Anda di halaman 1dari 168

NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.

A KARTINI DITINJAU DARI


NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF
K.H SHOLEH DARAT (ANALISIS KITAB MUNJIYAT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan

Oleh:
WISNU
NIM 23010160418

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020
ii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A KARTINI DITINJAU DARI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF
K.H SHOLEH DARAT (ANALISIS KITAB MUNJIYAT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan

Oleh:
WISNU
NIM 23010160418

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2020

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.


Dosen IAIN Salatiga
Persetujuan Pembimbing

Hal : Naskah Skripsi


Lamp : 4 Eksplempar
Saudara : Wisnu

Kepada:
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami
kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Wisnu
NIM : 23010160418
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Nilai-nilai Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau dari Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis
Kitab Munjiyat)

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 4 Juni 2020


Pembimbing

Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.


NIP. 19700529 200003 2 001

iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website:www.iainsalatiga.ac.id
Email:administrasi@iainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A KARTINI DITINJAU DARI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSPEKTIF

K.H SHOLEH DARAT (ANALISIS KITAB MUNJIYAT)

TAHUN 2020

Disusun oleh:
WISNU
NIM: 23010160418
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga, pada tanggal 23 Maret 2020 dan telah dinyatakan memenuhi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dr. Imam Sutomo M.Ag. ______________________


Sekretaris : Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si. ______________________
Penguji I : Dr. Miftahuddin, M.Ag ______________________
Penguji II : Muhammad Mas'ud, M.Pd.I. ______________________
Salatiga, 4 Juni 2020
Dekan, Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan

Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.


NIP. 19680613 1994031 004

v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Wisnu

NIM : 23010160418

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul : Nilai-nilai Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau dari Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis

Kitab Munjiyat)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini merupakan hasil karya saya sendiri,

bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang

terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Skripsi

ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN Salatiga.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 4 Juni 2020

Yang menyatakan

Wisnu

NIM. 23010160418

vi
:‫ قال رسول هللا صل هللا عليه وسلم‬:‫عن عثمان رضي هللا عنه قال‬
َ ‫َخي ُْر ُك ْم َم ْن ت َ َعلَّ َم ْالقُ ْر ٰأنَ َو‬
ُ‫علَّ َمه‬
)‫(رواه البخاري‬

Dari, Utsman r.a berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,


“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)

vii
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan curahan rahmat yang terhampar

luas, serta anugrah yang Engkau limpahkan kepadaku ya Rabb. Dengan segenap

kasih sayang dan diiringi doa yang tulus kupersebahkan skripsi ini kepada:

1. Ayahanda Sriyono dan Ibunda Mu'inah, pengorbanan dan jerih payah yang

engkau berikan untukku agar dapat menggapai cita-citaku. Semangat dan doa

yang kau panjatkan sehingga bertambah anugrah yang dilimpahkan kepadaku.

Petuahmu memberikan jalan kesuksesan untuk menuju hari esok yang lebih

cerah. Keridhaan hati bersama keridhaan-Mu ya Allah saya ucapkan beribu

terima kasih bagi kedua orang tuaku.

2. Nenekku yang masih hidup Ny. Kiyak dan almarhumah Ny. Karni yang selalu

memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

3. Saudara kandungku kakak Sarwono, kakak Parwati, Kakak So'imin, kakak

Karyono, atas motifasi yang tak ada hentinya kepadaku sehingga proses

penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.

4. Keponakan (Intan, Mutiara, Satria, Fauzi, Salwa, Naura, ) dan saudaraku

(Mukti, Rizki, Imam, Suci, Indri, Bagus) yang selalu memmberikan motivasi,

semangat, dan hiburan dikala menyelesaikan proese skripsi.

viii
5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan.

6. Dosen Pembimbing Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si. yang telah memberikan ilmu

dan meluangkan waktu untuk membimbingku dalam menyelesaikan skripsi.

7. Teman-teman PPL (Yunita, Ani, Senny, Asri, Uke, Dina, Fitriana, Rizka,

Mahdiyan, Diki) yang selalu memberikan ilmu di saat PPL dan teman tawa saat

menjalankan program PPL. Keluarga KKN (Dewi, Silfi, Ria, Niha, Luthfi, Ifa,

Kina, Priyoto) dengan mereka belajar bersama dalam bermasyarakat, teman

tawa, seklaigus teman bersama dalam menjalani pengabdian masyarakat yang

manfaatnya sangat banyak untuk kehidupanku.

8. Kepada para dosen IAIN Salatiga, atas semangat dan jerih payah memberikan

bimbingan selama ini. Beribu terima kasih saya ucapkan kepada bapak ibu

dosen sekalian yang dengan ikhlas memberikan seluas-luasnya ilmu.

9. Kepada para guru yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada

peneliti. Semoga Tuhan selalu melimpahkah nikmat yang tiada putus

kepadanya.

10. Seluruh tema-teman PAI angkatan 2016 yang sudah berjuang bersama-sama

dari awal sampai akhir untuk menuntut ilmu di kampus tercinta.

11. Kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, doa dan pertisipasinya

dalam pembuatan karya ilmiah ini.

ix
KATA PENGANTAR

‫الر ِح ْي ِم‬
‫من ه‬ِ ْ‫الرح‬
‫َّللا ه‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ب‬

Puji syukur alhamdulillah robbil'alamin, peneliti panjatkan kepada Allah

Swt yang selalu memberikan nikmat, karunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada

peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Nilai-nilai

Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau dari Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif

K.H. Sholeh Darat (Analisis Kitab Munjiyat).

Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi

agung muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang

selalu setia dan mejadikan suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat

manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju

zaman terang benderang yaknni dengan ajaran agama Islam.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi.

Segala kerendahan hati peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Prof. Dr. Mansur, M.Ag., Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut

Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam.

4. Drs. Wahyudhiana, M.M.PD. dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan bimbingan dan motivasi.

5. Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si. dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan

penuh perhatian telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan serta

x
bimbingan sejak awal penulisan skripsi hingga dapat terselesaikan dengan

baik.

6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu kepada

peneliti, serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan

jenjang penndidikaan S1.

7. Seluruh keluarga, saudara, dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu, yang telah hadir dalam kehidupan untuk melengkapi kekurangan

dalam diri saya, memberikan dukungan dan motivasi, serta mewarnai hidup ini

dalam suka maupun duka.

Demikian ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan, semoga Tuhan selalu

melimpahkan nikmat yang bertambah-tambah kepada semua pihak yang telah

membentu dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Atas keterbatasan penulis maka

segala kesalahan dan ketidak sempurnaan dalam penulisan skripsi ini peneliti

memohon maaf. Demi sempurnanya skripsi ini, kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan.

Salatiga, 4 Juni 2020


Penulis

Wisnu
NIM. 23010160418

xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL LUAR ................................................................... i

HALAMAN LOGO .................................................................................... ii

HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ........................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIA........................ vi

HALAMAN MOTTO ................................................................................. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii

KATA PENGANTAR ................................................................................. x

DAFTAR ISI................................................................................................ xiv

ABSTRAK ................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian....................................................................... 8

D. Manfaat penelitian ..................................................................... 8

1. Manfaat Teoritis .................................................................. 8

2. Manfaat Praktis .................................................................. 9

E. Kajian Pustaka ........................................................................... 9

F. Metode Penelitian ...................................................................... 12

G. Definisi Operasional .................................................................. 16

H. Sistematika Penulisan ................................................................ 22

xii
BAB II PROFIL R.A KARTINI, K.H. SHOLEH DARAT DAN
SISTEMATIKA KITAB MUNJIYAT

A. Biografi R.A. Kartini ................................................................. 25

1. Riwayat Hidup R.A. Kartini .............................................. 25

2. Pendidikan R.A. Kartini..................................................... 33

3. Karya-karya R.A. Kartini .................................................. 37

B. Biografi K.H holeh Darat .......................................................... 40

1. Riwayat Hidup K.H. Sholeh Darat .................................... 41

2. Pendidikan K.H. Sholeh Darat .......................................... 43

3. Karya-karya K.H Sholeh Darat......................................... 52

C. Sistematika Kitab Munjiyat ...................................................... 57

BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB


MUNJIYAT DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A. KARTINI

A. K.H. Sholeh Darat Sebagai Guru Bagi R.A. Kartini .............. 68

B. Pemikiran R.A. Kartini Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan


Akhlak ........................................................................................ 75

C. Pengaruh Pemikiran K.H. Sholeh Darat Terhadap Pemikiran R.A.


Kartini ........................................................................................ 92

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A. KARTINI


PerSPEKTIF K.H. SHOLEH DARAT DALAM KITAB MUNJIYAT

A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak R.A. Kartini Prespektif


K.H. Sholeh Darat Dalam Kitab Munjiyat .............................. 99

B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak prespektif K.H. Sholeh Darat Kitab


Munjiyat ...................................................................................... 109

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 138

B. Saran ........................................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 142

xiii
LAMPIRAN................................................................................................. 146

BIODATA PENELITI ................................................................................ 151

xiv
ABSTRAK
Wisnu. 2020. Nilai-nilai Pendidikan R.A Kartini Ditinjau Dari Nilai-Nilai
Penddikan Akhlak Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis Kitab Muniyat).
Skripsi, Salatiga: Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata Kunci: Nilai Pendidikan Akhlak, Pendidikan Akhlak R.A Kartini,
Pendidikan Akhlak K.H. Sholeh Darat.
Skripsi ini membahas Nilai-Nilai Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau Dari
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis Kitab
Mujiyat). Ada 3 fokus pembahasan di dalamnya, yaitu: (1) Bagaimana nilai-nilai
pendidikan R.A. Kartini? (2) Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak prespektif
K.H. Sholeh darat dalam kitab Munjiyat? Dan (3) Bagaimana nilai-nilai pendidikan
R.A. Kartini ditinjau dari nilai-nilai pendidikan akhlak prespektif K.H. Sholeh
Darat dalam kitab Munjiyat?.
Tujuan peelitian yang peneliti lakukan, yaitu: (1)Menganalisis nilai
pendidikan akhlak R.A. Kartini (2) Menganalisis Bagaimana nilai pendidikan
akhlak K.H. Sholeh Darat dalam Kitab Munjiyat (3) Menganalisis nilai-nilai
pendidikan akhlak R.A. Kartini perspektif K.H. Sholeh Darat dalam Kitab
Munjiyat.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Libary
Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini adalah kitab Munjiyat
dan buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Sumber sekundernya adalah buku-buku
lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Kemudian dta dianalisis
dengan menggunakan metode induktif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai-nilai pendidikan yang diperjuangkan
R.A. Kartini ditinaju dari nilai pendidikan akhlak dalam prespektif K.H. Sholeh
Darat analisis kitab Munjiyat bahwa (1) nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini lebih
menekankan pada keteladana dan sikap pendidik, nilai pendidikan akhlak R.A.
Kartini yang menunjukkan akhlak mahmudah adalah religius, sikap toleransi,
penananman ketauhidan, peduli sosial, mahabbah wa syauq wa ridho, khauf, al
Niat wa al Ikhlas wa al shiddiq, dan al jahu wa ar riya. Unsur-unsur nilai akhlak
R.A. Kartini meliputi: akhlak terhadap orang tua, akhlak kepada diri sendiri, akhlak
terhadap saudara dan teman-temannya, akhlak kepada keluarganya, akhlak dalam
masyarakat, akhlak kepada gurunya, keutamaan sifat ksatria dan berani, keutamaan
jujur, keutamaan berprilaku sabar dan syukur. (2) nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam kitab Munjiyat karya K.H. Sholeh Darat terdapat dua pembahasan yaitu sifat
terpuji (mahmudah) dan sifat tercela (madzmumah), dalam kitab Munjiyat
menekankan pada pengendalian hawa nafsu atau proses tazkiyatun nafs. Nilai
pendidikan akhlak dalam kitab Munjiyat berorientasi pada tasawuf akhlaqi
mempunyai tahap dan sisitem pembinaan akhlak takhalli, tahalli, dan tajalli, yang
berkonsentrasi pada teori-teori perilaku, akhlak atau budi pekerti atau perbaikan
akhlak. (3) nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini perspektif K.H. Sholeh Darat

