Anda di halaman 1dari 108

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN


ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M

SKRIPSI

Oleh:
Fitria Kusumawati
NIM: K 4405019

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN


ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M

Oleh :
Fitria Kusumawati
NIM: K 4405019

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Saiful Bachri, M.Pd Drs. A. Arif Musadad, M.Pd


NIP. 19520603 198503 1 001 NIP. 19670507 199203 1 002

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :
Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Djono, M.Pd .....................


Sekretaris : Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum ....……………
Anggota I : Dra. Saiful Bachri, M.Pd .....................
Anggota II : Drs. A. Arif Musadad, M.Pd ........................

Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.


NIP. 19600727 198702 1 001

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Fitiria Kusumawati. K4405019. DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP


PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M-630 M.
Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Sebelas Maret, Oktober 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Latar belakang


terjadinya perang Uhud, (2) Dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran
agama Islam di Jazirah Arab, (3) Pengaruh perang Uhud dalam perkembangan
bidang militer tentara Muslim, (4) Sikap Quraisy Makkah terhadap Islam
Madinah seusai perang Uhud.
Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang
digunakan adalah sumber data primer yang berupa Al Qur’an dan sumber data
sekunder yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu
sejarah Islam. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik
analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang
mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian
dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Perang Uhud diawali
oleh adanya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan balas dendam terhadap
Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin di Madinah atas kekalahan yang
dialami oleh kaum Quraisy pada saat perang Badar, (2) Kekalahan yang dialami
kaum Muslimin dalam perang Uhud telah memberikan pelajaran yang berharga
bagi kaum Muslimin bahwa setiap perintah dan perkataan Nabi Muhammad SAW
merupakan suatu kebenaran yang harus dipatuhi, (3) Perang Uhud telah membawa
pengaruh yang besar dalam bidang kemiliteran tentara Muslimin. Setelah
mengalami kekalahan dalam perang Uhud, strategi-strategi perang yang baru
mulai diterapkan dalam menghadapi kaum Quraisy. Salah satu strategi perang
yang sangat terbukti mampu mengalahkan musuh adalah strategi perang parit
yang merupakan inisiatif dari salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu
Salman Al-Farisi, (4) Perkembangan Islam yang semakin meningkat setelah
perang Uhud membuat kaum Quraisy yang dahulunya menentang Islam, berbalik
arah menyatakan untuk memeluk Islam. Akan tetapi, masih ada golongan orang-
orang musyrikin yang sampai sekarang golongan ini menentang Islam. Mereka
berusaha untuk menghancurkan orang-orang Islam dengan berbagai cara. Kaum
Quraisy sampai sekarang masih tinggal di wilayah Jazirah Arab dan mereka
ditakdirkan untuk menjadi golongan yang menentang Islam.

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Fitria Kusumawati. K4405019. THE EFFECT OF UHUD WAR ON THE


ISLAM DEVELOPMENT IN ARAB PENINSULA DURING 625–630 AC.
Thesis, Surakarta: Faculty of Education and Teacher Training. Sebelas
Maret University, October 2009.

The aim of this research is describing: (1) the background of the historic of
Uhud war, (2) the effect of Uhud war on the Islam doctrine development in Arab
Peninsula, (3) the effect of Uhud war on the Moslem soldiers’ military
development, (4) Quraysh Mecca’s attitude on Medina Moslem after Uhud war.
The research uses historical method. The data resource used in the
research is primary data resource, such as Al-Quran, and secondary data resource,
such as books related to the research theme, Islam history. The technique of
collecting data uses literature study. The technique of data analysis uses historical
analysis technique, analysis that majoring incisive style in processing of a historic
data. The research procedure through four steps activities: heuristic, criticism,
interpretation, and historiography.
Based on the result of research, it can be concluded that: (1) Uhud war
was initiated with the Quraysh willingness to take a revenge on the Prophet
Muhammad SAW as well as the Moslem in Medina for their defeat in Badar war,
(2) The defeat the Moslem encountered in Uhud war had given a valuable lesson
for the Moslem that every instruction and statement from the Prophet Muhammad
SAW is the truth that should be complied with, (3) The Uhud war had brought
about big effect on the military sector of Moslem soldiers. Having defeated in
Uhud war, the new fighting strategies began to apply in facing the Quraysh. One
of fighting strategies proven can defeat the enemy is the ditch strategy constituting
the new initiative from one of Prophet Muhammad SAW’s best friends that is
Salman Al-Farisi, (4) The Islam development proceeding progressively after
Uhud war made the Quraysh previously resisted Islam, embraced Islam. However,
there are some groups of unbelievers who still against Islam until now. They try to
beat Muslims in any way. Quraysh clan still live in Arab Peninsula until now and
they are fated to be a group who against Islam.

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan


(Q.S Al Insyirah: 6)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri
(Q. S Ar-Ra’d: 11)

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta


2. Adikku tersayang
3. Mas Luntoro
4. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2005
5. Almamater

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan
Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
permohonan skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan
dan ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. A. Arif Musadad, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang
setimpal.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2009

Penulis

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


HALAMAN PENGAJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
ABSTRAK.... ….. ..................................................................................... v
ABSTRACT.................................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO .............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... viii
KATA PENGANTAR.............................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. .. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 10
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka .................................................................. 12
1. Konflik ........................................................................ 12
a. Pengertian Konflik…………………………………… 12
b. Ciri-ciri Konflik …………………………………… . 14
c. Jenis-jenis Konflik...…………………………………. 15
d. Penyebab Terjadinya Konflik…………………........... 16
e. Akibat Konflik..........…………………………………. 17
f. Cara Penyelesaian Konflik…………………………... 18
2. Agama Islam..................................................................... 20
a. Pengertian Agama Islam………………………… . … 20
b. Dasar Pokok Agama Islam…………………………… 23
c. Sumber Ajaran Agama Islam………………………… 23

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Fungsi Agama Islam......................………………….. 26


3. Strategi Militer................................................................. 27
a. Pengertian Strategi..................................................... 27
b. Konsep Militer.......................................................... 30
c. Konsep Strategi Militer............................................... 31
B. Kerangka Berfikir .............................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 36
B. Metode Penelitian .............................................................. 37
C. Sumber Data ......................................................................... 38
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 40
E. Teknik Analisis Data ......................................................... 41
F. Prosedur Penelitian ............................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Terjadinya Perang Uhud ............................ 47
1. Madinah Sebelum Terjadinya Perang Uhud .................. 47
2. Pecahnya Perang Uhud ................................................. 65
a. Persiapan Perang Uhud............................................... 65
b. Jalannya Perang Uhud................................................ 68
c. Akhir Perang Uhud..................................................... 77
B. Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Ajaran Islam
di Jazirah Arab......................................................................... 80
C. Pengaruh Perang Uhud Dalam Perkembangan Bidang Militer
Tentara Muslim........................................................................ 83
D. Sikap Quraisy Makkah Terhadap Islam Madinah Seusai
Perang Uhud............................................................................ 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 88
B. Implikasi............................................................................. 90
1. Teoritis ........................................................................... 90
2. Praktis ............................................................................ 91

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Metodologis........................................................................ 91
C. Saran .................................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 93
LAMPIRAN ....... ..................................................................................... 96

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Arab pada waktu lahirnya Islam...................................... 97


Lampiran 2. Peta kota Madinah Al-Munawwarah. ..................................... 98
Lampiran 3. Ghazwah Uhud . .................................................................... 99
Lampiran 4. Daftar nama tentara Muslim yang gugur dalam perang Uhud . 100
Lampiran 5. Peristiwa Penting Dalam Kehidupan Nabi Rasul Saw............. 103
Lampiran 6. Surat permohonan ijin menyusun skripsi. ............................... 107
Lampiran 7. Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi... 108

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam lahir di Makkah, karena di Makkah itulah pertama kali Nabi
Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT. Akan tetapi, agama Islam
mengalami perkembangan yang pesat di Madinah (A. Syalabi, 1983: 116).
Makkah adalah lembah yang sangat tandus. Kondisi geografis negeri ini
berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada
umumnya penduduk Makkah bertemperamen buruk dan tidak mampu berpikir
secara mendalam. Sementara itu, Madinah merupakan wilayah pertanian yang
subur yang menghasilkan produk pertanian yang melimpah. Suhu tropisnya tidak
sepanas di Makkah. Masyarakat Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan dan
cerdas dalam berpikir sehingga seruan Islam lebih mudah diterima pada latar
belakang masyarakat seperti Madinah daripada masyarakat yang berlatar belakang
seperti Makkah. Selain itu, Islam memperoleh landasan yang lebih cocok di
Madinah daripada di Makkah pada masa penyebarannya yang pertama. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang mempercepat dilakukannya hijrah oleh Nabi
Muhammad SAW. Hijrah, yang mengakhiri periode Makkah dan merupakan awal
periode Madinah, merupakan suatu hal penting dalam kehidupan Nabi
Muhammad SAW. Tahun-tahun penghinaan, penganiayaan, dan kegagalan telah
berakhir, dan tahun-tahun keberhasilan telah dimulai. Nabi Muhammad SAW
telah dihina dan dilecehkan oleh kaummnya di Makkah, sedangkan di Madinah
Nabi Muhammad SAW diterima sebagai seorang pemimpin yang sangat
dihormati.
Kelas pendeta dan aristokrasi Quraisy merupakan salah satu penghalang
bagi kemajuan Islam di Makkah. Mereka menganggap bahwa keberhasilan Islam
merupakan malapetaka dan kehancuran bagi mereka. Oleh karena itu, mereka
menentang Islam dengan sangat gigih sejak masa lahirnya. Di Madinah tidak
terdapat kelompok pendeta seperti di Makkah, tidak pula terdapat suatu suku
aristokrasi agama seperti Quraisy. Oleh karena itu, menyampaikan Islam di

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Madinah lebih mudah dan lebih berhasil dibandingkan di Makkah. Di Madinah,


kekuasaan serta kedudukan Nabi Muhammad SAW semakin besar dan Islam
memperoleh landasan yang kuat dari hari ke hari. Nabi Muhammad SAW dengan
bebas dapat menyampaikan dakwahnya diantara masyarakat yang sesat, dan pada
akhirnya mereka mengikuti ajaran beliau.
Kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah disambut baik oleh
segenap kalangan masyarakat Madinah (Yatsrib) yang kemudian mengubah nama
kota ini menjadi “Madinatun Nabi”, artinya kota Nabi (K. Ali dan Andang
Affandi, 1995: 46). Hal pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di
Madinah ialah membangun sebuah masjid. Dalam membangun masjid tersebut,
Nabi Muhammad SAW bekerja sebagaimana para pekerja lainnya. Masjid yang
didirikan oleh Nabi Muhammad SAW berfungsi sebagai wadah kesatuan sosial
muslim. Di masjid inilah Nabi Muhammad SAW beserta para pengikut dan
sahabatnya melakukan shalat berjamaah, beribadah dan mengajarkan ajaran-
ajaran Islam kepada para sahabatnya serta menyelesaikan perkara-perkara yang
terjadi. Masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW mempunyai peranan
penting dan besar artinya untuk mempersatukan kaum Muslimin dan
mempertahankan jiwa mereka dalam satu kesatuan.
Setelah memantapkan diri di Madinah, Nabi Muhammad SAW
membawa keluarganya ke sana. Pada waktu kedatangan Nabi Muhammad SAW,
Madinah didiami oleh beberapa kelompok masyarakat yang berbeda. Para
pengikut setia Nabi Muhammad SAW yang telah meninggalkan kampung
halaman mereka dan telah mengikuti Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah
dikenal dengan gelar Muhajirin atau para “Pengungsi”. Pengabdian para
Muhajirin terhadap Nabi Muhammad SAW sangat besar. Mereka bersedia
berhijrah dan memutuskan ikatan persahabatan serta kekeluargaan dengan kaum
Quraisy. Selain itu, para Muhajirin berani untuk menghadapi segala penderitaan
dan cobaan dalam usaha menegakkan Islam.
Orang Madinah yang baru masuk Islam yang telah membantu Nabi
Muhammad SAW baik dalam suka maupun duka menerima gelar Anshar atau
para “Penolong”. Dengan tangan terbuka mereka menerima Nabi Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SAW di tengah-tengah mereka dan sesuai dengan perjanjian di Aqabah, mereka


akan tetap berada di samping beliau baik dalam suka maupu duka. Kaum Anshar
terlibat aktif dalam semua peperangan, dan pada beberapa kesempatan mereka
memberi dana keuangan bagi tujuan Islam. Mereka menyediakan rumah dan
makanan bagi para pengungsi atau para Muhajirin. Persaudaraan diantara kaum
Anshar dan Muhajirin begitu akrab sehingga mereka dapat saling mewariskan
harta kekayaan bila mereka meninggal.
Pada permulaan kedatangan Nabi Muhammad SAW, para penyembah
berhala Madinah tidak berani untuk menjalankan aktivitas sesat mereka. Hal ini
tampak jelas bahwa seluruh kelompok masyarakat, baik yang beriman maupun
yang tidak beriman, siap untuk melindungi Nabi Muhammad SAW.
Perkembangan Islam yang semakin pesat di Madinah telah mengakibatkan para
penyembah berhala iri terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW. Abdullah
ibnu Ubay merupakan seorang tokoh Yahudi Madinah yang menaruh benci dan iri
hati atas supremasi politik Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibnu Ubay terkenal
licik dan mempunyai sejumlah pengikut yang terdiri dari orang-orang munafik
yang berusaha menentang Nabi Muhammad SAW secara sembunyi-sembunyi.
Abdullah ibnu Ubay ingin sekali memperoleh kekuasaan kedaulatan di Madinah.
Segalanya sudah dipersiapkan untuk memperoleh kendali kekuasaan, tetapi
kedatangan Nabi Muhammad SAW merupakan rintangan bagi semua rencananya.
Selain para penyembah berhala, ada juga kelompok yang tidak senang
pada peranan Nabi Muhammad SAW yang meluas. Akan tetapi, antusiasme yang
besar dari masyarakat Madinah terhadap ajaran Islam memaksa kelompok ini
mengakui Islam secara nominal. Kelompok ini menentang Nabi Muhammad
SAW secara rahasia. Oleh karena itu, mereka disebut kaum munafikun. Kelompok
masyarakat ini lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan.
Penganut agama Yahudi di Madinah mempunyai pendirian dan sikap
yang berbeda-beda. Mereka bersama dengan masyarakat Madinah lainnya turut
menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Pada mulanya, Nabi
Muhammad SAW mengakui otoritas ketuhanan agama mereka, bahkan telah
menyandarkan tuntutannya pada bukti dari kitab suci mereka. Kaum Yahudi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menganggap bahwa mereka akan mampu membawa Nabi Muhammad SAW


berada di pihaknya. Akan tetapi, ketika mereka menyadari bahwa harapan mereka
tidak terpenuhi, sedikit demi sedikt mereka menarik dukunganya dan menjadi
musuh utama Islam.
Setelah datang di Madinah, Nabi Muhammad SAW mencurahkan
perhatiannya pada organisasi kenegaraan. Dalam perkembangannya, Nabi
Muhammad SAW menjadi penguasa yang mutlak di Madinah. Selama enam
bulan pertama di Madinah, beliau dibiarkan tidak diganggu. Akan tetapi,
kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang terus bertambah menimbulkan
kecemburuan dan permusuhan kaum Quraisy yang cenderung ingin
membinasakan Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Kemarahan
kaum Quraisy menimpa pula orang Madinah yang memberi perlindungan kepada
Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya di kota Madinah. Kaum Quraisy
menyatakan umat Islam sebagai pemberontak dan mereka menginginkan untuk
menghukum Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.
Meskipun orang Madinah menerima misi Nabi Muhammad SAW, tapi
keragu-raguan dan kecemburuan telah menguasai hati banyak orang. Mereka tidak
menerima dengan ikhlas kekuasaan Nabi Muhammad SAW di Madinah dan
mereka berusaha untuk mengusir Nabi Muhammad SAW dari negeri mereka.
Orang Musyrik Madinah yang sebelumnya memihak Nabi Muhammad SAW,
sekarang mereka bersekutu dengan Quraisy di bawah pimpinan Abdullah ibnu
Ubay yang sejak awal berharap menjadi penguasa negeri Madinah tetapi terhalang
oleh kedatangan Nabi Muhammad SAW. Kerjasama orang Musyrik Madinah
yang munafik itu mulai menambah kekuatan musuh. Kaum Yahudi secara rahasia
mulai berkomplot dengan kaum Quraisy untuk mengurangi kekuasaan Nabi
Muhammad SAW yang terus menanjak. Di samping itu, kaum Quraisy sering
melakukan penjarahan di luar kota Madinah.
Nabi Muhammad SAW mengirim suatu kelompok yang terdiri atas
sembilan orang anggota di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jashy untuk mengintai
gerak-gerik musuh. Kelompok itu dengan tiba-tiba menyerang kafilah Quraisy di
Nakhlah, dekat Makkah, dan dalam pertempuran kecil itu mereka membunuh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Amar bin Hazrami, seorang pemimpin Quraisy. Peristiwa Nakhlah itu


menyebabkan permusuhan semakin berkobar di antara kedua belah pihak. Pada
waktu itu, desas-desus menyebar luas bahwa Abu Sufyan diserang umat Islam
ketika ia kembali dari Syria. Karena itu, kaum Quraisy di bawah pimpinan Abu
Jahal mengirim satu pasukan besar untuk menyerang Madinah. Ketika Nabi
Muhammad SAW diberitahu tentang hal ini, beliau memanggil suatu dewan
perang dan kemudian memutuskan untuk menyerang kafilah Abu Sufyan dalam
perjalanan pulang dari Syria. Karena itu, pertempuran antara kaum Quraisy dan
pengikut Nabi Muhammad SAW tidak bisa dihindarkan lagi. Peristiwa ini
merupakan penyebab terjadinya suatu peperangan yang sangat besar antara pihak
Nabi Muhammad SAW dengan kaum Quraisy, yang terkenal dengan perang
Badar yang terjadi pada hari Jumat pagi, tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah atau
tanggal 13 Maret 624 Masehi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 52).
Perang Badar pada dasarnya merupakan konflik antara kekuatan cahaya
dan kegelapan, antara kebenaran dan kepalsuan, cahaya atas kegelapan.
Kemenangan pasukan Islam pada peperangan Badar atas kekuatan yang
jumlahnya jauh lebih besar memberi harapan baru bagi umat Islam dan
mendorong mereka untuk keberhasilan di masa depan. Dalam perang Badar ini,
kekuatan Quraisy dihancurkan dan harga diri mereka dihinakan. Sementara itu,
pengaruh Nabi Muhammad SAW dan kekuatan Islam semakin besar dan bahkan
sampai ke luar Madinah. Perang Badar juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap orang Yahudi, begitu pula terhadap suku bangsa Badui yang berdekatan
yang menyadari bahwa telah muncul di Arabia satu kekuatan yang tidak
terkalahkan. Sebelumnya orang Yahudi sangat meremehkan umat Islam. Akan
tetapi, sekarang mereka mulai merasakan kekuatan umat Islam. Untuk sementara
waktu, orang tidak berani berlaku sombong terhadap Nabi Muhammad SAW.
Perang Badar membantu umat Islam mengkonsolidasi kekuatan Islam di Madinah,
dan memungkinkan mereka mampu menghadapi orang jahat dari kota itu dengan
berani.
Setelah kemenangan Badar, Islam memperoleh kedudukan yang kuat di
Madinah. Kebangkitan Madinah merupakan satu hal yang tidak menggembirakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kaum Quraisy yang menganggapnya sebagai suatu ancaman besar bagi


kepentingan politik dan perdagangan mereka. Di samping itu, munculnya Bani
Hasyim di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW tidak menyenangkan bagi
Bani Umayah. Oleh karena itu, konflik antara kedua cabang suku Quraisy yaitu
Bani Hasyim dan Bani Umayah tidak bisa dielakkan lagi sehingga memunculkan
serentetan peperangan-peperangan yang lainnya.
Kekalahan yang diderita oleh kaum Quraisy di peperangan Badar
merupakan suatu pukulan yang hebat bagi mereka. Kaum Quraisy senantiasa
teringat atas kehancuran mereka dan derita kekalahan pada perang Badar yang
sangat memalukan mereka. Pemuka-pemuka mereka seperti Abu Jahal, Utbah,
mati terbunuh dalam perang tersebut. Kekalahan mereka dalam perang Badar
telah memunculkan rasa dendam yang besar terhadap kaum Muslimin. Dalam
waktu yang singkat mereka berhasil menyusun kekuatan di Makkah. Abu Sufyan
bersumpah bahwa ia tidak akan menyentuh perempuan sebelum kekalahan mereka
terbalas. Selanjutnya pasukan kaum Quraisy menyiagakan diri dengan
perlengkapan perang bahkan mereka mengundang suku-suku Badui bersekutu
melawan musuh mereka yakni pasukan Muslim Madinah. Selain itu, kaum
Quraisy bertekad untuk tidak membelanjakan semua harta kekayaan kafilah
perniagaan agar nantinya dapat digunakan untuk membelanjai atau membiayai
peperangan yang akan dilancarkan terhadap kaum Muslimin.
Kaum Quraisy sangat khawatir kalau kekalahannya pada perang Badar
akan terulang lagi. Untuk melancarkan perang berikutnya mereka mengadakan
persediaan yang besar. Dikumpulkanlah oleh Abu Sufyan 3000 pemanggul senjata
terdiri dari orang-orang Quraisy, Arab Tihamah, Kinanah, Bani al Harits, Bani al
Haun dan Bani al Mushtaliq. Keluarga (istri-istri) dari orang-orang besar Quraisy
pun dibawa Abu Sufyan ke medan perang supaya mereka dapat menghalangi laki-
laki yang melarikan diri dari medan perang. Membawa kaum wanita dengan
maksud demikian, telah menjadi adat kebiasaan bagi bangsa Arab.
Setelah Nabi Muhammad SAW mengetahui kesiapan balatentara
Quraisy, maka bermusyawarahlah beliau dengan para sahabat untuk
membicarakan tindakan apa yang harus diambil. Pemuda-pemuda Islam dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

orang-orang yang dulu tidak ikut serta dalam perang Badar, mengusulkan kepada
Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin ke luar kota Madinah untuk
menghadapi musuh di luar kota. Ada pula beberapa orang sahabat mengusulkan
agar kaum Muslimin jangan ke luar kota Madinah, tetapi bertahan saja dalam kota
Madinah, dan mengadakan perlawanan dan pembelaan dari rumah-rumah dan
lorong-lorong kota.
Rasulullah sendiri cenderung kepada pendapat yang kedua, tetapi
pendapat yang pertama banyak mendapat dukungan dari kaum Muslimin. Oleh
karena itu keluarlah Rasulullah bersama 1000 orang pemanggul senjata yang
terdiri dari kaum Muslimin untuk menghadapi musuh yang menyerang. Baru saja
beliau berangkat timbullah keretakan dalam barisan kaum Muslimin. Seorang
munafik bernama Abdullah ibnu Ubay mengundurkan diri dan kembali ke
Madinah membawa sekelompok kaum munafik yang terdiri ± 300 tentara. Alasan
Abdullah ibnu Ubay atas pengkhianatan yang dilakukannya ialah karena Nabi
Muhammad SAW tidak menerima usulnya, melainkan hanya menerima usul
pemuda-pemuda yang mengusulkan agar musuh dihadapi di luar kota.
Laskar tentara yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus
berangkat bersama beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW beserta laskar
Muslimin sampai ke Bukit Uhud. Setelah itu Nabi mulai mengatur posisi atau
penempatan laskar-laskar tersebut. Ada 50 orang laskar pemanah di bawah
pimpinan Abdullah ibnu Jabir diletakkan oleh Nabi pada suatu tempat untuk
menutup jalan laskar berkuda Quraisy karena menurut taktik perang, laskar kaum
Quraisy dapat memutar jalannya masuk dari tempat itu untuk memukul kaum
muslimin dari belakang (A. Syalabi, 1983: 175).
Dalam pertempuran tahap pertama, pasukan Muslimin memperoleh
kemenangan demi kemenangan. Ketika pertempuran hampir selesai, para
pemanah Muslimin meninggalkan pos mereka, meskipun sebelumnya mereka
mendapat peringatan keras dari komandan mereka. Mereka berbuat demikian
untuk mengambil bagian dalam penjarahan harta rampasan perang, karena mereka
menganggap perang telah usai. Akibatnya, barisan pasukan Muslimin menjadi
tidak teratur lagi. Khalid bin Walid sebagai pemimpin tentara Quraisy yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyaksikan peristiwa itu segera menyerbu pasukan Muslimin dari garis


belakang. Serangan tersebut membuat pasukan Muslimin mulai bercerai-berai dan
melarikan diri dari medan tempur. Nabi Muhammad SAW berusaha membawa
mereka kembali, tetapi gagal. Pada saat itu seorang pemuka kafir yang bernama
Ibnu Kamia, sempat melemparkan batu ke arah Nabi Muhammad SAW yang
mengakibatkan salah satu gigi depan Nabi Muhammad SAW patah. Beliau jatuh
ke tanah dan desas-desus mulai menyebar bahwa Nabi Muhammad SAW telah
terbunuh. Padahal sebenarnya Nabi Muhammad SAW hanya pingsan. Setelah
beberapa menit kemudian, beliau siuman kembali dan dipapah menuju Bukit
Uhud dimana sebagian besar anggota pasukan Muslim menunggunya.
Pasukannya sangat gembira karena mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW
masih hidup (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 60).
Akibat perang Uhud ini, 70 tentara Muslim gugur dalam pertempuran itu
dan dari pihak musuh terdapat 23 orang yang terbunuh. Hindun binti Utbah, istri
Abu Sufyan menyobek perut Hamzah bin Abdul Muthalib kemudian
mengeluarkan hatinya dan mengunyahnya untuk memuaskan rasa balas
dendamnya atas kematian ayahnya yang terbunuh oleh Hamzah dalam perang
Badar.
Kecakapan dan taktik militer Khalid bin Walid, hembusan angin yang
kencang, pasukan Muslim yang kurang disiplin, dan kelalaian para serdadu
Muslim terhadap tugas, merupakan faktor utama kekalahan kaum Muslim dalam
perang Uhud. Khalid bin Walid, seorang pemimpin Quraisy, menyerbu pasukan
Islam pada saat yang tepat, yaitu saat mereka meninggalkan tempat strategis yang
paling penting bagi perang. Selain itu, pasukan Muslim tidak bisa membedakan
antara kawan dan lawan karena hembusan angin yang kencang.
Peperangan Uhud ini adalah suatu peperangan yang amat besar
akibatnya. Kaum Quraisy tahu betul bahwa kemenangan mereka sangat gemilang.
Oleh karena itu, mereka hendak melanjutkan kemenangan itu sehingga dapat
menumpas kaum Muslimin sampai tidak tersisa. Suku-suku bangsa Arab yang
lain memandang bahwa nilai dan gengsi kaum Muslimin telah merosot akibat
kekalahan pada peperangan Uhud itu. Orang-orang Yahudi dengan terang-terang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengejek dan mencemoohkan kaum Muslimin. Kondisi demikian tidak


menyebabkan kaum Muslimin menjadi lemah dan terus berusaha dengan
sekuatnya untuk menghilangkan kesan-kesan kekalahan yang telah dialami oleh
kaum Muslimin dalam perang Uhud. Kaum Muslimin ingin memperlihatkan
kepada kaum Quraisy bahwa mereka masih unggul dan kuat.
Meskipun umat Islam dikalahkan dalam perang Uhud, namun mereka
dapat memperoleh kembali kedudukan semula, bahkan memperbaikinya pada
bulan-bulan berikutnya. Kaum Quraisy tidak dapat membanggakan diri dengan
kekuatan umat Islam Madinah yang terus bertambah. Mereka mengetahui bahwa
kekuatan umat Islam yang terus bertambah merupakan ancaman bagi kedudukan
sosial, agama, dan juga kemajuan perdagangan mereka. Setelah perang Uhud
berakhir, golongan Yahudi yakni Bani Nadzir diusir dari Madinah oleh kaum
Muslim Madinah karena pengkhianatan dan kejahatan mereka, dan sejak itu
mereka menghasut orang Quraisy dan Badui untuk melawan orang Islam.
Perang Uhud telah memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga
bagi masyarakat Islam khususnya dan masyarakat di Jazirah Arab pada umumnya
bahwa perintah seorang Rasulullah harus ditaati karena apa yang disabdakan oleh
Rasulullah merupakan suatu petunjuk kebenaran. Selain itu, perang Uhud juga
telah membawa suatu perubahan-perubahan yang lain, misalnya perubahan dalam
strategi militer. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak
menjadikan pasukan Muslimin lemah tetapi memberikan suatu motivasi untuk
menyusun strategi-strategi baru dalam bidang kemiliteran untuk memerangi
musuh-musuh Islam.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan suatu penelitian dengan judul “Dampak Perang Uhud Terhadap
Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M”. Kurun waktu
yang diambil berkisar antara tahun 625 sampai 630 M. Pembatasan ini
berdasarkan pada terjadinya perang Uhud yakni tahun 625 M. Tahun 630 M
merupakan tahun kemenangan dan perkembangan agama Islam, yang ditandai
dengan adanya peristiwa Fathu Makkah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis
dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimanakah latar belakang terjadinya perang Uhud?
2. Bagaimanakah dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama
Islam di Jazirah Arab?
3. Bagaimanakah pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer
tentara Muslim?
4. Bagaimanakah sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang
Uhud?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Uhud.
2. Untuk mengetahui perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab setelah
perang Uhud.
3. Untuk mengetahui pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer
tentara Muslim.
4. Untuk mengetahui sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai
perang Uhud.

