Anda di halaman 1dari 11

Koma Kortikal Bihemisfer

Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi kembali, dapat ditinjau secara
menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. Neuron merupakan satuan fungsional
susunan saraf. Neuron berbeda dalam struktur, metabolisme, dan fungsinya dengan sel-sel tubuh yang
lain oleh karena neuron tidak bermitosis. Neuron hanya menggunakan oksigen dan glukosa saja untuk
metabolismenya. Beberapa kondisi yang menyebabkan terganggunya kondisi optimal neuron-neuron
hemisfer serebri untuk melaksanakan fungsinya, misalnya:
 Gangguan vaskularisasi dapat menyebabkan iskemia
 Gangguan oksigenasi atau respirasi dapat menimbulkan anoksemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit misalnya pada diare
 Toksemia atau intoksikasi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi enzim dan substrat lain

Koma yang timbul oleh karena adanya gangguan metabolisme sel-sel neuron di korteks serebri pada
kedua hemisfer dinamakan koma kortikal bihemisfer. Pada suatu permulaan koma ini akan tampak
suatu permulaan sindroma otak organik yang memberi gambaran psikiatrik misalnya delirium, dan
gangguan fungsi luhur sepertiKoma Kortikal Bihemisfer
Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi kembali, dapat ditinjau secara
menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. Neuron merupakan satuan fungsional
susunan saraf. Neuron berbeda dalam struktur, metabolisme, dan fungsinya dengan sel-sel tubuh yang
lain oleh karena neuron tidak bermitosis. Neuron hanya menggunakan oksigen dan glukosa saja untuk
metabolismenya. Beberapa kondisi yang menyebabkan terganggunya kondisi optimal neuron-neuron
hemisfer serebri untuk melaksanakan fungsinya, misalnya:
 Gangguan vaskularisasi dapat menyebabkan iskemia
 Gangguan oksigenasi atau respirasi dapat menimbulkan anoksemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit misalnya pada diare
 Toksemia atau intoksikasi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi enzim dan substrat lain

Koma yang timbul oleh karena adanya gangguan metabolisme sel-sel neuron di korteks serebri pada
kedua hemisfer dinamakan koma kortikal bihemisfer. Pada suatu permulaan koma ini akan tampak
suatu permulaan sindroma otak organik yang memberi gambaran psikiatrik misalnya delirium, dan
gangguan fungsi luhur seperti gangguan memori, gangguan orientasi, atau pengertian. Disamping itu
tampak gejala-gejala gangguan saraf misalnya gangguan ketangkasan gerakan, gerakan involunter,
ataupun bangkitan epilepsi (Ngoerah, 1991).

Destruksi bilateral korteks serebri yang bersifat difus atau substansia alba yang barada dibawahnya
menyebabkan hilangnya substrat metabolik seperti oksigen, glukosa, ataupun gangguan pada aliran
darah yang membawanya. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami hipoksia oleh karena
kegagalan pulmonal atau pada pasien dengan hipoglikemia yang lama. Kekurangan substrat metabolik
tersebut menyebabkan neuron-neuron pada lapisan korteks III dan V dan pada CA1 dan CA3 formasi
hipocampal mengalami kerusakan yang diperkirakan menyebabkan toksisitas asam amino yang bersifat
eksitasi. Pengeluaran neurotransmitter yang bersifat eksitasi yang berlebihan pada reseptor N-metyl-D-
aspartat (NMDA) menyebabkan perpindahan intraseluler ion kalsium sehingga terjadi apoptosis sel.
Oleh karena asam amino eksitasi digunakan secara luas dalam komunikasi kortikal-kortikal, neuron-
neuron yang paling berisiko adalah yang menerima hubungan tersebut. Hubungan neuron satu dengan
yang lain terputus sehingga tidak mampu memberikan suatu respon behavioral yang bermakna (Posner
et al, 1980). Pada pasien dengan koma dalam, status pupil menjadi satu-satunya kriteria penting yang
dapat membedakan antara kelainan metabolik dengan lesi struktural. Refleks pupil yang bertahan,
sekalipun terdapat depresi nafas, okulosefalik yang tidak responsif, rigiditas deserebrasi, atau flasiditas
motorik, mungkin menunjukkan suatu koma metabolik.

Bola mata sering kali bergerak kemana-mana pada koma metabolik yang ringan dan terfiksasi pada
koma dalam. Adanya deviation conjugee atau pergerakan bola mata diskonjugat menunjukkan adanya
lesi struktural. Namun gerakan konjugat ke arah bawah atau ke atas dapat terjadi pada koma metabolik
maupun koma diensefalik.