xv
dalam kitab Munjiyat adalah sifat akhlak mahmudah R.A. Kartini meliputi sifat
mahabbah wa syauq wa ridho, al Niat wa al Ikhlas wa al shiddiq, sabar dan syukur,
dan sifat-sifat akhlak mahmudah tersebut ada dalam keterangan kitab Munjiyat
perspektif K.H. Sholeh Darat. Sifat madzmumah R.A. Kartini Kauf, aftul lisan,
su'ul khuluq, khauf, al jahu wa ar riya, al bukhlu, dan sifat-sifat akhlak madzmumah
yang tidak dimiliki atau dijauhi R.A. Kartini tersebut ada dalam kitab Munjiyat
perspektif K.H. Sholeh Darat.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial, hidup di dunia tidak akan pernah bisa

sendiri, maka dibutuhkan akhlak yang baik dalam bergaul, karena manusia

diciptakan Allah Swt bukan hanya untuk sekedar hidup semata, melainkan ada

tujuan yang mulia yang harus diemban dan dilakukan oleh manusia sebagai

khalifah di muka bumi ini, yaitu menjaga dan merawat isi bumi dengan baik.

Tugas berat yang dibebankan Allah Swt kepada manusia tersebut membutuhkan

ilmu melalui pendidikan, apabila manusia sudah berilmu maka akan muncul

sikap dan perbuatan baik atau akhlakul karimah.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga

setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan

pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Namun,

pendidikan akhlak akhir-akhir ini hampir terlupakan oleh banyak kalangan

masyarakat bahkan kalangan terpelajar sekalipun. Karena, masa kini adalah

masa peradaban modern, di mana dalam dunia pendidikan sering kali kita

melihat pendidikan hanya berorientasikan pada nilai-nilai akademik semata.

Hal ini menyebabkan semua kalangan krisis akan keteladanan, yang mana

krisis keteladanan ini merupakan krisis terbesar melebihi krisis energi,

kesehatan, pangan dan air (Masyhuri, 2013:131).

1
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang

tinggi dan sempurna yang membedakan dari makhluk-makhluk yang lainya

ciptaan Allah. Akhlak hendak menjadikan manusia orang yang berkelakuan

baik, bertindak baik sesama manusia, terhadap makhluk dan terhadap Allah,

Tuhan yang menciptakan kita (Rifa'i, 1993: 57).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU RI No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pengertia pendidikan secara luas

adalah sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga

seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku

yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbinsyah, 2010: 10).

Pendidikan seyogyanya menciptakan iklim yang kondusif yang dapat

memfasilitasi siswa mencapai tugas-tugas perkembangan menyangkut aspek-

aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal, kematangan

dalam mencapai filsafat kehidupan, kematangan dalam beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa (Yusuf , 2002: 55).

Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan

setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya

(akal, rasa, dan kehendak), sosial, dan moralitasnya. Atau dapat juga dikatakan

2
bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam

memepengaruhi kemampuan keperibadian dan kehidupan individu dalam

pertemuan dan hubungan dengan Tuhan (Sumitro, 2006: 16). Setiap bangsa

tentu akan menyatakan tujuan pendidikanya sesuai dengan nilai-nilai

kehidupanya yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya, walaupun

masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berbeda. Secara garis besar, ada

beberapa kesamaan dalam berbagai aspek pendidikan. Pendidikan bagi setiap

individu merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, jiwa,

rasa, sosial, dan sebagainya.

Fakta masa kini yaitu lebih banyak seseorang yang pergi mencari ilmu

atau menuntut ilmu bukan untuk mengejar arti yang sebenarnya dari ilmu atau

hakikat ilmu, tetapi mayoritas memburu nilai, apakah baik atau buruk nilai

yang didapatkan. Dalam hubungannya dengan ini, mayoritas dari mereka lupa

akan hakikat dari ilmu itu sendiri sehingga yang dihasilkan tidak sesuai dengan

apa yang telah dipelajari selama di dalam lembaga pendidikan. Sebagai contoh,

ketika anak pulang dari sekolah atau belajar, hal yang ditanyakan oleh orang

tua bukan “Bagaimana tadi pembelajarannya di sekolah?” melainkan “Berapa

nilai yang kamu dapatkan?” Pernyataan demikian membuktikan bahwasanya

anak terdukung untuk mencari nilai akademik dibanding untuk mendalami apa

hakikat ilmu tersebut. Maka hakikat ilmu yang terkandung didalamnya

tersisihkan hingga orang lebih cenderung fokus pada aspek intelligensi.

Sebagai contoh yang lain, banyak kalangan terpelajar yang masih tergiur

akan manisnya dunia. Seperti halnya melakukan korupsi, meminum-minuman

3
keras, pergaulan bebas, memakai narkoba dan lain sebagainya. Dalam sistem

pendidikan atau dalam hal keilmuan hal ini sudah terbukti merugikan diri

sendiri bahkan menjalar kepada lingkungan sekitar. Tetapi karena ilmu yang

mereka dapat tidak diaplikasikan dan kurangnya kesadaran dalam diri mereka,

akhirnya mereka terjerumus dalam berbagai pelanggaran norma.

Tidak ada di dunia ini yang sempurna, orang yang sudah mengerti

agamapun sering terjerumus di dalam masalah keduniaan. Dan itu memang

menjadi ujian bagi seorang ulama untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi

lagi. Masalah keduniaan bisa juga disebut dengan cinta kepada dunia. Tidak

ada di dunia ini yang lebih dicintai daripada dunia. Bahkan dunia mengalahkan

segala-galanya entah itu anak, tetangga, istri dan bahkan orang tua pun menjadi

tak terhiraukan akibat dari cintanya seseorang terhadap dunia.

Membicarakan mengenai sejarah, bahwa di Indonesia banyak

mengalami permasalahan dalam bidang pendidikan, hal ini sudah terjadi sejak

zaman terdahulu. Beberapa tokoh yang memperjuangkan nasib pendidikan di

Indonesia cukup banyak salah satunya adalah pahlawan perempuan R.A.

Kartini, pahlawan yang membela kaum perempuan untuk merdeka dari

belenggu peraturan adat dan ingin seluruh perempuan mendapatkan pendidikan

yang setara dengan laki-laki.

Nama R.A. Kartini memang sudah begitu dekat di hati perempuan

Indonesia karena beliaulah yang dengan gigih memperjuangkan pendidikan

bagi kaum perempuan pribumi. Berkat kegigihanya, R.A. Kartini berhasil

4
mendirikaan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang Kompleks Kantor

Kabupaten Rembang, atau sebuah bangunan yang sekarang sebagai Gedung

Pramuka. Setelah beliau wafat didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan R.A.

Kartini di Semarang pada tahun 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta,

Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainya. Nama sekolah tersebut adalah

"Sekolah Kartini" (Khayyirah, 2013: 183). Sebagai penerus bangsa peneliti

menghimbau dan menyarankan untuk meneladani nilai-nilai pendidikan R.A.

kartini ini sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. R.A. Kartini sangat

berperan besar dalam perjuangan pendidikan di Indonesia, R.A. Kartini berani

melawan aturan adat yang sudah ada dan dengan rela berkorban untuk kaum

perempuan yang sekarang hak antara kaum perempuan dan laki-laki sama.

Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan, bahwa tanda manfaat ilmu

seseorang itu selalu didampingi petunjuk dan amal nyata. Artinya bila ilmu itu

hanya sekedar ungkapan, teori dan basa-basi, itu bukan ilmu yang bermanfaat

(Masyhuri, 2013:127).

Bahkan pahlawan nasional Indonesia yang menjadi emansipasi wanita

di Indonesia bahkan sampai ke ranah Internasional yaitu R.A. Kartini. Dalam

buku Kartini Nyantri (Ulum, 2016: 159), R.A. Kartini menjelaskan tentang

pentingnya pengamalan ilmu dalam suratnya kepada R.M. Abendanon Madri

pada 21 Januari 1901 yang tertulis:

“Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan budi pekerti,


walaupun tidak ada hukum secara pasti mewajibkannya melakukan
tugas itu. Secara moril ia wajib berbuat demikian. Dan saya
menjalankan tugas itu? Saya yang masih perlu juga lagi dididik ini?

5
Kerap kali saya mendengar orang mengatakan bahwa dari yang satu
dengan sendirinya budi itu menjadi halus, luhur. Tetapi dari pengamatan
saya, sayang saya berpendapat, bahwa hal itu sama sekali tidak
selamanya demikian. Peradaban, kecerdasan fikiran, belumlah
merupakan jaminan bagi kesusilaan. Dan orang tidak boleh terlalu
menyalahkan mereka yang budi pekertinya tetap jelek meskipun
pikirannya cerdas benar. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak
terletak pada mereka sendiri melainkan pada pendidikan mereka.
Memang telah banyak, aduh bahkan begitu sangat banyaknya mereka
yang mengusahakan kecerdasan fikiran. Tetapi apa yang telah
diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti mereka? Sesuatupun
tidak ada.”
R.A Kartini mempunyai guru spiritual yang meng-hegemoni

pemikiranya yaitu K.H. Sholeh Darat yang bernama asli Muhammad Sholeh

bin Al Samarani dan merupakan tangan kanan Pangeran Diponegoro. R.A.

Kartini lahir di Ds. Kedung Cumpleng, Kec. Mayong, Kab. Jepara, Jawa

Tengah pada tahun 1235 H/ 1820 M. R.A. Kartini lahir dari seorang ibu

bernama Ngasirah yang beragama islam, secaara otomatis R.A. Kartini juga

dilahirkan sebagai muslimah (Rosyadi, 2012: 9). Potret R.A. Kartini yang

anggun tentunya tidak banyak yang tahu R.A. Kartini besar dengan lingkungan

yang religius dan dibesarkan dengan nilai-nilai religius yang kental. R.A.

Kartini juga memiliki darah pesantren dilihat dari fakta bahwa M.A Ngasirah

adalah putri dari Nyai Hajjah Siti Aminah dan Kiai Haji Madirono, seorang

guru agama di Telekawur, Jepara.

Membicarakan R.A. Kartini tentunya masih ada faktor lain yang belum

banyak diketahu orang bahwa R.A. Kartini juga seorang santri. R.A. Kartini

disebut sebagai santri K.H. Sholeh Darat, hubungan R.A. Kartini dengan K.H.

