Anda di halaman 1dari 10

Efektifitas Pisang Kepok Terhadap Logam Berat

EFEKTIFITAS KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminate) SEBAGAI


TEKNOLOGI FILTER PENJERNIHAN SEDERHANA TERHADAP
AIR YANG TERCEMAR TEMBAGA (Cu) DAN TIMAH (Pb)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota digunakan untuk
berbagai keperluan. Seperti untuk air minum, memasak, mencuci dan sebagainya yang harus
diperhatikan. Cara senjernihan air perlu diketahui karena semakin banyak air yang tercemar
limbah umah tannga maupun limbah industri (Samia, 1981). Peraturan Pemerintah nomor 82
tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pencemaran air menyatakan bahwa,
pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas perairan turun sampai
pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Peraturan ini menyatakan bahwa pencemaran harus ditanggulangi dan
penanggulangannya adalah merupakan kewajiban semua pihak. Permasalahan ekologis yang
menjadi perhatian utama pada saat ini adalah menurunnya kualitas perairan oleh masuknya
bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti sampah pemukiman,
sedimentasi dan siltrasi, industri, pemupukan serta pestisida (Marganof, 2007).
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan, tambang vulkanik
dan lain-lain. Logam berat termasuk dalam kelompok pencemar, hal itu dikarenakan adanya
sifat-sifat logam berat yang tidak terurai dan mudah diabsorbsi serta memiliki sifat yang
membahayakan. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ni
dan Zn. Logam akan berbahaya jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam
tertentu akan berbahaya apabila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan. Hal
itu dikarenakan logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup (Sony, 2009).
Menurut Marganof (2007) menyatakan kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh
adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut,
bakteri, plankton dan organisme lainnya. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan
usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
Kulit pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang cukup banyak
jumlahnya. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai
limnah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi dan
kerbau. Jumlah dari kulit pisang cukup banyak yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum
dikupas. Kulit pisang juga menjadi salah satu limbah dari industri pengolahan pisang, namun
bisa dijadikan teknologi dalam penjernihan air (Lubis, 2012).
Metode yang telah dikembangkan untuk menghilangkan atau mengurangi logam berat
dari air termasuk penyaringan, penyaringan sentrifugasi, mikro dan ulntra filtrasi, kristalisasi
sedimentasi dan pemisahan gravitasi, flotasu, curah hujan, koagulasi, oksidasi dialisis elektro,
elektrolisis dan adsorbsi. Penyerapan karbon aktif adalah metode yang paling
menguntungkan filtrasi logam berat. Hal ini sebagian karena penggunaan yang universal,
dimana karbon aktif dapat digunakan untuk menyerap anorganik serta organik yang tercemar.
Karbon aktif tidak digunakan dalam skala besar karena biaya produksi yang tinggi (Hewwet
et al., 2011).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana efektifitas kulit pisang (Musa acuminate) sebagai teknologi filter sederhana
dalam proses penjernihan air?
2. Bagaimana kandungan kulit pisang (Musa acuminate) dalam mempengaruhi mekanisme
penjernihan air untuk mengurangi pencemaran perairan?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk mengkaji:
1. Efektifitas kulit pisang (Musa acuminate) sebagai teknologi filter sederhana dalam proses
penjernihan air
2. Kandungan yang dimiliki kulit pisang (Musa acuminate) dapat mempengaruhi mekanisme
penjernihan air untuk mengurangi pencemaran perairan.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh adalah memberikan informasi ilmiah mengenai efektivitas
kulit pisang (Musa acuminate) sebagai teknologi filter sederhana penjernihan air dalam upaya
mengatasi pencemaran perairan.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dapat difokuskan pada penerapan kulit pisang (Musa acuminate) pada
warga-warga untuk menjernihkan air yang terlihat keruh.

BAB II. METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan
Objek penulisan makalah ini adalah kulit pisang (Musa sp.) sebagai teknologi filter sederhana
untuk menjernihkan perairan yang tercemar oleh tembaga (Cu) dan timah (Pb).

B. Dasar pemilihan Objek


Penulis mengambil dasar pemilihan objek mengenai kulit pisang (Musa acuminate) yang
dapat mengikat unsur tembaga (Cu) dan timah (Pb) yang merupakan sumber pencemar pada
perairan.

