id
SKRIPSI
Oleh:
Fitria Kusumawati
NIM: K 4405019
Oleh :
Fitria Kusumawati
NIM: K 4405019
Skripsi
ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Pada Hari :
Tanggal :
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
The aim of this research is describing: (1) the background of the historic of
Uhud war, (2) the effect of Uhud war on the Islam doctrine development in Arab
Peninsula, (3) the effect of Uhud war on the Moslem soldiers’ military
development, (4) Quraysh Mecca’s attitude on Medina Moslem after Uhud war.
The research uses historical method. The data resource used in the
research is primary data resource, such as Al-Quran, and secondary data resource,
such as books related to the research theme, Islam history. The technique of
collecting data uses literature study. The technique of data analysis uses historical
analysis technique, analysis that majoring incisive style in processing of a historic
data. The research procedure through four steps activities: heuristic, criticism,
interpretation, and historiography.
Based on the result of research, it can be concluded that: (1) Uhud war
was initiated with the Quraysh willingness to take a revenge on the Prophet
Muhammad SAW as well as the Moslem in Medina for their defeat in Badar war,
(2) The defeat the Moslem encountered in Uhud war had given a valuable lesson
for the Moslem that every instruction and statement from the Prophet Muhammad
SAW is the truth that should be complied with, (3) The Uhud war had brought
about big effect on the military sector of Moslem soldiers. Having defeated in
Uhud war, the new fighting strategies began to apply in facing the Quraysh. One
of fighting strategies proven can defeat the enemy is the ditch strategy constituting
the new initiative from one of Prophet Muhammad SAW’s best friends that is
Salman Al-Farisi, (4) The Islam development proceeding progressively after
Uhud war made the Quraysh previously resisted Islam, embraced Islam. However,
there are some groups of unbelievers who still against Islam until now. They try to
beat Muslims in any way. Quraysh clan still live in Arab Peninsula until now and
they are fated to be a group who against Islam.
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri
(Q. S Ar-Ra’d: 11)
vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan
Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
permohonan skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan
dan ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. A. Arif Musadad, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang
setimpal.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.
Penulis
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Metodologis........................................................................ 91
C. Saran .................................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 93
LAMPIRAN ....... ..................................................................................... 96
xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
orang-orang yang dulu tidak ikut serta dalam perang Badar, mengusulkan kepada
Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin ke luar kota Madinah untuk
menghadapi musuh di luar kota. Ada pula beberapa orang sahabat mengusulkan
agar kaum Muslimin jangan ke luar kota Madinah, tetapi bertahan saja dalam kota
Madinah, dan mengadakan perlawanan dan pembelaan dari rumah-rumah dan
lorong-lorong kota.
Rasulullah sendiri cenderung kepada pendapat yang kedua, tetapi
pendapat yang pertama banyak mendapat dukungan dari kaum Muslimin. Oleh
karena itu keluarlah Rasulullah bersama 1000 orang pemanggul senjata yang
terdiri dari kaum Muslimin untuk menghadapi musuh yang menyerang. Baru saja
beliau berangkat timbullah keretakan dalam barisan kaum Muslimin. Seorang
munafik bernama Abdullah ibnu Ubay mengundurkan diri dan kembali ke
Madinah membawa sekelompok kaum munafik yang terdiri ± 300 tentara. Alasan
Abdullah ibnu Ubay atas pengkhianatan yang dilakukannya ialah karena Nabi
Muhammad SAW tidak menerima usulnya, melainkan hanya menerima usul
pemuda-pemuda yang mengusulkan agar musuh dihadapi di luar kota.
Laskar tentara yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus
berangkat bersama beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW beserta laskar
Muslimin sampai ke Bukit Uhud. Setelah itu Nabi mulai mengatur posisi atau
penempatan laskar-laskar tersebut. Ada 50 orang laskar pemanah di bawah
pimpinan Abdullah ibnu Jabir diletakkan oleh Nabi pada suatu tempat untuk
menutup jalan laskar berkuda Quraisy karena menurut taktik perang, laskar kaum
Quraisy dapat memutar jalannya masuk dari tempat itu untuk memukul kaum
muslimin dari belakang (A. Syalabi, 1983: 175).
Dalam pertempuran tahap pertama, pasukan Muslimin memperoleh
kemenangan demi kemenangan. Ketika pertempuran hampir selesai, para
pemanah Muslimin meninggalkan pos mereka, meskipun sebelumnya mereka
mendapat peringatan keras dari komandan mereka. Mereka berbuat demikian
untuk mengambil bagian dalam penjarahan harta rampasan perang, karena mereka
menganggap perang telah usai. Akibatnya, barisan pasukan Muslimin menjadi
tidak teratur lagi. Khalid bin Walid sebagai pemimpin tentara Quraisy yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis
dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimanakah latar belakang terjadinya perang Uhud?
2. Bagaimanakah dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama
Islam di Jazirah Arab?
3. Bagaimanakah pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer
tentara Muslim?
4. Bagaimanakah sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang
Uhud?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Uhud.
2. Untuk mengetahui perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab setelah
perang Uhud.
3. Untuk mengetahui pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer
tentara Muslim.
4. Untuk mengetahui sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai
perang Uhud.
D. Manfaat Penelitian
Dalam mengadakan penelitian penulis berharap dapat memberikan suatu
kemanfaatan bagi dunia pendidikan. Adapun manfaat dari penelitian ini penulis
golongkan menjadi dua yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam rangka
pengembangan ilmu sejarah yang berkaitan dengan Jazirah Arab terutama
sejarah Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
2. Manfaat Praktis
a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat menambah khasanah pustaka baik program Pendidikan Sejarah,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan maupun Universitas Sebelas Maret
khususnya mengenai dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di
Jazirah Arab.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Konflik
a. Pengertian Konflik
Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling
memukul”. Dalam pengertian sosiologis, konflik dapat didefinisikan sebagai suatu
proses sosial yang terdiri dari dua orang atau kelompok yang berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghacurkanya atau membuatnya tidak
berdaya. Jenis bentrokan yang paling sering terjadi di dalam kehidupan manusia
ialah perang dengan menggunakan senjata yang ditandai dengan dua atau lebih
dari suku bangsa yang saling bertempur dengan maksud mengahancurkan pihak
lawan (D. Hendropuspito OC, 1989: 247).
Menurut Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik berasal dari kata
confligere, conflictum, yang artinya semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-
interaksi yang antagonistis atau bertentangan. Sedangkan menurut Clinton F. Fink
yang dikutip oleh Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik adalah:
1) Relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-
tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif yang
tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan,
dan struktur nilai yang berbeda.
2) Interaksi yang antagonis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang
tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan yang halus, terkontrol,
tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka,
kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan,
huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.
Menurut Maswadi Rauf (2001: 2), konflik adalah gejala sosial yang
selalu terdapat di dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu tertentu.
Konflik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
bermasyarakat karena konflik merupakan salah satu produk dari hubungan sosial
(social relations).
Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pertentangan atau
perbedaan pendapat antara paling tidak dua orang atau kelompok. Konflik seperti
ini dapat dinamakan konflik lisan atau konflik non-fisik. Apabila konflik tersebut
tidak dapat diselesaikan, maka dapat berubah menjadi konflik fisik, yaitu suatu
konflik yang melibatkan benda-benda fisik dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat diantara dua orang atau kelompok.
Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary of the
English Language yang dikutip oleh Dean G. Pruitt dan Jeffery Z. Rubin (2004:
9), istilah “conflict” berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”,
yaitu suatu bentuk konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik merupakan
persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau
suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai
secara simultan, artinya sulit untuk menemukan suatu titik temu dalam
menyelaraskan aspirasi pihak yang sedang berkonflik.
Berdasarkan beberapa definisi tentang konflik, Margaret M. Poloma
(2003: 107) menyatakan bahwa:
Konflik merupakan bentuk interaksi bahwa tempat, waktu serta
intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana
dengan isi segitiga yang berubah. Konflik dapat merupakan proses yang
bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan
struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara
dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
14
b. Ciri-ciri Konflik
Menurut Ted Robert Gurr yang dikutip oleh Maswadi Rauf (2001: 7)
menyebutkan paling tidak ada empat ciri konflik, yaitu:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
1) Ada dua atau lebih pihak yang terlibat, yakni melibatkan orang atau
pihak lain yang berjumlah minimal satu sehingga ada pihak lain yang
menjadi saingan.
2) Adanya keterlibatan dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi,
yakni bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik secara terang-
terangan menunjukkan sikap yang berlawanan dengan yang lain
sehingga menimbulkan reaksi pertentangan dan permusuhan dari
pihak lain.
3) Adanya penggunaan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan
untuk menghancurkan, melukai, dan mengahalangi lawannya. Pada
ciri ini didasarkan atas pandangan bahwa konflik selalu bersifat
konflik fisik.
4) Konflik merupakan sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat
diamati. Konflik haruslah berwujud tindakan (behavior) yang
berbentuk tindakan-tindakan konkret. Oleh karena itu, pertentangan
antara dua orang yang hanya ada dalam pikiran masing-masing tidak
dapat disebut konflik.
c. Jenis-jenis Konflik
Menurut Maswadi Rauf (2001: 6), dilihat dari pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik maka konflik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang
tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik
ini adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik
hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja.
2) Konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antara dua kelompok
atau lebih. Konflik pribadi dapat dengan mudah berubah menjadi
konflik kelompok karena adanya kecenderungan yang besar dari
individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya
masing-masing.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
17
dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang, di samping alasan untuk
mendominasi. Oleh karena itu, kecenderungan manusia untuk menarik orang lain
agar menganut ideologi atau agama yang dianutnya merupakan salah satu sumber
konflik terpenting dalam masyarakat (Maswadi Rauf, 2001: 7).
Menurut Soerjono Soekanto (1986: 76-78), terdapat dua hal yang
menjadi sumber terjadinya konflik yaitu:
1) Adanya orang-orang yang menduduki posisi-posisi tertinggi,
sehingga kepentingan mereka berbeda dengan golongan yang
menduduki posisi yang lebih rendah.
2) Ada golongan-golongan tertentu yang lebih disukai daripada
golongan-golongan lain dalam kelompok tersebut.
Berkaitan dengan perang Uhud maka penyebab konflik perang Uhud
adalah karena keinginan untuk melakukan balas dendam dari pihak Quraisy
Makkah terhadap Muslim Madinah akibat kekalahan yang dialami oleh pihak
Quraisy pada saat perang Badar. Semenjak kekalahan Quraisy dalam perang
Badar, pihak Quraisy semakin membenci kaum Muslimin dan berusaha untuk
menghancurkan kaum Muslimin khususnya Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
e. Akibat Konflik
Terlepas dari teori konflik yang menganggap konflik bernilai positif,
sejarah dan kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa konflik fisik selalu
mendatangkan akibat negatif. Bentrokan antara individu dengan individu, kerabat
dengan kerabat, suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang
satu dengan agama yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua
belah pihak yang terlibat, seperti korban jiwa, material dan spiritual serta
berkobarnya kebencian dan balas dendam.
Akibat lain ialah terputusnya kerjasama antara kedua belah pihak yang
terlibat konflik. Masa antara pecahnya konflik dan terbentuknya kerjasama
kembali disebut masa permusuhan. Dalam masa ini usaha kooperatif tidak dapat
dilakukan. Hal ini mengakibatkan proses kemajuan masyarakat mengalami
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
kemacetan. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta
integrasi sosial dan nasional (D. Hendropuspito OC, 1989: 249).
Konflik yang terjadi dalam perang Uhud telah memunculkan berbagai
akibat yang merugikan bagi pasukan Muslimin. Kekalahan yang dialami oleh
pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak hanya menyebabkan kerugian secara
materiil. Akan tetapi, juga berdampak pada melemahnya semangat pasukan
Muslimin. Meskipun pasukan Muslimin mengalami cobaan yang besar akibat
kekalahan dalam perang Uhud, namun pasukan Muslimin tidak pantang
menyerah. Setelah perang Uhud berakhir, pasukan Muslimin menghimpun
kekuatan militer dan menciptakan strategi perang yang baru dalam menghadapi
pihak musuh. Usaha pasukan Muslimin untuk membalas kekalahan dalam perang
Uhud tidak sia-sia. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan yang diperoleh
pasukan Muslimin saat menghadapi pihak Quraisy dalam perang Ahzab dengan
menggunakan strategi perang parit.
