Disusun Oleh :
dr. Adikia Andreas Sitepu, M.Ked(Neu), SpS
dr. Monalisa R. Sitinjak, SpS
A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum skill lab ini adalah memberi bekal kepada peserta didik dalam hal dasar – dasar pemeriksaan neurologi klinik.
B. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus adalah memberi bekal ketrampilan kepada peserta didik untuk memiliki ketrampilan klinik secara berjenjang
dengan rincian sebagai berikut:
a. Melakukan anamnesis dengan ramah dan empati
b. Melakukan pemeriksaan kesadaran secara sistematik
c. Melakukan pemeriksaan fungsi motorik beserta interpretasi / penilaiannya
d. Melakukan pemeriksaan fungsi sensorik dengan alat-alat yang sesuai besertainterpretasi / penilaiannya
e. Melakukan pemeriksaan fungsi otonom beserta interpretasi / penilaiannya
f. Melakukan pemeriksaan nervi kraniales beserta interpretasi / penilaiannya
g. Melakukan pemeriksaan refleks fisiologik secara benar beserta interpretasi /penilaiannya
h. Melakukan pemeriksaan refleks patologik secara benar beserta interpretasi /penilaiannya
i. Melakukan pemeriksaan neurobehavior secara sistematik beserta interpretasi /penilaiannya
j. Melakukan pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi beserta interpretasi /penilaiannya
k. Melakukan pemeriksaan lainnya (manuver) yang spesifik, misalnyameningeal sign, Burdzinski test, Lasegue test,
Patrick test, Valsava test
C. PERSIAPAN SESI
1. Ruang untuk pelatihan
2. Materi presentasi oleh pembimbing
3. Kasus-kasus yang relevan
4. Alat bantu latih, meliputi palu refleks, senter, garpu tala, jarum, kapas, kopi, teh
5. Status pemeriksaan neurologi klinik
D. MATERI BAKU
Pemeriksaan neurologi klinik merupakan pemeriksaan yang relatif sulit danmemerlukan kecermatan serta kehati – hatian.
Interpretasi dan / atau penilaian hasilpemeriksaan neurologik sangat berarti dalam penegakan diagnosis topik maupunprognosis.
Adanya defisit neurologikmaupun tanda dan gejala lainnya sebenarnya merupakan refleksi diagnosis yang masihtersamar. Dengan
demikian pemeriksaan neurologik secara teliti dan sistematik akandapat mengungkap kemungkinan diagnosis klinik dan topik.
Dari kemungkinan diagnosisini maka perencanaan pemeriksaan tambahan / penunjang dapat disusun secara rasionaldan obyektif.
Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan dan ketrampilandalam hal pemeriksaan neurologi klinik agar peserta
didik siap untuk melakukanpemeriksaan neurologi klinik secara benar dan cakap dalam hal pengambilan keputusanklinik.
Ketrampilan pemeriksaan klinik neurologik mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik – neurologik
1. Pemeriksaan fungsi sensorik
2. Pemeriksaan fungsi motorik
3. Pemeriksaan refleks fisiologik
4. Pemeriksaan refleks patologik
5. Pemeriksaan nervi kraniales
6. Pemeriksaan fungsi otonom
7. Pemeriksaan neurobehavior
1
8. Pemeriksaan lainnya /spesifik
c. Penilaian klinik / clinical assessment
Nervus I (Olfaktorius)
Maksud pemeriksaan nervus olfaktorius adalah untuk memeriksa fungsipembauan / penghiduan.
a. Persiapan pemeriksaan :
Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan
Yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung
b. Cara pemeriksaan:
Kedua mata mata ditutup
Satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang tidak diperiksaditutup.
