Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 9

HIMPUNAN PUTUSAN TARJIH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manhaj Tarjih

Dosen Pengampu : Drs.Akhmad Syukri,MM

Disusun Oleh :

Subhi Nur Ishaki (21862080054)

Kamal Lubis Indra Rosadi (20862080050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG


BAB I

A. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tujuan Pendidikan Muhammadiyah adalah untuk membentuk manusia muslim yang


beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berdisiplin,
bertanggungjawab, cinta tanah air, memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang
diridlai Allah SWT.1

Tujuan pendidikan merupakan dasar yang hendak dicapai melalui proses dan praktik
pendidikan. Tujuan pendidikan berkaitan dengan perubahan yang diharapkan pada peserta
didik setelah mengalami proses pendidikan, baik terkait dengan perkembangan pribadi maupun
kehidupan sosial di mana individu itu berada. 2

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia telah membuat suatu
pedoman pengerjaan shalat yang benar menurut organisasi mereka disertai dalil dan hadist
yang dianggap paling shahih. Muhammadiyah hanya memilih hadist-hadist yang Shahih atau
yang kuat terutama dalam masalah ibadah termasuk dalam ibadah shalat ini. Disamping itu
Muhammadiyah juga tidak taklid terhadap satu mahzab saja, sehingga terkadang
Muhammadiyah mempunyai pendapat yang sama dengan mahzab Syafi’i, terkadang Maliki,
Hanafi maupun mahzab Hambali. Berbeda dengan umat Islam di Indonesia umumnya yang
hanya berpegang dan terpaku pada mahzab Syafi’i saja. 3

B . Rumusan Masalah

1. Fikih Air Dalam Perspektif Muhammadiyah


2. Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah
3. Tuntunan Manasik Haji
4. Tuntunan Sholat Lima Waktu
5. Fiqih Kebencanaan

1
Lalu Armin Suhaidin, Evaluasi Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Pondok Pesantren Mu’alimin
Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 2015), Vol. 11, No. 1, hlm.
45-53
2
Mohamad Ali, Membedah Tujuan Pendidikan Muhammadiyah, (Profetika, Jurnal Studi Islam, 2016), Vol. 17,
No. 1, hlm. 43-56.
3
Rizky Mu’addah, Bacaan Shalat Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, (diakses dari
https://dokupdf.com/download/bacaan-sholat-muhammadiyah_pdf, pada tanggal 3 Juli 2018)
C.Tujuan Makalah

1. Mahasiswa Faham Tentang Fikih Air Dalam Perspektif Muhammadiyah


2. Mahasiswa Faham Tentang Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah
3. Mahasiswa Mengetahui Tentang Tuntunan Manasik Haji
4. Mahasiswa Mengetahui Tentang Tuntunan Sholat Lima Waktu
5. Mahasiswa Mengetahui tentang Fiqih Kebencanaan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Fikih Air Dalam Perspektif Muhammadiyah


1. Pengertian Air Dan Krisis Air

Air yang secara umum berupa cairan yang bening dan tembus pandang merupakan
sumberdaya alam yang sangat vital, sangat diperlukan, dan menentukan keberlanjutan
kehidupan di muka bumi.

Air dapat dipilah menjadi dua: air yang dapat diminum dan air yang tidak dapat diminum.
Untuk dapat diminum, air harus memenuhi kriteria air bersih dan air sehat. Air bersih
merupakan air sehat yang bening (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, tidak tercemar
bakteri, bahan beracun, dan tidak mengandung logam berat. 4

Fikih air yang digagas oleh Muhammadiyah adalah sekumpulan nilai dasar, prinsip
universal dan rumusan norma implementatif yang bersumber dari agama Islam mengenai air,
mencakup kegiatan konsumsi, distribusi, konservasi, dan komersialisasi air.

Air adalah pangkal penciptaan dan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk Allah serta
merupakan sarana kehidupan, baik untuk ibadah, sanitasi, maupun produksi. Air merupakan
anugerah Allah yang wajib disyukuri melalui pengembangan sikap positif dalam pemanfaatan
air yang berasas kesetaraan, keadilan, kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan bersama dan
bertanggung jawab, serta sikap konservasi yang berkelanjutan.

Telah terjadi krisis air yang bersifat akut dan berskala global, baik dalam hal kuantitas
maupun kualitas air. Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid dan sebagai

4
Fety Kumalasari dan Yogi Satoto,Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air Bersih Hingga Layak Minum
(Bekasi: Laskar Aksara, 2011), h. 5-6
bagian dari komponen bangsa Indonesia, Muhammadiyah menyadari bahwa dirinya harus
terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah krusial yang dihadapi oleh umat manusia.

2. Fikih air berlandaskan prinsip-prinsip universal sebagai berikut:

Pertama, keterlibatan publik, yaitu partisipasi semua elemen masyarakat yang meliputi
pengguna, perencana atau pelaksana kebijakan terhadap air, yang harus memiliki perhatian
dalam pengelolaan air. Laki-laki maupun perempuan, lembaga pemerintah lintas sektor dan
lintas wilayah (pusat dan daerah) maupun masyarakat sipil, harus terlibat dan memiliki
perhatian tentang pengelolaan air, dalam rangka menjamin keberlanjutan dan masa depan air.

Kedua, penyusunan skala prioritas, yaitu pemetaan air berdasarkan kebutuhan manusia
yang dikategorikan menjadi primer (makan, minum, ibadah dan sanitasi), sekunder (irigasi,
produksi energi, industri dan menjaga keseimbangan ekosistem), dan tersier (mencuci mobil,
motor, membuat kolam renang, membuat danau buatan untuk kepentingan rekreasi).
Kebutuhan primer terhadap air didahulukan pemenuhannya dari kebutuhan sekunder dan
tersier.

Ketiga, konservasi, yaitu usaha yang dilakukan dalam rangka mengatur air agar tetap
menjadi sumberdaya yang berkualitas dan berkelanjutan, supaya air tetap tersedia untuk
digunakan di masa depan, sehingga generasi yang akan datang dapat menikmati air yang
cukup, sehat dan terjangkau.