Sholeh Darat tersebut kemudian digunakan untuk menilai pendidikan R.A

6
Kartini yang didapat dari K.H. Sholet darat mengenai pendidikan akhlak yang

diberikan kepada R.A Kartini menjelang akhir hayatnya.

Permasalahan rendahnya pola pemikiran masyarakat dan kurang

kepedulian terhadap pendidikan akhlak di era moderen, masyarakat lebih

menekankan pendidikan yang berorientasikan pada nilai-nilai akademik

semata. Penenliti menemukan seorang tokoh Islam dari Semarang yang

memosisikan akhlak sebagai pedoman agama yaitu K.H. Sholeh Darat yang

dirangkum dalam kitab Munjiyat dan R.A. Kartini sebaagai pelopor emansipasi

wanita juga mempunyai pemikiran dalam pendidikan akhlak dalam surat-

suratnya dan dalam tingkah lakunya. Sehubungan dengan hal ini, penulis akan

memfokuskan untuk mengkaji mengenai nilai-nilai pendidikan R.A. Kartini

dari nilai pendidikan akhlak K.H. Sholeh Darat. Maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul "Nilai-Nilai Pendidikan R.A. Kartini

Ditinjau Dari Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif K.H.

Sholeh Darat (Analisis Kitab Munjiyat)".

B. Rumusan Masalah

Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan yang menjadi pusat

penelitian, agar penelitian ini tidak melebar dan terlalu luas. Dalam penelitian

ini yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini?

2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak K.H. Sholeh Darat dalam Kitab

Munjiyat?

7
3. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini dalam perspektif

K.H. Sholeh Darat dalam Kitab Munjiyat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian merumuskan

tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menganalisis nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini.

2. Menganalisis Bagaimana nilai pendidikan akhlak K.H. Sholeh Darat dalam

Kitab Munjiyat.

3. Menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini perspektif K.H.

Sholeh Darat dalam Kitab Munjiyat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

kalangan, baik manfaat secara teoretis maupun secara praksis.

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan, pemikiran khususnya berkaitan dengan kajian atau teori-

teori tentang pendidikan dan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak R.A.

Kartini .

b. Sebagai salah satu sumbangsih dari pokok-pokok pemikiran K.H.

Sholeh Darat tentang pendidikan akhlak pada masa mendatang.

8
c. Penyusunan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan

atau tambahan pustaka terkait dengan penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praksis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa

pendidikan akhlak memiliki peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan moralitas di dalam kemasyarakatan dan lingkungan

sekitarnya.

b. Bagi remaja, dengan penelitian ini diharapkan nantinya dapat

menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan dan akhlak untuk

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mencapai

keselamatan dan kedamaian serta kebahagiaan di dunia yang fana ini

sampai di akhirat kelak.

c. Bagi Kampus Institut Agama Islam Negeri Salatiga, memberikan

sumbangsih khazanah ilmu pengetahuan dan tambahan referansi dalam

kajian penelitian, khususnya berkaitan dengan pendidikan dan

pendidikan akhlak di Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

E. Kajian Pustaka

Agar peneliti bisa mengetahui apakah obyek penelitian yang dilakukan

sudah pernah diteliti atau belum, maka peneliti melakukan kajian atas penelitian

terdahulu khususnya pada penelitian yang relevan dengan penelitian yang

dilakukan peneliti. Sejauh penelusuran peneliti terkait tema, peneliti yang

9
memfokuskan diri pada kajian tentang nilai nilai pendidikan akhlak R.A.

Kartini dan pendidikan akhlak dalam kitab Munjiyat.

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap berbagai penelitian yang

terdahulu didapatkan beberapa penelitian yang relevan sebagai kajian pestaka,

yaitu:

1. Umi Kumaidah dengan judul skripsi "Telaah Pemikiran R.A. Kartini

Tentang Emansipasi Perempuan Jawa (Perspektif Pendidikan Akhlak)".

Diterbitkan oleh Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada

tahun 2007. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, termasuk dalam

penelitian kepustakaan (libary research). Persamaan dengan penelitian

yang peneliti lakukan adalah sama-sama menghubungkan antara

pendidikan atau pemikiran R.A. Kartini dengan pendidikan akhlak.

Sedangkan perbedaanya dengan peneliti lakukan adalah penelitian yang

dilakukan Umi Kumaidah menganalisis perspektif pendidikan akhlak,

sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti menganalisis menggunakan

perspektif pendidikan akhlak K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat.

2. Abdul Rouf Al Ayubi dengan judul skripsi "Sejarah Pengaruh Pemikiran

K.H. Sholeh Darat Terhadap Pemikiran R.A. Kartini Tentang Emansipasi

Perempuan". Diterbitkan oleh Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Sunan

Ampel Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, termasuk

dalam penelitian kepustakaan (libary research). Persamaan dengan

penelitian yang peneliti lakkukan adalah menganalisis pengaruh pendidikan

K.H. Sholeh Darat terhadap Pendidikan R.A. Kartini. Sedangkan

10
perbedaanya dengan peneliti lakukan adalah penelitian yang dilakukan

Abdul Rouf Al Ayubi hanya menganalisis pemikiran R.A. Kartini

sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti mengacu pada nilai-nilai

pendidikan R.A.Kartini dan dihubungkan dengan perspektif pendidikan

akhlak K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat.

3. Siti Alfaizah dengan skripsi judul "Konsep Pemerataan Pendidikan Bagi

Perempuan Menurut R.A. Kartini perspektif Pendidikan Islam". Diterbitkan

oleh Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, termasuk dalam penelitian

kepustakaan (libary research). Persamaan dengan penelitian yang peneliti

lakukan adalah menganalisis tentang pendidikan R.A. Kartini. Sedangkan

perbedaanya dengan peneliti lakukan adalah penelitian yang dilakukan Siti

Alfaizah dilihat dari perspektif pendidikan Islam, sedangkan penelitian

yang penliti lakukan menggunakan perspektif pendidikan akhlak K.H.

Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat.

4. Megawati dengan skripsi judul "Konsep Pendidikan Perspektif R.A. Kartini

dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam". Diterbitkan oleh Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif, termasuk dalam penelitian kepustakaan

(libary research). Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakkukan

adalah menganalisis mengenai pendidikan R.A. Kartini. Sedangkan

perbedaanya yang dilakukan peneliti dengan penelitian ini adalah penelitian

11
yang dilakukan peneliti dilihat dari sudut pandang K.H. Sholeh Darat dalam

kitab Munjiyat sedangkan penelitian ini dikaitkan dengan pendidikan Islam.

5. Widiyani Nurul Islami Hati skripsi judul "Relevansi Pemikiran R.A. Kartini

dengan Konsep Feminisme dalam Pendidikan Islam". Diterbitkan oleh

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan STAIN Ponorogo, penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif, termasuk dalam penelituan kepustakaan

(libary research). Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakkukan

adalah menganalisis mengenai pemikiran pendidikan R.A. Kartini.

Sedangkan perbedaan yang dilakukan peneliti dengan penelitian ini adalah

penelitian ini mengunakan sudut pandang konsep feminisme dalam

pendidikan Islam sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti

menggunakan sudut pandang pemikiran K.H. Sholeh Darat dalam kitab

Munjiyat.

Literatur yang peneliti temukan, belum ada yang membahas tentang

nilai-nilai pendidikan R.A. Kartini ditinjau dari pendidikan akhlak perspektif

K.H. Sholeh Darat (analisis kitab Munjiyat). Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini ditinjau dari

pendidikan akhlak perspektif K.H. Sholeh Darat analisis kitab Munjiyat.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini masuk dalam jenis penelitian pustaka (Libary reseach)

disebut penelitian pustaka karena data-data atau bahan yang diperlukan

12
dalam menyelesaikan penelitian berasal dari perpustakaan baik dari buku,

ensiklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lainya (Harahap, 2014:

68). Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena penelitian ini

menggunakan strategi inquiry menekankan pencarian makna, pengertian,

konsep, karakteristik maupun deskriptif suatu fenomena bersifat alami dan

holistik.

Penelitian ini menganalisis dan menyajikan data tentang fakta secara

sistematik, mendetail pada obyek yang sebenarnya (Winarni, 2018: 14).

Penelitian ini ditekankan pada nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini ditinjau

dari pendidikan Akhlak K.H. Sholeh Darat dalam Kitab Munjiyat.

2. Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar

kajian analisis atau kesimpulan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data

primer yakni daata yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, dan data

sekunder yakni data yang diperoleh dari informasi yang telah diolah oleh

pihak lain. Sedangkan sumber data merujuk pada dari mana data penelitian

itu diperoleh, data dapat berasal dari orang maupun bukan orang

(Wahidmurni, 2008: 41).

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dihimpun dari sumbernya (Ruslan,

2003: 138). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari Kitab

13
Munjiyat karya K.H. Sholeh Darat dan buku Habis Gelap Terbitlah

Terang karya R.A. Kartini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

melalui media perantara atau dihasilkan oleh pihak lain (Ruslan, 2003:

138). Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari kepustakaan,

baik berbentuk buku-buku penunjang, surat kabar, dan karya-karya

ilmiah lainya yang berhubungan dengan nilai pendidikan akhlak R.A.

Kartini dan yang membahas K.H. Sholeh Darat.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode mengumpulkan data dengan dokumentasi, dokumen

yang berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya monumental dari

seseorang (Endang, 2018: 167). Peneliti dalam hal ini mengumpulkan

data-data yang bersangkutan dengan pendidikan R.A. Kartini melalui

buku-buku karya beliau, artikel, jurnal yang menjelaskan tentang

pendidikan R.A. Kartini, kitab Munjiyat, dan masih banyak lagi. Juga

mengumpulkan data tentang K.H. Sholeh Darat.

4. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

diperoleh peneliti dari berbagai macam sumber. Dalam penelitian ini

setelah dilakukan pengumpulan data maka data tersebut dianalisis untuk

mendapatkan kesimpulan. Tenik analisis data yang peneliti akan

14
gunakan adalah teknik analisis isi (content analysis). Analisis ini

(content analysis) adalah suatu teknik penlitian yang bersifat

pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak

di media massa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua

bentuk komunikasi, baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun

semua bahan dokumentasi yang lain (Afifuddin, 2012: 165).

Data yang telah dikumpulkan dan telah dikelompokan kemudian

dianalisis prosedur analisis data (Afifuddin, 2012: 159-160).

a. Mengorganisasi data, cara ini dilakukan dengan membaca berulang-

ulang data yang ada sehingga peneliti menemukan data yang sesuai

dengan penelitian dan membuang data yang tidak sesuai.

b. Membuat kategori, menemukan tema, dan pola. Dalam hal ini,

peneliti menemukan kategori yang merupakan proses yang cukup

rumit karena peneliti harus mampu mengelompokkan data yang ada

ke dalam suatu kategori dalam tema masing-masing sehingga pola

keteraturan data menjadi terlihat secara jelas.

c. Mencari eksplanasi data alternatif data proses berikutnya ialah

peneliti memeberikan keterangan yang masuk akal data yang ada

dan peneliti harus mampu menerangkan data tersebut dengan

didasarkan pada hubungan logika makna yang terkandung dalam

data tersebut.

15
d. Menulis laporan. Dalam hal ini, peneliti harus mampu menuliskan

kata, frase dan kalimat serta pengertian secara tepat yang dapat

digunakan untuk mendiskripsikan data dan hasil analisis.

