SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)
Oleh :
Siti Sifa Fauziah
109011000263
Oleh :
Siti Sifa Fauziah
109011000263
Dibawah Bimbingan
Dosen Pembimbing Skripsi
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Munaqasyah.
Sekretaris Jurusan
Drs. Sapiudin Shidiq, MA
NIP. 19670328 1200003 1 001 ---------- ----------------
Penguji I
Penguji II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1
B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah ......... 7
C. Perumusan Masalah ................................................ 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi 10
B. Belajar ....................................................................... 16
C. Hadits ....................................................................... 21
D. Hasil Penelitian yang Relevan ................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian .................................... 28
B. Metode Penulisan ...................................................... 29
C. Fokus Penelitian ........................................................ 31
D. Prosedur Penelitian .................................................. 31
BAB IV HADITS TENTANG MOTIVASI BELAJAR
1. Keutamaan Menuntut Ilmu ....................................... 35
2. Belajar Karena Allah ................................................ 41
3. Penuntut Ilmu karena Allah senantiasa dilindungi ... 43
4. Ampunan Allah terhadap Penuntut Ilmu ................. 48
5. Belajar Kepada Orang yang Lebih ‘Alim .................. 50
6. Niat Menuntut Ilmu Untuk Mengalahkan Orang Lain 54
7. Banyak Bertanya adalah Kunci Sukses .................... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................ 60
B. Implikasi Hasil Penelitian ......................................... 62
C. Saran-Saran .............................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan dan dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, sesuai
firman Allah dalam surat An Nahl ayat 78 yang berbunyi “Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Maka sudah menjadi kewajiban
manusia untuk belajar mengenai apa yang belum diketahuinya seperti Hadits yang berbunyi
“Belajarlah sejak lahir hingga masuk liang lahad (mati)”. Belajar bagi manusia makhluk
sosial dan berbudaya jelas memiliki posisi dan peran sangat penting bagi
kehidupannya[1]. Dengan belajar, manusia bisa maju, melihat dunia, merubah dunia dan
kehidupannya. Belajar merupakan suatu proses yang dihadapi manusia dari yang tidak tahu
menjadi tahu.
Pada zaman sekarang, manusia bisa mendapatkan sumber belajar dengan mudah, tidak
seperti zaman Rasulullah dan para shahabat. Sekarang informasi apapun bisa dapat di akses
dengan mudah, sumber belajar tidak menjadi kendala lagi dalam proses belajar mengajar.
Guru, alat tulis, tempat dan fasilitas lainnya sudah tersedia pada masa kini. Untuk dapat
memperoleh belajar yang baik, maka dibutuhkan motivasi sebagai pendorong dan penggerak
untuk selalu belajar. Kendati fasilitas zaman dahulu dan sekarang itu berbeda, namun
Rasulullah melalui haditsnya selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada para
shahabat untuk selalu belajar.
Dalam Islam, belajar merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim, baik laki-laki
maupun perempuan. Ini telah dibuktikan melalui banyaknya ayat-ayat dan hadits-hadits yang
menunjukkan pentingnya belajar yang tidak dipandang dari usia, keturunan, bahkan pangkat
dan kekayaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai kaum Muslimin yang teguh
berpegang kepada al Qur’an dan Hadits, untuk terus tetap belajar dimanapun dan kapanpun
kita berada. Belajar tidak mesti di dalam kelas, belajar bisa dimana saja, kepada siapa saja
yang kita anggap lebih baik ilmunya dari kita.
Dalam belajar, dibutuhkan suatu motivasi untuk dapat membangkitkan semangat dalam
belajar. Karena motivasi amat begitu penting dalam kehidupan. Motivasi tidak dapat
dipisahkan dari kebutuhan seseorang sebagai organisme yang hidup dalam melakukan suatu
perbuatan. Setidaknya motivasi berhubungan dengan kebutuhan mempertahankan kehidupan.
Belajar merupakan kebutuhan rohani manusia. Oleh karena itu, motivasi dalam belajar amat
dibutuhkan demi mencapai suatu tujuan belajar. Belajar yang baik akan menghasilkan sesuatu
yang baik pula, dan belajar yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang buruk pula. Dengan
demikian, motivasi dan dorongan menjadi sesuatu yang penting dalam meningkatkan usaha
belajar dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Motivasi belajar yang rendah adalah salah satu penyebab kurang berhasilnya seseorang
dalam menempuh pendidikan. Seseorang yang kurang memiliki motivasi dalam belajar tentu
akan lebih senang berada di luar kelas alias bolos. Belajar di kelas dianggap beban berat yang
membosankan. Adapula murid yang membuang energi dan waktu tanpa hasil yang memadai,
dan orangtua yang kurang mampu mengatur keadaan dalam keluarga agar anak dapat belajar
dengan tenang dan merasa diperhatikan[2]. Menurut Al Maghribi bin Said Al Maghribi
dalam karyanya “Begini Seharusnya Mendidik Anak”, mendidik melalui cara ini termasuk
unsur terpenting dalam unsur-unsur pendidikan Islami dengan syarat motivasi tersebut
seimbang tanpa mengurangkan ataupun melebihkan.
Betapa mulianya Islam dengan segala aturan yang ada. Maka pantas saja bahwa
Rasulullah mewariskan al Qur’an dan Sunnah agar umatnya dapat hidup selamat di dunia dan
akhirat. Namun, untuk dapat berpegang teguh kepada keduanya, haruslah ditempuh dengan
jalan menuntut ilmu yakni belajar. Orang yang menuntut ilmu tidak akan sengsara hidupnya,
orang yang berilmu akan selalu dihormati oranglain, namun hal ini bukan berarti kita
menuntut ilmu hanya karena ingin dihormati oranglain. Menuntut ilmulah karena Allah,
karena segala apa yang diniatkan hanya karena Allah akan berujung kenikmatan lahir dan
bathin.
Al-Qur’an dan Sunnah/Hadits banyak yang membicarakan tentang menuntut ilmu.
Artinya, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk selalu belajar sepanjang hayat hingga
tiada waktu yang terbuang sia-sia. Namun, hadits sebagai motivator kedua setelah Al-Qur’an
masih amat sedikit dikaji oleh umat Islam. Sebagai contoh dari hadits Nabi yang
menerangkan tentang belajar adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Waqid Al-Laitsi yang
terdapat dalam Shahih Al Bukhary:
ُاس َمعَه ُ َّس فِي ْال َم ْس ِج ِد َوالن ٌ سلَّ َم بَ ْينَ َما ُه َو َجا ِل
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َّ صلَّى َّ سو َل
َ َِّللا ُ أ َ َّن َر
َ سلَّ َم َوذَه
َب َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللاَّ سو ِل ُ َان ِإلَى َر ِ أ َ ْقبَ َل ث َ ََلثَةُ نَفَ ٍر فَأ َ ْقبَ َل اثْن ِإ ْذ
سلَّ َم فَأ َ َّما أ َ َحدُ ُه َما فَ َرأَى َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللاَّ سو ِل ُ احدٌ قَا َل فَ َوقَ َفا َعلَى َر ِ َو
ث فَأ َ ْد َب َرُ س خ َْلفَ ُه ْم َوأ َ َّما الثَّا ِلَ َس فِي َها َوأ َ َّما ْاْلخ َُر فَ َجل َ َفَ َجل فُ ْر َجةً فِي ْال َح ْلقَ ِة
سلَّ َم قَا َل أ َ ََل أ ُ ْخبِ ُر ُك ْم َعن النَّفَ ِر َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ َِّللا َّ سو ُل
ُ غ َر َ ذَا ِهبًا فَلَ َّما فَ َر
َّ َّللاُ َوأ َ َّما ْاْلخ َُر فَا ْست َ ْحيَا فَا ْست َ ْحيَا
َُّللا َّ َُّللاِ فَ َآواه َّ الث َّ ََلث َ ِة؟ أ َ َّما أ َ َحدُ ُه ْم فَ َآوى إِلَى
[3]َُّللاُ َع ْنهَّ ض َ ض فَأَع َْر َ ِم ْنهُ َوأ َ َّما ْاْلخ َُر فَأَع َْر
“Sesungguhnya pada suatu waktu Rasulullah sedang duduk di masjid kemudian datanglah
tiga orang, yang dua orang tadi menghadap Rasulullah. Adapun yang satunya melihat
tempat senggang dalam majelis itu, maka duduklah ia. Sedangkan orang kedua duduk di
belakangnya, sedangkan orang ketiga pergi dan berpaling. Setelah itu Rasulullah bersabda
“Maukah kalian aku beritahukan kepadamu yang tiga orang tersebut? Adapun orang
pertama adalah yang mencari keridhoan Allah, maka Allah ridho pula kepadanya, adapun
orang kedua malu kepada Allah maka Allah pun malu kepadanya. Sedang yang satunya lagi
ia berpaling (dari keridhoan Allah) maka Allah pun berpaling darinya.”
Hadits diatas menceritakan tentang keutamaan bermajelis ilmu dan motivasi orang yang
menuntut ilmu. Dalam hadits tersebut dikatakan, ada tiga jenis orang dalam menuntut ilmu.
Yang pertama, orang yang datang ke majelis ilmu dan mencari tempat senggang bahkan ia
selalu memiliki semangat untuk duduk di depan dekat dengan sumber ilmu
(Rasulullah/Guru). Adapun yang kedua adalah orang yang memilih tempat di belakang
kendati masih ada tempat senggang di depannya, ia tidak memiliki motivasi yang tinggi
dalam menuntut ilmu. Dan orang yang ketiga adalah orang yang meninggalkan majelis ilmu,
ia tidak memiliki motivasi dalam menuntut ilmu. Tentulah orang yang memiliki motivasi
besar akan disenangi sang guru bahkan guru akan menghargainya dan tak segan-segan
membagi ilmunya.