Keempat, regulasi kepemilikan air, yaitu pengaturan kepemilikan air, baik oleh publik
maupun individu dengan tidak membuka lebar-lebar pintu privatisasi dan monopoli tanpa
batas.

Kelima, regulasi distribusi air, yaitu pengaturan penyaluran air yang sejalan dengan
program pengentasan kemiskinan sehingga warga masyarakat dari setiap lapisan memiliki
akses yang sama terhadap air. Bertitik tolak dari nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip universal
di atas, melakukan langkah pencegahan dan penanganan terhadap krisis air adalah wajib bagi
setiap subjek hukum. Karena itu, merusak sumberdaya air sebagai salah satu unsur ekosistem
adalah haram karena sama dengan merusak ekosistem secara keseluruhan.

Merusak sumberdaya air mencakup baik kualitas maupun kuantitas air. Merusak kualitas
air yang termasuk kategori haram, antara lain: membuang tinja, sampah, limbah pabrik, limbah
tambang (timah, emas, besi, batubara) dan limbah perkebunan ke sungai, danau dan atau aliran
air, dan menangkap ikan menggunakan peledak.
Adapun merusak -dalam pengertian mengurangi kuantitas air, baik langsung maupun tidak
langsung, yang termasuk kategori haram, antara lain: penebangan pohon secara liar, serta
industrialisasi dan privatisasi yang memonopoli dan mengeksploitasi air sebagai kebutuhan
publik.

Termasuk dalam langkah pencegahan dan penanganan terhadap krisis air adalah
pemanfaatan air yang efisien, baik untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, berwudlu, dan
sanitasi, maupun untuk kebutuhan produksi pertanian dan industri.

Terkait dengan pemanfaatan, air yang terkontaminasi oleh zat-zat yang membahayakan
bagi kehidupan tidak boleh digunakan, sekalipun memenuhi kriteria dua kulah (270 liter),
sementara air hasil daur ulang dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan produksi.

Negara wajib menguasai sumber-sumber air serta mengatur dan mengawasi


penggunaannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, negara wajib menjamin
hak setiap orang untuk mendapatkan air agar terpenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan
produktif.

B. Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah


1. Keluarga

Bagi masyarakat muslim di Indonesia, istilah Keluarga Sakinah cukup populer.


Keluarga Sakinah terdiri dari dua kata, keluarga dan sakinah. Keluarga berasal dari bahasa
Indonesia, sedangkan sakinah berasal dari bahasa Arab.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga memiliki beberapa arti yaitu (1) ibu
dan bapak beserta anakanaknya, seisi rumah; (2) orang seisi rumah yang menjadi tanggungan,
batih; (3) sanak saudara, kaum kerabat; (4) satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam
masyarakat. Secara sosiologis, keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri
dari suami steri, baik beserta maupun tanpa anak.

Secara yuridis, dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga disebutkan bahwa keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami, isteri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

2. Sakinah
Sak³nah dalam bahasa Arab, berasal dari Sakana-yaskunu-suknan, artinya tenang,
senang, diam, tidak bergerak, tenang setelah bergejolak, menempati rumah, memakai tanda
sukun. As-Sak³nah, bermakna atuma’ninah wal-waqar wal-mahabbah, artinya ketenangan,
kemuliaan, dan kehormatan.

Secara etimologis kata sak³nah memuat pengertian meniadakan sikap ketergesa-gesaan.


Kondisi sakinah tidak hadir begitu saja, tetapi harus diusahakan dan diperjuangkan dengan
sabar dan tenang. Suami-isteri saling memberdayakan baik secara psikologis maupun spiritual,
agar terwujud Keluarga Sakinah.

3. Keluarga Sakinah

Munculnya istilah Keluarga Sakinah merupakan penjabaran firman Allah dalam surah ar-
Rum ayat 21, yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah untuk
mewujudkan ketenteraman atau ketenangan dengan dasar mawaddah wa rahmah (saling
mencintai dan penuh kasih sayang).

Terwujudnya kesakinahan merupakan hasil dari berkembangnya mawaddah wa ra¥mah


dalam keluarga. Mawaddah dimaknai sebagai rasa saling mencintai dan menyayangi dengan
penuh rasa tanggung jawab antara suami-isteri. Ra¥mah bermakna rasa saling simpati yaitu
adanya saling pengertian, penghormatan dan tanggung jawab antara yang satu dengan lainnya.

Keluarga Sakinah dapat didefinisikan sebagai “Bangunan keluarga yang dibentuk


berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang dilandasi rasa
saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan
suasana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridlai
Allah Swt”

Keluarga Sakinah dibentuk berlandaskan pada tauhid, yaitu adanya kesadaran bahwa
semua proses dan keadaan kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah Swt. Semua
kepemilikan berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Oleh karena itu semua kegiatan
harus dilakukan karena Allah Swt.

Islam sebagai agama ra¥matan lil ‘±lam³n memberikan tuntunan agar manusia dapat hidup
antara sesama dengan penuh kecintaan, kedamaian serta kesejahteraan. Dengan rahmah akan
memunculkan perasaan halus (kasih sayang) yang mendorong memberikan kebaikan kepada
yang dikasihi. Islam juga menuntunkan laki-laki dan perempuan setara (almus±w±h) di
hadapan Allah. Nilai dan kualitas keduanya diukur dari kualitas ketakwaan dan amal shalihnya.
Nilai-nilai ra¥matan lil ‘±lam³n dan al-mus±w±h menjiwai bangunan keluarga sakinah.

Berkaitan dengan itu Islam menaruh perhatian terhadap institusi keluarga, yang bertujuan
untuk mewujudkan keluarga sakinah, yaitu, sebuah bangunan keluarga yang dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang dilandaskan pada
kondisi mawaddah wa rahmah, sehingga masing-masing anggota keluarga dapat berkembang
dan menjalankan peran sesuai fungsinya, sehingga menghadirkan suasana kedamaian,
ketentraman, keharmonisan, kekompakan, kehangatan, keadilan, kejujuran dan keterbukaan,
untuk terwujudnya kebaikan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah Swt.

