Anda di halaman 1dari 16

PENUNTUN SKILL LAB

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIK


BLOK NERVOUS SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :
dr. Anyta Prisca Dormida, SpS

A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum skill lab ini adalah memberi bekal kepada peserta didik dalam hal dasar – dasar
pemeriksaan neurologi klinik.

B. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus adalah memberi bekal ketrampilan kepada peserta didik untuk memiliki ketrampilan klinik
secara berjenjang dengan rincian sebagai berikut:
a. Melakukan anamnesis dengan ramah dan empati
b. Melakukan pemeriksaan kesadaran secara sistematik
c. Melakukan pemeriksaan fungsi motorik beserta interpretasi / penilaiannya
d. Melakukan pemeriksaan fungsi sensorik dengan alat-alat yang sesuai besertainterpretasi /
penilaiannya
e. Melakukan pemeriksaan fungsi otonom beserta interpretasi / penilaiannya
f. Melakukan pemeriksaan nervi kraniales beserta interpretasi / penilaiannya
g. Melakukan pemeriksaan refleks fisiologik secara benar beserta interpretasi /penilaiannya
h. Melakukan pemeriksaan refleks patologik secara benar beserta interpretasi /penilaiannya
i. Melakukan pemeriksaan neurobehavior secara sistematik beserta interpretasi /penilaiannya
j. Melakukan pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi beserta interpretasi /penilaiannya
k. Melakukan pemeriksaan lainnya (manuver) yang spesifik, misalnya meningeal sign, Burdzinski
test, Lasegue test, Patrick test, Valsava test

C. PERSIAPAN SESI
1. Ruang untuk pelatihan
2. Materi presentasi oleh pembimbing
3. Kasus-kasus yang relevan
4. Alat bantu latih, meliputi palu refleks, senter, garpu tala, jarum, kapas, kopi, teh
5. Status pemeriksaan neurologi klinik

D. MATERI BAKU
Pemeriksaan neurologi klinik merupakan pemeriksaan yang relatif sulit danmemerlukan kecermatan serta
kehati – hatian. Interpretasi dan / atau penilaian hasilpemeriksaan neurologik sangat berarti dalam
penegakan diagnosis topik maupunprognosis.

1
Adanya defisit neurologikmaupun tanda dan gejala lainnya sebenarnya merupakan refleksi diagnosis yang
masihtersamar. Dengan demikian pemeriksaan neurologik secara teliti dan sistematik akandapat
mengungkap kemungkinan diagnosis klinik dan topik. Dari kemungkinan diagnosisini maka perencanaan
pemeriksaan tambahan / penunjang dapat disusun secara rasionaldan obyektif.

Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan dan ketrampilandalam hal pemeriksaan
neurologi klinik agar peserta didik siap untuk melakukanpemeriksaan neurologi klinik secara benar dan
cakap dalam hal pengambilan keputusanklinik. Ketrampilan pemeriksaan klinik neurologik mencakup hal-
hal sebagai berikut:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik – neurologik
1. Pemeriksaan fungsi sensorik
2. Pemeriksaan fungsi motorik
3. Pemeriksaan refleks fisiologik
4. Pemeriksaan refleks patologik
5. Pemeriksaan nervi kraniales
6. Pemeriksaan fungsi otonom
7. Pemeriksaan neurobehavior
8. Pemeriksaan lainnya /spesifik
c. Penilaian klinik / clinical assessment

PEMERIKSAAN NERVI KRANIALES

Nervus I (Olfaktorius)
Maksud pemeriksaan nervus olfaktorius adalah untuk memeriksa fungsipembauan / penghiduan.
a. Persiapan pemeriksaan :
 Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan
 Yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung
b. Cara pemeriksaan:
 Kedua mata mata ditutup
 Satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang tidak diperiksaditutup.
 Pasien diminta untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk tes (kopi, teh,tembakau, kulit
jeruk, dll)
 Terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi dengan baik
c. Interpretasi pemeriksaan klinis:
 Anosmia = hilangnya daya pembauan yang dapat dijumpai pada trauma kapitis dimana berkas
n.I terpotong oleh oskribriformis atau oleh fraktur os ethmoidalisatau terendam oleh
perdarahan di fossa serebri anterior. Dapat juga merupakankomplikasi meningitis, penekanan
oleh meningioma, dll.
 Hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam, misalnya pada manifestasirinitis, terutama
rinitis vasomotor. Hiposmia yang menetap terjadi pada usialanjut.
 Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka, misalnya pada histeria konversi.