Proses setelah melakukan prosedur analisis data di atas, peneliti akan

mencoba menguraikan secara menyeluruh bagaimana nilai-nilai pendidikan

R.A. Kartini ditinjau dari pendidikan akhlak dalam perspektif K.H. Sholeh

Darat (analisis kitab Mujiyat).

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan maksud yang

terkandung pada istilah-istilah dalam judul skripsi ini, maka penulis akan

menjelaskan tentang istilah-istilah pokok dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

Nilai merupakan suatu hal yang melekat pada suatu hal yang lain

yang menjadikan bagian dari identitas susuatu tersebut. Bentuk material dan

abstrak di alam ini tidak bisa lepas dari nilai. Nilai memberikan definisi,

identitas, dan indikasi dari setiap hal konkret ataupun abstrak. Pengertian

nilai menurut Sidi Ghazalba sebagaimana dikutip (Thoha, 1996: 61) nilai

adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan

fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang dikehendaki, disenangi

maupun tidak disenangi. Prof. Jalaluddin dan Prof Abdullah Idi (2009: 139)

menyebutkan bawa pendidikan secra praktis tidak dapat dipisahkan dari

nilai-nilai terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai

16
moral, dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan

pendidikan,yakni membina kepribadian mental.

Konteks Islam pendidikan dimaknai dengan beberapa istilah yaitu

tarbiyah yang berakar dari kata rabba, ta’dib yang berakar dari kata addaba

dan ta’lim yang berakar dari kata ‘allama. Secara definitif, Omar

Mohammad al-Toumy al-Syaebani menyebutkan bahwa pendidikan adalah

usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau

kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dalam alam sekitarnya

(Muhmidayeli, 2011: 65-66).

Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan nasional mengatakan bahwa

pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti

(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak yang antara satu

dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan

hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras

dengan dunianya (Nata, 2010: 338).

Ibnu Khaldun, pendidikan tidak hanya dibatasi oleh ruang dan

waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar

menangkap, menyerap dan menghyati peristiwa-peristiwa alam sepanjang

zaman (Iqbal, 2015: 528.

Akhlak berasal dari kosakata bahasa Arab. Terdapat dua pendapat

dalam hal ini, yaitu pendapat pertama, kata akhlak merupakan isim masdar

dari kata akhlaqa-yukhliqu-akhlaqan yang berarti al thabi’ah (tabiat), al

17
‘adat (kebiasaan), al maru’ah (peradaban baik). Pendapat kedua

menyatakan bahwa kata akhlak bukan isim masdar tetapi isim jamid atau

ghair mustaq yakni kata yang tidak memiliki akar kata karena bentuknya

memang telah ada sedemikian. Menurut istilah, Al Ghozali menyatakan

dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din bahwa akhlak adalah suatu keadaan dalam

jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan secara mudah dan

ringan tanpa perlu pertimbangan pikiran dan analisa (Jamil, 2013: 2-3).

Disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang

prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus

dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga

menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan (Ulwan,

1995: 177).

Menapaki bait-bait penjelasan diatas tersebut mengenai niali-nilai

pendidikan akhlak bukanlah suatu hal yang bersifat doktrinasi saja, namun

nilai tersebut hendaknya tertanam dalam setiap individu. Nilai pendidikan

akhlak bukan sekedar definsi atau teori saja, hendaknya merupakan suatu

proses penanaman dan internalisasi dari individu, nilai tersebut merupakan

harga mati jati diri seorang muslim.

2. Pendidikaan Akhlak K.H. Sholeh Darat

K.H. Sholeh Darat dikenal dengan syaikhul masyayikh (maha guru)

yang menelurkan banyak alim ulama di Nusantara, khususnya di Jawa

(Ulum, 2016: xxxv). Menurut Abdul Karim (Ulum, 2016: xiii) mengatakan

18
bahwa beliau juga dapat dikatakan sebagai ulama yang produktif dalam

menghasilkan sebuah karya tulis yang mayoritas karyanya tertulis dengan

bahasa Arab jawa pegon.

K.H. Sholeh Darat dalam membahas tentang pendidikan akhlak

lebih cenderung ke dalam pengungkapan makna tersirat yang terkandung di

dalam atau disebut tasawuf. Seperti dalam beberapa karya-karyanya tentang

akhlak, K.H. Sholeh Darat memberikan penejelasan mengenai susuatu yang

tersirat di dalamnya. Dalam kitab Munjiyat K.H. Sholeh Darat dalam upaya

menghadirkan hati ketika beraktifitas maupun beribadah, agar dapat

membersihkan hati dari sifat-sifat madzmumah dan menggantinya dengan

sifat mahmudah. K.H. Sholeh Darat menjelaskan, "Kerono arah

ngothongake qolbu arruhani saking aghyar lan den enggon-enggoni

kelawan sifat mahmudah" (Darat, 2001: 9). Inilah yang menjadi tujuan dari

K.H. Sholeh Darat dengan ditanamkannya akhlak ke dalam berbagai

aktifitas maupun beribadah, agar mampu menimbang nilai-nilai yang

terkandung dalam berbagai aktifitas yang dilakukan.

Pendidikan akhlak yang diterapkan oleh K.H. Sholeh Darat lebih

menekankan pada menghadirkan hati di dalam beramal. Kehadiran hati

sangat ditekankan oleh K.H. Sholeh Darat karena ketika gerakan

jasmaniyahnya melakukan sesuatu, maka gerakan ruhaniyahnya mengiringi

aktifitas jasmaniyahnya. K.H. Sholeh Darat menerangkan, "Ngelmu

ingkang ngaweruhi tingkah polahe ati ruhani lan sifate ati ruhani saking

sifat mahmudah lan mazmumah" (Darat, 2001: 9).

19
3. Pendidikan Akhlak R.A. Kartini

R.A. Kartini merupakan seorang tokoh Jawa dan pahlawan Nasional

Indonesia. R.A. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan

pribumi dan dikenal sebagai pelopor feminisme emansipasi Indonesia yang

pertama kali memperjuangkan kedudukan para kaum perempuan dari

ketidakadilan dan diskriminasi. Presiden Sokarno mengeluarkan keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 108 tahun 1964, tangal 2 Mei 1964, yang

menetapkan R.A. Katini sebagai pahlawan Kemerdekaan Nasional

sekaligus menetapkan hari lahir R.A. Kartini sebagai hari besar yang

kemudian dikenal sebagai Hari Kartini (Bachtiar, 1979: 64).

Pemikiran R.A. Kartini mengenai kosnsep pendidikan akhlak pada

abad 19 boleh dikatakan sangat moderen, karena menempatkan anak didik

sebagai subyek kegiatan belajar mengajar, bukan sebagai obyek pengajaran

seperti lazimnya penidikan pada waktu itu. Pendidikan akhlak pada

pendidikan yang dimaksud oleh R.A. Kartini bukanlah hanya pendidikan

formal saja tetapi juga pendidikan budi pekerti (cipto) dan kepekaan budi

pekerti (roso), siswa melalui keteladanan sikap dan prilaku guru.

Pendidikan harus mampu menanamkan moralitas yang akan membentuk

siswa berwatak ksatria, seperti kutipan berikut:

"Kesadaran anak-anak harus dibangunkan, "bahwa mereka harus


memenuhi panggilan budi pekerti dalam masyarakat terhadap
bangsanya yang akan mereka kemudian. Kewajiban pada guru
adalah menjadikan anak-anak perempuan yang dipercayakan
kepada mereka, menurut pandangan mereka yang sebaik-baiknya
dan dengan sekuat tenaganya perempuan-perempuan yang beradab,

20
cerdas, sadar, akan panggilan budinya dalam masyarakat. Menjadi
ibu yang penuh kasih sayang, pendidikan yang berbudi dan cakap.
Dan selanjutnya agar dengan cara apapun juga berguna dalam
masyarakat yang dalam tiap bidang sangat memerlukan
pertolongan." (Arbaningsih, 2005: 134).
R.A. Kartini juga melihat pentingnya menjaga silaturrahmi anatara

siswa yang sudah lulus sekolah dan yang masih berstatus siswa, yang

dihubungkan oleh figur guru sebagai sumber pengetahuan sekaligus

pembahas manfaat pelajaran sekolah dan di lapangan (Arbaningsih, 2005:

126)

Kurikulum sekolah yang di cita-citakan itu ternyata berbeda sekali

dari sistem pendidikan di sekolah-sekolah negeri. R.A. Kartini berpendapat

bahwa suatu sistem pendidikan yang hanya ditujukan kepada pelajaran

intelektualistis itu salah, pendidikann tidak hanya bersifat mengasah otak

saja. Pendidika budi pekerti atau akhlak dan bimbingan watak adalah sangat

penting juga dan bahkan harus diutamakan.

"Memang dalam sekolah kami, kami lebih memetingkan pendidikan


budi pekerti dari pada doktrinal. Oleh sebab itu kami juga tidak
menginginkan sekolah itu didirikan oleh pemerintah, melainkan
oleh swasta, karena kami nanti akan tunduk pada peraturan-
peraturan tertentu. Padahal kami ingin membangun sekolah menurut
gagasan kami sendiri. Kami ingin mendidik anak-anak seperti
seorang ibu mendidik anak-anaknya. Cara mendidik di disitu seperti
dalam suatuu rumah tangga besar, di mana anggota-anggotanya
saling mecintai dan saling mengajar, dan di mana ibu tidak hanya
namanya saja, melainkan sungguh ibu pendidik jasmani dan rohani
anaknya" (Soeroto, 1982: 321)

R.A. Kartini ingi mletakkan dasar moralitas bagi masyarakat

Bumiputra melalui pendidikan budi pekerti sebagai pengimbang pendidikan

21
akal (rasio). R.A. Kartini berpendapat bahwa peradaban manusia

membutuhkan keseimbangan antara akal dan budi pekerti. Budi pekerti

adalah sumber moralitas keadilan dan perikemanusiaan, yang menurut R.A.

Kartini kurang dipedulikan. Hemat R.A. Kartini, hanya dengan memiliki

moralitas keadilan dan perikemanusiaanlah pemimpin mampu

menyelenggarakan kehidupan bersama dengan rakyat tanpa penindasan

(Arbaningsih, 2005: 117).

Pendidikan yang diinginkan R.A. Kartini tidak hanya menyangkut

penguasaan materi kongnitif saja, melainkan bagaimana menjadikan

manusia-manusia yang berbudi luhur dan berjiwa besar. Pendidikan yang

mengarahkan manusia menuju kesejatian dirinya secara sempurna, baik

aspek kongnitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik. Atau dengan

kata lain, pendidikan yang isa menumbuhkan kekokohan diri secara

sempurna baik spiritual, moral, dan intelektual (Tholkhah, 2004: 154).

R.A. Kartini menginginkan keseimbangan otak dan akal, jadi selain

pandai dalam hal teori juga mempunyai akhlak yang baik. Pendidikan

akhlak atau budi pekerti menurut R.A. Kartini harus lebih diutamakan

karena akan membentuk sikap dan tingkah laku dalam bermasyarakat,

karena tujuan pendidikan kembali kepada masyarakat.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

22
Untuk memberikan yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca

nantinya dapat memahami isi dari skripsi ini dengan mudah, maka penulis

memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar.