Begitulah cara Rasulullah dalam memotivasi para shahabat untuk memompa semangat
para shahabatnya untuk terus menuntut ilmu. Rasulullah pun menghargai orang yang
memiliki motivasi tinggi dalam belajar dan dalam hadits lain Rasulullah mensifati majelis
ilmu dengan riyadhul jannah. Motivasi anak didik untuk menerima pelajaran tentu berbeda-
beda, ada anak didik yang memiliki motivasi sangat tinggi, sedang, bahkan ada anak didik
yang tidak memiliki motivasi[4]. Hal ini perlu disadari oleh pendidik untuk memberikan
motivasi ekstrinsik untuk menumbuhkan semangat belajar pada anak didik.
Kita juga bisa menggunakan waktu kita dengan hal yang bermanfaat seperti belajar atau
menuntut ilmu. Realita yang tersebar di masyarakat luas kebanyakan hanya hadits menuntut
ilmu sampai ke negeri china, padahal dalam ribuan hadits Nabi saw ada banyak hadits-hadits
mengenai belajar. Hal ini dimaksudkan untuk selalu memotivasi umat Islam agar terus belajar
dan menikmati indahnya masa belajar. Dan motivasi yang ditinjau dari kacamata agama
Islam, lingkaran motivasi yang menunjukkan adanya upaya yang tak putus-putusnya tentang
usaha manusia untuk menghilangkan ketidakseimbangan atau kesulitan[5].
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab
III mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan pada Pasal 4 Ayat 3 yang
berbunyi:“Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”[6]. Fungsi dari belajar sepanjang hayat
disini adalah agar dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab.
Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena
menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut
performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri[7]. Unsur-unsur motivasi belajar ada di
dalam diri. Dalam kerangka pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan
rekayasa pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan persiapan mengajar, pelaksanaan
belajar-mengajar, maka guru menguatkan motivasi belajar siswa.
Sebaliknya dilihat dari segi emansipasi kemandirian siswa, motivasi belajar merupakan
segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis
dan kematangan psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah
misalnya, terpengaruh oleh alat-alat indra untuk mengucap kata-kata. Keberhasilan
mengucapkan kata-kata dari simbol pada huruf-huruf mendorong keinginan menyelesaikan
tugas baca[8]. Dengan membaca, ia akan memahami isi bacaan yang didalamnya terdapat
motivasi-motivasi yang dapat membangkitkan semangat dalam belajar. Oleh karena itu,
sebaiknya bacaan yang diberikan kepada anak-anak adalah bacaan yang selalu memberikan
motivasi untuk terus belajar.
Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap penuntut ilmu cukup dibutuhkan, Bahkan
begitu banyak hadits-hadits yang memberikan pemahaman tentang manfaat menuntut ilmu
dan perintah yang menganjurkan untuk belajar. Semua ungkapan dalam hadits-hadits
merupakan dalil-dalil yang dapat dijadikan pedoman dalam memotivasi setiap umat Islam
untuk terus menuntut ilmu[9].
Hadits yang menjadi pijakan kedua umat Islam bukan hanya dalam hal aqidah dan ibadah
saja melainkan menjadi dasar pijakan pendidikan Islam, namun sayangnya belum banyak
yang mengkaji hadits mengenai motivasi belajar. padahal orang yang menuntut ilmu dengan
sungguh-sungguh memiliki keutamaan dari beberapa sisi:
a. Ilmu adalah pusaka warisan Nabi
b. Ulama adalah pewaris para Nabi
c. Seorang alim akan dimintakan ampunan oleh makhluk penghuni langit dan bumi
d. Thalabul ‘ilmu merupakan jalan yang mengantarkan kepada surga[10]
e. Memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat
Namun, karena dunia telah dikuasai oleh pengetahuan modern yang penuh dengan IPTEK,
maka kesadaran umat Islam pun menurun dalam hal mengkaji hadits Nabi dan mereka lebih
memilih metode dan pemikiran serta berkiblat ke Barat. Padahal seharusnya umat Islam
bangga dengan dua pelita yang telah mereka miliki karena secara tidak langsung
sesungguhnya para ilmuwan Barat telah mengambil sedikit banyaknya pelajaran yang berasal
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Yang mana keduanya sangat mendorong umatnya untuk menjadi
umat pembelajar. Dengan belajar tekun, maka suatu bangsa atau kaum tidak akan tertindas
dan tertinggal dari bangsa atau kaum yang lainnya.
Dengan latar belakang yang telah penulis paparkan maka penulis ingin mengangkat tema
“Motivasi Belajar Dalam Perspektif Hadits”. Adapun alasan penulis memilih judul ini adalah:
a. Keinginan penulis dalam mengkaji hadits yang bersangkutan dengan belajar
b. Ingin memotivasi diri sendiri dan orang lain dalam belajar
c. Penulis bangga dengan agama Islam yang begitu memprioritaskan ilmu dibanding yang
lainnya.
d. Perhatian Rasulullah terhadap ilmu dan orang yang menuntut ilmu
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka disini dapat kita rumuskan
suatu rumusan masalah yaitu:
1. Apakah Rasulullah memiliki cara berbeda dalam hal memotivasi umatnya untuk selalu
belajar?
2. Bagaimana cara Nabi Muhammad Saw memompa semangat umat Islam dalam belajar
melalui Hadits yang keluar dari beliau?
3. Dari sisi mana Rasulullah memotivasi umatnya?
4. Adakah hubungannya dengan teori yang ada di Barat?
5. Dari sisi intrinsik dan ekstrinsik, manakah yang lebih baik didahulukan?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Dalam kamus bahasa Indonesia motivasi berarti dorongan, semangat, stimulus, dan
rangsangan. Maksudnya, motivasi adalah suatu daya yang menjadi pendorong seseorang
untuk bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan yang nyata dan
merupakan muara dari sebuah tindakan. Jika sebuah tindakan tidak memiliki satu tujuan,
tentu seseorang dapat dikatakan sebagai tidak memiliki motif untuk melakukan aktifitas-
aktifitas tertentu. Bahkan motif bisa dikatakan sebagai daya penggerak aktif dari sebuah
tindakan, terutama ketika seseorang berada dalam keadaan dimana dia memiliki kebutuhan
yang sangat mendesak.
Mc Donald sendiri menyatakan bahwa motivasi merupakan sebuah proses perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnyafeeling yang kemudian terumuskan
dalam satu rumusan tujuan yang setelah seseorang memberikan tanggapan atau sikap. Tiga
elemen penting motivasi sebagai sebuah proses perubahan energi dari Mc Donald ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi dalam sistem neuro
physiological yang ada pada organisme manusia. Dalam tahap ini, meski motivasi merupakan
“rahasia” dalam diri manusia, tetapi penampilannya bisa diidentifikasi dari sejumlah kegiatan
fisik manusia berupa perbuatan atau tingkah laku.
b. Motivasi ditandai dengan timbulnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. Ia bisa dijelaskan
dengan contoh: ketika seseorang menerima kabar bahwa ia harus pulang karena orangtuanya
meninggal, secara langsung yang bersangkutan memperlihatkan adanya feeling yang tidak
bisa dilihat dari ekspresi sedih wajahnya atau berupaya untuk menghilangkan rasa sedih itu.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Ia bisa dijelaskan dengan contoh seorang
mahasiswa memperoleh nilai tinggi, otomatis ia akan terangsang untuk belajar lebih giat
supaya tujuannya tercapai.
Dengan demikian, bagi Mc Donald motivasi merupakan respons terhadap sesuatu berupa
rasa atau feeling yang dibarengi dengan adanya tujuan tertentu yang teraplikasikan melalui
perbuatan dan tindakan[11].
Seberapapun perbedaan para ahli dalam mendefinisikan motivasi, namun dapat dipahami
bahwa motivasi merupakan akumulasi daya dan kekuatan yang ada dalam diri seseorang
untuk mendorong, merangsang, menggerakkan, membangkitkan dan memberi harapan pada
tingkah laku. Motivasi menjadi pengarah dan pembimbing tujuan hidup seseorang, sehingga
ia mampu mengatasi inferioritas yang benar-benar dirasakan dan mencapai superioritas yang
lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup seseorang maka makin tinggi pula intensitas tingkah
lakunya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif[12].
2. Macam-Macam Motivasi
Dalam Psikologi, motivasi bisa diartikan juga sebagai sesuatu yang menjadi pendorong
timbulnya tingkah laku. Pendorong timbulnya tingkah laku atau motivasi itu ada dua macam
yaitu Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik[13] dengan pengertian sebagai berikut:
a. Motivasi Intrinsik ialah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang
erat hubungannya dengan tujuan belajar dn tidak membutuhkan rangsangan dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu[14]. bisa dikatakan
bahwa motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu
sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia
senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan yang
lurus, ia berkeinginan untuk menjadi seorang yang berpengetahuan dan berpendidikan. Tanpa
belajar, ia tidak akan menjadi seorang yang berpengetahuan dan berkependidikan. Jadi,
semua itu timbul dari dalam diri siswa tersebut dengan tujuan secara essensial, bukan sekedar
simbol belaka.
Adapun motivasi intrinsik bisa kita lihat dari sisi berikut ini[15]:
1. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri
2. Harga diri
3. Harapan pribadi
4. Kebutuhan
5. Keinginan
6. Kepuasan kerja
7. Prestasi yang dihasilkan
b. Motivasi Ekstrinsik ialah motivasi yang datangnya dari luar individu, atau motivasi ini tidak
ada kaitannya dengan tujuan belajar yang menjadi perangsang dari luar, seperti: belajar
karena takut kepada guru, atau karena ingin lulus, ingin memperoleh nilai tinggi, yang
kesemuanya tidak berkaitan langsung dengan tujuan belajar yang dilaksanakan[16]. Motivasi
Ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imabalan dan hukuman.
Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang
baik.
Kendati demikian, bukan berarti motivasi ekstrinsik itu tidak baik dan tidak penting. Karena
dari segi psikologis, keadaan siswa bisa berubah-ubah, statis tidak dinamis. Oleh karena itu,
untuk memperkokoh dan menguatkan mereka ketika mereka goyah adalah dengan
memberikan asupan motivasi dari luar. Berikanlah motivasi kepada mereka dengan sesuatu
hal yang dapat menarik mereka untuk tetap belajar dan mempertahankan prestasi mereka atau
memperbaiki prestasi mereka, baik secara akademik maupun moral.
Adapun motivasi ekstrinsik bisa kita lihat dari sisi berikut ini[17]:
1. Jenis sifat pekerjaan
2. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
3. Organisasi tempat bekerja
4. Situasi lingkungan pada umumnya
5. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya
Sebagai contoh adalah seorang anak mempelajari sembahyang karena ingin tahu dan
terampil melaksanakannya (motivasi intrinsik). Sebaliknya kalau ia mempelajari karena ingin
dipuji atau takut akan dimarahi, maka dalam hal ini berlaku motivasi ekstrinsik[18].
Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik, kedua-duanya dapat menjadi
pendorong untuk belajar, namun tentunya agar aktifitas dalam belajarnya memberikan
kepuasan di akhir kegiatan belajarnya, maka sebaiknya motivasi yang mendorong siswa
untuk belajar adalah motivasi intrinsik.
4. Hambatan Motivasi
Hambatan-hambatan motivasi dapat ditinjau dari dua faktor, yaitu[20]:
a. Faktor internal, yaitu hambatan terhadap seseorang yang berasal dari dalam dirinya sendiri
seperti kesehatan, kondisi alat indera dan keadaan psikis seperti intelegensia, minat, motivasi,
kognitif dsb.
b. Faktor eksternal, yaitu hambatan yang datang dari luar dan biasanya berkaitan dengan latar
belakang seseorang seperti keadaan sosial (latar belakang keluarga, masyarakat, lingkungan),
keadaan nonsosial (suhu udara, pencahayaan, penggunaan teknologi, dsb).
Oleh karena itu, motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu
perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan. Sejalan dengan arti dan fungsi
motivasi tersebut dalam Agama Islam ada sejenis motivasi yang arti dan fungsinya sama
yaitu “niat”, seperti yang di kemukakan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits “Sesungguhnya
setiap amal itu tergantung dari niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesutau (balasan
perbuatan) sesuai dengan niatnya”.
Dengan demikian niat itu sama dengan motivasi akan mendorong orang untuk bekerja
atau melakukan suatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan selanjutnya
niat/motivasi itu pulalah yang akan menentukan pahala/balasan sebagai hasil
perbuatannya[21].
B. Belajar
Pendapat bahwa belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, ternyata bukan hanya berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama
sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu melakukan
kegiatan belajar. kendati tidak ada ajaran agama yang secara detail membahas tentang belajar,
namun setiap ajaran agama, baik secara implisit maupun eksplisit telah menyinggung bahwa
belajar adalah aktivitas yang dapat memberi kebaikan kepada manusia[22].
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa,
baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri[23].
Untuk lebih jelasnya, disini akan dibahas mengenai belajar dan segala aspeknya.
1. Pengertian belajar
Belajar merupakan istilah sederhana yang memiliki makna yang kompleks. Belajar
merupakan perubahan permanen dalam perilaku yang disebabkan karena pengalaman
(pengulangan, praktik, menuntut ilmu, atau observasi). Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa bayi telah menunjukkan berbagai kemampuan belajar antara lain pembiasaan,
pengondisian, belajar instrumental dan belajar sosial[24].
Menurut Gordon H. Boower dan Ernest R.Hilgard, sebagaimana dikutip oleh Netty Hartati
dkk, kata belajar dalam pengertian kata sifat “mempelajari” berarti memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman dan mempersepsikan secara langsung dengan indera. Banyak ahli
Psikologi yang mengemukakan pandangan mereka mengenai pengertian belajar,
diantaranya[25] :
a. Menurut Hilgard
Learning is the process by wich an activity originated or is changed through training
procedures (wether in the laboratory of in the natural environment) a distinguished from
change by factors not attributable to training
b. Menurut Harold Spears
Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow
direction
Dapat disimpulkan beberapa hal penting dari beberapa ahli yang berkaitan dengan
pengertian belajar sebagai berikut:
a. Belajar adalah proses tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.
b. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu berupa memperoleh perilaku yang baru atau
memperbaiki/meningkatkan perilaku yang sudah ada.
c. Perubahan tingkah laku yang ditimbulkan oleh belajar dapat berupa perilaku baik maupun
buruk.
d. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar itu terjadi melalui usaha mendengar, membaca,
mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih dan mencoba
sendiri atau berarti dengan pengalaman atau latihan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kematangan fisik itu bukan perilaku belajar.
e. Perubahan tingkah karena hasil belajar bersifat relatif menetap bukan sementara.
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah perilaku. Pada saat orang belajar, maka
responsnya kembali menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya
menurun. Dalam belajar ditemukan hal berikut :
a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons si pembelajar.
b. Respons si pembelajar.
c. Konsekwensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.
Sedangkan dalam perspektif Islam makna belajar bukan hanya sekedar upaya perubahan
perilaku. Konsep belajar dalam Islam merupakan konsep belajar yang ideal, karena sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan belajar dalam Islam bukanlah mencari rezeki di dunia
ini semata, tetapi untuk sampai kepada hakikat, memperkuat akhlak, artinya mencari atau
mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang sempurna[26].
2. Prinsip Belajar
Untuk memperoleh pengertian belajar lebih jauh, Akyas Azhari dalam Bukunya Psikologi
Umum dan Perkembangan menyebutkan prinsip-prinsip belajar, antara lain:
a. Belajar sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku
b. Hasil belajar ditandai dengan perubahan seluruh aspek tingkah laku
c. Belajar merupakan suatu proses
d. Proses belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan yang akan dicapai
e. Belajar merupakan bentuk pengalaman
3. Teori Belajar
Dalam buku karya Ahmad Tafsir yang berjudul Metodologi Pengajaran Agama Islam
dituliskan beberapa teori yang banyak mendasari metode-metode pengajaran pada zaman
modern ini[27].
a. Teori belajar Thorndike. Yang memandang sebagai suatu usaha memecahkan problem.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ia memperoleh tiga buah hukum dalam
belajar,yaitu law of effect, law of exercise, dan law of readiness(Ametembun, 1973: 17-18)
Law of effect menyatakan bahwa tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat
hubungan stimulus dan respons. Secara umum Law of Effect berbunyi: sesuatu yang
menimbulkan efek yang mengenakkan akan cenderung diulang dan sebaliknya. Kalau
demikian, maka hadiah dan hukuman dalam proses belajar mengajar dalam ukuran yang tepat
dan wajar maka bermanfaat bagi keberhasilan pendidikan.
Law of Exercise menyatakan bahwa respons terhadap stimulus dapat diperkuat dengan
seringnya respons itu dipergunakan. Hal ini menghasilkan implikasi bahwa praktik,
khususnya pengulangan dalam pengajaran adalah penting dilakukan.
Law of Readiness mengajarkan bahwa dalam memberikan respons subjek harus siap dan
disiapkan. Hukum ini menyangkut syarat kematangan dalam pengajaran, baik kematangan
fisik maupun mental dan intelek.
b. Teori belajar B.F. Skinner. Teorinya adalah: Belajar yang baik ialah bila pelajar memperoleh
sukses dan sukses itu membawa murid pada kondisi seperti itu. Pada proses pengajaran
seperti ini murid-murid akan aktif belajar dan guru bertindak sebagai pembimbing belajar
langkah demi langkah, yaitu dari frame satu ke frame selanjutnya, sampai terbentuk pola
tingkah laku sebagaimana dikehendaki tujuan pengajaran. Dari konsep inilah dikembangkan
metode pengajaran berprogram.
Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah
faktor minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuan kognitif seperti kemampuan
persepsi, ingatan, berfikir, dan kemampuan dasar pengetahuan yang dimiliki siswa[28].
C. Hadits
1. Pengertian Hadits
Hadits dari akar kata حدثmemiliki beberapa makna, diantaranya[29]:
a. = الجدّةbaru. Makna etimologi ini mempunyai konteks teologis, bahwa segala kalam selain
Allah bersifat hadits (baru), sedangkan kalam Allah itu bersifat qadim (terdahulu).
b. ي ّ = الطرlunak, lembut dan baru. Ibnu Faris mengatakan bahwa hadits dari kata ini
karena berita atau kalam itu datang secara silih berganti bagaikan perkembangan usia yang
silih berganti dari masa ke masa.
c. = الخبر و الكَلمberita, pembicaraan dan perkataan. Oleh karena itu ungkapan pemberitaan
hadits yang diungkapkan oleh para perawi yang menyampaikan periwayatan jika bersambung
sanadnya selalu menggunakan ungkapan = حدّثناmemberitakan kepada kami.
Sedangkan menurut Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir, kata hadits memiliki beberapa
makna:
a. Baru (jadid), lawan dari terdahulu (qadim)
b. Dekat (qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan kata jauh (ba’id)
c. Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lainnya. Hadits yang bermakna khabar itu dihubungkan dengan kata tahdits yang
berarti riwayat, ikhbar (mengabarkan)[30]
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qathan, Hadits menurut bahasa artinya baru.Hadits juga –
secara bahasa- berarti “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan
banyak”. Bentuk jamaknya adalah ahadits. Adapun firman Allah swt,
bÎ)óO©9 öNÏdÌ•»rO#uä #’n?tã y7|¡øÿ¯R ÓìÏ‚»t/ y7¯=yèn=sù
ÇÏÈ $¸ÿy™r& Ï]ƒÏ‰yÛø9$# #x‹»ygÎ/ (#qãZÏB÷sãƒ
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena berselisih hati sesudah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini” (Al-Kahfi:6).
Sedangkan hadits dalam istilah ahli Hadits, adalah khabar yang berisi ucapan, perbuatan,
kelakuan, sifat atau kebenaran, yang orang katakan dari Nabi[31].
Contoh penetapan (taqrir) Nabi adalah sikap diam beliau dan tidak mengingkari terhadap
suatu perbuatan. Atau persetujuan beliau terhadapnya. Misalnya: Diriwayatkan dari Abu
Sa’id Al-Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Ada dua orang yang sedang musafir,
ketika datang waktu sholat tidak mendapatkan air, sehingga keduanya bertayammum dengan
debu dan bersih lalu mendirikan sholat. Kemudian keduanya mendapati air, yang satu
mengulang wudhu dan sholat sedangkan yang satu lagi tidak mengulang sholat. Keduanya
lalu menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang
yang tidak mengulang, beliau bersabda,
“Engkau sudah benar sesuai sunnah, dan sudah cukup dengan shalatmu”
Dan kepada orang yang mengulang shalatnya Rasulullah bersabda,
“Bagimu pahala dua kali lipat”
Ulama hadits membuat tiga term bagian hadits, yaitu:
a. Hadits Shahih. Yaitu hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya melalui periwayatan
perawi tsiqat dari perawi (lain) yang tsiqat pula, sejak awal sampai akhir sanad
tanpa syudzudzdan tanpa ‘illat.
b. Hadits Hasan. Yaitu hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh
perawi adil yang lebih rendah kedhabitannya tanpa syadz dan tanpa ‘illat.
c. Hadits Dhaif. Yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat bisa diterima. Mayoritas
ulama menyatakan bahwa hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-
syarat shahihataupun syarat-syarat hasan.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis akan mengambil hadits-hadits yang shahih dan hasan
yang diriwayatkan oleh Bukhary dalam Shahihnya, Muslim dalam Shahihnya, Tirmidzi
dalam Jami’ nya, dan Abu Daud dalam Sunannya. karena dua kualitas ini yang biasa
dijadikan pegangan yang kuat oleh kaum Muslim, baik dari segi matan maupun sanad. Selain
itu, di kalangan ulama hadits shahih dan hasan lebih terpercaya berasal dari Nabi Muhammad
secara langsung. Sehingga kebenarannya dapat dibuktikan.
Adapun jika ada hadits Dha’if, maka merujuk kepada pendapat ulama yang
memperbolehkan menggunakan hadits dhaif yang hanya sebagai fadhail a’mal saja. Dan
bahwa Hadits Dha’if boleh digunakan kecuali dalam hal aqidah dan syari’at.
D. Prosedur Penelitian
Dalam suatu penelitian yang baik, terlebih dahulu sang peneliti merancang apa
yang akan diteliti sehingga ketika ia telah berada di tengah perjalanan penelitiannya
mendapat suatu kesulitan, maka ia bisa merujuk kepada prosedur penelitian yang ia rancang
sehingga penelitian yang dilakukan menjadi sistematis. Oleh karena itu, penulis juga akan
menggunakan prosedur teknik penelitian dalam skripsi ini. Adapun teknik atau metode
penelitian yang akan penulis lakukan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data
Setiap penelitian memerlukan data karena data merupakan sumber informasi yang
memberikan gambaran utama tentang ada-tidaknya masalah yang akan diteliti[39]. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif bisa menggunakan wawancara, observasi, dan
metode library research (studi kepustakaan). Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan penelitian kualitatif dengan metodelibrary research yaitu penelitian yang
dilakukan dengan teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisa dari sumber kepustakaan
meliputi kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas yaitu
hadits tentang motivasi belajar. Untuk itu, yang pertama kali penulis lakukan adalah dengan
mencari hadits tentang belajar menggunakan Mu’jam al Mufahras li Alfâhzh Hadits An
Nabawî, kemudian mengambil akar kata (keyword) yang paling substansif yang terdapat
dalam hadits yang berkaitan dengan motivasi belajar, yaitu kata ‘ilm, ‘alim, ‘ulama, khair,
Sabil, dan Sa’ala yang berarti pengetahuan, orang yang berpengetahuan, kebaikan, jalan, dan
bertanya yang akan banyak ditemui di dalam kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Abû
Dawûd, dan Jami’ At-Tirmidzî. Setelah itu, kita dapat memilih beberapa hadits yang lebih
dekat kepada tema motivasi belajar. langkah selanjutnya adalah menganalisis hadits sehingga
ada gambaran perspektif hadits yang berkaitan dengan motivasi belajar.
Selanjutnya, yang menjadi sumber data dalam penelitian skripsi ini adalah:
a. Data primer, yaitu buku-buku dan materi pustaka lainnya yang memberi porsi besar dan
utama dalam membahas hadits yang memotivasi umat Islam untuk belajar seperti kitab induk
Hadits Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Abû Dawûd, dan Jami’ At-Tirmidzî, dan kitab
Ulumul hadits seperti KitabTadrib Ar-Rawi, dll.
b. Data skunder, yaitu sejumlah data berupa kitab-kitab atau buku-buku lain yang sedikit atau
banyaknya memuat informasi tentang motivasi belajar seperti buku-buku atau jurnal tentang
Psikolog, belajar, motivasi, buku-buku keislaman dan lain-lain.
2. Pengolahan data. Yaitu penyeleksian hadits. Pada tahapan ini penulis hanya akan memilih
hadits yang berkaitan dengan tema skripsi yang akan dibahas. Dari empat kitab primer
ini, penulis menemukan banyak hadts yang berkaitan dengan ilm dan ‘âlim, ‘ulama, khair,
Sabil, dan Sa’ala hanya di tiga kitab primer yaitu Shahih Al-Bukhary, Sunan Abi Dawud,
dan Jami’ At-Tirmidzi. Namun penulis hanya mengambil beberapa hadits yang dipandang
paling cocok dengan tema motivasi belajar.
3. Teknik Pembahasan
Penelitian ini berupa study analisis, yaitu study yang objek kajiannya berupa teks yang dalam
hal ini adalah hadits-hadits Nabi Saw yang berkaitan dengan motivasi belajar. Beberapa tahap
analisis yang dilakukan penulis yaitu menerjemahkan teks hadits dari bahasa Arab ke Bahasa
Indonesia, kemudian menjelaskan hadits melalui syarh ulama dengan tetap berpegang teguh
pada bahasan yang dituju. Lalu menganalisanya secara proporsional sehingga nampak jelas
rincian jawaban yang berhubungan dengan pokok masalahnya.
BAB IV
HADITS-HADITS MENGENAI MOTIVASI BELAJAR
Setelah pembahasan materi motivasi dan metode penelitian pada bab sebelumnya,
sekarang kita beranjak ke Bab IV (empat) yang tepatnya akan dibahas mengenai hadits-hadits
yang bersangkutan dengan motivasi belajar. Dalam Bab ini akan dipaparkan secara luas
mengenai hadits-hadits Nabi Saw mengenai motivasi belajar serta penjelasam dari makna
hadits itu sendiri yang diambil dari beberapa tokoh.Dan tidak lupa pula dicantumkan analisis
penulis didalamnya. Dengan begitu, pembahasan dalam Bab ini menjadi penjelas pada judul
utama Skripsi ini.
Berdasarkan penelusuran peneliti dalam empat Kitab Induk Hadits yaituShahih Bukhari,
Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, dan Jami’ At-Tirmidzi, penulis menemukan beberapa
hadits tentang motivasi belajar dari segi Ekstrinsik dan Intrinsik yang akan dipaparkan lebih
detail. Namun penulis tidak menemukan satu hadits pun yang cocok yang berhubungan
dengan motivasi belajar di dalam kitab Shahih Muslim, dikarenakan di dalam Kitab Shahih
Muslim pada Bab Al-Ilm menjelaskan mengenai kebodohan dan akibat-akibatnya. Sehingga
penulis memberikan kesimpulan tiada hadits yang dapat memberikan motivasi kepada kita
untuk terus belajar baik dari segi Ekstrinsik maupun Intrinsik.
Selanjutnya, penulis ingin memaparkan hadits yang dapat memicu kita untuk terus belajar
disertai analisis penulis didalamnya, sehingga titik pembahasan dari judul Skripsi ini
diketahui secara jelas. Untuk lebih jelasnya, mari kita baca dan simak baik-baik. Semoga
“perkataan” Rasulullah kepada kita melalui haditsnya dapat terus menambah motivasi belajar
kita tanpa kenal usia dan waktu. Utamanya, dengan niat yang lurus demi
tegaknya kalimatullah di atas bumi ini.
b) Pemahaman Hadits
Siapa yang mencari suatu jalan, baik melalui hati atau inderanya untuk mencari ilmu
agama baik sedikit ataupun banyak dengan memasang niat baik dan mengharap kemanfaatan
darinya, maka Allah akan mempermudah jalannya menuju ke surga. Dalam hal ini dianjurkan
pula untuk merantau dalam menggapai ilmu.
Seperti halnya Nabi Musa ‘Alaihissalam yang mencari Nabi Khidir‘Alaihissalam dan ia
berkata sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 66 “Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"[41]. Nabi Musa adalah Nabi yang
sangat pandai, dan tidak ada yang menandingi kepintarannya. Namun, ketika Allah
memberitahunya bahwa ada seseorang yang lebih pintar dari Nabi Musa, maka ia
sangat ingin mengetahui kepintaran orang itu dengan maksud berguru kepadanya.
Rasulullah saw diutus oleh Allah Swt untuk memberikan petunjuk kepada manusia ke
jalan yang baik dan benar. Jalan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat, jalan selamat dunia
dan jalan kehormatan dunia akhirat. Untuk mencapai hal tersebut ilmu sebagai kuncinya
harus dikuasai. Beliau selalu memberikan motivasi menuntut ilmu, menjadi ulama dan
pewaris para Nabi. Hadits memberikan motivasi bagi mereka yang menuntut, memiliki, dan
menyebarkannya. Ada beberapa motivasi bagi penuntut ilmu atau ‘alim yang disebutkan
dalam hadits sebagai berikut :
1. Dimudahkan jalan ke Surga, sebagaimana sabda beliau:
ط ِريقًا يَ ْبت َ ِغي فِي ِه ِع ْل ًما
َ سلَ َك
َ َم ْن
“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu”
Maksudnya barang siapa yang menempuh suatu jalan, berjalan atau masuk menuju tujuan
mencari suatu jalan, baik ilmu sedikit atau banyak, ilmu agama maupun ilmu umum. Al-
Thiby menjelaskan kata thariqon dan ‘ilma bersifat mutlak mencakup segala jenisnya, ia
berbentuk isim nakirah (kata benda yang bersifat umum). Thariqon diartikan suatu jalan,
menempuh suatu jalan baik dekat maupun jauh, keluar dari rumah maupun dari kampung
halamannya, keluar dari kota atau dari negerinya.
Demikian juga kata ilmu bersifat mutlak bagi ilmu agama maupun ilmu umum, sedikit
ataupun banyak. Terutama ilmu syara’ yang menyangkut kewajiban terhadap Tuhan dan
sesama makhluk atau menyangkut wajib secara kifayah atau dicintaisyara’. Ilmu umum
sebagai washilah atau pedukung ilmu agama pada umumnya yang bersifat fardhu
kifayah seperti Matematika, Biologi, IPA. Tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan umum
yang membedakan hanya secara fungsional dan hukumnya saja. Sebagai jawabannya:
ط ِريقًا إِلَى ْال َجنَّ ِة
َ َّللاُ بِ ِه
َّ سلَ َك
َ
“Maka Allah memudahkan jalannya menuju surga”
Maknanya, Allah memudahkan sebab ilmu itu jalan ke surga atau jadikan ia menempuh jalan
ke surga atau diberi pertolongan menempuh jalan ke surga. Makna kata salaka yang kedua
berbeda dengan yang pertama. Salaka pertama diartikan menempuh, keluar dan pergi
sedang salaka yang kedua diartikan memudahkan, ditolong dan dijadikan penempuh. Makna
jalan ke surga adalah amal shaleh. Ilmu yang dicari itu diamalkan sebagai manifestasinya
adalah amal shaleh yang menjadi tiket persyaratan masuk surga. Makna thariq kedua berbeda
dengan yang pertama, thariq yang kedua diartikan jalan amak saleh
sedangkan thariq pertama diartikan tempat atau majelis ilmu baik dekat maupun jauh.
Hadits diatas memberikan motivasi orang yang berupaya menuntut ilmu baik ilmu agama
maupun ilmu umum dimudahkan jalannya masuk surga yakni diberikan pertolongan jalan
masuk surga, dengan cara mengamalkan ilmunya itu dalam bentuk amal saleh. Kedua ilmu
agama dan umum bisa dijadikan jalan masuk surga.
2. Dihormati para malaikat
Dalam garis besarnya ada dua makna yakni makna majas (metafora) dan makna hakikat.
Makna majasnya, malaikat hormat dan merendah terhadap penuntut ilmu sedangkan makna
hakikatnya, para malaikat menghamparkan sayapnya untuk diinjak atau diduduki para
penuntut ilmu, karena ridha terhadapnya.
3. Dimohonkan pengampunan makhluk di langit dan di bumi
Semua makhluk di langit dan di bumi, di daratan dan di lautan semuanya memohonkan
ampunan kepada orang lain. Al-Thibiy mengatakan, bahwa orang ‘alim disini adalah
orang ‘alim yangistiqomah, artinya yang konsisten pada ilmunya yakni mengamalkan
ilmunya itu. Penyebutan ikan di laut menolak dugaan bahwa makhluk di bumi jangan di duga
hanya di daratan, akan tetapi meliputi binatang darat dan laut.
Al-Khathaby berkata “Allah swt mentaqdirkan ikan dan binatang-binatang lain mendapatkan
berbagai manfaat, maslahat dan rezeki melalui ilmunya para ulama. Merekalah yang
menjelaskan hukum halal dan haram, memberikan petunjuk pintu maslahat, dan berpesan
berbuat baik kepada binatang serta tidak berbuat aniaya kepadanya. Lalu Allah memberi
ilham kepada binatang-binatang itu agar memohonkan doa dan pengampunan untuk ulama
sebagai balas budi atas kebaikan dan kasih sayangnya. Allah berfirman dalam surat Al-Isra:
14
َ ُش ْيءٍ إِ ََّل ي
سبِّ ُح بِ َح ْم ِد ِه َولَ ِك ْن ُ س ْب ُع َو ْاْل َ ْر
َ ض َو َم ْن فِي ِه َّن َوإِ ْن ِم ْن َّ س َم َواتُ ال َّ س ِبّ ُح لَهُ ال
َ ُت
ً ََُل ت َ ْفقَ ُهونَ ت َ ْسبِي َح ُه ْم ِإنَّهُ َكانَ َح ِلي ًما َغف
ورا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak
ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”
4. Sebagai penerang
Kedudukan orang ‘alim lebih utama dibandingkan dengan ahli ibadah. Maksud
orang ‘alim disini adalah orang yang disibukkan dengan ilmunya untuk mengajar dan
menyebarkannya setelah mengamalkanya, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Adapun
orang ahli ibadah adalah orang yang disibukkan dengan ibadah, seluruh waktunya di isi
dengan ibadah sunnah sekalipun dia mengetahui hal-hal yang menyebabkan keabsahannya.
Perbandingan keutamaan keduanya bagaikan perbandingan antara cahaya bulan purnama dan
cahaya bintang-bintang di langit. Al-Qadhy berkata : persamaan antara orang ‘alim dan
bulan purnama, dan orang ‘abid dengan bintang, kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidak
menjalar terhadap orang lain sedangkan cahaya orang ‘alim menjalar kepada orang lain.
5. Pewaris para Nabi
Ulama adalah pewaris para Nabi di dalam menyampaikan ilmu dan menghukumi diantara
manusia dengan ilmu, bukan di dalam membuat syariat[42]. Ulama sebagaimana disebutkan
diatas adalah orang yang mengerti berbagai problema masyarakatnya dan pengertian mereka
tidak terbatas fokus pada hukum-hukum agama, tetapi juga mencakup seluruh problema
kehidupan. Mereka bahkan mampu memimpin bangsa untuk mengangkat senjata di hadapan
penjajah. Mereka dapat menjalin hubungan dengan semua lapisan masyarakat atas dasar
“pikiran” dan “rasa” yang mendalam.
Dinar dan dirham cerminan harta benda, artinya para Nabi tidak mewariskan harta atau benda
sedikitpun, mereka hanya mewariskan ilmu. Ilmu yang diwariskan para nabi banyak sekali
tetapi semuanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menunjukkan
keesaan Allah, dan untuk mempertebalk keimanan kepadaNya.
6. Ilmu bagian yang banyak
Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu berarti mengambil bagian yang banyak, tidak
seperti warisan harta benda yang lenyap kemudian. Ilmu sebagai kunci kesuksesan dunia dan
akhirat, seorang yang ingin memperoleh kebahagiaan dunia, harus disertai ilmu, seseorang
yang ingin mendapatkan kebahagiaan akhirat harus disertai ilmu juga. Seseorang yang
mendapatkan warisan ilmu akan dapat memperoleh segala kebahagiaan tersebut, tetapi
seseorang yang hanya mendapatkan warisan harta benda saja tanpa disertai warisa ilmu, harta
tidak akan membahagiakan[43].
Dengan anjuran dan dorongan belajar dalam hadits ini, maka dapat disimpulkan bahwa
hadits ini mengandung motivasi belajar dari segi ekstrinsik yaitu motivasi yang didapat dari
luar seperti ingin masuk surga dihormati malaikat dan lain-lain yang tujuannya untuk
menguatkan motif yang melatarbelakangi perbuatan itu. Rasulullah memotivasi kita untuk
belajar, karena belajar merupakan salah satu jalan untuk menggapai surga. Sehingga kita
termotivasi untuk tetap belajar.
b) Pemahaman Hadits
Hadits yang bersifat motivasi ekstrinsik ini membimbing kepada umat agar mempunyi
tujuan yang ikhlas dalam mencari ilmu yakni mencari ridha Allah bukan mencari selain
Allah. Ikhlas dalam arti yang sederhana adalah bersih dari niat yang tidak baik, bersih hanya
karena Allah.
Al-Zarnujiy memberi bimbingan bahwa mencari ilmu hendaknya tulus yakni memperoleh
ridha Allah, menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari umat manusia, menghidupkan
agama Allah, sebab ilmu inilah agama menjadi hidup.[45]
Hadits ini menerangkan bahwa kita tidak boleh belajar karena ingin mencari kehidupan
dunia. Kita harus belajar yang diniatkan karena Allah dan meninggikan agama Allah serta
menghidupkan sunnah Rasulullah Saw. Karena jika kita telah memilki niat yang lurus, maka
kehidupan dunia pun akan berkah kita dapatkan.
Rasulullah memperingatkan kita untuk memiliki suatu niat yang suci dalam menuntut ilmu
yaitu karena Allah. Allah selalu berada dekat orang-orang yang hatinya merasa dekat
denganNya, dan ia pun akan jauh dari orang-orang yang hatinya jauh dariNya. Jika kita sudah
merasakan hati kita dekat Allah, maka segala kesulitan dunia dapat kita hadapi dengan lapang
dada terutama kesulitan belajar. Belajar karena Allah akan membuat hati kita tenang.
Orang yang menuntut ilmu dengan niat untuk mendapatkan dunia, maka dia tidak akan
mendapatkan wanginya surga, padahal surga telah tercium baunya dalam jarak yang jauh. Ini
berarti secara tidak langsung Allah mengharamkannya untuk masuk ke surga-Nya. Dan tentu
ia akan memiliki derajat sangat rendah, karena kenikmatan dunia tersebut tidak ada nilainya
sama sekali dibanding kenikmatan akhirat. Untuk itu, berhati-hatilah kita dari melencengnya
niat dalam menuntut ilmu.
Al-Ghazali berpendapat bahwa maksud dan tujuan pendidikan Islam adalah mendekatkan
diri kepada Allah bukan mencari pangkat dan kebanggaan. Pelajar tidak berniat mencari
jabatan, harta dan pangkat dan tidak ada niat ingin berdebat dengan orang awam dan
mengalahkan lawan. Mencari ilmu yang seharusnya berniat untuk mencari ridha Allah adalah
ilmu syara’ yang berkaitan dengan kewajiban secara langusng terhadap tuhannya dan sesama
makhluk.
Hendaklah seseorang yang menuntut ilmu memiliki sikap ikhlas dalam menuntut ilmu dan
mempunyai niat mencari ridha Allah, segala sesuatu yang yang diberikan sebagai
penyemangat belajar namun jangan melunturkan keikhlasan kita dalam menuntut ilmu[46].
Sesuai dengan hadits diatas, Rasulullah berusaha memberikan motivasi kita dari segi
ekstrinsik, yaitu yang berhubungan dengan penyemangat dari luar diri individu bahwa orang
yang mencari ilmu semata-mata karena Allah bukan karena yang lain maka ia akan
dipersilahkan untuk memasuki surga, bukan wanginya lagi. Orang yang memiliki niat ikhlas
menuntut ilmu karena ingin menegakkan agama Allah, ia akan senantiasa dilindungi dari
segala marabahaya dan akan selalu dekat hatinya kepada Allah sehingga apa yang ia lakukan
selalu berada di jalan yang di ridhoi Allah.
Dalam kitab Tadrib Ar-Rawi karya As-Suyuthi Rahimahullahdisebutkan bahwa seorang
penuntut ilmu harus memiliki keikhlasan dalam hatinya dan menjauhkan diri dari tujuan yang
bersifat duniawi. Serta senantiasa memohon perlindungan dan kemudahan kepada Allah
dengan dihiasi akhlak yang mulia, tidak luput pula sebagai seorang penuntut ilmu yang
muslim/muslimah hendaklah mengisi setiap waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
Tidak diisi dengan hal-hal yang tak berguna.
b) Pemahaman Hadits
Muawiyah dalam hadits ini adalah Muawiyah bin Abi Sufyan. Hadits ini mengandung tiga
pelajaran penting, yaitu :
1. Keutamaan mendalami agama
2. Pada hakikatnya yang memberi segala sesuatu adalah Allah
3. Akan selalu ada sebagian orang yang tetap berpegang teguh kepada kebenaran (agama Islam)
Pelajaran pertama adalah berkaitan dengan bab “ilmu” dan pelajaran kedua berkaitan
dengan permasalahan shadaqah, oleh karena itu Imam Muslim meriwayatkan hadits tersebut
dalam bab “zakat”, yaitu bab “khumus” (seperlima dari rampasan perang). Sedangkan
pelajaran ketiga berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat, maka imam Bukhari
meletakkannya dalam bab “I’tisham” (berpegang teguh kepada agama), karena hal itu
mengisyaratkan bahwa seorang mujahid akan tetap ada sepanjang masa.
Adapun yang dimaksud “Amrullah” disini adalah angin yang mencabut jiwa setiap orang
yang beriman dan membiarkan orang-orang jahat tetap hidup sehingga mereka akan
menyaksikan dahsyatnya hari kiamat.
Ketiga, hadits diatas sangat berkaitan dengan bab “ilmu”, karena hadits tersebut
menjelaskan bahwa orang yang mendalami agama Allah akan selalu mendapatkan kebaikan,
dan hal ini tidak hanya dapat dicapai oleh manusia dengan usaha saja, tetapi dapat dicapai
juga oleh orang yang hatinya telah dibukakan oleh Allah, dan orang semacam itu akan tetap
ada sampai hari kiamat nanti. Imam Al-Bukhari berpendapat bahwa orang-orang tersebut
adalah para ulama hadits. Imam Ahmad bin Hambal berkata “jika bukan ulama hadits, maka
saya tidak tahu siapa selain mereka”.
Al-Qadhi Iyadh berkata, “Yang dimaksud oleh Imam Ahmad adalah ahlu Sunnah wal
Jama’ah dan orang-orang yang mengikuti jejak para ulama hadits. Dalam hal ini, Imam
Ahmad berpendapat bahwa kelompok tersebut adalah kelompok kaum mukminin yang terdiri
dari orang-orang yang menjalankan perintah Allah sperti para mujahid, ahli fiqih, ahli hadits
orang yang zuhud, orang yang melakukan amat ma’ruf nahi munkar dan kebaikan-kebaikan
lainnya”.
Maksud “yufaqqihhu” adalah Allah akan menjanjikannya sebagai orang yang memahami
agama –seperti yang telah dijelaskan. Penggunaan “khairon (kebaikan)” menggunakan
bentuk nakiroh yang menunjukkan arti yang lebih umum, yaitu mencakup kebaikan yang
sedikit maupun yang banyak. Dari hadits ini dapat difahami secara implisit, bahwa orang
yang tidak mendalami agama atau atau tidak mempelajari dasar-dasar dan masalah-
masalah furu’iyah (cabang) dalam Islam, maka ia tidak akan mendapatkan kebaikan[48].
Hadits diatas juga memberikan motivasi agar orang Islam memahami ajaran agamanya.
Orang yang baik adalah orang yang paham agamanya. Orang yang tidak paham ajaran
agamanya berarti terhalang kebaikan. kata khairan disini berbentuk nakiroh (bersifat umum)
menunjuk sedikit atau banyak dan menunjuk keagungannya. Bagaimana pun orang yang
paham dan mengerti lebih baik daripada orang yang tidak paham atau tidak mengerti dan
kebaikan inilah yang menjadi target agama dan menjadi target pendidikan. Mafhumnya orang
yang tidak paham agama terhalang kebaikan. tujuan orang beragama adalah ingin mencapai
kebaikan atau kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesuai firman Allah dalam surat At-taubah ayat
122:
َ َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا َكافَّةً فَلَ ْو ََل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم
طائِفَةٌ ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي
َِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم َي ْحذَ ُرون
ِ ّالد
“Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Ilmu agama dan kebakan harus diusahakan melalui proses pembelajaran di samping
pemberian Allah Swt. Dengan demikian, setiap anak didik harus selalu berusaha memahami
ajaran agama itu. Memahami agama dalam bahasa hadits tersebut menggunakan kata
“yufaqqihhu fid-diin”
Hadits diatas juga menunjukkan bahwa seseorang tidak disebut faqihmelainkan apabila ia
mengamalkan apa yang diketahuinya. Jika keadaannya demikian, maka barulah sah bila
dikatakan tentangnya (Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah). Adapun orang yang
mengetahui, tapi dia tidak mengamalkan ilmunya, maka dia akan menerima celaan dan
ancaman sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 44 berikut ini:
َ َ س ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم تَتْلُونَ ْال ِكت
َاب أَفَ ََل ت َ ْع ِقلُون َ َّأَتَأ ْ ُم ُرونَ الن
َ اس ِب ْال ِب ِ ّر َوت َ ْن
َ ُس ْونَ أ َ ْنف
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir?”
Tidak akan berkumpul antara kebencian dan kehendak baik, maka dari situ dapat diketahui
bahwa tafaqquh fid-din (kefahaman tentang agama) adalah ilmu dan amal sekaligus. Ibnu
Qayyim berkata “Dan siapa yang dipahamkan Allah dalam urusan agamanya, maka Dia
menghendaki kebaikan atasnya. Yakni apabila dia dikehendaki memahami ilmu yang
mengharuskan amal. Adapun jika yang dikehendaki padanya cuma sekedar ilmu, maka itu
tidak menunjukkan bahwa siapa yang memahami urusan agama berarti telah dikehendaki
baik atasnya”[49]
Rasulullah mengatakan bahwa ia hanya sebagai “pembagi ilmu” kepada seluruh manusia,
Allah sebagai penghendak segala sesuatu di dunia ini. Namun, walaw Allah sebagai penguasa
di dunia ini, bukan berarti manusia berhenti dan tidak berusaha. Untuk mendapatkan hidayah
Allah, kita wajib untuk berusaha mengejar hidayahNya. Ketika Allah melihat usaha kita
dengan sungguh-sungguh maka bisa saja ia berkehendak menjadikan kita sebagai orang baik
yang selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam[50].
Islam sangat menganjurkan belajar, hadits ini adalah salah satu pemompa semangat kita
dalam belajar. jika kita terus belajar dan berusaha dengan sungguh-sungguh, Allah pun tidak
buta dengan usaha kita, lambat laun Ia akan menjadikan kita faham akan segala ilmuNya.
Oleh karena itu hadits ini termasuk ke dalam jenis hadits yang memotivasi belajar dari segi
Ekstrinsik.
b) Pemahaman Hadits
Maksud dari hadits ini adalah orang yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh maka
akan dihapuskan dosa-dosanya yang sebelumnya. Karena orang yang menuntut ilmu telah
menghapuskan kebodohannya dengan apa yang ia pelajari. Dari yang sebelumnya ia
melakukan kejelekan yang mengakibatkan dosa, setelah ia belajar ia akan tahu kesalahannya
dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Penuntut ilmu berusaha bersikap dan berperilaku
sebaik mungkin sehingga kebaikannnya akan menghapus dosa-dosanya.
Orang yang menuntut ilmu Syara’ akan diampunkan oleh Allah atas dosa-dosanya yang
terdahulu. Dalam hal ini bukan semua dosa akan diampuni melainkan hanya dosa-dosa kecil,
adapun dosa seperti membunuh orang lain yang tidak halal, berzina dan lain-lain akan tetap
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bisa dikatakan juga bahwa seorang penuntut ilmu
sebagai wasilah/perantara untuk menutupi dan menghapus segala dosanya, begitulah yang
dilansir dari pengarang kitab Jami’ At-Tirmidzi.
Hidup di dunia memang sementara dan hanya sekali. Oleh karena itu, manusia harus
menggunakannya dengan sebaik mungkin, menjadikan dunia sebagai ladang amal yang akan
di panen di akhirat kelak. Maka, Maha Baik Allah dengan hanya menuntut ilmu saja demi
kebaikan kehidupan kita, dapat sekaligus sebagai penggugur dosa. Sehingga jika kita adalah
termasuk orang yang mencintai ilmu dan belajar setiap hari, dosa kita akan berkurang setiap
harinya karena dengan terus belajar kita dapat mengenal Allah dan segala penciptaannya.
Dengan begitu jelas saja jika orang yang semakin dalam ilmunya semakin merunduk,
semakin rendah hati, dan semakin merasa bodoh. Dan jika si penuntut ilmu meninggal dalam
keadaan belajar maka sudah dianggap mati syahid.
Begitu indahnya Islam yang menyeimbangkan kehidupan dunia dengan akhirat. Jasmani
butuh makanan, begitu pula rohani. Namun jika jasmani membutuhkan makanan seperti nasi,
roti, dan lain-lain sedangkan rohani membutuhkan makanan berupa ilmu agama Islam dan
ilmu-ilmu lain yang bermanfaat serta dibenarkan menurut syariat Islam, memelihara dan
menggunakan akal secara benar, dan menggunakan akal untuk mentadabburi dan
mentafakkuri kekuasaan Allah guna menambah keimanan[52].
b) Pemahaman Hadits
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk menghilangkan
kebodohan dalam diri kita. Setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu, kita harus
mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilangkan kebodohan dari dalam dirinya[57].
Ada sebagian orang yang ingin menyebarkan ilmu dengan cara berdebat. Berdebat
diperbolehkan jika dengan tujuan meluruskan pemikiran seseorang yang melenceng agar ia
tahu sebab musabab suatu permasalahan di lihat.
Hadits ini membimbing kepada umat agar mempunyai tujuan yang ikhlas dalam mencari
ilmu yakni mencari keridhaan Allah bukan mencari ridha selain Allah. Ikhlas dalam arti
sederhana adalah bersih dari niat yang tidak baik, bersih hanya karena Allah atau ridha Allah
bukan karena yang lain.
Orang yang menuntut ilmu bukan karena ridho Allah, akan tetapi untuk mencari
keuntungan duniawi seperti materi, mecari popularitas, dan Siapa yang menuntut ilmu
dengan maksud untuk mengalahkan/berdebat dengan para ulama, untuk bersikap sombong
dihadapan orang bodoh, atau agar mata manusia tertuju padanya maka Allah akan
memasukkannya kedalam neraka. Wajar tidak mencium bau surga sedikitpun padahal baunya
surga sudah tercium dari jarak yang sangat jauh.
Hadits ini menunjukkan bahwa niat belajar dari arah instrinsik memang sangat diperlukan,
karena belajar bukan untuk kebaikan orang lain, melainkan untuk kebaikan diri sendiri.
1. Kewajiban ikhlas dalam menuntut ilmu dan mempunyai tujuan mencari ridho Allah
2. Beasiswa, hadiah, dan doorprise yang didapatkan akibat dari prestasi ilmu atau bantuan tidak
mengurangi nilai keikhlasan, asalkan niat hatinya tetap bersih
3. Orang yang ikhlas dalam mencari ilmu mendapat balasan berganda di dunia dan akhirat[58]
b. Pemahaman Hadits
Hadits diatas, adanya motivasi dari segi Instrinsik dalam diri Sahabat Dhimam bin
Tsa’labah ra yang pergi dari rumahnya untuk hanya sekedar untuk bertanya mengenai hal-hal
yang ia tidak ketahui kepada Rasulullah, ia pun tidak malu menanyakannya kepada orang
yang lebih pandai darinya. Hadits ini jua memberi pesan kepada kita jika bertemu dengan
orang yang lebih pintar dari kita, hendaklah kita mengambil ilmu darinya. Dan jangan pernah
penuntut ilmu menyia-nyiakan waktunya dengan tidak bertanya kepada orang yang lebih
pandai darinya.
Kesungguhan seseorang dalam menuntut ilmu dapat kita lihat dari sikap keingintahuannya
terhadap ilmu pengetahuan. Ia banyak bertanya mengenai apa yang ia tidak ketahui dan ia
memiliki pertanyaan yang bagus dan berkualitas, bukan asal bertanya seperti Bani Israil yang
Allah tulis dalam surat Al-Baqarah.
Merupakan kewajiban seorang pelajar Muslim untuk memprioritaskan ilmu diniyah yang
terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah swt sebelum memasuki ilmu duniawi[60].
Pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku inidvidu dilandasi oleh nila-nilai
Islami dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat dan kehidupan dalam alam
sekitar melalui proses kependidikan[61].
Ilmu itu mempunyai keutamaan. Keutamaannya adalah membuat semua orang
mengabdikan diri kepada Allah. Memelihara ilmu itu wajib sebagaimana wajibnya seseorang
itu memelihara diri dan maruahnya. Sesiapa yang mempunyai ilmu kemudian mewariskan
ilmu kepada orang yang tidak berhak menerimanya, dia berlaku zalim.
Setidaknya, ada enam faktor dominan yang menunjang kesuksesan belajar. Kamu tidak
akan memperoleh ilmu kecuali dengan 6 perkara yaitu : kecerdasan, hasrat atau keinginan
yang keras, kesabaran (dalam menghadapai sulitnya belajar), modal (sarana belajar), petunjuk
guru, dan masa yang panjang (terus menerus)[62].
Kemudian orang yang berilmu itu menjadi mulia meskipun dia dilahirkan di tengah-
tengah keluarga yang buta huruf dan miskin. Ilmu selalu dapat mengangkat derajat manusia
hingga orang mulia menghormatinya. Mereka akan mematuhi kata-kata orang yang berilmu.
Setiap orang tidak akan merasakan kebahagiaan tanpa ilmu.
Hadits ini juga memberikan motivasi kepada kita untuk untuk menghadiri majelis yang
mana didalamnya terdapat orang shalih. Muadz bin Jabal Ra telah berkata “Hindarilah teman
duduk yang tidak memberikan faidah ilmu bagimu”[63]. Bermajelis dengan orang shalih
memberikan pengaruh yang baik dan dapat menambah keimanan. Adapun bermajelis dengan
selain orang shalih hanya membuang-buang waktu dan bisa jadi memberikan pengaruh yang
buruk terhadap agama kita. Hendaknya pula kita menjauhi perkataan yang tidak baik ketika
di dalam majelis serta menjaga sikap kita terhadap orang yang sedang memberikan kita ilmu.
Karena keberkahan suatu ilmu ada di dalamnya, yaitu menghormati guru.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan motivasi
belajar, maka penulis semakin yakin bahwa teori-teori yang ditemukan di Barat bukanlah
penemuan teori baru. Karena jelaslah Nabi Muhammad sebelumnya telah dan selalu
memberikan motivasi kepada para shahabat dan umatnya dari segi Ekstrinsik dan Intrinsik.
Oleh karena itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad yang ma’shum dan selalu terjaga dari
segala keburukan harus bahagia dan bangga karena beliau selalu memompa semangat kita
untuk terus belajar tanpa batas waktu.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hadits-hadits yang telah ditelaah jelaslah bahwa belajar merupakan kewajiban
bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan, dan tak ada batasan waktu kecuali telah masuk
ke liang lahat. Karena kehidupan manusia di penuhi dengan hal-hal yang baru setiap waktu,
oleh karena itu belajar segala hal yang bermanfaat sangat dianjurkan di dalam agama Islam.
Terutama belajar ilmu syara dan agama itu yang harus di lakukan agar dapat mengenal
agama dan Tuhannya dengan baik.
2. Rasulullah memotivasi para shahabatnya dengan motivasi dari dalam dan dari luar individu
namun utamanya belajar harus diniatkan karena Allah Swt, yaitu untuk meninggikan agama
Allah dan menghidupkan Sunnah Nabi Muhammad saw. Karena memang sebagai kewajiban
seorang hamba untuk selalu menjaga segala yang telah diturunkan (Al-Qur’an dan Hadits),
demi kemaslahatan bumi, manusia dan alam semsta ini. Orang yang senang menuntut ilmu
maka Allah akan angkat derajatnya, baik di mata manusia maupun di mata Allah. Islam telah
menjelaskan lewat perkataan Nabi Muhammad bahwa manusia terkadang memiliki semangat
tinggi dan terkadang memiliki semangat rendah. Dan yang menimbulkan semangat dalam
belajar itu bisa dari faktor ekstrinsik ataupun intrinsik.
