Anda di halaman 1dari 16

Lampiran : Surat Keputusan Direktur Rumah

Sakit Umum Daerah Sungai Lilin.


KEBIJAKAN
Nomor : / / /RSUD /I/2022
PENGELOLAAN DAN
PENGGUNAAN : Kebijakan Pengelolaan dan
PERBEKALAN
Tentang Penggunaan Perbekalan farmasi
FARMASI
DI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Daerah
UMUM DAERAH Sungai Lilin.
SUNGAI LILIN

1. Pendahuluan
Perbekalan farmasi yang dikelola Rumah Sakit Umum
Daerah Sungai Lilin (RSUD Sungai Lilin) meliputi obat,
reagensia, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP).Pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit
merupakan salah satu bagian manajemen rumah sakit yang
penting karena peran perbekalan farmasi dalam pelayanan
kesehatan cukup besar baik dari sisi medik maupun ekonomi.
Inefisiensi dalam pengelolaan perbekalan farmasi akan
berdampak negatif terhadap kinerja rumah sakit baik secara
medik, ekonomi, dan sosial. Mutu pelayanan farmasi sangat
mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit.Oleh karena itu perbekalan farmasi harus dikelola
dengan baik agar selalu tersedia setiap saat diperlukan dan
dengan mutu, khasiat, dan keamanan yang terjamin.Selain itu
penggunaan perbekalan farmasi yang tidak rasional di rumah
sakit harus mendapat perhatian yang serius karena dampaknya
tidak hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tapi
juga terhadap biaya dan mutu pelayanan di rumah sakit.
Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat
multidisipliner yang meliputi serangkaian kegiatan, yaitu
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi,
peresepan, penyiapan/ peracikan, pemberian, dan
pemantauan.Rangkaian dari kegiatan tersebut harus
dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan berorientasi pada
keselamatan pasien.Mengingat kompleknya kegiatan-kegiatan
tersebut maka diperlukan kebijakan pengelolaan dan
perbekalan farmasi di rumah sakit yang disepakati dan di
terapkan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat
memberikan keselamatan dan kepuasan bagi pasien.

II. Organisasi dan Tata Laksana


 Direktur RSUD Sungai Lilin adalah Penanggung jawab atas
peraturan dan kebijakan yang diberlakukan dirumah sakit,
termasuk kebijakan tentang pengadaan dan penggunaan
obat.

1
 Komite Farmasi dan Terapi (KFT) adalah komite mutu yang
membantu direktur utama dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan tentang pengelolaan dan
penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit umum
daerah sungai lilin
 Seksi Pelayanan Medik adalah staff pengendali program
pengelolaan perbekalan farmasi yang bertugas melakukan
pengkajian terhadap usulan perencanaan perbekalan
farmasi dan sistem pengendalian pengelolaan perbekalan
farmasi.
 Instalasi Farmasi adalah unit pelayanan fungsional yang
bertanggung jawab kepada direktur yang bertugas
melaksanakan pelayanan farmasi melalui depo
pengambilan obat dengan sistem distribusi resep
individual, unit dose dispensing (UDD), dan pengadaan troli
emergency.
 Depo farmasi adalah tempat pelayanan farmasi di unit
pelayanan farmasi.
 Instalasi farmasi adalah unit pelayanan fungsional yang
bertanggung jawab kepada direktur atas perencanaan
perbekalan farmasi di rumah sakit berkoordinasi dengan
Instalasi/unit pelayanan di rumah sakit, monitoring dan
evaluasi penggunaan formularium obat serta pelayanan
konsultasi farmasi klinik.
 Pejabat pengadaan perbekalan farmasi adalah pejabat yang
ditunjuk oleh Direktur untuk melakukan pembelian
perbekalan farmasi dibawah nilai yang ditetapkan oleh
pimpinan RSUD Sungai lilin.
 Pejabat pelaksana teknis kegiatan adalah panitia yang
dibentuk oleh direktur utama untuk melakukan proses
administrasi pengadaan.
 Pengelolaan perbekalan farmasi di RSUD Sungai Lilin
diselenggarakan dengan sistem satu pintu sesuai undang-
undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 15
ayat 3.
 Pertanggung jawaban pelaksanaan kebijakan dan
peraturan obat RSUD Sungai Lilin dilakukan secara
terbuka dan akuntabel.