Keluarga sakinah tersebut dibangun berdasar landasan teologis dan prinsip-prinsip


keluarga sakinah yang meliputi prinsip Ilahiyah, pola keluarga luas atau pola hubungan
kesetaraan (dialogis), keadilan, mawaddah wa ra¥mah, keberkahan, serta prinsip pemenuhan
kebutuhan hidup sejahtera dunia akhirat. Keluarga sakinah diarahkan pada terbentuknya insan
bertakwa dan masyarakat sejahtera.

Keluarga sakinah dibentuk melalui pernikahan. Dalam hal ini Islam telah menuntunkan
tata aturan pernikahan, mulai dari memilih pasangan, hakekat perkawinan, serta prinsipprinsip
dasar dalam perkawinan. Dalam memilih pasangan perlu mempertimbangkan otonomi,
kedewasaan dengan mempertimbangkan usia yang matang/dewasa. Prinsip perkawinan antara
lain mencakup m³ts±qan ghal³zhan, akibat hukum perkawinan, suami sebagai qaww±m,
pencatatan perkawinan dan monogami.

Dalam keluarga sakinah, masing-masing anggota keluarga mempunyai kewajiban


untuk memenuhi hak anggota keluarga lainnya. Agar pemenuhan hak dan kewajiban dalam
keluarga dapat menimbulkan suasana yang nyaman, diperlukan adanya pola hubungan antar
anggota keluarga yang didasarkan pada kesetaraan nilai kemanusiaan. Pola hubungan tersebut
akan mendorong munculnya pola komunikasi yang setara antar anggota keluarga. Komunikasi
yang setara adalah komunikasi yang dilakukan dengan cara saling pengertian, penghargaan,
dan penghormatan antar anggota keluarga. Setiap individu menjalin hubungan dengan landasan
takwa dan rahmah.

Salah satu prinsip keluarga sakinah adalah adanya pemenuhan kebutuhan hidup
sejahtera dunia akhirat. Dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup dimaksud, nampak jelas
adanya potensi dasar manusia yang perlu dikembangkan dan dibina dalam keluarga sakinah.
Hal tersebut merupakan pilar keluarga sakinah yang terdiri dari lima aspek, yaitu, aspek tanfidz
keputuan munas tarjih , pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lingkungan hidup, sosial, politik
dan hukum

C. TUNTUNAN MANASIK HAJI


1. Niat Haji

Niat haji atau umrah terkait erat dengan masalah ihram, yaitu berniat ikhlas di dalam hati karena
Allah Swt untuk melakukan haji atau umrah kemudian diiringi mengucapkan lafal ً ‫لَبﱠيْكَ اللﱠ ُه ﱠﻢ‬
ِ‫ ِﺑﻌُ ْﻤ َﺮة‬atau ‫ ﺑﱠيْكَ اللﱠ ُه ﱠﻢ ﺣﺞ‬sesuai dengan jenis haji yang hendak dilakukan di tempat-tempat (miqat)
yang sudah ditentukan.

2. Talbiyah

َ‫ إِ ﱠن ْال َح ْﻤدَ َوال ِّن ْﻌ َﻤةَ لَكَ َو ْال ُﻤ ْلكَ ﻻَ ش َِﺮيْكَ لَك‬، َ‫ لَ ﱠبيْكَ َﻻ ش َِﺮيْكَ لَكَ لَ ﱠبيْك‬، َ‫َل ﱠﺑيْكَ اللﱠ ُه ﱠﻢ لَ ﱠبيْك‬
lafal ini dapat dilakukan sendiri, bersamaan, atau boleh melalui komando hingga
anggota/ jamaah mengikutinya.

3. Miqat Makani

Miqat makani adalah batas yang menunjukan tempat dimulainya seluruh rangkaian ibadah
haji. Batas-batas tempat yang ditetapkan oleh Nabi saw hanya mewakili tiga arah yaitu:

1. Utara untuk penduduk Madinah dan Syam dengan miqatnya adalah Zulhulaifah
dan Juhfah,
2. Timur untuk penduduk Najed adalah Qarnul-Manazil, dan
3. Selatan untuk penduduk Yaman adalah Yalamlam

Bagi mereka yang tidak melewati salah satunya, seperti pada zaman sekarang, harus
memposisikan searah dan terdekat dari batas yang ada

Jika muncul kasus tentang dari manakah para jamaah yang datang memulai miqatnya,
tetapi tidak melewati salah satu dari miqat yang ada, para ulama seperti Ab ¦an³fah, berijtihad
sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar Ibn al-Khattab r.a., yaitu dengan memulai ihramnya kira-
kira 2 marhalah (±90 km) dari Mekah. Jarak ini adalah jarak miqat terpendek (Qarnul Manazil)
dari Mekah.

Bagi jamaah yang menggunakan pesawat terbang tidak wajib berihram, kecuali setelah
mendarat di daratan yang akan ditempuh perjalanan selanjutnya. Jika pesawat mendarat di
wilayah luar miqat yang ditentukan, miqatnya adalah miqat–miqat yang akan dilaluinya atau
dari tempat yang sejajar dan sudah ditentukan sebagai miqat.

4. Tawaf

Tawaf pada asasnya disyaratkan bersuci dari hadas dan najis karena tawaf sama seperti
salat dalam banyak aspek, hanya dalam tawaf diperbolehlan berbicara, asal pembicaraannya
yang baik.

Jika terjadi hadas kecil (batalnya wuduk) ketika sedang tawaf dalam keadaan jamaah
penuh sesak, terutama di saat puncak haji ketika tawaf ifadah (yang termasuk rukun haji) dan
tidak memungkinkan mendapatkan air atau jika pun bisa mendapatkan air akan menyusahkan
dan memberatkan, maka berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-¥araj
(meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wuduk dengan dasar
keringanan dan menghindari mudarat.

Jika terjadi hadas kecil (batalnya wuduk) ketika sedang tawaf dalam keadaan jamaah
penuh sesak, terutama di saat puncak haji ketika tawaf ifadah (yang termasuk rukun haji) dan
tidak memungkinkan mendapatkan air atau jika pun bisa mendapatkan air akan menyusahkan
dan memberatkan, maka berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-¥araj
(meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wuduk dengan dasar
keringanan dan menghindari mudarat.

