KK 7 - 8
KK 7 - 8
OLEH :
PKPA INDUSTRI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
Tugas Khusus 7
Menjelaskan peran bahan tambahan dalam formulasi sediaan farmasi
antara lain : dapar, pengawet, antioksidan, dan / atau bahan penolong
lainnya
Menurut PDF Tablet : 133
1) Filler atau pengisi atau pengencer tablet terdiri dari kelompok zat
heterogen yang tercantum dalam Tabel 3. Karena bahan ini sering terdiri
dari sebagian besar tablet, pemilihan bahan dari kelompok ini sebagai
pembawa obat adalah kepentingan utama. Karena kombinasi juga
merupakan kemungkinan, pertimbangan harus diberikan untuk
kemungkinan campuran. Kalsium sulfat, dihidrat, juga dikenal sebagai
terra alba atau pengisi putih salju, adalah serbuk yang tidak larut, tidak
higroskopis, agak abrasif. Merupakan pengisi tablet paling murah dan
dapat digunakan untuk berbagai macam obat asam, netral, dan basa.
Pengikat yang disarankan adalah: polimer seperti PVP dan metilselulosa,
dan juga pasta pati. Kalsium fosfat, dibasic tidak larut dalam air, sedikit
larut dalam asam encer, dan nonhigroskopis, netral, agak abrasif. putih
halus bubuk. Ini menghasilkan tablet keras yang membutuhkan
disintegran yang baik dan pelumas yang efektif. Sifatnya mirip dengan
kalsium sulfat tetapi lebih mahal daripada kalsium sulfat dan digunakan
sampai batas tertentu dalam granulasi basah.
Laktosa, juga dikenal sebagai gula susu, adalah yang tertua dan secara
tradisional merupakan pengisi yang paling banyak digunakan dalam
sejarah pembuatan tablet.
2) Binder atau Pengikat
Pengikat adalah perekat yang ditambahkan ke formulasi tablet untuk
memberikan kekompakan yang diperlukan untuk ikatan bersama butiran
di bawah pemadatan untuk membentuk tablet. Jumlah yang digunakan
harus diatur dengan hati-hati, karena tablet harus tetap utuh sampai
tertelan dan kemudian harus melepaskan obatnya.
Pengikat adalah gula atau bahan polimer. Terdiri atas dua kelas: (a)
polimer alami seperti pati atau gom termasuk akasia, tragakan, dan
gelatin. dan (b) polimer sintetik seperti polivinilpirolidon, metil dan
etilselulosa dan hidroksipropilselulosa. Pengikat dari kedua jenis dapat
ditambahkan ke campuran bubuk dan campuran dibasahi dengan air,
campuran alkohol-air, atau pelarut, atau bahan pengikat dapat
dimasukkan ke dalam larutan dalam air atau pelarut dan ditambahkan ke
bubuk.
Gelatin : Jika pengikat yang lebih kuat diperlukan, larutan gelatin 2
hingga 10% dapat digunakan. Larutan gelatin harus dibuat dengan
terlebih dahulu membiarkan gelatin untuk menghidrasi dalam air dingin
selama beberapa jam atau semalam, lalu memanaskannya hingga
campuran mendidih. Larutan gelatin harus tetap panas sampai
digunakan karena akan menjadi gel pada pendinginan. Larutan gelatin
cenderung menghasilkan tablet keras yang membutuhkan bahan
penghancur aktif.
3) Lubricant (Pelincir)
Lubrikan digunakan dalam formulasi tablet untuk memudahkan
pengeluaran tablet dari cetakan, untuk mencegah menempelnya tablet
ke pukulan, dan untuk mencegah keausan berlebihan pada punch dan
die. Lubrikan berfungsi dengan menyisipkan film kekuatan geser rendah
pada antarmuka antara tablet dan dinding die dan permukaan punch.
Pelumas harus dipilih dengan cermat untuk efisiensi dan untuk sifat-sifat
formulasi tablet. Stearat logam karena sifatnya yang kasar dan tersedia
dalam jumlah dan ukuran partikel yang kecil, mungkin merupakan
pelumas yang paling efisien dan umum digunakan. Bahan ini umumnya
tidak reaktif tetapi sedikit basa (kecuali seng), dan memiliki kelemahan
memperlambat disintegrasi dan pembubaran tablet karena sifat
hidrofobiknya. Dari logam stearat, magnesium adalah yang paling
banyak digunakan. Ini juga berfungsi sebagai glidant dan antiadherent.
4) Antiadheren
Antiadherent berguna dalam formula yang memiliki kecenderungan
untuk melekat dengan mudah. Talc, magnesium stearat, dan pati jagung
memberikan tampilan permukaan punch yang luar biasa atau sifat
antiadheren. Permukaan punch yang sangat efisien namun larut dalam
air adalah DL-Ieucine. Penggunaan minyak silikon sebagai antiadherent
telah disarankan.
5) Glidant (Pelicin)
Pada umumnya bahan yang merupakan glidan yang baik adalah
lubrikan yang buruk. Glidan dapat meningkatkan aliran granulasi dari
hopper hingga akhirnya masuk ke rongga die.
6) Desintegrant (Penghancur)
Disintegran adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bahan yang
ditambahkan ke granulasi tablet untuk tujuan menyebabkan tablet yang
terkompresi pecah (hancur) ketika ditempatkan di lingkungan berair.
Pada dasarnya fungsi utama penghancur adalah untuk menghindari
efisiensi pengikat tablet dan kekuatan fisik yang bekerja di bawah
kompresi untuk membentuk tablet. Ada dua metode yang digunakan
untuk memasukkan bahan penghancur ke dalam tablet. Metode ini
disebut penambahan eksternal dan penambahan internal. Dalam metode
penambahan internal, penghancurnya adalah dicampur dengan bubuk
lain sebelum membasahi campuran bubuk dengan larutan granulasi.
Dengan demikian, penghancur tergabung dalam granula. Ketika metode
ini digunakan, bagian dari penghancur dapat ditambahkan secara
internal dan bagian eksternal. Ini memberikan gangguan langsung pada
tablet menjadi butiran yang sebelumnya dikompresi sementara zat
penghancur di dalam butiran menghasilkan erosi lebih lanjut dari butiran
ke bubuk asli partikel. Namun demikian, metode dua langkah biasanya
menghasilkan yang lebih baik dan disintegrasi yang lebih lengkap
daripada metode biasa untuk menambahkan disintegrant ke permukaan
granulasi saja. Pati adalah penghancur tertua dan mungkin yang paling
banyak digunakan oleh industri farmasi.
7) Pewarna: Bahan pewarna dimasukkan ke dalam tablet umumnya untuk
satu atau lebih dari tiga tujuan. Pertama, warna dapat digunakan untuk
mengidentifikasi produk yang tampak serupa dalam lini produk, atau
dalam kasus di mana produk dengan penampilan serupa ada di garis
produsen yang berbeda. Ini mungkin sangat penting ketika identifikasi
produk karena masalah (karena overdosis atau keracunan dan
penyalahgunaan obat-obatan). Kedua, warna dapat membantu
meminimalkan kemungkinan campur aduk selama pembuatan. Ketiga,
dan mungkin yang paling tidak penting, adalah penambahan pewarna ke
tablet karena nilai estetika atau nilai pemasarannya
b.
c.
d.
6) Stabilitas komitmen Ketika uji stabilitas jangka panjang pada 3 batch utama
tidak dapat memenuhi kriteria stabilitas yang baik, maka harus ada komitmen
untuk melanjutkan uji stabilitas.
7) Evaluasi Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dari hasil uji secara fisika,
kimia, biologi dan mikrobiologi pada produk jadi. Tujuan dari adanya uji
stabilitas adalah untuk melihat dari minimum batch mengenai apakah
penggunaan obat dan informasi penyimpanan pada pelabelan dapat
diaplikasikan pada keseluruhan batch yang diproduksi dibawah kondisi yang
sama. Produk dapat dipasarkan ketika telah melewati uji stabilitas setelah 24
bulan dengan ketentuan :
a. Zat aktif pada produk diketahui stabil
b. Pada stabilitas studi yang dilakukan, tidak ditemukan terjadinya perubahan
yang signifikan
c. Data-data yang pendukung mengindikasikan bahwa formulasi yang sama
memenuhi kriteria stabilitas produk yang telah dilakukan selama 24 bulan
atau lebih.
d. Produsen akan melanjutkan uji stabilitas studi jangka waktu lama (long-
term studies) hingga produk jadi siap dipasarkan dan hasil produk dapat
memenuhi persyaratan pada regulasi obat nasional.