Pasien diminta untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk tes (kopi, teh,tembakau, kulit jeruk, dll)
Terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi dengan baik
c. Interpretasi pemeriksaan klinis:
Anosmia = hilangnya daya pembauan yang dapat dijumpai pada trauma kapitis dimana berkas n.I terpotong oleh
oskribriformis atau oleh fraktur os ethmoidalisatau terendam oleh perdarahan di fossa serebri anterior. Dapat juga
merupakankomplikasi meningitis, penekanan oleh meningioma, dll.
Hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam, misalnya pada manifestasirinitis, terutama rinitis vasomotor.
Hiposmia yang menetap terjadi pada usialanjut.
Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka, misalnya pada histeria konversi.
Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium, misalnyapada trauma kapitis.
Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing,bacin, kakus. Dapat dijumpai pada
truma kapitis atau pada histeria konversi.
Nervus II (Optikus)
Daya penglihatan
a. Persiapan pemeriksaan
1. Ruang harus cukup terang
2. Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis,uveitis, glaukoma atau korpus alienum
b. Cara pemeriksaan
1. Dengan memakai kartu Snellen
2. Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakankartu, yaitu dengan membaca telunjuk
pemeriksa. Orang normal dapatmembaca hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapatmembaca
pada jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60.
Penglihatan warna
a. Persiapan pemeriksaan
1. Disiapkan kartu tes Ischihara dan Stilling, atau
2. Disiapkan benang wol berbagai warna
b. Cara pemeriksaan
Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai denganperintah pada kartu tes Ischihara
Medan penglihatan
a. Persiapan pemeriksaan
Untuk pemeriksaan medan penglihatan yang sederhana, tanpa menggunakanalat khusus adalah tes konfrontasi, dengan
tangan. Sedangkan yang lainnyamenggunakan alat khusus yaitu perimeter dan kampimeter.
b. Cara pemeriksaan
Tes konfrontasi dengan tangan :
- pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi ditengah.
- pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapansejajar dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata
pasien sejauh30 – 40 cm.
2
- satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa,mata kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya.
- pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jariterhadap kedua pihak harus sama).
- bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medanpenglihatan pasien menyempit.
c. Interpretasi hasil pemeriksaan
Dengan metode ini lesi dapat dideteksi. Misalnya ditemukan hemianopsiabitemporal berarti ada lesi di garis tengah khiasma
optikum. Hemianopsia binasal berarti ada lesi di khiasma optikum bagian luar.
Nervus IV (troklearis)
Nervus IV mempersarafi m. obliquus superior yang mengatur gerakan bola matake bawah sedikit temporal. Paralisis n. IV akan
melumpuhkan gerakan bola ke bawahlateral, menyebabkan penyimpangan ke arah nasal sedikit ke atas.
Cara pemeriksaan:
Pasien disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke bawah lateral.
Bila bola mata pasien tidak mampu mengikuti gerakan tersebut berarti adaparalisis n. IV.
Nervus V (trigemius)
Nervus trigeminus mempunyai fungsi motorik dan sensorik, terbagi atas 3 (tiga)cabang. Pemeriksaan fungsi N.V adalah sebagai
berikut:
a. Menggigit
Serabut motorik n. V hanya mengikuti cabang ke-3 (n. mandibularis). Otot yangdipersarafi adalah m. masseter, m.
temporalis, m. pterigoideus eksternus dan internus.
Cara pemeriksaan:
Pasien disuruh menggigit sekuat – kuatnya
Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dantemporalis untuk memeriksa adakah
kontraksi
Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateraltak mampu mengontraksikan m. masseter
dan temporalis.
b. Membuka mulut
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien:apakah simetris atau menyimpang.
Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateralsaat mulut dibuka karena m. pterigoideus
eksternus yang sehat akanmendorong mandibula ke depan tanpa diimbangi oleh sisi yang lain.
c. Sensibilitas
Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah,karena masing – masing diinervasi oleh
cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus,maksilaris dan mandibularis.
Alat yang digunakan:
3
untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarum
untuk sensasi halus, gunakan kapas/bulu
untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin.