Tawaf ifadah adalah rukun haji yang wajib dilaksanakan, yang apabila tidak
dilaksanakan maka haji tidak sah, sama halnya seperti wukuf di Arafah.

Apabila perempuan yang melakukan ibadah haji mengalami haid sebelum sempat
melakukan tawaf ifadah, ia dan rombongannya harus menunggu (tertahan) sampai wanita itu
selesai haid dan kemudian melakukan tawaf ifadah. Hadis ini menunjukkan bahwa tawaf ifadah
adalah rukun haji yang wajib dilaksanakan yang apabila tidak dilakukan ibadah hajinya tidak
sah.

Wanita yang mengalami haid sebelum sempat melakukan tawaf ifadah pada zaman
sekarang di mana tidak mungkin menunda keberangkatan pulangnya yang sudah terjadwal
karena penundaan itu sangat menyulitkan dan akan menimbulkan mudarat yang besar dapat
menggunakan obat penahan haid jika dia menghendakinya. Tawaf wadak (tawaf perpisahan)
tidak dilakukan oleh perempuan yang sedang haid

5. Tarwiyah
Dalam konteks ibadah haji Tarwiyah adalah suatu prosesi ibadah haji yang dilakukan
oleh Nabi saw pada tanggal 8 Zulhijah di saat itu salah satu yang dilakukan adalah
mengumpulkan perbekalan utamanya air.2 Tarwiyah dilakukan calon haji dengan cara
meninggalkan Mekkah menuju Mina pada pagi hari tanggal 8 Zulhijah (miqat zamani) dengan
berpakaian ihram dan berniat untuk menunaikan idadah haji. Di Mina mereka menunaikan salat
Zuhur, Asar, Magrib, Isya hingga salat subuh tanggal 9 Zulhijah.

jamaah haji diseyogyakan untuk melaksanakan ibadah Tarwiyah dalam rangkaian


pelaksanaan manasik haji. Namun hal itu dilakukan sejauh dimungkinkan untuk
melaksanakannya dan dengan ketentuan :

1. tidak menimbulkan bahaya (mudarat) kepada diri mereka dan


2. tidak mengurangi pemaksimalan ibadah haji secara keseluruhan

6. Wukuf di Arafah

Arafah adalah salah satu tempat pelaksanaan manasik haji yang terletak paling jauh dari
Mekah. Arafah terletak di luar kawasan Tanah Haram (Tanah Suci) dan karena itu tidak
merupakan bagian dari kawasan Tanah Suci Mekah. Arafah merupakan suatu areal yang luas
dan telah diberi tanda batas-batasnya, dan semua kawasan Arafah adalah maukif, yakni tempat
melakukan wukuf,

Setelah melakukan tarwiyah dengan bermalam di Mina sehingga mendapatkan lima


waktu salat di sana, yaitu Zuhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh, maka setelah matahari terbit
pada tanggal 9 Zulhijah jamaah haji meninggalkan Mina dan berangkat menuju Arafah untuk
melakukan wukuf. Para jamaah yang tidak dapat melakukan tarwiyah, sebagaimana
kebanyakan kondisi jamaah haji lantaran berbagai kesulitan, biasanya langsung dari Mekah
menuju ke Arafah. Dalam perjalanan hingga tiba di Arafah, dituntunkan untuk membaca
talbiyah atau bertakbir

Sebelum sampai di Arafah disunatkan untuk singgah di Namirah yang merupakan batas
untuk memasuki kawasan Arafah. Hal ini adalah sesuai dengan praktik haji Rasulullah Saw,
beliau berhenti di Namirah hingga zawal, kemudian berjalan lagi hingga sampai di Wadi
‘Uranah (sekarang Masjid Ibrahim), di tempat itu beliau berkhutbah serta salat Zuhur dan Asar
dengan qasar dan jamak takdim. Setelah itu beliau memasuki Arafah dan mengambil tempat
wukuf di kaki Jabal Rahmah
Rangkaian manasik yang dilakukan di Arafah adalah wukuf di Arafah yang disepakati
oleh para fukaha sebagai rukun haji yang apabila seorang jamaah haji mis (terlewatkan/tidak
dapat) melakukannya, maka hajinya tidak sah. Ia dipandang belum melakukan ibadah haji.
Waktu yang sah untuk melakukan wukuf di Arafah adalah sejak zawal (tergelincirnya
matahari) pada tanggal 9 Zulhijah hingga sebelum fajar hari Nahar (10 Zulhijah). Orang yang
sampai di Arafah, melakukan wukuf setelah zawal (tergelincirnya matahari) hingga terbenam
matahari sore itu dan kemudian meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah. Orang yang karena
suatu dan lain sebab, seperti problem transportasi dan kepadatan lalu lintas atau halangan lain,
baru bisa sampai di Arafah setelah matahari hari Arafah terbenam, melakukan wukuf
secukupnya dan kemudian meninggalkan Arafah berangkat menuju Muzdalifah. Orang yang
baru bisa tiba di Arafah beberapa saat sebelum terbit fajar, melakukan wukuf walaupun
sebentar, kemudian berangkat ke Muzdalifah. Apabila ada yang mis (tidak dapat) melakukan
wukuf sebelum fajar, maka hajinya belum terpenuhi, artinya ia belum melaksanakan haji.