Analisis data dilakukan pada tahap evaluasi. Jika antar batch produk
memperlihatkan hasil variabilitas kecil, maka data dapat dikombinasi dengan
mengestimasi hasil dari keseluruhan produk. Pada uji statistik, produk akan
otomatis di tolak jika hasil p values lebih dari 0,25.
8) Pelabelan Informasi penyimpanan pada label dibuat berdasarkan evaluasi
stabilitas dari produk jadi, serta pada label harus tercantum tangal kadaluarsa
produk. Pada prinsipnya produk jadi harus dikemas dalam wadah atau
kemasan yang dapat menjamin stabilitas dan melindungi produk dari
kerusakan.
9) In-use stability Tujuan dari adanya uji in-use stability adalah untuk
menyediakan informasi menngenai pelabelan, kondisi penyimpanan dan
periode pemanfaatan produk setelah pembukaan dengan mempertimbangkan
volume pengisian wadah. Tes didesain untuk menstimulasikan penggunaan
produk jadi.
Evaluasi Injeksi
1) Penetapan pH
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode
indikator yang peka, elektroda kaca, dan elektrode pembanding yang
sesuai (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
2) Penetapan volume injeksi dalam wadah
Pilih salah satu atau lebih wadah, bila volume 10 mL atau lebih, 3
wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 mL dan kurang dari 10 mL, atau
5 wadah atau lebih bila volume 3 mL atau kurang. Ambil isi tiap wadah
dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali
volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21,
panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan gelembung udara dari dalam
jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu
yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk
volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang
dituang). Cara lain, isi alat suntik dapat dipindahkan ke dalam gelas piala
kering yang telah ditara, volume dalam mL diperoleh dari hasil perhitungan
berat dalam g dibagi bobot jenis cairan. Untuk sediaan dengan volume 2
mL atau kurang, dapat digabungkan untuk pengukuran dengan
menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk mengambil isi tiap
wadah. Isi dari wadah 10 mL atau lebih dapat ditentukan dengan
membuka wadah, memindahkan isi secara langsung ke dalam gelas ukur
atau gelas piala yang telah ditara (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satu per satu, atau bila wadah volume 1 mL dan 2 mL, tidak kurang dari
jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung. Untuk
injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera
kocok baik-baik sebelum memisahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25°
sebelum pengukuran volume (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
3) Bahan partikulat dalam injeksi
Bahan partikulat berupa zat asing yang bergerak dan asalnya tidak
tentu, kecuali gelembung gas, yang tidak dapat dikuantitasi dengan
analisis kimia karena jumlah materinya yang kecil dan komposisi yang
heterogen. Pengujian yang disebutkan di sini adalah uji fisika yang
bertujuan menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran
tertentu (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020)
Boleh diberi minum setiap saat, tetapi terbatas. Jika termistor pengukur
suhu rektum digunakan untuk pengujian, kelinci diletakkan dalam
penyekap yang dapat menahan kelinci dengan leher yang longgar
sehingga dapat duduk dengan bebas. Tetapkan suhu kontrol dari tiap
kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji. Suhu
tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan suhu
yang dihasilkan dari penyuntikan larutan uji. Dalam setiap kelompok
kelinci uji, gunakan kelinci yang mempunyai perbedaan suhu kontrol
antara satu dengan lainnya tidak lebih dari 1°, dan suhu kontrol setiap
kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°. Kecuali dinyatakan lain pada masing-
masing monografi, suntikkan 10 mL larutan uji per kg berat badan
kedalam vena telinga setiap tiga kelinci, lakukan penyuntikan dalam waktu
10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang perlu dikonstitusi sesuai etiket,
atau bahan uji yang diperlakukan dan disuntikkan sesuai dosis tersebut.
