Anda di halaman 1dari 5

tim terdekat jika tersedia.

Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue,


jika tersedia tim yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan
pernapasan, kompresi dada dll).Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian
harus menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang.

Jika monitor jantung, defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia,
peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini
dilakukan oleh tim yang berpengalaman atau tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support
(ACLS). (Garg R et al, 2017)

Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan bahwa tim mereka
dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi kit atau
troli, setidaknya peralatan resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi strategis.Tim dari masing-
masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan resusitasi kit mereka.

Jika korban berhasil diresusitasi, sambil menunggu kedatangan tim respon code blue, tim
dilokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-tanda vital.
Semua kasus code blue harus mengirim ke ETD untuk evaluasi lebih lanjut dan manajemen
terlepas hasilnya. (Garg R et al, 2017)

2.7 Pemberian Basic Life Support (BLS)/Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pemberian Basic Life
Support (BLS) mengacu pada suatu tindakan pertolongan yang dilakukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan maupun petugas keamanan masyarakat pada pasien-pasien yang mengalami
henti jantung, henti nafas, maupun obstruksi jalan nafas. Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi sendiri secara normal (Latief, 2009). Secara garis besar, BLS terdiri dari pemberian
resusitasi jantung paru berkualitas tinggi, menggunakan automated external defibrillator (AED)
dan penanganan sumbatan jalan nafas pada pasien. Pada situasi di rumah sakit, BLS dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan atau

seseorang yang berkompetensi untuk melakukannya sampai tim primer code blue

12

datang dan melanjutkan proses pemberian BLS. Sebagai komponen utama dari sistem code blue
di rumah sakit, berikut adalah langkah-langkah melakukan BLS pada sistem code blue: (Garg R
et al, 2017)

1. Memastikan tempat resusitasi aman


Pasien biasanya berada dalam tempat yang aman di rumah sakit. Namun pada situasi
tertentu, pasien dapat jatuh tidak pada tempat tidur atau mungkin di luar gedung,
sehingga perlu diamankan. Namun perlu diingat bahwa pemindahan pasien yang
memakan waktu harus dihindari, sehingga lebih diutamakan pemberian BLS sesegera
mungkin pada setting rumah sakit. (Garg R et al, 2017)
2. Cek Respon Pasien
Respon pasien diperiksa sesegera mungkin dengan memberi rangsangan verbal ataupun
rasa sakit, dan dinilai dengan klasifikasi AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) Jika
pasien memberi respon, maka kemungkinan ia tidak mengalami henti jantung. Pasien
mungkin memerlukan monitoring dan observasi ketat di ruangan khusus dan evaluasi
lebih lanjut. Jika pasien tidak ada respon, kemungkinan pasien mengalami henti jantung
sehingga perlu dipanggil bantuan dan aktivasi sistem code blue. (Garg R et al, 2017)
3. Aktivasi sistem code blue
Seseorang yang menemukan pasien pertama kali mengaktivasi sistem code blue untuk
mendatangkan tim code blue untuk membawa perlengkapan BLS (defibrillator, brankar
emergensi berisi perlengkapan dan obat-obatan BLS, perlengkapan penanganan jalan
nafas) (Garg R et al, 2017)
4. Cek nadi dan nafas bersamaan
Pemeriksaan nadi karotis dilakukan bersamaan dengan nafas (melihat pergerakan dada,
mendengar dan merasakan nafas pasien) kurang dari 10 detik. Terdapat 3 hasil yang
memungkinkan: (Garg R et al, 2017)

- Pulsasi karotis teraba dan nafas normal: pasien diobservasi setiap 2

menit untuk setiap tanda vitalnya. Pasien dapat memerlukan ruang

13

monitoring khusus seperti ruang perawatan intensif untuk monitoring

dan evaluasi lebih lanjut

 -  Pulsasi karotis teraba dan nafas abnormal/tidak ada: pasien mengalami

henti nafas. Buka jalan nafas dengan triple airway maneuver (hindari head tilt pada
kecurigaan trauma servikal), kemudian lakukan: pemasangan pipa orofaring/nasofaring,
pemasangan pipa endotrakea, dan pemberian bantuan nafas mekanik dengan kantung
nafas atau Bag Valve Mask (BMV) tiap 5 detik. Evaluasi tanda vital pasien tiap 2 menit.