Yaitu skripsi ini terjadi dari lima bab yang masing-masing saling

berhubungan, sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai beberapa poin

diantaranya latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,

metode penelitian, definisi operasional dan sistematika

penulisan.

BAB II Profil K.H. Sholeh Darat, R.A. Kartini dan sistematika

kitab Mujiyat

Dalam bab ini peneliti menjabarkan tentang biografi R.A.

Kartini meliputi riwayat hidup dan intelektual dan

pendidikan. Biografi K.H. Sholeh Darat meliputi riwayat

hidup, pendidikan, karya-karyanya. Dan yang terakhir

adalah sistematika kitab Munjiyat.

BAB III Nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini dan hubungan

antara R.A. Kartini dengan K.H. Sholeh Darat.

Dalam bab ini peneliti menjabarkan tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak R.A. Kartini, hubungan K.H. Sholeh

23
darat sebagai guru bagi R.A. Kartini dan penagaruh

pemikiran K.H. Sholeh Darat terhadap pemikiran R.A.

Kartini.

BAB IV Analisis nilai-nilai pendidikan R.A. kartini ditinjau

dari nilai-nilai pendidikan akhlak perspektif K.H.

Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat.

Dalam bab ini penulis akan menjawab dari rumusan

masalah yaitu nilai-nilai pendidikan akhlak perspektif K.H.

Sholeh Darat kitab Munjiyat dan analisis nilai-nilai

pendidikan R.A. Kartini ditinjau dari pendidikan akhlak

perspektif K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat.

BAB V Penutup

Pada bab ini penulis menyimpulkan dari pemaparan-

pemaparan dari beberapa bab diatas yang meliputi pokok

bahasan kesimpulan dan saran.

24
BAB II

PROFIL R.A KARTINI, K.H SHOLEH DARAT,

DAN SISITEMATIKA KITAB MUNJIYAT

A. Biografi R.A. Kartini

Kemdikbud (2014: 37) menyatkan, bahwa teks biografi merupakan teks

yang mengisahkan tokoh atau pelaku, peristiwa, dan masalah yang dihadapi.

Sedangkan menurut Toyidin (2013: 292) mengatakan, bahwa biografi adalah

riwayat hidup seseorang atau tokoh yang ditulis oleh orang lain. Pembaca

membaca biografi orang lain biasanya ingin tahu idiologinya, kehidupanya,

perjuanganya, dan lain-lain. Hal-hal yang baik tentu diteladani dan dijadikan

tolak ukur dirinya.

Biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan

seseorang mulai dari kecil sampai meninggal. Biografi dapat diartikan sebagai

sebuah kisah riwayat hidup seseorang, biografi sendiri dapat berbentuk hanya

beberapa berisi kalimat saja, namun juga dapat berbentuk dalam satu buku yang

membahas khusus seseorang tersebut. Biografi singkat hanya menjelaskan

fakta-fakta dari kehidupan dan peran pentingnya. Sedangkan biografi panjang

meliputi informasi-informasi yang bersifat penting namun dikisahkan dengan

lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya cerita yang baik dan menarik.

1. Riwayat Hidup R.A. Kartini

a. Masa Kelahiran dan Silsilah Keluarga R.A. Kartini

25
Raden Ajeng Kartini pada tanggal 21 April 1897 (28 Rabiul

Akhir1808), wafat pada tanggal 17 September 1904 (7 Rajab 1834).

R.A. Kartini lahir dari keluarga ningrat putra Raden Mas Adipati Ario

Sosroningrat (Selanjutnya disebut R.M.A.A. Sosroningrat), Bupati

Jepara, putra pangeran Ario Tjondronegoro IV, Bupati Demak. Ibunya,

Mas Ajeng Ngasirah yang berasal dari kalangan biasa, putra kiai Haji

Madirono seorang guru agama terkenal di Telekawur, Jepara dan Nyai

Haji Siti Amina, juga berasal dari Telekawur. Ibu R.A. Kartini dinikahi

oleh ayahnya pada tahun 1872 ketika ia masih berpangkat Wedana di

Mayong. Kemudian, masih dalam kedudukanya sebagai Wedana, pada

tahun 1875 R.A. Kartini kawin lagi dari seorang putri bangsawan tinggi,

yang menurut R.A Kartini adalah keturunan langsung Raja Madura

yaitu Raden Ajeng Woerjan atau Moerjan, putri R.A.A Tjitrowikomo,

Bupati Jepara sebelum Sosroningrat (Soeroto, 1978: 14). Selanjutnya

istri yang kedua kemudian diangkat menjadi "garwa padmi" atau

"Raden Ayu", sedangkan Mas Ajeng Ngasirah mendapat kedudukan

"garwa ampil".

R.A. Kartini adalah seorang priyai dan aristokra, dari kutipan

tersebut dapat diketahui bahwa Wedana R.M. Sosroningrat (Ayah R.A.

Kartini), menikah dengan M.A.Ngasirah (Ibu R.A. Kartini) pada tahun

1872, sebagai istri yang pertama dinikahinya. Ketika ia akan diangkat

menjadi Bupati, oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi syarat agar

menikahi perempuan dari golongan ningrat yang sederajat, yang

26
nantinya akan diangkat menjadi "garwa padmi" atau Raden Ayu.

Perkawinan itu terjadi pada tahun 1875, setelah R.M. Sosroningrat

diangkat menjadi Bupati Jepara, status dan hubungan dalam keluarga

kabupaten menjadi terang R.A. Woerjan menduduki tempat sebagai

Raden Ayu dan Gastri Putri yang keluar sebagai Frest Lady dan M.A

Ngasirah sebagai istri kedua yang mempunyai kewajibannya sendiri di

dalam kabupaten. Tugasnya garwa padmi mendampingi suami pada

saat upacara-upacara resmi. Sedangkan Urusan pendidikan menjadi

tanggung jawab M.A. Ngasirah dan beliau sangat keras dalam mendidik

putra-putrinya, termasuk dalam pendidikan agama (Marihandono, dkk,

2016: 3).

Garwa padmi yang berasal dari keturunan bangsawan memiliki

kedudukan istimewa, karena puteranya memiliki hak untuk dimasukkan

dalam daftar nama calon Bupati. Jika garwa padmi tidak memiliki anak

laki-laki, baru diambil putera dari garwa ampil. Peraturan ini

menjadikan pegawai pamong praja berpangkat Wedana atu Patih yang

beristrikan perempuan dari kalangan rakyat biasa, akan menikah lagi

dengan perempuan dari kalangan bangsawan yang akan dijadikan

sebagai garwa padmi (Marihandono, dkk, 2016:4).

R.A. Kartini seorang berdarah ningrat tetapi hidup dalam

penderitaan dan kesedihan, baik karena melihat kenyataan yang dialami

oleh ibundanya yang merupakan istri pertama tapi bukan yang utama,

27
maupun karena melihat kenyataan yang dia alami sendiri. Bahkan dalam

surat tertanggal 23 Agustus 1990, R.A. Kartini menulis,

"Saya menyaksikan penderitaan dan menderita sendiri karena


penderitaan ibu saya dan karena saya anaknya. Aduhai
merasakan sedalam-dalamnya, itulah penderitaan neraka. Ada
hari-hari tanpa kegembiraan dan amat sedih sampai saya
terengah-engah dan mengidam-idamkan akhir hidup saya di
dunia dan hendak mengakhirinya sendiri kalau saya tidak sangat
mencintai ayah saya".

Surat R.A. kartini ini sekilas dapat diketahui bahwa di zaman itu

feodalisme sangat kuat dan ketat. M.A Ngasirah bahkan harus

memanggil anak-anak kandungnya sendiri dengan panggilan "Ndoro",

sedangkan mereka memanggil "Yu", hanya kepada garwa padmi putra

putri Bupati Jepara itu memanggil "Ibu" (Rosyadi, 2012: 9). Setelah

R.M.A.A Sosroningrat menjadi Bupati Jepara atau setelah menikah

dengan R.A. Moerjam kehidupan R.A. Kartini banyak penderitaan

dikarenakan ibunya M.A. Ngasirah menjadi garwa ampil dan mendapat

perlakuan berbeda dengan garwa padmi.

Sejarah juga menuliskan bahwa R.A.Kartini dilahirkan tidak di

gedung utama sebagaimana saudara-saudarinya yang lebih tua. R.A

Kartini dilahirkan di sebuah rumah kecil di bagian bangunan keasisten

Wedanan yang terletak sedikit jauh dari gedung utama, di bagian tempat

tinggal selir atau istri kesekian. Rumah kecil itu dibedakan dari gedung

utama, perbedaan yang menjelaskan kedudukan antara penghuninya

dari pada gedung utama, sekalipun di pekarangan yang sama (Toer,

2003: 52). Diskriminasi yang dialami M.A. Ngasirah ibu R.A. Kartini

28
terjadi dikarenakan menjadi istri kedua dan bukan dari kalangan

bangsawan seperti R.M. Moerjam sebagai selir R.M.A.A. Sosroningrat.

Sejarah tidak banyak mencatat masa kecil R.A. Kartini, R.A

Kartini sendiri melukiskan masa kecilnya dengan nada sedih. Suratnya

kepada Nyonya HG de Booij-Boissevain menunjukkan diskriminasi

yang R.A. Kartini dapat ketika bayi. Ibunya harus bersaing dengan istri

utama ayahnya, sejak bayi R.A. Kartini sudah merasakan kehidupan

yang berbeda atara gedung utama dan rumah kecilnya. Sahabat R.A.

Kartini, Nyonya van Zeggelen dalam romanya yang berjudul "Kartini"

melukiskan bahwa R.A. Kartini diasuh oleh ibunya beserta pengasuhnya

yang bernama Rami, akan tetapi R.A. Kartini lebih banyak diasuh oleh

Rami dikarenakan seperti kebanyakan selir lain. M.A. Ngasirah pergi

dari rumah itu sesudah melahrikan. Dalam kehidupan feodal, pengasuh

ini bukan hanya menjadi pengasuh tapi juga menjadi ibu sendiri (Toer,

2003: 56).

