Anda di halaman 1dari 13

Menu 

anesthesiology

Terapi cairan dan Nutrisi

Terapi cairan bukan sekadar memberi cairan tetapi punya sasaran, ukuran dan
cara tertentu bergantung pada situasi dan kondisi penderita. Terapi cairan
identik dengan pemberian obat punya efek samping dan komplikasi untuk
memperkecil dampak negatif ini diperlukan landasan kerja yang legeartis. Yaitu
pengertian dasar mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam
basa. Hal inilah yang perlu dimiliki oleh personil yang terlibat dalam
penanggulangannya.

Sasaran :
Mengembalikan keseimbangan cairan dan eletrolit serta asam basa yang
terganggu.

Pola gangguan :
Meliputi gangguan keseimbangan:

- volume

- tonisitas

- komposisi

- asam basa

Strategi:
Mengenal pola gangguan dan mengatasinya dengan cara :

a. Bila ada shock segera atasi shocknya dengan mengembalikan volume plasma
secepat mungkin.

b. Volume interstitial diatasi secara bertahap untuk mencegah overload.

c. Pemilihan jenis cairan yang tepat sehingga volume intra vascular segera
terkoreksi dan dampak negatif bisa dicegah.

d. Monitoring yang ketat apalagi penderita dengan kelemahan fungsi jantung


dan ginjal.

Kenapa volume intravascular(plasma) harus segera dikoreksi?

Untuk mempertahankan perfusi jaringan vital yang cukup dengan harapan


dapat dicegah hipoksia dan acidosisi terutama otak yang sangat rentan terjadi
hipoksia oleh karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi, (3,3-3,5)cc/ 100 gram
otak/menit. Bila circulasi berhenti 3 menit saja akan terjadi ischemia otak yang
irrepairable dan semua langkah yang diambil akan sia-sia.

Bagaimana caranya?

Langkah pertama apapun penyebab shocknya buat posisi shock dimana kaki
ditinggikan minimal 30 derajat tetapi kepala tetap datar. Bukan posisi
Tredelenburg dimana posisi kepala lebih rendah justru akan menyebabkan
odema otak dimana terjadi bendungan vena diotak apalagi penderita dengan
trauma cerebral,disamping diaphragma terdorong kearah thorax sehingga
pengembangan paru terhalang. Dengan posisi shock diharapkan terjadi
autotransfusi sebanyak satu liter darah memperbesar aliran balik jantung dus
meningkatkan curah jantung dan volume semenit.Tindakan ini perlu
dibudayakan disamping memang sangat menolong, juga untuk penghematan
pemakaian darah terutama pada tindakan operasi besar.

Jangan lupa beri oksigen konsentrasi tinggi diharapkan pengangkutan O2 tak


hanya via eritrosit tetapi juga lewat yang terlarut dalam plasma justru dalam
suasana acidosis, Hb lebih mudah melepaskan O2 kejaringan. Sebagai
kompensasi terhadap hipoksia. Pasang infus dengan jarum ukuran besar mulai
bagian distal extrimitas superor sinistra untuk yang right handed, sebaiknya
jangan diextrimitas inferior kalau tak terpaksa karena mudah terjadi phlebitis/
thrombosis. Bila gagal coba v, subclavia /v, jugularis externa/interna. Beri cairan
yang tepat dan cepat.

Cairan yang mana yang kita pilih?

Cairan berdasarkan osmolaritas/tonisitas ada 3 macam :


a. Isotonis : 280 - 300 mosm/L—-> untuk dehidrasi isotonis

b. Hipertonis : > 300 mosm/L—–>untuk dehidrasi hipotonis

c. Hipotonis : < 280 mosm/L—- > untuk dehidrasi hipertonis

Note : Penentuan type dehidrasi berdasarkan tonisitas sangat penting untuk


menyesuaikan type cairan yang diberikan, pemeriksaan Na plasma atau
osmolaritas penting untuk diagnose type dehidrasi. Umumnya kasus
pembedahan disertai dehidrasi isotonis.