2
 Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium, misalnyapada trauma
kapitis.
 Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing,bacin, kakus.
Dapat dijumpai pada truma kapitis atau pada histeria konversi.

Nervus II (Optikus)
Daya penglihatan
a. Persiapan pemeriksaan
1. Ruang harus cukup terang
2. Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis,uveitis, glaukoma
atau korpus alienum
b. Cara pemeriksaan
1. Dengan memakai kartu Snellen
2. Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakankartu, yaitu dengan
membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapatmembaca hitungan jari pada jarak maksimal
60 m. Bila pasien hanya dapatmembaca pada jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60.

Penglihatan warna
a. Persiapan pemeriksaan
1. Disiapkan kartu tes Ischihara dan Stilling, atau
2. Disiapkan benang wol berbagai warna
b. Cara pemeriksaan
Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai denganperintah pada kartu tes
Ischihara

Medan penglihatan
a. Persiapan pemeriksaan
Untuk pemeriksaan medan penglihatan yang sederhana, tanpa menggunakanalat khusus adalah tes
konfrontasi, dengan tangan. Sedangkan yang lainnyamenggunakan alat khusus yaitu perimeter dan
kampimeter.
b. Cara pemeriksaan
Tes konfrontasi dengan tangan :
- pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi ditengah.
- pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapansejajar dengan jarak antara
mata pemeriksa dan mata pasien sejauh30 – 40 cm.
- satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa,mata kiri ditutup. Begitu
pula sebaliknya.
- pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jariterhadap kedua pihak harus
sama).
- bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medanpenglihatan pasien
menyempit.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan

3
Dengan metode ini lesi dapat dideteksi. Misalnya ditemukan hemianopsiabitemporal berarti ada lesi di
garis tengah khiasma optikum. Hemianopsia binasal berarti ada lesi di khiasma optikum bagian luar.

Nervus III (Okulomotorius)


Kelumpuhan N. III menimbulkan ptosis, oftalmoplegia dan midriasis (padakelumpuhan total)
a. Ptosis
Merupakanpenyempitan fisura palpebra karena turunnya kelopak mata akibatkelemahan/kelumpuhan
otot elevator palpebra dan/atau tarsalis superior.
Cara meyakinkan adanya ptosis:
 Pasien disuruh mengangkat kelopak mata atas secara volunter. Jika ptosistetap terlihat dan
dahi menunjukkan adanya lipatan kulit maka terbukti adaptosis tulen.
 Lipatan dahi menunjukkan kontraksi otot frontalis yang selamanya akantimbul bila kelopak
mata diangkat sekuat-kuatnya.

b. Pemeriksaan gerakan bola mata


N III menginervasi m. rektus superior dan inferior dan m. obliquus inferior, yangmenyebabkan bola
mata bergerak ke atas, nasal dan ke bawah.
Cara pemeriksaan:
 pasien disuruh untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke atas, medial danke bawah.
 bila terjadi paresis, pasien tidak dapat mengikutinya. Bola mata akan tetap ketemporal.

Nervus IV (troklearis)
Nervus IV mempersarafi m. obliquus superior yang mengatur gerakan bola matake bawah sedikit temporal.
Paralisis n. IV akan melumpuhkan gerakan bola ke bawahlateral, menyebabkan penyimpangan ke arah
nasal sedikit ke atas.
Cara pemeriksaan:
 Pasien disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke bawah lateral.
 Bila bola mata pasien tidak mampu mengikuti gerakan tersebut berarti adaparalisis n. IV.