D. Manfaat Penelitian
Dalam mengadakan penelitian penulis berharap dapat memberikan suatu
kemanfaatan bagi dunia pendidikan. Adapun manfaat dari penelitian ini penulis
golongkan menjadi dua yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam rangka
pengembangan ilmu sejarah yang berkaitan dengan Jazirah Arab terutama
sejarah Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

b. Sebagai salah satu sumber bagi penelitian-penelitian selanjutnya, serta


diharapkan dapat memberikan kemanfaatan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

2. Manfaat Praktis
a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat menambah khasanah pustaka baik program Pendidikan Sejarah,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan maupun Universitas Sebelas Maret
khususnya mengenai dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di
Jazirah Arab.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Konflik
a. Pengertian Konflik
Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling
memukul”. Dalam pengertian sosiologis, konflik dapat didefinisikan sebagai suatu
proses sosial yang terdiri dari dua orang atau kelompok yang berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghacurkanya atau membuatnya tidak
berdaya. Jenis bentrokan yang paling sering terjadi di dalam kehidupan manusia
ialah perang dengan menggunakan senjata yang ditandai dengan dua atau lebih
dari suku bangsa yang saling bertempur dengan maksud mengahancurkan pihak
lawan (D. Hendropuspito OC, 1989: 247).
Menurut Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik berasal dari kata
confligere, conflictum, yang artinya semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-
interaksi yang antagonistis atau bertentangan. Sedangkan menurut Clinton F. Fink
yang dikutip oleh Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik adalah:
1) Relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-
tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif yang
tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan,
dan struktur nilai yang berbeda.
2) Interaksi yang antagonis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang
tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan yang halus, terkontrol,
tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka,
kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan,
huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.
Menurut Maswadi Rauf (2001: 2), konflik adalah gejala sosial yang
selalu terdapat di dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu tertentu.
Konflik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

bermasyarakat karena konflik merupakan salah satu produk dari hubungan sosial
(social relations).
Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pertentangan atau
perbedaan pendapat antara paling tidak dua orang atau kelompok. Konflik seperti
ini dapat dinamakan konflik lisan atau konflik non-fisik. Apabila konflik tersebut
tidak dapat diselesaikan, maka dapat berubah menjadi konflik fisik, yaitu suatu
konflik yang melibatkan benda-benda fisik dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat diantara dua orang atau kelompok.
Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary of the
English Language yang dikutip oleh Dean G. Pruitt dan Jeffery Z. Rubin (2004:
9), istilah “conflict” berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”,
yaitu suatu bentuk konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik merupakan
persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau
suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai
secara simultan, artinya sulit untuk menemukan suatu titik temu dalam
menyelaraskan aspirasi pihak yang sedang berkonflik.
Berdasarkan beberapa definisi tentang konflik, Margaret M. Poloma
(2003: 107) menyatakan bahwa:
Konflik merupakan bentuk interaksi bahwa tempat, waktu serta
intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana
dengan isi segitiga yang berubah. Konflik dapat merupakan proses yang
bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan
struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara
dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

Konflik atau pertentangan masyarakat mempunyai hubungan yang erat


dengan proses integrasi. Hal ini disebabkan karena proses integrasi dapat
mengarah kepada terbentuknya suatu proses disorganisasi dan disintegrasi di
dalam masyarakat tertentu. Semakin tinggi konflik atau pertentangan intra
kelompok (intra-group conflict), maka akan semakin kecil derajat atau tingkat
integrasi kelompok. Dalam kehidupan bermasyarakat, solidaritas yang terjadi di
dalam kelompok (in-group solidarity) dan pertentangan dengan kelompok luar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

(out group conflict) juga mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi.


Semakin besar permusuhan terhadap kelompok luar, maka semakin besar pula
adanya proses integrasi di dalam suatu solidaritas kelompok untuk membentuk
kekuatan dalam mengahadapi pihak lawan atau musuh (phil. Astrid S. Susanto,
1999: 103).
Konflik atau pertentangan yang terdapat di dalam masyarakat mengenal
beberapa fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Suatu kelompok
sosial yang selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial, maka pertentangan
akan berkisar pada penyesuaian diri atau penolakan dari faktor-faktor sosial
tersebut. Sebagian besar konflik muncul dalam posisi yang saling bertentangan
dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh kelompok yang berkonflik. Masing-
masing kelompok yang terlibat dalam konflik mempunyai tujuan tertentu,
misalnya mempertahankankan atau memperluas wilayah maupun demi
kepentingan keamanan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik
merupakan suatu bentuk pertentangan, pertikaian dan perbedaan pendapat antara
dua orang atau kelompok yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan
sehingga mengakibatkan pihak yang satu berusaha untuk menyingkirkan pihak
yang lain dengan berbagai cara.
Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud pada dasarnya merupakan
konflik antara Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya dengan kaum
Musyrikin Makkah atau kaum Quraisy. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh
kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam peristiwa perang Badar. Kaum
Quraisy menderita kerugian yang besar atas kekalahan mereka dalam perang
Badar sehingga memicu keinginan untuk melakukan balas dendam terhadap kaum
Muslimin.

b. Ciri-ciri Konflik
Menurut Ted Robert Gurr yang dikutip oleh Maswadi Rauf (2001: 7)
menyebutkan paling tidak ada empat ciri konflik, yaitu:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

1) Ada dua atau lebih pihak yang terlibat, yakni melibatkan orang atau
pihak lain yang berjumlah minimal satu sehingga ada pihak lain yang
menjadi saingan.
2) Adanya keterlibatan dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi,
yakni bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik secara terang-
terangan menunjukkan sikap yang berlawanan dengan yang lain
sehingga menimbulkan reaksi pertentangan dan permusuhan dari
pihak lain.
3) Adanya penggunaan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan
untuk menghancurkan, melukai, dan mengahalangi lawannya. Pada
ciri ini didasarkan atas pandangan bahwa konflik selalu bersifat
konflik fisik.
4) Konflik merupakan sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat
diamati. Konflik haruslah berwujud tindakan (behavior) yang
berbentuk tindakan-tindakan konkret. Oleh karena itu, pertentangan
antara dua orang yang hanya ada dalam pikiran masing-masing tidak
dapat disebut konflik.

c. Jenis-jenis Konflik
Menurut Maswadi Rauf (2001: 6), dilihat dari pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik maka konflik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang
tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik
ini adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik
hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja.
2) Konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antara dua kelompok
atau lebih. Konflik pribadi dapat dengan mudah berubah menjadi
konflik kelompok karena adanya kecenderungan yang besar dari
individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya
masing-masing.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Menurut Coser yang dikutip oleh Margaret M. Poloma (2003: 107),


konflik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1) Konflik realistis, adalah konflik yang berasal dari kekecewaan
terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terdapat di dalam hubungan
masyarakat dan kekecewaan tersebut ditujukan pada obyek yang
dianggap mengecewakan.
2) Konflik yang tidak realistis, adalah konflik yang bukan berasal dari
persaingan antara kedua belah pihak tetapi dari kebutuhan untuk
meredakan masalah, paling tidak dari salah satu pihak.
Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud dapat digolongkan ke dalam
jenis konflik kelompok yaitu konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dengan
kaum Muslimin. Selain itu, konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dan kaum
Muslimin juga dapat digolongkan ke dalam konflik realistis yaitu konflik tersebut
bersumber dari kekecewaan yang dialami oleh kaum Quraisy akibat kekalahan
kaum Quraisy dalam perang Badar.

d. Penyebab Terjadinya Konflik


Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah hal-hal yang terjadi pada
tingkat individual (Maurice Duverger, 2003: 175-176). Duverger juga
menyinggung rasa frustasi sebagai penyebab terjadinya konflik. Orang frustasi
lebih mudah terlibat dalam konflik dengan pihak lain yang dianggap sebagai
penyebab frustasi tersebut.
Konflik juga bisa disebabkan karena adanya persaingan atau kompetisi
yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi, tidak sepenuhnya
konflik muncul karena adanya persaingan diantara kelompok. Konflik bisa
disebabkan karena adanya perbedaan pendirian antara kelompok termasuk tujuan
yang hendak dicapai.
Kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain juga merupakan
penyebab terjadinya konflik. Hal ini berarti kecenderungan manusia untuk
berkuasa menjadi salah satu penyebab konflik. Manusia selalu menginginkan
orang lain menganut apa yang dianutnya karena ia berpendapat bahwa apa yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang, di samping alasan untuk
mendominasi. Oleh karena itu, kecenderungan manusia untuk menarik orang lain
agar menganut ideologi atau agama yang dianutnya merupakan salah satu sumber
konflik terpenting dalam masyarakat (Maswadi Rauf, 2001: 7).
Menurut Soerjono Soekanto (1986: 76-78), terdapat dua hal yang
menjadi sumber terjadinya konflik yaitu:
1) Adanya orang-orang yang menduduki posisi-posisi tertinggi,
sehingga kepentingan mereka berbeda dengan golongan yang
menduduki posisi yang lebih rendah.
2) Ada golongan-golongan tertentu yang lebih disukai daripada
golongan-golongan lain dalam kelompok tersebut.
Berkaitan dengan perang Uhud maka penyebab konflik perang Uhud
adalah karena keinginan untuk melakukan balas dendam dari pihak Quraisy
Makkah terhadap Muslim Madinah akibat kekalahan yang dialami oleh pihak
Quraisy pada saat perang Badar. Semenjak kekalahan Quraisy dalam perang
Badar, pihak Quraisy semakin membenci kaum Muslimin dan berusaha untuk
menghancurkan kaum Muslimin khususnya Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.

e. Akibat Konflik
Terlepas dari teori konflik yang menganggap konflik bernilai positif,
sejarah dan kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa konflik fisik selalu
mendatangkan akibat negatif. Bentrokan antara individu dengan individu, kerabat
dengan kerabat, suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang
satu dengan agama yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua
belah pihak yang terlibat, seperti korban jiwa, material dan spiritual serta
berkobarnya kebencian dan balas dendam.
Akibat lain ialah terputusnya kerjasama antara kedua belah pihak yang
terlibat konflik. Masa antara pecahnya konflik dan terbentuknya kerjasama
kembali disebut masa permusuhan. Dalam masa ini usaha kooperatif tidak dapat
dilakukan. Hal ini mengakibatkan proses kemajuan masyarakat mengalami
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

kemacetan. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta
integrasi sosial dan nasional (D. Hendropuspito OC, 1989: 249).
Konflik yang terjadi dalam perang Uhud telah memunculkan berbagai
akibat yang merugikan bagi pasukan Muslimin. Kekalahan yang dialami oleh
pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak hanya menyebabkan kerugian secara
materiil. Akan tetapi, juga berdampak pada melemahnya semangat pasukan
Muslimin. Meskipun pasukan Muslimin mengalami cobaan yang besar akibat
kekalahan dalam perang Uhud, namun pasukan Muslimin tidak pantang
menyerah. Setelah perang Uhud berakhir, pasukan Muslimin menghimpun
kekuatan militer dan menciptakan strategi perang yang baru dalam menghadapi
pihak musuh. Usaha pasukan Muslimin untuk membalas kekalahan dalam perang
Uhud tidak sia-sia. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan yang diperoleh
pasukan Muslimin saat menghadapi pihak Quraisy dalam perang Ahzab dengan
menggunakan strategi perang parit.

f. Cara Penyelesaian Konflik


Menurut D. Hendropuspito OC (1989: 250-251), ada 5 cara penyelesaian
konflik yang lazim dipakai, yaitu:
1) Konsiliasi atau perdamaian (conciliatio), yaitu suatu cara untuk
mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai
persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini, pihak-pihak
yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga. Namun
dalam hal lain, pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan
tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang
dianggapnya baik kepada kedua belah pihak yang berselisih untuk
menghentikan persengketaan.
2) Mediasi (mediatio), yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian
dengan menggunakan seorang perantara (mediator). Dalam hal ini,
fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator.
Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

memberikan keputusan yang mengikat, keputusannya hanya bersifat


konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus
mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.
3) Arbitrasi (arbitrium), yaitu suatu cara penyelesaian konflik melalui
pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil
keputusan. Abitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang
arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang
bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati.
4) Paksaan (coersion), yaitu suatu cara penyelesaian konflik atau
pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Bila
paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak
yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak
yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan musuh.
Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan
berdamai yang harus diterima pihak yang lemah.
5) Detente, yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan mengurangi
hubungan ketegangan antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya
merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka
pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian. Dalam
hal ini, belum ada penyelesaian secara definitif dan belum ada pihak
yang dinyatakan kalah atau menang.
Menurut Maswadi Rauf (2001: 10-12), ada dua cara penyelesaian
konflik, yaitu:
1) Cara persuasif (persuasive), yaitu suatu cara penyelesaian konflik
dengan menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari
titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Cara penyelesaian
konflik secara persuasif menghasilkan penyelesaian konflik secara
tuntas, artinya tidak ada lagi perbedaan antara pihak-pihak yang
sebelumnya berkonflik karena titik temu telah dihasilkan atas
keinginan sendiri.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

2) Penyelesaian secara koersif (coersive), yaitu suatu cara penyelesaian


konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman
kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara
pihak-pihak yang terlibat konflik. Cara koersif menghasilkan
penyelesaian konflik dengan kualitas yang rendah karena konflik
sebenarnya belum selesai secara tuntas. Titik temu atau mufakat
terbentuk secara terpaksa sehingga pihak yang lebih lemah
menyetujui pendapat yang lebih kuat tidak atas dasar kesadaran dan
keinginan sendiri.
Konflik yang terjadi dalam perang Uhud diselesaikan secara koersif,
yaitu penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman
kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak
yang terlibat konflik. Hal tersebut terbukti dengan adanya sejumlah perlawanan-
perlawanan yang berasal dari kaum Muslimin maupun kaum Quraisy. Kedua
kelompok tersebut saling beradu kekuatan dengan kepentingan yang berbeda-
beda. Kaum Quraisy memiliki ambisi yang besar untuk menghancurkan Nabi
Muhammad SAW beserta pengikutnya yang telah mengalahkan mereka dalam
perang Badar. Selain itu, kaum Quraisy juga memiliki keinginan yang kuat untuk
memperluas daerah kekuasaan mereka sampai wilayah Madinah. Sementara itu,
kaum Muslimin memiliki tujuan untuk menegakkan kebenaran di atas kebathilan
dengan berusaha menyebarkan agama Islam yang merupakan wahyu dari Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Agama Islam
a. Pengertian Agama Islam
Agama bukan berasal dari bahasa Arab, sebab dalam bahasa Arab tidak
dikenal istilah “Ga”. Dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” artinya
kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan. Menurut bahasa Sansekerta, agama
berasal dari gabungan kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau sehingga
kalau digabungkan maka agama artinya tidak kacau. Agama juga merupakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan
dan penyembahan kepada Tuhan (Aminuddin, 2002: 12-13).
Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia dan
hubungan manusia dengan lingkungannya (U. Maman Kh, 2006: 93).
Agama merupakan produk kebudayaan atau pengembangan dari
aktivitas manusia sebagai makhluk pencipta kebudayan. Menurut pandangan
sarjana sosiologi, agama bisa dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi
manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan
pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya termasuk
dirinya sendiri, anggota-anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang
dia rasakan sebagai sesuatu yang transendental (tidak terjangkau oleh penalaran
manusia) (Elizabeth K. Nottingham,1994: 9).
Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi
dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu manusia
untuk mengenal dan menghargai sesuatu yang sakral lewat pengalaman beragama
(religious experience), yaitu penghayatan kepada Tuhan sehingga manusia
menjadi memiliki kesanggupan, kemampuan dan kepekaan rasa untuk mengenal
dan memahami eksistensi sang illahi.
Berpijak dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang disebut agama adalah kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan.
Menurut pengertian secara istilah, Islam berarti damai atau selamat,
artinya agama itu membawa kedamaian dan keselamatan bagi dunia, baik yang
menganut maupun yang tidak menganut agama Islam (Abu Su’ud, 2003: 137).
Islam merupakan agama Samawi yang diturunkan Allah SWT melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kata Islam berasal dari bahasa
Arab, berarti berserah diri kepada Allah. Dasar dari kata Islam adalah S-L-M,
yang diucapkan silm, berarti damai, berasal dari kata aslama yang mengandung
arti telah menyerah, yakni berserah diri kepada kehendak-Nya. Islam adalah
agama yang membawa kedamaian bagi umat manusia selama mereka berserah diri
kepada Tuhan dan pasrah atas kehendak-Nya. Sesuai dengan kitab suci yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, Islam adalah satu-satunya


agama yang benar dan diakui oleh seluruh Nabi sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW (Ahmad Khurshid, 1989: 3).
Hal yang sama mengenai definisi Islam diungkapkan oleh Aminuddin
(2002: 14) yang menyatakan bahwa:
Islam berasal dari kata “salima” artinya selamat sejahtera dan “aslama”
artinya patuh dan taat. Ada juga yang berpendapat bahwa Islam berasal
dari kata “as-salmu”, “as-silmu”, “as-salamu” dan “as-salamatu” yang
berarti selamat dan bersih dari kecacatan lahir dan batin, aman dan
damai, tunduk dan taat. Agama Islam dengan demikian dapat diartikan
sebagai agama selamat sentosa atau agama yang bersih dan selamat dari
kecacatan lahir dan batin, agama yang aman dan damai atau agama yang
berdasar kepada tunduk dan taat.

Menurut Endang Saifuddin Anshari (1980: 23), Agama Islam adalah


agama wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk
disampaikan kepada segenap umat manusia, sepanjang masa dan di setiap tempat.
Islam merupakan suatu sistem keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur segala
aspek kehidupan manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia
dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan sesama manusia, ataupun
hubungan manusia dengan alam lainnya, yang bertujuan untuk mencari keridhaan
Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Islam adalah agama kebenaran, melingkupi segala aspek kehidupan yang
diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia agar dijadikan sebagai
tuntunan hidup. Guna menopang perkembangannya, manusia memerlukan dua hal
pokok, yaitu: (1) sumber daya untuk mencukupi kebutuhan materi bagi pribadi
dan masyarakat, (2) pengetahuan tentang prinsip-prinsip perilaku dan masyarakat
sehingga manusia dapat memenuhi keperluan sendiri serta menjaga keadilan dan
ketenangan dalam kehidupan manusia.
Ajaran Islam mendasarkan pada enam pokok kepercayaan yang dikenal
dengan istilah rukun iman. Keimanan dalam Islam menekankan pada kepercayaan
dan pengakuan kepada semua yang bersifat gaib yang bukan hanya sekedar
mengakui keberadaannya melainkan juga mengakui kebenarannya. Termasuk ke
dalamnya adalah iman terhadap (1) Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

disembah; (2) kitab-kitab suci yang merupakan pokok ajaran agama-agama


terdahulu, yang terdiri dari Taurat, Injil, dan Quran; (3) para malaikat, yaitu jenis
makhluk rohani yang bertugas untuk melaksanakan seluruh karsa atau kemauan
Allah dalam melaksanakan kekuasaan terhadap hamba Allah lainnya; (4)
Rasulullah, yaitu para nabi yang sekaligus bertugas untuk menyebarluaskan
agama Allah; (5) meyakini akan datangnya hari kiamat, yaitu hari kebangkitan
kembali seluruh umat manusia setelah masa kehancuran, untuk
mempertanggungjawabkan seluruh amalan dalam hidup, dan terakhir adalah
beriman terhadap adanya (6) qadla dan qadar, yaitu ketentuan atas nasib baik atau
buruk dari makhluk yang berada di tangan Allah (Abu Su’ud, 2003: 142).
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan agama Islam adalah suatu kepercayaan untuk memperoleh
keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diwahyukan Allah
kepada manusia dengan perantaraan Rasul. Agama Islam dapat didefinisikan pula
sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang tertera dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah berupa perintah, larangan serta petunjuk untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Dasar Pokok Agama Islam


Menurut Ahmad Khurshid (1989: 17), agama Islam mempunyai dasar
pokok diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Percaya akan keesaan Allah.
2) Percaya akan kerasulan Muhammad SAW serta kepada ajaran yang
disampaikaanya.
3) Percaya akan kehidupan sesudah mati serta pertanggungjawaban di
depan Allah di hari kiamat kelak.

c. Sumber Ajaran Agama Islam


Menurut Aminuddin (2002: 44), yang dijadikan sebagai sumber agama
Islam yaitu :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

1) Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam-
macam, salah satunya menurut pendapat yang lebih kuat adalah bahwa
Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an juga mempunyai
beberapa definisi yaitu firman Allah yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat
Jibril yang disampaikan kepada kita dan diperintahkan untuk
membacanya, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat
An-Nas.
2) Hadist / Sunnah
Pengertian hadist secara luas ialah sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW atau para sahabat Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya.
3) Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa berarti mengerjakan sesuatu dengan
penuh kesungguhan. Sedangkan menurut istilah, yang disebut ijtihad
adalah menetapkan hukum terhadap masalah-masalah baru yang
ketetapan hukumnya belum ada. Keberadaan ijtihad diakui sebagai salah
satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadist.
Nabi Muhammad SAW pernah menetapkan hukum dengan
ijtihad dan memberi fatwa bukan melalui wahyu, terutama terhadap
masalah-masalah yang tidak terkait dengan halal dan haram. Dalam hal
ini, ijtihad Nabi Muhammad SAW adakalanya benar dan adakalanya
salah. Rasulullah ditegur oleh Allah SWT melalui wahyu apabila
ijtihadnya salah. Salah satu contohnya adalah kasus Khawlah binti
Tsa’labah yang telah mendapat pernyataan zhihar dari suaminya Aus ibn
Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah
seperti punggung ibuku” dengan maksud dia tidak lagi menggauli
istrinya sebagaimana dia tidak boleh menggauli ibunya. Nabi
Muhammad SAW memberikan penjelasan bahwa zhihar sudah
merupakan talak seorang suami kepada istri. Ijitihad Nabi Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