Dalam aplikasi klinis ada 3 jenis cairan :

a. Cairan Kristaloid : air dengan kandungan elektrolit atau glukose.

b. Cairan Koloid : Larutan yang mengandung zat terlarut dengan BM antara


20.000 – 110.000 Dalton yang dapat menghasilkan tekanan osmotik koloid.
c. Cairan khusus : Untuk koreksi indikasi khusus.(NaCl 3%.Bicnat, Mannitol)

Bila ingin memperbaiki volume plasma pilih cairan koloid (plasma, albumin 5%,
Dextran) tetapi bila ingin memperbesar volume plasma (expander) dengan
menarik cairan interstitial kedalam intra vascular maka beri (koloid
hiperonkotik)(albumin 25%, dextran 70, Haes steri 10%).

Tapi jangan lupa mengisi ruangan interstitial dengan cairan kristaloid). Bila ingin
mengisi ruangan interstitial maka pilihannya adalah kristaloid(Ringers laktat.
NaCl09,9%, Ringers solution) Bila ingin mengisi cairan ECF + ICF maka pilihannya
cairan hipotonis seperti D5% Bergantung problema cairan yang dihadapi maka
cairan yang diberikan juga berbeda.

Untuk replacement terapi syok hipovolemik karena diare, luka bakar digunakan
cairan yang paling fisiologis yaitu Ringer Laktat dimana laktat yang ada dalam RL
akan dimetabolisir dihepar melalui jalur glukoneogenik membentuk glukose dan
bikarbonat atau melalui jalur tricarboksilik(laktat—> piruvat —> asetil koenzym
A dimana bikarbonat sebagai dapar untuk acidosis metabolik.

Bila disertai kadar Na rendah, alkalois, retensi kalium, apalagi ada trauma kepala
maka NaC/0,9% adalah pilihannya. Tetapi bila jumlah besar >10% kenaikan
volume akan terjadi hiper chloremia, acidosis dilutional dan hipernatrimia.

Bila shock hipovolemi karena perdarahan maka berikan darah kalau tak
tersedia beri cairan koloid iso onkotik jumlahnya sama dengan darah yang
hilang (plasma, hemacel, gelafundin, Haes steril 6%) bila ingin memperbesar
volume dengan menarik cairan interstitial kedalam intravascular (plasma
expander) beri cairan koloid hiperonkotik seperti Haes streril 10%, Dextran 70
atau albumin 25%.

Bila belum ada indikasi transfusi bisa diberikan kristaloid (3cc untuk 1 cc darah).
Untuk replacement dehidrasi air murni seperti evaporasi, hiperventilasi atau
pengganti cairan karena puasa berikan DW 2,5 atau 5%. Untuk mencegah
hipoglikemia, mempertahankan protein atau mencegah ketosis bisa diberi
larutan D10%. Sementara untuk maintainance bisa diberi larutan (D5%+NS )
atau (D5% + 1/4 NS) ditambahkan KCl 20 meq/L.

Luka bakar yang luas dimana banyak plasma yang hilang tentu pilihannya
plasma.

Tabel komposisi cairan infus yang tersedia

Cairan Glukosa Na Cl K Laktat osmolaritas

g/L meq/L meq/L meq/L meq/L mosm/kg

=============================================

D5W 50 0 0 0 0 252

RL 0 130 109 4 28 273

D5RL 50 130 109 4 28 525


NS 0 154 154 0 0 308

HES 0 154 154 0 0 310

Albumin5% 0 154 154 0 0 310

Albumin 25% 0 154 154 0 0 310

Nutrisi Parenteral:

Maksudnya memberikan makanan melalui intra vena baik parsial mapun total.

Pemberian makanan pada pasien bisa dengan cara :

a. Peroral

b. Personde

c. Parenteral

Pemberian nutrisi parenteral biasanya karena :


Tak bisa makan dengan sonde karena tractus gastro intestinal tak berfungsi atau
tak bisa digunakan untuk memberikan istirahat usus post reseksi.

Prinsip :
Bila usus masih berfungsi dengan baik mutlak pemberian nutrisi haruslah
peroral kalau tak bisa makan karena koma, mual muntah maka alternatif adalah
perentetal (pipa lambung).