19
20
2. Agama Islam
a. Pengertian Agama Islam
Agama bukan berasal dari bahasa Arab, sebab dalam bahasa Arab tidak
dikenal istilah “Ga”. Dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” artinya
kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan. Menurut bahasa Sansekerta, agama
berasal dari gabungan kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau sehingga
kalau digabungkan maka agama artinya tidak kacau. Agama juga merupakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan
dan penyembahan kepada Tuhan (Aminuddin, 2002: 12-13).
Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia dan
hubungan manusia dengan lingkungannya (U. Maman Kh, 2006: 93).
Agama merupakan produk kebudayaan atau pengembangan dari
aktivitas manusia sebagai makhluk pencipta kebudayan. Menurut pandangan
sarjana sosiologi, agama bisa dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi
manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan
pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya termasuk
dirinya sendiri, anggota-anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang
dia rasakan sebagai sesuatu yang transendental (tidak terjangkau oleh penalaran
manusia) (Elizabeth K. Nottingham,1994: 9).
Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi
dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu manusia
untuk mengenal dan menghargai sesuatu yang sakral lewat pengalaman beragama
(religious experience), yaitu penghayatan kepada Tuhan sehingga manusia
menjadi memiliki kesanggupan, kemampuan dan kepekaan rasa untuk mengenal
dan memahami eksistensi sang illahi.
Berpijak dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang disebut agama adalah kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan.
Menurut pengertian secara istilah, Islam berarti damai atau selamat,
artinya agama itu membawa kedamaian dan keselamatan bagi dunia, baik yang
menganut maupun yang tidak menganut agama Islam (Abu Su’ud, 2003: 137).
Islam merupakan agama Samawi yang diturunkan Allah SWT melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kata Islam berasal dari bahasa
Arab, berarti berserah diri kepada Allah. Dasar dari kata Islam adalah S-L-M,
yang diucapkan silm, berarti damai, berasal dari kata aslama yang mengandung
arti telah menyerah, yakni berserah diri kepada kehendak-Nya. Islam adalah
agama yang membawa kedamaian bagi umat manusia selama mereka berserah diri
kepada Tuhan dan pasrah atas kehendak-Nya. Sesuai dengan kitab suci yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
23
24
1) Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam-
macam, salah satunya menurut pendapat yang lebih kuat adalah bahwa
Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an juga mempunyai
beberapa definisi yaitu firman Allah yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat
Jibril yang disampaikan kepada kita dan diperintahkan untuk
membacanya, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat
An-Nas.
2) Hadist / Sunnah
Pengertian hadist secara luas ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau para sahabat Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya.
3) Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa berarti mengerjakan sesuatu dengan
penuh kesungguhan. Sedangkan menurut istilah, yang disebut ijtihad
adalah menetapkan hukum terhadap masalah-masalah baru yang
ketetapan hukumnya belum ada. Keberadaan ijtihad diakui sebagai salah
satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadist.
Nabi Muhammad SAW pernah menetapkan hukum dengan
ijtihad dan memberi fatwa bukan melalui wahyu, terutama terhadap
masalah-masalah yang tidak terkait dengan halal dan haram. Dalam hal
ini, ijtihad Nabi Muhammad SAW adakalanya benar dan adakalanya
salah. Rasulullah ditegur oleh Allah SWT melalui wahyu apabila
ijtihadnya salah. Salah satu contohnya adalah kasus Khawlah binti
Tsa’labah yang telah mendapat pernyataan zhihar dari suaminya Aus ibn
Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah
seperti punggung ibuku” dengan maksud dia tidak lagi menggauli
istrinya sebagaimana dia tidak boleh menggauli ibunya. Nabi
Muhammad SAW memberikan penjelasan bahwa zhihar sudah
merupakan talak seorang suami kepada istri. Ijitihad Nabi Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
26
27
3. Strategi Militer
a. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategis yang diartikan sebagai
seni (the art of the general). Jauh sebelum abad ke-19 nampak bahwa
kemenangan suatu bangsa atas peperangan banyak tergantung pada adanya
panglima-panglima perang yang ulung dan bijaksana (Lemhamnas, 1980: 116).
Menurut Liddle Hart yang dikutip Lemhamnas (1980: 116), seorang
ilmuwan dari Inggris yang hidup dalam abad ke-20 dan telah mempelajari sejarah
perang secara global, mengatakan bahwa strategi adalah seni untuk
mendistribusikan dan menggunakan sarana-sarana militer untuk mencapai tujuan-
tujuan politik. Strategi juga dapat diartikan sebagai suatu seni perang, khususnya
mengenai perencanaan gerakan pasukan, kapal, dan sebagainya menuju posisi
yang layak.
Menurut Ali Moertopo (1974: 4), strategi adalah hasil suatu interaksi
yang kompleks antara elemen-elemen metafisis, sosiologis, praktis maupun yang
bersifat teknis mekanistis.
Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan
tindakan-tindakan yang akan dan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap
keadaan yang mungkin terjadi di masa depan. Merumuskan suatu strategi berarti
memperhitungkan semua situasi yang mungkin dihadapi pada setiap waktu di
masa depan. Semenjak sekarang sudah menetapkan atau menyiapkan tindakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
mana yang akan diambil atau dipilih kelak, guna menghadapi realisasi dari setiap
kemungkina tersebut (T. May Rudy, 2002: 1).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi strategi di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pada dasarnya merupakan suatu
kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian
pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap
tantangan-tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah
sebelumnya dan keseluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dalam abad modern sekarang ini, arti strategi telah meluas jauh dari
artinya semula menurut pengertian militer. Pengertian strategi tidak lagi terbatas
pada konsep ataupun seni seorang panglima di masa perang, tetapi sudah
berkembang dan menjadi tanggungjawab dari seorang pimpinan. Terdapat
beberapa rumusan tentang strategi, tetapi dari rumusan-rumusan yang ada tersebut
tetap ada persamaan pandangan bahwa strategi tidak boleh lepas dari politik dan
bahwa strategi tidak dapat berdiri sendiri.
Pada umumnya, strategi disusun atas tiga bagian yang terpisah, yaitu:
1) Sasaran yang direncanakan
Sasaran dari suatu strategi bisa bersifat ofensif maupun defensif
dan dalam banyak hal dinyatakan untuk menjamin dan mempertahankan
status quo, baik politically ataupun territorially. Oleh karena itu,
pencapaian sasaran-sasaran strategi tidak bergantung kepada
kemenangan militer.
2) Sarana-sarana yang tersedia untuk melaksanakannya
Sarana yang dikembangkan bagi realisasi atas sasaran dapat
juga memberikan refleksi pada strategi tertentu dan dapat ditambahkan
pula bahwa dalam menyediakan sarana-sarana untuk suatu strategi tidak
harus memerlukan keterlibatan aksi-aksi militer.
3) Rencana pencapaian (program) yang didasarkan pada sarana yang
tersedia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
30
maka perdamaian akan mudah untuk diwujudkan. Akan tetapi, jika pihak yang
kalah tidak bersedia menerima syarat-syarat perdamaian yang diajukan oleh pihak
yang menang, maka kemungkinan besar perang sulit untuk diselesaikan bahkan
bisa terjadi peperangan yang berkepanjangan diantara kedua belak pihak yang
bertikai.
Pertempuran pada dasarnya merupakan bagian dari perang. Pertempuran
dan perang sama-sama merupakan persengketaan diantara pihak-pihak yang
saling bermusuhan dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Akan tetapi, di
dalam pertempuran tidak melibatkan semua aspek kehidupan sosial seperti yang
terjadi di dalam perang. Pertempuran hanya melibatkan kelompok-kelompok
militer dalam usaha untuk menjatuhkan pihak lawan. Ruang lingkup pertempuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan perang. Biasanya pertempuran hanya terjadi
di dalam suatu negara tertentu dan tidak melibatkan dua negara atau lebih seperti
yang terjadi dalam perang.
Berdasarkan konsep mengenai perang dan pertempuran, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa peristiwa Uhud merupakan perang bukan pertempuran
karena di dalam perang Uhud semua aspek kehidupan sosial baik agama maupun
militer dilibatkan untuk mengalahkan kaum Quraisy.
b. Konsep Militer
Menurut Amos Perltmutter (1988: 2), militer merupakan sebuah
organisasi yang sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-
orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah suatu
organisasi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di
dalamnya, namun juga bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas
untuk membentuk suatu hierarki birokrasi. Suatu kekuatan militer memerlukan
pengetahuan yang mendalam untuk mampu mengorganisir, merencanakan dan
mengarahkan aktivitasnya, baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan
damai.
Karakteristik militer yang paling utama adalah profesionalismenya.
Tugas utama dari militer terbatas pada pelaksanaanya bukan pada perumusan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
32
33
34
Muhammad SAW mengirim dua orang utusan yaitu Anas dan Munis untuk
memperhatikan gerak-gerik musuh. Kemudian seorang penunjuk jalan bernama
Hubab Ibn al Mundhir dikirim untuk mengukuhkan semua informasi yang telah
diterima tentang kondisi musuh. Begitu juga sebelum pertempuran Ahzab, Nabi
Muhammad SAW menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad
SAW tentang kondisi musuh. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk menggali parit atas usulan dari sahabat Nabi yaitu Salman al Farisi untuk
mempertahankan Madinah terhadap serangan musuh.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan dengan judul penelitian ini yaitu Dampak Perang Uhud
Terhadap Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M maka dapat
digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Perang Uhud
35
Keterangan:
Kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam perang Badar
menyebabkan munculnya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan balas
dendam terhadap kaum Muslimin. Hal tersebut diwujudkan dalam suatu
peperangan yaitu perang Uhud. Dalam peperangan ini, pasukan Quraisy mampu
membuktikan strategi pertempuran yang tangguh sehingga menimbulkan
kekalahan yang besar bagi pasukan Muslimin. Penyebab kekalahan pasukan
Muslimin dikarenakan mereka tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh
pemimpin mereka yaitu Nabi Muhammad SAW. Pasukan pemanah Muslimin
meninggalkan pos mereka karena mereka beranggapan bahwa pasukan Quraisy
telah menyerah. Selain itu, mereka berbuat demikian untuk mengambil bagian
dalam penjarahan harta rampasan perang karena mereka menganggap perang telah
usai. Tiba-tiba pasukan Quraisy menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang
sehingga menimbulkan kekalahan yang besar di pihak kaum Muslimin. Kekalahan
yang dialami oleh kaum Muslimin telah memberikan suatu pelajaran yang penting
bagi kaum Muslimin, sehingga muncullah strategi-strategi militer yang baru untuk
menghadapi musuh dalam perang-perang selanjutnya. Salah satunya adalah stategi
militer pada perang Handaq. Atas dasar saran dari Salman al-Farisi, Nabi
Muhammad SAW memutuskan sistem pertahanan dengan menggali parit besar
mengintari perbatasan kota Madinah. Strategi perang parit ini terbukti mampu
mengalahkan pasukan Quraisy yang ingin menyerang pasukan Muslimin di
Madinah. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud telah tergantikan
dengan kemenangan yang mereka peroleh dalam peran Handaq.
Terjadinya perang Uhud juga telah membawa perubahan yang besar
dalam perkembangan Islam khusunya di Jazirah Arab. Semakin hari Islam
mengalami perkembangan yang pesat dan memperoleh kedudukan yang dominan
dalam masyarakat di Jazirah Arab. Hal ini terbukti setelah terjadinya peristiwa
Fathu Makkah, Islam semakin mengakar kuat baik di Madinah maupun di
Makkah. Kaum Quraisy pun mulai mengakui kekuatan umat Muslimin dan sedikit
demi sedikit sebagian dari kaum Quraisy mulai masuk agama Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari disetujuinya judul skripsi yaitu dari
bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Adapun kegiatan yang
diperlukan dalam jangka waktu penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
1. Persetujuan judul
2. Proposal
3. Perijinan
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Laporan
B. Metode Penelitian
Keberhasilan dalam penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh metode
yang digunakan. Seorang peneliti dalam melakukan penelitian dapat
menggunakan satu macam metode yang sejalan dengan permasalahan yang
diteliti. Tujuan umum dari suatu penelitian adalah untuk memecahkan masalah,
maka langkah-langkah yang ditempuh haruslah relevan dengan masalah yang
dirumuskan. Menurut Koentjaraningrat (1986: 7), kata metode berasal dari bahasa
Yunani, methodos yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah,
maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Helius Sjamsudin
(1996: 2) yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur, proses atau teknik
yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk
mendapatkan objek atau bahan-bahan yang diteliti.