III. Komite Farmasi dan Terapi


1. Keanggotaan KFT ditunjuk dan disahkan oleh Direktur.
2. Anggota KFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan
perusahan farmasi
3. Ketua, sekretaris, dan anggota komite farmasi dan
terapiditetapkan sebagai pengurus harian.
4. KFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan
penyusunan formularium.
5. KFT mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung
program kerjanya.
6. Tugas KFT mencakup :

2
a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSUD Sungai Lilin dan
tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitanya
dengan penggunaan perbekalan farmasi.
b. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di
RSUD Sungai Lilin.
c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan
diagnostik, dan memperbaharuinya secara berkala. seleksi
obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik didasarkan
pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. KFT
harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama
generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama.
d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda
kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan
terapi yang efektif, aman dan hemat biaya.
e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan
penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada
staf medis RSUD Sungai Lilin.
f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan,
pengadaan dan penggunaan obat.
g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping
obat yang terjadi di RSUD Sungai Lilin.
h. Memandu tinjauan penggunaan obat dan mengumpan
balikkan hasil tinjauan itu keseluruh staff medis.
7. Dalam mengemban tugas tersebut diatas, KFT perlu
mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 12 kali dalam
setahun guna membicarakan implementasi dari kebijakan
dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan
penggunaan obat.
8. Rapat pleno KFT dihadiri oleh seluruh anggota KFT
9. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil
berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil,
maka dapat dilakukan pemungutan suara.
10. Setiap anggota KFT dalam pengambilan keputusan harus
bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok dan semata-
mata adalah untuk kepentingan rumah sakit dan pasien.

IV. Pemilihan
1. Pemilihan perbekalan farmasi yang akan digunakan harus
dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan asas
efektifitas biaya.
2. Komite farmasi dan terapi harus memilih produk obat yang
menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain yang
sejenis dari aspek khasiat, keamanan, mutu, manfaat, harga,
dan ketersediaanya di pasaran.
3. Penyediaan jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk
mengefisiensikan pengelolaanya dan menjaga kualitas
pelayanan.
4. Daftar obat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di
RSUD Sungai Lilin adalah yang terdapat dalam formularium
RSUD Sungai Lilin.

3
5. Kebijakan yang berhubungan dengan formularium harus
dimasukkan sebagai salah satu peraturan yang harus
dipenuhi oleh semua staff medik.
6. Pada kasus diperlukan obat yang tidak tercantum dalam
formularium RSUD Sungai Lilin maka dokter dapat
mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir
Permintaan Perbekalan Farmasi Non Formularium yang
ditujukan kepada KFT untuk di verifikasi kesesuaian obat
dengan Evidence Based Medicine(EBM) dan harga obat
selanjutnya ditelaah oleh komite medik untuk memberi
keputusan disetujui atau tidak.
7. Untuk perbekalan farmasi yang tidak tersedia maka
apoteker/tenaga teknis kefarmasian (TTK) akan
menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep
dan menyarankan obat pengganti/substitusi jika ada, jika
tidak disetujui/tidak ada pengganti maka dilakukan proses
peminjaman ke rumah sakit/puskesmas terdekat yang sudah
bekerja sama dan jika tidak ada di rumah sakit/puskesmas
terdekat, maka dilakukan proses pembelian langsung ke
apotek terdekat yang sudah bekerja sama dengan rumah
sakit umum daerah sungai lilin.
8. Bila terjadi kekosongan perbekalan farmasi dari pabrik yang
tidak ada penggantinya, maka apoteker/TTK menyampaikan
pemberitahuan kepada dokter penulis resep baik secara lisan
atau tertulis.
9. Jika terjadi kekosongan reagen dari pabrik/distributor untuk
kebutuhan pemeriksaan laboratorium di RSUD Sungai Lilin,
maka pemeriksaan laboratorium pasien di rujuk ke rumah
sakit atau klinik yang menyediakan pemeriksaan
laboratorium yang dibutuhkan.
10. Buku formularium yang sedang berlaku wajib tersedia di
setiap lokasi pelayanan, di ruang rawat, poliklinik, IGD, kamar
operasi, dan depo farmasi.
11. Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium
dilakukan secara berjenjang di mulai dari unit rawat jalan,
rawat inap, kamar operasi, dan IGD, secara berkala dan
berdasarkan data penggunaan obat dari instalasi farmasi
RSUD Sungai Lilin.

V. Perencanaan dan Pengadaan


1. Perencanaan perbekalan farmasi mengacu kepada
formularium rumah sakit dengan metode konsumsi dan
metode kombinasi konsumsi dan epidemilogi.
2. Perencanaan mengacu kepada formularium yang telah
disepakati oleh KFT dan disetujui oleh direktur RSUD Sungai
Lilin.
3. Pengadaan perbekalan farmasi di lakukan berdasarkan
perencanaan yang diajukan oleh kepala instalasi farmasi
diketahui ka.sie pelayanan, dan disetujui oleh bag. Keuangan
dan direktur.
4. Pembelian perbekalan famasi yang tidak tercantum dalam
formularium hanya dapat dilakukan setelah mendapat