Pengosongan lambung terganggu pada kebanyakan pasien kritis namun fungsi


usus halus umumnya baik. Bising usus dihasilkan oleh pergerakan udara melalui
usus duodenum namun deteksi bising usus tergantung pada pengosongan
udara dari lambung ke duodenum yang mencerminkan pengosongan lambung
yang terganggu, maka nutrisi diberikan lewat usus halus.(If the gut works,use it)
. Jangan diberikan parenteral nutrisi kalau hemodinamik tak stabil harus
dikoreksi dulu, atau gagal nafas karena akan memberatkan oleh produksi CO2
yang meningkat dari metabolisme karbohidrat (KH) kecuali pakai ventilator atau
pasca bedah sebelum 24 jam (phase Ebb dimana terjadi peningkatan stress
hormon, resistensi terhadap insulin dan hiperglikemia. Sebaiknya sesingkat
mungkin karena banyak dampak negatifnya, perlu pengawasan yang ketat dan
biayanya mahal.

Dampak negatif berupa komplikasi antara lain:


a. Sehubungan kateter – pneumothorax, emboli udara, thrombosis, phlebitis
sepsis

b. Sehubungan metabolisme : hiperglikemia, hipoglikemia, gangguan asam basa.

c. Gangguan fungsi hati

d. Over Feeding : Pemberian > 35 kcal/kg/24 jam bisa menimbulkan


hiperglikemia. Meningkatnya produksi CO2, hipertriglisedemia.

Tujuan/sasaran :
Memberikan kalori yang cukup untuk mencegah pembakaran makanan
cadangan seperti lemak, glikogen dan protein, agar tak terjadi asidosis akibat
hasil antara pembakaran lemak & protein. Mobilisasi lemak untuk keperluan
energi disebut lipolisis sedangkan mobilisasi protein disebut proteolisis dan
keadaan ini disebut proses katabolisme.

Ini terlihat berupa meningkatnya hilang nitrogen dan menurunnya berat badan.
Juga mempertahankan sistem immun untuk mengatasi infeksi atau
mencukupkan kebutuhan nutrient karena via enteral tak adekuat

Apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian


parenteral nutrisi (NPE) ?
Beberapa faktor antara lain underlying illness, umur, access yang ada, psikiologi
pasien dan berapa lama direncanakan pemberiannya.

Berapa banyak kalori yang diberikan ?


Berdasarkan formula estimasi kebutuhan energi (calculating basal energy
expenditure)(BEE) menurut persamaan Harris Benedict. Rata-rata 25 kcal/kgBB
/hari.

BEE (Men) = 66 + ( 13,7 x W) + ( 5x H) – (6.8 x A)

BEE (Woman) = 65,5 + ( 9,6 x W ) + ( 1,7 x H ) – ( 4,7 x A )

W = Weight in kg ; H = Height in cm ; A = Age in Years

BEE dalam kilokalori (kcal) yang dibakar selama 24 jam termasuk energi yang
digunakan proses vital dalam kondisi istirahat (metabolisme, circulasi, respirasi
dan termoregulasi).
Kebutuhan energi ini dipengaruhi beberapa faktor (usia, derajat stress, status
nutrisi dan lain-lain).

Koreksi kebutuhan energi dihitung berdasarkan derajat hipermetabolisme


dimana BEE x stress factor.(tergantung kondisi pasien antara lain):

- Pasca bedah tanpa komplikasi : 1.00 - 1.10

- Peritonitis /sepsis : 1.20 - 1,40

- Multiple organ failure syndrome : 1.20 - 1.40

- Luka bakar luas : 1.20 - 2.00

Actual Energi Expenditure (AEE) = BEE x Strees factor

Alternatif lain dari formula ini dapat menggunakan rule of thumb bahwa
kebutuhan energi basal atau saat istirahat lebih kurang 25cal/kgBB/hari, Setiap
kenaikan suhu 1 derajat diatas 37C ditambah 12,5%, Pembedahan 25%, Sepsis
75% dan luka bakar sampai 100% dari BEE. Cara lain untuk luka bakar : 25
kcal/kgBB + 40 kcal / % BSA burned(luas luka bakar).

Untuk pasien obese gunakan ajusted body weight untuk menghitung BEE.
Adjusted Body Weight =( ABW – IBW) x 0,25 + IBW
ABW = Actual Body Weight ;IBW = Ideal Body Weight.

Quebbeman dengan bedside indirect calorimetry menemukan kebutuhan kalori


pasien pasca trauma berat dan pasien sepsis berkisar antara 1000 kcal/m2 luas
tubuh (Resting Energy Expenditure) setara dengan 25 kcal /kgBB, Berdasarkan
penemuan ini rumus Harris Benedict dengan koreksi metabolik tak perlu diikuti
lagi.