Berdasarkan permasalahan yang hendak dikaji serta tujuan yang akan
dicapai, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
historis atau metode sejarah. Menurut Helius Sjamsudin dan Ismaun (1996: 60),
metode sejarah ialah rekonstruksi imajinatif gambaran masa lampau peristiwa-
peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan data
peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah. Menurut Louis Gottschalk
(1986: 32), metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan pada data yang diperoleh
guna menentukan proses historiografi. Metode historis menurut Gilbert J.
Garragham dalam Dudung Abdurrahman (1999: 33) didefinisikan sebagai
seperangkat asas dan kaidah-kaidah yang sistematis, yang digunakan secara
efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis dan
menyajikan suatu sintesa yang dicapai pada umumnya dalam bentuk tulisan.
Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta-fakta
masa lampau. Menurut Hadari Nawawi (1995: 78), metode penelitian sejarah
adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang
berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode sejarah atau historis adalah kegiatan mengumpulkan, menguji,
menganalisis secara kritis data-data peninggalan masa lampau dan menyajikannya
sebagai hasil karya melalui historiografi. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengumpulan sumber-sumber sejarah, menguji data-data sejarah supaya data
tersebut valid dan reliabel kemudian menganalisisnya secara kritis untuk
menghasilkan suatu penulisan sejarah atau historiografi.
Penggunaan metode historis dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui fakta sejarah yang berkaitan dengan dampak perang Uhud terhadap
perkembangan Islam di Jazirah Arab tahun 625 M – 630 M. Pertimbangan
mendasar penggunaan metode sejarah atau historis dalam penelitian ini yaitu
karena metode ini lebih sesuai dengan data masa lampau yang telah diuji dan
dianalisis secara kritis berdasarkan sumber-sumber sejarah yang diproleh.
C. Sumber Data
Sumber sejarah seringkali disebut juga “data sejarah”. Data berasal dari
bahasa Latin “datum” yang berarti “pemberitaan” (Kuntowijoyo, 1995: 94). Data
sejarah berarti bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian dan
pengkategorian. Menurut Kartini Kartono (1990: 243) data sejarah ialah bahan
keterangan mengenai proses perkembangan historis gejala sosial dalam perurutan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
40
Abdul Hamid Siddiqi, (5) Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer,
karangan Afzalur Rahman.
41
42
Helius Sjamsuddin (1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data
sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-
sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Menurut Sartono Kartodirdjo
(1992: 2), analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau
kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai
dalam membuat analisis tersebut. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan,
dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai
sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian.
Interpretasi dilakukan karena data tidak dapat berdiri sendiri sehingga
memerlukan kemampuan khusus untuk memberitahukan interpretasi atau
penafsiran maupun analisis sejarah. Pengkajian fakta-fakta sejarah oleh sejarawan
tidak terlepas dari unsur-unsur subjektifitas sehingga diperlukan konsep-konsep
dan teori sebagai kriteria penyeleksi dengan pengklasifikasian. Oleh karena itu,
peneliti dalam menginterpretasikan fakta sejarah harus memusatkan perhatiannya
pada pos-pos tertentu yang menjadi objek penelitian. Menurut Berkhofer yang
dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan
melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah
dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu
interpretasi yang menyeluruh.
Dalam menganalisa suatu karya sejarah diperlukan adanya kritik intern
dan ekstern. Kritik intern merupakan kritik terhadap sumber data yang ditemukan.
Hal ini bertujuan untuk menguji data tersebut apakah isi, fakta, dan cerita yang
tersaji dapat dipercaya atau tidak dan dapat memberi informasi yang dibutuhkan.
Fakta merupakan bahan utama yang dijadikan sejarawan untuk menyusun suatu
cerita sejarah. Selain dari peninggalan yang tertinggal di masa lampau berupa
reruntuhan, mata uang, benda seni dan lain-lain. Fakta sejarah juga diperoleh dari
kesaksian dan karenanya merupakan fakta arti (fact of meaning), fakta-fakta
tersebut tidak dapat dilihat, dirasa, dikecap, didengar atau dicium baunya. Fakta-
fakta itu hanya terdapat dalam pikiran pengamat atau sejarawan dan karenanya
dapat disebut subjektif (Louis Gottschalk, 1986: 172).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
Bersikap objektif mungkin lebih sulit diperoleh dari data semacam itu,
namun data perlu diperlakukan dengan berbagai jaminan khusus terhadap
kemungkinan timbulnya kekeliruan, sehingga data sejarah yang dianalisis dengan
kritik dan diinterpretasikan dapat menjadi cerita sejarah yang dapat dipercaya.
Dalam penelitian itu, analisis data dilakukan setelah pengumpulan dan
pengklasifikasian data. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a)
menyeleksi sumber sejarah yang telah diperoleh sesuai dengan masalah yang
dikaji, (b) menafsirkan data sejarah sehingga dapat diperoleh fakta sejarah, (c)
merangkai fakta sejarah yang saling berhubungan satu dengan yang lain atas dasar
masalah yang dikaji dan yang relevan.
F. Prosedur Penelitian
Agar suatu penelitian mencapai hasil yang maksimal, maka harus sesuai
dengan prosedur atau urutan kerja yang dilalui untuk dilaksanakannya sebuah
penelitian. Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan
oleh seorang peneliti dalam rangka pembuatan laporan penelitian (Louis
Gottschalk, 1986 : 143). Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagaimana
proses sejarah sesuai dengan metode penelitiannya. Dengan menggunakan metode
sejarah maka prosedur penelitian yang harus dilewati adalah sebagai berikut:
Fakta Sejarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
Keterangan:
1. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani “heurishein” yang artinya memperoleh.
Menurut G. J. Renier yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 55),
heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu,
heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum. Heuristik merupakan suatu
ketrampilan dalam menemukan, menangani dan memperinci atau mengklasifikasi
dan merawat catatan-catatan. Menurut pendapat Ernest Bernsheim yang dikutip
oleh Helius Sjamsudin dan Ismaun (1996: 19), heuristik adalah mencari,
menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sidi Gazalba (1981: 15)
mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki
sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa heuristik adalah kegiatan
pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber
sejarah.
Pada tahap ini diusahakan untuk menemukan sumber-sumber bagi
penelitian yang hendak diteliti dengan mengadakan klasifikasi atau penggolongan
terhadap sumber-sumber yang banyak jumlahnya. Tahap ini merupakan tahap
pertama penelitian yakni pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan teknik
studi pustaka, sehingga dalam pengumpulan data dilakukan kunjungan ke
berbagai perpustakaan, diantaranya adalah perpustakaan di lingkup Universitas
Sebelas Maret Surakarta, perpustakaan Daerah Kota Surakarta, perpustakaan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, dan perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2. Kritik
Setelah data terkumpul, tahap berikutnya yaitu langkah verifikasi atau
kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Kritik yaitu kegiatan penilaian
terhadap data untuk menyelidiki apakah data yang diperoleh itu otentik dan dapat
dipercaya atau tidak sehingga mendapatkan fakta. Keabsahan sumber dicari
melalui pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
(Helius Sjamsudin, 1996: 104). Dalam penelitian sejarah, kritik dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otentitas) yang
berkenaan dengan keberadaan sumber apakah sumber itu dikehendaki atau tidak,
masih asli atau sudah turunan. Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 50), uji
otentitas minimal dilakukan dengan pertanyaan: kapan buku itu ditulis, siapa yang
mengarang, tahun berapa buku itu diterbitkan, referensi apa yang dipakai oleh
pengarang buku itu. Kritik ekstern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melihat tanggal, bulan, tahun serta siapa pengarang atau penulis sumber tersebut
dengan mengidentifikasikan sikap serta latar belakang pendidikan pengarang.
Setelah identitasnya terbukti maka diadakan kritik intern. Sebelum semua sumber-
sumber sejarah yang telah dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk
merekonstruksi masa lalu maka terlebih dahulu harus dilakukan penyeleksian
ketat terhadap sumber-sumber sejarah tersebut.
b. Kritik Intern
Kritik intern berhubungan dengan kredibilitas isi dari sumber sejarah.
Kritik ini bertujuan untuk menilai dan menguji mutu dan kebenaran dari sumber
sejarah apakah isi, fakta dan ceritanya dapat dipercaya sehingga dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mencari kesahihan. Dalam
penelitian ini, kritik intern dilakukan dengan memastikan kebenaran isi sumber
dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan yang lain. Selain
itu, dilakukan pula proses menguji kredibilitas sumber-sumber yang diperoleh
untuk mengetahui apakah isinya relevan atau tidak dengan penulisan dan tujuan
dalam mengemukakan dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di
Jazirah Arab tahun 625 M – 630 M. Apabila peneliti sudah melakukan kritik
ekstern dan kritik intern maka akan mendapatkan hasil berupa fakta sejarah.
3. Interpretasi
Setelah data terkumpul dan dianalisis lewat kegiatan kritik, maka
langkah berikutnya interpretasi data yang dilakukan dengan cara menafsirkan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
memberi makna dan hubungan dari fakta-fakta sejarah yang diperoleh. Kegiatan
interpretasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menghubungkan dan
membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber yang lain berdasar
pengetahuan yang dimiliki dengan teori atau konsep yang mendukung lalu
disintesiskan sehingga muncul fakta sejarah.
Fakta sejarah yang diperoleh harus dirangkai dan dihubungkan satu
dengan yang lain sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dan masuk akal.
Peristiwa yang satu harus dimasukkan dalam konteks peristiwa yang lain yang
melingkupinya. Proses penafsiran fakta sejarah dan proses penyusunan menjadi
suatu kisah yang integral menyangkut seleksi sejarah. Oleh karena itu, untuk
keperluan tersebut diperlukan fakta-fakta yang relevan dan menyingkirkan fakta-
fakta yang tidak relevan.
4. Historiografi
Historiografi merupakan langkah yang terakhir dalam metodologi atau
prosedur penelitian historis. Historiografi adalah cara penulisan, pemaparan atau
pelaporan hasil penelitian sejarah (Dudung Abdurrahman, 1999 : 67). Menurut
Helius Sjamsudin (1996 : 153) dalam historiografi seorang penulis tidak hanya
menggunakan keterampilan teknik, penggunaan kutipan-kutipan, dan catatan-
catatan tetapi juga menggunakan pikiran kritis dan analisis.
Pada tahap ini diperlukan suatu kemampuan dan kemahiran seorang
peneliti dalam merangkai fakta-fakta sejarah yang ditulis secara kronologis, logis
dan sistematis. Langkah terakhir dalam penelitian ini merupakan langkah menulis
jejak sejarah yang telah dikumpulkan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga
tersusunlah suatu karya penelitian yang berjudul “Dampak Perang Uhud Terhadap
Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M".
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
47
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
orang Yahudi di pinggiran kota. Orang-orang Yahudi tersebut terdiri dari Bani
Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa’. Mereka menetap di daerah Fidak,
Taima’, Wadi Al Qura, dan ada pula yang berdomisili di Khaibar. Sejarah
masuknya orang Yahudi gelombang pertama tidak diketahui dengan pasti.
Kemungkinan besar orang Yahudi telah tinggal di kota Madinah jauh sebelum
kedatangan suku Aus dan Khazraj, tetapi gelombang perpindahan mereka yang
utama terjadi akibat pengusiran oleh Kaisar Hardian (Kekaisaran Romawi) tahun
135 M. Ketika populasi suku Aus dan Khazraj semakin banyak, mereka pun mulai
dapat mengambil alih kekuasaan dari orang-orang Yahudi satu persatu. Akhirnya,
hampir seluruh wilayah kota Madinah berada dalam kekuasaan suku Aus dan
Khazraj (Hasan Ibrahim Hasan, 2002: 172).
Sampai dengan awal abad ke-7, suku Aus dan Khazraj berada dalam
posisi yang lebih kuat daripada orang-orang Yahudi. Akan tetapi, kehidupan suku
Aus dan Khazraj selalu dipenuhi dengan permusuhan yang menyebabkan sering
terjadinya perkelahian satu sama lain. Salah satu hal yang memicu terjadinya
perkelahian antara suku Aus dan Khazraj adalah ambisi mereka untuk
memperluas wilayah kekuasaan dengan cara berebut daerah oase di Madinah.
Perubahan-perubahan dari kehidupan nomaden menjadi kehidupan mapan,
menyebabkan krisis di Madinah dirasakan sangat berat daripada ketidaknyamanan
yang terdapat di Makkah. Adat kesukuan yang berjalan dengan baik di daerah
oase, sudah tidak berlaku lagi bagi suku-suku yang bermukim disekitar oase.
Semakin lama berbagai suku yang berada di Madinah terperangkap dalam siklus
kekerasan (Karen Amstrong, 2001: 195).