Untuk uji pirogen dari alat atau perangkat injeksi, gunakan cucian atau
bilasan permukaan yang kontak dengan bahan yang diberikan secara
parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan
uji harus terjamin bebas kontaminasi. Lakukan penyuntikan setelah larutan
uji dihangatkan pada suhu 37 ± 2°. Rekam suhu berturut-turut antara jam
ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit
(Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
apabila tidak ada satupun kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5°
atau lebih. Bila ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau
lebih, lanjutkan uji menggunakan lima ekor kelinci lain. Sediaan memenuhi
syarat bebas pirogen bila tidak lebih dari 3 dari 8 ekor masing- masing
menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3° (Farmakope Indonesia Ed. VI,
2020).
10) Uji endotoksin
Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi atau mengkuantitasi
endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji.
Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang
diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus
polyphemus atau Tachypleus tridentatus) dan dibuat khusus sebagai
pereaksi LAL. Terdapat dua tipe teknik uji, teknik pembentukan jendal gel
dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri,
yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian
substrat endogen, dan metode kromogenik yang didasarkan pada
pembentukan warna setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-
peptida sintetik. Lakukan salah satu dari teknik tersebut. Jika terjadi
keraguan, maka keputusan akhir didasarkan pada hasil Teknik
Pembentukan Jendal Gel (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
Cara jendel gel dilakukan dengan menghitung jumlah endotoksin
bakteri dalam larutan sampel dengan cara titrasi hingga titik akhir. Siapkan
larutan A (larutan sampel dari sediaan uji yang bebas endotoksin), Larutan
B (larutan sampel dari uji faktor pengganggu), Larutan C (larutan pereaksi
dari kontrol kepekaan pereaksi LAL sesuai etiket, dan Larutan D (Kontrol
negatif air pereaksi LAL). Campur pereaksi LAL dengan larutan baku dari
masing-masing konsentrasi dalam tabung uji dengan volume yang sama
(0,1 mL). Jika digunakan vial atau ampul uji tunggal berisi pereaksi LAL
kering beku, tambahkan larutan langsung ke dalam vial atau ampul.
Inkubasi campuran reaksi dalam waktu yang tetap sesuai dengan petunjuk
produsen pereaksi LAL (biasanya 37 0 ± 10, selama 60 ± 2 menit), hindari
getaran. Untuk menguji integritas gel, ambil setiap tabung langsung dari
inkubator dan balikkan 1800 secara perlahan-lahan. Jika telah terbentuk
gel yang kuat, yang tetap di tempatnya walaupun telah dibalik, catat
sebagai hasil positif. Jika gel tidak terbentuk atau gel yang terbentuk jatuh
ketika dibalik, maka hasil dinyatakan negatif. Uji dinyatakan absah, jika
larutan baku konsentrasi terendah memberikan hasil negatif pada semua
replikasi uji (Farmakope Indonesia Ed. VI, 2020).
Metode turbidimetri mengukur peningkatan kekeruhan. Berdasarkan
prinsip pengujian yang digunakan, teknik ini diklasifikasikan menjadi
turbidimetri titik akhir dan turbidimetri kinetik. Cara turbidimetri titik akhir
didasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar endotoksin dan
kekeruhan (serapan atau transmisi) dari campuran reaksi pada akhir masa
inkubasi. Cara turbidimetri kinetik dapat dilakukan dengan dua cara:
mengukur waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai serapan yang
telah ditetapkan atau kecepatan pembentukan kekeruhan. Metode
kromogenik mengukur kromofor yang dilepaskan dari peptida kromogenik
yang sesuai, yang dihasilkan dari reaksi antara endotoksin dengan
pereaksi LAL. Berdasarkan prinsip pengujian yang digunakan, teknik ini
diklasifikasikan sebagai teknik kromogenik titik akhir atau kromogenik
kinetik. Cara kromogenik titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif
antara kadar endotoksin dan pelepasan kromofor pada akhir masa
inkubasi. Cara kromogenik kinetik dapat dilakukan dengan mengukur
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai serapan yang telah
ditentukan atau kecepatan pembentukan warna (Farmakope Indonesia
Ed. VI, 2020).