Ibadah yang dilakukan di Arafah setelah mulainya wukuf adalah khutbah Arafah yang
disampaikan oleh imam atau pemimpin rombongan, kemudian melakukan salat Zuhur dan
Asar dengan qasar dan jamak takdim dengan satu azan dan dua iqamat bagi yang tidak dapat
berhenti di Namirah, membaca tahmid, tahlil, takbir, berdoa, bertaubat dan berzikir kepada
Allah Swt dan membaca kitab suci al-Quran. Hari Arafah adalah hari yang amat baik untuk
melakukan amal ibadah dan berdoa

Setelah matahari hari Arafah terbenam, maka jamaah haji segera meninggalkan Arafah
berangkat ke Muzdalifah untuk melakukan mabit di tempat tersebut. Salat Magrib dan Isya
dilakukan di Muzdalifah secara qasar dan jamak ta’khir. Jemaah yang tidak dapat segera
meninggalkan Arafah karena problem keterlambatan transportasi dan harus menunggu di
Arafah dapat melakukan salat Magrib dan Isya secara qasar dan jamak di Arafah. Kemudian
setelah ada kendaraan berangkat menuju Muzdalifah

7. Muzdalifah

Muzdalifah adalah tempat antara Arafah dan Mina. Muzdalifah disebut juga dengan
nama Jamak karena di tempat ini jemaah haji berkumpul sejenak untuk istirahat sebelum
menuju Mina. Muzdalifah terkadang dinamai Masy’aril-Haram karena dia merupakan tempat
untuk manasik haji (masy’ar) di mana jemaah haji masih dalam keadaan berpakaian ihram
(haram) karena belum bertahallul. Di tempat ini memang ada satu lokasi bernama Masy’aril-
Haram berupa bukit yang juga dikenal dengan nama Quzah 5.

Selama perjalanan ibadah ke dan di Muzdalifah dituntunkan beberapa hal sebagai


berikut:6 Muzdalifah didatangi jemaah haji ketika matahari pada tanggal 9 Zulhijah telah
terbenam. Selama perjalanan dari Arafah menuju Muzdalifah dituntunkan untuk membaca
talbiyah dan berdoa; Selama mabit salat Magrib dan Isya ditunaikan secara jama’ ta’khir dan
qasar. Istirahat tidur dilakukan hingga waktu fajar

8. Manasik Selama di Mina

Selama di Mina jemaah haji melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Pada tanggal 10 Zulhijah
setelah sampai di Mina, yang pertama kali dilakukan jemaah haji adalah melempar jumrah
aqabah sebanyak 7 kali lemparan menggunakan batu kerikil.

Setiap kali batu kerikil dilemparkan diucapkan takbir Allahu Akbar dan berdoa dengan
kalimat allahuma ijalhu hajja, Setelah selesai melempar jumrah, takbir dan talbiyah pun
dihentikan.

Yang menunaikan haji qir±n dan tamattu’ segera melakukan pembayaran dam dengan
menyembelih hewan. Lakukanlah tahallul awal yaitu mencukur atau memotong rambut.

Tahallul awal dilakukan setelah melempar Jumrah Aqabah. Dengan tahallul maka
seluruh larangan ihram telah lepas atau dibebaskan kembali kecuali melakukan hubungan
suami isteri

Pergi ke Mekkah untuk melakukan tawaf if±«ah. Segera kembali ke Mina untuk
melakukan mabit sejak tanggal 11 hingga tanggal 13 Zulhijah seraya melempar jumrah. Dalam
kenyataan di lapangan praktik ideal tersebut terkadang sulit dilaksanakan oleh jemaah haji.
Meskipun ada yang dapat melaksanakannya namun jumlahnya tidak begitu banyak, hanya
orang-orang tertentu saja. Oleh karenanya jemaah dapat melakukan tawaf if±«ah di waktu-
waktu yang lebih memungkinkan

Setelah tergelincir matahari pada tanggal 11 Zulhijah lakukan lempar jumrah yang
dimulai dari Jumrah Ula, kemudian Jumrah Wusta, dan terakhir Jumrah Aqabah. Cara
melempar Jumrah kali ini sama dengan sebelumnya, yaitu setiap kali batu kerikil dilemparkan

5
Lihat Sa’d bin Sa’id al-Hajari, al-Mansak al-Muyassar lil-Haaj walMu’tamir, (Saudi Arabia: Maktabah Riyadh,
1428), hlm. 120.
6
Lihat Majelis Tarjih dan Tajdid, Tuntunan..., hlm. 109-110
diucapkan takbir Allahu Akbar . Setiap melempar Jumrah Ula dan Jumrah Wusta upayakanlah
mencari tempat yang kosong untuk berdoa dengan doa yang dikehendaki seraya mengangkat
tangan dan menghadap kiblat. Adapun pada lemparan Jumrah Aqabah tidak perlu berdoa,
tetapi segera keluar dari wilayah Jumrah

Melempar ketiga jumrah diulangi lagi pada tanggal 12 dan 13 Zulhijah bagi yang
mengambil nafar £ani, atau cukup diulangi pada tanggal 12 saja, bagi yang mengambil nafar
awal di sana boleh segera meninggalkan Mina menuju Mekah. Sedangkan buat yang
mengambil nafar £ani tetap berada di Mina hingga tanggal 13 Zulhijah dan setelah itu menuju
Mekah.7

Waktu utama (afdaliyyah) melempar Jumrah Wusta dan Jumrah Aqabah pada hari 11,
12 dan 13 Zulhijah adalah saat matahari mulai condong atau sesudah zawal. Namun selain
mengupayakan keutamaan, dalam pelaksanaannya harus juga tetap memperhatikan situasi
yang terjadi di lapangan. Manakala situasi menghendaki keselamatan jiwa dan raga yang
diutamakan maka pilihan waktu utama “dikalahkan”. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa
tidak ada larangan dari Nabi saw untuk menunaikan lempar jumrah sebelum tergelincir
matahari, sementara agama mengajarkan prinsip menghindari mudarat dan keringanan (at-
taysir). Pandangan ini didasarkan juga pada dalil bahwa Nabi saw membolehkan untuk orang-
orang yang berkeperluan khusus untuk melempar jumrah lebih awal atau lebih akhir.

D. FIKIH KEBENCANAAN
1. KONSEPSI TENTANG BENCANA

Kata bencana (Inggris: disaster) secara bahasa (etimologi) biasanya dihubungkan dengan
keadaan dimana sejumlah orang mengalami kematian, kerusakan rumah-tempat tinggal dan
bangunan, atau suatu keadaan negatif yang berlangsung terus-menerus. 8 Dalam bahasa Arab
istilah bencana dikenal dengan “al-kāriṡah” (‫( اﻻكﺮثة‬yang bermakna suatu keadaan yang diliputi
oleh kesulitan. Istilah lainnya adalah al-baliyyah (‫ ( اﺑللية‬dan ad-dahr (‫( ادلهﺮ‬yang dimaknai
sebagai perkara yang tidak disukai oleh manusia, semisal kemalangan dan musibah. 9 Dalam
bahasa Indonesia, istilah bencana dimaknai sebagai sesuatu yang menyebabkan
(menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan, malapetaka dan atau kecelakaan. 10

7
Didasarkan Pada Surah Al-Baqarah (2) Ayat 203
8
Angus M. Gunn, Encyclopedia of Disaster (Connecticut: Greenwood press, 2008), hlm. xxx
9
Ibnu Manżūr, Lisān al-‘Arab (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), vol. 1, hlm. 535.
10
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008), hlm. 174
Fikih kebencanaan adalah upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
bencana dari tiga aspek, yaitu aspek nilai dasar (al-qiyam al-asāsiyyah/basic values), prinsip
umum (aluṣūl al-kulliyyah/general principles) dan aspek praktis (al-aḥkām al-
far’iyyah/concrete rulings) yang sejalan dengan ajaran Islam dalam menanggulangi bencana,
baik sebelum, saat, maupun setelah bencana terjadi.

Dari apa yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat dirangkum bahwa bencana yang
terjadi dan mendatangkan gangguan serius dalam kehidupan manusia, dalam bahasa al-Quran
dan Hadis dapat disebut dengan muṣībah. Bencana terkadang mengakibatkan kerugian,
kerusakan, kehancuran (tadmīr, dan tamzīq), atau lumpuhnya fungsi-fungsi sosial masyarakat
(halāk dan fasād) dan terjadinya kekacauan (fitnah). Bencana dapat menimpa siapa saja, baik
orang yang berbuat dosa atau yang telah melakukan kerusakan di muka bumi, maupun orang
yang tidak berdosa (berbuat salah). Jika manusia yang berdosa ditimpa mudarat (kerugian)
akibat bencana tersebut, maka bagi dirinya hal itu berfungsi sebagai ‘iqāb, nāzilah, atau bahkan
‘ażāb atas perbuatannya. Sedangkan bagi orang yang tidak berdosa dan mereka yang masih
hidup bencana adalah balā’, yakni ujian untuk melihat kualitas keimanan mereka, dan adalah
rahmat karena menjadi momentum untuk melakukan muhasabah dan perubahan ke depan.
Adapun bagi yang meninggal akibat bencana sedangkan ia tidak bermaksiat kepada Allah,
maka hal itu menjadi tangga untuk mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah.

Karena bencana bisa merupakan ujian dan rahmat dari Allah, maka masyarakat harus
menyikapi dengan positif, yaitu dengan tidak menyalah-nyalahkan atau memiliki prasangka
negatif terhadap Tuhan. Sikap berbaik sangka kepada Allah juga harus diiringi dengan
melakukan ikhtiar untuk melepaskan diri dari bencana dan tidak berputus asa dari rahmat Allah
serta tetap memiliki semangat untuk bangkit kembali. Masyarakat yang menjadi korban
bencana juga harus memiliki keyakinan bahwa ada solidaritas orang lain untuk dirinya. Tetap
memiliki harapan masa depan atau optimisme hidup juga menjadi kata kunci dalam cara
menyikapi bencana.

Bencana pada hakikatnya bukanlah bencana bagi orang yang terkena dampak langsung atau
menjadi korban saja, tetapi juga bencana bagi pihak lainnya. Oleh karena itu, adalah kewajiban
bersama bagi masyarakat untuk memberikan bantuan yang sesuai dengan standar minimum
pemenuhan hak korban bencana. Konsep bantuan kemanusiaan untuk korban bencana bukan
lagi merupakan sebuah kegiatan pemberian sumbangan belaka (charity), atau kegiatan yang
berorientasi pada keinginan pemberi bantuan dan sekedar kebutuhan warga terdampak. Tetapi
harus dilakukan dengan berorientasi pada pemberdayaan, pemenuhan hak–hak hidup manusia
dan partisipatif dengan mengupayakan kondisi-kondisi yang harus dicapai dalam semua aksi
kemanusiaan supaya penduduk yang terkena bencana dapat bertahan dan pulih ke kondisi stabil
dan bermartabat.

Pada saat bencana, masyarakat sering menemui kebingunan terkait pelaksanaan ibadah.
Pelaksanaan ibadah pada saat bencana sesungguhnya dapat dilaksanakan di atas dua prinsip
umum, yaitu prinsip kemudahan (taysīr) dan perubahan hukum sesuai dengan perubahan
situasi (taghayyuru al-aḥkām bi taghayyuri al-zamān wa al-makān wa al-aḥwāl). Pada saat
bencana, secara prinsipil kewajiban manusia terhadap Tuhan harus tetap dilaksanakan. Namun
demikian, syariat Islam memberikan solusi kemudahan untuk pelaksanannya. Islam tidak
membebani kewajiban yang berada di luar kapasitas umatnya. Manusia hanya diminta untuk
melaksanakan hak Allah sesuai dengan batas maksimal yang ia miliki (taqwāllāh ‘alā qadri al-
istiṭā’ah).

E. TUNTUNAN SALAT LIMA WAKTU


I. Pengertian Salat

Kata salat, jamaknya salawat, secara bahasa berarti doa. Kata ṣalli dan ṣalātaka dalam
firman Allah ‫سك ٌَن لَ ُه ْﻢ‬ َ ‫علَ ْي ِه ْﻢ ۖ إِ ﱠن‬
َ َ‫ص َﻼتَك‬ َ ‫[ ْ ۗ َو‬QS 9: 103] berarti doa. Ayat itu secara lengkap
َ ‫ص ِّل‬
terjemahannya adalah “... dan berdoalah engkau untuk mereka; sesungguhnya doamu akan
menjadi ketenangan bagi mereka.” Ibn al-A‘rabī mengatakan bahwa salawat dari Allah berarti
rahmat dan dari malaikat berarti istigfar. Ada pula pendapat bahwa salawat dari Allah berarti
pujian yang baik.11 Adapun menurut istilah syar‘i salat adalah ucapan dan perbuatan tertentu
yang dimulai dengan takbiratul-ihram dan diakhiri dengan salam disertai syarat-syarat
tertentu.12

Salat adalah rukun Islam kedua dan hukumnya wajib dilaksanakan. Salat yang wajib
dilaksanakan itu adalah salat rutin lima waktu, yaitu salat Subuh dua rakaat, salat Zuhur empat
rakaat, salat Asar empat rakat, salat Magrib tiga rakaat dan salat Isya empat rakaat.

II. PERSIAPAN UNTUK SALAT

Setiap orang yang hendak mengerjakan salat terlebih dahulu hendaklah ia memperhatikan hal-
hal berikut:

11
Az-Zabidi, Tājul-‘Arūs min Jawāhir al-Qāmūs (Kuwait: Maṭbaat Ḥukūmat al-Kuwait, 1422/2001), XXXVIII:
437-438.
12
Al-Jazīrī, al-Fiqh ‘alā al-Mażāhib al-Arba‘ah (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1427/2006), h. 94
1. mengetahui telah masuknya waktu salat,
2. menutup aurat,
3. berada dalam keadaan suci badan, pakaian, dan tempat salat dari najis,
4. berada dalam keadaan suci dari hadas kecil maupun hadas besar.

F. TATA CARA SALAT


1. Berdiri Tegak Menghadap Kiblat dan Berniat Ikhlas karena Allah

Salat dilakukan menghadap ke kiblat, yaitu Kakbah di Masjidil Haram di Mekah, Orang yang
sedang naik kapal laut dan hendak salat (jika arah kiblat diketahui), Orang yang salat dalam
pesawat, kereta api atau angkutan umum yang sedang berjalan, maka ketika mulai salat cukup
menghadap sesuai dengan arah kursinya dalam kendaraan itu dan salat menghadap ke arah
mana pun sesuai duduknya. Hal ini sesuai dengan dalil berikut:

َ‫ط ٰى َوقُو ُموا ِ ﱠ ِ قَا ِن ِتين‬


َ ‫س‬
ْ ‫ت َوالص َﱠﻼ ِة ا ْل ُو‬
ِ ‫صلَ َوا‬
‫علَى ال ﱠ‬ ُ ‫َحا ِف‬
َ ‫ظوا‬
Artinya :Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.

Setiap orang yang mengerjakan salat harus dengan niat yang ikhlas di dalam hati bahwa
ia hendak mengerjakan salat.

2. Mengarahkan Pandangan ke Tempat Sujud Saat Berdiri.

Pandangan mata orang yang salat diarahkan ke tempat sujud, dimaksudkan agar
semaksimal mungkin dapat dicapai kekhusyukan

3. Melakukan Takbiratul-Ihram dengan Mengucapkan “Allahu Akbar”.

Setelah berdiri tegak dengan pandangan mata ke arah tempat sujud, lakukanlah takbir
seraya mengangkat kedua belah tangan sejajar dengan bahu dan menyejajarkan ibu jari tangan
dengan daun telinga bagian bawah dan jari-jari tangan sedikit direnggangkan serta telapak
tangan menghadap ke kiblat. Mengucapkan takbir, yakni lafal “Allāhu akbar.

4. Bersedekap dengan Meletakkan Tangan di atas Dada.

Setelah bertakbir lakukanlah sedekap dengan cara telapak tangan kanan menggenggam
pergelangan dan hasta tangan kiri dan diletakkan di atas dada

5. Membaca Doa Iftitah Secara Sir (Lirih).


Dengan Membaca:

‫يرا‬ً ِ‫يرا َوا ْل َح ْم ُد ِ ﱠ ِ َكث‬


ً ِ‫يرا َوا ْل َح ْم ُد ِ ﱠ ِ َكث‬ ً ‫يرا ﱠ ُ أَ ْكبَ ُر َك ِب‬
ً ِ‫يرا َوا ْل َح ْم ُد ِ ﱠ ِ َكث‬ ً ‫يرا ﱠ ُ أ َ ْكبَ ُر َك ِب‬
ً ‫ﱠ ُ أَ ْكبَ ُر َك ِب‬
َ‫س ْب َحانَ ﱠ ِ بُ ْك َرةً َوأَ ِصيﻼً أَعُوذُ بِا ﱠ ِ ِمن‬ ُ ‫س ْب َحانَ ﱠ ِ بُك َْرةً َوأَ ِصيﻼً َو‬ ُ ‫س ْب َحانَ ﱠ ِ بُك َْرةً َوأَ ِصيﻼً َو‬ ُ ‫َو‬
‫ان ِم ْن نَ ْف ِخ ِه َونَ ْف ِث ِه َو َه ْم ِز‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
‫ال ﱠ‬

Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi
Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala
puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha
Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Aku berlindung
kepada Allah dari tiupan, bisikan, dan godaan setan.

6. Surat Al Fatihah

‫الر ِحي ِْم‬


‫الرحْ َم ِن ﱠ‬
‫س ِم ّ ِ ﱠ‬
ْ ‫ِب‬

َ ‫الص َرا‬
‫ط‬ ّ ِ ‫ ا ْه ِدنَا‬. ‫ستَ ِعي ُن‬ ‫الر ْح ٰ َم ِن ﱠ‬
ْ َ‫ إِيﱠاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيﱠاكَ ن‬. ‫ َما ِل ِك يَ ْو ِم ال ِدّي ِن‬. ‫الر ِحيم‬ ‫ ﱠ‬. ‫ب ا ْل َعالَ ِمي َن‬ ِّ ‫ا ْل َح ْم ُد ِ ﱠ ِ َر‬
َ ‫ضا ِ ّل‬
‫ين‬ ‫علَي ِْه ْم َو َﻻ ال ﱠ‬ ِ ‫غي ِْر ا ْل َم ْغضُو‬
َ ‫ب‬ َ َ‫ِين أ َ ْن َع ْمت‬
َ ‫علَي ِْه ْم‬ َ ‫ستَ ِص َرا‬
َ ‫ط الﱠذ‬ ْ ‫ا ْل ُم‬

7. Membaca Ayat Al-Qur’an Atau Ayat Al-Quran

Contoh surat Al-Ikhlas

‫الرحْ ٰم ِن ﱠ‬
‫الر ِح ْي ِم‬ ‫س ِم ﱣ ِ ﱠ‬
ْ ‫ِب‬

‫ص َم ۚ ُد ۚ لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم يُ ْولَ ۙ ْد َولَ ْم يَك ُْن لﱠ ٗه ُكفُ ًوا اَ َح ٌد‬