Nervus V (trigemius)
Nervus trigeminus mempunyai fungsi motorik dan sensorik, terbagi atas 3 (tiga)cabang. Pemeriksaan
fungsi N.V adalah sebagai berikut:

a. Menggigit
Serabut motorik n. V hanya mengikuti cabang ke-3 (n. mandibularis). Otot yangdipersarafi adalah m.
masseter, m. temporalis, m. pterigoideus eksternus dan internus.
Cara pemeriksaan:
 Pasien disuruh menggigit sekuat – kuatnya
 Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dantemporalis
untuk memeriksa adakah kontraksi
 Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateraltak mampu
mengontraksikan m. masseter dan temporalis.

4
b. Membuka mulut
Cara pemeriksaan :
 Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien:apakah simetris atau
menyimpang.
 Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateralsaat mulut dibuka
karena m. pterigoideus eksternus yang sehat akanmendorong mandibula ke depan tanpa
diimbangi oleh sisi yang lain.

c. Sensibilitas
Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah,karena masing –
masing diinervasi oleh cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus,maksilaris dan mandibularis.
Alat yang digunakan:
 untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarum
 untuk sensasi halus, gunakan kapas/bulu
 untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin.
Cara pemeriksaan:
 pasien harus kooperatif
 selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup agar pasien tidaktahu bagian tubuh
yang diperiksa
 untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai dari proksimaldan distal sehingga
mudah teridentifikasi daerah dengan defisit sensorik dandaerah yang normal
 selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yangnormal ke daerah
yang defisit dan sebaliknya
 intensitas perangsangan harus diubah – ubah untuk mengetahui ketepatanpenilaian pasien
 mintalah respons yang tegas dari pasien; bila pasien merasa ditusuk/digoresmaka pasien
harus bilang “ya”
 buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.

d. Refleks bersin
Alat yang digunakan adalah kapas yang sudah dipilin.
Cara pemeriksaan:
 mukosa hidung dirangsang / digelitik dengan kapas yang sudah tersedia
 positif bila timbul bersin secara reflektorik

e. Refleks maseter/ refleks rahang bawah


Alat yang digunakan adalah palu refleks.
Cara pemeriksaan:
 Pasien diminta membuka mulutnya dengan santai, dengan cara selamamembuka mulut
mengeluarkan suara “aaaaaa,” sementara itu pemeriksamenempatkan jari telunjuk tangan
kirinya di garis tengah dagu, kemudiandengan palu refleks jari tersebut diketuk

5
 Jawaban positif berupa kontraksi m. masseter dan m. temporalis bagiandepan yang
mengakibatkan penutupan mulut secara tiba – tiba/ berlebihan.

f. Refleks zigomatikus
Alat yang digunakan adalah palu refleks.
Cara pemeriksaan:
 Dilakukan pengetukan pada os. zigomatikus dengan palu reflek
 Pada orang sehat tidak akan didapatkan respons, juga pada lesi nuklearis daninfranuklearis
 Pada orang dengan lesi supranuklearis n. V akan muncul gerak berupagerakan rahang bawah
ipsilateral.

g. Refleks kornea
Komponen aferen dan eferen busur refleks kornea disusun oleh serabut sensorik n.V cabang oftalmik
dan serabut eferen n. VII yang mensarafi m. orbicularis okuli.
Cara pemeriksaan :
 Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan berkedipbila kornea
hendak disentuh
 Goreskan seutas kapas pada kornea (jangan pada konjungtiva bulbi) pada satusisi untuk
membangkitkan gerakan reflektorik

Nervus VI (abdusen)
Nervus VI menginervasi m. rektus lateralis yang mengatur gerakan bola mata kelateral. Paralisis nervus VI
akan melumpuhkan gerakan bola mata ke lateral,menyebabkan penyimpangan ke medial/nasal.
Cara pemeriksaan:
 Mata penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke lateral
 Bila tidak mampu berarti ada paralisis n. VI

Nervus VII (Fasialis)