SAW ini mendapat teguran dengan turunnya Q.S. Al-Mujadilah ayat 1-


4, yang menjelaskan bahwa zhihar itu tidak termasuk talak. Suami yang
telah mengucapkan kalimat zhihar kepada istrinya harus melakukan
kafarat atau sanksi sesuai dengan yang disebutkan oleh Q.S. Al-
Mujadilah ayat 1-4, salah satunya adalah dengan memerdekakan seorang
budak sebelum suami ingin mencampuri istrinya (Supiana dan M.
Karman, 2001: 278).
Ijtihad sebagai salah satu hukum Islam ketiga setelah Al-
Qur’an dan Hadist memiliki bebarapa bentuk, diantaranya adalah
sebagai berikut:
(1) Ijma’
Ijma’ menurut bahasa artinya berkumpul. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad (mujtahid) dalam
menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang belum ada
ketentuan hukumnya berdasarkan kepada dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadist. Hukum yang ditetapkan oleh seluruh mujtahid
pada dasarnya adalah hukum yang dikehendaki umat. Oleh sebab itu,
mujtahid dijadikan sebagai wakil dari umat dalam menetapkan hukum
(Aminuddin, 2002: 65).
(2) Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur atau mempersamakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut istilah, qiyas berarti
menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang belum ada
ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu masalah yang sudah ada
ketentuan hukumnya.
Contoh dari qiyas adalah hukum tentang minuman keras.
Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 90 telah ditegaskan bahwa hukum minuman
keras adalah haram. Kemudian ditemukan nabidz (semacam minuman
yang berasal dari perasan anggur) yang sama-sama memabukkan seperti
minuman keras sehingga ditetapkan pula bahwa hukum nabidz juga
haram (Aminuddin, 2002: 68).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

d. Fungsi Agama Islam


Menurut Faridi (2002: 18), fungsi agama Islam baik bagi perorangan
(individu) maupun bagi masyarakat (sosial) diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Menghormati akal sekaligus memfungsikannya secara baik, agar
manusia dapat berpikir cerdas tentang kejadian alam semesta serta
dapat mengambil pelajaran dari alam, bahwa kejadian terbentuknya
alam yang indah menjadi bukti nyata atas kekuasaan Allah Yang
Maha Besar, Pencipta Alam dan pengaturnya.
2) Menyinari jiwa agar tunduk kepada perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
3) Menyucikan hati manusia agar berakhlakul karimah sehingga ia
hidup dalam ketenangan baik jasmani maupun rohani.
4) Menjadi obor penerang agar manusia dapat menempuh jalan
kebaikan, itulah sebabnya diadakan tata cara berhubungan dengan
Allah SWT, masyarakat dan keluarga.
5) Menjamin kebaikan bagi seluruh masyarakat agar kehidupan tetap
stabil.
Sebelum Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, sebagian besar
masyarakat Madinah menganut agama Yahudi. Penganut Yahudi di Madinah
percaya akan datangnya Rasul terakhir, sebagaimana yang dikatakan dalam kitab
suci mereka sehingga kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah sudah
dinantikan oleh sebagian besar masyarakat Madinah. Pada saat Nabi Muhammad
SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi dalam berbagai kelompok.
Kelompok Muhajirin yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari
orang-orang mukmin yang meninggalkan Makkah untuk ikut hijrah bersama Nabi
Muhammad SAW ke Madinah. Pengikut Nabi Muhammad SAW lainnya adalah
penduduk asli Madinah yang telah memberikan pertolongan kepada Nabi
Muhammad SAW. Mereka mendapat sebutan kaum Anshor (umat penolong).
Mereka sangat gembira menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dan
sesuai dengan perjanjian Aqobah mereka akan membantu Nabi Muhammad SAW
dalam kondisi apapun. Selain itu, di Madinah juga terdapat masyarakat yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

masih menyembah berhala. Meskipun demikian, mereka juga menyambut dengan


baik kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Agama Islam dapat berkembang dengan pesat di Madinah karena
masyarakat Madinah sejak awal sudah terkondisikan untuk menyambut
kedatangan Nabi Muhammad SAW. Di Madinah, Nabi Muhammad SAW tidak
mendapatkan kesulitan dalam menyebarkan agama Islam, menyampaikan
petunjuk-petunjuk Islam kepada masyarakat yang tersesat hingga pada akhirnya
mereka memeluk agama Islam.

3. Strategi Militer
a. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategis yang diartikan sebagai
seni (the art of the general). Jauh sebelum abad ke-19 nampak bahwa
kemenangan suatu bangsa atas peperangan banyak tergantung pada adanya
panglima-panglima perang yang ulung dan bijaksana (Lemhamnas, 1980: 116).
Menurut Liddle Hart yang dikutip Lemhamnas (1980: 116), seorang
ilmuwan dari Inggris yang hidup dalam abad ke-20 dan telah mempelajari sejarah
perang secara global, mengatakan bahwa strategi adalah seni untuk
mendistribusikan dan menggunakan sarana-sarana militer untuk mencapai tujuan-
tujuan politik. Strategi juga dapat diartikan sebagai suatu seni perang, khususnya
mengenai perencanaan gerakan pasukan, kapal, dan sebagainya menuju posisi
yang layak.
Menurut Ali Moertopo (1974: 4), strategi adalah hasil suatu interaksi
yang kompleks antara elemen-elemen metafisis, sosiologis, praktis maupun yang
bersifat teknis mekanistis.
Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan
tindakan-tindakan yang akan dan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap
keadaan yang mungkin terjadi di masa depan. Merumuskan suatu strategi berarti
memperhitungkan semua situasi yang mungkin dihadapi pada setiap waktu di
masa depan. Semenjak sekarang sudah menetapkan atau menyiapkan tindakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

mana yang akan diambil atau dipilih kelak, guna menghadapi realisasi dari setiap
kemungkina tersebut (T. May Rudy, 2002: 1).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi strategi di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pada dasarnya merupakan suatu
kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian
pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap
tantangan-tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah
sebelumnya dan keseluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dalam abad modern sekarang ini, arti strategi telah meluas jauh dari
artinya semula menurut pengertian militer. Pengertian strategi tidak lagi terbatas
pada konsep ataupun seni seorang panglima di masa perang, tetapi sudah
berkembang dan menjadi tanggungjawab dari seorang pimpinan. Terdapat
beberapa rumusan tentang strategi, tetapi dari rumusan-rumusan yang ada tersebut
tetap ada persamaan pandangan bahwa strategi tidak boleh lepas dari politik dan
bahwa strategi tidak dapat berdiri sendiri.
Pada umumnya, strategi disusun atas tiga bagian yang terpisah, yaitu:
1) Sasaran yang direncanakan
Sasaran dari suatu strategi bisa bersifat ofensif maupun defensif
dan dalam banyak hal dinyatakan untuk menjamin dan mempertahankan
status quo, baik politically ataupun territorially. Oleh karena itu,
pencapaian sasaran-sasaran strategi tidak bergantung kepada
kemenangan militer.
2) Sarana-sarana yang tersedia untuk melaksanakannya
Sarana yang dikembangkan bagi realisasi atas sasaran dapat
juga memberikan refleksi pada strategi tertentu dan dapat ditambahkan
pula bahwa dalam menyediakan sarana-sarana untuk suatu strategi tidak
harus memerlukan keterlibatan aksi-aksi militer.
3) Rencana pencapaian (program) yang didasarkan pada sarana yang
tersedia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

Menyusun strategi memerlukan formulasi dari suatu program


untuk pencapaian sasaran-sasaran yang direncanakan.
(Piet Ngantung, 1975: 11)
Strategi merupakan sebuah metode yang khusus untuk mencapai suatu
tujuan yang objektif dan menemukan kebutuhan atau keinginan yang baru. Oleh
karena itu, diperlukan suatu taktik untuk mewujudkan strategi. Perbedaan antara
strategi dengan taktik sangat tipis karena taktik pada dasarnya merupakan bagian
dari strategi.
Taktik merupakan suatu proses atau sumber yang disusun oleh strategi
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Taktik hanya berlaku dalam kurun waktu
yang pendek atau jangka waktu yang singkat sehingga dapat pula dikatakan
bahwa apa yang disebut strategi dalam suatu tingkat atau level tertentu adalah
merupakan taktik pada tingkat atau level yang lebih tinggi. Penyusunan taktik
sendiri berfokus pada perbuatan atau tindakan dan juga perencanaan serta
pengimplementasiannya tanpa memandang tujuan akhir yang ingin dicapai. Taktik
hanya berlaku selama kurun waktu tertentu saja sehingga seseorang yang
menyusun strategi untuk jangka waktu panjang maka ia harus pula menyusun
taktik untuk menyiasati problem-problem dan saingan-saingan yang mungkin
akan dihadapi dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Istilah strategi maupun taktik sangat identik dengan perang dan
pertempuran. Seperti halnya strategi dan taktik, antara perang dan pertempuran
juga terdapat perbedaan yang sangat tipis. Menurut Oppenheim dalam G.P.H.
Haryomataram (1994: 4), perang merupakan persengketaan antara dua negara
dengan maksud menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian seperti
yang diinginkan oleh pihak yang mendapatkan kemenangan. Perang juga dapat
didefinisikan sebagai suatu kondisi persengketaan bersenjata antara dua negara
atau lebih yang melibatkan semua aspek kehidupan sosial untuk mengalahkan
pihak musuh dengan tujuan untuk mewujudkan suatu perdamaian.
Biasanya di dalam perang terdapat pemaksaan syarat-syarat perdamaian
dari pihak pemenang terhadap pihak yang kalah. Apabila pihak yang kalah
bersedia menerima syarat-syarat yang telah diajukan oleh pihak yang menang,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

maka perdamaian akan mudah untuk diwujudkan. Akan tetapi, jika pihak yang
kalah tidak bersedia menerima syarat-syarat perdamaian yang diajukan oleh pihak
yang menang, maka kemungkinan besar perang sulit untuk diselesaikan bahkan
bisa terjadi peperangan yang berkepanjangan diantara kedua belak pihak yang
bertikai.
Pertempuran pada dasarnya merupakan bagian dari perang. Pertempuran
dan perang sama-sama merupakan persengketaan diantara pihak-pihak yang
saling bermusuhan dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Akan tetapi, di
dalam pertempuran tidak melibatkan semua aspek kehidupan sosial seperti yang
terjadi di dalam perang. Pertempuran hanya melibatkan kelompok-kelompok
militer dalam usaha untuk menjatuhkan pihak lawan. Ruang lingkup pertempuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan perang. Biasanya pertempuran hanya terjadi
di dalam suatu negara tertentu dan tidak melibatkan dua negara atau lebih seperti
yang terjadi dalam perang.
Berdasarkan konsep mengenai perang dan pertempuran, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa peristiwa Uhud merupakan perang bukan pertempuran
karena di dalam perang Uhud semua aspek kehidupan sosial baik agama maupun
militer dilibatkan untuk mengalahkan kaum Quraisy.

b. Konsep Militer
Menurut Amos Perltmutter (1988: 2), militer merupakan sebuah
organisasi yang sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-
orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah suatu
organisasi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di
dalamnya, namun juga bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas
untuk membentuk suatu hierarki birokrasi. Suatu kekuatan militer memerlukan
pengetahuan yang mendalam untuk mampu mengorganisir, merencanakan dan
mengarahkan aktivitasnya, baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan
damai.
Karakteristik militer yang paling utama adalah profesionalismenya.
Tugas utama dari militer terbatas pada pelaksanaanya bukan pada perumusan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

kebijaksanaan. Pada tingkat pengambilan keputusan, biasanya militer bekerja


dalam satu kesatuan dengan para elite politik ( Louis Irving Horowitz, 1985: 8).
Birokrasi militer seringkali tampil dan berfungsi sebagai unsur penentu
yang dominan di dalam masyarakat. Selain itu, birokrasi militer juga merupakan
sebuah unsur yang menjamin otonomi suatu negara tertentu. Hal ini sangat
beralasan karena secara ekonomis elit militer lebih mungkin melepaskan diri dari
kelas dominan tertentu yang ada di dalam masyarakat daripada kaum birokrat
sipil. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya unsur kekuatan untuk
menghancurkan aliansi atau persekutuan antarkelas baik internal maupun
eksternal yang menghambat jalannya perkembangan suatu bangsa (Louis Irving
Horowitz, 1985: 221).

c. Konsep Strategi Militer


Strategi dalam istilah militer menunjukkan pemanfaatan praktis atas
semua sumber daya yang tersedia yang dimiliki oleh suatu negeri untuk mencapai
tujuannya dengan cara militer. Apabila terjadi pertentangan kepentingan maka
pertentangan tersebut dapat diselesaikan dengan jalan damai, tetapi jika pada
pihak lain kemungkinan untuk mencapai pemecahan secara damai telah hilang
maka satu-satunya pemecahan yang tersisa adalah tindakan militer (Afzalur
Rahman, 2002: 39).
Menurut Clausewitz yang dikutip oleh Afzalur Rahman (2002: 39),
terdapat lima unsur yang membentuk strategi militer, yaitu:
1) Unsur psikologi dan moral.
2) Adanya organisasi kekuatan militer.
3) Posisi dan gerakan pasukan dan hubungannya dengan rintangan dan
tujuan, misalnya situasi medan pertempuran.
4) Medan pertempuran.
5) Adanya jalur logistik.
Secara khusus, Clausewitz juga menyebutkan pentingnya kejutan,
dukungan masyarakat, dan besarnya kekuatan moral sebagai unsur pendukung
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

terbentuknya suatu strategi militer. Clausewitz juga memberikan penekanan pada


pentingnya memiliki posisi yang lebih baik di medan pertempuran.
Dalam mengembangkan suatu strategi militer, perlu diperhatikan bahwa
strategi militer merupakan pernyataan yang jelas tentang semua sasaran-sasaran
militer yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan militer
(military power) dalam suatu jangkauan waktu yang ditentukan. Kekuatan militer
disini adalah suatu keseimbangan (balance) antara tenaga manusia (manpower)
dan peralatan (equipment) sedemikian rupa sehingga dapat disediakan suatu
“Military Force” (kekuatan militer) yang diperlukan untuk jangkauan suatu
periode strategis (Piet Ngantung, 1975: 58-59).
Kekuatan militer senantiasa terwujud sebagai hasil kombinasi yang
sesuai antara unit-unit militer dengan persenjataan dan perlengkapan militer
dihubungkan dengan keperluannya untuk mendukung strategi militer. Sedangkan
yang dimaksud dengan keseimbangan berkisar pada perbandingan dari tenaga
manusia dengan senjata dan perlengkapan yang dibutuhkan dan yang dapat
diperoleh.
Nabi Muhammad SAW dapat dikatakan sebagai guru pertama ilmu
militer dalam Islam yang membuat rencana strategi perang, membuat suatu taktik,
dan mengadakan operasi militer. Nabi Muhammad SAW membuat sendiri strategi
perangnya dan menerapkan strategi tersebut kepada pasukannya sendiri untuk
mengalahkan rencana dan taktik musuh. Nabi Muhammad SAW mampu membuat
kejutan terhadap musuhnya dengan gerakan strategisnya dalam setiap
pertempuran dan tidak pernah melakukan taktik strategi yang sama dalam dua
pertempuran. Beliau selalu melakukan serangan dengan sangat rahasia dan tidak
pernah membiarkan musuhnya mengetahui maksudnya sampai beliau benar-benar
berada di medan pertempuran (Afzalur Rahman, 2002: 47).
Prinsip dasar dari strategi perang Nabi Muhammad SAW adalah
mencapai tujuannya dengan kerugian jiwa sekecil mungkin. Pada setiap
pertempuran, beliau mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari
pertempuran dan berusaha menyelesaikan perselisihan tanpa bertempur. Beliau
baru melakukan peperangan kalau semua alternatif lain telah gagal. Musuh yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

tidak memberikan perlawanan di medan perang tidak dibunuh, tetapi hanya


dijadikan sebagai tawanan perang. Nabi Muhammad SAW tidak pernah panik
atau memperlihatkan ketidakberdayaan di medan pertempuran. Hal tersebut dapat
dilihat pada peristiwa perang Uhud yaitu ketika pasukan panah meninggalkan
kedudukannya dan melanggar perintah yang telah diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW, tiba-tiba musuh menyerang dari semua jurusan sehingga
pasukan Muhammad mulai mundur dalam keadaan kacau dan berantakan.
Meskipun dalam kondisi demikian, beliau tetap tenang dan penuh kepercayaan
seperti sebelumnya, memanggil prajuritnya dan memberikan semangat baru
kepada mereka dan merapatkan barisan di sekelilingnya serta bertempur dengan
gagah berani sampai musuh mengundurkan diri.
Pengaturan patroli untuk memperoleh berbagai informasi tentang musuh
dan medan peperangan untuk keamanan kota dan penduduk merupakan contoh
dari kecerdikan dan kejelian Nabi Muhammad SAW sebagai seorang komandan
militer. Nabi Muhammad SAW dapat mengumpulkan informasi penting tentang
musuh tanpa membiarkan informasi tersebut bocor atau diketahui oleh musuh
sebelum waktunya. Patroli sering dikirim ke daerah sekitar musuh untuk
mengumpulkan informasi yang tepat tentang kekuatan musuh, maksud dan
gerakannya. Biasanya Nabi Muhammad SAW mengirimkan mata-mata ke daerah
musuh untuk memperoleh beberapa informasi penting tentang musuh.
Keberhasilan sistem patroli inilah yang memungkinkan Nabi Muhammad SAW
untuk menyusun sistem pertahanan yang kuat di Madinah. Bukti lain dari
kebesaran Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin militer adalah
pembentukan unit intelijen militer dan penggunaannya yang efektif untuk
memperoleh informasi penting tentang musuh dan menurunkan moral tentara
musuh untuk kepentingan keamanan dan untuk melindungi eksistensi negara
Islam.
Sebelum detik-detik terjadinya perang Uhud, Nabi Muhammad SAW
menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad SAW yang berada
di Makkah yaitu Abbas tentang persiapan militer, perlengkapan dan kekuatan
Quraisy yang bersiap-siap untuk menyerang Madinah. Oleh karena itu, Nabi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

Muhammad SAW mengirim dua orang utusan yaitu Anas dan Munis untuk
memperhatikan gerak-gerik musuh. Kemudian seorang penunjuk jalan bernama
Hubab Ibn al Mundhir dikirim untuk mengukuhkan semua informasi yang telah
diterima tentang kondisi musuh. Begitu juga sebelum pertempuran Ahzab, Nabi
Muhammad SAW menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad
SAW tentang kondisi musuh. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk menggali parit atas usulan dari sahabat Nabi yaitu Salman al Farisi untuk
mempertahankan Madinah terhadap serangan musuh.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan dengan judul penelitian ini yaitu Dampak Perang Uhud
Terhadap Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M maka dapat
digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Konflik antara Quraisy


dengan Muslim

Perang Uhud

Perkembangan Perkembangan Sikap Quraisy


Ajaran Islam Di Militer Muslim Makkah Terhadap
Jazirah Arab Madinah Muslim Madinah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Keterangan:
Kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam perang Badar
menyebabkan munculnya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan balas
dendam terhadap kaum Muslimin. Hal tersebut diwujudkan dalam suatu
peperangan yaitu perang Uhud. Dalam peperangan ini, pasukan Quraisy mampu
membuktikan strategi pertempuran yang tangguh sehingga menimbulkan
kekalahan yang besar bagi pasukan Muslimin. Penyebab kekalahan pasukan
Muslimin dikarenakan mereka tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh
pemimpin mereka yaitu Nabi Muhammad SAW. Pasukan pemanah Muslimin
meninggalkan pos mereka karena mereka beranggapan bahwa pasukan Quraisy
telah menyerah. Selain itu, mereka berbuat demikian untuk mengambil bagian
dalam penjarahan harta rampasan perang karena mereka menganggap perang telah
usai. Tiba-tiba pasukan Quraisy menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang
sehingga menimbulkan kekalahan yang besar di pihak kaum Muslimin. Kekalahan
yang dialami oleh kaum Muslimin telah memberikan suatu pelajaran yang penting
bagi kaum Muslimin, sehingga muncullah strategi-strategi militer yang baru untuk
menghadapi musuh dalam perang-perang selanjutnya. Salah satunya adalah stategi
militer pada perang Handaq. Atas dasar saran dari Salman al-Farisi, Nabi
Muhammad SAW memutuskan sistem pertahanan dengan menggali parit besar
mengintari perbatasan kota Madinah. Strategi perang parit ini terbukti mampu
mengalahkan pasukan Quraisy yang ingin menyerang pasukan Muslimin di
Madinah. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud telah tergantikan
dengan kemenangan yang mereka peroleh dalam peran Handaq.
Terjadinya perang Uhud juga telah membawa perubahan yang besar
dalam perkembangan Islam khusunya di Jazirah Arab. Semakin hari Islam
mengalami perkembangan yang pesat dan memperoleh kedudukan yang dominan
dalam masyarakat di Jazirah Arab. Hal ini terbukti setelah terjadinya peristiwa
Fathu Makkah, Islam semakin mengakar kuat baik di Madinah maupun di
Makkah. Kaum Quraisy pun mulai mengakui kekuatan umat Muslimin dan sedikit
demi sedikit sebagian dari kaum Quraisy mulai masuk agama Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Suatu penelitian memerlukan tempat untuk dijadikan objek guna
memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan penelitian yang akan
dilaksanakan. Penelitian yang berjudul “Dampak Perang Uhud Terhadap
Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M” ini dilakukan
dengan cara studi pustaka, yaitu suatu cara untuk memperoleh data atau fakta
sejarah dengan membaca buku-buku literatur, dokumen atau arsip di
perpustakaan. Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi di
perpustakaan sebagai tempat penelitian. Adapun perpustakaan yang digunakan
sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
d. Perpustakaan Daerah Kota Surakarta.
e. Perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta.
f. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari disetujuinya judul skripsi yaitu dari
bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Adapun kegiatan yang
diperlukan dalam jangka waktu penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:

36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

Tabel 1 : Jadwal Penelitian


No. Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

1. Persetujuan judul
2. Proposal
3. Perijinan

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Laporan

B. Metode Penelitian
Keberhasilan dalam penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh metode
yang digunakan. Seorang peneliti dalam melakukan penelitian dapat
menggunakan satu macam metode yang sejalan dengan permasalahan yang
diteliti. Tujuan umum dari suatu penelitian adalah untuk memecahkan masalah,
maka langkah-langkah yang ditempuh haruslah relevan dengan masalah yang
dirumuskan. Menurut Koentjaraningrat (1986: 7), kata metode berasal dari bahasa
Yunani, methodos yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah,
maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Helius Sjamsudin
(1996: 2) yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur, proses atau teknik
yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk
mendapatkan objek atau bahan-bahan yang diteliti.
Berdasarkan permasalahan yang hendak dikaji serta tujuan yang akan
dicapai, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
historis atau metode sejarah. Menurut Helius Sjamsudin dan Ismaun (1996: 60),
metode sejarah ialah rekonstruksi imajinatif gambaran masa lampau peristiwa-
peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan data
peninggalan masa lampau yang disebut sumber sejarah. Menurut Louis Gottschalk
(1986: 32), metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan pada data yang diperoleh
guna menentukan proses historiografi. Metode historis menurut Gilbert J.
Garragham dalam Dudung Abdurrahman (1999: 33) didefinisikan sebagai
seperangkat asas dan kaidah-kaidah yang sistematis, yang digunakan secara
efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis dan
menyajikan suatu sintesa yang dicapai pada umumnya dalam bentuk tulisan.
Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta-fakta
masa lampau. Menurut Hadari Nawawi (1995: 78), metode penelitian sejarah
adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang
berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode sejarah atau historis adalah kegiatan mengumpulkan, menguji,
menganalisis secara kritis data-data peninggalan masa lampau dan menyajikannya
sebagai hasil karya melalui historiografi. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengumpulan sumber-sumber sejarah, menguji data-data sejarah supaya data
tersebut valid dan reliabel kemudian menganalisisnya secara kritis untuk
menghasilkan suatu penulisan sejarah atau historiografi.
Penggunaan metode historis dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui fakta sejarah yang berkaitan dengan dampak perang Uhud terhadap
perkembangan Islam di Jazirah Arab tahun 625 M – 630 M. Pertimbangan
mendasar penggunaan metode sejarah atau historis dalam penelitian ini yaitu
karena metode ini lebih sesuai dengan data masa lampau yang telah diuji dan
dianalisis secara kritis berdasarkan sumber-sumber sejarah yang diproleh.

C. Sumber Data
Sumber sejarah seringkali disebut juga “data sejarah”. Data berasal dari
bahasa Latin “datum” yang berarti “pemberitaan” (Kuntowijoyo, 1995: 94). Data
sejarah berarti bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian dan
pengkategorian. Menurut Kartini Kartono (1990: 243) data sejarah ialah bahan
keterangan mengenai proses perkembangan historis gejala sosial dalam perurutan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

temporal (berdimensi waktu) yang memberikan stempel pembentuk, hingga


terwujud keadaan sekarang. Sumber data yang merupakan sumber sejarah adalah
bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa
yang terjadi pada masa lampau.
Helius Sjamsuddin (1996: 73), mengemukakan tentang pengertian
sumber sejarah yaitu:
Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada
kita tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau
(past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw
materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang
telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas
mereka di masa lampau yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-
kata yang diucapkan (lisan).

Dalam penelitian ini, digunakan sumber data dari bahan-bahan tertulis.


Louis Gottschalk (1986 : 36) mengemukakan bahwa:
Sumber tertulis dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi
dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain
atau dengan alat mekanis diktafon yakni orang atau alat yang hadir pada
peristiwa yang diceritakannya. Sedangkan sumber sekunder merupakan
kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandang mata,
yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkannya.

