Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PROSEDURAL KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH 2

“PEMERIKSAAN STATUS NEUROLOGI (PEMERIKSAAN REFLEKS,

PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL, PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1 (3B)

NAMA :

NIM :

KELAS :

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2023
1. PEMERIKSAAN REFLEKS

A. Pengertian

Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf
ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor, interneuron, dan neuron motor, yang mengalirkan
impuls saraf untuk tipe reflek tertentu. Gerak refleks yang paling sederhana hanya
memerlukan dua tipe sel saraf yaitu neuron sensor dan neuron motor. Gerak refleks
disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya mengejutkan dan menyakitkan. Gerak
refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh saraf sensori langsung disampaikan
oleh neuron perantara (neuron penghubung). Gerak pada umumnya terjadi secara sadar,
namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks

B. Tujuan

untuk menjaga agar seseorang tetap aman dan nyaman

C. Indikasi

pemeriksaan refleks fisiologis adalah untuk mengevaluasi fungsi sensori motor tubuh,
misalnya pada kasus cedera otak traumatik, stroke, tumor otak, sindrom cauda equina,
sindrom Guillain-Barre, dan multiple sclerosis.

D. Kontra indikasi tidak ada

E. Alat dan Bahan

1. Palu refleks (reflect hammer)

2. Jangka

3. Penggaris

4. Alat tulis

F. Prosedur kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:

1 Somestetik Sensasi

Membedakan tekanan (diskriminasi taktil) :

1. Siapkan alat yang diperlukan.

2. Pilih orang yang akan diperiksa.

3. Ukur jangka sesuai ketentuan.

4. Lakukan pengukuran pada ujung jari, tengkuk, bibir


dan pipi.

5. Catat hasil yang diperoleh

Refleks

a. Reflex lutut (reflex patella) :

1. Siapkan palu refleks yang akan digunakan.

2. Pilih orang yang akan diperiksa gerak refleksnya, biarkan orang tersebut duduk tenang

3. Gantungkan kaki santai sambil duduk di kursi.

4. Ketok pada tendon patella dengan palu refleks.

5. Lihatlah adanya kontraksi otot extensor kaki tersebut

Reflex bisep :

1. Siapkan palu refleks yang akan digunakan.

2. Pilih orang yang akan diperiksa gerak refleksnya, biarkan orang tersebut

duduk tenang.

3. Rentangkan salah satu lengan yang akan diperiksa gerak refleksnya.

4. Ketok pada tendon bisep dengan palu refleks.

5. Lihatlah terjadinya kontraksi dari otot bisep

G. Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan

2. Membereskan tempat dan alat seperti semula

3. Berpamitan pada pasien

4. Mencuci tangan
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

A. Pengertian
Nervus atau saraf kranial termasuk dalam sistem saraf perifer. Sistem saraf perifer terdiri
dari dua yaitu saraf kranial yang berasal dari otak dan saraf spinal yang berasal dari medula
spinalis. Dua belas pasang saraf kranial yang tersusun angka romawi, muncul dari berbagai
batang otak. Saraf kranial tersusun dari serabut saraf sensorik dan motorik.
Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat,
yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf
sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
Fungsi sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau
kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam
sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori
atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf
intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya

B. Tujuan
Tujuan pemeriksaan saraf cranial adalah untuk mengetahui adanya gangguan serabut saraf
sensorik dan motorik, dimana serabut saraf tersebut berfungsi menghantarkan impuls baik
dari reseptor ke system saraf pusat, maupun dari system saraf pusat ke otot atau kelenjar-
kelenjar tubuh

C. Indikasi

Pemeriksaan saraf cranial di indikasi pada klien yang dicurigai memiliki gangguan pada otak,
entah itu disebabkan karena trauma langsung pada kepala, neoplasma ataupun tumor,
penyakit-penyakit infeksi, komplikasi penyakit yang menyebabkan kerusakan serabut saraf,
penyakit herediter maupun karena penyakit-penyakit metabolic, sehingga serabut-serabut
saraf yang mempersyarafi organ-organ tubuh menjadi terganganggu (menurun)
Kontrakindikasi

D. Kontrakindikasi

Tidak ada kontraindikasi untuk pemeriksaan saraf cranial, karena pada dasarnya pemeriksaan

E. Prosedur

1. Prosedur pemeriksaan N.Olfaktorius:

a. Membertitahu kepada penderita bahwa daya penciumannya akan diperiksa.

b. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau bagian pada rongga
hidung.

c. Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung


d. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu seperti yang disebutkan diatas
melalui lubang hidung yang terbuka.

e. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.

f. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral. Interpretasi
hasil pemeriksaan:

a. Terciumnya bau-bauan secara olfaktorius kedua sisi adalah baik. tepat menandakan fungsi
nervus

b. Hilangnya kemampuan mengenali bau-abuan (anosmia) yang bersifat unilateral tanpa


ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung
adanya neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.

c. Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung
merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya meningioma pada cekungan olfaktorius
pada cerebrum. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari trauma ataupun pada meningitis.
Pada orangtua dapat terjadi gangguan fungsi indra penciuman ini terjadi tanpa sebab yang
jelas. Gangguan ini dapat berupa penurunan daya penciuman (Hiposmia). Bentuk gangguan
lainnya dapat berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bawang goreng hal ini disebut parosmia.

d. Selain keadaan diatas dapat juga terjadi peningkatan kepekaan penciuman yang disebut
hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat trauma kapitis, tetapi kebanyakan hiperosmia
terkait dengan kondisi psikiatrik yang disebut dengan konversi histeri. Sensasi bau yang
muncul tanpa adanya sumber bau disebut halusinasi olfaktorik. Hal ini dapat muncul sebagai
aura pada epilepsy maupun pada kondisi psikosis yang terkait dengan lesi organic pada
unkus. Saraf II (N. Opticus) Tujuan pemeriksaan nervus opticus untuk mengetahui adanya
penurunan fungsi mata. Pemeriksaan meliputi :

1) Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina
digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus
akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi
memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan
tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.

2) Penglihatan perifer

a) Tes konfrontasi Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata
pemeriksa sisi lain. Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai
denganlapang pandang pasien.

• Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang
pasien dengan lapang pandang pemeriksa. Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang
pemeriksa harus normal
b) Perimetri/kampimetri Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada
tes konfrontasi.

3) Melihat warna Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya
polineuropati pada N II.

4) Pemeriksaan fundus okuli Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan


ini dilakukan untuk melihat apakah nestanovila terdapat : Kalau ada stuwing papil yang
dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra
cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan
adanya bendungan.

b) Neuritis N II Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla
tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat. Dengan oftalmoskop
yang perlu diperhatikan adalah: Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya, Wamanya
Pembuluh darah, Keadaan Retina.

3. Saraf III, IV, V(N. Okulomotorius, N. Trokhlearis, N. abdusen)

Nervus ocularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang berbeda, yaitu:

a. Motor somatic, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokuler dan muskulus
levator palpebra superior. Komponen ini berfungsi mengontrol kontraksi otot
ekstraokuler dalam melihat dan fiksasi objek penglihatan
b. Motor visceral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus konstriktor pupil
dan muskulus siliaris. Komponen ini bertanggung jawab dalam reflex akomodasi
pupil sebagai respon terhadap cahaya.

Pemeriksaan nervus okularis meliputi 3 hal, yaitu:

1) Pemeriksaan gerakan bola mata

2) Pemeriksaan kelopak mata

3) Pemeriksaan pupil

Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata:

1) Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola


matanya.

2) Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata diluar kemauan penderita (nistagmus).

3) Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan kesegala
jurusan.

4) Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya (hambatan dapat terjadi pada
salah satu atau kedua mata).

5) Meminta penderita untuk menggerakan sendiri bola matanya.


Prosedur pemeriksaan kelopak mata:

1) Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap kedepan selama satu menit.

2) Meminta penderita untuk melirik keatas selama satu menit.

3) Meminta penderita untuk melirik kebawah selama satu menit

4) Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar celah
mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri.

5) Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang tertutup.

Prosedur pemeriksaan pupil:

1) Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm)

2) Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor).

3) Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak

4) Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya direk:

Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada tidaknya miosis dan mengamati
apakah pelebaran pupil segera terjadi Ketika cahaya dialihkan dari pupil

5.) Memeriksa reflex pupil terhadap cahaya indirek:

Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang
satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung.

6) Memeriksa reflex akomodasi pupil

Meminta penderita melihat jari telunjuk pemeriksa pada jarak yang agak jauh Meminta
penderita untuk terus melihat jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan mendekati hidung
penderita.

Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil penderita (pada keadaan normal
kedua mata akan bergerak kemedial dan pupil menyempit).

4. Saraf V (N. Trigeminus)

Nervus trigeminus merupakan nervus cranialis V yang berfungsi menginervasi bagian


muka dan kepala. Nervus ini mempunyai 3 cabang, yaitu cabang yang menginervasi dahi dan
mata (Ophthalmic VI), pipi (maxillary V2), dan muka bagian menuju badan-badan sel
nucleus nervi trigemini. Dari sini informasi yang diterima diolah untuk selanjutnya dikirim ke
korteks serebri untuk menimbulkan kesadaran bawah dan dagu (mandibular V3). Ketiga
cabang nervus V ini bertemu pada satu area yang disebut ganglion gasery, yang selanjutnya
menuju batang otak melalui pons akan squashfasialgeminus bertanggugjawab terhadap
sensasi raba, nyeri, dan temperature pada muka. Selain itu nervus ini juga mengontrol
gerakan otot yang berperan dalam mengunyah makanan. Perlu diingat bahwa nervus ini tidak
berperan dalam pengaturan gerakan wajah yang diatur oleh nervus VII.

Pemeriksaan nervus V meliputi pemeriksaan motorik dan sensorik. Adapun prosedur


pemeriksaannya yaitu:

1) Pemeriksaan fungsi motorik

a. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya.

b. Pemeriksaan mengamati muskulus massester dan muskulus temporalis (normal:


kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama).

c. Meminta penderita untuk membuka mulut.

d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri atas dan
bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong kearah lesi).

2) Pemeriksaan fungsi sensorik

a. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan janim pada daerah dahi, pipi, rahang
bawah.

b. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.

3) Melakukan pemeriksaan reflex kornea

a. Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan menutup mata/ berkedip)

b. Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut.

4) Melakukan pemeriksaan reflex massester

a. Meminta penderita untuk sedikit membuka mulut.

b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksan di garis tengah dagu penderita.

c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan kanan pemeriksa atau
dengan palu reflex.

d. Mengamati respon yang muncul: kontraksi muskulus masseter dan mulut akan menutup.

5. Saraf VII (N. Fasialis)

Nervus fasialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik eferen dan aferen dengan
fungsi yang dapat dibedakan yaitu:

1) Branchial motor (special visceral efferent), yang menginervasi otot-otot fasialis, otot
digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan stapedius.
2) Visceral motor (general visceral efferent), yang memberikan inervasi parasimpatik pada
kelenjar lakrimal, submandubular dan sublingual, serta mukosa menginervasi mukosa
nasofaring, pallatum durum dan mole.

3) Sensorik khusus ( special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa pada 2/3 anterior lidah
dan inervasi pallatum durum dan mole.

4) Sensorik umum (general somatic Afferent), menimbulkan sensasi kulit pada konka,
auricular dan area dibelakang telinga. Serabut saraf yang membentuk branchial motor
merupakan komponen nervus VII yang paling dominan, sedangkan ketiga komponen serabut
lainnya menggabung menjadi satu terpisah dari branchial motor. Gabungan dari ketiga
serabut terakhir membentuk nervus intermedius. Pemeriksaan fungsi nervus VII meliputi:

a) Pemeriksaan motorik nervus fasialis

b) Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius

Prosedur pemeriksaan nervus fasialis

1) Pemeriksaan motoric

a. Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).

b. Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan apakah simetris atau tidak.

c. Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan kulit nasolabial dan
sudut mulut.

d. Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sbb:

1. Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.

2. Mengangkat alis.

3. Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka dengan tangan.

4. Memoncongkan bibir atau nyengir.

5. Meminta penderita menggembungkan pipi, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan kanan
untuk mengamati apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar
dari bagian yang lumpuh.

2) Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)

a. Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering

b. Memeriksa kelenjar sublingual

c. memeriksa mukosa hidung dan mulut

3) Pemeriksaan sensorik
a. Meminta pemeriksa menjulurkan lidah

b. Meletakkan gula, asam, garam, atau sesuatu yang pahit di sebelahnya kiri dan kanan dari
2/3 bagian depan lidah

c. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik kertas.

Catatan: pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:

1. Lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar


2. Penderita tidak diperkenankan bicara
3. Penderita tidak diperkenankan menelan.

6. Saraf VIII (N. Auditorius atau Vestibulokokhlearis)

Nervus VIII terdiri dari dua berkas syaraf, yaitu:

1. Nervus kokhlearis yang bertanggung jawab menghantarkan impuls pendengaran


2. Nervus vestibularis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls keseimbangan..
Prosedur pemeriksaan:
1) Pemeriksaan fungsi pendengaran
a. Pemeriksaan weber
* Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang telinga kanan dan kiri
penderita.
* Garputala Letakkan didahi penderita pada keadaan normal kiri dan kanan sama
keras (penderita tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras).

* Bila terdapat tuli konduksi disebelah kiri, missal oleh karena otitis media, pada tes
weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi disebelah kiri, maka tes
weber terdengar lebih keras dikanan.
b. Pemeriksaan rinne
• Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
penderita. • Pada telinga sehat pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari
pada melalui tulang.
• Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak dapat menden
gamya lagi, kemudian garputala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada
posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif, pada orang normal atau
tuli persepsi, tes rinne ini positif. Pada tuli konduksi tes rinne negatif.

Pemeriksaan Schwabach
a. Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang
pemeriksa (dengan anggapan pendengaran. pemeriksa adalah baik).
b. Garputala yang telah digetarkan ditempatkan diprosesus mastoid penderita. Bila
penderita sudah tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka segera
garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa.
c. Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar suara
mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan schwabach normal. Bila hantaran tulang
penderita kurang baik, maka pemeriksa masih medengar suara getaran garputala
tersebut. Keadaan ini dinamakan schwabach memendek..
2) Pemeriksaan fungsi keseimbangan
a. Pemeriksaan dengan tes kalori Bila telinga kiri dimasukan air dingin timbul
nistagmus kekanan. Bila telinga kiri dimasukan air hangat akan timbul nistagmus
ke kiri. Bila ada gangguan keseimbangan, maka perubahan temperature air dingin
dan hangat ini tidak menimbulkan reaksi.
b. Pemeriksaan dengan past ponting test Penderita diminta untuk menyentuh
ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup
penderita diminta untuk mengulang, normal penderita harus dapat melakukannya.

7. Saraf IX (N. Glosofaringeus)

Nervus Glosofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
sebagian bersifat somatomotorik dan sebagian lainnya bersifat sekretomotorik

Prosedur pemeriksaan nervus glosofaringus:

1) Penderita diminta untuk membuka mulutnya.


2) Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan kebawah, sementara itu pemeriksaan
nervus glosofaringeusit penderita diminta untuk mengucapkan "a-a-a" panjang.
3) Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan begerak keatas. Lengkung
langit-langit disisi yang sakit tidak akan bergerak keatas.
4) Adanya gangguan pada M. stylopharingeus, maka uvula tidak simetris tetapi tampak
miring tertarik kesisi yang sehat.
5) Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan pada bagian belakang
lidah atau menggores dinding pharyng kanan dan kiri, reflex muntah tidak terjadi.

8. Saraf X (N. Vagus)

Nervus vagus terdiri dari 5 komponen dengan fungsi yang berbeda. Kelima komponen
tersebut: 1) Branchial motor (Eferent visceral khusus) yang bertanggungjawab terhadap
koordinasi otot-otot volunter faring, sebagian besar laring, dan salah satu otot ekstrinsik
lidah.

2) Visceral motor (efferent visceral umum) yang bertanggungjawab terhadap inervasi


parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring, dan visceral thoraks dan abdomen.

3) Visceral sensori (afferent visceral umum) yang memberikan informasi sensorik visceral
dari laring, esophagus, trachea, dan visceral abdominal dan thorakal, serta membawa
informasi dari reseptor tekanan dan kemoreseptor aorta.

4) Sensori umum (afferent somatic umum) memberikan informasi sensorik umum dari kulit
belakang daun telinga, meatus akustikus eksterna, permukaan luar membrane tympani dan
faring.
5) Sensori khusus merupakan cabang minor dari nervus vagus yang bertanggung jawab
menimbulkan sensasi rasa dari daerah epiglottis.

Prosedur pemeriksaan nervus vagus:

1) Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan terlihat uvula tidak
ditengah tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat. 2
2) Reflex faring/ reflex muntah tidak ada.
3) Untuk memeriksa plica vocalis diperlukan laryngoscope. Bila terdapat kelumpuhan
satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut tidak bergerak sewaktu fonasi atau
inspirasi dan pita suara akan menjadi atonis dan lama kelamaan atopi, suara penderita
menjaai parau.
4) Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara itu akan berada
digaris tengah dan tidak bergerak sama sekali sehingga akan timbul afoni dan stridor
inspiratorik

9. Saraf XI (N. Aksesorius)

Nervus aksesorius tersusun atas komponen cranial dan spinal yang merupakan serabut
motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi otot yang berbeda, yaitu:

1) Branchial motor ( komponen cranial) yang bertanggungjawab memberikan inervasi otot-


otot laring dan faring.

2) Branchial motor ( komponen spinal) yang betanggungjawab memberikan inervasi otot-otot


trapezius dan sternokleidomastoideus.

Prosedur pemeriksaan nervus aksesorius:

1) Untuk mengetahui adanya paralisis M. sternokleidomastoideus: penderita diminta


menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat, kemudian kita raba M.
sternokleidomastoideus. Bila terdapat paralisis N.XI di sisi tersebut, maka akan teraba m.
sternokleidomastoideus itu tidak menegang.

2) Untuk mengetahui adanya paralisis M. trapezius: pada inspeksi akan tampak:

a) Bahu penderita di sisi yang sakit lebih rendah daripada di sisi yang sehat.

b) Margo vertebralis scapula di sisi yang sakit tampak lebih ke samping daripada di sisi yang
sehat.

10. Saraf XII (N. Hipoglossus)

Nervus hipoglossus hanya mempunyai satu komponen motor somatic. Nervus ini
menginervasi semua otot intrinsic dan sebagian besar otot ekstrinsik lidah (genioglosus,
styloglosus dan hyoglosus).

Prosedur pemeriksaan nervus hipoglossus:


Kelumpuhan pada N. Hipoglossus akan menimbulkan gangguan pergerakan lidah.

1) Akibat gangguan pergerakan lidah, maka kata-kata perkataan tidak dapat diucapkan
dengan baik, disebut dengan disartria.

2) Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser kedaerah sehat karena tonus
di sini menurun.

3) Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.


3. PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT

A. Pengertian
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur keseimbangan statistic dan Pengertian
dinamis secara objektif
B. Tujuan
Untuk mengetahui keseimbangan gerak secara obyektif
C. Indikasi

D. Kontrakindikasi

E. Alat dan bahan


1. Handscoon
2. Penggaris
3. Bolpoint
4. Lembar dokumentasi

F. Prosedur

1. Memperkenalkan diri

2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

3. Menanyakan persetujuan

4. Cuci tangan

5. Memberikan posisi yang nyaman

6. Ciptakan lingkungan yang nyaman

7. Gunakan sketsel saat prosedur

8. Minta klien untuk berdiri, amati struktur rangka dan perhatikan adanya kelainan dan
deformitas

9. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian


ekstremitas

10. Minta klien merentangkan kedua lengan kedepan, amati adanya tremor, ukuran otot
(atropi, hipertropi) serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > Icm di anggap bermakna)

Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot

1. Sternokleidomastoideus klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan tahanan


tangan pemeriksa
2. Trapezius: letakkan kedua tangan pafda bahu klien, minta klien menaikan bahu
melawan tahanan tangan pemeriksa

3. Delteoideus minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan tangan
pemeriksa ke arah bawah

4. otot panggul posisikan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi, minta klien
mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah

5. adduksi panggul posisikan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan
kedua tungkai ekstensi, letakkan kedua tangan pada permukaan lateral masing-masing
lutut klien, minta klien menggerakkan kedua tungkai, melawan tahanan ceker.

6. Abduksi panggul posisikan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan
tangan diantara kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua tungkai melawan
tahanan pemeriksa.

Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot

1. Bisep minta klien merentangkan kedua lengan dengan mencoba menekuknya,


pemeriksaan menahan lengan agar tetap ekstensi

2. Trisep minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya melawan
usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi mengumpulkan kelima jari

3. Kekuatan genggaman: minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah
pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien

4. Hamstring posisikan klien terlentang, kedua lutut ditekuk, minta klien meluruskan
tungkai melawan tahanan pemeriksa

5. Kuadrisep posisikan klien terlentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan usaha
pemeriksa untuk memfleksikan lutut

6. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk memfleksikan
kakinya.

7. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang
mengalami edema atau nyeri tekan, bengkak kreapitasi dan modul

8. Rapikan alat dan klien

9. Cuci tangan

10. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

Nilai kekuatan otot

skala Ciri ciri


0 Paralisis total

1 Tidak ada Gerakan, teraba/terlihat


adanya kontraksi otot

2 Ada gerakan pada saat mengirim tetapi


tidak dapat melawan gravitasi (hanya
bergeser)

3 Bisa melawan gravitasi tetapi tidak


dapat menahan/melawan tahanan
pemeriksa

4 Bila bergerak melawan pemeriksa


tetapi kekuatannya berkurang

Dapat melawan tahanan pemeriksa


dengan kekuatan maksimal

Anda mungkin juga menyukai