Madinah bukanlah suatu kota yang tertata rapi, tetapi terdiri dari
berbagai perkampungan. Selain itu, di Madinah juga terdapat banyak benteng
pertahanan. Ketika mendapat serangan dari musuh, penduduk Madinah akan
mencari tempat perlindungan di dalam benteng-benteng tersebut. Sebelum
kedatangan Nabi Muhammad SAW, di Madinah sering terjadi peperangan
berbagai kelompok. Munculnya peperangan tersebut disebabkan oleh jumlah
penduduk yang semakin bertambah sementara sumber penghidupan yang ada
sangat terbatas sehingga terjadi tindakan saling merampas tanah milik suku lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
yang lemah. Pada mulanya, peperangan tersebut hanya terjadi diantara suku-suku
kecil kemudian semakin lama peperangan semakin meluas dan melibatkan banyak
kelompok suku di Madinah. Orang-orang Yahudi juga ikut terlibat dalam konflik
antar suku di Madinah. Yahudi menjadi sekutu diberbagai konfigurasi, baik
dengan suku Aus maupun dengan suku Khazraj. Yahudi mencoba memecah
kesatuan suku Aus dan Khazraj dan menghembuskan sikap permusuhan antara
kedua suku tersebut. Yahudi berhasil meningkatkan rasa permusuhan diantara
suku Aus dan Khazraj. Klimaksnya terjadi peperangan Bu’ath pada tahun 618 M.
Hampir semua suku-suku Arab di Madinah terlibat dalam perang tersebut,
demikian juga dengan Yahudi, semua bersekutu dengan kelompoknya masing-
masing. Perang Bu’ath tidak hanya memakan banyak korban tetapi juga
menimbulkan banyak kerusakan. Di samping sumber daya manusia, sumber daya
materi juga berkurang banyak (Asghar Ali Engineer, 1999: 145-146).
Perang Bu’ath telah memberikan kemenangan bagi suku Aus dan
Yahudi. Pada saat perang Bu’ath, suku Aus melakukan aliansi dengan Yahudi
Bani Nadhir dan Quarizhah dalam mengalahkan suku Khazraj. Akan tetapi,
kemenangan yang telah diperoleh oleh suku Aus dan Yahudi sebagai sekutunya
tidak mampu dimanfaatkan secara efektif. Suku Aus menyadari bahwa dengan
menghancurkan suku Khazraj akan menjadikan Yahudi mengontrol atau
mengambil alih kembali kekuasaan di Madinah. Alasan tersebut membuat suku
Aus mengadakan perundingan kembali dengan suku Khazraj. Pada akhirnya,
muncul suatu kesepakatan diantara suku Aus dan Khazraj untuk mengangkat
seorang laki-laki dari suku Khazraj sebagai raja di wilayah Madinah. Laki-laki
tersebut adalah ‘Abdullah ibnu Ubbay ibnu Salul yang tetap besikap netral pada
saat terjadinya perang Bu’ath. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Arab
mampu mempertahankan kekuasaan dan keunggulan mereka terhadap Yahudi
setelah pertempuran Bu’ath. Kekalahan suku Khazraj dalam perang Bu’ath
menjadi penyebab bagi suku Khazraj untuk lebih siap menerima agama Islam,
sehingga suku Khazraj lebih awal menerima Islam daripada suku Aus (Asmara
Hadi Usman, 1994: 57).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
51
Muslimin dan kaum Anshar semakin erat ketika Nabi Muhammad SAW
menetapkan bahwa antara kedua kelompok ini saling mewarisi harta kekayaan.
Kaum Anshar sangat besar pengaruhnya demi kesuksesan perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sering
memperingatkan kepada sahabat-sahabat yang lain agar menghormati kaum
Anshar. Masyarakat Madinah penyembah berhala juga ikut menyambut
kedatangan Nabi Muhammad SAW. Seluruh masyarakat Madinah, baik yang
beriman maupun yang tidak beriman, semuanya bersedia melindungi dan
membela Nabi Muhammad SAW. Selain para penyembah berhala, ada juga
kelompok yang tidak senang pada peranan Nabi Muhammad SAW yang meluas.
Akan tetapi, antusiasme yang besar dari masyarakat Madinah terhadap ajaran
Islam memaksa kelompok ini mengakui Islam secara nominal. Kelompok ini
menentang Nabi Muhammad SAW secara rahasia. Oleh karena itu, mereka
disebut kaum munafikun. Kelompok masyarakat ini lebih berbahaya daripada
musuh yang terang-terangan (K. Ali, 2003: 63).
Meskipun Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya telah hijrah ke
Madinah, namun kaum Quraisy tidak berhenti untuk memusuhi kaum Muslimin.
Kaum Quraisy tidak bisa menerima jika popularitas Nabi Muhammad SAW
beserta kaum Muslimin semakin meningkat. Kaum Quraisy merasa iri dan benci
terhadap kemajuan yang diperoleh kaum Muslimin di Madinah. Oleh karena itu,
mereka berusaha menjatuhkan basis kekuatan dan pengaruh kaum Muslimin di
Madinah. Dalam rangka melaksanakan rencana tersebut, kaum Quraisy telah
mempunyai seorang pelaksana yang tepat di Madinah, yang tidak lain adalah
‘Abdullah bin Ubay, seorang tokoh Yahudi Madinah. Sebelum Nabi Muhammad
SAW hijrah ke Madinah, ‘Abdullah bin Ubay pernah bermimpi akan menjadi
seorang pemimpin di Madinah. Akan tetapi setelah mengetahui pengaruh Nabi
Muhammad SAW di Madinah semakin meningkat, maka timbul rasa cemburu,
benci dan iri hati atas supremasi politik Nabi Muhammad SAW. Keberadaan Nabi
Muhammad SAW di Madinah telah memudarkan rencana ‘Abdullah bin Ubay
untuk menjadi seorang penguasa mutlak di Madinah (Majid ‘Ali Khan, 1985:
100).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
53
54
55
yang baik dengan kaum Yahudi agar Nabi Muhammad SAW dapat diterima
sebagai pemimpin Madinah maupun sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT.
Beberapa hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menjaga
hubungan baik dengan Yahudi diantaranya adalah Nabi Muhammad SAW
bersikap toleransi terhadap perbedaan-perbedaan tradisi keagamaan yang
dilaksanakan oleh kaum Yahudi. Tradisi kaum Yahudi tersebut misalnya arah
kiblat ke Masjidil ‘Aqsha dan puasa ‘Asyura sebagai hari penebusan dosa kaum
Yahudi. Akan tetapi, orang-orang Yahudi tidak pernah bersikap baik terhadap
Nabi sehingga upaya Nabi untuk memperbaiki hubungan baik dengan kaum
Yahudi akhirnya gagal. Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa kaum Yahudi
tidak akan pernah mau mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin baru
Madinah maupun sebagai seorang utusan Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW berubah haluan dan mengambil suatu tindakan baru. Salah satu
hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan mengubah arah
kiblat ke Ka’bah. Langkah Nabi Muhammad SAW dengan mengubah arah kiblat
ke Ka’bah merupakan hal yang monumental. Nabi Muhammad SAW yakin
terhadap dirinya sendiri sebagai utusan Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW memutuskan hubungan dengan kaum Yahudi. Meskipun Nabi
Muhammad SAW tidak memusuhi agama kaum Yahudi, namun Nabi Muhammad
SAW menganggap bahwa kaum Yahudi telah melakukan penyimpangan terhadap
kitab suci yang telah diwahyukan dan tidak mau menjalankan ajaran yang terdapat
di dalamnya. Diubahnya arah kiblat ke Ka’bah (Makkah), Nabi Muhammad SAW
ingin menjadikan Arab khususnya Makkah sebagai pusat Islam (Asghar Ali
Engineer, 1999: 160).
Islam telah stabil di Madinah dan kaum Quraisy mengetahui bahwa
semakin hari Islam terus tumbuh berkembang, kuat dan semakin tersebar. Apabila
keadaan tetap seperti itu, maka kekuasaan kaum Quraisy akan semakin lemah.
Oleh karena itu, kaum Quraisy selalu mendorong terjadinya permusuhan dan
peperangan terhadap umat Islam. Kaum Quraisy selalu melakukan aksi teror
terhadap kaum Muslim dengan berbagai cara. Kaum Quraisy memanfaatkan
‘Abdullah bin Ubay untuk melancarkan semua rencana jahat dari orang-orang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
Quraisy. Kaum Quraisy mengetahui betul sikap permusuhan antara ‘Abdullah bin
Ubay dengan Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya. Langkah awal yang
dilakukan oleh kaum Quraisy untuk melancarkan rencana yang telah disusun
adalah dengan mengirimkan sepucuk surat kepada ‘Abdullah bin Ubay yang
isinya memberikan sebuah ancaman kepada ‘Abdullah bin Ubay. Kaum Quraisy
meminta ‘Abdullah bin Ubay untuk membunuh atau mengusir Nabi Muhammad
SAW dari Madinah. Apabila ‘Abdullah bin Ubay tidak mau melaksanakan
permintaan kaum Quraisy maka ‘Abdullah bin Ubay yang akan menjadi
taruhannya. Ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita tentang surat
tersebut, Nabi Muhammad SAW langsung menemui ‘Abdullah bin Ubay untuk
menanyakan kebenaran dari isi surat tersebut dan menasehati ‘Abdullah bin Ubay
untuk tidak memulai peperangan dengan kaum Muslimin. ‘Abdullah bin Ubay
merasa takut akan mendapatkan perlawanan dari kaum Muslimin. Oleh karena itu,
‘Abdullah bin Ubay menahan perlawanan terbuka dengan Nabi Muhammad SAW
beserta pengikutnya. Dengan demikian, percobaan orang-orang Quraisy melalui
perantara ‘Abdullah bin Ubay mengalami kegagalan. Meskipun demikian, orang-
orang Quraisy tetap tidak mau menyerah untuk menghancurkan Nabi Muhammad
SAW beserta kaum Muslimin. Kaum Quraisy mulai mengalihkan perhatian
kepada penduduk yang tinggal antara Makkah dan Madinah. Kaum Quraisy
membujuk dan menghasut penduduk agar mau melawan kaum Muslimin (Majid
‘Ali Khan, 1985: 101).
Di Madinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi aliansi tiga musuh
kaum Muslimin yaitu kaum Quraisy, kaum Yahudi, dan orang-orang munafik
yang dipimpin oleh ‘Abdullah bin Ubay. Kaum Muslimin berada pada kondisi
yang sangat berbahaya karena dihadang oleh musuh dari berbagai penjuru. Oleh
karena itu, kaum Muslimin meningkatkan kewaspadaan untuk menghadapi
kemungkinan serangan musuh yang sewaktu-waktu bisa datang dari luar dan dari
dalam kota Madinah. Ketika sudah memiliki persenjataan yang kuat dan
perlindungan semakin kokoh, maka turun wahyu dari Allah SWT yang
memperbolehkan kaum Muslimin untuk berperang dalam surat Al-Hajj ayat 39,
yang artinya adalah sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
58
59
Nakhla setelah menempuh perjalanan pada hari-hari terakhir bulan Rajab. Ketika
kafilah dagang suku Quraisy melewati daerah tersebut pada sore hari, mereka
diserang oleh pasukan Muslim. Salah satu dari mereka, ‘Umru bin al-Hadrami,
terbunuh dan pasukan Muslim kembali ke Madinah dengan membawa rampasan
perang serta dua tawanan perang. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab
padahal orang-orang Arab diharamkan untuk melakukan perang pada bulan Rajab.
Peristiwa tersebut menimbulkan banyak protes dari berbagai penduduk Madinah.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW harus bersikap hati-hati. Salah satu hal
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah tidak menyentuh harta rampasan
perang dalam waktu beberapa saat. Tindakan kaum Muslim yang melakukan
perang pada saat bulan Rajab mendapat peringatan dari Allah SWT dengan
menurunkan wahyu berupa surat Al-Baqarah ayat 217 yang artinya adalah sebagai
berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada
bulan Haram. Katakanlah: Berperang pada bulan itu adalah (dosa) besar.
Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya,
(menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah.
Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan
berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu,
jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itu sia-sia
amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya” (Depag RI, 2005: 34).
60
dagangan seharga 50.000 dinar. Orang-orang dari suku Quraisy banyak yang
tertarik dengan barang niaga yang dibawa oleh kafilah yang terdiri dari 30 orang
tersebut. Keuntungan yang diperoleh kafilah Abu Sufyan tersebut akan digunakan
sepenuhnya untuk membiayai perang melawan kaum Muslim Madinah (Asghar
Ali Engineer, 1999: 166-167).