3. Motivasi belajar yang saat ini dijadikan suatu teori oleh Ilmuwan Barat, ternyata telah
dilakukan sebelumnya oleh Rasulullah Saw. Bahkan Rasulullah Saw mempraktikkannya
secara langsung dengan memberikan janji-janji dari Allah. Untuk memompa semangat
belajar, memang sangat dibutuhkan suatu tiupan motivasi baik dari intra diri maupun ekstra
diri, namun motivasi yang kita dapat bukanlah sebagai acuan untuk belajar. Belajar harus
diniatkan karena Allah Swt.
4. Berdasarkan hadits-hadits yang diteliti dalam skripsi ini, penulis menemukan lebih banyak
hadits yang mengandung motivasi dari sisi ekstrinsik daripada intrinsik. Ini dapat
didefinisikan bahwa motivasi/dorongan/semangat yang seseorang dapat dari luar dirinya
lebih kuat dibandingkan dari dalam dirinya. Karena motivasi ekstrinsik biasanya akan
melibatkan beberapa motivator yang selalu terus mendorongnya sehingga ketika motivasi
dari luar sudah kuat, ia akan memiliki keyakinan dan semangat secara intrinsik. Itulah
sebabnya mengapa memiliki teman yang baik itu wajib karena teman yang baik akan selalu
memotivasi, mengingatkan temannya dalam setiap keadaan. Sehingga kesuksesan bukanlah
milik pribadi melainkan milik sesama. Dengan demikian, terciptalah umat Islam yang
pembelajar, bukan saja untuk dirinya namun untuk orang lain dengan niatan karena Allah dan
tanpa mengesampingkan kebutuhan dunia. Maka seyogyanya seorang Muslim bangga bahwa
agama Islam mengangkat derajat penuntut ilmu di dunia dan akhirat. Dan merupakan satu-
satunya agama yang selalu memotivasi belajar dalam kitab suci. Karena agama Islam
membuat suatu hukum ataupun aturan semata untuk kebaikan bagi kehidupan alam dan
makhluk di bumi.
C. Saran-Saran
Dengan penuh kerendahan hati dengan tidak maksud menggurui, penulis ingin
menuliskan beberapa saran yang berkaitan dengan tema skrispi ini. Dengan harapan semoga
menjadi motivasi bagi kita semua untuk terus memperbaharui hati dan pikiran dalam
menuntut ilmu hanya karena Allah Swt. Beberapa saran itu antara lain :
1. Sebagaimana pesan Al-Qur’an bahwa seorang yang menuntut ilmu akan diangkat derajatnya
oleh Allah baik di mata Nya maupun dimata manusia, senantiasa memperoleh kemenangan
dan keberkahan serta dihargai makhluk Allah Swt. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan
pernah putus belajar hingga mati. Miliki guru sebanyak mungkin dan ikuti majelis ilmu. Serta
jika kita sedang berada di bangku sekolah, jangan pernah haus akan bangku sekolah, teruslah
berguru dan teruskan pendidikan akademik hingga S3 bahkan jika mampu hingga mencapai
tingkat Profesor. Dan dalam tingkat kehidupan, jangan pernah haus akan ilmu kehidupan
karena setiap detik yang kita lewati di dunia ini ada banyak ilmu jika kita berfikir dan setiap
orang yang kita temui terdapat ilmu yang kita dapatkan.
2. Sebagaimana hadits-hadits Nabi Muhammad Saw yang telah dipaparkan dalam penelitian ini,
bahwa orang yang menuntut ilmu itu derajatnya sangat tinggi dan akan mendapat “hadiah”
yang tak ternilai harganya dari Allah Swt. Karena sangat tingginya seorang penuntut ilmu
hingga Nabi Saw mengatakan “Orang yang menuntut ilmu lebih baik daripada orang yang
beribadah”. Deskripsinya, bahwa orang yang beribadah sedikit dan ia mengetahui ilmunya itu
lebih baik daripada orang yang beribadah beribu-ribu tahun namun tidak tahu ilmunya.
Disinilah Rasulullah Saw melarang umatnya untuk mengikutitaqlid (melakukan tanpa tahu
ilmunya).
3. Dan sebagai pengalaman kehidupan bahwa ilmu agama itu sangat urgen sekali dipelajari
semenjak dini. Karena ilmu agama dapat membahagiakan pemiliknya di dunia maupun
akhirat. Pelajarilah ilmu akhirat untuk dapat bertemu dengan Tuhanmu dalam keadaan
sebaik-baik hamba dan pelajarilah ilmu dunia sebagai washilah untuk melestarikan ciptaan
Allah dan mendapat keridhoanNya.
[1] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta:Mizan Publika, 2004), h.121
[2] Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:AMZAH, 2010), h.282
[3]Ibnu Hajar Al-Asqalany, Fathul Bari Fi Shahih AL Bukhary, Juz I, (Kairo:Dar el Hadits,
1998), hal. 190
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2010), h.64
[5] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan,…. h. 70
[6] Afnil Guza, UU RI No 9 Tahun 2009 Badan Hukum Pendidikan dan Sistem Pendidikan
Nasional UU RI Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta:Asa Mandiri, 2009), h.73
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak … h.45
[8] Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2009), h.97
[9] Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan Dalam … h.159
[10] Abdul Qadir bin Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, (Solo:Pustaka Al-Alaq,
2006), h. 62
[11] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan … ,h.65
[12] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 244
[13] John W. Santrock, Educational Psychology, (Texas:Mc.Graw Hill, tt), Edisi Kedua,
h.418
[14] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2011), cet.19, h. 88
[15] Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan,
(Jakarta:PT Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 88
[16] M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 2007),h.85
[17] Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan … h.88
[18] Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,
2008), h.142
[19] Din Syamsudin, Pendidikan Budi Pekerti dalam Perspektif Islam, (Jakarta:Al Mawardi,
2004), h.217
[20] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan … ,h.75
[21] M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, … h.86
[22] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta:Ar-
Ruzz Media, 2012), h. 30
[23] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.87
[24] Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h.130
[25] Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan … , h.54
[26] Thohirin, MS, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.
58
[27] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.28
[28] M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, … h. 59
[29] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta:AMZAH, 2009), h. 1
[30] Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir, Ulumul Hadis, (Bandung:Pustaka Setia, 2004),
h.11
[31] A.Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadis, (Bandung:CV Diponegoro, 2007), h. 17
[32] Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir, Ulumul … h.19
[33] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, … h.22
[34] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta:Gema Insani Press, 1996), 32
[35] Mahmud Al-Thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, (Kuwait:Al-Haramain, 1985), h.15
[36] Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadits, (Jakarta:Gaya
Media Pratama, 2001) h.2
[37] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2011), h.22
[38] Syofian Siregar, Statistika Deskriptip Untuk Penelitian, (Jakarta:Rajawali Press, 2010),
ed.1, h.213
[39] Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung:CV
Pustaka Setia, 2009), h. 117
[40] Abi Al-Ula Muhammad Al-Mubarakfury, Tuhfah Al Ahwadzi bi Syarh Jamii’ at Tirmidzi, Kitab Al-
Ilm, hadits 2646 (Kairo:Daar el Hadis, 2001), jilid 7, h.60, lihat juga Syamsuddin Ibnu Qayyim Al-
Jauziah, ‘Aun al Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Kitab al-ilm,hadits 3638 (Kairo:Daar el Hadis, 2001), jilid 6,
hal. 473
[41] Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-
Tirmidzi, Tuhfah Al Ahwadzi bi Syarh Jamii’ at Tirmidzi ,hadits 2649, … hal 60
[42] Abdul Qadir bin Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu … , hal. 62
[43] Abd. Majid Khon, Hadits tarbawi, (Jakarta:Kencana, 2012), cet.1, hal 179-183
[44] Syamsuddin Ibnu Qayyim Al-Jauziah, ‘Aun al Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Kitab al-
Ilm, hadits 3661, … hal. 489
[45] Abd. Majid Khon, Hadits tarbawi, … hal. 189
[46] Abd. Majid Khon, Hadits tarbawi, … hal.189
[47] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilm, Hadits 71, … , hal.
199, lihat juga Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami At-
Tirmidzi, Tuhfah Al Ahwadzi bi Syarh Jamii’ at Tirmidzi, Kitab Al-Ilm Bab Fadhlu Thalabil ‘Ilm, hadits 2646,
… h.60
[48] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilm,
Penerjemah Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2010), jilid 1, hal. 310-312
[49] Abdul Qadir bin Abdul Aziz, Al Jaami’ fie Thalabil ‘ilmi Asy Syarif Keutamaan Ilmu dan Ahli
Ilmu,Penerjemah Abu Abida Al Qudsy, … hal. 56
[50] Majid Khon, Hadits Tarbawi, … hal. 23
[51] Abi Al-Ula Muhammad Al-Mubarakfury, Tuhfah Al Ahwadzi bi Syarh Jamii’ at Tirmidzi, Kitab Al-Ilm
Bab Fadhlu Thalabil ‘Ilm, hadits 2648, … h.61
[52] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Jakarta:Rosda Karya, 2005), hal.36
[53] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilm, Hadits
74, … , hal. 205
[54] Abd. Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008), hal.
115
[55] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilm,
Penerjemah Gazirah Abdi Ummah, … hal. 321
[56] Abu Al-Ula Muhammad Al-Mubarakfury, Tuhfah Al Ahwadzi bi Syarh Jami’ at
Tirmidzi, Kitab Al-Ilm, hadits 2653,… h.67
[57] Usman Zaki el Tanto, Islamic Learning (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2012), h. 27
[58] Abd Majid Khon, Hadits Tarbawi,…, hal.194
[59] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilm, Hadits
63, … , hal. 183
[60] Abd. Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2006),
hal. 114
[61] Thohirin, MS, Psikologi Pembelajaran … , hal. 9
[62] Usman Zaki el Tanto, Islamic Learning, … h. 63
[63] Abu Ihsan Al-Atsari, Panduan Amal Sehari Semalam, (Bogor:CV Darul Ilmi, 2009), h.
310