Pasien malnutrisi pemberian nutrisi yang hipokalorik lebih ditolerir kira-kira


20-25 kcal/kgBB untuk mencegah terjadinya refeeding syndrome dimana terjadi
pergeseran elektrolit dan cairan.

Karena dimulainya dukungan nutrisi(refeeding), untuk ini perlu diperiksa dan


dikoreksi elektrolit setiap hari.setelah elektrolit normal baru pikirkan bahan
nutrisi yang lain.

Pemberian glukose melebihi kebutuhan tak ada gunanya malah merugikan


karena produksi CO2 meningkat karena dalam fase stress umumnya 24 jam
pasca bedah /trauma terjadi penurunan metabolisme glukose hingga tinggal 4
mg/kg BB/menit atau 25-30 kca/kg/hari.

Setelah fase stress dapat diberikan glukosa lebih banyak 25-30 kcal/kgBB/hari
atau 5-6 g per kg BB/hari. Coba kita lihat tabel pertukaran gas selama
metabolism dibawah ini.
————————————————————————
Konsumsi O2 Produksi CO2 Resp.Quotient

per gram per kcal per gram per kcal (RQ)


KH 0,81 0,20 0,81 0,20 1,0

Fat 1.96 0,22 1,39 0,15 0,7

Protein 0,94 0,24 0,75 0,19 0,8


————————————————————————

Nutrisi Parenteral (NPE) dapat menyebabkan hyperglikemia dan ketidak


seimbangan elektrolit maka sebaiknya kadar gula darah diperiksa sebelum
mulai NPE dan tiap hari sesudahnya sampai tercapai kadar yang stabil < 220
mg%, kadar gula darah > 220 mg % dapat menaikan 20% timbulnya infeksi post
operatif.Bila tetap hiperglikemia berat lakukan regulasi cepat yaitu 4 unit regulr
insulin(RI) intravena per jam sampai kadar gula darah < 250 mg% ( 4 unit RI tiap
jam dapat menurun kan kadar gula darah 50-75 mg%).

Cairan KH paling aman untuk penderita DM adalah Maltose 10% dosis maksimal
satu liter/hari untuk BB<60 kg dan 1,5 liter per hari untuk BB>60 kg. Bila terjadi
hipoglikemia <30 mg% beri 3 flacon D40%, antara 30-60 mg% beri 2 flacon dan
bila antara 60-100 mg% beri 1 flacon iv, setiap flacon 25cc D40% dapat
menaikkan KGD atau kadar gula darah kira-kira 25-50 mg%, KGD yang
diinginkan adalah > = 120 mg%.

Cara lain beri infus 25- 100 cc glukose 50% lanjutkan infus glukose 10% sampai
KGD normal.Agar toleransi terhadap glukose meningkat perlu kesempatan
adaptasi 1-2 hari sebelum dosis glukosa ditingkatkan dengan demikian
mayoritas pasien dapat menerima beban glukosa sampai 20 gram perjam tanpa
perlu tambahan insulin eksogen.(START SLOW, GO SLOW) Sebaliknya
hipoglikemia juga bisa terjadi jika pemberhentian pemberian glukosa dosis
tinggi terhenti mendadak(rebound hipoglikemia) sebaiknya mengakhiri NPE tak
boleh mendadak infus diganti dulu dengan 500 cc D5% selama 6 jam baru
dihentikan (END SLOW).

Dianjurkan cairan glukosa diberikan tak lebih dari 0,4-0,9 g/jam atau tak >
5mg/kg/menit untuk mencegah hiperglikemia dan lipogenesis. Karena
melampaui kecepatan tubuh memetabolisir glukosa bahkan pasien lebih tua,
DM, sepsis, mayor trauma, meningkat kebutuhan insulin untuk mengatur KGD.
Perlu diingat bahwa hyperglikemia terutama yang mendapat insulin eksogen
cenderung mendorong gula dan nutrient lain dan elektrolit(Mg, K& Posfat)
kedalam cell sehingga terjadi hipokalimia bila dibawah 2,5 meq/L dan
hipoposfatemia < 1,0 meq/L haruslah NPE di stop dulu sampai dinormalisir.