Cara pemeriksaan:
pasien harus kooperatif
selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup agar pasien tidaktahu bagian tubuh yang diperiksa
untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai dari proksimaldan distal sehingga mudah teridentifikasi
daerah dengan defisit sensorik dandaerah yang normal
selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yangnormal ke daerah yang defisit dan
sebaliknya
intensitas perangsangan harus diubah – ubah untuk mengetahui ketepatanpenilaian pasien
mintalah respons yang tegas dari pasien; bila pasien merasa ditusuk/digoresmaka pasien harus bilang “ya”
buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.
d. Refleks bersin
Alat yang digunakan adalah kapas yang sudah dipilin.
Cara pemeriksaan:
mukosa hidung dirangsang / digelitik dengan kapas yang sudah tersedia
positif bila timbul bersin secara reflektorik
Refleks maseter/ refleks rahang bawah
Alat yang digunakan adalah palu refleks.
Cara pemeriksaan:
Pasien diminta membuka mulutnya dengan santai, dengan cara selamamembuka mulut mengeluarkan suara
“aaaaaa,” sementara itu pemeriksamenempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu, kemudiandengan
palu refleks jari tersebut diketuk
Jawaban positif berupa kontraksi m. masseter dan m. temporalis bagiandepan yang mengakibatkan penutupan mulut
secara tiba – tiba/ berlebihan.
e. Refleks zigomatikus
Alat yang digunakan adalah palu refleks.
Cara pemeriksaan:
Dilakukan pengetukan pada os. zigomatikus dengan palu reflek
Pada orang sehat tidak akan didapatkan respons, juga pada lesi nuklearis daninfranuklearis
Pada orang dengan lesi supranuklearis n. V akan muncul gerak berupagerakan rahang bawah ipsilateral.
f. Refleks kornea
Komponen aferen dan eferen busur refleks kornea disusun oleh serabut sensorik n.V cabang oftalmik dan serabut eferen n.
VII yang mensarafi m. orbicularis okuli.
Cara pemeriksaan :
Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan berkedipbila kornea hendak disentuh
Goreskan seutas kapas pada kornea (jangan pada konjungtiva bulbi) pada satusisi untuk membangkitkan gerakan
reflektorik
Nervus VI (abdusen)
Nervus VI menginervasi m. rektus lateralis yang mengatur gerakan bola mata kelateral. Paralisis nervus VI akan melumpuhkan
gerakan bola mata ke lateral,menyebabkan penyimpangan ke medial/nasal.
Cara pemeriksaan:
Mata penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke lateral
Bila tidak mampu berarti ada paralisis n. VI
e. Mengerutkan dahi
Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada kelumpuhan n. VIIperifer pasien tidak mampu mengerutkan
dahinya unilateral dan bilateral.
Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien masih mampu mengerutkan dahinya.
Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan palpasi antara kanan dan kiri danbandingkan sisi mana yang terkuat, akan
didapatkan perbedaan tonus.
f. Mengerutkan alis
Cara kerjanya sama dengan mengerutkan dahi.
g. Menutup mata
Pasien disuruh menutup mata
Pada kelumpuhan perifer mata tidak dapat menutup sedangkan pada kelumpuhan sentral unilateral mata masih bisa menutup.
Dalam hal inipasien disuruh menutup mata kuat-kuat, kemudian pemeriksa mencoba membukamata pasien yang sedang
dipejamkan tersebut, akan didapatkan perbedaan tonuskanan – kiri.
h. Meringis
Pasien disuruh meringis. Baik kelumpuhan sentral maupun perifer pada sisi yang lumpuh tidak dapatdiangkat.
i. Bersiul
Pasien disuruh bersiul. Adanya kelumpuhan n. VII baik unilateral maupun bilateral menyebabkan pasientidak dapat bersiul.
j. Lakrimasi
Dapat dinilai dari anamnesis maupun observasi langsung. Adanya paralisis fasialis perifer menyebabkan hiperlakrimasi,
tampak nerocos.