Dalam penelitian ini digunakan sumber tertulis sebagai sumber utama,


baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber data primer yang
digunakan adalah berupa terjemahan Al-Qur’an dan juga beberapa tafsir yang
berkaitan dengan tema penelitian yaitu tafsir ibnu Katsir dan tafsir ibnu Abbas.
Selain sumber primer, dalam penelitian ini juga menggunakan sumber data
sekunder untuk mendukung hasil penelitian. Adapun buku-buku literatur yang
digunakan sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini antara lain: (1)
Sejarah Hidup Muhammad, karangan Muhammad Husain Haekal, (2) Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern), karangan K. Ali, (3) Muhammad SAW Rasul Terakhir,
karangan Dr. Majid Ali Khan, (4) Sirah Nabi Muhammad SAW, karangan Prof.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

Abdul Hamid Siddiqi, (5) Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer,
karangan Afzalur Rahman.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian historis merupakan kegiatan yang
penting. Dalam metode sejarah dinamakan heuristik, yang berarti suatu cara untuk
mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah dengan
menggunakan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah teknik studi pustaka. Menurut Koentjaraningrat (1986: 64) studi pustaka
adalah suatu teknik yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau
fakta sejarah dengan membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip,
surat kabar atau brosur yang tersimpan dalam perpustakaan. Studi pustaka
merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan kunjungan ke
perpustakaan guna mendapatkan buku-buku sumber yang relevan dengan
penelitian yang sedang dilakukan. Oleh karena itu, salah satu hal yang perlu
dilakukan dalam persiapan penelitian ialah memanfaatkan dengan maksimal
sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia.
Kartini Kartono (1990: 33) berpendapat bahwa studi pustaka merupakan
sebuah penelitian di perpustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan data
dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan
misalnya; buku, surat kabar, dokumen dan lain-lain. Data-data tersebut berfungsi
sebagai wahana informasi terhadap materi yang akan dibahas dalam penelitian.
Ada beberapa keuntungan dalam penelitian dengan menggunakan teknik
kepustakaan, antara lain akan membantu memperoleh pengetahuan ilmiah dan
membuka kesempatan memperluas pengalaman ilmiah. Dalam teknik
kepustakaan, sumber yang didapat tidak mungkin dapat disimpan semua dalam
ingatan, maka dalam pengumpulan data atas sumber sejarah dalam telaah pustaka
diperlukan pencatatan yang sistematis.
Louis Gottschalk (1986 : 46), mengemukakan bahwa “laboratorium yang
lazim bagi seorang sejarawan adalah perpustakaan dan alat yang paling
bermanfaat disana adalah katalogus”. Katalog perpustakaan biasanya mengandung
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

keterangan mengenai subjek dan judul buku maupun keterangan mengenai


pengarang. Jika peneliti mengingat beberapa kunci yang terdapat di dalam subjek
yang dibahasnya, maka peneliti dapat menemukan buku dan artikel yang
dimasukkan ke dalam katalog di bawah salah satu kata-kata kunci. Tiap subyek
sejarah mengandung beberapa indikasi mengenai orang, tempat, periode dan jenis
jabatan manusia yang bersangkutan. Peneliti dapat menghitung perangkat judul
yang dapat digunakan untuk mencari judul buku maupun pengarang yang relevan
di dalam katalog.
Kegiatan studi pustaka dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan sumber primer dan sekunder yang berupa buku-buku
literatur yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu dampak perang
Uhud terhadap perkembangan Islam di Jazirah Arab tahun 625 M –
630 M yang tersimpan di berbagai perpustakaan. Kegiatan
mengumpulkan buku-buku leteratur dilakukan di Perpustakaan Pusat
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Perpustakaan Daerah Kota Surakarta, Perpustakaan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, Perpustakaan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teknik studi pustaka ini
dilakukan dengan mencatat beberapa sumber tertentu mengenai
pengarang, judul buku, tahun terbit, dan subjek penelitian.
2. Membaca, mencatat, meminjam dan memfotokopi sumber primer
dan sumber sekunder yang berupa buku literatur yang relevan
dengan tema penelitian yang tersimpan diberbagai perpustakaan.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah teknik dalam memeriksa dan menganalisa
data sehingga akan menghasilkan data yang benar dan dapat dipercaya. Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data historis. Menurut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

Helius Sjamsuddin (1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data
sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-
sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Menurut Sartono Kartodirdjo
(1992: 2), analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau
kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai
dalam membuat analisis tersebut. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan,
dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai
sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian.
Interpretasi dilakukan karena data tidak dapat berdiri sendiri sehingga
memerlukan kemampuan khusus untuk memberitahukan interpretasi atau
penafsiran maupun analisis sejarah. Pengkajian fakta-fakta sejarah oleh sejarawan
tidak terlepas dari unsur-unsur subjektifitas sehingga diperlukan konsep-konsep
dan teori sebagai kriteria penyeleksi dengan pengklasifikasian. Oleh karena itu,
peneliti dalam menginterpretasikan fakta sejarah harus memusatkan perhatiannya
pada pos-pos tertentu yang menjadi objek penelitian. Menurut Berkhofer yang
dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan
melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah
dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu
interpretasi yang menyeluruh.
Dalam menganalisa suatu karya sejarah diperlukan adanya kritik intern
dan ekstern. Kritik intern merupakan kritik terhadap sumber data yang ditemukan.
Hal ini bertujuan untuk menguji data tersebut apakah isi, fakta, dan cerita yang
tersaji dapat dipercaya atau tidak dan dapat memberi informasi yang dibutuhkan.
Fakta merupakan bahan utama yang dijadikan sejarawan untuk menyusun suatu
cerita sejarah. Selain dari peninggalan yang tertinggal di masa lampau berupa
reruntuhan, mata uang, benda seni dan lain-lain. Fakta sejarah juga diperoleh dari
kesaksian dan karenanya merupakan fakta arti (fact of meaning), fakta-fakta
tersebut tidak dapat dilihat, dirasa, dikecap, didengar atau dicium baunya. Fakta-
fakta itu hanya terdapat dalam pikiran pengamat atau sejarawan dan karenanya
dapat disebut subjektif (Louis Gottschalk, 1986: 172).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

Bersikap objektif mungkin lebih sulit diperoleh dari data semacam itu,
namun data perlu diperlakukan dengan berbagai jaminan khusus terhadap
kemungkinan timbulnya kekeliruan, sehingga data sejarah yang dianalisis dengan
kritik dan diinterpretasikan dapat menjadi cerita sejarah yang dapat dipercaya.
Dalam penelitian itu, analisis data dilakukan setelah pengumpulan dan
pengklasifikasian data. Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a)
menyeleksi sumber sejarah yang telah diperoleh sesuai dengan masalah yang
dikaji, (b) menafsirkan data sejarah sehingga dapat diperoleh fakta sejarah, (c)
merangkai fakta sejarah yang saling berhubungan satu dengan yang lain atas dasar
masalah yang dikaji dan yang relevan.

F. Prosedur Penelitian
Agar suatu penelitian mencapai hasil yang maksimal, maka harus sesuai
dengan prosedur atau urutan kerja yang dilalui untuk dilaksanakannya sebuah
penelitian. Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan
oleh seorang peneliti dalam rangka pembuatan laporan penelitian (Louis
Gottschalk, 1986 : 143). Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagaimana
proses sejarah sesuai dengan metode penelitiannya. Dengan menggunakan metode
sejarah maka prosedur penelitian yang harus dilewati adalah sebagai berikut:

Heuristik Kritik Interpretasi Historiografi

Fakta Sejarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

Keterangan:
1. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani “heurishein” yang artinya memperoleh.
Menurut G. J. Renier yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 55),
heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu,
heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum. Heuristik merupakan suatu
ketrampilan dalam menemukan, menangani dan memperinci atau mengklasifikasi
dan merawat catatan-catatan. Menurut pendapat Ernest Bernsheim yang dikutip
oleh Helius Sjamsudin dan Ismaun (1996: 19), heuristik adalah mencari,
menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sidi Gazalba (1981: 15)
mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki
sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa heuristik adalah kegiatan
pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber
sejarah.
Pada tahap ini diusahakan untuk menemukan sumber-sumber bagi
penelitian yang hendak diteliti dengan mengadakan klasifikasi atau penggolongan
terhadap sumber-sumber yang banyak jumlahnya. Tahap ini merupakan tahap
pertama penelitian yakni pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan teknik
studi pustaka, sehingga dalam pengumpulan data dilakukan kunjungan ke
berbagai perpustakaan, diantaranya adalah perpustakaan di lingkup Universitas
Sebelas Maret Surakarta, perpustakaan Daerah Kota Surakarta, perpustakaan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, dan perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

2. Kritik
Setelah data terkumpul, tahap berikutnya yaitu langkah verifikasi atau
kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Kritik yaitu kegiatan penilaian
terhadap data untuk menyelidiki apakah data yang diperoleh itu otentik dan dapat
dipercaya atau tidak sehingga mendapatkan fakta. Keabsahan sumber dicari
melalui pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

(Helius Sjamsudin, 1996: 104). Dalam penelitian sejarah, kritik dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otentitas) yang
berkenaan dengan keberadaan sumber apakah sumber itu dikehendaki atau tidak,
masih asli atau sudah turunan. Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 50), uji
otentitas minimal dilakukan dengan pertanyaan: kapan buku itu ditulis, siapa yang
mengarang, tahun berapa buku itu diterbitkan, referensi apa yang dipakai oleh
pengarang buku itu. Kritik ekstern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melihat tanggal, bulan, tahun serta siapa pengarang atau penulis sumber tersebut
dengan mengidentifikasikan sikap serta latar belakang pendidikan pengarang.
Setelah identitasnya terbukti maka diadakan kritik intern. Sebelum semua sumber-
sumber sejarah yang telah dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk
merekonstruksi masa lalu maka terlebih dahulu harus dilakukan penyeleksian
ketat terhadap sumber-sumber sejarah tersebut.
b. Kritik Intern
Kritik intern berhubungan dengan kredibilitas isi dari sumber sejarah.
Kritik ini bertujuan untuk menilai dan menguji mutu dan kebenaran dari sumber
sejarah apakah isi, fakta dan ceritanya dapat dipercaya sehingga dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mencari kesahihan. Dalam
penelitian ini, kritik intern dilakukan dengan memastikan kebenaran isi sumber
dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan yang lain. Selain
itu, dilakukan pula proses menguji kredibilitas sumber-sumber yang diperoleh
untuk mengetahui apakah isinya relevan atau tidak dengan penulisan dan tujuan
dalam mengemukakan dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di
Jazirah Arab tahun 625 M – 630 M. Apabila peneliti sudah melakukan kritik
ekstern dan kritik intern maka akan mendapatkan hasil berupa fakta sejarah.

3. Interpretasi
Setelah data terkumpul dan dianalisis lewat kegiatan kritik, maka
langkah berikutnya interpretasi data yang dilakukan dengan cara menafsirkan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

memberi makna dan hubungan dari fakta-fakta sejarah yang diperoleh. Kegiatan
interpretasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menghubungkan dan
membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber yang lain berdasar
pengetahuan yang dimiliki dengan teori atau konsep yang mendukung lalu
disintesiskan sehingga muncul fakta sejarah.
Fakta sejarah yang diperoleh harus dirangkai dan dihubungkan satu
dengan yang lain sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dan masuk akal.
Peristiwa yang satu harus dimasukkan dalam konteks peristiwa yang lain yang
melingkupinya. Proses penafsiran fakta sejarah dan proses penyusunan menjadi
suatu kisah yang integral menyangkut seleksi sejarah. Oleh karena itu, untuk
keperluan tersebut diperlukan fakta-fakta yang relevan dan menyingkirkan fakta-
fakta yang tidak relevan.

4. Historiografi
Historiografi merupakan langkah yang terakhir dalam metodologi atau
prosedur penelitian historis. Historiografi adalah cara penulisan, pemaparan atau
pelaporan hasil penelitian sejarah (Dudung Abdurrahman, 1999 : 67). Menurut
Helius Sjamsudin (1996 : 153) dalam historiografi seorang penulis tidak hanya
menggunakan keterampilan teknik, penggunaan kutipan-kutipan, dan catatan-
catatan tetapi juga menggunakan pikiran kritis dan analisis.
Pada tahap ini diperlukan suatu kemampuan dan kemahiran seorang
peneliti dalam merangkai fakta-fakta sejarah yang ditulis secara kronologis, logis
dan sistematis. Langkah terakhir dalam penelitian ini merupakan langkah menulis
jejak sejarah yang telah dikumpulkan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga
tersusunlah suatu karya penelitian yang berjudul “Dampak Perang Uhud Terhadap
Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M".
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Terjadinya Perang Uhud


1. Madinah Sebelum Terjadinya Perang Uhud
Madinah (Yastrib) terletak di dalam propinsi Hijaz, Kerajaan Saudi
Arabia, kira-kira 270 mil sebelah Utara kota Makkah dan 650 mil sebelah
Tenggara Damaskus. Kota Madinah berada pada ketinggian 2.050 kaki di atas
permukaan laut. Di bagian Barat kota Madinah terdapat dataran yang luas dan
subur terbentuk dari letusan gunung berapi. Sedangkan di bagian Timur dibatasi
oleh medan lava. Ketiga sisi lainnya dibatasi oleh perbukitan tandus yang
berbentuk setengah lingkaran. Puncak yang tertinggi adalah Gunung Uhud dengan
ketinggian 1.200 kaki lebih di atas oase (Majid ‘Ali Khan, 1985: 87).
Keadaan Madinah sangat berbeda dengan keadaan Makkah. Di Makkah
dan daerah sekitarnya tidak terdapat lahan pertanian, hanya ada penggembalaan
unta. Hal tersebut disebabkan karena kondisi tanah di Makkah sangat tandus.
Konsekuensinya, eksistensi kota Makkah tergantung pada perdagangan.
Sebaliknya, Madinah merupakan daerah oasis yang luasnya kira-kira 20 mil. Suhu
tropis di Madinah tidak sepanas di Makkah. Tanah di Madinah sangat subur
sehingga mampu menghasilkan pertanian yang melimpah. Penduduknya sebagian
besar bertahan hidup dengan menanam kurma dan gandum (Asghar Ali Engineer,
1999: 144).
Sejarah asal mula keberadaan kota Madinah tidak sepenuhnya diketahui
oleh banyak orang. Suku bangsa utama yang tinggal di kota Madinah adalah suku
Aus dan Khazraj. Kedua suku ini berasal dari salah satu kabilah Arab Selatan.
Sejak awal kedatangannya, suku Aus dan Khazraj telah menetap dan menguasai
daerah oase. Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj adalah
bangsa yang kuat. Ketangguhan mereka tidak diragukan lagi, seperti tampak
dalam keperkasaan mereka pada saat peperangan-peperangan yang terjadi di
antara keduanya yang tidak pernah padam. Di samping suku Aus dan Khazraj
yang merupakan suku bangsa asli, terdapat pula pemukiman-pemukiman orang-

47
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

orang Yahudi di pinggiran kota. Orang-orang Yahudi tersebut terdiri dari Bani
Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa’. Mereka menetap di daerah Fidak,
Taima’, Wadi Al Qura, dan ada pula yang berdomisili di Khaibar. Sejarah
masuknya orang Yahudi gelombang pertama tidak diketahui dengan pasti.
Kemungkinan besar orang Yahudi telah tinggal di kota Madinah jauh sebelum
kedatangan suku Aus dan Khazraj, tetapi gelombang perpindahan mereka yang
utama terjadi akibat pengusiran oleh Kaisar Hardian (Kekaisaran Romawi) tahun
135 M. Ketika populasi suku Aus dan Khazraj semakin banyak, mereka pun mulai
dapat mengambil alih kekuasaan dari orang-orang Yahudi satu persatu. Akhirnya,
hampir seluruh wilayah kota Madinah berada dalam kekuasaan suku Aus dan
Khazraj (Hasan Ibrahim Hasan, 2002: 172).
Sampai dengan awal abad ke-7, suku Aus dan Khazraj berada dalam
posisi yang lebih kuat daripada orang-orang Yahudi. Akan tetapi, kehidupan suku
Aus dan Khazraj selalu dipenuhi dengan permusuhan yang menyebabkan sering
terjadinya perkelahian satu sama lain. Salah satu hal yang memicu terjadinya
perkelahian antara suku Aus dan Khazraj adalah ambisi mereka untuk
memperluas wilayah kekuasaan dengan cara berebut daerah oase di Madinah.
Perubahan-perubahan dari kehidupan nomaden menjadi kehidupan mapan,
menyebabkan krisis di Madinah dirasakan sangat berat daripada ketidaknyamanan
yang terdapat di Makkah. Adat kesukuan yang berjalan dengan baik di daerah
oase, sudah tidak berlaku lagi bagi suku-suku yang bermukim disekitar oase.
Semakin lama berbagai suku yang berada di Madinah terperangkap dalam siklus
kekerasan (Karen Amstrong, 2001: 195).
Madinah bukanlah suatu kota yang tertata rapi, tetapi terdiri dari
berbagai perkampungan. Selain itu, di Madinah juga terdapat banyak benteng
pertahanan. Ketika mendapat serangan dari musuh, penduduk Madinah akan
mencari tempat perlindungan di dalam benteng-benteng tersebut. Sebelum
kedatangan Nabi Muhammad SAW, di Madinah sering terjadi peperangan
berbagai kelompok. Munculnya peperangan tersebut disebabkan oleh jumlah
penduduk yang semakin bertambah sementara sumber penghidupan yang ada
sangat terbatas sehingga terjadi tindakan saling merampas tanah milik suku lain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

yang lemah. Pada mulanya, peperangan tersebut hanya terjadi diantara suku-suku
kecil kemudian semakin lama peperangan semakin meluas dan melibatkan banyak
kelompok suku di Madinah. Orang-orang Yahudi juga ikut terlibat dalam konflik
antar suku di Madinah. Yahudi menjadi sekutu diberbagai konfigurasi, baik
dengan suku Aus maupun dengan suku Khazraj. Yahudi mencoba memecah
kesatuan suku Aus dan Khazraj dan menghembuskan sikap permusuhan antara
kedua suku tersebut. Yahudi berhasil meningkatkan rasa permusuhan diantara
suku Aus dan Khazraj. Klimaksnya terjadi peperangan Bu’ath pada tahun 618 M.
Hampir semua suku-suku Arab di Madinah terlibat dalam perang tersebut,
demikian juga dengan Yahudi, semua bersekutu dengan kelompoknya masing-
masing. Perang Bu’ath tidak hanya memakan banyak korban tetapi juga
menimbulkan banyak kerusakan. Di samping sumber daya manusia, sumber daya
materi juga berkurang banyak (Asghar Ali Engineer, 1999: 145-146).
Perang Bu’ath telah memberikan kemenangan bagi suku Aus dan
Yahudi. Pada saat perang Bu’ath, suku Aus melakukan aliansi dengan Yahudi
Bani Nadhir dan Quarizhah dalam mengalahkan suku Khazraj. Akan tetapi,
kemenangan yang telah diperoleh oleh suku Aus dan Yahudi sebagai sekutunya
tidak mampu dimanfaatkan secara efektif. Suku Aus menyadari bahwa dengan
menghancurkan suku Khazraj akan menjadikan Yahudi mengontrol atau
mengambil alih kembali kekuasaan di Madinah. Alasan tersebut membuat suku
Aus mengadakan perundingan kembali dengan suku Khazraj. Pada akhirnya,
muncul suatu kesepakatan diantara suku Aus dan Khazraj untuk mengangkat
seorang laki-laki dari suku Khazraj sebagai raja di wilayah Madinah. Laki-laki
tersebut adalah ‘Abdullah ibnu Ubbay ibnu Salul yang tetap besikap netral pada
saat terjadinya perang Bu’ath. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Arab
mampu mempertahankan kekuasaan dan keunggulan mereka terhadap Yahudi
setelah pertempuran Bu’ath. Kekalahan suku Khazraj dalam perang Bu’ath
menjadi penyebab bagi suku Khazraj untuk lebih siap menerima agama Islam,
sehingga suku Khazraj lebih awal menerima Islam daripada suku Aus (Asmara
Hadi Usman, 1994: 57).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

Sebelum Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, berita tentang hijrah


Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sudah tersebar luas di Madinah.
Penduduk Madinah juga telah mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi
sasaran utama orang-orang Quraisy yang berniat untuk membunuh Nabi
Muhammad SAW. Kedatangan Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya
di Madinah disambut dengan baik oleh masyarakat Madinah. Dalam rangka
menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW, maka kota Madinah diubah
namanya menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi). Program awal yang dikerjakan
oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah adalah membangun masjid. Dalam
membangun masjid tersebut, Nabi Muhammad SAW juga ikut bekerja seperti
pekerja lainnya. Masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah
lebih dikenal dengan masjid Nabawi (Muhammad Husain Haekal, 2008: 196).
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakat Madinah
terbagi dalam berbagai golongan (kelompok). Pengikut Nabi Muhammad SAW
yang pertama adalah kelompok Muhajirin yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW
yang terdiri dari orang-orang mukmin yang meninggalkan tanah kelahiran mereka
dan turut berhijrah ke Madinah. Kesetiaan kaum Muhajirin terhadap perjuangan
Nabi Muhammad SAW sangat besar. Mereka bersedia berhijrah dengan
meninggalkan saudara-saudara dan keluarga yang mereka sayangi serta mereka
tabah menghadapi penderitaan dan cobaan dalam perjuangan di jalan Allah SWT
(K. Ali, 2003: 62).
Pengikut Nabi yang lainnya adalah penduduk asli Madinah yang telah
memberikan pertolongan kepada Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini mendapat
sebutan sebagai kaum Anshar (umat penolong). Kaum Anshar menerima dengan
baik kehadiran Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah mereka dan sesuai
dengan perjanjian Aqabah maka mereka besedia membantu Nabi Muhammad
SAW dalam berbagai kondisi. Kaum Anshar berperan aktif dalam setiap program
yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, bahkan mereka bersedia
mengorbankan harta kekayaan mereka untuk kepentingan perjuangan Islam.
Kaum Anshar tidak hanya memberikan perlindungan tempat tinggal, tetapi
memberikan perlindungan kesejahteraan hidup. Ikatan persaudaraan antara kaum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

Muslimin dan kaum Anshar semakin erat ketika Nabi Muhammad SAW
menetapkan bahwa antara kedua kelompok ini saling mewarisi harta kekayaan.
Kaum Anshar sangat besar pengaruhnya demi kesuksesan perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sering
memperingatkan kepada sahabat-sahabat yang lain agar menghormati kaum
Anshar. Masyarakat Madinah penyembah berhala juga ikut menyambut
kedatangan Nabi Muhammad SAW. Seluruh masyarakat Madinah, baik yang
beriman maupun yang tidak beriman, semuanya bersedia melindungi dan
membela Nabi Muhammad SAW. Selain para penyembah berhala, ada juga
kelompok yang tidak senang pada peranan Nabi Muhammad SAW yang meluas.
Akan tetapi, antusiasme yang besar dari masyarakat Madinah terhadap ajaran
Islam memaksa kelompok ini mengakui Islam secara nominal. Kelompok ini
menentang Nabi Muhammad SAW secara rahasia. Oleh karena itu, mereka
disebut kaum munafikun. Kelompok masyarakat ini lebih berbahaya daripada
musuh yang terang-terangan (K. Ali, 2003: 63).
Meskipun Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya telah hijrah ke
Madinah, namun kaum Quraisy tidak berhenti untuk memusuhi kaum Muslimin.
Kaum Quraisy tidak bisa menerima jika popularitas Nabi Muhammad SAW
beserta kaum Muslimin semakin meningkat. Kaum Quraisy merasa iri dan benci
terhadap kemajuan yang diperoleh kaum Muslimin di Madinah. Oleh karena itu,
mereka berusaha menjatuhkan basis kekuatan dan pengaruh kaum Muslimin di
Madinah. Dalam rangka melaksanakan rencana tersebut, kaum Quraisy telah
mempunyai seorang pelaksana yang tepat di Madinah, yang tidak lain adalah
‘Abdullah bin Ubay, seorang tokoh Yahudi Madinah. Sebelum Nabi Muhammad
SAW hijrah ke Madinah, ‘Abdullah bin Ubay pernah bermimpi akan menjadi
seorang pemimpin di Madinah. Akan tetapi setelah mengetahui pengaruh Nabi
Muhammad SAW di Madinah semakin meningkat, maka timbul rasa cemburu,
benci dan iri hati atas supremasi politik Nabi Muhammad SAW. Keberadaan Nabi
Muhammad SAW di Madinah telah memudarkan rencana ‘Abdullah bin Ubay
untuk menjadi seorang penguasa mutlak di Madinah (Majid ‘Ali Khan, 1985:
100).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Setelah tinggal di Madinah, Nabi Muhammad SAW juga harus


memecahkan beberapa masalah. Sebagaimana di Makkah, di Madinah belum ada
pemimpin dan belum terbentuk suatu birokrasi pemerintahan. Di Madinah masih
banyak suku-suku yang berdiri sendiri dengan aturan-aturan yang mereka tetapkan
sendiri sehingga antara suku yang satu dengan yang lain saling bermusuhan dan
banyak menimbulkan pertumpahan darah. Hal tersebut menimbulkan krisis di
Madinah dan membuat penduduk Madinah merasakan kebutuhan akan adanya
otoritas yang bisa dipercaya untuk menciptakan perdamaian dan ketertiban dalam
kehidupan sehari-hari (Asghar Ali Engineer, 1999: 154).
Nabi Muhammad SAW mencurahkan perhatiannya untuk
mengendalikan suasana politik masyarakat Madinah, khususnya mendamaikan
suku Aus dan Khazraj. Sementara itu, sebagian pengikut Yahudi justru
memanfaatkan permusuhan yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj sebagai
kesempatan untuk meraih keuntungan bagi pihak Yahudi. Kebijakan politik yang
pertama kali ditempuh Nabi Muhammad SAW adalah upaya menghapuskan
jurang pemisah antar suku-suku di Madinah dan berusaha menyatukan seluruh
penduduk Madinah sebagai kesatuan masyarakat Anshar. Pada sisi lainnya, Nabi
Muhammad SAW berusaha mempererat hubungan antara kaum Anshar dengan
kaum Muhajirin melalui ikatan persaudaran di antara mereka. Nabi Muhammad
SAW menyadari bahwa dasar fondasi imperium Islam tidak akan kuat kecuali
didasari oleh kerukunan dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.
Kehidupan masyarakat Madinah yang majemuk sangat memerlukan sikap
toleransi antar berbagai suku dan umat beragama. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan semua rencana yang telah disusun, Nabi Muhammad SAW
memprakarsai penyusunan suatu perjanjian atau konsesus bersama yang dikenal
dengan sebutan “Piagam Madinah”. Tersusunnya piagam Madinah diharapkan
mampu mengakhiri permusuhan dan pertumpahan darah diantara suku-suku di
Madinah. Hak-hak dan kewajiban setiap penduduk Madinah dipertegas dalam
piagam Madinah, khususnya bagi golongan Yahudi yang tinggal di Madinah.
Pokok-pokok ketentuan yang terdapat dalam piagam Madinah antara lain sebagai
berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

a) Seluruh masyarakat yang ikut menandatangani piagam Madinah harus bersatu


membentuk satu kesatuan kebangsaan.
b) Jika salah satu kelompok yang ikut menandatangani piagam Madinah diserang
oleh musuh, maka kelompok yang lain harus membelanya dengan menggalang
kekuatan golongan.
c) Tidak ada satu kelompok pun yang diperbolehkan mengadakan persekutuan
dengan kafir Quraisy atau memberikan perlindungan kepada mereka atau
membantu mereka mengadakan perlawanan terhadap masyarakat Madinah.
d) Orang Islam, Yahudi dan seluruh warga Madinah yang lain bebas memeluk
agama dan keyakinan masing-masing dan mereka dijamin kebebasannya
dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-
masing. Tidak seorang pun diperbolehkan mencampuri urusan agama lain.
e) Urusan pribadi atau perseorangan maupun perkara-perkara kecil kelompok
nonmuslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keseluruhan.
f) Dilarang melakukan penindasan terhadap suku-suku lain.
g) Sejak ditandatangani piagam Madinah maka segala bentuk pertumpahan
darah, pembunuhan, dan penganiayaan diharamkan di seluruh Madinah.
h) Nabi Muhammad SAW ditetapkan sebagai kepala Madinah dan memegang
kekuasaan peradilan yang tertinggi.
Piagam Madinah tersebut sangat besar artinya dalam sejarah kehidupan
politik umat Islam. Piagam Madinah dipandang sebagai undang-undang dasar
tertulis yang pertama sepanjang sejarah peradaban dunia. Nabi Muhammad SAW
merupakan tokoh pertama yang menyadari arti pentingnya keterlibatan dan
dukungan rakyat dalam suatu sistem administrasi negara. Piagam Madinah juga
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya bertugas sebagai
seorang Rasul yang menyebarkan agama, tetapi sekaligus sebagai seorang
negarawan yang besar. Pasal-pasal yang dirumuskan dalam piagam Madinah
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak hanya bermaksud memperkuat
kekuasaannya untuk menghadapi serangan kaum Musyrik Makkah, tetapi tujuan
yang utama justru untuk menggalang kerukunan bagi warga negara di kota
Madinah (K. Ali, 2003: 66-68).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

Piagam Madinah merupakan awal revolusi di Madinah untuk menuju


kehidupan yang lebih aman dan damai. Diangkatnya Nabi Muhammad SAW
sebagai pemimpin Madinah diharapkan mampu membawa perubahan yang lebih
baik bagi kehidupan Madinah. Akan tetapi, sulit bagi Nabi Muhammad SAW
untuk menjadi seorang pemimpin yang tidak tertandingi yang setiap ucapannya
selalu diikuti oleh semua orang. Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan
konsolidasi dan mempunyai kekuasaan yang cukup besar, pendapat Nabi
Muhammad SAW tidak selalu diterima tanpa kritik, kecuali dalam persoalan
agama yang diputuskan berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Tradisi demokrasi
suku dan masyarakat Madinah yang majemuk masih sangat kuat pada masa itu
sehingga sulit untuk menghapuskannya dalam waktu singkat. Setelah mempelajari
situasi Madinah, Nabi Muhammad SAW tidak tergesa-gesa untuk menyatakan
kepemimpinannya. Nabi Muhammad SAW memberikan otonomi penuh kepada
kelompok suku dan berbagai kelompok lainnya dengan maksud untuk tidak
merendahkan kekuasaan mereka tetapi untuk menjadikan mereka sepakat
membentuk sebuah masyarakat yang lebih besar dengan konstitusi yang mengatur
hak dan kewajiban setiap anggota. Nabi Muhammad SAW cukup puas dengan
kedudukannya sebagai pemimpin kaum Muhajirin. Piagam Madinah disusun
dengan tetap memperhatikan kondisi setempat di Madinah. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW dengan mudah dapat diterima oleh penduduk Madinah.
Pengakuan langsung penduduk Madinah terhadap kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW meunjukkan bahwa kebutuhan akan adanya suatu birokrasi
sangat diperlukan bagi perubahan yang lebih baik bagi Madinah sehingga
persengketaan berbagai suku maupun kelompok dapat diselesaikan (Asghar Ali
Engineer, 1999: 158-159).
Setelah terbentuknya piagam Madinah, kehidupan masyarakat Madinah
mulai berjalan dengan stabil. Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW masih harus
memecahkan beberapa masalah penting. Masalah mendesak yang dihadapi Nabi
Muhammad SAW di Madinah adalah masalah mengenai kaum Yahudi.
Sebagaimana orang-orang Arab, kaum Yahudi adalah bagian dari masyarakat
baru. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW berupaya untuk menjalin hubungan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

yang baik dengan kaum Yahudi agar Nabi Muhammad SAW dapat diterima
sebagai pemimpin Madinah maupun sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT.
Beberapa hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menjaga
hubungan baik dengan Yahudi diantaranya adalah Nabi Muhammad SAW
bersikap toleransi terhadap perbedaan-perbedaan tradisi keagamaan yang
dilaksanakan oleh kaum Yahudi. Tradisi kaum Yahudi tersebut misalnya arah
kiblat ke Masjidil ‘Aqsha dan puasa ‘Asyura sebagai hari penebusan dosa kaum
Yahudi. Akan tetapi, orang-orang Yahudi tidak pernah bersikap baik terhadap
Nabi sehingga upaya Nabi untuk memperbaiki hubungan baik dengan kaum
Yahudi akhirnya gagal. Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa kaum Yahudi
tidak akan pernah mau mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin baru
Madinah maupun sebagai seorang utusan Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW berubah haluan dan mengambil suatu tindakan baru. Salah satu
hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan mengubah arah
kiblat ke Ka’bah. Langkah Nabi Muhammad SAW dengan mengubah arah kiblat
ke Ka’bah merupakan hal yang monumental. Nabi Muhammad SAW yakin
terhadap dirinya sendiri sebagai utusan Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW memutuskan hubungan dengan kaum Yahudi. Meskipun Nabi
Muhammad SAW tidak memusuhi agama kaum Yahudi, namun Nabi Muhammad
SAW menganggap bahwa kaum Yahudi telah melakukan penyimpangan terhadap
kitab suci yang telah diwahyukan dan tidak mau menjalankan ajaran yang terdapat
di dalamnya. Diubahnya arah kiblat ke Ka’bah (Makkah), Nabi Muhammad SAW
ingin menjadikan Arab khususnya Makkah sebagai pusat Islam (Asghar Ali
Engineer, 1999: 160).
Islam telah stabil di Madinah dan kaum Quraisy mengetahui bahwa
semakin hari Islam terus tumbuh berkembang, kuat dan semakin tersebar. Apabila
keadaan tetap seperti itu, maka kekuasaan kaum Quraisy akan semakin lemah.
Oleh karena itu, kaum Quraisy selalu mendorong terjadinya permusuhan dan
peperangan terhadap umat Islam. Kaum Quraisy selalu melakukan aksi teror
terhadap kaum Muslim dengan berbagai cara. Kaum Quraisy memanfaatkan
‘Abdullah bin Ubay untuk melancarkan semua rencana jahat dari orang-orang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Quraisy. Kaum Quraisy mengetahui betul sikap permusuhan antara ‘Abdullah bin
Ubay dengan Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya. Langkah awal yang
dilakukan oleh kaum Quraisy untuk melancarkan rencana yang telah disusun
adalah dengan mengirimkan sepucuk surat kepada ‘Abdullah bin Ubay yang
isinya memberikan sebuah ancaman kepada ‘Abdullah bin Ubay. Kaum Quraisy
meminta ‘Abdullah bin Ubay untuk membunuh atau mengusir Nabi Muhammad
SAW dari Madinah. Apabila ‘Abdullah bin Ubay tidak mau melaksanakan
permintaan kaum Quraisy maka ‘Abdullah bin Ubay yang akan menjadi
taruhannya. Ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita tentang surat
tersebut, Nabi Muhammad SAW langsung menemui ‘Abdullah bin Ubay untuk
menanyakan kebenaran dari isi surat tersebut dan menasehati ‘Abdullah bin Ubay
untuk tidak memulai peperangan dengan kaum Muslimin. ‘Abdullah bin Ubay
merasa takut akan mendapatkan perlawanan dari kaum Muslimin. Oleh karena itu,
‘Abdullah bin Ubay menahan perlawanan terbuka dengan Nabi Muhammad SAW
beserta pengikutnya. Dengan demikian, percobaan orang-orang Quraisy melalui
perantara ‘Abdullah bin Ubay mengalami kegagalan. Meskipun demikian, orang-
orang Quraisy tetap tidak mau menyerah untuk menghancurkan Nabi Muhammad
SAW beserta kaum Muslimin. Kaum Quraisy mulai mengalihkan perhatian
kepada penduduk yang tinggal antara Makkah dan Madinah. Kaum Quraisy
membujuk dan menghasut penduduk agar mau melawan kaum Muslimin (Majid
‘Ali Khan, 1985: 101).
Di Madinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi aliansi tiga musuh
kaum Muslimin yaitu kaum Quraisy, kaum Yahudi, dan orang-orang munafik
yang dipimpin oleh ‘Abdullah bin Ubay. Kaum Muslimin berada pada kondisi
yang sangat berbahaya karena dihadang oleh musuh dari berbagai penjuru. Oleh
karena itu, kaum Muslimin meningkatkan kewaspadaan untuk menghadapi
kemungkinan serangan musuh yang sewaktu-waktu bisa datang dari luar dan dari
dalam kota Madinah. Ketika sudah memiliki persenjataan yang kuat dan
perlindungan semakin kokoh, maka turun wahyu dari Allah SWT yang
memperbolehkan kaum Muslimin untuk berperang dalam surat Al-Hajj ayat 39,
yang artinya adalah sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

“Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena


sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-
benar Maha Kuasa menolong mereka” (Depag RI, 2005: 337).

Setelah turun wahyu tersebut, Nabi Muhammad SAW beserta kaum


Muslimin mulai mempersiapkan diri dengan memperkuat senjata dan melakukan
pencegahan terhadap serangan dari kaum Quraisy. Rasulullah SAW mulai
mengutus saraya yaitu ekpedisi-ekspedisi militer yang terdiri dari para sahabat
tanpa disertai oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Nabi Muhammad SAW
juga mengutus duta-duta atau perwakilan kepada kabilah-kabilah di seluruh
wilayah Madinah. Kadang-kadang terjadi pertempuran kecil dalam beberapa
kesempatan. Namun hal tersebut berguna untuk mendatangkan ketakutan di hati
orang-orang Musyrik, serta mampu memperlihatkan kekuatan dan kegigihan umat
Islam. Majid ‘Ali Khan (1985: 102) menyebutkan langkah-langkah yang
ditempuh oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut:
a) Langkah pertama Nabi Muhammad SAW adalah mengirimkan pasukan kecil
untuk mengamati gerakan orang Quraisy di sekitar Madinah sehingga
diperoleh informasi yang lengkap dan tepat tentang rencana dari orang-orang
Quraisy. Tujuan mengirimkan mata-mata ini terlihat jelas dari surat tugas Nabi
Muhammad SAW yang diberikan kepada ‘Abdullah bin Jashy ketika ia
diperintahkan untuk memata-matai orang Quraisy yang mengancam kaum
Muslimin. Surat tugas tersebut berbunyi: “Pergilah ke lembah Nakhla (antara
Makkah dan Tha’if), sergaplah orang-orang Quraisy dan dengar apa yang
hendak mereka perbuat terhadap kita”.
b) Mengadakan hubungan baik dengan suku-suku lain di sekitar Madinah agar
suku-suku tersebut tidak berpihak kepada musuh Islam. Oleh karena itu,
dibentuk suatu perjanjian perdamaian dan ternyata banyak suku yang ikut
menandatangani perjanjian tersebut. Isi perjanjian tersebut menyerukan agar
suku-suku di sekitar Madinah mau bekerjasama dengan kaum Muslimin, siap
melawan dan mempertahankan diri apabila mendapat serangan dari musuh.
c) Mempersempit jalur perdagangan Quraisy ke Syria yang melalui Madinah
sehingga Quraisy tidak bisa membeli senjata dan amunisi untuk perang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

Setelah Nabi Muhammad SAW menyelesaikan beberapa hal yang


berhubungan dengan keamanan di dalam kota Madinah, Nabi Muhammad SAW
mulai memperhatikan masalah penting yang berhubungan dengan orang-orang
Quraisy. Dalam hubungan ini, wajar apabila Nabi Muhammad SAW berpikir
untuk mengadakan blokade-blokade ekonomi dengan menghambat perdagangan
orang-orang Quraisy. Kekuatan utama Quraisy adalah perdagangan dengan Syria
dan Iran melalui Madinah. Sedangkan jalur perdagangan tersebut telah berada di
bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW. Langkah yang diambil Nabi
Muhammad SAW dengan cara memblokade jalur perdagangan kaum Quraisy
sangat tepat karena hal tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk memaksa
Quraisy agar mau mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin (Majid ‘Ali
Khan, 1985: 103).
Sebelum meletus perang Badar, Nabi Muhammad SAW melakukan
ekspedisi dan pengintaian-pengintaian terhadap Quraisy. Pada bulan ke-17
sesudah hijrah, Nabi Muhammad SAW mengutus Hamzah bin Abdul Muttalib
dengan bendera putih dan 30 orang berkuda dari golongan Muhajirin menuju Laut
Merah untuk menghadang kafilah dagang suku Quraisy. Di Laut Merah ini
Hamzah bertemu dengan pasukan Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal yang
berjumlah 300 orang. Di Laut Merah ini tidak terjadi peperangan sehingga
pasukan Hamzah dapat kembali ke Madinah dengan selamat. Kemudian pada
bulan Dzulqa’dah, Rasulullah mengirim Sa’ad bin Abi Waqas dengan bendera
putih untuk melakukan ekspedisi ke Kharrar. Miqdad bin ‘Umru ditunjuk sebagai
pembawa bendera. Dalam pengintaian tersebut juga tidak terjadi penyerangan
terhadap kafilah dagang Quraisy. Namun pada bulan Rajab, bulan ke-17 sesudah
hijrah, terjadi pertumpahan darah untuk pertama kalinya. Nabi Muhammad SAW
mengutus ‘Abdullah bin Jashy dengan 12 orang dalam sebuah misi rahasia. Surat
yang masih tertutup diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada ‘Abdullah bin
Jashy dengan perintah agar membuka surat tersebut setelah dua hari perjalanan.
Ketika ‘Abdullah bin Jashy membuka surat tersebut, ‘Abdullah bin Jashy
diperintahkan untuk melanjutkan perjalanannya ke Nakhla yang terletak antara
Thaif dan Makkah. Akhirnya pasukan pimpinan ‘Abdullah bin Jashy sampai di
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

Nakhla setelah menempuh perjalanan pada hari-hari terakhir bulan Rajab. Ketika
kafilah dagang suku Quraisy melewati daerah tersebut pada sore hari, mereka
diserang oleh pasukan Muslim. Salah satu dari mereka, ‘Umru bin al-Hadrami,
terbunuh dan pasukan Muslim kembali ke Madinah dengan membawa rampasan
perang serta dua tawanan perang. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab
padahal orang-orang Arab diharamkan untuk melakukan perang pada bulan Rajab.
Peristiwa tersebut menimbulkan banyak protes dari berbagai penduduk Madinah.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW harus bersikap hati-hati. Salah satu hal
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah tidak menyentuh harta rampasan
perang dalam waktu beberapa saat. Tindakan kaum Muslim yang melakukan
perang pada saat bulan Rajab mendapat peringatan dari Allah SWT dengan
menurunkan wahyu berupa surat Al-Baqarah ayat 217 yang artinya adalah sebagai
berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada
bulan Haram. Katakanlah: Berperang pada bulan itu adalah (dosa) besar.
Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya,
(menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah.
Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan
berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu,
jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itu sia-sia
amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya” (Depag RI, 2005: 34).

Permusuhan antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy Makkah belum


selesai. Peristiwa di Nakhla yang mengakibatkan terbunuhnya salah satu tokoh
Quraisy bernama ‘Umru bin al-Hadrami semakin membuat marah orang-orang
Quraisy Makkah. Kaum Quraisy selalu berusaha untuk memerangi Islam,
menghalangi jalan Allah SWT, dan membuat berbagai kesulitan bagi umat Islam.
Kaum Quraisy rela mengorbankan harta dan segala yang dimilikinya dalam
memerangi Islam. Pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijrah (Maret 624 M), yaitu
dua bulan sesudah peristiwa Nakhla, sebuah kafilah besar membawa barang
dagangan yang sangat banyak kembali dari Gaza menuju ke Makkah yang
dipimpin oleh Abu Sufyan. Inilah salah satu kafilah terbesar yang mengangkut
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

dagangan seharga 50.000 dinar. Orang-orang dari suku Quraisy banyak yang
tertarik dengan barang niaga yang dibawa oleh kafilah yang terdiri dari 30 orang
tersebut. Keuntungan yang diperoleh kafilah Abu Sufyan tersebut akan digunakan
sepenuhnya untuk membiayai perang melawan kaum Muslim Madinah (Asghar
Ali Engineer, 1999: 166-167).
Setelah Nabi Muhammad SAW mendapat kabar bahwa kafilah Abu
Sufyan sedang dalam perjalanan menuju Makkah, Nabi Muhammad SAW
memerintahkan pasukannya untuk pergi menghadang kafilah Abu Sufyan. Nabi
Muhammad SAW tidak melakukan persiapan secara matang sebab urusan kali ini
adalah rombongan dagang, bukan orang-orang yang pergi ke medan perang. Abu
Sufyan mendengar berita tentang kepergian Nabi Muhammad SAW untuk
menghadang kafilah dagangnya. Setelah mendapatkan keuntungan yang besar dari
perdagangannya, Abu Sufyan mulai merasa khawatir akan keselamatan harta yang
telah mereka peroleh. Oleh karena itu, Abu Sufyan menyewa seseorang bernama
Damdam bin Amr al-Gifari untuk pergi ke Makkah, memberi peringatan kepada
orang Quraisy serta meminta bantuan dari kaum Quraisy. Abu Sufyan mengubah
rute perjalanannya dan kembali ke Makkah dengan menyusuri pantai Laut Merah.
Ketika sampai di Makkah, ternyata pasukan Quraisy telah bergerak menuju
Madinah. Di tengah perjalanan, pasukan Quraisy Makkah yang dipimpin Abu Jahl
menerima berita bahwa Abu Sufyan beserta kafilahnya telah sampai di Makkah.
Sebenarnya pasukan Quraisy Makkah merasa ragu untuk berperang dengan
pasukan Muslim Madinah karena sebagian besar dari pasukan Muslim Madinah
adalah keluarga dan saudara mereka sendiri yang telah memeluk Islam.
Seandainya pasukan Quraisy Makkah berperang dengan pasukan Muslim
Madinah, maka sama saja membunuh keluarga sendiri. Akan tetapi, Abu Jahl
tetap teguh pada pendiriannya untuk maju melawan kaum Muslim Madinah. Abu
Jahl terus berusaha untuk menghasut kaum Quraisy Makkah dan membangkitkan
rasa benci mereka terhaadap Islam dengan cara mengingatkan kaum Quraisy atas
peristiwa di Nakhla yang menyebabkan terbunuhnya ‘Umru bin al-Hadrami oleh
pasukan Muslim Madinah. Setelah terhasut oleh bujukan Abu Jahl, timbullah rasa
kebencian dan rasa dendam kaum Quraisy Makkah terhadap kaum Muslim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

Madinah sehingga niat untuk mengadakan perang tidak dapat dibatalkan lagi
(Majid ‘Ali Khan, 1985: 125-126).
Pasukan Muslim Madinah dan pasukan Quraisy Makkah sama-sama
bergerak menuju Badar, suatu desa yang jaraknya kira-kira 80 mil dari Madinah.
Pasukan Muslim dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan pasukan
Quraisy dipimpin oleh Abu Jahl, musuh besar dalam Islam sekaligus merupakan
musuh Nabi Muhammad SAW. Pasukan Quraisy berkekuatan 1000 orang tentara,
300 ekor kuda dan 700 unta. Sedangkan kaum Muslimin mempunyai pasukan
yang hanya berkekuatan 313 orang tentara, 2 ekor kuda dan 70 ekor unta. Senjata
yang digunakan oleh pasukan Muslim sangat terbatas jumlahnya, tidak selengkap
senjata pasukan Quraisy. Perang mulai berkecamuk pada hari Jum’at pagi, 17
Ramadhan 2 H (Maret 642 M). Tradisi peperangan bangsa Arab sering dimulai
dengan sejumlah perang tanding. Tiga tentara Quraisy Makkah yakni Syaiba,
Utbah, dan Walid bin Utba bertanding dengan tiga pejuang Muslim yaitu
Ubaidah, Hamzah, dan Ali. Dalam waktu singkat ketiga pemuka perang Quraisy
tersebut tewas di tangan pejuang-pejuang Muslim. Setelah peperangan massal
selesai, pasukan Muslim Madinah berhasil meraih kemenangan. Banyak pasukan
Quraisy yang terbunuh dan sebagian kecil melarikan diri namun ada juga yang
dijadikan sebagai tawanan perang. Semantara itu, 14 pejuang Muslim gugur
sebagai Syahid yang terdiri dari 6 pejuang dari kaum Muhajirin dan 8 dari kaum
Anshar (K. Ali, 2003: 73).
Perang Badar merupakan peristiwa yang sangat menentukan perjalanan
sejarah Islam. Perang Badar menunjukkan bahwa pasukan Quraisy Makkah yang
jumlahnya lebih besar dapat dihancurkan oleh pasukan Muslim yang jumlahnya
sedikit dengan perlengkapan senjata yang terbatas. Setelah kemenangan kaum
Muslim pada perang Badar, kedudukan dan kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW di Madinah semakin kuat. Perang Badar juga membawa pengaruh yang
besar bagi pengikut-pengikut Yahudi dan suku-suku Badui di sekitar Madinah.
Mereka mulai menyadari dan mengakui munculnya kekuatan Islam yang besar.
Sebelumnya orang-orang Yahudi selalu menghina dan meremehkan kekuatan
orang-orang Muslim namun setelah kemenangan yang diperoleh kaum Muslim
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

pada perang Badar, Yahudi baru mengakui kehebatan kekuatan kaum Muslim.
Kemenangan perang Badar telah mendorong umat Islam untuk menyusun
kekuatan Islam yang lebih besar di Madinah dan memperkuat keberanian umat
Islam dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Kaum Quraisy merasa sangat
dipermalukan dengan kekalahan mereka dalam perang Badar. Oleh karena itu,
Quraisy merencanakan sesuatu yang baru untuk balas dendam terhadap kaum
Muslim Madinah. Kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar melatarbelakangi
sejumlah peperangan lainnya dengan kaum Muslim (K. Ali, 2003: 75).
Setelah perang Badar, hanya selama 7 malam Nabi Muhammad SAW
tinggal di Madinah. Kemudian beliau mendatangi Banu Sulaim untuk
menanyakan kebenaran berita tentang serangan Banu Sulaim dan suku Ghathfan.
Nabi Muhammad SAW mendengar berita tentang ekspedisi Banu Sulaim ketika
Nabi Muhammad SAW masih berada di Madinah. Sampai di tempat Banu
Sulaim, Nabi Muhammad SAW diberitahu oleh seorang penggembala bahwa ada
satu batalyon pasukan yang melarikan diri menuju pantai setelah mendengar kabar
tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW tinggal
selama 3 malam di tempat Banu Sulaim dan kembali ke Madinah dengan
membawa 500 ekor unta yang ditinggalkan oleh pihak musuh. Sampai di
Madinah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan pasukannya untuk melakukan
eksekusi terhadap Abu ‘Afak dan ‘Ashma binti Marwan. Abu ‘Afak merupakan
tokoh Yahudi yang usianya sudah tua. Abu ‘Afak selalu mengecam keberadaan
Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. Abu ‘Afak juga sering menghasut
masyarakat Madinah agar melawan Islam. Abu ‘Afak menulis ayat-ayat yang
berisi penghinaan terhadap agama Islam. Oleh karena itu, Abu ‘Afak pantas untuk
dieksekusi. Tugas eksekusi terhadap Abu ‘Afak dilakukan oleh Salim bin ‘Umair.
Eksekusi juga dijatuhkan kepada ‘Ashma binti Marwan, seorang wanita dari suku
Aus bangsa Madinah. ‘Ashma binti Marwan mendapatkan eksekusi karena telah
menciptakan syair-syair dan juga tulisan yang berisi kecaman terhadap Nabi
Muhammad SAW dan Islam. Setelah Badar, ‘Ashma binti Marwan menulis puisi
beberapa bait yang isinya menghasut masyarakat Madinah untuk menyulut api
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