Dilaporkan bila glukosa sebagai sumber energi tunggal (D50-70%) sering timbul
hyperglikemia, hipoglikemia,hiperosmolar dehidrasi, essensial fatty acid
deficiency, fatty infiltration of the liver, meningkatnya produksi CO2 dan
meningkatnya ekskresi cathecolamine. Sehingga glukose sebagai sumber energi
tunggal kontra indikasi pada keadaan deffisiensi fatty acid, overhidrasi, diabetes
sulit dikontrol, dan hiperkapnia. Bila nutrient diberikan terpisah maka larutan
D20-30% diberikan lewat vena central atau D10% lewat vena perifer.

Dosis asam amino dianjurkan 1,5-2 g/kgBB/hari diberikan setelah kebutuhan


kalori dicukupi dengan karbohidrat (KH). Untuk orang Indonesia dibatasi
1g/kgBB/hari,untuk NPE protein tak boleh lebih dari 1 gram /kgBB/hari. Dengan
catatan setiap pemberian 1 gram nitrogen harus diberikan minimal 200 kcal
(perbandingan nitrogen : KH = 1: 200 ) Untuk mencegah pemakaian protein
sebagai sumber energi, ( glukoneogenesis ), perbandingan ini disebut C/N Ratio
dalam keadaan normal C/N Ratio adalah 150 – 250, dalam kondisi stress
diperlukan nitrogen lebih banyak C/N Ratio 80-125 dengan catatan 1 gram
nitrogen setara dengan 6,25 g asam amino atau protein.

Protein 50 gram per hari memerlukan 1200 kcal atau 300 gram glukose. Ingat
walaupun 1 gram asam amino dapat memberi 4 kalori tetapi kalori dari asam
amino tak boleh diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan kalori dimana
asam amino diharapkan untuk regenerasi cell, sintese protein dan enzim
vital.Sekali lagi jangan memberi asam amino bila kebutuhan kalori belum
dicukupi.

Dalam memilih komposisi asam amino untuk formula perenteral harus


diperhatikan:

Penderita tanpa kelainan ginjal dan hepar berikan yang berisi asam amino
essensial dan non essensial yang seimbang. Penderita dengan kelainan fungsi
hepar berikan banyak asam amino rantai bercabang (isoleucine, leucine, valine)
dimana terjadi penurunan asam amino rantai bercabang (BCAA) yang
berperan dalam keseimbangan nitrogen, konsentrasi protein serum tetapi dosis
rendah rendah methionine, phenilalanine, tryptophane, sebab bisa berfungsi
sebagai neurotransmitter palsu dan menyebabkan encephalopathi. BCAA
merupakan sumber glutamin sangat dianjurkan pada kasus ensefalopati hepatik
dan merupakan asam amino yang sangat penting untuk mendukung metabolik
pada pasien sepsis dan kritis lainnya. Karena protein dalam bentuk ini akan
meningkatkan input protein total. Glutamin banyak terdapat dalam plasma dan
intracellular merupakan pembawa nitrogen antar organ penting khususnya
antar organ pembentuk(otot,hepar) dengan tempat penggunaannya
(usus,limposit,paru) bila terjadi deplesi glutamin(sepsis) akan terjadi atropi usus,
otot maupun sel endothel paru, gangguan barrier mukosa usus, translokasi
bakteri akhirnya MOSF(Multiple organ system dysfunction).

Dalam keadaan normal merupakan asam amino non essensial tetapi dalam
kondisi kritis (stress metabolic) menjadi essensial disebut conditionally amino
acid.Glutamin dapat meningkatkan respon immun melalui sintese purin,
pirimidin dan glutation.Termasuk dalam daftar immunonutrient dalam konsep
immunonutrisi dengan memodulasi sistem immun baik stimulasi maupun
supressi. Biasanya diberikan 0,5g/kgBB/hari. Penderita dengan kelainan ginjal
berikan asam amino essensial tanpa mengandung elekrolit terutama ion kalium.

Anjuran pemberian nitrogen pada gagal ginjal akut :

Bila pemberian asam amino> 0,4-0,5g/hari beri asam amino essensial dan non
essensial. Pasien non dialisis bila pemberian asam amino 0,4-0,5g/kgBB//hari
beri campuran asam amino atau dalam bentuk protein 0,6-1,0g/kgBB/hari. Pada
dialisis intermittent berikan protein 1,1-1,2 g/kgBB/hari. Pada continous renal
replacement therapy (CRRT) beri 1,5g/kgBB/hari.