Setelah Nabi Muhammad SAW mendapat kabar bahwa kafilah Abu
Sufyan sedang dalam perjalanan menuju Makkah, Nabi Muhammad SAW
memerintahkan pasukannya untuk pergi menghadang kafilah Abu Sufyan. Nabi
Muhammad SAW tidak melakukan persiapan secara matang sebab urusan kali ini
adalah rombongan dagang, bukan orang-orang yang pergi ke medan perang. Abu
Sufyan mendengar berita tentang kepergian Nabi Muhammad SAW untuk
menghadang kafilah dagangnya. Setelah mendapatkan keuntungan yang besar dari
perdagangannya, Abu Sufyan mulai merasa khawatir akan keselamatan harta yang
telah mereka peroleh. Oleh karena itu, Abu Sufyan menyewa seseorang bernama
Damdam bin Amr al-Gifari untuk pergi ke Makkah, memberi peringatan kepada
orang Quraisy serta meminta bantuan dari kaum Quraisy. Abu Sufyan mengubah
rute perjalanannya dan kembali ke Makkah dengan menyusuri pantai Laut Merah.
Ketika sampai di Makkah, ternyata pasukan Quraisy telah bergerak menuju
Madinah. Di tengah perjalanan, pasukan Quraisy Makkah yang dipimpin Abu Jahl
menerima berita bahwa Abu Sufyan beserta kafilahnya telah sampai di Makkah.
Sebenarnya pasukan Quraisy Makkah merasa ragu untuk berperang dengan
pasukan Muslim Madinah karena sebagian besar dari pasukan Muslim Madinah
adalah keluarga dan saudara mereka sendiri yang telah memeluk Islam.
Seandainya pasukan Quraisy Makkah berperang dengan pasukan Muslim
Madinah, maka sama saja membunuh keluarga sendiri. Akan tetapi, Abu Jahl
tetap teguh pada pendiriannya untuk maju melawan kaum Muslim Madinah. Abu
Jahl terus berusaha untuk menghasut kaum Quraisy Makkah dan membangkitkan
rasa benci mereka terhaadap Islam dengan cara mengingatkan kaum Quraisy atas
peristiwa di Nakhla yang menyebabkan terbunuhnya ‘Umru bin al-Hadrami oleh
pasukan Muslim Madinah. Setelah terhasut oleh bujukan Abu Jahl, timbullah rasa
kebencian dan rasa dendam kaum Quraisy Makkah terhadap kaum Muslim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
Madinah sehingga niat untuk mengadakan perang tidak dapat dibatalkan lagi
(Majid ‘Ali Khan, 1985: 125-126).
Pasukan Muslim Madinah dan pasukan Quraisy Makkah sama-sama
bergerak menuju Badar, suatu desa yang jaraknya kira-kira 80 mil dari Madinah.
Pasukan Muslim dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan pasukan
Quraisy dipimpin oleh Abu Jahl, musuh besar dalam Islam sekaligus merupakan
musuh Nabi Muhammad SAW. Pasukan Quraisy berkekuatan 1000 orang tentara,
300 ekor kuda dan 700 unta. Sedangkan kaum Muslimin mempunyai pasukan
yang hanya berkekuatan 313 orang tentara, 2 ekor kuda dan 70 ekor unta. Senjata
yang digunakan oleh pasukan Muslim sangat terbatas jumlahnya, tidak selengkap
senjata pasukan Quraisy. Perang mulai berkecamuk pada hari Jum’at pagi, 17
Ramadhan 2 H (Maret 642 M). Tradisi peperangan bangsa Arab sering dimulai
dengan sejumlah perang tanding. Tiga tentara Quraisy Makkah yakni Syaiba,
Utbah, dan Walid bin Utba bertanding dengan tiga pejuang Muslim yaitu
Ubaidah, Hamzah, dan Ali. Dalam waktu singkat ketiga pemuka perang Quraisy
tersebut tewas di tangan pejuang-pejuang Muslim. Setelah peperangan massal
selesai, pasukan Muslim Madinah berhasil meraih kemenangan. Banyak pasukan
Quraisy yang terbunuh dan sebagian kecil melarikan diri namun ada juga yang
dijadikan sebagai tawanan perang. Semantara itu, 14 pejuang Muslim gugur
sebagai Syahid yang terdiri dari 6 pejuang dari kaum Muhajirin dan 8 dari kaum
Anshar (K. Ali, 2003: 73).
Perang Badar merupakan peristiwa yang sangat menentukan perjalanan
sejarah Islam. Perang Badar menunjukkan bahwa pasukan Quraisy Makkah yang
jumlahnya lebih besar dapat dihancurkan oleh pasukan Muslim yang jumlahnya
sedikit dengan perlengkapan senjata yang terbatas. Setelah kemenangan kaum
Muslim pada perang Badar, kedudukan dan kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW di Madinah semakin kuat. Perang Badar juga membawa pengaruh yang
besar bagi pengikut-pengikut Yahudi dan suku-suku Badui di sekitar Madinah.
Mereka mulai menyadari dan mengakui munculnya kekuatan Islam yang besar.
Sebelumnya orang-orang Yahudi selalu menghina dan meremehkan kekuatan
orang-orang Muslim namun setelah kemenangan yang diperoleh kaum Muslim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
pada perang Badar, Yahudi baru mengakui kehebatan kekuatan kaum Muslim.
Kemenangan perang Badar telah mendorong umat Islam untuk menyusun
kekuatan Islam yang lebih besar di Madinah dan memperkuat keberanian umat
Islam dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Kaum Quraisy merasa sangat
dipermalukan dengan kekalahan mereka dalam perang Badar. Oleh karena itu,
Quraisy merencanakan sesuatu yang baru untuk balas dendam terhadap kaum
Muslim Madinah. Kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar melatarbelakangi
sejumlah peperangan lainnya dengan kaum Muslim (K. Ali, 2003: 75).
Setelah perang Badar, hanya selama 7 malam Nabi Muhammad SAW
tinggal di Madinah. Kemudian beliau mendatangi Banu Sulaim untuk
menanyakan kebenaran berita tentang serangan Banu Sulaim dan suku Ghathfan.
Nabi Muhammad SAW mendengar berita tentang ekspedisi Banu Sulaim ketika
Nabi Muhammad SAW masih berada di Madinah. Sampai di tempat Banu
Sulaim, Nabi Muhammad SAW diberitahu oleh seorang penggembala bahwa ada
satu batalyon pasukan yang melarikan diri menuju pantai setelah mendengar kabar
tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW tinggal
selama 3 malam di tempat Banu Sulaim dan kembali ke Madinah dengan
membawa 500 ekor unta yang ditinggalkan oleh pihak musuh. Sampai di
Madinah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan pasukannya untuk melakukan
eksekusi terhadap Abu ‘Afak dan ‘Ashma binti Marwan. Abu ‘Afak merupakan
tokoh Yahudi yang usianya sudah tua. Abu ‘Afak selalu mengecam keberadaan
Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. Abu ‘Afak juga sering menghasut
masyarakat Madinah agar melawan Islam. Abu ‘Afak menulis ayat-ayat yang
berisi penghinaan terhadap agama Islam. Oleh karena itu, Abu ‘Afak pantas untuk
dieksekusi. Tugas eksekusi terhadap Abu ‘Afak dilakukan oleh Salim bin ‘Umair.
Eksekusi juga dijatuhkan kepada ‘Ashma binti Marwan, seorang wanita dari suku
Aus bangsa Madinah. ‘Ashma binti Marwan mendapatkan eksekusi karena telah
menciptakan syair-syair dan juga tulisan yang berisi kecaman terhadap Nabi
Muhammad SAW dan Islam. Setelah Badar, ‘Ashma binti Marwan menulis puisi
beberapa bait yang isinya menghasut masyarakat Madinah untuk menyulut api
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
peperangan melawan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. ‘Ashma binti
Marwan dieksekusi oleh ‘Umair bin ‘Auf (Majid ‘Ali Khan, 1985: 134-135).
Terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi setelah perang Badar.
Salah satunya adalah pengasingan atau pengusiran Bani Qainuqa’ yang terjadi
pada bulan Syawal 2 H (April 642 M). Bani Qainuqa’ adalah bagian dari kaum
Yahudi yang pertama kali merusak perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW.
Bani Qainuqa’ terdiri dari 700 prajurit dan dikenal sebagai pengrajin emas dan
saudagar kaya. Bani Qainuqa’ juga ikut serta dalam memerangi Nabi Muhammad
SAW dalam perang Badar. Selain itu, Bani Qainuqa’ juga sering menyakiti kaum
Muslimin. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW beserta pasukannya
memutuskan untuk mengepung Bani Qainuqa’ selama 15 malam. Akhirnya Bani
Qainuqa’ menyerah dan bersedia menerima hukuman yang akan diputuskan oleh
Nabi Muhammad SAW. ‘Abdullah bin Ubay, seorang pemimpin orang-orang
munafik, memohon kepada Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan Bani
Qainuqa’. Nabi Muhammad SAW mengabulkan permohonan ‘Abdullah bin Ubay
tetapi dengan persyaratan tertentu. Nabi Muhammad SAW akan memaafkan dan
membebaskan Bani Qainuqa’ dengan syarat Bani Qainuqa’ harus meninggalkan
Madinah. Kemudian Bani Qainuqa’ memutuskan untuk pergi ke negeri Syam,
untuk mencari perlindungan. Akhirnya Bani Qainuqa’ dapat keluar dari Madinah
dengan selamat setelah sebelumnya Bani Qainuqa’ merasa akan binasa karena
pelanggaran dan pemberontakan mereka (Majid ‘Ali Khan, 1985: 136).
Kekalahan pada perang Badar membuat bangsa Quraisy malu dan sedih
sehingga Quraisy sangat marah dan ingin menuntut balas atas kematian para
pemimpin Quraisy. Setelah perang Badar, Abu Sufyan dijadikan sebagai
pemimpin kaum Quraisy. Abu Sufyan bersumpah tidak akan mencampuri istrinya
sebelum membalas kekalahan kaum Quraisy pada perang Badar. Abu Sufyan
mulai menugaskan 200 orang pasukan untuk pergi ke Madinah pada bulan
Dzulhijjah 2 H, dua bulan setelah perang Badar. Secara diam-diam pasukan Abu
Sufyan merampok di ‘Uraid, kira-kira 3 mil dari Madinah pada malam hari dan
membakar kebun kurma. Pasukan Abu Sufyan juga membunuh seorang Muslim,
membakar rumah-rumah dan tumpukan rumput-rumput kering. Mendengar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin mengejar Abu
Sufyan. Akan tetapi, Abu Sufyan berhasil melarikan diri dengan meninggalkan
kantong-kantong yang berisi sawiq (roti tipis yang terbuat dari gandum) sebagai
persediaan makanan mereka. Oleh karena itu, peristiwa ini dikenal dengan Perang
Sawiq (Majid ‘Ali Khan, 1985: 137).
Sesudah perang Badar, orang Yahudi mulai menjalin persengkongkolan
yang lebih luas untuk melawan Nabi Muhammad SAW. Pihak Yahudi
mengirimkan rombongan yang terdiri dari tokoh-tokoh besar Yahudi seperti
Huyayy bin Akhthab, Sallam bin Abul Huqaiq, Abu Rafi’, al-Rabi’ bin al-Rabi’
bin Abu Huqaiq, Ka’b bin Asyraf dan Abu ‘Ammar, untuk menjalin kerjasama
dengan bangsa Quraisy, Ghathfan dan Banu Quraizhah serta menghasut mereka
agar memusuhi Nabi Muhammad SAW. Kaum Quraisy menyambut dengan baik
ajakan Yahudi untuk bekerjasama melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya. Pemimpin-pemimpin dan pemuka Quraisy mengadakan
musyawarah untuk memutuskan cara melakukan pembalasan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta kaum Muslimin. Tokoh-tokoh Quraisy yang hadir
dalam musyawarah tersebut diantaranya adalah Abu Sufyan bin Harb, Abdullah
bin Ra’biah, Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayyah, Jubair bin Muth’im,
Harits bin Hisyam, Huwait bin Abdul Uzza, dan Ubay bin Khalaf. Dalam
pertemuan tersebut banyak juga perempuan Quraisy yang datang diantaranya
adalah Hindun binti Utbah (istri Abu Sufyan). Setelah membahas beberapa hal
maka dari musyawarah tersebut menetapkan beberapa keputusan, yaitu:
a) Keuntungan yang diperoleh dari kafilah dagang Quraisy pimpinan Abu
Sufyan harus dikumpulkan oleh masing-masing orang dan akan digunakan
untuk membiayai peperangan melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
b) Kabilah-kabilah Tihamah, Kinanah dan kabilah-kabilah Arab lainnya yang
tinggal berdekatan dengan kota Makkah akan diikat perjanjian dengan kaum
Quraisy agar mau membantu melawan Nabi Muhammad SAW beserta kaum
Muslimin.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
c) Kaum perempuan Quraisy yang keluarga dan saudaranya tewas dalam perang
Badar, harus ikut berperang melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
(Moenawar Chalil, 2001: 99-100)
66
67
68
69
70
mengetahui hal itu benar niscaya ada orang yang keluar menyambutku” (Abu
Faris, 1998: 233).