 -  Pulsasi karotis tidak ada dan nafas abnormal/tidak ada: Pasien segera dilakukan
resusitasi jantung paru dengan perbandingan 30 kompresi dada : 2 nafas bantuan.
Lakukan dengan kecepatan 120 kali/menit dengan kedalaman 5-6 cm, dengan
memberikan kesempatan dada untuk mengalami retraksi maksimal. Pemberian nafas 2
kali tiap 30 kompresi dada dilakukan dnegan menggunakan ventilasi kantung nafas yang
terhubung dengan sumber oksigen beraliran tinggi/Bag Valve Mask (BMV). Penolong
yang melakukan kompresi dada dan penolong yang melakukan bantuan nafas bertukar
posisi tiap 5 siklus resusitasi agar tidak terlalu kelelahan dan menjaga kualitas kompresi.
Setiap 5 siklus, nadi karotis dan pernafasn di evaluasi.
 -  Sementara dilakukan resusiasi jantung paru, penolong lain memasang monitor AED
pada pasien untuk menilai irama jantung dalam kaitannya dengan kebutuhan defibrilasi.
Jika irama jantung pasien mengindikasikan defibrilasi, kejutan pertama diberikan
sesegera mungkin tanpa memerhatikan siklus RJP, kemudian kejutan kedua baru 5 siklus
RJP. Pemberian RJP tetap dilakukan selama melakukan pemasangan AED.
 -  Bersamaan dengan proses pemasangan AED, penolong lain mengambil akses intravena
untuk kebutuhan pemberian obat dan cairan.
 -  Setelah akses vena didapat, berikan adrenalin 1 mg dilarutkan dalam 10 ml dengan cara
bolus, diulang tiap 3-5 menit. Jika irama jantung abnormal setelah 3 siklus RJP, berikan
antiaritmia Amiodaron 300 mg

14

IV bolus pelan, kemudian dapat diberikan lagi 150 mg IV jika irama

abnormal menetap.
- Jika pasien berhasil diresusitasi (ditandai dengan kembalinya sirkulasi

spontan yaitu pulsasi karotis dan nafas spontan normal), maka pasien dipindahkan di ruangan
critical care untuk pengawasan vital sign secara ketat sambil mengevaluasi penyebab dasar dari
cardiac arrest dengan melakukan penggalian riwayat, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan
pemeriksaan penunjang. (Garg R et al, 2017)

tim terdekat jika tersedia. Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue,
jika tersedia tim yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan
pernapasan, kompresi dada dll).Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian
harus menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang.

Jika monitor jantung, defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia,
peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini
dilakukan oleh tim yang berpengalaman atau tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support
(ACLS). (Garg R et al, 2017)

Setiap departemen, divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan bahwa tim mereka
dilatih dalam setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi kit atau
troli, setidaknya peralatan resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi strategis.Tim dari masing-
masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan resusitasi kit mereka.

Jika korban berhasil diresusitasi, sambil menunggu kedatangan tim respon code blue, tim
dilokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan monitor tanda-tanda vital.
Semua kasus code blue harus mengirim ke ETD untuk evaluasi lebih lanjut dan manajemen
terlepas hasilnya. (Garg R et al, 2017)

2.7 Pemberian Basic Life Support (BLS)/Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pemberian Basic Life
Support (BLS) mengacu pada suatu tindakan pertolongan yang dilakukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan maupun petugas keamanan masyarakat pada pasien-pasien yang mengalami
henti jantung, henti nafas, maupun obstruksi jalan nafas. Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi sendiri secara normal (Latief, 2009). Secara garis besar, BLS terdiri dari pemberian
resusitasi jantung paru berkualitas tinggi, menggunakan automated external defibrillator (AED)
dan penanganan sumbatan jalan nafas pada pasien. Pada situasi di rumah sakit, BLS dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan atau

seseorang yang berkompetensi untuk melakukannya sampai tim primer code blue

12

datang dan melanjutkan proses pemberian BLS. Sebagai komponen utama dari sistem code blue
di rumah sakit, berikut adalah langkah-langkah melakukan BLS pada sistem code blue: (Garg R
et al, 2017)