C. Metode Pengumpulan Data


Metode Pengumpulan data pada penulisan makalah ini adalah studi literatur. Studi literatur
ini berperan sebagai landasan teori maupun analisa pembahasan terhadap masalah yang perlu
dipecahkan. Adapun sumber-sumber yang dapat digunakan seperti jurnal-jurnal ilmiah,
laporan hasil penelitian, artikel ilmiah, textbook ataupun sumber-sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.

D. Metode Analisis
Menggunakan metode deskriptif analitis: Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta
dan data yang ada. Menganalisis berdasarkan pustakan dan data pendukung: mencari
alternative pemecahan masalah.

III. ANALISIS PERMASALAHAN

A. Pembahasan
Menurut Rinawati dkk (2008), menyebutkan bahwa salah satu bahan pencemar yang
sering ditemukan di lingkungan perairan adalah logam berat. Logam berat yang telah
mencemari suatu perairan akan terakumulasi dalam sedimen dan organisme melalui proses
gravitasi, bio-konsentrasi, bio-akumulasi, dan bio-magnifikasi. Urutan toksisitas logam berat
adalah: Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+> Pb2+> As2+> Cr2+> Sn2+> Zn2. Kadar ini akan meningkat
bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak mengandung
logam berat masuk ke lingkungan laut. Beberapa daerah yang kaya akan industri, sayur-
sayuran, ikan-ikan mengandung logam berat. Apabila makanan tersebut dikonsumsi secara
terus menerus, maka logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan
kanker, atau penyakit lain seperti gangguan ginjal, sistem saraf pusat, saluran pencernaaan,
pernafasan, darah, kulit, sistem endokrin, dan kardiovaskuler. Hal itu dikarenakan logam
berat tersebut bersifat kumulatif, akan menumpuk dalam jumlah banyak dalam tubuh jika kita
sering mengkonsumsi makanan yang mengandung logam berat tersebut (Suyanto dan
Koesmantoro, 2010).
Logam berat dapat dikelola dengan cara sederhana yaitu memanfaatkan arang
tempurung kelapa atau serbuk gergaji dari berbagai kayu, atau menggunakan tanaman seperti
enceng gondok, kayu apu, kangkung, serta semanggi air. Bisa juga memanfaatkan
mikroorganisme seperti Escherichia coli, Theobacillius ferooxidan, bacillus,sp dapat
digunakan untuk mengeliminir Pb. Karbon aktif atau arang tempurung kelapa (cocos
nucefera L) memiliki kemampuan menyerap atau mengeliminir Cd dalam larutan sebesar
64,06 persen. Serbuk gergaji kayu sengon (albizzia falcata) menyerap Pb sebesar 0,15
mg/gram atau menurunkan kadar Pb sebesar 35,81 persen (Suyanto dan Koesmantoro, 2010).
Logam tembaga (Cu) merupakan salah satu logam essensial yang diperlukan makhluk
hidup dalam pertumbuhannya. Cu banyak terdapat dalam air, tanah, dan udara baik dalam
bentuk ion maupun persenyawaan. Semakin meningkatnya aktifitas dan tuntutan
kesejahteraan manusia akan berdampak pada peningkatan pencemaran berbagai macam
logam berat, diantaranya adalan Cu. Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi
meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas
yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah
yang besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait. Logam Cu yang masuk ke dalam
tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari
kegiatan manusia. Secara alamiah Cu masuk kedalam perairan dari peristiwa erosi,
pengikisan batuan ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari
aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal
beserta kegiatan dipelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya
peningkatan kelarutan Cu dalam perairan. Menyatakan bahwa Cu merupakan logam essensial
yang jika berada dalam kosentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme
sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi dapat menjadi penghambat. Biota perairan sangat
peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut
yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian bagi fitoplankton. Dalam tenggang
waktu 96 jam biota yang tergolong dalam Mollusca akan mengalami kematian bila Cu yang
terlarut dalam badan (Siska, 2008).
Timbal atau timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum,
logam ini disimpulkan dengan Pb. Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit
larut dalam air dingin, air panas dan air asam timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam
asetat dan asam sulfat pekat. Timah hitam dan senyawanya masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit sangat
kecil sehingga dapat diabaikan. Bahaya yang ditimbulkan oleh Pb tergantung oleh ukuran
partikelnya. Partikel yang lebih kecil dari 10 mg dapat tertahan di paru-paru, sedangkan
partikel yang lebih besar mengendap di saluran nafas bagian atas. Pb adalah racun sistemik,