‫قُ ْل ُه َو ﱣ ُ ا َ َح ٌد َ ﱣ ُ ال ﱠ‬

8. Rukuk

Mengangkat Kedua Tangan Sambil Membaca Takbir Seperti Dalam Takbiratul Ihram, Lalu
Rukuk [Membungkukkan Badan] Seraya Meluruskan Punggung Dengan Tengkuk Dan
Telapak Tangan Kanan Memegang Lutut Kanan Dan Telapak Tangan Kiri Memegang Lutut
Kiri Dengan Jari-Jari Tangan Agak Direnggangkan Sambil Membaca Do’a

(sebanyak 3 kali) ‫سبحان ربي العظيم وبحمده‬

9. I’tidal

‫ربنا لك اللحمد ملء السموات وملء اﻷرض وملء ما شئت من شيء بعد‬.
‫‪10. Sujud‬‬

‫سبحان ربي اﻷعلى وبحمده‬

‫)‪Sub haana robbiyal a'la wabihamdih. (sebanyak 3 kali‬‬

‫‪11. Duduk di Antara Dua Sujud‬‬

‫رب اغفررلي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واههدني وعافني واعف عني‬

‫‪Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii.‬‬

‫‪12. Tasyahud Awal‬‬

‫علَ ْيكَ أَيﱡ َها ال ﱠن ِب ﱡى َو َرحْ َمةُ ﱠ ِ َوبَ َركَاتُهُ ال ﱠ‬


‫سﻼَ ُم‬ ‫سﻼَ ُم َ‬‫ط ِيّبَاتُ ِ ﱠ ِ ال ﱠ‬‫صلَ َواتُ ال ﱠ‬
‫اركَاتُ ال ﱠ‬ ‫التﱠ ِحيﱠاتُ ا ْل ُم َب َ‬
‫َلى‬
‫ص ِ ّل ع َ‬ ‫ش َه ُد أَ ﱠن ُم َح ﱠمدًا َر ُ‬
‫سو ُل اللﱠ ِها َ ‪ .‬للﱠ ُه ﱠم َ‬ ‫ش َه ُد أ َ ْن ﻻَ ِإلَهَ إِﻻﱠ ﱠ ُ َوأَ ْ‬
‫ين أَ ْ‬ ‫علَى ِع َبا ِد ﱠ ِ ال ﱠ‬
‫صا ِل ِح َ‬ ‫علَ ْينَا َو َ‬
‫َ‬
‫ُم َح ﱠم ٍد‬

‫‪13. Tasyahud Akhir‬‬

‫سﻼَ ُم‬‫علَ ْيكَ أَيﱡ َها النﱠبِ ﱡى َو َرحْ َمةُ ﱠ ِ َوبَ َركَاتُهُ ال ﱠ‬ ‫سﻼَ ُم َ‬‫طيِّبَاتُ ِ ﱠ ِ ال ﱠ‬ ‫صلَ َواتُ ال ﱠ‬
‫اركَاتُ ال ﱠ‬ ‫التﱠ ِحيﱠاتُ ا ْل ُم َب َ‬
‫َلى‬ ‫سو ُل ال ﱠل ِها َ اَل ﱠل ُه ﱠم َ‬
‫ص ِ ّل ع َ‬ ‫ش َه ُد أَ ﱠن ُم َح ﱠمدًا َر ُ‬ ‫ش َه ُد أَ ْن ﻻَ إِلَهَ إِﻻﱠ ﱠ ُ َوأَ ْ‬ ‫ين أَ ْ‬ ‫علَى ِعبَا ِد ﱠ ِ ال ﱠ‬
‫صا ِل ِح َ‬ ‫علَ ْينَا َو َ‬
‫َ‬
‫َلى آ ِل إِ ْب َرا ِه ْي َم إِنـﱠكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد اَللﱠ ُه ﱠم با َ ِر ْك ع َ‬
‫َلى‬ ‫صلﱠ ْيتَ ع َ‬
‫َلى إِ ْب َرا ِه ْي َم َوع َ‬ ‫َلى آ ِل ُم َح ﱠم ٍد كَما َ َ‬‫ُم َح ﱠم ٍد َوع َ‬
‫َلى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم ِإنـﱠكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫َلى آ ِل ُم َح ﱠم ٍد كَما َ با َ َركْتَ ع َ‬
‫َلى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوع َ‬ ‫ُم َح ﱠم ٍد َوع َ‬
‫‪14. Salam‬‬

‫علَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ ﷲِ‬


‫سﻼَ ُم َ‬
‫ال ﱠ‬

‫)‪"Assalaamu alaikum wa rahmatullah" (menoleh ke kanan dan kiri‬‬

‫‪B.Kritik dan saran.‬‬

‫‪Sebagai manusia dan mahasiswa kami tak lepas dari kesalaan dan kekeliruan. Makalah ini kami‬‬
‫‪ambil dari beberapa buku dan blog seta narasi yang tidak merubah makna.‬‬
DAFTAR PUSAKA

https://kumparan.com/berita-terkini/tuntunan-bacaan-sholat-lengkap-dari-niat-sampai-salam-
1wLIP1vU9AE/full

Berita Resmi Muhammadiyah Tanfidz Keputusan Yogyakarta 1-4 Sya,ban/19-22 Mei 2022

Fiqih kebencanaan ,Tuntunan Sholat ,Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2018

Berita Resmi Muhammadiyah Tanfidz Keputusan Palembang 27-29 Robiul-Akhir 1435 H/ 27


Februari -1 maret 2014

Keraf, Sony, Krisis & Bencana Lingkungan Hidup Global, Yogyakarta: Kanisius, 2010.

Sukarni, “Air dalam Perspektif Islam,” makalah Seminar Fikih Air: Air dan Masa Depan Umat
Manusia, diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
bekerja sama dengan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 30 Maret 2013.

Himpunan Putusan Tarjih, Yogyakarta: Majelis Tarjih PPM, 2011

Anda mungkin juga menyukai