Pasien dengan koma metabolik secara umum menunjukkan dua abnormalitas motorik yaitu gangguan
tenaga, tonus refleks yang nonspesifik seperti kejang fokal atau general, yang kedua adalah gerakan
yang tidak disengaja yang khas. Gerakan bola mata dan aktivitas motorik inipun kurang adekuat untuk
membedakan koma metabolik dengan diensefalik (Posner et al, 1980).
Koma Diensefalik

Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne- Stokes, pupil midriasis dan hemiparese
kontralateral. - Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan
reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.

Pada koma diensefalik fungsi korteks serebri adalah baik tetapi karena terdapat gangguan pada ARAS
menyebabkan kesadaran tidak bisa dibangkitkan. Koma diensefalik yang dapat ditimbulkan oleh
adanya proses patologis supratentorial dan infratentorial. Proses patologis supratentorial akan
menimbulkan “pressure cone” yaitu inkarserasi uncus pada incisura tentorial, dimana proses ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor, hematoma, ataupun abses.

Koma diensefalik supratentorial dapat dijumpai pada:

a. hemoragia epidural

b. hemoragia subdural akut

c. empiema subdural

d. hemoragia serebrie, tumor intraserebri.

Pada proses patologis infratentorial dapat menimbulkan terjepitnya tonsil serebelli pada foramen
magnum. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark batang otak rostral, kontusio serebri, tumor serebelli,
atau arachnoiditis yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan lintasan CSF.
Pada koma diensefalik supratentorial dapat dilihat gejala-gejala sebagai berikut:
 Bangkitan epilepsi
 Nyeri kepala
 Sindroma lobus temporalis/ sindroma lobus frontalis
 Papil edema
Pada koma diensefalik infratentorial dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan tekana intrakranial
 Penurunan kesadaran
 Paralisi nervus kranialis dan defisit neurologi lain yang menunjukkan adanya
 lateralisasi
Tidak ditemui gejala sindroma otak organikKoma Kortikal Bihemisfer
Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi kembali, dapat ditinjau secara
menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. Neuron merupakan satuan fungsional
susunan saraf. Neuron berbeda dalam struktur, metabolisme, dan fungsinya dengan sel-sel tubuh yang
lain oleh karena neuron tidak bermitosis. Neuron hanya menggunakan oksigen dan glukosa saja untuk
metabolismenya. Beberapa kondisi yang menyebabkan terganggunya kondisi optimal neuron-neuron
hemisfer serebri untuk melaksanakan fungsinya, misalnya:
 Gangguan vaskularisasi dapat menyebabkan iskemia
 Gangguan oksigenasi atau respirasi dapat menimbulkan anoksemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit misalnya pada diare
 Toksemia atau intoksikasi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi enzim dan substrat lain
Koma yang timbul oleh karena adanya gangguan metabolisme sel-sel neuron di korteks serebri pada
kedua hemisfer dinamakan koma kortikal bihemisfer. Pada suatu permulaan koma ini akan tampak
suatu permulaan sindroma otak organik yang memberi gambaran psikiatrik misalnya delirium, dan
gangguan fungsi luhur seperti gangguan memori, gangguan orientasi, atau pengertian. Disamping itu
tampak gejala-gejala gangguan saraf misalnya gangguan ketangkasan gerakan, gerakan involunter,
ataupun bangkitan epilepsi (Ngoerah, 1991).

Destruksi bilateral korteks serebri yang bersifat difus atau substansia alba yang barada dibawahnya
menyebabkan hilangnya substrat metabolik seperti oksigen, glukosa, ataupun gangguan pada aliran
darah yang membawanya. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami hipoksia oleh karena
kegagalan pulmonal atau pada pasien dengan hipoglikemia yang lama. Kekurangan substrat metabolik
tersebut menyebabkan neuron-neuron pada lapisan korteks III dan V dan pada CA1 dan CA3 formasi
hipocampal mengalami kerusakan yang diperkirakan menyebabkan toksisitas asam amino yang bersifat
eksitasi. Pengeluaran neurotransmitter yang bersifat eksitasi yang berlebihan pada reseptor N-metyl-D-
aspartat (NMDA) menyebabkan perpindahan intraseluler ion kalsium sehingga terjadi apoptosis sel.
Oleh karena asam amino eksitasi digunakan secara luas dalam komunikasi kortikal-kortikal, neuron-
neuron yang paling berisiko adalah yang menerima hubungan tersebut. Hubungan neuron satu dengan
yang lain terputus sehingga tidak mampu memberikan suatu respon behavioral yang bermakna (Posner
et al, 1980). Pada pasien dengan koma dalam, status pupil menjadi satu-satunya kriteria penting yang
dapat membedakan antara kelainan metabolik dengan lesi struktural. Refleks pupil yang bertahan,
sekalipun terdapat depresi nafas, okulosefalik yang tidak responsif, rigiditas deserebrasi, atau flasiditas
motorik, mungkin menunjukkan suatu koma metabolik.

Bola mata sering kali bergerak kemana-mana pada koma metabolik yang ringan dan terfiksasi pada
koma dalam. Adanya deviation conjugee atau pergerakan bola mata diskonjugat menunjukkan adanya
lesi struktural. Namun gerakan konjugat ke arah bawah atau ke atas dapat terjadi pada koma metabolik
maupun koma diensefalik.

Pasien dengan koma metabolik secara umum menunjukkan dua abnormalitas motorik yaitu gangguan
tenaga, tonus refleks yang nonspesifik seperti kejang fokal atau general, yang kedua adalah gerakan
yang tidak disengaja yang khas. Gerakan bola mata dan aktivitas motorik inipun kurang adekuat untuk
membedakan koma metabolik dengan diensefalik (Posner et al, 1980).
Koma Diensefalik

Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne- Stokes, pupil midriasis dan hemiparese
kontralateral. - Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan
reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.

Pada koma diensefalik fungsi korteks serebri adalah baik tetapi karena terdapat gangguan pada ARAS
menyebabkan kesadaran tidak bisa dibangkitkan. Koma diensefalik yang dapat ditimbulkan oleh
adanya proses patologis supratentorial dan infratentorial. Proses patologis supratentorial akan
menimbulkan “pressure cone” yaitu inkarserasi uncus pada incisura tentorial, dimana proses ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor, hematoma, ataupun abses.

Koma diensefalik supratentorial dapat dijumpai pada:

a. hemoragia epidural

b. hemoragia subdural akut

c. empiema subdural

d. hemoragia serebrie, tumor intraserebri.

Pada proses patologis infratentorial dapat menimbulkan terjepitnya tonsil serebelli pada foramen
magnum. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark batang otak rostral, kontusio serebri, tumor serebelli,
atau arachnoiditis yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan lintasan CSF.
Pada koma diensefalik supratentorial dapat dilihat gejala-gejala sebagai berikut:
 Bangkitan epilepsi
 Nyeri kepala
 Sindroma lobus temporalis/ sindroma lobus frontalis
 Papil edema
Pada koma diensefalik infratentorial dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan tekana intrakranial
 Penurunan kesadaran
 Paralisi nervus kranialis dan defisit neurologi lain yang menunjukkan adanya
 lateralisasi
Tidak ditemui gejala sindroma otak organikKoma Kortikal Bihemisfer
Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi kembali, dapat ditinjau secara
menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. Neuron merupakan satuan fungsional
susunan saraf. Neuron berbeda dalam struktur, metabolisme, dan fungsinya dengan sel-sel tubuh yang
lain oleh karena neuron tidak bermitosis. Neuron hanya menggunakan oksigen dan glukosa saja untuk
metabolismenya. Beberapa kondisi yang menyebabkan terganggunya kondisi optimal neuron-neuron
hemisfer serebri untuk melaksanakan fungsinya, misalnya:
 Gangguan vaskularisasi dapat menyebabkan iskemia
 Gangguan oksigenasi atau respirasi dapat menimbulkan anoksemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit misalnya pada diare
 Toksemia atau intoksikasi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi enzim dan substrat lain
Koma yang timbul oleh karena adanya gangguan metabolisme sel-sel neuron di korteks serebri pada
kedua hemisfer dinamakan koma kortikal bihemisfer. Pada suatu permulaan koma ini akan tampak
suatu permulaan sindroma otak organik yang memberi gambaran psikiatrik misalnya delirium, dan
gangguan fungsi luhur seperti gangguan memori, gangguan orientasi, atau pengertian. Disamping itu
tampak gejala-gejala gangguan saraf misalnya gangguan ketangkasan gerakan, gerakan involunter,
ataupun bangkitan epilepsi (Ngoerah, 1991).