keracunan Pb akan menimbulkan gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi,
ganggunan GI, anorexia, muntah-muntah, kolik, encephalitis, wirstdrop, iritasi, perubahan
kepribadian, kelumpuhan dan kebuataan. Basophilic stippling dari sel darah merah
merupakan gejala patogenesis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa
Anemia dan Albuminuria. Timbal dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat
secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses
alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Kadarnya dalam lingkungan
meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Timah hitam digunakan pula sebagai zat warna yaitu Pb karbonat dan Pb sulfat sebagai zat
warna putih dan Pb kromat sebagai krom kuning, krom jingga, krom merah dan krom hijau
(Ardyanto, 2005).
Butiran serbuk gergaji mempunyai porositas yang dapat dipakai sebagai media filter
untuk menyaring logam berat pada limbah cair. Bahan–bahan berbahaya seperti logam berat
dapat terikat, tereliminir bahkan tereduksi dalam proses filter ini. Kandungan golongan
beracun yaitu air raksa (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr), tembaga (Cu), besi
(Fe), nikel (Ni), seng (Zn), mangan (Mn), Selenium (Sn), Au dan Ag. Air limbah dari
beberapa industri setelah melalui proses pengolahan masih terdapat efisiensi removal yang
masih kecil, sehingga efluen air limbah masih dapat berdampak negatif menjadikan dampak
kerusakan ekosistem perairan (badan air), seperti sungai, danau dan laut (Soeyanti dan
Koesmantoro, 2010).
Logam berat beracun dalam air menyebabkan masalah kesehatan pada populasi dan
lingkungan. Metode ini untuk meminimalkan jumlah logam ini berbahaya daam penyediaan
air meliputi pengendapan kapur, pertukaran ion, adsorbsi karbon atif dalam proses membran
dan metode elektrolitik. Beberapa masalah dengan metode saat ini mencakup biaya tinggi,
efektifitas rendah, peralatan mahal kebutuhan energi yang tinggi atau limbah beracun.
Karbon aktif telah menjadi pilihan populer untuk menghilangkan logam berat, namun biaya
yang tinggi dan terbatasnya pasokan bahan telah menimbulkan masalah bagi metode
penyerapan. Terdapat alternatif baru untuk karbon aktif dan memiliki bahan alami seperti
rumput laut, ganggang laut, biomassa lumpur aktif,cangkang kepiting, tempurung kelapa dan
kulit buah beserta serat. Keuntungan menggunakan kulit buah sebagai penyerapan adalah
bahwa hal itu sudah tersedia dan lebih murah. Logam berat yang masuk dalam perairan
melalui deposisi atmosfer, lixiviation pada daerah pertambangan serta bidang garapan dan
limbah industri. Silika alumina termodifikasi, karbon aktif dan resin adalah salah satu bahan
yang bisa duguankan. Namun, bahan-bahan ini memiliki kekurangan yaitu harganya yang
mahal dan dianggap tidak ramah lingkungan. Atas hal inilah dicari bahan alami untuk
mengekstrak ion logam dari air tebu, ampas tebu, kulit kacang dan limbah apel. Keseluruhan
telah diuji dan terbukti berhasil mengekstraksi bahan logam. Bahan-bahan ini semuanya
mengandung gugus asam karboksilat dan fenolik. Buah seperti buah zaitun, almond kerang,
buah aprikot, buah persik, sekelompok buah kelapa dan kelapa yang dikeringkan dan siap
untuk digunakan sebagao peredam juga. Bahan-bahan ini sangat ekonomis, namun
kekurangan yang dimiliki adalah hanya menghasilkan karbon aktif sebesar 0.01% (Hewwet et
al., 2011).
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari buah, batang,
daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan suku Musaceae termasuk
kedalam tanaman yang besar memanjang. Tanaman pisang sangat menyukai sekali pada
daerah yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih si dataran rendah. Ditemui pula di
kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia serta termasuk pula Papua, Australia
Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat berbuah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan
merata sepanjang tahun. Umumnya, kebanyak orang memakan buah pisang kulitnya akan
dibuang begitu saja. Seringkali kulit pisang dianggap sebagai barang tak berharga alias
sampah. Ternyata dibalik anggapan tersebut, kulit pisang memiliki kandungan vitamin C, B,
kalsium, protein dan juga lemak yang cukup baik. Selain itu, kulit pisang menyimpan
tegangan tenaga listrik. Kandungan tenaga listrik yang ada pada kulit pisang bisa
dimanfaatkan untuk menggantikan tenaga batu baterai (Mashur, 2011).
Menurut Suhartono (2011), menyebutkan bahwa pisang kepok (Musa acuminate L.)
merupakan produk yang cukup perspektif dalam pengembangan sumber pangan lokal karena
pisang dapat tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, Kulit
buah kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Berikut adalah klasifikasi dari buah
pisang kepok (Musa acuminate L.):
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberraceae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminata L.
Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi
daerah tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke Timur melalui Lautan Teduh
sampai ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat melalui Samudera Atlantik,
Kepulauan Kanari, sampai Benua Amerika. Pisang yang dikenal sampai saat ini merupakan
keturunan dari spesies pisang liar yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana. Pisang Kepok
memiliki tinggi 370 cm dengan umur berbunga 13 bulan. Batangnya berdiameter 31 cm
dengan panjang daun 258 cm dan lebar daun 90 cm, sedangkan warna daun serta tulang daun
hijau tua. Bentuk jantung spherical atau lanset. Bentuk buah lurus dengan panjang buah 14
cm dan diameter buah 3.46 cm. Warna kulit dan daging buah matang kuning tua. Produksi
Pisang Kepok dapat mencapai 40 ton/ha (Firmansyah, 2012).
Menurut Hewwet et al (2011), menyebutkan bahwa kulit pisang kepok (Musa
acuminate) didalamnya mengandung beberapa komponen biokimia, antara lain selulosa,
hemiselulosa, pigemen klorofil dan zat pektin yang mengandung asama galacturonic,
arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam galacturonic menyebabkan kuat untuk mengikat
ion logam yang merupakan gugus fungsi gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian, selulosa
juga memungkinkan pengikatan logam berat. Limbah kulit daun pisang yang dicincang dapat
dipertimbangkan untuk ekstraksi tembaga dan ion timbal pada air yang terkontaminasi.
Hanya butuh sekitar 20 menit untuk konsentrasi Cu dan Pb untuk mencapai keseimbangan.
Kulit buah yang salah satunya kulit pisang dapat digunakan sebagai ekstraktor logam berat.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah pertama pisang dicuci sebanyak 5 kali untuk
menghilangkan kotoran dan kelembaban yang akan mempengaruhi hasil. Lalu dikeringkan
selama 48 jam dalam oven 50oC. Pengujian ini menunjukkan bahwa gugus karboksil dan
kadar selulosa hidroksil akan langsung mempengaruhi kapasitas penyerapan. Kulit pisang
dicincang secara efisien dalam media asam. Proses ini mencapai retensi lebih dari 90% pada
pH 3 dan retensi 98% pada pH 4 dan 5. Teknik ini tidak efektif pada pH di bawah 3 dan di
atas 5. Hal itu dikarenakan asam karboksilat merupakan kelompok fungsi utama dalam
ekstraksi ion logam menjadi protonasi pada konsentrasi H+ tinggi. Kapasitas ekstraksi pun
hanya memiliki maksimum Cu sebesar 0.30 mmol/g dan Pb sebesar 0.20 mmol/g. Adanya
perbedaan nilai maksimum pada ekstraksi Cu dan Pb disebabkan gugus karboksilat dianggap
sebagai basa kuat dan memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk asam menengah atau kuat.
Ion Cu merupakan asam menengah sedangkan Pb dianggap sebagai asam lemah karena
tingginya polarisabilitas lebih besar dari radius ion dan menyebabkan ekstraksi lebih rendah
(Hewwet et al., 2011).
Hasil pengujian pun menunjukkan bahwa efisiensi ekstraksi berbahan dari kulit
pisang kepok pada konsentrasi anion 10 mg/L adalah sekitar 97-98% dan tidak akan menurun
secara signifikan meskipun konsentrasi anion berada diatas 10 mg/L. Membandingkan
dengan bahan ekstraksi lainnya, kulit pisang menjadi pilihan yang menarik (Lihat Tabel 1).
Tidak hanya karena tingkat ekstraksi yang tinggi, melainkan karena biaya yang rendah dan
aksesibilatas serta mudah didapat. Teknis ini dapat dilakukan dalam skala rumah. Diawali
dengan mengeringkan kulit pisang dalam dehidrator makanan dan memotong halus dengan
pisau standar. Lalu ditempatkan dalam wadah kaca atau logam 1.005 ml atau teko teh plastik
2.750 ml. Wadah ini perlu dimodifikasi dengan pipa diameter 4 cm dan panjang 88 cm serta
tembaga yang akan menyebabkan air yang terkontamunsikan dari meninggalkan air hangat di
dalam pipa. Air yang digunakan akan masuk langsung dari pipa. Tingkat tembaga dan timbal
dari air akan diukur sebelum dimasukkan dalam perangkat filtering dengan tes kadar air
tembaga dan tes air utama serta pada waktu yang berbeda setelahnya. Hasil pengujian dapat
dibandingkan (Hewwet et al., 2011).
Menurut Castro et al (2011), kulit pisang dapat dimanfaatkan dalam mengikat
tembaga dan timah dari air sungai Parana Brasil yang tercemar dengan tembaga dan timah.
Hasilnya pun lebih baik dibandingkan dengan bahan penyaring yang biasa digunakan seperi
karbon dan silika. Kulit pisang ini dapat digunakan hingga 11 kali proses penjernihan.

B. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil analisis permasalahan, maka dapat disimpulkan bahwa
permasalahan pencemaran perairan yang diakibatkan oleh logam berat, terutama tembaga
(Cu) dan Timah (Pb), dapat diatasi dengan teknologi filter sederhana berbahan kulit pisang
kepok (Musa acuminate). Kandungan asam galacturonic dan selulosa yang dimiliki oleh
kulit pisang kepok (Musa acuminate) mampu mengikat tembaga (Cu) dan Timah (Pb) pada
perairan yang tercemar dalam waktu 20 menit.
Saran yang dapat kami sampaikan adalah perlunya sosialisasi mengenai teknologi
filter sederhana berbahan kulit pisang kepok (Musa acuminate) kepada masyarakat,
khususnya masyarakat yang berdomisili di sekitas kawsan industri.

DAFTAR PUSTAKA

Ardyanto, Denny. 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah Masyarakat Yang
Terpajan Timbal (Plumbum). Jurnal kesehatan lingkungan, vol. 2, NO.68 1, Juli 2005 : 67 –
76

Firmansyah, Irfan. 2012. Penentuan ukuran dan teknik penyimpanan Benih pisang kepok (Musa sp.
Abb group) dari bonggol. Institut Pertanian Bogor

Castro, R. S. D., Caetano, L., Ferreira, G., Padilha, P. M., Saeki, M. J., Zara, L. F., Martines, M. A.
U., & Castro, G. R. (2011). Banana peel applied to the solid phase extraction of copper and
lead from river water: Preconcentration of metal ions with a fruit waste. Industrial &
Engineering Chemistry Research, 50(6), 3446-3451. Retrieved from pubs.acs.org/IECR

Hewett, Emma., Stem A and Mrs. Wildfong. 2011. Banana Peel Heavy Metal Water Filter.
http://users.wpi.edu

Suyanto , Beny dan Koesmantoro, Hery. 2010. Efektifitas Limbah Serbuk Gergaji Kayu Kelapa
Dan Kayu Randu Dalam Mengeliminir Logam Besi Pada Limbah Cair. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes 237

Lubis, Z. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap
Daya Terima Kue Donat. Universitas Sumatera Utara

Marganof. 2007. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap
Daya Terima Kue Donat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Mashur, 2011. Manfaat Kulit Pisang.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI.

Rinawati, R. Supriyanto, Widya S. Dewi. 2008. Profil Logam Berat (Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Pb
dan Zn) Di Perairan Sungai Kuripan Menggunakan ICP-OES. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II Universitas Lampung, ISBN : 978-979-1165-74-7
Samia, Al Azharia Jahn. 1981. Traditional Water Purification in Tropical Developing Countries :
Existing Methods and Potential Application. Eschborn : GTZ.

Siska. 2009. Kandungan Logam tembaga (Cu) dalam Eceng Gondok (Eichhornia crassipes Solms.),
Perairan dan Sedimen Berdasarkan Tata Guna Lahan di Sekitar Sungai Banger Pekalongan
(Siska Setyowati, Nanik Heru Suprapti dan Erry Wiryani ) Lab. Ekologi & Biosistematik,
Jurusan Biologi, F. MIPA. UNDIP

Anda mungkin juga menyukai