Setelah mendengar perkataan tersebut, akhirnya Ali bin Abu Thalib maju
ke medan pertempuran kemudian berhasil memukul Abu Thalhah hingga patah
kakinya dan tergeletak di tanah. Kemudian Ali bin Abu Thalib mundur kembali ke
barisan pasukan Nabi Muhammad SAW. Beberapa saat kemudian Abu Thalhah
tewas akibat pukulan Ali bin Abu Thalib. Setelah Abu Thalhah tewas, panji
perang diambil oleh saudaranya yaitu Utsman bin Abu Thalhah yang akan
berhadapan dengan Hamzah. Dengan segera Hamzah menyerang Utsman bin Abu
Thalhah sehingga berhasil menebas tangan dan pundaknya sampai ke
pinggangnya. Setelah Utsman bin Abu Thalhah tewas, panji kemudian diambil
oleh saudaranya Abu Sa’id bin Abu Thalhah yang berhadapan dengan Sa’ad bin
Abi Waqqash yang berhasil melempar Abu Sa’id dengan panah hingga tewas.
Panji kemudian diambil oleh Musafi’ bin Thalhah bin Abu Thalhah dan berhasil
dibunuh oleh ‘Ashim bin Tsabit bin Abu Aflah. Setelah Musafi’ tewas, panji
kemudian diambil oleh saudara Musafi’ yaitu Harist bin Thalhah lalu berhasil
dibunuh oleh ‘Ashim. Kemudian panji diambil oleh saudaranya Musafi’ dan
Harits yaitu Kilab bin Thalhah lalu berhasil dibunuh oleh Zubair bin Awwam.
Panji kemudian diambil oleh saudara Kilab yaitu Jallas bin Thalhah lalu berhasil
dibunuh oleh Thalhah bin Ubaidillah. Setelah Jallas bin Thalhah tewas, panji
kemudian diambil oleh Arthah bin Syurahbil bin Hasyim bin Abdi Manaf bin
Abdu Dar lalu berhasil dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib. Kemudian panji diambil
oleh Abu Zaid Amer bin Abdi Manaf lalu berhasil dibunuh oleh Qazman. Setelah
Abu Zaid Amer tewas, panji kemudian diambil oleh Shawab, seorang budak yang
berasal dari Habasyah milik Banu Abdud Dar, lalu berhasil dibunuh oleh Ali bin
Abu Thalib. Akhirnya panji jatuh tergeletak kotor di tanah hingga diambil oleh
‘Amrah binti ‘Alqamah al-Haritsiyah lalu mengangkatnya kepada pasukan
Quraisy dan mereka pun mengerumuninya. Demikianlah para pahlawan kaum
Muslimin berhasil menumbangkan para tokoh dan pembawa panji kaum Quraisy
dan tidak ada lagi yang sanggup membawa panji tersebut hingga dipungut oleh
seorang wanita. Setelah para pembawa panji tersebut terbunuh kemudian kaum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
Quraisy terpecah belah, semangat mereka merosot dan kekuatan mereka pun
hancur. Hal seperti ini menunjukkan kepiawaian Nabi Muhammad SAW dalam
bidang militer karena mampu melemahkan kemampuan perang pasukan Quraisy
sehingga mendesak pasukan Quraisy mundur dan lari meninggalkan harta dan
wanita-wanita Quraisy (Abu Faris, 1998: 233-234).
Para pasukan pemanah menyaksikan dari atas bukit peristiwa yang
terjadi di medan pertempuran. Setelah menyaksikan pasukan Quraisy melarikan
diri dengan meninggalkan harta dan wanita-wanita, pasukan Muslimin mulai
mengumpulkan harta rampasan yang ditinggalkan oleh pasukan Quraisy.
Menyaksikan kejadian tersebut, pasukan pemanah mengira pertempuran telah
berakhir. Pasukan pemanah tertarik untuk turun dari bukit dan membantu saudara-
saudara mereka yang sedang sibuk mengumpulkan harta rampasan dan benda-
benda berharga yang melekat dalam tubuh para korban. Kemudian pasukan
pemanah menyampaikan keinginan mereka kepada pemimpin mereka yaitu
Abdullah bin Jubair agar meninggalkan bukit untuk bergabung bersama saudara-
saudara mereka yang sedang mengumpulkan harta rampasan. Akan tetapi,
Abdullah bin Jubair menolak permintaan para pasukan pemanah bahkan melarang
mereka untuk melakukan hal tersebut. Abdullah bin Jubair mengingatkan akan
perintah Nabi Muhammad SAW agar pasukan pemanah tidak meniggalkan bukit
dalam kondisi apapun. Sebagian kecil pasukan pemanah ada yang mengikuti
perintah Abdullah bin Jubair dan tetap tinggal di bukit dengan penuh waspada
mengawasi keadaan dengan ketat. Akan tetapi, sebagian besar dari pasukan
pemanah yang berjumlah 40 orang, mengabaikan perintah Nabi Muhammad SAW
dan juga tidak melaksanakan perintah Abdullah bin Jubair. Akhirnya, 40 orang
pemanah turun dari atas bukit meninggalkan 10 orang pemanah dan ikut
mengumpulkan harta rampasan dalam keadaan tidak mempedulikan pihak musuh.
Kelalaian pasukan pemanah dalam menjalankan tugas yang diperintahkan oleh
Rasulullah telah dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Q.S. Ali ‘Imran ayat 152-
153 (M. ‘Abdul Ghoffar, 2008: 159).
Tentara berkuda pihak Quraisy yang berada di sayap kanan yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid mengetahui dengan jelas bahwa sebagian besar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72
dari para pasukan pemanah Muslimin yang menjaga bukit Uhud sudah
meningglkan posisi mereka masing-masing. Oleh karena itu, secara diam-diam
Khalid bin Walid mengerahkan pasukan yang berada di bawah komandonya untuk
menyerang pasukan pemanah Muslimin yang hanya tinggal beberapa orang dari
arah belakang mereka. Setelah pasukan Khalid bin Walid mampu melumpuhkan
pasukan pemanah Muslimin dan berhasil menguasai posisi strategis para
pemanah, Khalid bin Walid segera memerintahkan pasukannya untuk memutar ke
arah belakang pasukan kaum Muslimin dan kemudian secara mendadak
menyerang kaum Muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan harta rampasan.
Pasukan Muslimin dikejutkan oleh serangkaian serangan pedang dan anak panah
dari arah belakang sehingga mengakibatkan terbunuhnya sejumlah dari mereka.
Serangan secara mendadak dari pasukan Quraisy menyebabkan pasukan Muslimin
ketakutan dan terguncang sehingga banyak diantara pasukan Muslimin yang
berpencar dan tercerai-berai. Pasukan Muslimin sama sekali tidak pernah mengira
kalau pasukan Quraisy yang sudah melarikan diri dan mundur dari medan
peperangan, berbalik arah dan kembali menyerang pasukan Muslimin dari arah
belakang. Pasukan Muslimin berada dalam kondisi tidak siap siaga untuk
melawan musuh karena serangan yang datang dari pasukan Quraisy sangat
mendadak sehingga pasukan Muslimin terkepung baik dari arah depan maupun
dari arah belakang (Moenawar Chalil, 2001: 120-121).
Setelah Nabi Muhammad SAW melihat keadaan yang semakin kacau,
Nabi menyadari bahwa tentaranya sedang terancam oleh bahaya yang besar dari
pihak musuh. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW segera memilih salah satu
dari dua alternatif yaitu melindungi diri sendiri di tempat yang tersembunyi atau
maju dan berjuang di tengah medan pertempuran yang sedang berkobar dengan
hebat dan dahsyat untuk membela barisan tentara yang sedang berantakan, kalang
kabut, kocar-kacir dan terkepung oleh pihak musuh. Seketika itu juga Nabi
Muhammad SAW mengambil suatu keputusan yaitu untuk sementara Nabi
menyembunyikan diri sambil berseru dan memanggil sebagian tentaranya agar
segera berlari dan mengelilingi tempat Nabi Muhammad SAW bersembunyi.
Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW belum bebas dari ancaman bahaya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
Mush’ab bin Umair, seorang pahlawan Islam yang gagah berani, yang pada saat
itu sedang memegang bendera tentara Islam, selalau melindungi Nabi Muhammad
SAW dari serangan tentara Quraisy. Ketika itu, Ibnu Qam’ah, seorang tentara
Quraisy, berteriak di depan pasukan Muslimin, “Tunjukkanlah kepadaku mana
Muhammad? Lebih baik aku celaka daripada Muhammad masih hidup”. Akan
tetapi, Ibnu Qam’ah terus dihalangi oleh Mush’ab dan kawan-kawannya yang
masih tetap mengelilingi Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut membuat Ibnu
Qam’ah tidak mampu mencapai tempat Nabi Muhammad SAW bersembunyi.
Akhirnya, Ibnu Qam’ah menikam Mush’ab hingga gugur. Ibnu Qam’ah
menyangka bahwa yang ditikam dan dibunuhnya adalah Nabi Muhammad SAW
karena Ibnu Qam’ah belum pernah melihat wajah Nabi Muhammad SAW,
sedangkan Mush’ab bin Umair memiliki wajah yang sangat mirip dengan wajah
Nabi Muhammad SAW. Ibnu Qam’ah kemudian berteriak dengan keras dan
meyakinkan semua yang terlibat dalam perang bahwa Nabi Muhammad SAW
telah terbunuh. Teriakan tersebut diulangi sampai beberapa kali sambil berlarian
di tengah medan pertempuran. Mendengar suara Ibnu Qam’ah, pasukan Muslimin
semakin bertambah kacau sehingga ada diantara mereka yang saling menyerang
saudara sendiri. Akhirnya, terjadi perpecahan diantara kaum Muslimin menjadi
tiga golongan, yaitu sebagian ada yang melarikan diri menuju tempat dekat
Madinah, tetapi tidak berani masuk dan pulang ke Madinah karena malu dan
mereka hanya menanti para kawannya sampai selesai perang. Diantara pasukan
Muslim yang melarikan diri adalah Ustman bin Affan, Walid bin Uqbah, Kharijah
bin Zaid, dan Rifa’ah bin Ma’la (Moenawar Chalil, 2001: 122).
Sebagian besar (golongan kedua) tetap bertempur dengan pantang
menyerah karena mereka telah mendengar ucapan bahwa Nabi Muhammad SAW
telah terbunuh. Salah seorang tentara Muslimin, Tsabit bin Dahdah,
memperingatkan kawan-kawannya, “Hai para kawanku Anshar! Jika benar Nabi
Muhammad SAW telah mati terbunuh, biarlah ia mati, karena hanya Allah yang
tidak mati selama-lamanya! Karena itu, berpeganglah kamu kepada agamamu
dengan kokoh kuat! Allah sendirilah yang akan menolong dan memberikan
kemenangan kepadamu!”. Peringatan tersebut sungguh besar pengaruhnya bagi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74
75
76
Potongan besi tersebut tembus sampai ke dalam gusi Nabi Muhammad SAW.
Pada saat mencabut potongan besi tersebut gigi Abu Ubaidah juga ikut tanggal.