Destruksi bilateral korteks serebri yang bersifat difus atau substansia alba yang barada dibawahnya
menyebabkan hilangnya substrat metabolik seperti oksigen, glukosa, ataupun gangguan pada aliran
darah yang membawanya. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami hipoksia oleh karena
kegagalan pulmonal atau pada pasien dengan hipoglikemia yang lama. Kekurangan substrat metabolik
tersebut menyebabkan neuron-neuron pada lapisan korteks III dan V dan pada CA1 dan CA3 formasi
hipocampal mengalami kerusakan yang diperkirakan menyebabkan toksisitas asam amino yang bersifat
eksitasi. Pengeluaran neurotransmitter yang bersifat eksitasi yang berlebihan pada reseptor N-metyl-D-
aspartat (NMDA) menyebabkan perpindahan intraseluler ion kalsium sehingga terjadi apoptosis sel.
Oleh karena asam amino eksitasi digunakan secara luas dalam komunikasi kortikal-kortikal, neuron-
neuron yang paling berisiko adalah yang menerima hubungan tersebut. Hubungan neuron satu dengan
yang lain terputus sehingga tidak mampu memberikan suatu respon behavioral yang bermakna (Posner
et al, 1980). Pada pasien dengan koma dalam, status pupil menjadi satu-satunya kriteria penting yang
dapat membedakan antara kelainan metabolik dengan lesi struktural. Refleks pupil yang bertahan,
sekalipun terdapat depresi nafas, okulosefalik yang tidak responsif, rigiditas deserebrasi, atau flasiditas
motorik, mungkin menunjukkan suatu koma metabolik.

Bola mata sering kali bergerak kemana-mana pada koma metabolik yang ringan dan terfiksasi pada
koma dalam. Adanya deviation conjugee atau pergerakan bola mata diskonjugat menunjukkan adanya
lesi struktural. Namun gerakan konjugat ke arah bawah atau ke atas dapat terjadi pada koma metabolik
maupun koma diensefalik.

Pasien dengan koma metabolik secara umum menunjukkan dua abnormalitas motorik yaitu gangguan
tenaga, tonus refleks yang nonspesifik seperti kejang fokal atau general, yang kedua adalah gerakan
yang tidak disengaja yang khas. Gerakan bola mata dan aktivitas motorik inipun kurang adekuat untuk
membedakan koma metabolik dengan diensefalik (Posner et al, 1980).
Koma Diensefalik

Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne- Stokes, pupil midriasis dan hemiparese
kontralateral. - Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan
reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.

Pada koma diensefalik fungsi korteks serebri adalah baik tetapi karena terdapat gangguan pada ARAS
menyebabkan kesadaran tidak bisa dibangkitkan. Koma diensefalik yang dapat ditimbulkan oleh
adanya proses patologis supratentorial dan infratentorial. Proses patologis supratentorial akan
menimbulkan “pressure cone” yaitu inkarserasi uncus pada incisura tentorial, dimana proses ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor, hematoma, ataupun abses.

Koma diensefalik supratentorial dapat dijumpai pada:

a. hemoragia epidural

b. hemoragia subdural akut

c. empiema subdural

d. hemoragia serebrie, tumor intraserebri.

Pada proses patologis infratentorial dapat menimbulkan terjepitnya tonsil serebelli pada foramen
magnum. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark batang otak rostral, kontusio serebri, tumor serebelli,
atau arachnoiditis yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan lintasan CSF.
Pada koma diensefalik supratentorial dapat dilihat gejala-gejala sebagai berikut:
 Bangkitan epilepsi
 Nyeri kepala
 Sindroma lobus temporalis/ sindroma lobus frontalis
 Papil edema
Pada koma diensefalik infratentorial dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan tekana intrakranial
 Penurunan kesadaran
 Paralisi nervus kranialis dan defisit neurologi lain yang menunjukkan adanya
 lateralisasi
Tidak ditemui gejala sindroma otak organikKoma Kortikal Bihemisfer
Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi kembali, dapat ditinjau secara
menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. Neuron merupakan satuan fungsional
susunan saraf. Neuron berbeda dalam struktur, metabolisme, dan fungsinya dengan sel-sel tubuh yang
lain oleh karena neuron tidak bermitosis. Neuron hanya menggunakan oksigen dan glukosa saja untuk
metabolismenya. Beberapa kondisi yang menyebabkan terganggunya kondisi optimal neuron-neuron
hemisfer serebri untuk melaksanakan fungsinya, misalnya:
 Gangguan vaskularisasi dapat menyebabkan iskemia
 Gangguan oksigenasi atau respirasi dapat menimbulkan anoksemia
 Gangguan keseimbangan elektrolit misalnya pada diare
 Toksemia atau intoksikasi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi enzim dan substrat lain
Koma yang timbul oleh karena adanya gangguan metabolisme sel-sel neuron di korteks serebri pada
kedua hemisfer dinamakan koma kortikal bihemisfer. Pada suatu permulaan koma ini akan tampak
suatu permulaan sindroma otak organik yang memberi gambaran psikiatrik misalnya delirium, dan
gangguan fungsi luhur seperti gangguan memori, gangguan orientasi, atau pengertian. Disamping itu
tampak gejala-gejala gangguan saraf misalnya gangguan ketangkasan gerakan, gerakan involunter,
ataupun bangkitan epilepsi (Ngoerah, 1991).

Destruksi bilateral korteks serebri yang bersifat difus atau substansia alba yang barada dibawahnya
menyebabkan hilangnya substrat metabolik seperti oksigen, glukosa, ataupun gangguan pada aliran
darah yang membawanya. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami hipoksia oleh karena
kegagalan pulmonal atau pada pasien dengan hipoglikemia yang lama. Kekurangan substrat metabolik
tersebut menyebabkan neuron-neuron pada lapisan korteks III dan V dan pada CA1 dan CA3 formasi
hipocampal mengalami kerusakan yang diperkirakan menyebabkan toksisitas asam amino yang bersifat
eksitasi. Pengeluaran neurotransmitter yang bersifat eksitasi yang berlebihan pada reseptor N-metyl-D-
aspartat (NMDA) menyebabkan perpindahan intraseluler ion kalsium sehingga terjadi apoptosis sel.
Oleh karena asam amino eksitasi digunakan secara luas dalam komunikasi kortikal-kortikal, neuron-
neuron yang paling berisiko adalah yang menerima hubungan tersebut. Hubungan neuron satu dengan
yang lain terputus sehingga tidak mampu memberikan suatu respon behavioral yang bermakna (Posner
et al, 1980). Pada pasien dengan koma dalam, status pupil menjadi satu-satunya kriteria penting yang
dapat membedakan antara kelainan metabolik dengan lesi struktural. Refleks pupil yang bertahan,
sekalipun terdapat depresi nafas, okulosefalik yang tidak responsif, rigiditas deserebrasi, atau flasiditas
motorik, mungkin menunjukkan suatu koma metabolik.

Bola mata sering kali bergerak kemana-mana pada koma metabolik yang ringan dan terfiksasi pada
koma dalam. Adanya deviation conjugee atau pergerakan bola mata diskonjugat menunjukkan adanya
lesi struktural. Namun gerakan konjugat ke arah bawah atau ke atas dapat terjadi pada koma metabolik
maupun koma diensefalik.

Pasien dengan koma metabolik secara umum menunjukkan dua abnormalitas motorik yaitu gangguan
tenaga, tonus refleks yang nonspesifik seperti kejang fokal atau general, yang kedua adalah gerakan
yang tidak disengaja yang khas. Gerakan bola mata dan aktivitas motorik inipun kurang adekuat untuk
membedakan koma metabolik dengan diensefalik (Posner et al, 1980).
Koma Diensefalik

Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne- Stokes, pupil midriasis dan hemiparese
kontralateral. - Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan
reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.

Pada koma diensefalik fungsi korteks serebri adalah baik tetapi karena terdapat gangguan pada ARAS
menyebabkan kesadaran tidak bisa dibangkitkan. Koma diensefalik yang dapat ditimbulkan oleh
adanya proses patologis supratentorial dan infratentorial. Proses patologis supratentorial akan
menimbulkan “pressure cone” yaitu inkarserasi uncus pada incisura tentorial, dimana proses ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor, hematoma, ataupun abses.

Koma diensefalik supratentorial dapat dijumpai pada:

a. hemoragia epidural

b. hemoragia subdural akut

c. empiema subdural

d. hemoragia serebrie, tumor intraserebri.

Pada proses patologis infratentorial dapat menimbulkan terjepitnya tonsil serebelli pada foramen
magnum. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark batang otak rostral, kontusio serebri, tumor serebelli,
atau arachnoiditis yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan lintasan CSF.
Pada koma diensefalik supratentorial dapat dilihat gejala-gejala sebagai berikut:
 Bangkitan epilepsi
 Nyeri kepala
 Sindroma lobus temporalis/ sindroma lobus frontalis
 Papil edema
Pada koma diensefalik infratentorial dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan tekana intrakranial
 Penurunan kesadaran
 Paralisi nervus kranialis dan defisit neurologi lain yang menunjukkan adanya
 lateralisasi
Tidak ditemui gejala sindroma otak organik gangguan memori, gangguan orientasi, atau pengertian.
Disamping itu tampak gejala-gejala gangguan saraf misalnya gangguan ketangkasan gerakan, gerakan
involunter, ataupun bangkitan epilepsi (Ngoerah, 1991).