peperangan melawan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin. ‘Ashma binti
Marwan dieksekusi oleh ‘Umair bin ‘Auf (Majid ‘Ali Khan, 1985: 134-135).
Terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi setelah perang Badar.
Salah satunya adalah pengasingan atau pengusiran Bani Qainuqa’ yang terjadi
pada bulan Syawal 2 H (April 642 M). Bani Qainuqa’ adalah bagian dari kaum
Yahudi yang pertama kali merusak perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW.
Bani Qainuqa’ terdiri dari 700 prajurit dan dikenal sebagai pengrajin emas dan
saudagar kaya. Bani Qainuqa’ juga ikut serta dalam memerangi Nabi Muhammad
SAW dalam perang Badar. Selain itu, Bani Qainuqa’ juga sering menyakiti kaum
Muslimin. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW beserta pasukannya
memutuskan untuk mengepung Bani Qainuqa’ selama 15 malam. Akhirnya Bani
Qainuqa’ menyerah dan bersedia menerima hukuman yang akan diputuskan oleh
Nabi Muhammad SAW. ‘Abdullah bin Ubay, seorang pemimpin orang-orang
munafik, memohon kepada Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan Bani
Qainuqa’. Nabi Muhammad SAW mengabulkan permohonan ‘Abdullah bin Ubay
tetapi dengan persyaratan tertentu. Nabi Muhammad SAW akan memaafkan dan
membebaskan Bani Qainuqa’ dengan syarat Bani Qainuqa’ harus meninggalkan
Madinah. Kemudian Bani Qainuqa’ memutuskan untuk pergi ke negeri Syam,
untuk mencari perlindungan. Akhirnya Bani Qainuqa’ dapat keluar dari Madinah
dengan selamat setelah sebelumnya Bani Qainuqa’ merasa akan binasa karena
pelanggaran dan pemberontakan mereka (Majid ‘Ali Khan, 1985: 136).
Kekalahan pada perang Badar membuat bangsa Quraisy malu dan sedih
sehingga Quraisy sangat marah dan ingin menuntut balas atas kematian para
pemimpin Quraisy. Setelah perang Badar, Abu Sufyan dijadikan sebagai
pemimpin kaum Quraisy. Abu Sufyan bersumpah tidak akan mencampuri istrinya
sebelum membalas kekalahan kaum Quraisy pada perang Badar. Abu Sufyan
mulai menugaskan 200 orang pasukan untuk pergi ke Madinah pada bulan
Dzulhijjah 2 H, dua bulan setelah perang Badar. Secara diam-diam pasukan Abu
Sufyan merampok di ‘Uraid, kira-kira 3 mil dari Madinah pada malam hari dan
membakar kebun kurma. Pasukan Abu Sufyan juga membunuh seorang Muslim,
membakar rumah-rumah dan tumpukan rumput-rumput kering. Mendengar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin mengejar Abu
Sufyan. Akan tetapi, Abu Sufyan berhasil melarikan diri dengan meninggalkan
kantong-kantong yang berisi sawiq (roti tipis yang terbuat dari gandum) sebagai
persediaan makanan mereka. Oleh karena itu, peristiwa ini dikenal dengan Perang
Sawiq (Majid ‘Ali Khan, 1985: 137).
Sesudah perang Badar, orang Yahudi mulai menjalin persengkongkolan
yang lebih luas untuk melawan Nabi Muhammad SAW. Pihak Yahudi
mengirimkan rombongan yang terdiri dari tokoh-tokoh besar Yahudi seperti
Huyayy bin Akhthab, Sallam bin Abul Huqaiq, Abu Rafi’, al-Rabi’ bin al-Rabi’
bin Abu Huqaiq, Ka’b bin Asyraf dan Abu ‘Ammar, untuk menjalin kerjasama
dengan bangsa Quraisy, Ghathfan dan Banu Quraizhah serta menghasut mereka
agar memusuhi Nabi Muhammad SAW. Kaum Quraisy menyambut dengan baik
ajakan Yahudi untuk bekerjasama melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya. Pemimpin-pemimpin dan pemuka Quraisy mengadakan
musyawarah untuk memutuskan cara melakukan pembalasan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta kaum Muslimin. Tokoh-tokoh Quraisy yang hadir
dalam musyawarah tersebut diantaranya adalah Abu Sufyan bin Harb, Abdullah
bin Ra’biah, Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayyah, Jubair bin Muth’im,
Harits bin Hisyam, Huwait bin Abdul Uzza, dan Ubay bin Khalaf. Dalam
pertemuan tersebut banyak juga perempuan Quraisy yang datang diantaranya
adalah Hindun binti Utbah (istri Abu Sufyan). Setelah membahas beberapa hal
maka dari musyawarah tersebut menetapkan beberapa keputusan, yaitu:
a) Keuntungan yang diperoleh dari kafilah dagang Quraisy pimpinan Abu
Sufyan harus dikumpulkan oleh masing-masing orang dan akan digunakan
untuk membiayai peperangan melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
b) Kabilah-kabilah Tihamah, Kinanah dan kabilah-kabilah Arab lainnya yang
tinggal berdekatan dengan kota Makkah akan diikat perjanjian dengan kaum
Quraisy agar mau membantu melawan Nabi Muhammad SAW beserta kaum
Muslimin.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

c) Kaum perempuan Quraisy yang keluarga dan saudaranya tewas dalam perang
Badar, harus ikut berperang melawan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya.
(Moenawar Chalil, 2001: 99-100)

2. Pecahnya Perang Uhud


a. Persiapan Perang Uhud
Pemimpin-pemimpin kaum Quraisy mengadakan persiapan untuk perang
melawan Nabi Muhammad SAW dan pasukan Muslimin. Setelah semua tentara
Quraisy berkumpul, ternyata jumlah pasukan Quraisy lebih dari 3.000 tentara
diantaranya terdapat 200 pasukan berkuda dengan persenjataan lengkap dan 700
pasukan berkendaraan unta serta memakai baju besi. Pasukan perang kaum
Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan. Budak-budak Quraisy disuruh oleh para
majikannya masing-masing untuk ikut serta menjadi anggota pasukan yang
dipimpin oleh Abu Amir ar-Rahib. Kaum wanita juga turut berperan aktif untuk
menyulut api peperangan, diantaranya adalah Hindun (istri Abu Sufyan), Ummu
Hakim (istri Ikrimah), Barzah binti Mas’ud (istri Shafwan bin Umayyah), Fatimah
binti Walid (istri Harits bin Hisyam), Barthah binti Munabbih (istri Amr bin Asb),
dan yang menjadi pemimpinnya adalah Hindun. Hindun mempersiapkan seorang
budak bernama Wahsyi untuk membunuh Hamzah (paman Nabi Muhammad
SAW). Apabila Wahsyi berhasil membunuh Hamzah, maka akan dimerdekakan.
Dendam Hindun kepada Hamzah sangat besar karena Hamzah telah membunuh
‘Utbah (ayah Hindun) pada saat perang Badar (Moenawar Chalil, 2001: 101).
Sementara itu, kaum Muslimin Madinah sama sekali tidak mengetahui
persiapan perang yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Nabi Muhammad SAW baru
menerima berita tentang persiapan kaum Quraisy setelah tiga hari sebelum
pasukan Quraisy Makkah tiba di Uhud. Nabi Muhammad SAW menerima berita
tersebut dari salah seorang paman beliau yang bernama ‘Abbas yang pada waktu
itu telah memeluk agama Islam namun masih tinggal di Makkah. Setelah
mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad SAW mengirim mata-mata yaitu
Anas, Munis, dan Hubab untuk mencari informasi tentang pasukan Quraisy
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

Makkah. Akhirnya diperoleh informasi bahwa pasukan Quraisy Makkah sudah


berada di dekat Uhud. Pada hari Jum’at 13 Syawwal 3 H, Nabi Muhammad SAW
mengadakan musyawarah untuk membahas situasi tersebut dengan para sahabat
beliau. Sejumlah sahabat berpendapat sebaiknya tetap bertahan dan berperang di
Madinah. Nabi Muhammad SAW lebih setuju dengan pendapat yang mengatakan
untuk tetap tinggal di Madinah karena Madinah dikelilingi oleh gunung-gunung
dan bukit yang dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan sehingga kaum
Quraisy akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyerangan terhadap kota
Madinah. Akan tetapi, para pemuda khususnya orang-orang yang tidak ikut serta
dalam perang Badar memiliki pendapat lain. Mereka berpendapat untuk pergi
keluar kota Madinah dan mengadakan perang terbuka dengan Quraisy Makkah.
Adanya desakan dari kelompok pemuda tersebut membuat Nabi Muhammad
SAW berubah pendirian dan mengikuti pendapat para pemuda yang
menginginkan perang terbuka di luar Madinah. Setelah memperoleh keputusan,
Nabi Muhammad SAW segera mengenakan baju perang dengan senjata lengkap.
Setelah selesai shalat Jum’at, Nabi Muhammad SAW bergerak menuju Bukit
Uhud dengan memimpin 1.000 prajurit yang gagah berani untuk menghadapi
3.000 pasukan Quraisy yang bersenjata lengkap dan yang telah merusak tanaman
dan padang rumput kaum Muslimin. Pasukan Nabi Muhammad SAW bermalam
tidak jauh dari kota Madinah agar keesokan harinya dapat melanjutkan perjalanan
menuju Uhud. Di tengah perjalanan menuju Uhud, pemimpin kaum munafik,
‘Abdullah bin Ubay melakukan desersi (membelot) dengan membawa 300
pasukan sehingga pasukan yang semula bersama Nabi Muhammad berjumlah
1.000 orang berkurang menjadi 700 orang. Tentara Muslim memang hanya
berjumlah sedikit dan kurang memiliki keahlian perang, namun pasukan Muslim
memiliki keimanan yang kuat untuk membela kebenaran. Menurut Hamka (1983:
96), pembelotan yang dilakukan oleh ‘Abdullah bin Ubay telah dijelaskan di
dalam Q.S. Ali ‘Imran ayat 122.
Ketika kaum Muslimin menyaksikan orang-orang munafik yang
merupakan sepertiga dari rombongan Nabi Muhammad SAW menarik diri dan
meninggalkan kaum Muslimin, maka timbul kemarahan dari sebagian kalangan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

kaum Muslimin. Menyikapi sikap orang-orang munafik tersebut kaum Muslimin


terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa orang-
orang munafik tersebut harus diperangi dan dibunuh karena mereka memang
pantas untuk dibunuh. Sedangkan kelompok kedua yang mayoritas di bawah
pimpinan Nabi Muhammad SAW berpendapat bahwa kaum munafik tersebut
tidak perlu untuk diperangi. Nabi Muhammad SAW sendiri memilih untuk tidak
memerangi kaum munafik tersebut. Sikap Nabi Muhammad SAW untuk tidak
memerangi dan tidak membunuh kaum munafik merupakan sikap yang bijaksana,
cerdas dan visioner karena apabila memerangi kaum munafik pada saat situasi
yang kritis, tidak akan memberikan manfaat kepada kaum Muslimin. Situasi akan
menjadi sangat sulit apabila konsentrasi kaum Muslimin harus diarahkan untuk
memerangi kaum munafik karena hal tersebut akan semakin melemahkan
kekuatan 700 pasukan yang masih tersisa. Meskipun kaum Muslimin berhasil
mengalahkan kaum munafik, hal tersebut akan menguras tenaga pasukan
Muslimin dan membuat pasukan Muslimin lemah dalam menghadapi pasukan
Quraisy Makkah yang jumlahnya empat kali lipat jumlah pasukan Muslimin. Di
samping itu, Nabi Muhammad SAW sendiri tidak menghendaki adanya
pertumpahan darah apalagi jika pertumpahan darah tersebut terjadi di kalangan
Muslimin yang sama-sama masih memiliki ikatan darah karena kebanyakan dari
orang-orang munafik yang menarik diri dari rombongan Nabi Muhammad SAW
masih merupakan keluarga dan saudara sesama kaum Muslimin. Sikap ‘Abdullah
bin Ubay beserta orang-orang munafik yang menarik diri dari Nabi Muhammad
SAW, membawa pengaruh negatif bagi sebagian pasukan yang masih tetap berada
dalam rombongan Nabi Muhammad SAW. Sebagian dari kaum Muslimin mulai
terpengaruh dan menjadi lemah semangat perang kemudian mereka juga berpikir
untuk menarik diri dari medan peperangan. Akan tetapi kegoyahan pendirian
mereka dapat terselamatkan berkat bantuan Allah SWT serta motivasi penuh dari
Nabi Muhammad SAW sehingga membuat mereka mengurungkan niat untuk
mundur dari medan peperangan (Abu Faris, 1998: 197-199).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

b. Jalannya Perang Uhud


Setelah Nabi Muhammad SAW dan pasukan Muslimin selesai
menghadapi persoalan penarikan diri ‘Abdullah bin Ubay dan kaum munafik,
Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan menuju Uhud. Nabi Muhammad
SAW meminta ditunjukkan suatu jalan yang tidak dilalui oleh pasukan Quraisy
Makkah. Khaistamah lalu menunjukkan jalan yang dekat dan yang dikehendaki
oleh Nabi Muhammad SAW. Setelah perjalanan dilanjutkan, tibalah rombongan
Nabi Muhammad SAW di suatu jalan kecil milik Marba’ bin Qaizhi yang buta
matanya. Ketika Nabi Muhammad SAW berjalan di depan rumah Marba’ bin
Qaizhi, tiba-tiba Marba’ bin Qaizhi menaburkan debu ke arah muka Nabi
Muhammad SAW sambil berkata, “Kalau engkau itu pesuruh Allah, aku tidak
menghalalkan (memperkenankan) kepadamu berjalan di jalanku ini”. Dengan
cepat, Sa’ad bin Zaid memukul Marba’ bin Qaizhi dengan senjata tajam sehingga
membuat Marba’ bin Qaizhi terluka parah. Sahabat-sahabat Nabi Muhammad
SAW hendak membunuh Marba’ bin Qaizhi, tetapi Nabi Muhammad SAW
mencegahnya (Moenawar Chalil, 2001: 110).
Perjalanan terus dilanjutkan hingga sampailah kaum Muslimin di suatu
tempat di bawah kaki Gunung Uhud. Di sinilah Nabi Muhammad SAW beserta
pasukannya berhenti karena melihat tentara musuh sudah beramai-ramai
menduduki tempat-tempat dekat Gunung Uhud. Pasukan musuh berkekuatan
empat kali lebih banyak dari pasukan kaum Muslimin dan sebagian besar dari
pasukan Muslimin sangat kurang keahliannya dalam berperang. Pasukan musuh
juga memiliki persenjataan lengkap dengan peralatan perang serba cukup dan
sebagian besar diantara pasukan Quraisy memiliki keahlian berperang. Nabi
Muhammad SAW segera mengumpulkan tentaranya lalu memilih dan menduduki
tempat yang cukup strategis letaknya dengan membelakangi bukit-bukit Uhud
agar mampu melindungi barisan tentaranya. Akan tetapi, karena tempat-tempat
yang lain sudah terlebih dahulu dikuasai pasukan musuh, tempat-tempat yang
diduduki Nabi Muhammad SAW adalah tempat yang di belakangnya terdapat
suatu jalan yang terbuka yang dapat dipergunakan oleh musuh untuk menyerang
pasukan Muslimin dari arah belakang. Walaupun demikian, sebagai seorang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

pemimpin perang yang bijaksana, Nabi Muhammad SAW menjadikan tempat-


tempat tersebut untuk menempatkan pasukan yang memiliki keahlian dalam
memanah sebanyak 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair. Sayap
kanan barisan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid, sayap kiri barisan berkuda
dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, dan barisan tengah dipimpin oleh Shafwan
bin Umayyah beserta pahlawan Quraisy lainnya. Semuanya telah bersiap-siap
dengan gagah berani di tempat-tempat yang tidak mudah ditempuh oleh tentara
kaum Muslimin. Bendera perang kaum Quraisy dipegang oleh Abu Thalhah
(Moenawar Chalil, 2001: 111).
Nabi Muhammad SAW juga mulai mengatur barisan pasukan Muslimin.
Nabi Muhammad SAW menempatkan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin
Khatthab, Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, Abu Dujanah Sammak bin
Kharsyah, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Mu’adz, Anas bin an-Nadhar,
Mush’ab bin Umair, Sa’ad bin Ubadah, Usaid bin Hudhair, dan Habbab bin al-
Mundzir di barisan pertama. Kemudian Nabi Muhammad SAW menginstruksikan
kepada pasukan Muslimin yang telah berada pada posisi mereka masing-masing
agar tidak melakukan peperangan sebelum Nabi Muhammad SAW mengijinkan
mereka untuk berperang dan memerintahkan pasukan pemanah agar tidak
meninggalkan posisi mereka dalam kondisi apapun (Abu Faris, 1998: 229).
Berkaitan dengan penempatan posisi pasukan Muslimin dan perintah Nabi kepada
pasukan pemanah, telah dijelaskan di dalam Tafsir Al-Azhar Q.S. Ali ‘Imran ayat
121 (Hamka, 1983: 95).
Setelah kedua pasukan saling berhadapan dan siap bertempur,
dimulailah dengan perang tanding. Abu Thalhah al-‘Abdari keluar dengan
membawa panji kaum Quraisy lalu menantang perang tanding beberapa kali tetapi
tidak seorang pun pasukan dari kaum Muslimin yang berani maju untuk
melawannya. Kemudian Abu Thalhah berkata kepada pasukan Muslimin:
“Wahai para sahabat Muhammad, kalian mengaku bahwa Allah akan
menyegerakan kami dengan pedang kalian ke neraka dan menyegerakan kalian
dengan pedang kami ke surga, tetapi adakah diantara kalian seorang yang mampu
menyegerakan aku dengan pedangnya ke neraka atau aku akan menyegerakannya
dengan pedangku ke surga. Kalian dusta demi Lata dan ‘Uzza, seandainya kalian
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

mengetahui hal itu benar niscaya ada orang yang keluar menyambutku” (Abu
Faris, 1998: 233).

Setelah mendengar perkataan tersebut, akhirnya Ali bin Abu Thalib maju
ke medan pertempuran kemudian berhasil memukul Abu Thalhah hingga patah
kakinya dan tergeletak di tanah. Kemudian Ali bin Abu Thalib mundur kembali ke
barisan pasukan Nabi Muhammad SAW. Beberapa saat kemudian Abu Thalhah
tewas akibat pukulan Ali bin Abu Thalib. Setelah Abu Thalhah tewas, panji
perang diambil oleh saudaranya yaitu Utsman bin Abu Thalhah yang akan
berhadapan dengan Hamzah. Dengan segera Hamzah menyerang Utsman bin Abu
Thalhah sehingga berhasil menebas tangan dan pundaknya sampai ke
pinggangnya. Setelah Utsman bin Abu Thalhah tewas, panji kemudian diambil
oleh saudaranya Abu Sa’id bin Abu Thalhah yang berhadapan dengan Sa’ad bin
Abi Waqqash yang berhasil melempar Abu Sa’id dengan panah hingga tewas.
Panji kemudian diambil oleh Musafi’ bin Thalhah bin Abu Thalhah dan berhasil
dibunuh oleh ‘Ashim bin Tsabit bin Abu Aflah. Setelah Musafi’ tewas, panji
kemudian diambil oleh saudara Musafi’ yaitu Harist bin Thalhah lalu berhasil
dibunuh oleh ‘Ashim. Kemudian panji diambil oleh saudaranya Musafi’ dan
Harits yaitu Kilab bin Thalhah lalu berhasil dibunuh oleh Zubair bin Awwam.
Panji kemudian diambil oleh saudara Kilab yaitu Jallas bin Thalhah lalu berhasil
dibunuh oleh Thalhah bin Ubaidillah. Setelah Jallas bin Thalhah tewas, panji
kemudian diambil oleh Arthah bin Syurahbil bin Hasyim bin Abdi Manaf bin
Abdu Dar lalu berhasil dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib. Kemudian panji diambil
oleh Abu Zaid Amer bin Abdi Manaf lalu berhasil dibunuh oleh Qazman. Setelah
Abu Zaid Amer tewas, panji kemudian diambil oleh Shawab, seorang budak yang
berasal dari Habasyah milik Banu Abdud Dar, lalu berhasil dibunuh oleh Ali bin
Abu Thalib. Akhirnya panji jatuh tergeletak kotor di tanah hingga diambil oleh
‘Amrah binti ‘Alqamah al-Haritsiyah lalu mengangkatnya kepada pasukan
Quraisy dan mereka pun mengerumuninya. Demikianlah para pahlawan kaum
Muslimin berhasil menumbangkan para tokoh dan pembawa panji kaum Quraisy
dan tidak ada lagi yang sanggup membawa panji tersebut hingga dipungut oleh
seorang wanita. Setelah para pembawa panji tersebut terbunuh kemudian kaum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

Quraisy terpecah belah, semangat mereka merosot dan kekuatan mereka pun
hancur. Hal seperti ini menunjukkan kepiawaian Nabi Muhammad SAW dalam
bidang militer karena mampu melemahkan kemampuan perang pasukan Quraisy
sehingga mendesak pasukan Quraisy mundur dan lari meninggalkan harta dan
wanita-wanita Quraisy (Abu Faris, 1998: 233-234).
Para pasukan pemanah menyaksikan dari atas bukit peristiwa yang
terjadi di medan pertempuran. Setelah menyaksikan pasukan Quraisy melarikan
diri dengan meninggalkan harta dan wanita-wanita, pasukan Muslimin mulai
mengumpulkan harta rampasan yang ditinggalkan oleh pasukan Quraisy.
Menyaksikan kejadian tersebut, pasukan pemanah mengira pertempuran telah
berakhir. Pasukan pemanah tertarik untuk turun dari bukit dan membantu saudara-
saudara mereka yang sedang sibuk mengumpulkan harta rampasan dan benda-
benda berharga yang melekat dalam tubuh para korban. Kemudian pasukan
pemanah menyampaikan keinginan mereka kepada pemimpin mereka yaitu
Abdullah bin Jubair agar meninggalkan bukit untuk bergabung bersama saudara-
saudara mereka yang sedang mengumpulkan harta rampasan. Akan tetapi,
Abdullah bin Jubair menolak permintaan para pasukan pemanah bahkan melarang
mereka untuk melakukan hal tersebut. Abdullah bin Jubair mengingatkan akan
perintah Nabi Muhammad SAW agar pasukan pemanah tidak meniggalkan bukit
dalam kondisi apapun. Sebagian kecil pasukan pemanah ada yang mengikuti
perintah Abdullah bin Jubair dan tetap tinggal di bukit dengan penuh waspada
mengawasi keadaan dengan ketat. Akan tetapi, sebagian besar dari pasukan
pemanah yang berjumlah 40 orang, mengabaikan perintah Nabi Muhammad SAW
dan juga tidak melaksanakan perintah Abdullah bin Jubair. Akhirnya, 40 orang
pemanah turun dari atas bukit meninggalkan 10 orang pemanah dan ikut
mengumpulkan harta rampasan dalam keadaan tidak mempedulikan pihak musuh.
Kelalaian pasukan pemanah dalam menjalankan tugas yang diperintahkan oleh
Rasulullah telah dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Q.S. Ali ‘Imran ayat 152-
153 (M. ‘Abdul Ghoffar, 2008: 159).
Tentara berkuda pihak Quraisy yang berada di sayap kanan yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid mengetahui dengan jelas bahwa sebagian besar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

dari para pasukan pemanah Muslimin yang menjaga bukit Uhud sudah
meningglkan posisi mereka masing-masing. Oleh karena itu, secara diam-diam
Khalid bin Walid mengerahkan pasukan yang berada di bawah komandonya untuk
menyerang pasukan pemanah Muslimin yang hanya tinggal beberapa orang dari
arah belakang mereka. Setelah pasukan Khalid bin Walid mampu melumpuhkan
pasukan pemanah Muslimin dan berhasil menguasai posisi strategis para
pemanah, Khalid bin Walid segera memerintahkan pasukannya untuk memutar ke
arah belakang pasukan kaum Muslimin dan kemudian secara mendadak
menyerang kaum Muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan harta rampasan.
Pasukan Muslimin dikejutkan oleh serangkaian serangan pedang dan anak panah
dari arah belakang sehingga mengakibatkan terbunuhnya sejumlah dari mereka.
Serangan secara mendadak dari pasukan Quraisy menyebabkan pasukan Muslimin
ketakutan dan terguncang sehingga banyak diantara pasukan Muslimin yang
berpencar dan tercerai-berai. Pasukan Muslimin sama sekali tidak pernah mengira
kalau pasukan Quraisy yang sudah melarikan diri dan mundur dari medan
peperangan, berbalik arah dan kembali menyerang pasukan Muslimin dari arah
belakang. Pasukan Muslimin berada dalam kondisi tidak siap siaga untuk
melawan musuh karena serangan yang datang dari pasukan Quraisy sangat
mendadak sehingga pasukan Muslimin terkepung baik dari arah depan maupun
dari arah belakang (Moenawar Chalil, 2001: 120-121).
Setelah Nabi Muhammad SAW melihat keadaan yang semakin kacau,
Nabi menyadari bahwa tentaranya sedang terancam oleh bahaya yang besar dari
pihak musuh. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW segera memilih salah satu
dari dua alternatif yaitu melindungi diri sendiri di tempat yang tersembunyi atau
maju dan berjuang di tengah medan pertempuran yang sedang berkobar dengan
hebat dan dahsyat untuk membela barisan tentara yang sedang berantakan, kalang
kabut, kocar-kacir dan terkepung oleh pihak musuh. Seketika itu juga Nabi
Muhammad SAW mengambil suatu keputusan yaitu untuk sementara Nabi
menyembunyikan diri sambil berseru dan memanggil sebagian tentaranya agar
segera berlari dan mengelilingi tempat Nabi Muhammad SAW bersembunyi.
Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW belum bebas dari ancaman bahaya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