Pada pemeriksaan n. VII yang umum diperiksa adalah:
1. Pemeriksaan motorik: inspeksi wajah yaitu pada kerutan dahi, kedipan mata,lipatan nasolabial,
dan sudut mulut serta beberapa gerakan volunter daninvolunter reflektorik
2. Pemeriksaan vasomotor: misal lakrimasi
3. Pemeriksaan sensorik: cita rasa (kecap) lidah.

a. Kerutan kulit dahi


Perhatikan kulit dahi pasien apakah tampak kerutan kulit dahi atau tidak
Pada kelumpuhan n. VII perifer (hemifasialis), kerutan kulit dahi pada sisisakit akan hilang
Pada kelumpuhan n. VII sentral (hemifasialis), kerutan kulit dahi masih akantampak.
b. Kedipan mata
Perhatikan apakah masih tampak kedipan mata
Pada sisi yang lumpuh kedipan mata lambat, tidak gesit dan tidak kuat disebut lagoftalmos.
Pada kelumpuhan sentral kedipan mata masih baik.

6
c. Lipatan nasolabial
Lipatan nasolabial pada sisi yang lumpuh tampak mendatar.
d. Sudut mulut
Sudut mulut pada sisi yang lumpuh tampak lebih rendah.
e. Mengerutkan dahi
Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada kelumpuhan n. VIIperifer pasien tidak
mampu mengerutkan dahinya unilateral dan bilateral.
Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien masih mampu mengerutkan dahinya.
Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan palpasi antara kanan dan kiri danbandingkan sisi
mana yang terkuat, akan didapatkan perbedaan tonus.
f. Mengerutkan alis
Cara kerjanya sama dengan mengerutkan dahi.
g. Menutup mata
Pasien disuruh menutup mata
Pada kelumpuhan perifer mata tidak dapat menutup sedangkan pada kelumpuhan sentral unilateral
mata masih bisa menutup. Dalam hal inipasien disuruh menutup mata kuat-kuat, kemudian pemeriksa
mencoba membukamata pasien yang sedang dipejamkan tersebut, akan didapatkan perbedaan
tonuskanan – kiri.
h. Meringis
Pasien disuruh meringis. Baik kelumpuhan sentral maupun perifer pada sisi yang lumpuh tidak
dapatdiangkat.
i. Bersiul
Pasien disuruh bersiul. Adanya kelumpuhan n. VII baik unilateral maupun bilateral menyebabkan
pasientidak dapat bersiul.
j. Lakrimasi
Dapat dinilai dari anamnesis maupun observasi langsung. Adanya paralisis fasialis perifer
menyebabkan hiperlakrimasi, tampak nerocos.
k. Daya kecap lidah 2/3 depan
Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknyacairan.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa diteteskan. Penyebut tidak boleh
menyebut rasa dengan bicara, melainkan dengan memberikode berupa tulisan yang sudah disiapkan.
Hal ini akan mencegah kacaunyaidentifikasi.
l. Refleks visuopalpebra
Ancaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman padakedua mata. Hal ini terjadi
pada orang normal.

Nervus VIII (akustikus)


Karena fungsi n. VIII terbagi atas fungsi pendengaran (n. koklearis) dan fungsikeseimbangan (n.
vestibularis) maka gangguan yang terjadi dapat berupa gangguankoklearis saja atau vestibularis atau
keduanya. Cara Pemeriksaan daya pendengaran (n.koklearis) adalah sebagai berikut:
a. Mendengarkan suara berbisik
 Tes ini kurang akurat tapi cukup informatif
 Kedua telinga dites satu persatu, salah satu telinga harus ditutup

7
 Pasien diberitahu dulu bahwa dia harus mengucapkan kata yang dikatakanpemeriksa. Pasien
harus menutup matanya agar dia tidak dapat membaca gerakanbibir pemeriksa. Yang
dikatakan pemeriksa adalah kata dan angka secaraberselingan, intensitas suara harus
sekeras bisikan sejauh 30 cm dari telinga.

b. Tes Rinne
 Tes Rinne prinsipnya membandingkan hantaran sura lewat udara dan tulang
 Pada orang normal hantaran suara lewat udara adalah lebih baik dibandingkanlewat tulang
(tes ini positif juga pada tuli sensory neural hearing loss , meskipunperbandingannya lebih
kecil).
 Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan dengan kaki menempel os.Mastoideum salah
satu pasien
 Pasien diminta memberi tanda bila bunyi garpu tala sudah tidak terdengar lagi.Pada saat itu
juga garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga pasien
 Bila normal/hantaran udara baik maka bunyi garpu tala masih terdengar minimal2 kali lebih
lama daripada yang terdengar lewat tulang mastoideum tadi
 Bila masih terdengar berarti tes Rinne (+) pada tulang tersebut. Terdapat telinganormal atau
tuli saraf (sensory neural hearing loss).
 Bila sudah tak terdengar lagi alias suara garpu tala lebih baik jika lewat os.mastoideum
daripada lewat lubang telinga berarti tes Rinne (-), yang ditemui padatuli hantaran

c. Tes Weber
 Prinsipnya adalah membandingkan antara tulang antara telinga kiri dan kanan,dimana getaran
akan terdengar lebih keras pada tuli hantaran dibandingkan padatelinga normal dan atau tuli
saraf.
 Pasien diminta menggigit garpu tala yang sudah digetarkan atau bisa juga garputala tersebut
diletakkan di verteks
 Bila suara terdengar sama keras berarti kedua telinga normal
 Bila salah satu sisi terdengar lebih keras (terjadi lateralisasi) berarti kemungkinan:
 Sisi tersebut merupakan telinga yang sakit pada pasien tuli hantaran/tuli konduktifsebab
hantaran tulang sisi yang sakit diperpanjang
 Sisi tersebut merupakan telinga yang sehat pada pasien tuli unilateral; sebabtulang sisi yang
sakit diperpendek.

d. Tes Schwabach
 Prinsipnya adalah membandingkan hantaran tulang telinga pasien terhadaphantaran tulang
telinga pemeriksa. Dengan catatan hantaran tulang pemeriksadianggap normal (standar).
 Garpu tala yang bergetar langsung diletakkan pada planum mastoideumpemeriksa, sampai tak
terdengar lagi, lalu segera dipindah ke planum mastoideumpasien
 Dapat juga dilakukan sebaliknya pasien duluan
 Bila pasien masih mampu mendengar dibandingkan pemeriksa, berartiSchwabach
diperpanjang, terdapat tuli hantaran

8
 Jika garpu tala diletakkan lebih dulu pada planum mastiodeum penderita barusetelah tak
terdengar olehnya ke telinga pemeriksa; dan bila pemeriksa masihmendengar berarti
Schwabach diperpendek, maka berarti terdapat tuli saraf(SNHL).

Nervus IX (glossofaringeus)
Secara klinis pemeriksaan n. IX tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan n. X,keduanya mempunyai
fungsi yang bersamaan. Gangguan fungsi kedua saraf dalam kliniksering diungkap lewat anamnesis.
a. Arkus faring
 Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan sejauh – jauhnya
 Bila tidak bisa maka kita bantu menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah;dengan
demikian arkus faring, uvula, dinding belakang faring dapat terlihat jelas
 Adanya paresis/paralisis ipsilateral n. IX dan atau n. X menyebabkan asimetri dantampak
melengkung ke sisi yang sehat
 Asimetri dapat diperjelas dengan menyuruh pasien bersuara, ujung uvulamenunjuk ke arah
yang sehat.

b. Daya kecap lidah (1/3 belakang lidah)


 Cara pemeriksaan sama dengan pengecapan lidah depan.

c. Reflek muntah
 Pembangkitan reflek ini merupakan pemeriksaan penting untuk menilai fungsikedua saraf ini
 Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita periksa denganmenyentuh
dinding posterior faring dengan spatula lidah; akan timbul reflekmuntah.

d. Sengau
 Suara yang sengau menunjukkan adanya kelumpuhan unilateral/bilateral n. IXdan atau n. X.

e. Tersedak
 Merupakan gejala kesukaran menelan yang berat
 Karena epiglotis mengalami paresis sehingga tidak dapat menutup baik, akibatnyamakanan
masuk ke laring dan menimbulkan reflek batuk (tersedak).

Nervus X (Vagus)
Pemeriksaan fungsi nervus vagus meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Denyut nadi
b. Arkus faring
c. Bersuara (fonasi)
d. Menelan

Nervus XI (Aksesorius)
Karena n. XI mensarafi m. sternokleidomastiodeus dan m. trapezius, maka yangdiperiksa adalah fungsi
muskuli tersebut.

9
a. Memalingkan kepala
 Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahangpasien untuk
menahan gerakan tersebut
 Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras
 Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol;tampak konsistensiyang keras
dan kontur otot yang menonjol tegas
 Tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot punlemah, timbul
asimetri/tortikolis
 Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk).

b. Sikap bahu
 Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap bahu dan skapula
 Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah skapula terletak lebihdekat ke
garis tengah daripada bagian atasnya.
 Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahanelevasi bahu
tersebut; jika gerakan elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidakada berarti terdapat paresis
 Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak; apakah adan gangguan retraksi bahudan elevasi
humerus.

Nervus XII (hipoglosus)


Lesi n. hipoglosus dapat terjadi di perifer atau sentral. Ciri khas kelumpuhanperifer adalah atrofi otot yang
cepat terjadi, garis tengah menjadi cekung, bagian lidahyang lumpuh menjadi tipis dan berkeriput, bila
lesinya unilateral lidah akan menyimpangke sisi yang sehat. Berbeda dengan kelumpuhan sentral, dimana
kita ingat lidahmempunyai intervasi kortikal yang bilateral, maka pada kelumpuhan unilateral bersifathanya
sementara dan atrofi lidah tidak tampak. Bila lidah dijulurkan tak akan lurus kegaris tengah, tetapi secara
volunter lidah dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Padakelumpuhan bilateral lidah tidak bisa
dikeluarkan.
a. Sikap lidah
Perhatikan sikap lidah apakah ada penyimpangan.
b. Artikulasi
Pemeriksa dapat memerhatikan / mendengarkan pasien berbicara, apakah adadisartria. Pada
kelumpuhan unilateral disartria lebih jelas terlihat.
c. Tremor/Mioklonus
Pasien diminta mengeluarkan lidahnya. Perhatikan adanya gerakan ritmis bolak-balik yang tidak
bertujuan; dapat disertaibunyi gerakan lidah. Dapat dijumpai pada degenerasi olivoserebelar.
d. Menjulurkan lidah
Pasien diminta menjulurkan lidahnya secara lurus. Pada kelumpuhan unilateral lidah tidak dapat
dikeluarkan secara lurus, tetapimenyimpang ke sisi yang lumpuh karena terdorong oleh otot yang
sehat. Bila kelumpuhan sentral lidah tersebut masih dapat digerakkan ke kanan dan kekiri. Bila
kelumpuhan perifer maka lidah tetap menyimpang ke sisi yang lumpuhdan tak dapat bergerak ke
sisi yang sehat.
e. Kekuatan lidah

10
Penderita disuruh menekankan lidahnya ke salah satu pipi. Kemudian pemeriksa melakukan
palpasi dari luar, lalu kita nilai kekuatannya(bisa atau tidak bisa menahan desakan tangan
pemeriksa).
f. Trofi otot lidah
Pada kelumpuhan perifer, atrofi otot lebih cepat terjadi, tidak tampak lumpuh,tipis dan berkeringat.
Pada kelumpuhan sentral atrofi otot tidak tampak (yang unilateral).
g. Fasikulasi lidah
Fasikulasi merupakan kontraksi otot setempat yang halus, cepat, spontan dansejenak.

CONTOH KASUS

Seorang laki-laki umur 60 tahun, datang di rumah sakit dengan keluhan secara tiba – tiba merasa pusing
berputar, penglihatan ganda, disertai kelemahan anggota geraksebelah kiri. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi dan kencing manis. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil
sementara sebagai berikut: usia lanjut dengan faktor risiko hipertensi dan diabetes melitus, gangguan
serebelar mendadak.

Hasil pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut :


1. Kesadaran komposmentis
2. Tekanan darah 180 / 110 mmHg
3. Frekuensi nadi 88 x / menit
4. Suhu 36,7OC
5. Respirasi 20 x /menit, regular
6. Jantung dan paru dalam batas normal
7. Abdomen supel, hepar dan lien tak teraba
8. Ekstremitas: tidak ada edema maupun pembengkakan sendi
9. Status neurologik:
1) Glasgow Coma Scale: 4 – 5 – 6
2) Status mental: kesan tidak didapatkan adanya afasia
3) Tanda rangsangan meningeal negatif
4) Pupil isokor, reflek positif/positif normal
5) Nervi kraniales: paralisis N.VI kanan, VII perifer kanan
6) Motorik: hemiparesis kiri (555/444)
7) Sensorik dalam batas normal
8) Refleks fisiologik ++ / +
9) Refleks patologik - / -
10) Klonus - / -
11) Saraf otonom: normal

11
DAFTAR TILIK / CHECK LIST PENILAIAN KETRAMPILAN
PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALES

PEMERIKSAAN NERVUS OLFAKTORIUS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Penjelasan pemeriksaan yang akan dikerjakan dan tujuannya
kepada pasien
2. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan
atau kelainan pada rongga hidung
3. Meminta penderita untuk mencium bau – bauan tertentu (misal
kopi, jeruk, tembakau) melalui lubang hidung yang terbuka
4. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya
5. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung
yang satunya
6. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS OPTIKUS


1. Pemeriksaan Daya penglihatan
Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Penjelasan pemeriksaan yang akan dikerjakan dan tujuannya
kepada pasien
2. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada
mata seperti katarak, glaukoma, dll
3. Pemeriksa berada pada jarak 1 – 6 meter dari penderita
4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk
memeriksa mata sebelah kanan
5. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa
yang diperlihatkan kepadanya
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan
benar, maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan
meminta penderita menentukan arah gerakan tangan tsb
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan,
maka digunakan cahaya lampu sente r dan meminta penderita
menunjuk asal cahaya yang disorotkan tsb
8. Menentukan visus penderita
9. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri
10 Interpretasi hasil pemeriksaan
.
JUMLAH SKOR

2. Pemeriksaan Lapangan Pandang


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2

12
1. Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa pada
jarak 1 meter
2. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan untuk
memeriksa mata kanan
3. Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
4. Pemeriksa menutup mata kanannya dengan tangan dan
melihat hidung penderita
5. Pemeriksa menggerakkan jari tangan kiri dari samping kanan
ke kiri dan dari atas ke bawah
6. Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat jari –
jari tersebut
7. Menentukan hasil pemeriksaan
8. Mengulangi prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri
dengan menutup mata sebelah kanan
9. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS OKULARIS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
Pemeriksaan Gerakan Bola Mata
1. Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan
terhadap gerakan bola matanya
2. Memeriksa ada atau tidaknya gerakan bola mata di luar
kemauan penderita (nistagmus)
3. Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan ke segala jurusan
4. Mengamati ada atau tidaknya hambatan pada pergerakan mata
5. Interpretasi hasil pemeriksaan
Pemeriksaan kelopak mata
1. Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap
ke depan selama 1 menit
2. Meminta penderita untuk melirik ke atas selama 1 menit
3. Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama 1 menit
4. Pemeriksa membandingkan lebar celah mata kiri dan kanan
5. Identifikasi ada atau tidaknya ptosis
Pemeriksaan pupil
1. Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm)
2. Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri
3. Melihat bentuk bulat pupil teratur atau tidak
4. Memeriksa reaksi pupil terhadap cahaya direk :
Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada tidaknya
miosis
5. Memeriksa reaksi pupil terhadap cahaya indirek :
Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak
disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan
cahaya langsung
JUMLAH SKOR

13
PEMERIKSAAN NERVUS TRIGEMINUS
Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
Pemeriksaan motoric
1. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuatnya
2. Pemeriksa mengamati m. Masseter dan m. Temporalis (normal:
kekuatan kontraksi kiri dan kanan sama)
3. Meminta penderita untuk membuka mulut
4. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris
5. Interpretasi hasil pemeriksaan
Pemeriksaan fungsi sensorik
1. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pentul
pada daerah dahi, pipi dan rahang bawah
2. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang
dibasahi air hangat pada daerah dahi, pipi dan rahang bawah
Pemeriksaan refleks kornea
1. Menyentuh kornea dengan ujung kapas
2. Melihat refleks penderita (normal penderita akan menutup mata
/ berkedip)
Pemeriksaan refleks masseter
1. Meminta penderita membuka sedikit mulutnya
2. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu
penderita
3. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan
kanan pemeriksa atau dengan palu reflex
4. Mengamati respons yang muncul : mulut akan menutup
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS FACIALIS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
Pemeriksaan motoric
1. Meminta penderita untuk duduk dengan rileks
2. Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak
3. Meminta penderita untuk menggerakkan wajahnya dengan cara
sbb:
a. Mengerutkan dahi
b. Mengangkat alis
c. Menutup mata dengan rapat lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan
d. Menyeringai
e. Menggembungkan pipi lalu pemeriksa menekan pipi kiri
dan kanan untuk melihat ada kebocoran atau tidak

14
Pemeriksaan sensorik
1. Meminta penderita menjulurkan lidah
2. Meletakkan gula, asam, garam, pahit pada sebelah kiri dan
kanan dari 2/3 depan lidah
3. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakan pada
secarik kertas
4. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS AKUSTIKUS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
Pemeriksaan fungsi pendengaran
1. Pemeriksaan Weber
2. Pemeriksaan Rinne
3. Pemeriksaan Scwabach
4. Interpretasi hasil pemeriksaan
Pemeriksaan fungsi keseimbangan
1. Pemeriksaan dengan tes kalori
2. Pemeriksaan Past Pointing test
3. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS GLOSOFARINGEUS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Meminta pasien membuka mulutnya
2. Dengan penekan lidah, lidah ditekan ke bawah dan penderita
diminta mengucapkan ‘aaaaaa’ yang panjang
3. Mengamati respons yang terjadi dan melaporkannya
4. Meraba bagian belakang lidah atau menggores dinding faring
kanan dan kiri
5. Mengamati respons yang terjadi dan melaporkannya
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS VAGUS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Meminta pasien membuka mulutnya
2. Melaporkan hasil inspeksi bila terdapat kelumpuhan nervus
vagus : uvula tidak berada di tengah, tampak miring tertarik ke
sisi yang sehat
3. Melakukan pemeriksaan refleks muntah dengan benar
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS ASESORIUS

15
Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
Pemeriksaan m. sternokleidomastoideus
1. Penderita diminta menolehkan kepala ke arah sisi yang sehat
2. Meraba m. sternokleidomastoideus
3. Interpretasi hasil pemeriksaan
Pemeriksaan m. trapezius
1. Inspeksi m. trapezius
2. Interpretasi hasil pemeriksaan : paralisis n. XI bila bahu
penderita di sisi yang sakit lebih rendah daripada yang sehat
JUMLAH SKOR

PEMERIKSAAN NERVUS HIPOGLOSSUS


Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Memeriksa adanya disartria
2. Meminta pasien membuka mulut dan inspeksi lidah dalam
keadaan diam, apakah tidak simetris, terdapat tremor atau
fasikulasi
3. Meminta pasien menjulurkan lidah dan melakukan inspeksi
lidah dalam keadaan dijulurkan, bila ada kelumpuhan maka
lidah akan berdeviasi ke sisi yang sakit
JUMLAH SKOR

Keterangan :
0 = Tidak dikerjakan
1 = Dikerjakan dengan keliru
2 = Dikerjakan dengan benar

16

Anda mungkin juga menyukai