k. Daya kecap lidah 2/3 depan
Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknyacairan.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa diteteskan. Penyebut tidak boleh menyebut rasa dengan bicara,
melainkan dengan memberikode berupa tulisan yang sudah disiapkan. Hal ini akan mencegah kacaunyaidentifikasi.
l. Refleks visuopalpebra
Ancaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman padakedua mata. Hal ini terjadi pada orang normal.
b. Tes Rinne
Tes Rinne prinsipnya membandingkan hantaran sura lewat udara dan tulang
5
Pada orang normal hantaran suara lewat udara adalah lebih baik dibandingkanlewat tulang (tes ini positif juga pada
tuli sensory neural hearing loss, meskipunperbandingannya lebih kecil).
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan dengan kaki menempel os.Mastoideum salah satu pasien
Pasien diminta memberi tanda bila bunyi garpu tala sudah tidak terdengar lagi.Pada saat itu juga garpu tala
dipindahkan ke depan liang telinga pasien
Bila normal/hantaran udara baik maka bunyi garpu tala masih terdengar minimal2 kali lebih lama daripada yang
terdengar lewat tulang mastoideum tadi
Bila masih terdengar berarti tes Rinne (+) pada tulang tersebut. Terdapat telinganormal atau tuli saraf (sensory
neural hearing loss).
Bila sudah tak terdengar lagi alias suara garpu tala lebih baik jika lewat os.mastoideum daripada lewat lubang telinga
berarti tes Rinne (-), yang ditemui padatuli hantaran
c. Tes Weber
Prinsipnya adalah membandingkan antara tulang antara telinga kiri dan kanan,dimana getaran akan terdengar lebih
keras pada tuli hantaran dibandingkan padatelinga normal dan atau tuli saraf.
Pasien diminta menggigit garpu tala yang sudah digetarkan atau bisa juga garputala tersebut diletakkan di verteks
Bila suara terdengar sama keras berarti kedua telinga normal
Bila salah satu sisi terdengar lebih keras (terjadi lateralisasi) berarti kemungkinan:
Sisi tersebut merupakan telinga yang sakit pada pasien tuli hantaran/tuli konduktifsebab hantaran tulang sisi yang
sakit diperpanjang
Sisi tersebut merupakan telinga yang sehat pada pasien tuli unilateral; sebabtulang sisi yang sakit diperpendek.
d. Tes Schwabach
Prinsipnya adalah membandingkan hantaran tulang telinga pasien terhadaphantaran tulang telinga pemeriksa.
Dengan catatan hantaran tulang pemeriksadianggap normal (standar).
Garpu tala yang bergetar langsung diletakkan pada planum mastoideumpemeriksa, sampai tak terdengar lagi, lalu
segera dipindah ke planum mastoideumpasien
Dapat juga dilakukan sebaliknya pasien duluan
Bila pasien masih mampu mendengar dibandingkan pemeriksa, berartiSchwabach diperpanjang, terdapat tuli
hantaran
Jika garpu tala diletakkan lebih dulu pada planum mastiodeum penderita barusetelah tak terdengar olehnya ke telinga
pemeriksa; dan bila pemeriksa masihmendengar berarti Schwabach diperpendek, maka berarti terdapat tuli
saraf(SNHL).
Nervus IX (glossofaringeus)
Secara klinis pemeriksaan n. IX tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan n. X,keduanya mempunyai fungsi yang bersamaan.
Gangguan fungsi kedua saraf dalam kliniksering diungkap lewat anamnesis.
a. Arkus faring
Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan sejauh – jauhnya
Bila tidak bisa maka kita bantu menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah;dengan demikian arkus faring,
uvula, dinding belakang faring dapat terlihat jelas
Adanya paresis/paralisis ipsilateral n. IX dan atau n. X menyebabkan asimetri dantampak melengkung ke sisi yang
sehat
Asimetri dapat diperjelas dengan menyuruh pasien bersuara, ujung uvulamenunjuk ke arah yang sehat.
c. Reflek muntah
Pembangkitan reflek ini merupakan pemeriksaan penting untuk menilai fungsikedua saraf ini
Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita periksa denganmenyentuh dinding posterior faring
dengan spatula lidah; akan timbul reflekmuntah.