Destruksi bilateral korteks serebri yang bersifat difus atau substansia alba yang barada dibawahnya
menyebabkan hilangnya substrat metabolik seperti oksigen, glukosa, ataupun gangguan pada aliran
darah yang membawanya. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami hipoksia oleh karena
kegagalan pulmonal atau pada pasien dengan hipoglikemia yang lama. Kekurangan substrat metabolik
tersebut menyebabkan neuron-neuron pada lapisan korteks III dan V dan pada CA1 dan CA3 formasi
hipocampal mengalami kerusakan yang diperkirakan menyebabkan toksisitas asam amino yang bersifat
eksitasi. Pengeluaran neurotransmitter yang bersifat eksitasi yang berlebihan pada reseptor N-metyl-D-
aspartat (NMDA) menyebabkan perpindahan intraseluler ion kalsium sehingga terjadi apoptosis sel.
Oleh karena asam amino eksitasi digunakan secara luas dalam komunikasi kortikal-kortikal, neuron-
neuron yang paling berisiko adalah yang menerima hubungan tersebut. Hubungan neuron satu dengan
yang lain terputus sehingga tidak mampu memberikan suatu respon behavioral yang bermakna (Posner
et al, 1980). Pada pasien dengan koma dalam, status pupil menjadi satu-satunya kriteria penting yang
dapat membedakan antara kelainan metabolik dengan lesi struktural. Refleks pupil yang bertahan,
sekalipun terdapat depresi nafas, okulosefalik yang tidak responsif, rigiditas deserebrasi, atau flasiditas
motorik, mungkin menunjukkan suatu koma metabolik.

Bola mata sering kali bergerak kemana-mana pada koma metabolik yang ringan dan terfiksasi pada
koma dalam. Adanya deviation conjugee atau pergerakan bola mata diskonjugat menunjukkan adanya
lesi struktural. Namun gerakan konjugat ke arah bawah atau ke atas dapat terjadi pada koma metabolik
maupun koma diensefalik.

Pasien dengan koma metabolik secara umum menunjukkan dua abnormalitas motorik yaitu gangguan
tenaga, tonus refleks yang nonspesifik seperti kejang fokal atau general, yang kedua adalah gerakan
yang tidak disengaja yang khas. Gerakan bola mata dan aktivitas motorik inipun kurang adekuat untuk
membedakan koma metabolik dengan diensefalik (Posner et al, 1980).
Koma Diensefalik

Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne- Stokes, pupil midriasis dan hemiparese
kontralateral. - Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan
reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi.

Pada koma diensefalik fungsi korteks serebri adalah baik tetapi karena terdapat gangguan pada ARAS
menyebabkan kesadaran tidak bisa dibangkitkan. Koma diensefalik yang dapat ditimbulkan oleh
adanya proses patologis supratentorial dan infratentorial. Proses patologis supratentorial akan
menimbulkan “pressure cone” yaitu inkarserasi uncus pada incisura tentorial, dimana proses ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor, hematoma, ataupun abses.

Koma diensefalik supratentorial dapat dijumpai pada:

a. hemoragia epidural

b. hemoragia subdural akut

c. empiema subdural

d. hemoragia serebrie, tumor intraserebri.

Pada proses patologis infratentorial dapat menimbulkan terjepitnya tonsil serebelli pada foramen
magnum. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark batang otak rostral, kontusio serebri, tumor serebelli,
atau arachnoiditis yang akhirnya akan menimbulkan sumbatan lintasan CSF.
Pada koma diensefalik supratentorial dapat dilihat gejala-gejala sebagai berikut:
 Bangkitan epilepsi
 Nyeri kepala
 Sindroma lobus temporalis/ sindroma lobus frontalis
 Papil edema
Pada koma diensefalik infratentorial dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
 Peningkatan tekana intrakranial
 Penurunan kesadaran
 Paralisi nervus kranialis dan defisit neurologi lain yang menunjukkan adanya
 lateralisasi
 Tidak ditemui gejala sindroma otak organik

Anda mungkin juga menyukai