Melihat keadaan demikian, Malik bin Sinan membersihkan darah yang mengalir
di muka Nabi Muhammad SAW. Dalam keadaan yang demikian, serangan musuh
masih terus dilancarkan dengan gencar ke arah Nabi Muhammad SAW. Pasukan
Quraisy terus berusaha melalui berbagai cara untuk menembus pertahanan yang
dibuat oleh para sahabat Nabi yang setia. Kemudian datang Ubay bin Khalaf dari
kaum Quraisy yang menjadi penentang dan musuh Nabi Muhammad SAW
dengan memakai baju besi sambil menunggangi kudanya yang bernama Ud
menuju tempat Nabi Muhammad SAW dengan niat untuk membunuh Nabi
Muhammad SAW. Ketika Ubay bin Khalaf sudah mendekati tempat Nabi
Muhammad SAW yang sedang dipertahankan oleh para sahabat Nabi, Ubay bin
Khalaf segera menyerang Nabi Muhammad SAW dengan pedangnya tetapi
ditangkis oleh para sahabat Nabi. Salah satu sahabat Nabi terbunuh oleh pedang
Ubay bin Khalaf karena tidak mampu menahan tangkisan pedang dari Ubay bin
Khalaf. Melihat kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan para
sahabatnya agar membiarkan Ubay bin Khalaf datang ke tempat Nabi Muhammad
SAW karena Nabi akan menghadapi Ubay bin Khalaf dengan tangan Nabi sendiri.
Kemudian Nabi Muhammad SAW mengambil tombak milik Harits ash-Shammah
dan dengan cepat Nabi Muhammad SAW menyerang Ubay bin Khalaf terlebih
dahulu sebelum diserang sehingga tombak tersebut menancap di sela-sela baju
Ubay bin Khalaf, menembus lehernya dan akhirnya Ubay bin Khalaf tewas
(Moenawar Chalil, 2001: 126).
Sehubungan dengan lemparan batu dari pihak musuh, Nabi Muhammad
SAW berusaha untuk menghindar. Nabi Muhammad SAW berjalan perlahan-
lahan dari tempat Nabi berada. Akan tetapi, baru saja Nabi Muhammad SAW
berjalan beberapa langkah, Nabi jatuh ke dalam sebuah lubang yang digali oleh
salah seorang dari pihak musuh, yaitu Abu Amir ar-Rahib. Abu Amir berbuat
demikian karena sengaja ingin menjebak dan mencelakai pasukan Muslim
terutama Nabi Muhammad SAW. Akibat terjatuh ke dalam lubang, kedua lutut
Nabi Muhammad SAW luka-luka. Kondisi tersebut membuat Nabi Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77
SAW semakin kehilangan tenaga dan akhirnya Nabi pingsan. Melihat kondisi
Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib dan Thalhah bin Ubaidillah menolong
Nabi. Kemudian kedua sahabat Nabi tersebut mengangkat Nabi menuju tempat
yang aman. Setelah siuman, Nabi Muhammad SAW dapat berdiri tegak seperti
biasa (Moenawar Chalil, 2001: 127).
78
79
yang sampai merusak tubuh mayat pasukan Muslimin. Salah satu contoh dari
kebiadaban perempuan Quraisy adalah perlakuan terhadap jenazah Hamzah,
paman Nabi Muhammad SAW. Setelah jenazah Hamzah dibelah dadanya oleh
Hindun, kemudian Hindun mengambil hatinya, mengeluarkan usus dari dalam
perut Hamzah dan dikalungkan ke leher Hindun bahkan Hindun mengunyah hati
Hamzah untuk ditelannya, tetapi Hindun tidak sanggup menelannya lalu
dimuntahkan kembali.
Meskipun perang Uhud telah berakhir, tetapi Nabi Muhammad SAW
masih merasa curiga terhadap gerakan mundur dari pasukan Quraisy. Nabi
Muhammad SAW memiliki sebuah pendapat, tidak mungkin pasukan Quraisy
yang memiliki jumlah pasukan lebih banyak daripada pasukan Muslimin tiba-tiba
mengundurkan diri dan tidak mau melanjutkan peperangan dengan kaum
Muslimin. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib
untuk menyelidiki dan mengawasi gerak-gerik pasukan Quraisy. Setelah
menerima perintah Nabi Muhammad SAW, Ali kemudian menyelidiki gerak-
gerik pasukan Quraisy dengan cara melakukan penyamaran agar tidak diketahui
oleh pasukan Quraisy. Setelah selesai melakukan penyelidikan, Ali segera
menghadap Nabi Muhammad SAW dan melaporkan hasil penyelidikan bahwa
pasukan Quraisy sedang menuju arah selatan. Berdasarkan laporan dari Ali, Nabi
Muhammad SAW yakin bahwa pasukan Quraisy akan kembali ke Makkah.
Sebelum pasukan Quraisy kembali ke Makkah, mereka terlebih dahulu
menguburkan teman-temannya yang tewas dalam perang Uhud. Setelah semuanya
selesai, pasukan Quraisy kembali ke Makkah tanpa membawa tawanan perang
seorang pun dan tidak membawa harta rampasan perang sedikit pun. Oleh karena
itu, pasukan Quraisy belum bisa dikatakan menang dalam perang Uhud.
Sementara itu, pasukan Muslimin masih tetap berada di Uhud. Setelah yakin
bahwa pasukan Quraisy mengundurkan diri meninggalkan Uhud dan kembali ke
Makkah, maka kaum Muslimin mempersiapkan diri meninggalkan Uhud untuk
kembali ke Madinah. Meskipun telah mengalami kekalahan, namun pasukan
Muslimin tidak dapat dikatakan kalah. Kekalahan pasukan Muslimin semata-mata
bukanlah karena ketidakmampuan dalam berperang tetapi karena jumlah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80
persenjataan perang yang dimiliki sangat terbatas. Selain itu, kekalahan pasukan
Muslimin dikarenakan tidak menaati perintah dari Nabi Muhammad SAW sebagai
panglima perang pasukan Muslimin. Seandainya pasukan pemanah menaati
perintah Nabi Muhammad SAW, maka kemenangan pasti akan diraih oleh
pasukan Muslimin seperti pada saat perang Badar (Moenawar Chalil, 2001: 130-
132).
81
ingin menguji keimanan kaum Muslimin kepada Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW melalui kekalahan yang diperoleh oleh kaum Muslimin dalam
perang Uhud. Perang Uhud telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kaum
Muslimin agar tidak meninggalkan perintah Nabi Muhammad SAW dalam situasi
apapun (Majid ‘Ali Khan, 1985: 153-154). Selain itu, perang Uhud juga
merupakan pembeda antara orang-orang beriman dengan orang kafir seperti yang
telah dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Q.S. Ali ‘Imran ayat 121 (M. ‘Abdul
Ghoffar, 2008: 125).
Setelah perang Uhud, Nabi Muhammad SAW mulai melakukan berbagai
pembaharuan. Nabi Muhammad SAW berhasil membentuk suatu pemerintahan
kesatuan yang berpusat di Madinah. Bangsa-bangsa Arab pada saat itu masih
benar-benar tersesat dalam bidang keyakinan atau kepercayaan terhadap suatu
agama. Bangsa Arab masih banyak yang menyembah berhala dan meyakini segala
macam tahayul. Kesesatan yang demikian berlangsung secara terus-menerus
hingga datanglah Nabi Muhammad SAW yang berhasil menghapuskan seluruh
bentuk kesesatan yang berkembang saat itu. Bangsa Arab mulai meninggalkan
berhala dan akhirnya hanya menyembah kepada Allah SWT. Hanya dalam waktu
yang tidak terlalu lama, yakni sekitar 2 tahun, Nabi Muhammad SAW berhasil
mengubah kekafiran dan kemusyrikan bangsa Arab menjadi bangsa yang religius
sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang sosialis sejati. Pada saat itu, Nabi
Muhammad SAW menyaksikan praktek eksploitasi manusia untuk kepentingan
sekelompok manusia tertentu melalui praktek riba. Nabi Muhammad SAW segera
mengambil langkah dengan cara mengganti riba dengan mengembangkan prinsip-
prinsip zakat dan sedekah sehingga distribusi kekayaan tidak hanya berkisar pada
para pemilik modal saja. Nabi Muhammad SAW juga mendorong seluruh
masyarakat Arab agar mencari suatu mata pencaharian tertentu untuk menunjang
kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Upaya pembaharuan lainnya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW adalah penghapusan kasta sosial. Nabi Muhammad SAW menghilangkan
jurang pemisah antara sesama anggota masyarakat yang hanya didasarkan pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82
harta kekayaan, jabatan, bahkan keturunan dan warna kulit. Nabi Muhammad
SAW memberikan suatu pelajaran bahwa kedudukan semua manusia adalah sama.
Adapun yang paling mulia diantara manusia adalah yang paling taat kepada Allah
SWT dan yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesama manusia. Nabi
Muhammad SAW juga menghapuskan sistem perbudakan yang merupakan bagian
integral dari sistem peradaban Arab. Nabi Muhammad SAW menetapkan
sejumlah peraturan yang membantu meninggikan status para budak. Nabi
Muhammad SAW menegaskan bahwa tidak ada penghambaan diantara sesama
manusia. Penghambaan yang sesungguhnya hanyalah penghambaan antara
manusia dengan Allah SWT. Seringkali Nabi Muhammad SAW membeli budak
untuk memerdekakannya.
Aspek lain pembaharuan Nabi Muhammad SAW adalah berkaitan
dengan kedudukan sosial wanita. Sebelum Islam benar-benar tumbuh di Jazirah
Arab, tidak ada satu agama pun yang berusaha keras mengangkat derajat wanita.
Selama ini wanita selalu diperlakukan secara hina. Di seluruh penjuru dunia,
wanita hanya dijadikan sebagai pelayan bagi kaum laki-laki. Bahkan dalam
bangsa Athena (Yunani), bangsa kuno yang paling berbudaya, seorang istri
diperlakukan seperti budak. Melihat kondisi demikian, ajaran Islam mulai
menetapkan sejumlah hak dan keistimewaan bagi wanita. Al-Qur’an secara tegas
telah menyatakan bahwa wanita mempunyai hak-hak tertentu atas laki-laki
sebagaimana laki-laki hak-hak tertentu atas wanita. Dalam ajaran Islam, wanita
mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki. Dalam hal pewarisan dan
pemilikan harta perorangan, status wanita muslim jauh lebih tinggi kedudukannya
daripada wanita-wanita non muslim. Nabi Muhammad SAW berusaha mengubah
kondisi wanita yang sangat menyedihkan pada saat itu. Perlakuan yang baik dan
penghormatan terhadap wanita merupakan salah satu ajaran dasar yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi berusaha memerdekakan dan
membebaskan wanita dari penjajahan kaum laki-laki dengan memberikan hak
untuk menentukan calon suami dan hak atas warisan kekayaan ayah atau suami
yang meninggal. Nabi Muhammad SAW juga berusaha menghentikan tradisi
membunuh anak perempuan sehingga kaum wanita tidak lagi menderita karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83
kesewenang-wenangan kaum laki-laki. Pada saat itu, Jazirah Arab menjadi satu
kesatuan politik di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Para
penyembah berhala berbondong-bondong mulai memeluk agama Islam sehingga
bangsa Arab semakin tinggi moralitasnya (K. Ali, 2003: 115-119).
84
ingin menjalankan kepercayaan dengan bebas. Oleh karena itu, seluruh strategi
perang Nabi Muhammad SAW disusun dan direncanakan sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan prisnsip sedikit mungkin
melibatkan gerakan militer dan dengan kerugian jiwa yang sekecil mungkin
(Afzalur Rahman, 2002: 43).
Ketika semua usaha Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan
perdamaian gagal dan musuh mulai melancarkan serangan militer terhadap kaum
Muslimin, Nabi Muhammad SAW mulai mengerahkan semua sumber daya yang
ada serta perlengkapan yang dimiliki. Nabi Muhammad SAW mulai menerapkan
strategi perang untuk mencapai tujuan dalam mematahkan perlawanan militer
pihak musuh dengan prinsip kehilangan jiwa sedikit mungkin pada kedua belah
pihak. Strategi perang Nabi Muhammad SAW didasarkan pada penyelidikan yang
realistis atas kekuatan tentara musuh, baik dari segi pasukan maupun
perlengkapan perang, strategi dan rencana perang, faktor geografis, medan
pertempuran dan yang terpenting adalah kekuatan mental setiap pasukan. Nabi
Muhammad SAW mengirim pasukan pengintai dan pasukan tempur ke daerah
dekat kedudukan musuh sesuai dengan kebutuhan. Nabi Muhammad SAW juga
membuat suatu unit komando untuk mencapai tujuan tertentu secara rahasia tanpa
menumpahkan darah dan merusak perdamaian. Suatu unit koloni juga dibentuk
untuk menyebarkan desas-desus diantara penduduk musuh untuk menurunkan
moral musuh. Unit ini juga bekerja keras untuk mempesiapkan disiplin yang
tinggi terhadap pasukan Islam dan semangat untuk berkorban demi kepentingan
Islam (Afzalur Rahman, 2002: 44).