4
rekomendasi dari KFT dan disetujui oleh direktur RSUD
Sungai Lilin.
5. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh pejabat
pengadaan rumah sakit melalui ekatalog/ epurchasing
ataupun distributor resmi yang sudah bekerjasama dengan
RSUD Sungai Lilin (Perjanjian kerja sama).
6. Kontrak perjanjian kerjasama antara RSUD Sungai Lilin
dengan distributor mencakup:
- Hak pelanggan untuk dapat mengakses dan meninjau ke
tempat penyimpanan distributor dan sistem transportasi
pengiriman barang.
- Ada bukti dokumen garansi keaslian perbekalan farmasi
dari distributor

VI. Penyimpanan
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi hanya boleh di
masuki oleh petugas gudang farmasi.
2. Penyimpanan perbekalan farmasi harus dilakukan sesuai
persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin
stabilitas dan keamananya serta memudahkan dalam
pencariannya dan mempercepat pelayanan.
3. Untuk menjamin mutu, khasiat, dan keamanan perbekalan
farmasi maka suhu di tempat penyimpanan perbekalan
farmasi harus tercatat dan terkontrol (3 kali sehari) dengan
baik sesuai standar penyimpanan perbekalan farmasi.
4. Obat high alert (obat yang memerlukan kewaspadaan
tinggi) harus disimpan di tempat terpisah (dilokalisir) dan
diberi label “high alert”.
5. Obat yang termasuk kategori LASA (look alike sound alike)
di beri label “LASA” dan disimpan tidak berdekatan.
6. Elektrolit konsentrat yaitu KCl 7,46% b/v, Ca glukonas
10% b/v, Natrium bicarbonate 84 mg/ml, tidak boleh
disimpan di ruang perawatan.
7. Penyimpanan elektrolit konsentrat harus di tempat terpisah
dan harus diberi label (high alert dan cairan pekat perlu
pengenceran) serta dilakukan supervisi oleh apoteker.
8. Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan dalam lemari
khusus dan terpisah dari obat-obatan lainya. Lemari
tempat penyimpanan B3 dibuat agar aman dari pengaruh
alam dan lingkungan dengan syarat :
- Memiliki sirkulasi udara dan ventilasi baik
- Suhu ruangan terjaga konstan dan aman
- Aman dari gangguan biologis (tikus, serangga)
9. Tata letak dan pengaturan penempatan B3
mempertimbangan:
- Pemisahan dan pengelompokan B3 untuk menghindari
reaktivitas.
- Penyusunan tindakan melebihi batas maksimum
agartidak roboh dan rapih.
- Khusus bahan dalam wadah silindir/tabung gas
bertekanan ditempatkan yang aman, tidak lembab, dan
aman dari sumber panas

5
10. Penyimpanan B3 dilengkapi dengan label/simbol B3, dan
dokumen MSDS (Material Safety data Sheet) B3.
11. Lokasi penyimpanan gas medis harus jauh dari sumber
panas, mudah dijangkau sarana transportasi, aman, dan
terletak dilantai dasar. Tempat penyimpanan dilengkapi
dengan alat pemadam api dan diberi tanda “Dilarang
merokok”
12. Tabung oksigen di cat dengan warna yang sesuai dengan
jenis gas yaitu warna putih dan diletakkan dengan posisi
tabung berdiri tegak,dipasang penutup kran, serta
dilengkapi dengan tali/rantai pengaman untuk
menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan.
13. Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung
kosong di pisahkan, untuk memudahkan pemeriksaan dan
penggantian.
14. Obat dan zat kimia yang penggunaannya dalam bentuk
repacking harus diberi label yang terdiri dari nama obat/zat
kimia, tanggal kadaluarsa, dan peringatan khusus (jika
perlu).
15. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
khusus dengan kunci ganda dan di catat secara akurat.
16. Kunci lemari narkotika dan psikotropika harus dikalung
oleh apoteker/TTK yang sedang shift jaga di depo farmasi.
17. Saat pergantian shift jaga TTK harus ada serah terima stok
obatnarkotika dan psikotropika yang jelas dan akurat.
18. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika di buat
setiap bulan baik secara manual maupun melalui online
(sipnap).
19. Bahan radioaktif langsung didistribusikan dan disimpan di
unit radiologi.
20. Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus di
supervisi minimal setiap bulan oleh apoteker.
21. Produk nutrisi disimpan secara terpisah di tempat yang
terjamin kebersihanya (bebas debu dan kotoran lain) dan
pada suhu ruang yang sesuai dengan aturan
penyimpananya.
22. Pasien yang membawa obat dari rumah apabila menurut
dokter masih di teruskan harus diserahkan ke depo farmasi
untuk diperiksa mutunya secara visual (fisik, tanggal
kadaluarsa) dan dicatat di formulir serah terima perbekalan
farmasi dan diberikan secara sistem unit dose dispensing
(UDD) ke pasien, apabila tidak diteruskan lagi
penggunaanya maka obat tetap diserahkan dan disimpan di
depo farmasi dan di kembalikan kembali ke pasien pada
saat pasien pulang.
23. Obat yang dibawa pasien dari rumah di simpan di depo
farmasi dalam wadah terpisah dan diberi label
(tanggal,Identitas pasien) yang jelas.
24. Obat program/bantuan pemerintah disimpan di tempat
terpisah dari obat-obatan lain sesuai standar
penyimpananya.
25. Obat program/bantuan pemerintah di distribusikan ke unit
yang menjalankan program dan dilakukan supervisi oleh
apoteker secara berkala.