Tentang ibu kandung R.A. Kartini yang jarang diketahui dan

disebut R.A. Kartini, hal ini disebabkan di jaman penjajahan Belanda,

dengan feodalisme Pribumi yang mendukungnya, orang akan merasa

segan mengemukakan seorang wanita biasa dari kalangan rakyat jelata,

mungkin juga masih buta huruf, yang hanya mempunyai satu hal yang

menyebabkan M.A. Ngasirah dibedakan dari rakyat jelata lainnya yakni

kecantikan dan keindahan tubuhnya, karena tanpa ini hampir-hampir

29
tidak mungkin seorang gadis rakyat dapat mendampingi hidup seorang

bangsawan. Meskipun R.A. Kartini jarang menyebut mengenai ibu

kandungnya, bukan semata karena R.A. Kartini menyembunyikanya,

tetapi karena konflik yang terjadi dalam keluarganya dan sangat disadari

oleh R.A. Kartini. R.A. Kartini mengenali ibunya akan tetapi tidak

menyebutnya kepada sahabat penanya. Hal itu demi menjaga nama baik

ayahnya dari pandangan buruk sosial poligami (Toer, 2003: 60).

b. Saudara R.A. Kartini

Perkawinan R.M.A.A. Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah

melahirkan 8 orang anak (Marihandono, dkk, 2016:4), yaitu:

1) R.M. Slamet Sosroningrat lahir 15 Juni 1873

2) R.M. P. Sosroboesono lahir 11 Mei 1874

3) R.M. Panji Sosro Kartono lahir 10 April 1877

4) R.A. Kartini lahir pada 21 April 1879

5) R.A. Kardinah lahir 1 Maret 1881

6) R.M Sosro Mulyono lahir 26 Desember 1885

7) R.A. Sumatri Sosrohadi Kusumo 11 Maret 1888

8) R.M. Sosrorawito lahir 16 Oktober 1892

Sementara itu perkawinanya dengan R.A. Moerjam melahirkan

3 orang anak (Marihandono, dkk, 2016:4), yaitu:

1) R.A. Sulastri Hadisosro lahir 9 Januari 1877

2) R.A. Roekmini lahir 4 Juli 1880

3) R.A. Kartinah lahir 3 Juni 1883

30
Pernikahan R.M.A.A. Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah dan

R.A. Moerjam melahirkan 11 anak yang terdiri dari 6 perempuan dan 5

laki-laki dan R.A. Kartini anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan

tiri. R.A. Kartini adalah anak perempuan tertua dari sauadar-saudaranya.

c. Sahabat Pena R.A. Kartini

R.A. Kartini dalam menjalankan masa pingitan tidaklah hanya

berdiam diri seolah pasrah terhadap adat, akan tetapi R.A. Kartini terus

saja mendalami ilmu-ilmu dengan membaca berbagai bacaan dan

membangun persahabatan yang menjadikan dirinya semakin matang

dalam berfikir. Salah satu cara yang ditempuh R.A. Kartini dalam

mengisi kekosongan dan kebosanan selama masa pingitan dengan

melakukan surat-menyurat yang merupakan hobinya. Dalam kegiatan

surat-menyurat yang dilakukan, R.A. Kartini memiliki sahabat yang

berasal dari Eropa.

R.A. Kartini dikenal luas melalui tulisan di sebuaah majalah

yang berjudul "Upacara Perkawinan Suku Koja". Tulisan dibuat pada

tahun 1895 saat berusia 16 tahun. Kecerdasan R.A. Kartini mendapat

perhatian dari Belanda kala itu. Bermula dari sebuah iklan di majalah

De Hollandsche Lelie, R.A.Kartini menemukan sahabat penanya.

Sahabat pena R.A. Kartini yang menjadi tempat curahan hati melalui

suratnya (Djaja, 2018: 24), yaitu:

1) Mr. Abendanon dan Nyonya Abendanon Mandri

2) Nona Stella Zeehandelaar

31
3) Ir. H.H. Van Kol dan Nyonya Van Kol Porrey

4) Nyonya Ovink Soer

5) Dr. N. Adriani

6) Nyonya H.G. De Booy Boissevain

7) Prof. Dr. G.K Anton

d. Tragedi Seorang R.A. Kartini

R.A. Kartini membenci feodalism dan polygamy, tetapi R.A.

Kartini harus menghadapi ayahnya yang mempertahankan gaya feodal

dengan banyak selir. R.A. Kartini lahir dari seorang selir bernama M.A.

Ngasirah yang setelah melahirkan kemudian diusir keluar rumah. Kini,

R.A. Kartini harus menikah sebagai istri keempat Bupati Rembang yaitu

K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadingrat. Dengan ketiga istrinya,

K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadingrat telah memiliki enam anak.

Semua anak harrus diasuh oleh R.A. Kartini yang dijadikan garwa

padmi. Anak pertama dan terakhir bagi R.A. Kartini lahir pada tanggal

13 September 1904, bernama Raden Mas Soesalit. Namun empat hari

kemudian, pada tanggal 17 September 1904 R.A. Kartini meninggal

dunia pada usia 25 tahun. R.A. Kartini dimakamkan di Desa Bulu,

Kecamatan Bulu, Rembang.

2. Pendidikan R.A. Kartini

R.A. Kartini dikenal sebagai pejuang perempuan yang senantiasa

memperjuangkan haknya, yaitu hak pendidikan. Sifatnya yang terkesan

menggugat adat dan tradisi feodal seperti melukiskan sosok yang tidak bisa

32
dihentikan ketika memiliki tekad untuk memajukan kaumnya.

Keberanianya bukan tanpa sebab, perlakuan ayahnya yang menganaktirikan

perempuan untuk melanjutkan sekolah menjadi titik balik munculnya

pemikiran yang terbuka untuk memperbaiki derajat perempuan melalui

pendidikan. Salah satu sosok yang menjadi inspirasi R.A. Kartini untuk

mendobrak tembok kekolotan adalah kakeknya. Sebagaimana surat yang ia

tulis menunjukkan kekaguman kepada kakeknya tersebut

"Telah banyak dibicarakan serta ditulis tentang sifat-sifat


progresif dinasti Tjondronegaran. eyang telah lama wafat,namun
nama beliau hidup terus, disebut-sebut dengan hormat dan simpati
oleh mereka yang tahu atau mendengar tentang beliau. Eyang
adalah orang pertama yang memberikan pendidikan Barat kepada
putra-putrinya. Eyang benar-benar seorang perintis, orang yang
sungguh-sungguh agung, kami tidak berhak untuk tinggal
bodoh."(Surat R.A. Kartini kepada Nyonya Abendanon, 9
November 1901).

Itu adalah surat yang R.A. Kartini tulis tentang eyangnya sebagian

dari sifat-sifat R.A. Kartini yang luar biasa adalah warisan dari leluhurnya

itu. Kakeknya yaitu Tjondronegoro IV tersohor sebagai orang indonesia

pertama yang berani mendobrak kekolotan adat yang menghalang-halangi

jalan kearah kemajuan, dan memberikan pendidikan Barat kepada dengan

hasil gilang-gemilang (Soeroto, 1984: 20-21).

Salah satu putra Tjondronegoro IV adalah R.M.A.A Sosroningrat,

ayah R.A. Kartini yang menjadi Bupati Jepara. Bupati Sosroningrat

berperan besar terhadap perkembangan jiwa R.A. Kartini. Selama

pertumbuhan anak-anaknya Bupati Sosroningrat selalu mengawasi

perkembangan jiwa mereka, terutama sifat-sifat R.A. Kartini yang luar biasa

33
sejak kecil sudah menawan perhatiannya. R.A. Kartini sejak kecil sudah

terlihat sebagai pribadi yang berwibawa, otak yang tajam, akal sehat,

observasi yang cepat dan menyeluruh, keberanian untuk mengeluarkan

pendapatnya dan membela apa yang dirasakannya benar dan adil, serta rasa

belas kasihan terhadap semua yang lemah dan tertindas, nampak makin

nyata pada putrinya ini. Sifat-sifat ini sudah tentu menarik perhatian seluruh

Kabupaten dan juga orang-orang luar.

Bupati Sosroningrat sadar betul betapa pentingnya pendidikan,

seperti juga yang diajarkan oleh ayahnya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV.

Maka pendidikan anak-anaknya selalu diperhatikan dengan sungguh-

sungguh. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anaknya bersifat

menyeluruh, selain untuk menambah pengetahuan, terutama diarahkan

kepada pertumbuhan watak yang baik dan berperikemanusiaan. Bupati

Sosroningrat membiasakan sejak kecil untuk ikut keluar ke tengah-tengah

rakyat, agar mengenal kehidupan rakyat kecil dan untuk menanam rasa cinta

kepada mereka (Soeroto, 1984: 37).

Saat R.A. Kartini sudah lebih besar, R.A. Kartini dimasukkan

sekolah (di Europese Lagere School = Sekolah Rendah Belanda). Pada pagi

hari bersekolah dan sorenya mendapat pelajaran menyulam dan menjahit

dari seorang nyonya Belanda, membaca al Qur’an dari seorang guru agama

wanita, dan pelajaran bahasa Jawa dari seorang guru bernama Pak Danu.

Pelajaran yang paling tidak disukai adalah pelajaran al-Qur’an, dan jika itu

dilaporkannya, membuat ibunya marah. Sebab ibunya sangat keras dalam

34
hal ibadah. Akan tetapi ayah R.A. Kartini sangat mengerti kesulitan anak-

anaknya, tidak memarahi mereka. Anak-anak itu masih terlalu muda untuk

pelajaran yang sulit itu. Setelah anak-anak menjadi lebih besar, mereka juga

lebih mudah dapat membaca dan mengerti isi al-Qur’an (Toer, 2003: 60).

Sekolah R.A. Kartini letaknya dekat sekali di samping Kabupaten.

Karena sifatnya yang periang, lucu, dan pandai maka, R.A. Kartini di

sekolah disenangi oleh teman-temannya. Di sekolah R.A. Kartini termasuk

yang paling maju dan paling cerdas. Dengan mudah R.A. Kartini dapat

bersaing dengan anak-anak Belanda karena memiliki kemampuan

berbahasa Belanda dengan lancar dibandingkan anak-anak pribumi lain.

Meskipun R.A. Kartini anak yang cerdas, sesuai adat feodal yang sangat

kuat, R.A. Kartini tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi. Seberapa maju pun pemikiran ayahnya, tetapi adat istiadat

menghalangi langkah R.A. Kartini untuk melanjutkan pendidikan,

kemudian di usia dua belas tahun R.A. Kartini akhirnya dipingit oleh

ayahnya (Toer, 2003: 43).

Dalam beberapa buku disebutkan bahwa R.A. Kartini, selain belajar

di sekolahan Belanda juga belajar agama dari K.H. Sholeh Darat. K.H.

Sholeh Darat adalah seorang kiai besar yang disegani, berasal dari Darat-

Semarang yang kerap kali memberikan pengajian khususnya tafsir al-

Qur’an beberapa pendopo Kabupaten di sepanjang pesisir Jawa. Sampai

suatu ketika R.A. Kartini berkunjung ke rumah pamannya, Bupati Demak.

35
Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan, khusus untuk anggota

keluarga sang Bupati.

R.A. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama para Raden

Ayu yang lain di balik hijab (Tabir, tirai). R.A. Kartini merasa tertarik

tentang materi yang disampaikan pada saat itu Tafsir al Fatihah oleh K.H.

Sholeh Darat. Setelah selesai pengajian, R.A. Kartini mendesak pamanya

agar bersedia menemaninya untuk menemui K.H. Sholeh Darat. Dalam

pertemuanya itu, R.A. Kartini meminta agar al-Qu'ran diterjemahkan

karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak

diketahui artinya (Dzahir, 2012: 14).

3. Karya-karya Tulis R.A. Kartini

a. Habis Gelap Terbitlah Terang

Tahun 1992, oleh empat saudara, Door Duisternis Tot Linch

disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah

Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn

Pane, salah seorang sastrawan pelopor pejuang baru pelopor Pujangga

Baru, tercatat sebaagai salah satu orang penerjemah surat-surat Raden

Adjeng Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Armijn Pane

pun disebut sebagai Empat Saudara. Pada tahun 1938, buku Habis

Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda

dengan buku-buku terjemahan dari Door Duistrenis Tot Licht. Buku

terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali, selain itu

surat-surat R.A. Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa

36
Jawa dan Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat R.A. Kartini

dalam berbeda dengan buku-buku sebelumnya, Armijn Pane membagi

kumpulan surat-surat tersebut dalam lima bab pembahasan. Pembagian

tersebut Armijn Pane lakukan untuk menunjukkan adanya perubahan

sikap dan pemikiran R.A. Kartini selama berkorespondensi. Alasan lain

adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman.

b. Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang Dan Untuk Bangsanya

Surat-surat R.A. Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin

Sutrisno, pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot

Licht di Universitas Leiden, saat Sulastin Sutrisno melanjutkan studi di

bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden

meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku keumpulan surat R.A.

Kartini. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa

Belanda dengan cakap sempurna. Pada tahun 1979, sebuah buku berisi

terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht

terbit. Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul

"Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang Dan Untuk Bangsanya".

Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa

Belanda adalah "Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang, Dan Untuk

Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba

sesungguhnya olek R.A. Kartini adalah kemjuan seluruh bangsa

Indonesia.

c. Letters From Kartini, An Indonesia Feminist 1900-1904

37
Buku Letters From Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904,

penerjemahnya adalah Joost Cote. Joost Cote tidak hanya

menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht

versi Abendanon Joost Cote juga menerjemahkan seluruh surat asli R.A.

Kartini pada Nyonya Abendanon Mandri hasil temuan terakhir. Buku

ini memuat 108 surat-surat R.A. Kartini kepad Nyonya Rosa Manuela

Abendanon-Mandri dan suaminya J.H Abendanon. Termasuk di

dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukimin, Kardinah, dan Soematrie.

d. Panggil Aku Kartini Saja

Selain berupa surat, bacaan yang lebih memusatkan pada

pemikiran R.A. Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah "Panggil

Aku Kartini Saja" karya Pramoedya Ananta Toer. Buku ini merupakan

hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya

Ananta Toer.

e. Kartini Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya

Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru

tentang R.A. Kartini lewat buku "Kartini Surat-surat kepada Ny. R.M.

Abendanon-Mandri dan suaminya". Dalam kumpulan surat-surat ini

selalu dipotong bagian awal dan akhir, padahal bagian itu menunjukkan

kemesraan R.A. Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang

dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.

f. Aku Mau ... Feminisme Dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada

Stella Zeehandelaar 1889-1903

38
Buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1889-

1903 diterbitkan untuk memperinganti 100 tahun wafatnya. Isinya

memperlihatkan wajah lain R.A. Kartini. Koleksi surat ini dikumpulkan

Dr. Joost Cote, diterjemahkan dengan judul "Aku Mau ... Feminisme

dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar

1899-1903". Aku Mau ... " adalah moto R.A. Kartini, sepenggal

ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan

dijadikan bahan perbincangan. R.A. Kartini berbicara tentang banyak

hal sosial, budaya, agama, dan bahkan korupsi.

B. Biografi K.H. Sholeh Darat

Kemdikbud (2014: 37) menyatkan, bahwa teks biografi merupakan teks

yang mengisahkan tokoh atau pelaku, peristiwa, dan masalah yang dihadapi.

Sedangkan menurut Toyidin (2013: 292) mengatakan, bahwa biografi adalah

riwayat hidup seseorang atau tokoh yang ditulis oleh orang lain. Pembaca

membaca biografi orang lain biasanya ingin tahu idiologinya, kehidupanya,

perjuanganya, dan lain-lain. Hal-hal yang baik tentu diteladani dan dijadikan

tolak ukur dirinya.

Biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan

seseorang mulai dari kecil sampai meninggal. Biografi dapat diartikan sebagai

sebuah kisah riwayat hidup seseorang, biografi sendiri dapat berbentuk hanya

beberapa berisi kalimat saja, namun juga dapat berbentuk dalam satu buku yang

membahas khusus seseorang tersebut. Biografi singkat hanya menjelaskan

fakta-fakta dari kehidupan dan peran pentingnya. Sedangkan biografi panjang

39
meliputi informasi-informasi yang bersifat penting namun dikisahkan dengan

lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya cerita yang baik dan menarik.

1. Riwayat Hidup K.H. Sholeh Darat

a. Masa Kelahiran dan Silsilah K.H. Sholeh Darat

Nama lengkapnya adalah Muhammad Sholeh bin Umar bin

Tasmin Al Samarani, atau lebih dikenal dengan sebutan K.H. Sholeh

Darat. Ada dua alasan kenapa dipanggil “Kiai Sholeh Darat”. Pertama,

sesuai dengan akhir surat yang ia tujukan kepada Penghulu Tafsir

Anom, penghulu Keraton Surakarta, yaitu: “Al-Haqir Muhammad Salih

Darat” dan juga menulis nama “Muhammad Salih ibn Umar Darat

Semarang” ketika menyebut nama-nama gurunya dalam kitab al-

Mursyid al-Wajiz. Kedua, sebutan “Darat” di belakang namanya, karena

K.H. Sholeh Darat tinggal di suatu kawasan bernama “Darat”, yaitu

suatu kawasan dekat pantai Utara Kota Semarang tempat mendarat

orang-orang yang datang dari luar Jawa. Adanya laqab (penambahan)

ini, memang sudah menjadi tradisi atau ciri khas dari orang-orang yang

terkenal di masyarakatnya pada masa itu. Kini, di kawasan Darat,

Semarang Utara, didirikan Masjid Sholeh Darat yang merupakan cikal

bakal pesantren K.H. Sholeh Darat (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan

Agustin Mufarohah, 2016: xxv).

K.H. Sholeh Darat dilahirkan pada 1820 M/ 1235 H di Desa

Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa

40
Tengah. Tahun kelahirannya ini bertepatan dengan tahun kelahirannya

ulama kharismatik yang mempunyai banyak karomah dan menjadi

gurunya para kiai di Jawa dan Madura, yaitu Syaikhona Kholil

Bangkalan (1820 M/1235 H). Kedua tokoh ini sama-sama menjadi

rujukan penting dan tempat berlabuh ulama Nusantara sebelum

melanjutkan pendidikannya ke Haramain (Ulum, 2016: 36).

Sebagian pendapat menuturkan bahwa K.H. Sholeh Darat

dilahirkan di Semarang. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam

muqaddimah tafsir kitab faidhu Al Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Maliki

al-Dayyan, “Qala syaikhuna al alim al-allamah bahru al-fahhamah Abu

Ibrahim Muhammad Shaleh ibn Umar al-Samarani baladan maulidan

al-Syafi’i madzhaban.” Yang artinya, “Telah berkata guru kita yang

alim dan sangat alimnya, yang wawasan keilmuannya luas, yaitu ayah

Ibrahim, Muhammad Shaleh, putra Umar dari Semarang, yang

dilahirkan di Semarang pula, dan mengikuti madzhab Syafi’i” (Ulum,

2016: 37).

Semasa kecil K.H. Sholeh Darat dipanggil dengan nama Sholeh.

Sholeh lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang alim dan cinta tanah

air. Ayahnya adalah Kiai Umar, yang merupakan tokoh ulama yang

cukup terpandang dan disegani di kawasan pantai Utara Jawa. Kiai

Umar juga seorang pejuang perang Jawa (1825-1830), sekaligus sebagai

orang kepercayaan dari Pangeran Diponegoro. Kiai Umar beserta

kawan, kolega dan santri-santrinya berjuang gigih mempertahankan

41
kehormatan tanah air dari jajahan Belanda (Darat, Terj. Miftahul Ulum

dan Agustin Mufarohah, 2016: xxvi).

Agus Tiyanto dalam sebuah sumber menerangkan sebagaimana

yang diceritakan oleh yang mendapatkan keterangan ini dari Habib Lutfi

bin Yahya Pekalongan bahwa ibunda K.H. Sholeh Darat masih

keturunan dari Sunan Kudus, yaitu Nyai Umar binti Kiai Singapadon

(Pangeran Khatib) ibn Pangeran Qodin Ibn Pangeran Palembang ibn

Sunan Kudus atau Syaikh Ja’far Shodiq (3/7/2016). Data ini didukung

dengan keakraban status guru-murid antara K.H. Sholeh Darat dengan

Raden Kiai Muhammad Sholeh Kudus yang masih keturunan dari

Sunan Kudus dan Syaikh Mutamakkin Al Hajjini (Kajen, Pati) (Ulum,

2016: 37).

K.H. Sholeh Darrat menghembuskan nafas terakhirnya pada

Jum'at Legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H atau 18 Desember 1903 M.

Makamnya selain dikenal luas masyarakat di pemakaman umum

Bergota Semarang, ternyata ada makam yang lain yang dipercayai ada

di belakang masjid peninggalanya, Jl. Kakap No.212, Dadapsari,

Semarang Utara, Kota Semarang (Misbah, 2018: 42).

b. Pernikahan K.H. Sholeh Darat

K.H. Sholeh Darat pernah menikah sebanyak tiga kali.

Perkawinan yang pertama adalah ketika beliau masih berada di Makkah.

Tidak jelas siapa nama dari istri beliau. Dari perkawinan tersebut, beliau

42
dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala K.H. Sholeh

Darat pulang ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak

ikut serta ke Jawa. Ibrahim ini tidak menurunkan keturunan. Untuk

mengenang anaknya (Ibrahim) yang pertama ini, K.H. Sholeh Darat

menggunakan nama “Abu Ibrahim” dalam halaman sampul kitab

tafsirnya, Faidh Al-Rahman (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin

Mufarohah, 2016: xxx).

Perkawinannya yang kedua dengan Sofiyah, puteri Kiai

Murtadho teman karib bapaknya terjadi di Semarang. Dari perkawinan

ini, mereka dikaruniai dua orang putera, Yahya dan Kholil. Dari kedua

puteranya ini, telah melahirkan beberapa anak dan keturunan yang bisa

dijumpai hingga kini (Dzahir, 2012: 5-6). Sedangkan perkawinannya

yang ketiga dengan Raden Ayu Aminah, puteri Bupati Bulus, Purworejo

yang juga seorang syarifah (Keturunan Nabi Muhammad Saw). Dari

perkawinannya ini, mereka dikaruniai seorang putri bernama RA Siti

Zahroh. Siti Zahroh dijodohkan dengan Kiai Dahlan, santri Kiai Sholeh

Darat dari Termas, Pacitan. Dari Perkawinan ini melahirkan dua orang

anak, masing-masing Rahmad dan Aisyah. Kiai Dahlan meninggal di

Makkah, kemudian Siti Zahroh dipasrahkan kepada Kiai Mahfudz,

kakak kandung Kiai Dahlan. Oleh Syaikh Mahfudz, Siti Zahroh

dijodohkan dengan Kiai Amir, juga santri K.H. Sholeh Darat sendiri asal

Pekalongan. Perkawinan kedua Siti Zahroh tidak melahirkan keturunan

(Dzahir, 2012: 6).

43
2. Pendidikan K.H. Sholeh Darat

a. Pendidikan di Jawa

Perang Jawa sudah mulai redam (1830), usia beliau menginjak 10

tahun. Sebagaimana anak seorang Kiai, masa kecil dan masa remaja K.H.