Kebutuhan energi tetap terpenuhi (30-45)kcal/kgBB/hari dengan ratio KH:Fat


=70:30. Larutan asam amino standard untuk parenteral nutrisi tersedia dalam
konsentrasi 5-15%. Biasanya terdiri dari 40-50% asam amino essensial dan
50-60% non essensial memberikan 4kcal/gram. Lemak sangat baik sebagai
sumber kalori karena produksi CO2 sedikit tetapi tubuh tak bisa hidup dengan
membakar lemak saja haruslah dikombinasi dengan glukose atau KH
lain,dimana lemak tak punya sparing effect dengan protein seperti KH. Kalori
dari lemak dianjurkan tak lebih dari 50% kalori total, 50% sisanya harus berasal
dari glukosa umpama kebutuhan kalori total 1200 kcal maka 150 gram glukose =
600 kcal maka sisanya 700 gram lemak ( 1 g lemak = 9 kalori).

Untuk NPE pasien kritis sebaiknya kecepatan infus tak> 0.11 g/kgBB/jam <20%
total kalori. Sumber kalori dari KH ( glukose,dextrose,sorbitol atau xylitol) dari
lemak(intralipid 10&20%). Disamping pemberian nutrisi jangan lupa pemberian
vitamin dan mengoreksi asam basa dan elekrolit. Semua yang diberikan harus
diperhitungkan juga dari segi ekonomi dan side effect. Kebutuhan biologik
normal yang didapat dari pengambilan makanan peroral untuk pembentukan
kalori kira-kira 25 -30 kcal/kgBB /hari terdiri dari : 60% KH, 15% protein & 25%
fat,dalam kondisi normal dan 45% KH, 25% protein & 30% fat dalam kondisi
hiperkatabolik.

Untuk pemberian nutrisi perinfus haruslah didasarkan pada perhitungan :


1 gram KH memberikan 4 kalori

1 gram protein 4 kalori

1 gram lemak 9 kalori

1 gram alkohol 7 kalori.

Contoh :

Dextrose 5% artinya dalam 100 cc larutan ada 5 gram dextrose, dalam satu
flabot 500cc =5×5 g = 25g, jumlah kalori yang diberikan 1 flabot D5% adalah
25×4 kalori = 100 kalori .Untuk memenuhi kebutuhan 1000 kalori berarti harus
diberikan 10 flabot = 5000 cc akibatnya penderita bisa kebanjiran.

Jangan salah tingkah infus emulsi lemak ditakuti terjadi emboli lemak, thrombo
phlebitis, infus D10% bikin phlebitis dan nyeri sehingga diberikan D5%
kombinasi satu botol asam amino; atau memberi larutan asam amino untuk
mengganti protein yang hilang karena perdarahan,sekali lagi jangan diikuti
aliran sesat ini.

Sebaiknya pemberian nutrisi dimulai dengan pemberian KH dulu bila ternyata


penderita terpaksa menggunakan parenteral nutrisi lebih satu minggu baru
diatur pemberian asam amino karena harganya cukup mahal. Bisa diberikan
dextrose 20% sebanyak 1-2 liter, ditambah 1 unit regular insuline untuk tiap 5 g
glukose untuk mencegah hiperglikemia. Bila ada uang bisa diberi cairan yang
mengandung xylitol, glukose dan fruktose yang tak butuh insulin. Pemberian
nutrisi pasca bedah pada hari ke 7 kalau gizi sebelumnya normal.

Tetapi bila gizi buruk, gagal ginjal atau liver diberikan setelah 24 jam, jangan
diberikan < 24 jam karena masih dalam phase ebb. Kemungkinan infeksi lebih
tinggi 20% bila post operasi hari pertama kadar gula darah diatas 220 mg%, oleh
karena itu kadar gula darah harus dimonitor dan dikoreksi.

Distribusi KH haruslah merata pada setiap tetes infus.

Pengelolaan pemberian nutrisi post operatif :


NPE awal dimulai hari I dengan dosis medium, kalori dan protein dinaikkan
secara bertahap dan mencapai dosis penuh pada hari ke 3, Bila pada hari 4-5
intake oral belum diberikan maka dosis sama dengan hari ke 3.
H0 hanya diberikan glukose dan elektrolit isotonis

H1 15-20 kcal/kgBB/hari, dan protein 625-875 mgkgBB/hari.