6
26. Perbekalan farmasi emergency disimpan dalam troli/kit
emergency terkunci dan disegel, di periksa, di supervisi
setiap hari oleh apoteker, dan dipastikan selalu tersedia
atau sesuai dengan daftar perbekalan farmasi troli
emergency.
27. Troli emergency di sediakan di IGD, ICU, OK, VK
(kebidanan), Ponek, Isolasi, rawat inap anak dan rawat inap
dewasa.
28. Kit emergency di letakkan di IGD.
29. Perbekalan farmasi troli emergency yang telah digunakan
harus di laporkan penggunaanya oleh perawat ruangan ke
instalasi farmasi dengan mengisi form penggunaan
perbekalan farmasi troli emergency dan di isi segera paling
lama 1 x 24 jam dari laporan penggunaan.
30. Depo farmasi dan ruang perawatan mengajukan
permintaan obat maupun BMHP per seminggu sekali
(kecuali keadaan darurat). Pada saat posisi gudang farmasi
tutup (hari libur/cuti bersama) maka depo farmasi/ruang
perawatan di perbolehkan untuk mengajukan permintaan
lebih banyak sesuai dengan perkiraan kebutuhan selama
gudang farmasi tutup (hari llibur/cuti bersama).
31. Jika Reagen untuk kebutuhan pemeriksaan laboratorium
tidak tersedia di gudang farmasi karena stok kosong dari
pabrik/distributor maka untuk pemeriksaan laboratorium
pasien di alihkan/rujuk ke klinik/rumah sakit lain yang
mempunyai fasilitas penunjang laboratorium sesuai
pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.
32. Perbekalan farmasi yang rusak/kadaluarsa harus
dikembalikan ke gudang farmasi.
33. Perbekalan farmasi yang rusak/kadaluarsa harus di catat
jenis dan jumlahnya dan disimpan ditempat terpisah
dengan di beri label “KARANTINA”.
34. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau
pabrik pembuatnya harus segera di kembalikan ke gudang
instalasi farmasi dan dikembalikan ke pabrik pembuatnya..
35. Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan oleh instalasi
farmasi sesuai peraturan yang berlaku.

VII. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) yang mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) di rumah sakit
umum daerah sungai lilin.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang mempunyai
Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) di
rumah sakit umum daerah sungai lilin.
3. Yang berhak menulis resep obat anastesi untuk sedasi
adalah dokter spesialis anastesi yang mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) di
rumah sakit umum daerah sungai lilin.
4. Tata cara penulisan resep :
a. Pada bagian atas blanko lembar tersebut dibubuhi
stempel Poli Klinik dan/ atau unit tempat pasien
dirawat/berobat.

7
b. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, tidak boleh
disingkat, dan menggunakan istilah yang tidak lazim .
c. Setelah resep diterima, apoteker melakukan telaah resep.
Resep yang benar harus lengkap/memenuhi hal-hal
sebagai berikut :
- Tanggal penulisan resep
- Identitas pasien (Nama pasien, tanggal lahir, nomor
rekam medik)
- Alergi Obat
- Tanda R/ pada setiap sediaan
- Nama obat, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat
(contoh : injeksi, Tablet, kapsul, salep) serta
kekuatanya (Contoh : 500 mg, 1 gram)
- Nama alat kesehatan dilengkapi dengan data
tekniknya (contoh : spuit 10 cc, catheter foley No.18)
- Jumlah sediaan
- Aturan pakai.
- Setiap R/ diberi garis tutup. Khusus untuk obat
narkotika diberi garis tutup dan dibubuhi tanda
tangan.
- Nama pasien.
- Tanggal lahir pasien
- Nama DPJP
- SIP DPJP
5. Penulis resep harus melakukan rekonsilisasi obat
(Medication Reconciliation) sebelum menulis resep.
Rekonsiliasi obat adalah penyelarasan obat antara obat
yang sedang digunakan pasien sebelum admisi dan obat
yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau
terhentinya terapi suatu obat.
6. Rekonsiliasi juga dilakukan oleh apoteker yaitu pada saat
pasien masuk (IGD dan poli), saat perpindahan pasien
antar unit pelayanan/transfer (Ruang perawatan/Ranap),
dan sebelum pasien pulang.
7. Penulis resep harus memperhatikan adanya kontra
indikasi,interaksi obat, reaksi alergi, dan efek samping
obat.
8. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani yaitu :
- Resep pasien Rawat Inap menggunakani nstruksi medis
farmakologis dan form permintaan perbekalan farmasi
tindakan.
- Resep pasien rawat jalan menggunakan peresepan
perorangan dan form permintaan perbekalan farmasi
tindakan.
- Resep pengganti obat emergency
9. Resep obat dan alat kesehatan pasien tindakan operasi
ditulis sesuai tindakan paket operasi dan di ajukan sehari
sebelum jadwal operasi (kecuali tindakan operasi cito).
10. Resep emergency/cito diberikan langsung oleh perawat ke
depo farmasi dan TTK mendahulukan pengerjaan resep
tersebut.
11. Peresepan obat mengacu pada Formularium RSUD Sungai
Lilin.

8
12. Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan
tidak akan dilayani oleh farmasi.
13. Jika resep tidak dapat di baca atau tidak jelas, maka
apoteker/ TTK yang menerima resep tersebut harus
menghubungi dokter penulis resep untuk menanyakan
kejelasan resep .
14. Pembatasan jumlah obat yang diresepkan di tetapkan oleh
KFT RSUD Sungai Lilin.
15. Pembatasan jumlah obat yang diresepkan meliputi :
- Untuk pasien rawat jalan
Banyaknya obat di resepkan untuk digunakan maksimal
7 hari
- Untuk pasien rawat inap
Obat di resepkan secara UDD.
- Untuk pasien tindakan
Sesuai kebutuhan saat dilakukan tindakan.
- Untuk pasien pulang
Banyaknya diresepkan selama 7 hari.
- Untuk pasien dengan pengobatan jangka panjang maka
banyaknya obat disesuaikan dengan terapi pengobatan.

VIII. Penyiapan
1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses
mulai dari instruksi pengobatan/ resep diterima oleh
apoteker/TTK sampai dengan obat diterima oleh
dokter/perawat diruangan perawatan untuk diberikan
kepada pasien rawat inap, dan/atau sampai dengan obat
diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan.
2. Sebelum menyiapkan obatsesuai resep, apoteker harus
melakukan telaah obat yang meliputi :
a. Ketepatan identifikasi pasien, obat, dosis, frekuensi,
aturan pakai, dan cara penggunaan.
b. Duplikasi pengobatan
c. Potensi alergi
d.Interaksi antar obat yang diresepkan, dan antara obat
dengan makanan.
e. Berat badan pasien atau informasi fisiologis lainnya pada
pasien khusus (pasien anak, lansia, pasien obgin)
f. Kesesuaian obat yang diresepkan dengan formularium
RSUD Sungai Lilin.
3. Apoteker/TTK segera menghubungi dokter penulis resep
jika ditemukan ketidak jelasan atau ketidaksesuaian.
4. Telaah resep tidak perlu dilakukan dalam keadaan
emergency, diruang operasi, dan tindakan partus normal.
5. Telaah interaksi obat menggunakan literatur resmi yang
tersedia di IFRS (mims, ISO).
6. Apoteker/TTK diberi akses kedata pasien yang diperlukan
untuk melakukan telaah resep.
7. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi
diberlakukan substitusi generik, artinya farmasi
diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang
zat aktifnya sama dan tersedia di RSUD Sungai Lilin
dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.

9
8. Substitusi perbekalan farmasi adalah penggantian obat
yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat aktifnya,
dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh
apoteker/TTK dengan terlebih dahulu meminta
persetujuan dokter penulisan resep. Persetujuan dokter
atas substitusi terapeutik dapat dialakukan secara
langsung/melalui telepon dan perubahan instruksi
pengobatan ditulis oleh DPJP atau dokter jaga pada form
instruksi medis farmakologis.
9. Jika ada penggantian obat yang di resepkan maka
apoteker/TTK membuat catatan di resep dengan mencoret
obat yang diganti dan ditulis penggantinya dan memberi
paraf disebelah obat pengganti. Di bawah resep juga di beri
keterangan bukti konfirmasi dengan dokter penulis resep
(nama DPJP, cara konfirmasi langsung/telepon, waktu
konfirmasi, paraf apoteker/TTK).
10. Penyiapan resep obat harus dilakukan di tempat yang
bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktek
kefarmasian.
11. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki petugas selain
petugas farmasi.
12. Petugas yang menyiapkan obat steril harus teraltih dan
mempunyai sertifikat pelatihan teknik aseptis.
13. Penyiapan elektrolit konsentrat dilakukan oleh
apoteker/TTK atau didelegasikan ke perawat yang sudah
terlatih (pelatihan teknik aseptik).
14. Penyiapan obat intravena di delegasikan ke perawat yang
sudah terlatih (pelatihan teknik aseptik).
15. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label/etiket
lengkap. Untuk resep pasien rawat jalan labe/etiket terdiri
dari tanggal penyiapan, identitas pasien (nama pasien,
nomor RM, tanggal lahir), aturan pakai, jumlah obat,
waktu kadaluarsa dan petunjuk khusus (jika perlu). Untuk
pasien rawat inap label/etiket terdiri dari tanggal
penyiapan, identitas pasien (nama pasien, nomor RM,
tanggal lahir), aturan pakai.
16. Penyiapan obat harus di pastikan akurat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan praktek profesi.