Mush’ab bin Umair, seorang pahlawan Islam yang gagah berani, yang pada saat
itu sedang memegang bendera tentara Islam, selalau melindungi Nabi Muhammad
SAW dari serangan tentara Quraisy. Ketika itu, Ibnu Qam’ah, seorang tentara
Quraisy, berteriak di depan pasukan Muslimin, “Tunjukkanlah kepadaku mana
Muhammad? Lebih baik aku celaka daripada Muhammad masih hidup”. Akan
tetapi, Ibnu Qam’ah terus dihalangi oleh Mush’ab dan kawan-kawannya yang
masih tetap mengelilingi Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut membuat Ibnu
Qam’ah tidak mampu mencapai tempat Nabi Muhammad SAW bersembunyi.
Akhirnya, Ibnu Qam’ah menikam Mush’ab hingga gugur. Ibnu Qam’ah
menyangka bahwa yang ditikam dan dibunuhnya adalah Nabi Muhammad SAW
karena Ibnu Qam’ah belum pernah melihat wajah Nabi Muhammad SAW,
sedangkan Mush’ab bin Umair memiliki wajah yang sangat mirip dengan wajah
Nabi Muhammad SAW. Ibnu Qam’ah kemudian berteriak dengan keras dan
meyakinkan semua yang terlibat dalam perang bahwa Nabi Muhammad SAW
telah terbunuh. Teriakan tersebut diulangi sampai beberapa kali sambil berlarian
di tengah medan pertempuran. Mendengar suara Ibnu Qam’ah, pasukan Muslimin
semakin bertambah kacau sehingga ada diantara mereka yang saling menyerang
saudara sendiri. Akhirnya, terjadi perpecahan diantara kaum Muslimin menjadi
tiga golongan, yaitu sebagian ada yang melarikan diri menuju tempat dekat
Madinah, tetapi tidak berani masuk dan pulang ke Madinah karena malu dan
mereka hanya menanti para kawannya sampai selesai perang. Diantara pasukan
Muslim yang melarikan diri adalah Ustman bin Affan, Walid bin Uqbah, Kharijah
bin Zaid, dan Rifa’ah bin Ma’la (Moenawar Chalil, 2001: 122).
Sebagian besar (golongan kedua) tetap bertempur dengan pantang
menyerah karena mereka telah mendengar ucapan bahwa Nabi Muhammad SAW
telah terbunuh. Salah seorang tentara Muslimin, Tsabit bin Dahdah,
memperingatkan kawan-kawannya, “Hai para kawanku Anshar! Jika benar Nabi
Muhammad SAW telah mati terbunuh, biarlah ia mati, karena hanya Allah yang
tidak mati selama-lamanya! Karena itu, berpeganglah kamu kepada agamamu
dengan kokoh kuat! Allah sendirilah yang akan menolong dan memberikan
kemenangan kepadamu!”. Peringatan tersebut sungguh besar pengaruhnya bagi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

para pasukan Muslimin yang sedang mengalami kebingungan. Setelah mendengar


ucapan Tsabit bin Dahdah, pasukan Muslimin menyerahkan diri hanya kepada
Allah dan terus berjuang tanpa rasa takut. Sebagian lagi (golongan ketiga),
sebanyak 14 orang tetap teguh mengelilingi Nabi Muhammad SAW dan mereka
berusaha dengan sekuat tenaga melindungi Nabi Muhammad SAW dari serangan
pasukan Quraisy. Mereka tidak mau melarikan diri dan tidak perlu merasa
bingung karena mereka tahu bahwa Nabi Muhammad SAW masih hidup. Mereka
terdiri dari 7 orang sahabat Muhajirin dan 7 sahabat Anshar. Diantara tentara
Muslimin yang masih bertahan mengelilingi Nabi Muhammad SAW yaitu (1) dari
golongan Muhajirin: Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar ibnu Khattab, Ali bin Abi
Athalib, Abdurrahman bin Auf, Zubair ibnu Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash,
dan Abu Ubaidah ibnu Jarrah (2) dari golongan Anshar: Abu Dujanah, al-Hubab
ibnu Mundzir, Ashim bin Tsabit, al-Harits ibnu Shammah, Sahal bin Hanif, Sa’ad
bin Muadz, dan Usaid bin Hudhair. Selain 14 orang tersebut, ada lagi beberapa
sahabat yang ikut mengelilingi Nabi Muhammad SAW untuk melindungi beliau
dari serangan musuh. Mereka ini seolah-olah menjadi benteng pertahanan Nabi
Muhammad SAW dan mereka tidak menghiraukan sama sekali desas-desus
tentang kematian Nabi Muhammad SAW. Kemudian Ka’ab bin Malik berteriak
dan mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW masih hidup. Mendengar ucapan
Ka’ab bin Malik, pasukan Quraisy semakin mendesak dan berusaha menerobos
pertahanan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Terlebih lagi ketika pasukan
Quraisy mengetahui bahwa yang melindungi Nabi Muhammad SAW hanya
berjumlah 30 orang saja, mereka semakin kuat menerjang pertahanan para sahabat
yang sedang melindungi Nabi Muhammad SAW. Tentara Quraisy terus mendesak
pertahanan sahabat Nabi sambil melepaskan anak panah sedangkan 30 orang
sahabat Nabi yang sedang mengelilingi Nabi Muhammad SAW tetap bertahan dan
menangkis serangan dari pasukan Quraisy dengan sekuat-kuatnya. Terkait dengan
desas-desus kematian Nabi Muhammad SAW telah dijelaskan di dalam Tafsir Al-
Azhar Q.S. Ali ‘Imran ayat 144 (Hamka, 1983: 130).
Para sahabat Nabi telah menjadikan diri mereka sebagai benteng
pertahanan yang kokoh dan kuat untuk melindungi Nabi Muhammad SAW.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

Pasukan Quraisy terus berusaha mencari kesempatan untuk menerjang dan


menerobos pertahanan yang dibuat oleh para sahabat Nabi. Akan tetapi, pasukan
Quraisy tidak mampu merobohkan pertahanan para sahabat Nabi kerena ketatnya
penjagaan dari para sahabat Nabi Muhammad SAW. Ketika serangan musuh
kepada Nabi Muhammad SAW semakin hebat, tiba-tiba Nabi Muhammad SAW
terkena lemparan batu dari pihak musuh sehingga menyebabkan wajah Nabi
Muhammad SAW luka. Pada saat itu juga Hamzah bin Abdul Muthalib terbunuh
di tengah-tengah medan pertempuran oleh seorang tentara musuh, yaitu seorang
budak yang bernama Wahsyi dengan menggunakan tombak. Hamzah gugur
setelah mampu membunuh 31 orang dari pihak musuh. Setelah berita terbunuhnya
Hamzah terdengar oleh Nabi Muhammad SAW, beliau merasa sangat sedih
karena Hamzah adalah paman Nabi Muhammad SAW yang memiliki jasa yang
sangat besar kepada Nabi Muhammad SAW. Pasukan Quraisy merasa tidak puas
apabila belum membunuh Nabi Muhammad SAW dalam perang Uhud. Pasukan
Quraisy beranggapan bahwa dengan membunuh Nabi Muhammad SAW maka
akan menyebabkan seluruh kaum Muslimin hancur (Moenawar Chalil, 2001:
124).
Selain terkena lemparan batu dari musuh, Nabi Muhammad SAW juga
dilempari dengan beberapa potongan besi. Utbah bin Abi Waqqash melemparkan
potongan besi ke arah Nabi Muhammad SAW sehingga melukai muka dan
menyebabkan salah satu gigi depan Nabi Muhammad SAW patah. Setelah melihat
perbuatan Utbah, Hathib bin Abi Balta’ah segera mengejar dan membunuh Utbah.
Serangan terhadap Nabi Muhammad SAW belum juga reda. Abdullah bin Syihab
melemparkan batu dengan keras ke arah Nabi Muhammad SAW sehingga dahi
Nabi luka parah dan gigi Nabi yang telah pecah masuk menembus daging bibir
Nabi. Abu Qam’ah juga melemparkan dua potong besi yang berasal dari lapisan
baju besi yang dipakainya sehingga melukai pipi Nabi Muhammad SAW.
Potongan besi yang dilemparkan oleh Abu Qam’ah menembus ke bagian dalam
pipi Nabi Muhammad SAW karena kuatnya lemparan yang dilakukan oleh Abu
Qam’ah. Abu Ubaidah bin Jarrah berusaha mencabut potongan besi yang
menembus bagian dalam pipi Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan gigi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

Potongan besi tersebut tembus sampai ke dalam gusi Nabi Muhammad SAW.
Pada saat mencabut potongan besi tersebut gigi Abu Ubaidah juga ikut tanggal.
Melihat keadaan demikian, Malik bin Sinan membersihkan darah yang mengalir
di muka Nabi Muhammad SAW. Dalam keadaan yang demikian, serangan musuh
masih terus dilancarkan dengan gencar ke arah Nabi Muhammad SAW. Pasukan
Quraisy terus berusaha melalui berbagai cara untuk menembus pertahanan yang
dibuat oleh para sahabat Nabi yang setia. Kemudian datang Ubay bin Khalaf dari
kaum Quraisy yang menjadi penentang dan musuh Nabi Muhammad SAW
dengan memakai baju besi sambil menunggangi kudanya yang bernama Ud
menuju tempat Nabi Muhammad SAW dengan niat untuk membunuh Nabi
Muhammad SAW. Ketika Ubay bin Khalaf sudah mendekati tempat Nabi
Muhammad SAW yang sedang dipertahankan oleh para sahabat Nabi, Ubay bin
Khalaf segera menyerang Nabi Muhammad SAW dengan pedangnya tetapi
ditangkis oleh para sahabat Nabi. Salah satu sahabat Nabi terbunuh oleh pedang
Ubay bin Khalaf karena tidak mampu menahan tangkisan pedang dari Ubay bin
Khalaf. Melihat kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan para
sahabatnya agar membiarkan Ubay bin Khalaf datang ke tempat Nabi Muhammad
SAW karena Nabi akan menghadapi Ubay bin Khalaf dengan tangan Nabi sendiri.
Kemudian Nabi Muhammad SAW mengambil tombak milik Harits ash-Shammah
dan dengan cepat Nabi Muhammad SAW menyerang Ubay bin Khalaf terlebih
dahulu sebelum diserang sehingga tombak tersebut menancap di sela-sela baju
Ubay bin Khalaf, menembus lehernya dan akhirnya Ubay bin Khalaf tewas
(Moenawar Chalil, 2001: 126).
Sehubungan dengan lemparan batu dari pihak musuh, Nabi Muhammad
SAW berusaha untuk menghindar. Nabi Muhammad SAW berjalan perlahan-
lahan dari tempat Nabi berada. Akan tetapi, baru saja Nabi Muhammad SAW
berjalan beberapa langkah, Nabi jatuh ke dalam sebuah lubang yang digali oleh
salah seorang dari pihak musuh, yaitu Abu Amir ar-Rahib. Abu Amir berbuat
demikian karena sengaja ingin menjebak dan mencelakai pasukan Muslim
terutama Nabi Muhammad SAW. Akibat terjatuh ke dalam lubang, kedua lutut
Nabi Muhammad SAW luka-luka. Kondisi tersebut membuat Nabi Muhammad
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

77

SAW semakin kehilangan tenaga dan akhirnya Nabi pingsan. Melihat kondisi
Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib dan Thalhah bin Ubaidillah menolong
Nabi. Kemudian kedua sahabat Nabi tersebut mengangkat Nabi menuju tempat
yang aman. Setelah siuman, Nabi Muhammad SAW dapat berdiri tegak seperti
biasa (Moenawar Chalil, 2001: 127).

c. Akhir Perang Uhud


Semangat para sahabat yang melindungi Nabi Muhammad SAW dari
serangan musuh masih tetap menggelora. Kegigihan pasukan Muslimin
menjadikan barisan tentara Muslimin yang sudah kacau balau sedikit demi sedikit
dapat tertata rapi kembali. Pasukan Muslimin segera menduduki tempat-tempat
yang strategis untuk menangkis serangan dari musuh. Pasukan Muslimin banyak
yang mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW menderita luka-luka dan juga
banyak pahlawan Islam yang sudah terbunuh. Oleh karena itu, semangat pasukan
Muslimin kembali bergelora dan dengan serentak bergerak maju penuh
keberanian melakukan serangan balik terhadap musuh. Pasukan Muslimin
berpendirian lebih baik hancur dalam menyerang daripada hancur binasa diserang
musuh.
Pertempuran antara pasukan Muslimin dengan pasukan Quraisy
berkobar kembali. Meskipun tentara kaum Muslimin telah mengalami penderitaan
yang sangat berat namun pasukan Muslimin terus berjuang dengan penuh
keberanian dan disertai dengan keyakinan penuh bahwa kemenangan pasti akan
diraih oleh kaum Muslimin. Seorang tentara Quraisy, Utsman bin Abdullah
sedang menuju tempat Nabi Muhammad SAW berada namun dihadang oleh
Harits bin Shammah sehingga menyebabkan kuda yang ditunggangi oleh Utsman
bin Abdullah tergelincir dan jatuh ke dalam lubang yang sama dengan lubang
yang pernah mengakibatkan Nabi Muhammad SAW terperosok. Melihat Utsman
bin Abdullah terjatuh, Harits bin Shammah segera menebaskan pedangnya
sehingga kaki Utsman bin Abdullah putus. Ubaidillah bin Jabir berusaha
menolong Utsman bin Abdullah tetapi dihadapi oleh Harits bin Shammah.
Ubaidillah bin Jabir tidak sanggup menghadapi perlawanan dari Harits bin
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

78

Shammah sehingga membuat Ubaidillah luka parah. Melihat Ubaidillah sudah


tidak berdaya, Abu Dujanah segera memenggal leher Ubaidillah.
Ummu Umarah, seorang wanita Anshar, juga ikut terlibat dalam perang
Uhud. Pada awalnya, Ummu Umarah hanya menyertai suaminya yang turut
berperang dan membantu menyediakan air bagi tentara kaum Muslimin tetapi
setelah Ummu Umarah mengetahui bahwa pasukan Muslimin semakin terdesak
oleh pasukan Quraisy, Ummu Umarah pun ikut bertempur melawan musuh
dengan gagah berani sehingga mengalami luka yang parah. Begitu pula dengan
Ummu Aiman, seorang wanita Muhajirin, yang pada saat itu juga ikut menjadi
tentara Muslimin sebagai tenaga logistik, penyedia makanan dan minuman, juga
ikut bertempur melawan musuh dan berhasil membunuh seorang tentara Quraisy
yang bernama Hubab bin Arafah.
Ketika Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sedang beristirahat
di atas bukit sambil mengobati luka-luka, tiba-tiba Khalid bin Walid dan
pasukannya datang untuk kembali menyerang kaum Muslimin. Umar ibnu
Khatthab segera mengerahkan pasukan yang berada di bawah pimpinannya untuk
menghadang pasukan Khalid bin Walid. Melihat Umar ibnu Khatthab beserta
pasukannya akan datang menghadang, maka Khalid bin Walid mengurungkan
niatnya untuk menyerang kaum Muslimin. Khalid bin Walid memiliki pandangan
bahwa pasukan Muslimin sudah mampu mengimbangi kekuatan pasukan Quraisy
meskipun jumlah pasukan Muslimin sedikit. Dengan pertimbangan seperti itu,
Khalid bin Walid mulai mengatur pasukannya untuk mundur. Mundurnya pasukan
Khalid bin Walid menandai bahwa perang Uhud telah berakhir (Moenawar Chalil,
2001: 128-129).
Setelah pertempuran Uhud berakhir, para perempuan Quraisy yang
dipimpin oleh Hindun, istri Abu Sufyan, pergi menuju tempat bekas arena perang
Uhud. Para perempuan Quraisy memperlakukan mayat-mayat pasukan Muslimin
dengan kejam dan biadab karena para perempuan Quraisy tersebut menyimpan
dendam kepada kaum Muslimin yang belum terpuaskan. Diantara kebiadaban
yang dilakukan oleh para perempuan Quraisy tersebut adalah memotong hidung,
telinga, dan anggota tubuh lainnya dari mayat pasukan Muslimin, bahkan ada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

79

yang sampai merusak tubuh mayat pasukan Muslimin. Salah satu contoh dari
kebiadaban perempuan Quraisy adalah perlakuan terhadap jenazah Hamzah,
paman Nabi Muhammad SAW. Setelah jenazah Hamzah dibelah dadanya oleh
Hindun, kemudian Hindun mengambil hatinya, mengeluarkan usus dari dalam
perut Hamzah dan dikalungkan ke leher Hindun bahkan Hindun mengunyah hati
Hamzah untuk ditelannya, tetapi Hindun tidak sanggup menelannya lalu
dimuntahkan kembali.
Meskipun perang Uhud telah berakhir, tetapi Nabi Muhammad SAW
masih merasa curiga terhadap gerakan mundur dari pasukan Quraisy. Nabi
Muhammad SAW memiliki sebuah pendapat, tidak mungkin pasukan Quraisy
yang memiliki jumlah pasukan lebih banyak daripada pasukan Muslimin tiba-tiba
mengundurkan diri dan tidak mau melanjutkan peperangan dengan kaum
Muslimin. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh Ali bin Abi Thalib
untuk menyelidiki dan mengawasi gerak-gerik pasukan Quraisy. Setelah
menerima perintah Nabi Muhammad SAW, Ali kemudian menyelidiki gerak-
gerik pasukan Quraisy dengan cara melakukan penyamaran agar tidak diketahui
oleh pasukan Quraisy. Setelah selesai melakukan penyelidikan, Ali segera
menghadap Nabi Muhammad SAW dan melaporkan hasil penyelidikan bahwa
pasukan Quraisy sedang menuju arah selatan. Berdasarkan laporan dari Ali, Nabi
Muhammad SAW yakin bahwa pasukan Quraisy akan kembali ke Makkah.
Sebelum pasukan Quraisy kembali ke Makkah, mereka terlebih dahulu
menguburkan teman-temannya yang tewas dalam perang Uhud. Setelah semuanya
selesai, pasukan Quraisy kembali ke Makkah tanpa membawa tawanan perang
seorang pun dan tidak membawa harta rampasan perang sedikit pun. Oleh karena
itu, pasukan Quraisy belum bisa dikatakan menang dalam perang Uhud.
Sementara itu, pasukan Muslimin masih tetap berada di Uhud. Setelah yakin
bahwa pasukan Quraisy mengundurkan diri meninggalkan Uhud dan kembali ke
Makkah, maka kaum Muslimin mempersiapkan diri meninggalkan Uhud untuk
kembali ke Madinah. Meskipun telah mengalami kekalahan, namun pasukan
Muslimin tidak dapat dikatakan kalah. Kekalahan pasukan Muslimin semata-mata
bukanlah karena ketidakmampuan dalam berperang tetapi karena jumlah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80

persenjataan perang yang dimiliki sangat terbatas. Selain itu, kekalahan pasukan
Muslimin dikarenakan tidak menaati perintah dari Nabi Muhammad SAW sebagai
panglima perang pasukan Muslimin. Seandainya pasukan pemanah menaati
perintah Nabi Muhammad SAW, maka kemenangan pasti akan diraih oleh
pasukan Muslimin seperti pada saat perang Badar (Moenawar Chalil, 2001: 130-
132).

B. Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Ajaran Islam di


Jazirah Arab
Secara umum dapat dikatakan bahwa kaum Muslimin mengalami
kekalahan dalam perang Uhud, namun dalam waktu singkat pasukan Muslimin
telah mampu memulihkan kekuatan, bahkan lebih kuat jika dibandingkan dengan
sebelumnya. Kaum Quraisy Makkah tidak rela membiarkan kekuatan Islam
Madinah semakin berkembang sebab mereka mempunyai pandangan bahwa
kekuatan Islam yang semakin meningkat dapat menjadi penghalang kepentingan
sosial ekonomi dan politik kaum Quraisy. Oleh karena itu, kaum Quraisy selalu
berusaha untuk menghancurkan kekuatan Islam di Madinah. Setelah perang Uhud
berakhir, golongan Yahudi Bani Nadzir di usir dari Madinah karena telah
melakukan pengkhianatan dan pembelotan. Sejak saat itulah, Yahudi Bani Nadzir
bergabung dengan kaum Quraisy Makkah dan manjadi mata-mata bagi pihak
musuh. Yahudi Bani Nadzir selalu mengawasi dan mengamati kondisi umat Islam
di Madinah. Sebagian besar orang Yahudi yang diusir dari Madinah mengungsi ke
wilayah Khaybar. Di Khaybar, Yahudi menghimpun kekuatan dan bersekutu
dengan orang-orang Badui serta berencana untuk melakukan penyerangan
terhadap Madinah. Pada tahun ketujuh hijrah, benteng pertahanan Yahudi di
Khaybar dikepung oleh pasukan Muslimin hingga membuat Yahudi menyerah.
Setelah Yahudi menyerah, semua golongan Yahudi baik Bani Qainuqa’, Bani
Nadzir maupun Bani Quraizah secara total diusir dari Madinah. Semenjak saat itu,
seluruh wilayah Madinah bebas dari pengaruh Yahudi (K. Ali, 2003: 97).
Perang Uhud telah memberikan pelajaran yang penting kepada kaum
Muslimin. Pelajaran tersebut berlaku sampai dengan hari Kiamat. Allah SWT
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

81

ingin menguji keimanan kaum Muslimin kepada Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW melalui kekalahan yang diperoleh oleh kaum Muslimin dalam
perang Uhud. Perang Uhud telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kaum
Muslimin agar tidak meninggalkan perintah Nabi Muhammad SAW dalam situasi
apapun (Majid ‘Ali Khan, 1985: 153-154). Selain itu, perang Uhud juga
merupakan pembeda antara orang-orang beriman dengan orang kafir seperti yang
telah dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Q.S. Ali ‘Imran ayat 121 (M. ‘Abdul
Ghoffar, 2008: 125).
Setelah perang Uhud, Nabi Muhammad SAW mulai melakukan berbagai
pembaharuan. Nabi Muhammad SAW berhasil membentuk suatu pemerintahan
kesatuan yang berpusat di Madinah. Bangsa-bangsa Arab pada saat itu masih
benar-benar tersesat dalam bidang keyakinan atau kepercayaan terhadap suatu
agama. Bangsa Arab masih banyak yang menyembah berhala dan meyakini segala
macam tahayul. Kesesatan yang demikian berlangsung secara terus-menerus
hingga datanglah Nabi Muhammad SAW yang berhasil menghapuskan seluruh
bentuk kesesatan yang berkembang saat itu. Bangsa Arab mulai meninggalkan
berhala dan akhirnya hanya menyembah kepada Allah SWT. Hanya dalam waktu
yang tidak terlalu lama, yakni sekitar 2 tahun, Nabi Muhammad SAW berhasil
mengubah kekafiran dan kemusyrikan bangsa Arab menjadi bangsa yang religius
sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang sosialis sejati. Pada saat itu, Nabi
Muhammad SAW menyaksikan praktek eksploitasi manusia untuk kepentingan
sekelompok manusia tertentu melalui praktek riba. Nabi Muhammad SAW segera
mengambil langkah dengan cara mengganti riba dengan mengembangkan prinsip-
prinsip zakat dan sedekah sehingga distribusi kekayaan tidak hanya berkisar pada
para pemilik modal saja. Nabi Muhammad SAW juga mendorong seluruh
masyarakat Arab agar mencari suatu mata pencaharian tertentu untuk menunjang
kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Upaya pembaharuan lainnya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW adalah penghapusan kasta sosial. Nabi Muhammad SAW menghilangkan
jurang pemisah antara sesama anggota masyarakat yang hanya didasarkan pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

82

harta kekayaan, jabatan, bahkan keturunan dan warna kulit. Nabi Muhammad
SAW memberikan suatu pelajaran bahwa kedudukan semua manusia adalah sama.
Adapun yang paling mulia diantara manusia adalah yang paling taat kepada Allah
SWT dan yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesama manusia. Nabi
Muhammad SAW juga menghapuskan sistem perbudakan yang merupakan bagian
integral dari sistem peradaban Arab. Nabi Muhammad SAW menetapkan
sejumlah peraturan yang membantu meninggikan status para budak. Nabi
Muhammad SAW menegaskan bahwa tidak ada penghambaan diantara sesama
manusia. Penghambaan yang sesungguhnya hanyalah penghambaan antara
manusia dengan Allah SWT. Seringkali Nabi Muhammad SAW membeli budak
untuk memerdekakannya.
Aspek lain pembaharuan Nabi Muhammad SAW adalah berkaitan
dengan kedudukan sosial wanita. Sebelum Islam benar-benar tumbuh di Jazirah
Arab, tidak ada satu agama pun yang berusaha keras mengangkat derajat wanita.
Selama ini wanita selalu diperlakukan secara hina. Di seluruh penjuru dunia,
wanita hanya dijadikan sebagai pelayan bagi kaum laki-laki. Bahkan dalam
bangsa Athena (Yunani), bangsa kuno yang paling berbudaya, seorang istri
diperlakukan seperti budak. Melihat kondisi demikian, ajaran Islam mulai
menetapkan sejumlah hak dan keistimewaan bagi wanita. Al-Qur’an secara tegas
telah menyatakan bahwa wanita mempunyai hak-hak tertentu atas laki-laki
sebagaimana laki-laki hak-hak tertentu atas wanita. Dalam ajaran Islam, wanita
mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki. Dalam hal pewarisan dan
pemilikan harta perorangan, status wanita muslim jauh lebih tinggi kedudukannya
daripada wanita-wanita non muslim. Nabi Muhammad SAW berusaha mengubah
kondisi wanita yang sangat menyedihkan pada saat itu. Perlakuan yang baik dan
penghormatan terhadap wanita merupakan salah satu ajaran dasar yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi berusaha memerdekakan dan
membebaskan wanita dari penjajahan kaum laki-laki dengan memberikan hak
untuk menentukan calon suami dan hak atas warisan kekayaan ayah atau suami
yang meninggal. Nabi Muhammad SAW juga berusaha menghentikan tradisi
membunuh anak perempuan sehingga kaum wanita tidak lagi menderita karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

83

kesewenang-wenangan kaum laki-laki. Pada saat itu, Jazirah Arab menjadi satu
kesatuan politik di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Para
penyembah berhala berbondong-bondong mulai memeluk agama Islam sehingga
bangsa Arab semakin tinggi moralitasnya (K. Ali, 2003: 115-119).