Nabi Muhammad SAW sangat cermat dalam memilih lokasi
pertempuran sehingga tidak saja meningkatkan efesiensi dan efektivitas militer
tetapi juga dapat mengurangi kerugian jiwa manusia. Apabila musuh berusaha
untuk melarikan diri, prajurit Muslimin diperintahkan untuk tidak mengejar
musuh karena tujuan yang ingin dicapai bukanlah untuk membunuh tetapi untuk
mematahkan perlawanan dan rintangan yang dilakukan oleh musuh kepada orang-
orang yang akan menunaikan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW lebih suka
berdamai daripada meneruskan perang. Hal tersebut terbukti dengan kebijakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85
Nabi Muhammad SAW yang lebih cenderung untuk menerapkan strategi dengan
cara melakukan blokade ekonomi terhadap kaum Quraisy daripada melanjutkan
peperangan dengan musuh. Kesimpulannya, strategi perang Nabi Muhammad
didasarkan pada prinsip kejutan, kecepatan, keamanan, serangan, dan
pengorbanan jiwa manusia yang sekecil mungkin (Afzalur Rahman, 2002: 46).
Perang Uhud telah memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan
militer tentara Muslim. Pasukan Muslim semakin meningkatkan kedisiplinan
dalam militer. Strategi-strategi perang yang baru mulai diterapkan untuk
menghadapi musuh-musuh Islam. Hal tersebut dapat terlihat dalam berbagai
perang yang terjadi setelah perang Uhud, misalnya dalam perang Handaq. Pada
tahun 672 M, kaum Quraisy Makkah, suku-suku Badui, dan golongan Yahudi
membentuk pasukan gabungan sejumlah 10.000 pasukan tempur untuk
dikerahkan menggempur Madinah. Diantara gabungan pasukan tersebut terdapat
600 tentara berkuda yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Ketika Nabi Muhammad
SAW menyadari akan adanya ancaman serangan dari pihak musuh, Nabi
mengerahkan 3.000 pejuang muslim Madinah agar bersiap siaga menghadapi
musuh. Atas dasar saran Salman al-Farisi, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk membuat sistem pertahanan dengan menggali parit besar mengintari
perbatasan kota Madinah. Nabi Muhammad SAW juga memindahkan penduduk
yang tinggal di luar kota Madinah untuk bertempat tinggal di dalam kota
Madinah. Pekerjaan menggali parit dikerjakan oleh seluruh pasukan Madinah.
Nabi Muhammad SAW juga ikut bekerja menggali parit bersama-sama dengan
yang lainnya sambil mengatur strategi pertahanan perang.
Pasukan Quraisy Makkah merasa heran ketika mengetahui strategi
pertahanan yang dipersiapkan oleh Nabi Muhammad SAW karena strategi perang
yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW belum pernah ada dalam peperangan
besar bangsa-bangsa Eropa sekalipun. Pasukan gabungan Quraisy Makkah,
Yahudi, dan suku-suku Badui mulai mengepung kota Madinah. Pasukan Quraisy
Makkah selalu mengalami kegagalan setiap kali berusaha menyerang dan
menerobos pertahanan pasukan Muslimin di dalam kota Madinah. Pasukan
Quraisy memutuskan untuk menunda penyerangan terhadap kota Madinah sambil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86
memikirkan cara agar dapat menerobos masuk kota Madinah. Pasukan Quraisy
mendirikan tenda-tenda di sekitar kota Madinah. Selama berhari-hari pasukan
Quraisy tidak mendapatkan hasil dalam usaha menerobos kota Madinah dan
melakukan penyerangan terhadap pasukan Muslimin. Pada saat persediaan bekal
pasukan Quraisy mulai menipis, tiba-tiba datang serangan badai disertai hujan
deras yang merobohkan tenda-tenda pasukan Quraisy dan membuat pasukan
Quraisy tidak berdaya dalam menghadapi serangan badai padang pasir tersebut.
Dalam kondisi kritis ini, Abu Sufyan mengambil inisiatif membubarkan pasukan
gabungan agar segera kembali ke Makkah.
Perang Handaq tercatat sebagai kemenangan pasukan Muslimin setelah
kekalahan yang dialami pasukan Muslimin dalam perang Uhud. Operasi gabungan
militer kafir Quraisy beserta Yahudi dan suku-suku Badui yang berlangsung
selama berhari-hari sama sekali tidak membawa hasil. Peristiwa ini merupakan
catatan buruk bagi pihak musuh sehingga menyebabkan kedudukan militer kaum
Quraisy menjadi menurun dan menimbulkan dampak melemahnya kekuatan
militer kaum Quraisy Makkah. Kemenangan perjuangan pasukan Muslimin dalam
perang Handaq mampu membuktikan keberhasilan strategi pertahanan Nabi
Muhammad SAW dalam melemahkan serangan musuh. Setelah kemenangan
pasukan Muslimin dalam perang Handaq, kekuatan militer Islam semakin
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Semenjak saat itulah Islam mulai
tersebar dengan pesat ke berbagai wilayah di sekitar Madinah (K. Ali, 2003: 83-
85).
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dalam bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perang Uhud diawali oleh adanya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan
balas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin di
Madinah. Kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam perang Badar
telah menumbuhkan kebencian kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad
SAW beserta kaum Muslimin sehingga membuat kaum Quraisy benar-benar
ingin memusnahkan Islam dari muka bumi. Berbagai macam cara dilakukan
oleh kaum Quraisy untuk menghancurkan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya. Perang Uhud terjadi pada hari pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal
tahun 3 H atau 625 M. Orang-orang Quraisy Makkah sangat berambisi untuk
membalas kekalahan yang mereka alami dalam perang Badar. Pihak Quraisy
mempersiapkan suatu pasukan besar dengan kekuatan 3000 serdadu untuk
bertempur dalam perang Uhud. Pasukan Quraisy terdiri dari 700 pasukan
infantri, 200 pasukan berkuda (kavaleri), dan 17 orang wanita. Seorang
diantara wanita yang ikut dalam perang Uhud adalah Hindun bin Utbah, istri
Abu Sufyan. Hindun ikut serta dalam perang Uhud karena ingin balas dendam
atas kematian ayahnya yaitu Utbah yang tewas dalam perang Uhud. Pasukan
Quraisy dipusatkan di suatu lembah yaitu di pegunungan Uhud, suatu
pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah Utara kota Madinah. Nabi
Muhammad SAW juga mulai mengatur pasukannya dengan menempatkan
beberapa pasukan pemanah di atas bukit Uhud. Nabi Muhammad SAW
memerintahkan kepada pasukan pemanah agar tidak meninggalkan posisi
mereka dalam kondisi apapun. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding
antara pasukan Muslimin dengan pasukan Quraisy kemudian dilanjutkan
dengan pertempuran secara umum. Pasukan Muslimin bertempur dengan
penuh semangat dalam melawan pasukan Quraisy. Pasukan Muslimin yakin
88
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
89
90
B. Implikasi
1. Teoritis
Secara teorititis, konflik yang terjadi antara kaum Quraisy Makkah
dengan kaum Muslimin Madinah dalam perang Uhud disebabkan karena adanya
rasa ingin balas dendam dari pihak Quraisy atas kekalahan yang dialami pada saat
perang Badar. Semula kaum Muslimin hampir mendapatkan kemenangan, namun
tiba-tiba berubah menjadi kekalahan. Hal tersebut diakibatkan kerena faktor
ketidakdisplinan dari pasukan Muslimin. Meskipun telah mengalami kekalahan
dalam perang Uhud, kaum Muslimin dapat menghimpun kekuatan kembali dan
berhasil membayar kekalahan yang pernah dialami pada perang Uhud dalam
perang-perang selanjutnya, seperti perang Handaq. Sikap yang ditempuh oleh
Nabi Muhammad SAW dalam perang Uhud merupakan penyelesaian konflik
secara koersif (coercive) yaitu dengan jalan menggunakan kekerasan fisik untuk
menyelesaikan permasalahan diantara pihak-pihak yang terlibat konflik.
Kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin setelah terjadinya perang Uhud telah
membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan Islam di Jazirah Arab. Islam
semakin diakui kekuatannya oleh masyarakat luas dan banyak orang-orang Arab
yang menyatakan diri memeluk agama Islam meskipun pada kenyataannya masih
juga terdapat golongan-golongan tertentu yang menentang ajaran Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91
2. Praktis
Perang Uhud merupakan salah satu perang yang terjadi pada masa Nabi
Muhammad SAW tepatnya pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal tahun 3 H atau 625
M. Dinamakan perang Uhud karena perang ini terjadi di suatu bukit yang bernama
Uhud, kira-kira 2 kilometer dari kota Madinah. Perang Uhud merupakan suatu
perang yang terjadi antara pasukan Quraisy Makkah melawan pasukan Muslim
Madinah. Hal yang melatarbelakangi terjadinya perang Uhud tidak lain adalah
keinginan untuk balas dendam dari pihak Quraisy terhadap kaum Muslimin
karena kekalahan yang dialami oleh pihak Quraisy pada saat perang Badar. Pada
awalnya pasukan Muslimin mulai mendapatkan kemenangan dalam perang Uhud.
Akan tetapi, kemenangan kaum Muslimin tiba-tiba berubah menjadi kekelahan.
Hal tersebut dikerenakan kelalaian dari pasukan pemanah yang berada di atas
bukit Uhud. Sebelum perang dimulai, Nabi Muhammad SAW telah
memerintahkan pasukan pemanah agar tidak meninggalkan posisi mereka dalam
kondisi apapun namun mereka melanggar perintah Nabi sehingga pasukan
Muslimin mendapat serangan mendadak dari musuh dan akhirnya membuat
pasukan Muslimin menderita kekalahan. Perang Uhud telah memberikan pelajaran
yang penting bagi kaum Muslimin bahwa sabda Nabi Muhammad SAW
merupakan suatu kebenaran dan tidak ada keraguan bagi kaum Muslimin untuk
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW.
3. Metodologis
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis.
Metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data
atau peninggalan masa lampau. Peneliti berusaha merekonstruksi peristiwa masa
lampau yang berkaitan dengan perang Uhud yang terjadi pada tahun 3 Hijriah atau
625 M. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data atau fakta yang
diperlukan dengan membaca buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan
yang hendak dikaji. Dalam penelitian ini, terdapat kesulitan pada langkah
heuristik yaitu mencari dan memperoleh data terutama yang berkaitan dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92
perang Uhud karena jumlahnya yang tidak banyak. Peneliti mengalami kesulitan
dalam menggunakan bahasa sumber yaitu bahasa Arab. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber primer tetapi hanya berupa
terjemahannya.
C. Saran
1. Bagi Mahasiswa Sejarah
Peneliti mengharapkan bagi mahasiswa sejarah hendaknya dapat
melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai sejarah perang Uhud
dalam hubungannya dengan perkembangan ajaran Islam setelah terjadinya perang
Uhud. Masih banyak tema-tema penelitian yang belum diteliti berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW,
misalnya penelitian tentang pengaruh perjanjian Hudaibiyah terhadap
perkembangan Islam di Jazirah Arab, kondisi Makkah setelah penaklukan kota
Makkah, peristiwa Haji Wada’ dan lain sebagainya. Hendaknya para mahasiswa
lebih selektif dalam memilih tema penelitian sebelum penelitian itu dibuat. Selain
itu, para mahasiswa juga disarankan untuk memperbanyak sumber data baik
primer maupun sekunder yang bisa diperoleh dengan cara mengunjungi berbagai
perpustakaan dan mengakses berbagai sumber dari internet.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Faris. 1988. Analisis Aktual Perang Badar dan Uhud di Bawah Naungan
Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press.
Ahmad Syalabi. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I. Jakarta: Pustaka Al-
Husna.
Ali Moertopo. 1974. Strategi Politik Nasional. Malang: The Paragon Press.
______ & Andang Affandi. 1995. Studi Sejarah Islam. Jakarta: Binacipta.
Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Asmara Hadi Usman. 1994. Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah SAW,
Sifat dan Organisasi yang Dimilikinya. Jakarta: Media Da’wah.
Engineer, Asghar Ali. 1999. Asal Usul dan Perkembangan Islam. Yogyakarta:
Insist & Pustaka Pelajar.
93
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
94
Goffar, M. ‘Abdul. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Hamka. 1983. Tafsir Al- Azhar Juz IV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Hasan Ibrahim Hasan. 2002. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia.
Majid ‘Ali Khan. 1985. Muhammad SAW Rasul Terakhir. Bandung: Pustaka.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95
Maswadi Rauf. 2000. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Dirjen Pendidikan
Tinggi Depdiknas.
Pruitt, Dean G. & Rubin, Jeffrey Z. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.