IX. Pemberian
1. Yang memberikan obat kepada pasien adalah
dokter/perawat/apoteker/TTK sesuai dengan Surat
Penugasan Klinik (SPK) dan Rincian Kewenangan Klinis
(RKK).
2. Sebelum memberikan obat ke pasien (rawat jalan dan
pasien pulang), apoteker melakukan verifikasi obat untuk
memastikan apakah obat yang disiapkan sudah sesuai
dengan resep.
3. Obat untuk pasien rawat inap juga harus di verifikasi
terlebih dahulu oleh apoteker sebelum di antar ke ruang
perawatan.
4. Verifikasi obat meliputi :
a. Identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir, nomor RM)

10
b. Nama obat
c. Dosis obat
d. Frekuensi dan waktu pemberian
e. Rute pemberian
f. Kadaluarsa obat
g. Informasi/dokumen yang benar
5. Lamanya waktu penyiapan obat pasien rawat jalan mulai
dari penerimaan resep sampai obat selesai disiapkan
maksimal 30 menit, dan untuk obat racikan maksimal 60
menit.
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus
dipastikan baik dengan diperiksa sacara organoleptis.
7. Pemberian obat intra tecal dilakukan oleh dokter
anastesi/perawat anastesi yang memiliki SPK dan RKK.
8. Pemberian obat Intra vena dilakukan oleh perawat yang
memiliki SPK.
9. Pemberian obat kepada pasien disertai penjelasan yang
perlu diketahui oleh pasien meliputi efek obat dan efek
yang tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
10. Sebelum memberikan obat ke pasien rawat inap, perawat
harus memeriksa kembali kesesuaian obat dengan
instruksi pengobatan.
11. Obat yang tergolong high alert harus diperiksa kembali
(double check) oleh perawat kedua sebelum diberikan ke
pasien.
12. Pemberian obat harus dicatat di form instruksi medis
farmakologis.
13. Apoteker harus melakukan supervisi terhadap pemberian
obat ke pasien di setiap ruang perawatan yang dilakukan
setiap hari.
14. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus
mendapatkan edukasi oleh apoteker/dokter/perawat
terlebih dahulu dan penggunaanya harus di monitoring.
15. Obat yang dibawa pasien dari rumah yang perlu di edukasi
adalah obat luar yang tidak berbahaya dan tidak
bertentangan/menghambat pengobatan pasien.
16. Pemberian edukasi farmasi kepada pasien rawat inap
dilakukan berdasarkan pengkajian awal pasien rawat inap
di rekam medis atau berdasarkan hasil telaah
apoteker/TTK bahwa pasien membutuhkan edukasi dan
didokumentasikan dalam form edukasi pasien.
17. Pemberian obat untuk pasien pulang dilakukan oleh
apoteker disertai dengan informasi penggunaan obat.

X. Pemantauan Penggunaan Obat


1. Efek obat pada pasien harus dipantau, termasuk efek
samping obat/efek terapi yang tidak diharapkan.
2. Obat yang diprioritaskan dipantau efek sampingnya adalah
obat yang baru di pasarkan yang digunakan di RSUD
Sungai Lilin serta obat yang terbukti dalam literatur
menimbulkan efek samping serius.

11
3. Efek samping obat yang terjadi pada pasien harus di
dokumentasikan dalam formulir monitoring efek samping
obat dan di catat dalam rekam medik.
4. Efek samping yang terpantau pada pasien di analisa
dengan DPJP apakah dilakukan penghentian penggunaan
obat, penggantian obat, atau penambahan obat.
5. Semua efek samping yang telah di analisa dilaporkan ke
KFT.
6. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek
samping obat adalah dokter, perawat, apoteker di ruang
rawat/poliklinik.
7. Laporan dikirim ke KFT dan Pusat MESO nasional.
8. Komite Farmasi dan terapi menganalisa ESO dan
melaporkan hasil analisa ke Komite Mutu.
9. Komite Mutu menyebarluaskan hasil analisa ESO ke
seluruh unit pelayanan sebagai umpan balik/edukasi.
10. Kejadian serius akibat efek samping obat adalah kejadian
yang tidak diinginkan akibat efek samping obat meliputi
kematian, mengancam jiwa, perawatan di rumah sakit,
perpanjangan masa rawat di rumah sakit, menimbulkan
kecacatan, dan kelainan bawaan sejak lahir (pada ibu
hamil).
11. Kejadian serius akibat efek samping obat tersebut harus
dilaporkan sebagai insiden keselamatan pasien dengan
menggunakan Form Laporan Insiden paling lambat 2x24
jam.

XI. Medication safety (keselamatan pengobatan)


1. Medication safety mempunyai tujuan agar tercapainya
keselamatan pasien atau patient safety.
2. Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien
meliputi :
a. Pemilihan
Pemilihan perbekalan farmasi harus memperhatikan
pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-
obatan sesuai formularium.
b. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang
aman efektif dan diperoleh dari distributor resmi.
c. Penyimpanan
- Obat-obatan disimpan sesuai dengan persyaratan
penyimpanannya.
- Obat di simpan berdasarkan alfabetis dan bentuk
sediaan untuk memudahkan pengambilan dan
menghindari kesalahan pengambilan
- Obat di keluarkan berdasarkan sistem FEFO ( First
Expired First Out)
d. Telaah resep
- Memeriksa kembali identitas pasien minimal dengan
dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam
medik.
- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat
melakukan interpretasi resep dokter. Untuk

12
mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
- Apoteker harus mendapat informasi mengenai
pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan
keputusan pemberian obat, seperti : data demografi
(umur, berat badan, jenis kelamin), data klinis
(alergi, kondisi hamil/menyusui), dan hasil
pemeriksaan pasien (hasil laboratorium, tanda-
tanda vital).
e. Penyiapan resep
- Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus di baca
minimal 3 kali : pada saat pengambilan obat dari
rak, pada saat mengambil obat dari wadah/box
obat, pada saat mengembalikan obat ke rak.
- Obat yang sudah disipakan harus dilakukan
pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
- Pemeriksaan melipuiti kesesuaian resep terhadap
obat, ketepatan etiket, aturan pakai, kesesuaian
resep terhadap isi etiket.
f. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan
mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan
pengobatanya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
- Pemahaman yang jelas mengenai indikasi
penggunaan dan bagaimana menggunakan obat
dengan benar, lama pengobatan, dan kapan harus
kembali ke dokter.
- Peringatan yang berkaitan dengan proses
pengobatan.
- Interaksi obat dengan obat lain dan interaksi obat
dengan makanan.
- Reaksi obat yang tidak diinginkan.
- Efek samping obat yang dapoat terjadi pada pasien.
- Penyimpanan dan penanganan obat dirumah
termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau
kadaluarsa.
g. Penggunaan obat
- Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan
obat yang benar oleh pasien rawat inap di rumah
sakit bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya.
h. Monitoring dan evaluasi
- Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi
untuk mengetahui efek terapi, mewaspadai efek
samping obat, dan memastikan kepatuhan pasien.

XII. Kesalahan pengobatan (Medication Error)

13
1. Medication error adalah kejadian akibat kesalahan
penggunaan obat yang disebabkan kesalahan penulisan
resep, resep yang tidak terbaca, penyiapan/peracikan, atau
pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan
ataupun tidak.
2. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Potensial Cidera (KPC) adalah kondisi yang
sangat berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum
terjadi insiden.
b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah kondisi dimana
terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien
sehingga tidak menimbulkan cidera.
c. Kejadian Tidak diharapkan (KTD) adalah kondisi telah
terjadinya insiden pada pasien yang menimbulkan
cidera.
d. Kejadian Sentinel adalah kondisi dimana terjadinya
insiden yang mengakibatkan kecacatan permanen atau
meninggal dunia.
3. Setiap medication error yang terjadi wajib segera
dilaporkan oleh petugas yang menemukan atau terlibat
langsung dengan kejadian tersebut kepada kordinator
mutu Instalasi farmasi.
4. Koordinator mutu Instalasi farmasi merekapitulasi laporan
kejadian/menganalisa kesalahan obat yang terjadi
kemudian melaporkan ke kepala instalasi farmasi.
5. KPC dilaporkan menggunakan Form Medication error.
6. KNC, KTD, dan sentinel dialporkan menggunakan form
Laporan Insiden Keselamatan Pasien.
7. Kesalahan obat tipe KNC, KTD, dan Sentinel harus
dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukanya
insiden.
8. Kepala Instalasi Farmasi mengirimkan laporan ke Komite
Mutu dan KFT untuk menindaklanjuti laporan kesalahan
obat.
9. KFT melakukan tindak lanjut terkait medication error yang
terjadi dengan melakukan edukasi/sosialisasi kepada unit
terkait.

XIII.Kajian penggunaan Obat


1. Tinjauan penggunaan obat merupakan pengkajian
sistematik terhadap seluruh aspek penggunaan obat yang
bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman
dan cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Program ini mengevaluasi, menganalisis dan
menginterpretasikan pola penggunaan obat baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Hasil pengkajian selanjutnya
menjadi dasar dalam mengidentifikasi kekurangan dan
menyusun strategi untuk perbaikan.
2. Obat-obat yang diprioritaskan untuk ditinjau
meliputi :Obat di luar formularium RSUD Sungai Lilin yang
dibutuhkan oleh pasien, obat baru yang baru di masukkan
ke dalam formularium RSUD Sungai Lilin, Obat-obat yang
menimbulakn efek samping serius, obat yang pernah

14
menimbulkan efek yang tidak diharapkan yang
berdasarkan literature aman, dan obat yang sedang
dievalusi apakah akan dimasukan, dikeluarkan atau
dipertahankan sebagai obat formularium.
3. Dalam setiap rapat KFT, statistik perencanaan dan
pemakaian obat harus disajikan dan didiskusikan untuk
mengetahui permasalahan pengadaan dan penggunaan
obat yang sedang terjadi.
4. Dari data statistik obat dapat dilakukan analisis obat
analsis pareto (analisis ABC). Pemecahan masalah
diutamakan pada kelompok obat yang menyerap biaya
tinggi (kelompok A) dengan sasaran penekanan biaya
secara bermakna.
5. Statistik obat berguna pula untuk menghitung tingkat
konsumsi obat di RSUD Sungai Lilin. Dengan
membandingkan tingkat konsumsi obat di RSUD Sungai
Lilin dengan rumah sakit yang setara dapat di tentukan
apakah penggunaan satu macam/kelompok obat berlebih,
sedang, atau kurang.
6. Kajian kuantitatif penggunaan obat perlu dilanjutkan
dengan kajian kualitatif untuk mengetahui sebab dari
timbulnya masalah obat, dan bagaimana cara
mengatasinya.
7. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan
penentuan strategi/intervensi yang bertujuan untuk
memecahkan obat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
memajukan penggunaan obat yang rasional yaitu : edukasi
(seminar, diskusi kelompok, bimbingan perorangan),
tatalaksana (audit, umpan balik, pelayanan informasi
obat), dan pembatasan (penghentian otomatis, pembagian
lini penggunaan obat).

XIV. Penilaian Obat baru


1. Obat baru adalah obat yang baru dimasukkan ke
formularium RSUD Sungai Lilin dan baru pertama kali
digunakan di RSUD Sungai Lilin.
2. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran, kemanfaatan,
keamanan, kualitas, dan harganya. Penilaian obat baru
harus dilakukan secara kritis yang bertujuan untuk
memasukan obat baru itu kedalam formularium, atau
untuk menggantikan obat yang sudah ada didalam
formularium. Obat baru dapat menggantikan obat lama
jika secara keseluruhan lebih unggul ditinjau dari aspek
kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas dan
biayanya.
3. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukan
melalui telaah kritis kepustakaan. Penilaian kemanfaatan
dilakukan melalui in-use trial dalam pelayanan dengan
menghitung seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan
obat itu (cost-effesctiveness study) dan membandingkanya
dengan pengobatan standar. Penilaian keamanan
dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan, yang harus
diikuti dengan program pemantauan efek samping

15
ditempat pelayanan. Penilaian kualitas obat jadi dilakukan
dengan memeriksa dokumentasi kendali mutu dari pabrik
pembuatan sediaan jadi yang meliputi sifat fisiko-kimia
bahan baku, formulasi, uji stabilitas, uji disintegrasi, uji
disolusi, dan uji bioavabilitas dari batch pertama.
4. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritis
harus jujur dan dapat dipercayai, yaitu artikel asli yang
diterbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyai
mekanisme peer review, tinjauan kepustaan berupa meta-
analisis (Cochrane library), newsletter yang mempunyai
reputasi baik, dan buku ajar. Informasi yang diterbitkan
atau disponsori oleh perusahaan farmasi perlu dibaca
dengan cermat karena terkait dengan promosi yang
membesarkan efektifitas dan menutupi efek buruk obat.
5. Sebagai panduan untuk telaah kritis kepustakaan dapat
digunakan lembar check list agar dapat mengenali letak
kesalahan dan bias dari suatu penelitian. Makin banyak
ditemui kesaahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan
dan penulisan laporan penelitian, maka makin sukar
untuk dipercaya hasil penelitian tersebut.

Ditetapkan Di : Sungai Lilin


Pada Tanggal : 31 Januari 2022
Direktur RSUD Sungai Lilin

Dr. TRI SINARUM, MMRS


NIP. 19830311201412 2 001

16

Anda mungkin juga menyukai