H2 20-25 kcal/kgBB/hari, dan protein 800-1000 mg/kgBB/hari.

H3 25-35 kcal/kgBB/hari, dan protein 940-1250 mg/kgBB/hari.

Beri larutan dextrose selama hari pertama sampai hari kelima:

Hari 1 : RD5% 1000 cc + D5% 1500 cc (500 kcal)

Hari 2-3 : RD5% 1000 cc + D10% 1500 cc ( 800 kcal)


Hari 4 : RD5% 1000 cc + D20% 1000 cc (1000kcal)
Atau larutan dextrose dan asam amino melalui vena perifer

Hari 1 : RD5% 1000 cc + D5% 1500 cc ( 500 kcal).

Hari 2-3 : D10% 1500 cc + KH 1000 cc + AA 2,5% ( 900 kcal + 25 g AA )

Hari 4 : D20% 1000 cc + KH 1000 cc + AA 2,5% ( 1100 kcal+ 25 g AA ).


Atau dextrose dan asam amino lewat vena central:
Hari 1 : RD5% 1000 cc + D5% 1500 cc (500 kcal)

Hari 2-3 : D10% 1500 cc + KH 10% 1000 cc + AA2,5% (1000 kcal + 50 gAA)
Hari 4 : D20% 1000 cc + KH 10% 1000 cc + AA2,5% (1200 kcal + 50 gAA)

Note :
Vena perifer hanya mentolerir osmolaritas cairan hingga 900 mosm, larutan
dengan osmolaritas yang lebih tinggi dapat diberi vena perifer dengan cara
diencerkan dengan infus type Y( infus berisi larutan hipotonis dan cabang yang
lain berisi lautan hipertonis dengan kecepatan yang sama atau gabung
keduanya dalam botol infus jumbo

Monitoring yang disarankan untuk TPN (total parenteral nutrition):


Parameter Frekuensi

========= ==========

KGD tiap 6 jam

Vital sign tiap 8 jam

elektrolit darah tiap hari

BUN,creatinine tiap hari

Calcium &posfor darah tiap hari

Mg,enzim hepatik,bilirubin tiap 2 hari

Triglicerid,cholesterol,albumin tiap minggu

Urinary urea nitrogen 24 jam tiap minggu

Nutrient intake tiap hari


Jumlah cairan yang masuk/hilang tiap hari

Berat Badan tiap hari

=================================

Kesimpulan:

Telah diuraikan sasaran, strategi dan dasar-dasar pemilihan cairan dalam


mengatasi pola gangguan cairan. Telah dikemukakan pula prinsip,tujuan,cara
pemberian parenteral nutrisi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan sampai
pengawasannya.
Kepustakaan :

1. Smith K; Fluid and electrolyte, A Concept Approach Churchill Livingstone,1980

2. Program manual Total Nutrition Therapy, version 2.0., 2003.


3. Tjokroprawiro, A. Practical Guidlines Clinical Nutrition for Diabeic
Patients,Clinical Nutrition Club Annual meeting,Surabaya,

4. ……………CNC meeting, Surabaya 1997


5. Raharjo E; Kombinasi nutrisi enteral parenteral, CNC meeting, Surabaya 1997

6. Howard Lyn; Enteral and parenteral nutrition therapy Harrisons of internal


medicine 16th edit, Mc Graw HillCompany, 2005.

7. Mustafa I, Lavere X, Nutrition in intensive care unit,Critical Care, Elsevier


Mosby, 2003.
About these ads

You May Like

1.

Share this:

 Twitter  Facebook

 Suka
Be the first to like this.

Dasar terapi cairan Shock anafilaktik Pengelolaan Gagal


Nafas

Juli 4, 2012  Berikan sebuah balasan


« Sebelumnya Berikutnya »

Tinggalkan Balasan
Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Nama

*
Surel

*
Situs web

Komentar

Kirim Komentar

Beritahu saya balasan komentar lewat surat elektronik.

Tulisan Terakhir
Ventilasi Mekanik

artikel

Juli 2012 (17)


Juni 2012 (12)

Anestesiologi

Pilih Kategori
Author

View Full Site

Now Available! Download WordPress for Android

Blog pada WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai