam memaknai metode “jihad” dalam memperjuangkan kemerdekaan dalam
ajaran Islam. Dalam film teresebut, beliau mengutip hadist yang menyebutkan
jihad sesungguhnya adalah melawan diri sendiri (hawa nafsu). Jadi menurutnya
perjuangan kemerdekaan sesungguhnya akan berkurang nilainya jika dalam
memperjuangkannya menggunakan kebiadaban yang sama atau lebih seperti
para penjajah. Sosok KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh inspiratif pejuang
kemerdekaan yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan. Pembuatan film ini
bertujuan agar para penonton mendapatkan suatu hidayah, maka dengan cara
inilah berdakwah yang menyenangkan.

4
Praktik mediatisasi agama dalam Film Sang Kiai dapat kita lihat ketika
sutradara berusaha menjadikan film tersebut sebagai media dakwah islam.
Melalui film ini, sutradara menampilkan kepada penonton mengenai sebuah
kisah KH. Hasyim Asy’ari dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dengan berbagai jalan yang di tempuh, KH. Hasyim Asy’ari selalu digambarkan
sebagai sosok perjuang yang selalu menampilkan nilai moral islami.
Salah satu bukti perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dalam film Sang Kiai
terlihat pada sebuah scene yang menampilkan mengenai bagaimana Islam
memandang perbedaan dan kebebasan beragama dalam konteks penjajahan di
Indonesia.

Gambar 2. Adegan dialog Kiai dengan Hamzah.

Dalam scene tersebut terdapat sebuah dialog seperti berikut ini,


KH.Hasyim Asy’ari : “Tidak ada yang lebih buruk daripada menggadaikan
aqidah demi mencari selamat. Kafir ini boleh saja merajam saya, setelah saya
menunaikan ibadah shalat. Mereka memaksa kita untuk memuja dewa matahari
mereka, sekarang akankah mereka melarang kita untuk memuja Tuhan kita?”.
Dialog tersebut menjadi sebuah penanda bahwa film memperlihatkan
benturan ideologis antara ajaran Islam KH.Hasyim dengan penjajahan. Dan
melalui dialog itu pula, film memvisualisasikan pesan kebebasan nurani yang
didasari oleh kepatuhan tulus kepada Allah SWT, yang mana tertulis dalam Al-
Qur’an “Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”,

5
(Q.S. Albayinnah, 98:5), dan karena itu pula, “Tidak ada paksaan dalam
menganut agama” (Q.S Albaqarah, 2:256)
Dengan demikian, pembuat film Sang Kiai menyampaikan sebuah pesan
kepada para penonton mengenai “tanda” bahwa penjajahan menindas kebebasan
beragama, dan hal tersebut bertentangan dengan 5 ajaran Islam. Karena
kebebasan beragama adalah salah satu esensi dari konsep kemerdekaan itu
sendiri. Film Sang Kiai menjadi media dakwah islam yang berperan sebagai
bentuk perubahan pesan kesadaran, pengetahuan dan wawasan mengenai ajaran
islam.

KESIMPULAN
Uraian pembahasan di atas diketahui bahwa keuntungan yang didapat oleh
penonton setelah mereka menonton film ini yaitu mereka dapat mengambil nilai
yang terkandung di dalam film. Seperti nilai pengetahuan sejarah ataupun
manfaat menyampaikan pesan ideologis, seperti pesan dakwah Islam dari film
Sang Kyai. Pada pembahasan juga diketahui bahwa film ini dapat menjadi media
pesan yang efektif dalam memadukan unsur sejarah, dan dakwah Islam. Figur
karakter tokoh KH.Hasyim Asy’ari dalam situasi perjuangan kemerdekaan, film
ini memperlihatkan posisi ulama yang terbuka dan tegas. Bahwa seorang
“santri” dalam hal ini NU sudah turut berperan memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Film ini dengan demikian tidak lagi menjadi sebuah hiburan, tetapi
sebuah pesan penafsiran sejarah dan metode dakwah KH.Hasyim Asy’ari dalam
peristiwa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Aulia, N. N. (2017). Islam Dan Mediatisasi Agama. Communicatus:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 137-50.
Ali, A. J. A. K. N. (2015). Menikmati “Tanda” Dakwah Islam dalam Film
Dokudrama-Biopik: Sang Kyai. Tsaqofah, 13(1), 14-23.
Pratiwi, A. F. (2018). Film Sebagai Media Dakwah Islam. Aqlam: Journal
of Islam and Plurality, 2(2).

6
Movie, Ucil. 2021. SANG KIAI (perjuangan KH. Hasyim Asy’ari) FULL
MOVIE [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=Vx4ZarhaqpU

Anda mungkin juga menyukai