UNIVERSITAS BENGKULU
2021
NPM : E1F017031
HARI/TANGGAL :
WAKTU :
Aplikasi Kapur untuk Menurunkan Kelarutan Kadmium pada Entisols dan Inceptisols
Salma Auliya Riyani 1, Abimanyu Dipo Nusantara 2, Zainal Muktamar3
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
2
Dosen Pembimbing Utama
3
Dosen Pembimbing Pendamping
ABSTRAK
Upaya pertanian konvensional dalam jangka panjang dapat menurunkan kesuburan tanah.
Salah satunya disebabkan oleh penggunaan pupuk sintetik berbahan fosfat yang memicu
akumulasi Cd di dalam tanah. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan perbaikan terhadap tanah
salah satunya dengan penggunaan kapur. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh
pengaplikasian 2 jenis kapur yaitu dolomit dan Ca(OH) 2 untuk mengurangi kelarutan Cd pada
Entisols dan Inceptisols. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2021 - April 2021
bertempat di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis kapur
yaitu C1 = kontrol; C2 = Dolomit; C3 = Ca(OH)2, sedangkan faktor kedua adalah contoh tanah
yaitu S1 = Entisols dan S2 = Inceptisols. Entisols diambil dari Kecamatan Muara Bangkahulu,
Kota Bengkulu dan Inceptisols diambil dari Kecamatan Air Nipis , Kabupaten Bengkulu Selatan.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga satuan percobaan pada penelitian ini
berjumlah 18 satuan percoban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa perlakuan jenis
kapur berpengaruh nyata terhadap Al-dd dan KTK yaitu aplikasi kapur dapat menurunkan kadar
Al-dd dan menaikkan KTK tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pH, suhu tanah, dan Cd.
Salah satu unsur logam berat ialah Cd. Kadmium merupakan logam yang bersifat toksik
yang sering ditemukan dalam kegiatan industri dan digunakan secara intensif dalam proses
electroplating. Didalam industri, Cd dikombinasikan dengan unsur lain seperti oksigen
(kadmium oxide), chlor (kadmium chloride) atau belerang (kadmium sulfide). Umumnya, Cd
merupakan hasil sampingan dari pengecoran seng, timah atau tembaga. Akumulasi Cd yang
sangat tinggi pada makhluk hidup dapat menyebabkan terganggunya sistem pernapasan dan
pencernaan karena Cd mudah diadsorpsi. Kadmium yang berada di perairan bersumber dari
terjadinya erosi tanah dan pelapukan batuan induk (Irianti et al., 2017). Hasil penelitian
akumulasi kadar Cd pada ikan bandeng yang dilakukan oleh Haeriah (2018) menunjukkan bahwa
akumulasi kadar Cd tertinggi terletak pada organ ginjal makhluk hidup yaitu sebesar 0,1070
ppm, sedangkan pada organ hati sebanyak 0,1003 ppm, organ usus sebanyak 0,0665 ppm, dan
otot sebanyak 0,0451 ppm.
Logam berat merupakan komponen alami di tanah sehingga bersifat tidak dapat
didegradasi (non degradable). Akibatnya distribusi Cd dilingkungan akan terakmulasi di dalam
tanah dan mengendap selama beberapa dekade (Irianti et al., 2017). Akan tetapi, kebutuhan akan
lahan produktif terus meningkat namun ketersediannya semakin berkurang akibat terjadinya
pencemaran oleh logam berat. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan perbaikan untuk
mengurangi kadar logam berat didalam tanah melalui proses pengapuran yang salah satunya
berfungsi untuk meningkatkan pH tanah yang terkontaminasi logam berat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengapuran mampu menaikkan pH pada tanah yang memiliki pH rendah
akibat keracunan logam berat (Bukhari et al., 2020). Hasil penelitian lain juga menunjukkan
bahwa tanah yang memiliki pH yang baik yaitu 6,5-7,0 memiliki kandungan Cd yang lebih
rendah dari batas kritis di dalam tanah yaitu 0,5 ppm (Redu et al., 2020).
Kapur yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar logam berat terutama Cd yaitu
dolomit (CaMg(CO3)2) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Pemberian kapur kedalam tanah dapat
menambah unsur hara Ca kedalam tanah. Bukhari et al. (2020) menyebutkan bahwa dengan
adanya penggunaan kapur dolomit, kation Ca dan Mg mampu meningkatkan penyerapan ion
phospat dan ion phospat dari pupuk sintetik SP-36 dapat memacu penyerapan ion Ca dan Mg.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya interaksi. Sedangkan kapur kalsium hidroksida biasanya
digunakan untuk stabilisasi tanah yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah yang telah
rusak, selain itu kapur kalsium hidroksida ini juga dikenal sebagai kapur mati (slake lime) (Anam
et al., 2020).
Entisols merupakan tanah yang memiliki solum sangat dangkal, kandungan bahan organik
yang rendah, serta retensi air dan haranya pun rendah (Berek et al., 2017). Entisols juga disebut
sebagai tanah yang muda sehingga cukup peka terhadap erosi. Sedangkan Inceptisols merupakan
tanah yang memiliki tekstur lempung, pH tanah masam hingga alkali, kandungan hara sedang,
dan kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi. Nurdin (2012) menyebutkan
berdasarkan sifat-sifat tersebut inceptisols masih berpotensi untuk budidaya tanaman pangan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2021 - April 2021 bertempat di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor.
Faktor pertama adalah pemberian 2 jenis kapur yaitu dolomit dan Ca(OH) 2 serta perlakuan
kontrol (tanpa kapur) dengan dosis optimum masing-masing kapur yaitu 2
ton/ha(Nduwumuremyi, 2013). Faktor kedua adalah contoh tanah yaitu Entisols dan Inceptisols.
Entisols diambil dari Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu dan Inceptisols dari
Kecamatan Air Nipis , Kabupaten Bengkulu Selatan. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali, sehingga satuan percobaan pada penelitian ini berjumlah 18 satuan percoban.
Contoh tanah terdiri atas Entisols dan Inceptisols. Sebanyak 2 kg Entisols diambil dari
Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu dan 2 kg Inceptisols diambil dari Kecamatan Air
Nipis , Kabupaten Bengkulu Selatan. Contoh tanah diambil secara komposit dari 5 titik pada
kedalaman 0-20 cm, kemudian dikering anginkan, diayak dengan ayakan 2 mm. Sebagian
contoh tanah diayak dengan ayakan 0,5 mm dan dianalisis Cd, Al-dd, pH, Ca, Mg, KTK dan
tekstur tanah. Contoh tanah tidak terusik juga diambil menggunakan ring sampel untuk
mengukur BV dan kadar lengas kapasitas lapang.
Tanah sebanyak 300 g ditambahkan Cd sebanyak 100 ppm, lalu ditambahkan 2 jenis
kapur yaitu dolomit dan Ca(OH)2 masing-masing 2 ton/Ha dan dimasukkan kedalam toples
kemudian ditambahkan aquades sampai kapasitas lapang. Semua sampel diletakkan secara acak
di laboratorium. Tanah diinkubasi selama 2 bulan dan dipelihara pada kapasitas lapang. Selama
inkubasi, kadar lengas dipertahankan dengan menambah aquades setiap hari dan pH dan suhu
tanah dimonitor setiap minggu.
Contoh tanah akhir diambil setelah 2 bulan (akhir penelitian), kemudian dikering
anginkan lalu diayak dengan ayakan 0,5 mm dan dianalisis pH tanah, Al-dd, KTK dan Cd.
2.4.1. pH
Suhu tanah diukur setiap minggu selama inkubasi menggunakan thermometer tanah
(Hazelton dan Murphy, 2007).
Analisis kadar Al-dd dilakukan pada akhir penelitian menggunakan metode titrasi setelah
ekstraksi dengan KCl 1 N (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Analisis kandungan KTK dilakukan pada akhir penelitian menggunakan metode destilasi
(Balai Penelitian Tanah, 2005).
2.4.5. Cd
Pengukuran Cd dilakukan pada akhir penelitian dengan alat AAS menggunakan deret
standar sebagai pembanding (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian (ANAVA) pada
taraf 5%, dan dilanjutkan dengan uji DMRT.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel F-hitung
Pengamatan
Jenis Kapur Contoh Tanah Interaksi KK (%)
pH H2O
5.2
5.1
5 4,90 b
4.9
4.8
4.7
4.6
Entisol Inceptisol
Selain contoh tanah, jenis kapur juga mempengaruhi pH tanah (Gambar 2). Reaksi kapur
(dolomit) didalam tanah akan menghasilkan Ca2+ dan Mg2+yang dapat menggantikan ion Al3+
pada koloid tanah. Kiswanto et al. (2020) menyebutkan bahwa penggunaan dolomit mampu
menetralkan air asam dan mengendapkan logam-logam terlarut sehingga konsentrasi Cd
berkurang. Reaksi menunjukkan 1 mol ion dolomit dapat menetralkan 2 mol ion asam. Hasil
penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan dolomit sangat efektif dalam memperbaiki
sifat kimia tanah yang buruk terutama pada tanah yang memiliki tingkat kemasaman yang tinggi
(Maulana et al., 2020).
Selain dolomit, kapur Ca(OH)2 juga berperan dalam meningkatkan pH tanah sebab kapur
Ca(OH)2 dapat menghasilkan ion OH- yang menyebabkan pH meningkat. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Arya dan Rodiah (2020) menyatakan bahwa semakin banyak
dosis larutan kapur Ca(OH)2 yang ditambahkan kedalam air yang asam akan semakin meningkat
pH air tersebut. Selain menaikkan pH tanah, kapur Ca(OH) 2 juga dapat menurunkan kelarutan
Cd didalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan larutan kapur Ca(OH) 2 dapat
menurunkan kosentrasi logam berat pada air asam tambang (Stefany, 2019). Berdasarkan
Gambar 2 Ca(OH)2 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan pH dibandingkan
kontrol. pH tanah pada perlakuan Ca(OH)2 mengalami peningkatan 5,8% dibandingkan kontrol.
5.35
5.3 5.29 b
5.25
5.2 5,19 ab
pH H2O
5.15
5.1
5.05
5.00 a
5
4.95
4.9
4.85
Kontrol Dolomit Ca(OH)2
Pengamatan pH tanah berdasarkan pengaruh jenis kapur pada setiap minggunya dapat
dilihat pada Gambar 3.
6.30
6.10
5.90
5.70
5.50
5.30
5.10
4.90
4.70
4.50
1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah cenderung meningkat mulai minggu pertama
hingga minggu ke-4, namun cenderung menurun pada minggu ke-5 hingga ke-8. Selama
inkubasi, pH sampel yang diberi perlakuan dolomit dan Ca(OH) 2 mengalami kenaikan lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Kecenderungan penurunan pH dari minggu ke-5 hingga minggu ke-
8 karena terjadinya buffering capacity sehingga ion-ion yang terlepas masuk kembali kedalam
larutan tanah sehingga pH tanah kembali turun. Kenaikan pH kontrol pada minggu pertama
hingga minggu ke-4 kemungkinan disebabkan oleh keadaan tanah yang selalu tergenang akibat
pemberian air kedalam tanah secara terus menerus sehingga menyebabkan kondisi anaerob dan
terjadinya reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Reduksi Fe menyebabkan satu ion OH- terlepas ke larutan
tanah sehingga pH meningkat.
3.4 Suhu
Pengaruh pemberian kapur terhadap suhu pada Entisols dan Inceptisols yang diberi Cd
tersaji pada tabel 3.
Tabel 3. Suhu tanah selama 8 minggu inkubasi
Entisols (dalam ℃ )
Jenis Kapur
1 2 3 4 5 6 7 8
Inceptisols (dalam ℃ )
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa jenis kapur dan contoh tanah tidak
berpengaruh nyata terhadap suhu tanah (Tabel 2). Secara umum suhu tanah berkisar antar 26°C
hingga 27°C . Pemberian kapur, contoh tanah, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap suhu tanah berdasarkan hasil analisis varians.
3.5 Al-dd
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa contoh tanah berpengaruh nyata terhadap Al-
dd dimana Entisols yang tercemar Cd memiliki Al-dd lebih rendah dibandingkan Al-dd pada
Inceptisols. Hal terjadi karena berdasarkan data awal (Tabel 1) Entisols sejak awal memang
memiliki kandungan Al-dd lebih rendah dibandingkan Inceptisols.
1.20
1.01 b
Al-dd (me/100g)
1.00
0.80 0.71 a
0.60
0.40
0.20
0.00
Entisols Inceptisols
Selain pengaruh contoh tanah, hasil penelitian juga menunjukkan pemberian kapur
menyebabkan kandungan Al-dd pada 2 contoh tanah yang diinkubasi mengalami penurunan.
Pemberian kapur secara nyata menurunkan Al-dd (Tabel 2). Al-dd pada perlakuan dolomit dan
Ca(OH)2 mengalami penurunan masing-masing 22,5% dan 24,5% dibandingkan kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan penggunaan kapur sebagai amelioran pada tanah masam efektif untuk
meningkatkan ketersediaan hara, menurunkan kemasaman tanah, Al-dd dan kejenuhan Al
(Paripurna et al., 2017).
1.20
1.02 a
1.00
Al-dd (me/100g)
0.79 b 0.77 b
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Kontrol Dolomit Ca(OH)2
Selama inkubasi, sampel yang diberi perlakuan dolomit dan Ca(OH) 2 memiliki
kandungan Al-dd lebih rendah dibandingkan kontrol. Rendahnya kandungan Al-dd disebabkan
oleh ion OH- yang dihasilkan oleh kapur akan bereaksi dengan ion H, Al dan Fe membentuk H 2O
dan Al(OH)3 atau Fe(OH)3 yang mengendap. Hal ini sejalan dengan penelitian Sudaryono et al.
(2011) yang menyatakan bahwa amelioran mineral (dolomit, kapur, zeolit) efektif
mendetoksifikasi Al dan Fe melalui proses pengendapan, dalam bentuk Al(OH)3 dan Fe(OH)3.
Hasil analisis varians juga menunjukkan bahwa jenis kapur berpengaruh nyata terhadap
penurunan Al-dd (Tabel 2) . Kedua jenis kapur memiliki efektivitas yang sama terhadap
penurunan Al-dd yang ditunjukkan dengan notasi yang sama.
3.6 KTK
Kapasitas Tukar Kation tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain pH
tanah, tekstur tanah, jenis mineral liat, bahan organik tanah, pengapuran dan pemupukan
(Arviandi et al., 2015).
19.5
18.84 a
19
KTK (Cmol(+)/kg
18.5
18
17.5
16.92 a
17
16.5
16
15.5
Entisols Inceptisols
Contoh tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kecenderungan terhadap kenaikan
KTK tetapi tidak signifikan. Inceptisols cenderung memiliki mengalami kecenderungan kenaikan
KTK lebih tinggi dibandingkan Entisols. Hal terjadi karena berdasarkan data awal (Tabel 1)
Entisols sejak awal memang memiliki KTK lebih rendah dibandingkan Inceptisols dan juga
memiliki pH tergolong masam dan Al-dd yang sangat rendah. Kadar liat Inceptisols juga lebih
tinggi dibandingkan Entisols yang mana Ida Suryani (2014) menyebutkan bahwa semakin tinggi
kadar liat tanah maka semakin tinggi nilai KTK tanah. Penelitian lain menunjukkan bahwa hal
ini terjadi dikarenakan kisaran KTK pada Inceptisols sangat lebar (Munir, 1995).Selain itu, hasil
analisis varians menunjukkan bahwa sampel tanah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai KTK
dan juga kadar Ca dan Mg Inceptisols pada analisis awal sedikit lebih tinggi dibandingkan
Entisols (Tabel 1).
25
20.22 b
KTK (Cmol(+)/kg)
20 18.81 b
14.62 a
15
10
0
Kontrol Dolomit Ca(OH)2
Gambar diatas menunjukkan pemberian dolomit dan Ca(OH)2 dapat menaikkan KTK tanah.
Analisis KTK dilakukan setelah sampel tanah tercemar Cd diinkubasi selama 2 bulan. Setelah
inkubasi, sampel yang diberi perlakuan dolomit dan Ca(OH)2 memiliki KTK lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa selain menurunkan kandungan Al-dd,
dolomit danCa(OH)2 juga efektif meningkatkan KTK. Peningkatan KTK terjadi disebabkan
karena adanya variable charge yaitu suatu kondisi dimana bila pH aktual (pH H 2O) di atas
muatan titik nol maka tanah akan bermuatan negatif sehingga akan mempunyai kemampuan
untuk menukarkan kation (mempertukarkan suatu kation positif yang satu dengan yang lainnya)
(Appel et al., 2002). Selain itu, peningkatan KTK juga dipengaruhi oleh peningkatan pH dan
kandungan kation basa dapat ditukar (Ca, Mg, K dan Na) (Nugroho et al., 2020). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian (Ca2+) dari kapur berpengaruh nyata terhadap pH tanah,
kejenuhan Al, Fe tersedia, Ca tertukar, Mg tertukar, peningkatan KTK, P tersedia, N total, dan K
tertukar dalam beberapa waktu (Novitasari, et al., 2019). Penelitian lain juga menunjukkan
bahwa dolomit memberikan perbedaan yang sangat nyata pada pH, P-tersedia, peningkatan KTK
dan penurunan Al-dd (Emaliana et al., 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ilham et al., (2021) yaitu karakteristik kimia amelioran dari formulasi kapur berpengaruh
nyata terhadap KTK. Berdasarkan Gambar 7 kedua jenis kapur memiliki notasi yang sama pada
uji lanjut DMRT pada taraf 5%, artinya kedua jenis kapur memiliki efektivitas yang sama
terhadap kenaikan KTK.
3.7 Kadmium
63.00
62.46 a
62.50
62.00
61.50
Cd (ppm)
61.00
60.52 a
60.50
60.00
59.50
Entisols Inceptisols
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa contoh tanah tidak berbeda nyata terhadap
kelarutan Cd. Berdasarkan gambar diatas sampel tanah mengalami kecenderungan terhadap
penurunan kelarutan Cd namun tidak signifikan.
66.00
65.00 64.65 a
64.00
Cd (ppm)
63.00
62.00
60.85 a
61.00
60.00 58.97 a
59.00
58.00
57.00
56.00
Kontrol Dolomit Ca(OH)2
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa jenis kapur tidak berbeda nyata terhadap
kelarutan Cd. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kapur bereaksi terlebih dahulu dengan Al
dan terjadi penurunan Al-dd (Gambar 5) dan baru menurunkan kelarutan Cd tanah. Aplikasi
kapur lebih cenderung menurunkan kandungan Al-dd terlebih dahulu dibandingkan menurunkan
kelarutan Cd tanah. Berdasarkan Gambar 9, selama inkubasi sampel yang diberi perlakuan
dolomit dan Ca(OH)2 memiliki kelarutan Cd lebih rendah dibandingkan kontrol. Menurut
Rusdiana et al. (2015) penggunaan kapur dapat meningkatkan pH dan mengurangi kandungan-
kandungan logam berat karena adanya reaksi pertukaran ion Al oleh Ca .
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kedua contoh tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki karakteristik
kimia dan fisik yang berbeda. Entisols memiliki pH H2O lebih tinggi dibandingan Inceptisols
dan Al-dd pada Entisols lebih rendah dibandingkan Inceptisols, tetapi contoh tanah tidak
berpengaruh nyata terhadap suhu tanah, KTK, dan Cd tidak berbeda pada kedua contoh
tanah.. Pemberian kapur dolomit dan Ca(OH)2 dapat menurunkan Al-dd dan menaikkan KTK
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pH, suhu tanah, dan kelarutan Cd. Kapur Ca(OH)2 lebih
efektif menaikkan pH dibandingkan dolomit.
4.2 Saran
Anam. (2020). Pengaruh porositas terhadap kuat tekan bebas dari stabilitas tanah dengan kapur.
Jurnal civilla,5 (2) : 452-459.
Appel. (2002). Point of zero charge determination in soils and minerals via traditional methods
and detection of electroacoustic mobility. Geodema, 113 : 77-93.
Arviandi. (2015). Evaluasi sifat kimia tanah inceptisol pada kebun inti tanaman gambir (Uncaria
gambir Roxb.) di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. Jurnal Online
Agroekoteknologi, 3 (4) : 1329-1334.
Arya Buana Sakti, S. R. (2020). Penentuan dosis penggunaan kapur (Ca(OH) 2) pada penetralan
air minum di instalasi pengolahan air minum ogan. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi Terapan, 3 (1) : 594-598.
Balai Penelitian Tanah. (2005). Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan PertanianPertanian Departemen Pertanian.
Balai Penelitian Tanah. (2009). Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan PertanianPertanian Departemen Pertanian.
Berek. (2017). Perbaikan pertumbuhan dan hasil kacang tanah di tanah entisol semiarid melalui
aplikasi biochar. Jurnal Pertanial Konservasi Lahan Kering, 56-58.
Bukhari. (2020). Pengaruh pengapuran dan pemupukan fosfor pada tanah yang sering tergenang
terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.). JAR, 3 (2) : 95-105.
Emaliana. (2017). Pengaruh waktu inkubasi kapur dan abu sekam terhadap perubahan beberapa
sifat kimia ultisol. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsiyah, 2 (4) : 536-546.
Haeriah. (2018). Analisis kandungan logam berat kadmium (Cd) pada ikan bandeng (Channos
channos) di pertambakan Kecamatan Pangkajene. Jurnal Teknosains, 12 (2) : 176-188.
Handayanto. (2017). Fitoremediasi dan Phytomining Logam Berat Pencemar Tanah. Malang:
Universitas Brawijaya Press.
Hazelton, P., B. Murphy. (2007). Interpreting soil test results. NSW Department of
Natural Resourches. CSIRO Publishing.
Ilham. (2021). Pengaruh aplikasi amelioran dari formulasi limbah batubara (fly ash dan bottom
ash) dan sampah pasar dengan kapur terhadap pH, KTK dan P tersedia ultisols dan
gambut. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 8 (1) : 239-247.
Irianti. (2017). Logam Berat dan Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Juhriah. (2017). Respon pertumbuhan tanaman jengger ayam merah (Celosia plumosa (Voss)
Burv.) pada tanah tercemar logam berat kadmium (Cd). Jurnal Ilmu Alam dan
Lingkungan, 8 (15) : 22 -28.
Kiswanto. (2020). Analisis logam berat (Mn, Fe , Cd), sianida dan nitrit pada air asam tambang
batu bara. Jurnal Litbang Kota Pekalongan, 18 : 20-26.
Maulana. (2020). Pengaruh berbagai jenis kapur dalam aplikasi pengapuran untuk memperbaiki
sifat kimia ultisol. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 7 (2) : 209-214.
Nduwumuremyi, A. (2013). Soil acidification and lime quality: sources of soil acidity, effects on
plant nutrients, efficiency of lime and liming requirements. RRJAAS, 2 (4) : 26-34.
Nining, J. (2020). Identifikasi pencemaran tanah lapisan atas berdasarkan nilai suseptibilitas
magnetik pada zona penggunaan lahan berbeda di Kota Padang. Skripsi, 1-45.
Novitasari. (2019). Pengaruh dosis berbagai sumber pupuk kalsium terhadap pertumbuhan awal
tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple Lampung. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan, 6 (1) : 1065-1074.
Nugroho. (2020). Respon partikel nano abu vulkanik dan batuan fosfat terhadap beberapa sifat
kimia tanah inceptisol Cilembu, Jawa Barat. Jurnal Tanah dan Iklim, 44 (2) : 109-116.
Nurdin. (2012). Morfologi, sifat fisik, dan kimia tanah inceptisols dari bahan lakustrin
Paguyaman-Gorontalo kaitannya dengan pengelolaan tanah. JATT, 1 (1) : 13-22.
Paripurna. (2017). Respon aplikasi kapur terhadap beberapa sifat kimia tanah lahan pasang surut.
Jurnal Lahan Suboptimal, 6 (1) : 59-70.
Rasman, R. d. (2019). Analisa kandungan kadmium (Cd) pada bawang merah (Allium cepa) di
Kelurahan Mataran Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Jurnal Sulolipu : Media
Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat, 19 (2) : 239-245.
Redu. (2020). Analisis Ketersediaan kadmium di tanah dan beras yang terdapat di Desa
Detusoko Barat. AGRICA : Journal of Sustainable Dryland Agriculture, 13 (2) : 117-124.
Rusdiana. (2015). Optimasi peningkatan kualitas air sumur gali menjadi bahan baku air minum
dengan menggunakan kombinasi zeolit dan kapur tohor. EnviroScienteae, 11 : 54-65.
Stefany, Indria. (2019). Penurunan Fe, Mn dan TSS pada air asam tambang PT. Kaltim Prima
Coal dengan metode koagulasi-flokulasi menggunakan Ca(OH)2. Skripsi thesis. ITN
Malang.
Sudaryono. (2011). Efektivitas kombinasi amelioran dan pupuk kandang dalam meningkatkan
hasil kedelai pada tanah ultisol. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 30 (1) : 43-51.
Suryani, I. (2014). Kapasitas tukar kation (KTK) berbagai kedalaman tanah pada areal konversi
lahan hutan. Jurnal Agrisistem, 10 (2) : 99-106.
LAMPIRAN
Denah Percobaan
Keterangan:
C2 : dolomit
C3 : Ca(OH)2
S1 : Entisols
S2 : Inceptisols
Ulangan