1. Memastikan tempat resusitasi aman


Pasien biasanya berada dalam tempat yang aman di rumah sakit. Namun pada situasi
tertentu, pasien dapat jatuh tidak pada tempat tidur atau mungkin di luar gedung,
sehingga perlu diamankan. Namun perlu diingat bahwa pemindahan pasien yang
memakan waktu harus dihindari, sehingga lebih diutamakan pemberian BLS sesegera
mungkin pada setting rumah sakit. (Garg R et al, 2017)
2. Cek Respon Pasien
Respon pasien diperiksa sesegera mungkin dengan memberi rangsangan verbal ataupun
rasa sakit, dan dinilai dengan klasifikasi AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) Jika
pasien memberi respon, maka kemungkinan ia tidak mengalami henti jantung. Pasien
mungkin memerlukan monitoring dan observasi ketat di ruangan khusus dan evaluasi
lebih lanjut. Jika pasien tidak ada respon, kemungkinan pasien mengalami henti jantung
sehingga perlu dipanggil bantuan dan aktivasi sistem code blue. (Garg R et al, 2017)
3. Aktivasi sistem code blue
Seseorang yang menemukan pasien pertama kali mengaktivasi sistem code blue untuk
mendatangkan tim code blue untuk membawa perlengkapan BLS (defibrillator, brankar
emergensi berisi perlengkapan dan obat-obatan BLS, perlengkapan penanganan jalan
nafas) (Garg R et al, 2017)
4. Cek nadi dan nafas bersamaan
Pemeriksaan nadi karotis dilakukan bersamaan dengan nafas (melihat pergerakan dada,
mendengar dan merasakan nafas pasien) kurang dari 10 detik. Terdapat 3 hasil yang
memungkinkan: (Garg R et al, 2017)

- Pulsasi karotis teraba dan nafas normal: pasien diobservasi setiap 2

menit untuk setiap tanda vitalnya. Pasien dapat memerlukan ruang

13

monitoring khusus seperti ruang perawatan intensif untuk monitoring

dan evaluasi lebih lanjut


 -  Pulsasi karotis teraba dan nafas abnormal/tidak ada: pasien mengalami

henti nafas. Buka jalan nafas dengan triple airway maneuver (hindari head tilt pada
kecurigaan trauma servikal), kemudian lakukan: pemasangan pipa orofaring/nasofaring,
pemasangan pipa endotrakea, dan pemberian bantuan nafas mekanik dengan kantung
nafas atau Bag Valve Mask (BMV) tiap 5 detik. Evaluasi tanda vital pasien tiap 2 menit.

 -  Pulsasi karotis tidak ada dan nafas abnormal/tidak ada: Pasien segera dilakukan
resusitasi jantung paru dengan perbandingan 30 kompresi dada : 2 nafas bantuan.
Lakukan dengan kecepatan 120 kali/menit dengan kedalaman 5-6 cm, dengan
memberikan kesempatan dada untuk mengalami retraksi maksimal. Pemberian nafas 2
kali tiap 30 kompresi dada dilakukan dnegan menggunakan ventilasi kantung nafas yang
terhubung dengan sumber oksigen beraliran tinggi/Bag Valve Mask (BMV). Penolong
yang melakukan kompresi dada dan penolong yang melakukan bantuan nafas bertukar
posisi tiap 5 siklus resusitasi agar tidak terlalu kelelahan dan menjaga kualitas kompresi.
Setiap 5 siklus, nadi karotis dan pernafasn di evaluasi.
 -  Sementara dilakukan resusiasi jantung paru, penolong lain memasang monitor AED
pada pasien untuk menilai irama jantung dalam kaitannya dengan kebutuhan defibrilasi.
Jika irama jantung pasien mengindikasikan defibrilasi, kejutan pertama diberikan
sesegera mungkin tanpa memerhatikan siklus RJP, kemudian kejutan kedua baru 5 siklus
RJP. Pemberian RJP tetap dilakukan selama melakukan pemasangan AED.
 -  Bersamaan dengan proses pemasangan AED, penolong lain mengambil akses intravena
untuk kebutuhan pemberian obat dan cairan.
 -  Setelah akses vena didapat, berikan adrenalin 1 mg dilarutkan dalam 10 ml dengan cara
bolus, diulang tiap 3-5 menit. Jika irama jantung abnormal setelah 3 siklus RJP, berikan
antiaritmia Amiodaron 300 mg

14

IV bolus pelan, kemudian dapat diberikan lagi 150 mg IV jika irama

abnormal menetap.
- Jika pasien berhasil diresusitasi (ditandai dengan kembalinya sirkulasi

spontan yaitu pulsasi karotis dan nafas spontan normal), maka pasien dipindahkan di ruangan
critical care untuk pengawasan vital sign secara ketat sambil mengevaluasi penyebab dasar dari
cardiac arrest dengan melakukan penggalian riwayat, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan
pemeriksaan penunjang. (Garg R et al, 2017)

Anda mungkin juga menyukai