6
d. Sengau
Suara yang sengau menunjukkan adanya kelumpuhan unilateral/bilateral n. IXdan atau n. X.
e. Tersedak
Merupakan gejala kesukaran menelan yang berat
Karena epiglotis mengalami paresis sehingga tidak dapat menutup baik, akibatnyamakanan masuk ke laring dan
menimbulkan reflek batuk (tersedak).
Nervus X (Vagus)
Pemeriksaan fungsi nervus vagus meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Denyut nadi
b. Arkus faring
c. Bersuara (fonasi)
d. Menelan
Nervus XI (Aksesorius)
Karena n. XI mensarafi m. sternokleidomastiodeus dan m. trapezius, maka yangdiperiksa adalah fungsi muskuli tersebut.
a. Memalingkan kepala
Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahangpasien untuk menahan gerakan tersebut
Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras
Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol;tampak konsistensiyang keras dan kontur otot yang
menonjol tegas
Tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot punlemah, timbul asimetri/tortikolis
Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk).
b. Sikap bahu
Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap bahu dan skapula
Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah skapula terletak lebihdekat ke garis tengah daripada
bagian atasnya.
Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahanelevasi bahu tersebut; jika gerakan
elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidakada berarti terdapat paresis
Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak; apakah adan gangguan retraksi bahudan elevasi humerus.
7
f. Trofi otot lidah
Pada kelumpuhan perifer, atrofi otot lebih cepat terjadi, tidak tampak lumpuh,tipis dan berkeringat. Pada kelumpuhan
sentral atrofi otot tidak tampak (yang unilateral).
g. Fasikulasi lidah
Fasikulasi merupakan kontraksi otot setempat yang halus, cepat, spontan dansejenak.
CONTOH KASUS
Seorang laki-laki umur 60 tahun, datang di rumah sakit dengan keluhan secara tiba – tiba merasa pusing berputar, penglihatan
ganda, disertai kelemahan anggota geraksebelah kiri. Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan kencing manis. Dokter melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil sementara sebagai berikut: usia lanjut dengan faktor risiko hipertensi dan diabetes
melitus, gangguan serebelar mendadak.
9
1. Penjelasan pemeriksaan yang akan dikerjakan dan tujuannya kepada
pasien
2. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada mata
seperti katarak, glaukoma, dll
3. Pemeriksa berada pada jarak 1 – 6 meter dari penderita
4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk
memeriksa mata sebelah kanan
5. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar,
maka pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan meminta
penderita menentukan arah gerakan tangan tsb
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka
digunakan cahaya lampu sente r dan meminta penderita menunjuk
asal cahaya yang disorotkan tsb
8. Menentukan visus penderita
9. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri
10. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR
11
dari 2/3 depan lidah
3. Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakan pada
secarik kertas
4. Interpretasi hasil pemeriksaan
JUMLAH SKOR
12
PEMERIKSAAN NERVUS HIPOGLOSSUS
Skor
No Komponen yang dinilai 0 1 2
1. Memeriksa adanya disartria
2. Meminta pasien membuka mulut dan inspeksi lidah dalam keadaan
diam, apakah tidak simetris, terdapat tremor atau fasikulasi
3. Meminta pasien menjulurkan lidah dan melakukan inspeksi lidah
dalam keadaan dijulurkan, bila ada kelumpuhan maka lidah akan
berdeviasi ke sisi yang sakit
JUMLAH SKOR
Keterangan :
0 = Tidak dikerjakan
1 = Dikerjakan dengan keliru
2 = Dikerjakan dengan benar
13