C. Pengaruh Perang Uhud Dalam Perkembangan Bidang Militer


Tentara Muslim
Nabi Muhammad SAW adalah panglima tertinggi pasukan Islam yang
turut mengambil bagian dalam 26 atau 27 kali perang dan ekspedisi. Nabi
Muhammad SAW selalu memimpin pasukan Islam dalam semua pertempuran dan
perang yang penting seperti perang Badar, Uhud, Hunain dan penaklukan
Makkah. Sedangkan ekspedisi yang lebih kecil biasanya dipimpin oleh seorang
panglima militer yang diangkat oleh Nabi Muhammad SAW. Apabila ada
keperluan untuk mengirim ekspedisi militer, surat perintah dikeluarkan ke seluruh
suku bangsa yang bersekutu, dan umat Islam pada umumnya bersatu untuk tujuan
tersebut. Pada mulanya, pasukan Islam hanya terdiri atas beberapa kelompok kecil
tentara, tetapi selama tahun-tahun terakhir dan masa kehidupan Nabi Muhammad
SAW, pasukan Islam berubah menjadi satu pasukan yang sangat besar. Dalam
pertempuran Islam yang pertama yaitu perang Badar, pasukan Islam beranggota
hanya 313 serdadu, tetapi di perang Tabuk (perang terakhir yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW) 30.000 serdadu turut mengambil bagian. Pasukan Islam dilatih
untuk selalu disiplin dan semuanya diharuskan menjunjung standar moralitas yang
tinggi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 88-89).
Nabi Muhammad SAW tidak memulai perang dengan musuh yang mana
pun juga. Tujuan utama strategi perang Nabi Muhammad SAW adalah untuk
mempertahankan kepercayaan terhadap ajaran Islam dan menghilangkan
rintangan yang mengahalangi Nabi Muhammad SAW dalam usaha mengajarkan
Islam sehingga orang-orang yang yakin akan kebenaran ajaran Islam dapat dengan
bebas memeluk dan menjalankan ajaran Islam tanpa rasa takut. Tujuan strategi
perang Nabi Muhammad SAW bukanlah untuk membunuh atau memusnahkan
musuh Islam, tetapi menghentikan serangan musuh terhadap kaum Muslimin yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

84

ingin menjalankan kepercayaan dengan bebas. Oleh karena itu, seluruh strategi
perang Nabi Muhammad SAW disusun dan direncanakan sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan prisnsip sedikit mungkin
melibatkan gerakan militer dan dengan kerugian jiwa yang sekecil mungkin
(Afzalur Rahman, 2002: 43).
Ketika semua usaha Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan
perdamaian gagal dan musuh mulai melancarkan serangan militer terhadap kaum
Muslimin, Nabi Muhammad SAW mulai mengerahkan semua sumber daya yang
ada serta perlengkapan yang dimiliki. Nabi Muhammad SAW mulai menerapkan
strategi perang untuk mencapai tujuan dalam mematahkan perlawanan militer
pihak musuh dengan prinsip kehilangan jiwa sedikit mungkin pada kedua belah
pihak. Strategi perang Nabi Muhammad SAW didasarkan pada penyelidikan yang
realistis atas kekuatan tentara musuh, baik dari segi pasukan maupun
perlengkapan perang, strategi dan rencana perang, faktor geografis, medan
pertempuran dan yang terpenting adalah kekuatan mental setiap pasukan. Nabi
Muhammad SAW mengirim pasukan pengintai dan pasukan tempur ke daerah
dekat kedudukan musuh sesuai dengan kebutuhan. Nabi Muhammad SAW juga
membuat suatu unit komando untuk mencapai tujuan tertentu secara rahasia tanpa
menumpahkan darah dan merusak perdamaian. Suatu unit koloni juga dibentuk
untuk menyebarkan desas-desus diantara penduduk musuh untuk menurunkan
moral musuh. Unit ini juga bekerja keras untuk mempesiapkan disiplin yang
tinggi terhadap pasukan Islam dan semangat untuk berkorban demi kepentingan
Islam (Afzalur Rahman, 2002: 44).
Nabi Muhammad SAW sangat cermat dalam memilih lokasi
pertempuran sehingga tidak saja meningkatkan efesiensi dan efektivitas militer
tetapi juga dapat mengurangi kerugian jiwa manusia. Apabila musuh berusaha
untuk melarikan diri, prajurit Muslimin diperintahkan untuk tidak mengejar
musuh karena tujuan yang ingin dicapai bukanlah untuk membunuh tetapi untuk
mematahkan perlawanan dan rintangan yang dilakukan oleh musuh kepada orang-
orang yang akan menunaikan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW lebih suka
berdamai daripada meneruskan perang. Hal tersebut terbukti dengan kebijakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

85

Nabi Muhammad SAW yang lebih cenderung untuk menerapkan strategi dengan
cara melakukan blokade ekonomi terhadap kaum Quraisy daripada melanjutkan
peperangan dengan musuh. Kesimpulannya, strategi perang Nabi Muhammad
didasarkan pada prinsip kejutan, kecepatan, keamanan, serangan, dan
pengorbanan jiwa manusia yang sekecil mungkin (Afzalur Rahman, 2002: 46).
Perang Uhud telah memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan
militer tentara Muslim. Pasukan Muslim semakin meningkatkan kedisiplinan
dalam militer. Strategi-strategi perang yang baru mulai diterapkan untuk
menghadapi musuh-musuh Islam. Hal tersebut dapat terlihat dalam berbagai
perang yang terjadi setelah perang Uhud, misalnya dalam perang Handaq. Pada
tahun 672 M, kaum Quraisy Makkah, suku-suku Badui, dan golongan Yahudi
membentuk pasukan gabungan sejumlah 10.000 pasukan tempur untuk
dikerahkan menggempur Madinah. Diantara gabungan pasukan tersebut terdapat
600 tentara berkuda yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Ketika Nabi Muhammad
SAW menyadari akan adanya ancaman serangan dari pihak musuh, Nabi
mengerahkan 3.000 pejuang muslim Madinah agar bersiap siaga menghadapi
musuh. Atas dasar saran Salman al-Farisi, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk membuat sistem pertahanan dengan menggali parit besar mengintari
perbatasan kota Madinah. Nabi Muhammad SAW juga memindahkan penduduk
yang tinggal di luar kota Madinah untuk bertempat tinggal di dalam kota
Madinah. Pekerjaan menggali parit dikerjakan oleh seluruh pasukan Madinah.
Nabi Muhammad SAW juga ikut bekerja menggali parit bersama-sama dengan
yang lainnya sambil mengatur strategi pertahanan perang.
Pasukan Quraisy Makkah merasa heran ketika mengetahui strategi
pertahanan yang dipersiapkan oleh Nabi Muhammad SAW karena strategi perang
yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW belum pernah ada dalam peperangan
besar bangsa-bangsa Eropa sekalipun. Pasukan gabungan Quraisy Makkah,
Yahudi, dan suku-suku Badui mulai mengepung kota Madinah. Pasukan Quraisy
Makkah selalu mengalami kegagalan setiap kali berusaha menyerang dan
menerobos pertahanan pasukan Muslimin di dalam kota Madinah. Pasukan
Quraisy memutuskan untuk menunda penyerangan terhadap kota Madinah sambil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

86

memikirkan cara agar dapat menerobos masuk kota Madinah. Pasukan Quraisy
mendirikan tenda-tenda di sekitar kota Madinah. Selama berhari-hari pasukan
Quraisy tidak mendapatkan hasil dalam usaha menerobos kota Madinah dan
melakukan penyerangan terhadap pasukan Muslimin. Pada saat persediaan bekal
pasukan Quraisy mulai menipis, tiba-tiba datang serangan badai disertai hujan
deras yang merobohkan tenda-tenda pasukan Quraisy dan membuat pasukan
Quraisy tidak berdaya dalam menghadapi serangan badai padang pasir tersebut.
Dalam kondisi kritis ini, Abu Sufyan mengambil inisiatif membubarkan pasukan
gabungan agar segera kembali ke Makkah.
Perang Handaq tercatat sebagai kemenangan pasukan Muslimin setelah
kekalahan yang dialami pasukan Muslimin dalam perang Uhud. Operasi gabungan
militer kafir Quraisy beserta Yahudi dan suku-suku Badui yang berlangsung
selama berhari-hari sama sekali tidak membawa hasil. Peristiwa ini merupakan
catatan buruk bagi pihak musuh sehingga menyebabkan kedudukan militer kaum
Quraisy menjadi menurun dan menimbulkan dampak melemahnya kekuatan
militer kaum Quraisy Makkah. Kemenangan perjuangan pasukan Muslimin dalam
perang Handaq mampu membuktikan keberhasilan strategi pertahanan Nabi
Muhammad SAW dalam melemahkan serangan musuh. Setelah kemenangan
pasukan Muslimin dalam perang Handaq, kekuatan militer Islam semakin
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Semenjak saat itulah Islam mulai
tersebar dengan pesat ke berbagai wilayah di sekitar Madinah (K. Ali, 2003: 83-
85).

D. Sikap Quraisy Makkah Terhadap Islam Madinah Seusai Perang


Uhud
Setelah perang Uhud, kaum Quraisy masih memusuhi Nabi Muhammad
SAW beserta kaum Muslimin. Kaum Quraisy juga masih sangat membenci ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yaitu ajaran Islam. Kaum Quraisy tidak
menginginkan jika ajaran Islam semakin berkembang di wilayah Jazirah Arab.
Kebencian yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap ajaran Islam ini justru
mendorong Nabi Muhammad SAW untuk lebih meningkatkan dakwahnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

87

Semakin sering Nabi Muhammad SAW mendakwahkan ajaran Islam, semakin


besar permusuhan orang-orang Quraisy terhadap beliau dan para pengikutnya.
Berbagai cara ditempuh oleh orang-orang Quraisy untuk menghentikan dakwah
Nabi Muhammad SAW dan membendung pertumbuhan agama Islam, mulai dari
bujukan, ancaman bahkan penyiksaan fisik. Banyak sahabat Nabi Muhammad
SAW yang menjadi korban kebencian kaum Quraisy.
Setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah tentang
ajaran Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang
Quraisy mulai tertarik untuk mengikuti kaum Muslimin. Orang-orang Quraisy
yang tertarik terhadap ajaran Islam mulai berubah menjadi pengikut Islam.
Sebagian bangsa Arab telah memeluk Islam, meskipun tidak sedikit pula yang
menentang dan mengolok-olok Islam. Pemuka-pemuka Quraisy seperti Khalid bin
Walid dan ‘Amr bin Ash juga menyatakan diri untuk memeluk agama Islam
(Hasan Ibrahim Hasan, 2002: 248).
Pada kenyataannya masih ada sebagian masyarakat Arab yang
menentang ajaran Nabi Muhamamd SAW. Hal tersebut dikarenakan mereka
masih menganggap suci warisan agama kunonya dan mereka tidak bisa
meninggalkannya. Suatu fakta yang wajar apabila sebuah agama atau ideologi
yang sudah memainkan peran historisnya, terus dianut oleh masyarakat dengan
penuh ketundukan bahkan dengan penuh semangat. Alasan itulah yang
menjadikan kaum Quraisy Makkah banyak yang menentang ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Orang-orang Quraisy Makkah tidak
menyadari pentingnya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang
dapat menghapus ikatan suku dan menyatukan mereka menjadi satu kesatuan.
Banyak orang-orang Quraisy yang berpura-pura mengikuti ajaran Islam kemudian
mereka berkhianat. Golongan yang berkhianat terhadap ajaran Nabi Muhammad
SAW ini termasuk golongan orang-orang Musryikin. Sampai sekarang, golongan
Musyrikin masih menentang ajaran Islam. Mereka berusaha untuk
menghancurkan orang-orang Islam dengan berbagai cara. Kaum Quraisy sampai
sekarang masih tinggal di Jazirah Arab dan mereka sudah ditakdirkan oleh Allah
untuk menjadi golongan yang menentang Islam (Asghar Ali Engineer, 1999: 130).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dalam bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perang Uhud diawali oleh adanya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan
balas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin di
Madinah. Kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam perang Badar
telah menumbuhkan kebencian kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad
SAW beserta kaum Muslimin sehingga membuat kaum Quraisy benar-benar
ingin memusnahkan Islam dari muka bumi. Berbagai macam cara dilakukan
oleh kaum Quraisy untuk menghancurkan Nabi Muhammad SAW beserta
pengikutnya. Perang Uhud terjadi pada hari pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal
tahun 3 H atau 625 M. Orang-orang Quraisy Makkah sangat berambisi untuk
membalas kekalahan yang mereka alami dalam perang Badar. Pihak Quraisy
mempersiapkan suatu pasukan besar dengan kekuatan 3000 serdadu untuk
bertempur dalam perang Uhud. Pasukan Quraisy terdiri dari 700 pasukan
infantri, 200 pasukan berkuda (kavaleri), dan 17 orang wanita. Seorang
diantara wanita yang ikut dalam perang Uhud adalah Hindun bin Utbah, istri
Abu Sufyan. Hindun ikut serta dalam perang Uhud karena ingin balas dendam
atas kematian ayahnya yaitu Utbah yang tewas dalam perang Uhud. Pasukan
Quraisy dipusatkan di suatu lembah yaitu di pegunungan Uhud, suatu
pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah Utara kota Madinah. Nabi
Muhammad SAW juga mulai mengatur pasukannya dengan menempatkan
beberapa pasukan pemanah di atas bukit Uhud. Nabi Muhammad SAW
memerintahkan kepada pasukan pemanah agar tidak meninggalkan posisi
mereka dalam kondisi apapun. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding
antara pasukan Muslimin dengan pasukan Quraisy kemudian dilanjutkan
dengan pertempuran secara umum. Pasukan Muslimin bertempur dengan
penuh semangat dalam melawan pasukan Quraisy. Pasukan Muslimin yakin

88
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

89

bahwa kemenangan ada di pihak mereka. Awalnya pasukan Muslimin yakin


bahwa mereka telah memperoleh kemenangan. Akan tetapi, karena kelalaian
para pasukan pemanah, maka secara tiba-tiba pasukan Muslimin mendapatkan
serangan yang mengejutkan dari pihak Quraisy yang menyerang pasukan
Muslim dari arah belakang. Akhirnya pasukan Muslimin menderita kekalahan
yang besar dalam perang Uhud. Kekalahan pasukan Muslimin dikarenakan
pasukan pemanah tidak mentaati perintah Nabi Muhammad SAW untuk tetap
berada dalam posisi mereka. Pasukan pemanah mulai meninggalkan posisi
pertahanan setelah melihat pasukan Quraisy mundur dengan meninggalkan
harta benda mereka.
2. Kekalahan yang dialami kaum Muslimin dalam perang Uhud telah
memberikan pelajaran yang berharga bagi kaum Muslimin bahwa setiap
perintah dan perkataan Nabi Muhammad SAW merupakan suatu kebenaran
yang harus dipatuhi. Setelah perang Uhud, Nabi Muhammad SAW mulai
melakukan berbagai pembaharuan. Nabi Muhammad SAW berhasil
membentuk suatu pemerintahan kesatuan yang berpusat di Madinah. Selain
itu, Nabi Muhammad SAW juga berhasil mengubah kekafiran dan
kemusyrikan bangsa Arab menjadi bangsa yang religius sesuai dengan ajaran
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
3. Perang Uhud telah membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan kaum
Muslimin Madinah. Setelah mengalami kekalahan dalam perang Uhud,
pasukan Muslimin tidak kehilangan semangat untuk kembali bangkit
menghimpun kekuatan baru dalam melawan musuh. Pasukan Muslimin
semakin meningkatkan kekuatan militer mereka. Strategi-strategi perang yang
baru mulai diterapkan dalam menghadapi kaum Quraisy. Salah satu strategi
perang yang sangat terbukti mampu mengalahkan musuh adalah strategi
perang parit yang merupakan inisiatif dari salah satu sahabat Nabi Muhammad
SAW yaitu Salman Al-Farisi. Strategi parit mampu menjatuhkan kaum
Quraisy sehingga kekalahan yang dialami oleh kaum Muslimin dapat
terbalaskan oleh kemenangan kaum Muslimin dalam perang parit.
Kemenangan yang diperoleh oleh kaum Muslimin dalam perang parit
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

90

membuat kaum Muslimin semakin percaya diri dalam menghadapi musuh-


musuh Islam.
4. Perkembangan Islam yang semakin meningkat setelah perang Uhud membuat
kaum Quraisy yang dahulunya menentang Islam, berbalik arah menyatakan
untuk memeluk Islam. Kaum Quraisy masih ada yang berpura-pura masuk
Islam dan kemudian berkhianat terhadap Nabi Muhammad SAW. Golongan
ini termasuk golongan orang-orang Musyrikin. Sampai sekarang golongan ini
selalu berusaha menentang ajaran Islam. Mereka berusaha untuk
menghancurkan orang-orang Islam dengan berbagai cara. Kaum Quraisy
sampai sekarang masih tinggal di wilayah Jazirah Arab dan mereka telah
ditakdirkan oleh Allah SWT untuk menjadi golongan yang menentang Islam.

B. Implikasi
1. Teoritis
Secara teorititis, konflik yang terjadi antara kaum Quraisy Makkah
dengan kaum Muslimin Madinah dalam perang Uhud disebabkan karena adanya
rasa ingin balas dendam dari pihak Quraisy atas kekalahan yang dialami pada saat
perang Badar. Semula kaum Muslimin hampir mendapatkan kemenangan, namun
tiba-tiba berubah menjadi kekalahan. Hal tersebut diakibatkan kerena faktor
ketidakdisplinan dari pasukan Muslimin. Meskipun telah mengalami kekalahan
dalam perang Uhud, kaum Muslimin dapat menghimpun kekuatan kembali dan
berhasil membayar kekalahan yang pernah dialami pada perang Uhud dalam
perang-perang selanjutnya, seperti perang Handaq. Sikap yang ditempuh oleh
Nabi Muhammad SAW dalam perang Uhud merupakan penyelesaian konflik
secara koersif (coercive) yaitu dengan jalan menggunakan kekerasan fisik untuk
menyelesaikan permasalahan diantara pihak-pihak yang terlibat konflik.
Kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin setelah terjadinya perang Uhud telah
membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan Islam di Jazirah Arab. Islam
semakin diakui kekuatannya oleh masyarakat luas dan banyak orang-orang Arab
yang menyatakan diri memeluk agama Islam meskipun pada kenyataannya masih
juga terdapat golongan-golongan tertentu yang menentang ajaran Islam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

91

2. Praktis
Perang Uhud merupakan salah satu perang yang terjadi pada masa Nabi
Muhammad SAW tepatnya pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal tahun 3 H atau 625
M. Dinamakan perang Uhud karena perang ini terjadi di suatu bukit yang bernama
Uhud, kira-kira 2 kilometer dari kota Madinah. Perang Uhud merupakan suatu
perang yang terjadi antara pasukan Quraisy Makkah melawan pasukan Muslim
Madinah. Hal yang melatarbelakangi terjadinya perang Uhud tidak lain adalah
keinginan untuk balas dendam dari pihak Quraisy terhadap kaum Muslimin
karena kekalahan yang dialami oleh pihak Quraisy pada saat perang Badar. Pada
awalnya pasukan Muslimin mulai mendapatkan kemenangan dalam perang Uhud.
Akan tetapi, kemenangan kaum Muslimin tiba-tiba berubah menjadi kekelahan.
Hal tersebut dikerenakan kelalaian dari pasukan pemanah yang berada di atas
bukit Uhud. Sebelum perang dimulai, Nabi Muhammad SAW telah
memerintahkan pasukan pemanah agar tidak meninggalkan posisi mereka dalam
kondisi apapun namun mereka melanggar perintah Nabi sehingga pasukan
Muslimin mendapat serangan mendadak dari musuh dan akhirnya membuat
pasukan Muslimin menderita kekalahan. Perang Uhud telah memberikan pelajaran
yang penting bagi kaum Muslimin bahwa sabda Nabi Muhammad SAW
merupakan suatu kebenaran dan tidak ada keraguan bagi kaum Muslimin untuk
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW.

3. Metodologis
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis.
Metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data
atau peninggalan masa lampau. Peneliti berusaha merekonstruksi peristiwa masa
lampau yang berkaitan dengan perang Uhud yang terjadi pada tahun 3 Hijriah atau
625 M. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data atau fakta yang
diperlukan dengan membaca buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan
yang hendak dikaji. Dalam penelitian ini, terdapat kesulitan pada langkah
heuristik yaitu mencari dan memperoleh data terutama yang berkaitan dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

92

perang Uhud karena jumlahnya yang tidak banyak. Peneliti mengalami kesulitan
dalam menggunakan bahasa sumber yaitu bahasa Arab. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber primer tetapi hanya berupa
terjemahannya.

C. Saran
1. Bagi Mahasiswa Sejarah
Peneliti mengharapkan bagi mahasiswa sejarah hendaknya dapat
melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai sejarah perang Uhud
dalam hubungannya dengan perkembangan ajaran Islam setelah terjadinya perang
Uhud. Masih banyak tema-tema penelitian yang belum diteliti berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW,
misalnya penelitian tentang pengaruh perjanjian Hudaibiyah terhadap
perkembangan Islam di Jazirah Arab, kondisi Makkah setelah penaklukan kota
Makkah, peristiwa Haji Wada’ dan lain sebagainya. Hendaknya para mahasiswa
lebih selektif dalam memilih tema penelitian sebelum penelitian itu dibuat. Selain
itu, para mahasiswa juga disarankan untuk memperbanyak sumber data baik
primer maupun sekunder yang bisa diperoleh dengan cara mengunjungi berbagai
perpustakaan dan mengakses berbagai sumber dari internet.

2. Bagi Pemerintah dan Penerbit


Pemerintah hendaknya memberikan kemudahan dan fasilitas yang baik
bagi para mahasiswa untuk melakukan dan menulis sebuah penelitian. Misalnya,
mempermudah birokrasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah
penelitian. Dalam kaitannya dalam proses pembelajaran terutama mengenai
perkembangan Islam, hendaknya pemerintah dan penerbit buku lebih banyak
menerbitkan buku-buku tentang sejarah Islam yang berkaitan dengan segala
peristiwa penting yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, misalnya buku-
buku yang membahas tentang perang Uhud. Selain itu, hendaknya para penerbit
buku banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia agar lebih mudah untuk dipahami.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abu Faris. 1988. Analisis Aktual Perang Badar dan Uhud di Bawah Naungan
Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press.

Abu Su’ud. 2003. Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Penerapannya Dalam


Peradaban Umat Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Afzalur Rahman. 2002. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer.


Jakarta: Amzah.

Ahmad Syalabi. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I. Jakarta: Pustaka Al-
Husna.

Ali Moertopo. 1974. Strategi Politik Nasional. Malang: The Paragon Press.

Ali, K. 2003. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

______ & Andang Affandi. 1995. Studi Sejarah Islam. Jakarta: Binacipta.

Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Armstrong, Karen. 2001. Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis.


Surabaya: Risalah Gusti.

Asmara Hadi Usman. 1994. Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah SAW,
Sifat dan Organisasi yang Dimilikinya. Jakarta: Media Da’wah.

Astrid S. Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung:


Putra A. Bardin.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.

Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah.Yogyakarta : Logos


Wacana.

Duverger, Maurice. 2003. Sosiologi Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Endang Saifuddin Anshari. 1980. Agama dan Kebudayaan: Mukadimmah Sejarah


Kebudayaan Islam. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Engineer, Asghar Ali. 1999. Asal Usul dan Perkembangan Islam. Yogyakarta:
Insist & Pustaka Pelajar.

93
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

94

Faridi. 2002. Agama dan Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Goffar, M. ‘Abdul. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Gottschalk, Louis.1975. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Gullen, M. Fethullah. 2002. Versi Terdalam: Kehidupan Rasulullah Muhammad


SAW. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hadari Nawawi. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM


Press.

Hamka. 1983. Tafsir Al- Azhar Juz IV. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Haryomataram, G.P.H. 1994. Sekelumit Tentang Hukum Humaniter. Surakarta:


Sebelas Maret University Press.

Hasan Ibrahim Hasan. 2002. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia.

Helius Sjamsuddin. 2007. Metodologi Sejarah. Jakarta: Ombak.

_______________ & Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hendropuspito OC, D. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius.

Horowitz, Louis Irving. 1975. Revolusi, Militerisasi dan Kosilidasi


Pembangunan. Jakarta: PT Bina Aksara.

Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar


Maju.

_____________. 1988. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali.

Koentjaraningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT


Gramedia.

Kuntowijoyo. 1995. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: UGM Press.

Khurshid, Ahmad. 1989. Prinsip-Prinsip Pokok Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Lemhamnas. 1980. Kewiraan Untuk Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia.

Majid ‘Ali Khan. 1985. Muhammad SAW Rasul Terakhir. Bandung: Pustaka.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

95

Maman, U. 2006. Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktek. Jakarta: PT


Raja Grafindo.

Maswadi Rauf. 2000. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Dirjen Pendidikan
Tinggi Depdiknas.

May Rudy, T. 2002. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional


Pasca Perang Dingin. Bandung: PT Refika Aditama.

Moenawar Chalil. 2001.Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 2. Jakarta:


Gema Insani Press.

Muhammad Halabi Hamdi. 2005. Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.


Yogyakarta: Nardhiyah Press.

Muhammad Husain Haekal. 2008. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera


Antar Nusa.

Nottingham, Elizabeth K. 1994. Agama dan Masyarakat. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Perlmutter, Amos. 1988. Militer dan Politik. Jakarta: Rajawali Press.

Piet Ngantung. 1975. Pokok-Pokok Strategi Nasional. Jakarta: Departemen


Pertahanan Keamanan Nasional.

Poloma, Margaret M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Pruitt, Dean G. & Rubin, Jeffrey Z. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.


Jakarta: Gramedia.

Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung: CV Remadja


Karya.

Anda mungkin juga menyukai