Sholeh Darat sudah diwarnai dengan ajaran-ajaran Islam yaitu belajar al

Qur'an dan Ilmu Agama. Usia inilah beliau mendapatkan gemblengan

ajaran agama Islam secara intensif dari ayahnya, Kiai Umar. Setelah Kiai

Umar sudah tidak disibukkan lagi dengan peperangan. Sebelum tahun 1830,

K.H. Sholeh Darat sudah diberikan sendi-sendi aqidah dan syari’at Islam,

namun belum maksimal sebab kondisi perang yang sedang berkecamuk

(Ulum, 2016: 39).

K.H. Sholeh Darat selain belajar dengan ayahnya, beliau juga

mencari ilmu di beberapa kiai ternama pada masa itu. Di antaranya guru-

guru beliau yang ditimba ilmunya adalah sebagai berikut.

1) K.H. M. Syahid Pati

Seorang ulama yang mempunyai pesantren di daerah Waturoyo,

Margoyoso, Pati. Pesantren ini, hingga kini keberadaannya masih ada.

Kiai M. Syahid adalah cucu dari Kiai Mutamakkin yang mana Kiai

Mutamakkin adalah ulama Nusantara pada masa Paku Buwono II (1727

M-1749 M). Dari sinilah K.H. Sholeh Darat memulai pengembaraan

ilmunya di Jawa. K.H. Sholeh Darat belajar beberapa kitab kepada Kiai

M. Syahid yaitu Fath Al Qorib, Fath Al Mu’in, Minhaj Al Qowwim,

Syarah Al Khatib, Fath Al Wahhab dan yang lainnya (Dzahir, 2012: 6).

44
2) Kiai Raden H. Muhammad Sholeh bin Asnawi Kudus

Kepadanya K.H Sholeh Darat mendalami kitab Tafsir Al

Jalalain karya dari Syaikh Jalaluddin As Suyuthi.

3) Kiai Ishak Damaran Semarang

Kepada Kiai Ishak Damaran, K.H. Sholeh Darat belajar Nahwu

dan Shorof untuk memahami kaidah bahasa Arab.

4) K. Abu Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni

K. Abu Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni merupakan salah

satu mufti dari Semarang dan kepadanya K.H. Sholeh darat belajar Ilmu

Falak.

5) Sayyid Ahmad Bafaqih Ba’alawi Semarang

Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar Jauhar Al Tauhid karya

Syaikh Ibrahim Laqqani dan Minhaj Al ‘Abidin karya Imam Al Ghozali.

6) Syeikh Abdul Ghani Bima

Seorang mufti Mekah dari Nusa Tenggara Barat yang berkunjung

ke Semarang. Kepadanya K.H. Sholeh Darat mengkaji kitab Masail Al

Sittin karya Abu Abbas Ahmad Al Mishri.

7) Mbah Ahmad (Muhammad) Alim Purworejo

Ulama yang berasal dari Bulus, Gebang, Purworejo. Kepada

Mbah Ahmad K.H. Sholeh Darat belajar Ilmu Tasawuf dan Tafsir al

Qur’an. K.H. Sholeh Darat juga belajar agama kepada sahabat-sahabat

dari Kiai Umar, ayahandanya, seperti: Kiai Murtadlo, Kiai Darda’, Kiai

Syada’, dan Kiai Bulkin. Dari sekian banyak guru-guru Kiai Sholeh

45
Darat yang ada di Jawa menunjukkan bahwa Kiai Sholeh Darat yang di

kala itu masih dalam usia tergolong belia mencerminkan akan

kealimannya dan kecerdasannya. Melihat potensi yang ada di diri K.H.

Sholeh Darat, ayahandanya yaitu Kiai Umar, berencana akan

membawanya ke Tanah Suci yaitu Haramain (Dzahir, 2012: 7).

Selain untuk menunaikan haji juga untuk memberikan pendalaman

terhadap pendidikan Islam kepada K.H. Sholeh Darat (Ulum, 2016: 40).

Perencanaan akan hijrah ke Tanah Suci atau Haramain juga dilandasi

dengan adanya kekhawatiran akan keamanan di Jawa pasca penangkapan

Pangeran Diponegoro.

b. Pendidikan di Haramain

K.H. Sholeh Darat belajar agama di beberapa daerah di Nusantara,

Kiai Sholeh Darat diajak ayahandanya ke Haramain untuk beribadah haji.

Sebelum mereka melakukan perjalanannya ke Haramain, Kiai Umar dan

putranya yaitu K.H. Sholeh Darat, singgah terlebih dahulu di Singapura

selama berbulan-bulan. Hal ini karena menanti izin resmi untuk

perjalanannya ke Haramain dengan menggunakan kapal dari Belanda

(Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016: xxviii).

Kiai Umar dan K.H. Sholeh Darat juga sempat mengajar agama di

Singapura. Seiring waktu santrinya bertambah banyak yang berada di

kalangan etnis Melayu dan Jawa. Singapura juga terdapat kerabat beliau

yaitu Kiai Umar karena menikahi salah satu perempuan yang di sana, yang

mana kemudian menurunkan anak perempuan yang diperistri oleh Kiai

46
Muhammad Hadi Giri Kusumo dari Demak (Ulum, 2016: 43). Bahkan di

Singapura juga terdapat perkampungan yang diberi nama Kiai Sholeh

(Dzahir, 2012: 8).

Berangkatlah Kiai Umar dan K.H. Sholeh Darat yang diperkirakan

pada tahun 1835 yang dihubungkan dengan keberangkatan Syaikh Nawawi

Al Bantani pada 1828 yang mana Syaikh Nawawi Al Bantani dengan K.H.

Sholeh Darat terpaut tujuh tahun lebih tua Syaikh Nawawi Al Bantani

(Dzahir, 2012: 8). Perjalanannya ke Haramain juga diwarnai berbagai

rintangan, sebelum K.H. Sholeh Darat dan ayahandanya sampai di

Haramain. Hal ini dikarenakan C. Snock Hurgronje telah membuat

kebijakan pembatasan haji atau mempersulit orang Islam dari Nusantara

yang ingin menunaikan ibadah haji.

Disebabkan visi dan misi dari Belanda untuk menjajah

perekonomian dan akidah, yang mana penentang di barisan utama adalah

para ulama. Kiai atau ulama dengan gelar haji bagi mereka yang sepulang

dari Haramain diartikan bahwa mereka sudah menguasai ilmu syari’at. Dan

apabila mereka menyebarkannya ke dalam masyarakat yang pada saat itu

masih belum mengerti akan syari’at, akan terjadi gejolak perang lagi seperti

pasca perang Diponegoro yang mana sangat merugikan bagi Belanda

(Ulum, 2016: 40).

Sebagian ulama yang nekad pergi ke Haramain untuk menunaikan

ibadah haji bersama dengan keluarganya. Ia tidak menggunakan kapal yang

telah disediakan oleh Belanda, tetapi menggunakan kapal layar sehingga

47
terdampar dibeberapa tempat yang salah satunya adalah di Singapura. Kiai

Ghozali bin Lanah, keponakan dari Kiai Saman, teman seperjuangan Kiai

Umar di barisan pasukan Pangeran Diponegoro. Keterpaksaan ini

dikarenakan Pemerintah Hindia Belanda yang menjajah fisik dan aqidah

mereka, sehingga mereka harus pergi ke Haramain untuk mendapatkan

ketenangan dalam beribadah dan menuntut ilmu agama. Dengan demikian

Haramain menjadi sebuah tempat berlabuh bagi orang Nusantara karena hal

tersebut.

Buku Al Rihlah Al Hijaziyah yang dikarang oleh Syaikh Muhammad

Labib Al Batanuni menyatakan bahwa, ketika beliau sedang mengadakan

perjalanan ke Hijaz pada 1327 H membuahkan sebuah kesimpulan bahwa

mayoritas yang mendatangi majlisnya adalah masyarakat Jawa yang

meninggalkan bumi pertiwinya sebab adanya kedzaliman pemerintah

terhadap umat Islam di negerinya. Jumlah asli yang terdapat di Hijaz dapat

dikatakan hanya 5 % dari yang mendatangi majlis tersebut (Ulum, 2016: 40-

42).

Penduduk Nusantara yang pada saat itu hijrah ke Haramain, maka

terbentuklah kampung Jawa yang kebanyakan bertempat tinggal di

Syamiah, Syi’ib Ali dan Al Falaq. Sebagian lagi ada yang berada di Jabal

Qubais dan kampung Syaqul Lail yang menjadi tempat tinggal K.H. Sholeh

Darat. Jabal Qubais dan kampung Syaqul Lail pula C. Snock Hurgronje

melakukan riset tentang kegiatan ulama-ulama Nusantara yang mana

48
mempengaruhi segala kebijakan yang ada di Nusantara oleh Belanda

(Ulum, 2016: 42-43).

Sampailah K.H. Sholeh Darat di Haramain. Sesampainya disana

dan selepas menunaikan ibadah haji, Kiai Umar, ayahanda K.H. Sholeh

Darat meninggal dunia dan dimakamkan di sana (Darat, Terj. Miftahul

Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016: xxviii). Hal ini menjadi ujian yang

berat bagi K.H. Sholeh Darat selama perjuangannya dalam mendalami

agama di Haramain. Tetapi dengan semangat untuk mendalami ilmu agama

dan mengingat tujuan mengapa ke Haramain, K.H. Sholeh Darat pantang

menyerah dan tidak putus asa untuk bangkit menuntaskan apa yang menjadi

hajat K.H. Sholeh Darat. K.H. Sholeh Darat menetap selama beberapa tahun

di Haramain untuk memperdalam ilmunya di bidang agama.

K.H. Sholeh Darat di Haramain belajar ke beberapa kitab dan

bidang ilmu kepada beberapa ulama yang alim. Beberapa ulama tersebut

yaitu:

1) Syaikh Muhammad Al Maqri Al Mishri Al Makki

Kepada Syaikh Muhammad Al Maqri Al Mishri Al Makki, K.H.

Sholeh Darat belajar kitab Ummul Barahin karya Imam Al Sanusi dan

kitab Hasyiyah Al Baijuri karya Ibrahim Al Baijuri.

2) Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasballah

Salah seorang ulama yang mengajar di Masjid Al Haram Masjid

Nabawi. Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar fiqh dengan kitab Fathul

49
Wahhab dan Syarah Al Khotib. Belajar bahasa Arab dengan

menggunakan kitab Alfiyah Ibnu Malik beserta syarahnya.

3) Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan

Seorang mufti di Mekah dan pembaharu pada abad ke 13 H

sekaligus menjadi seorang mufti dari mazhab Syafi’i. Kepadanya K.H.

Sholeh Darat belajar kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al Ghozali.

4) Sayyid Muhammad Shalih Al Zawawi Al Makki

K.H. Sholeh Darat merupakan salah seorang pengajar di Masjid

Nabawi. Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar kitab Ihya’ ‘Ulumuddin

karya Imam Al Ghozali juz I dan II dan belajar Shorof.

5) Syaikh Ahmad Al Nahrawi Al Mishri Al Makki

K.H. Sholeh Darat merupakan salah satu pengajar di Masjid Al

Haram. Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar kitab Al Hikam karya

Ibnu ‘Athoillah.

6) Kiai Zahid

Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar kitab Fathul Wahhab.

7) Syaikh Umar Al Syami

Kepadanya K.H. Sholeh Darat mengkaji kitab Fathul Wahhab.

8) Syaikh Yusuf Al Sanbalawi Al Mishri

Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar kitab Al Tahrir karya

Syaikh Zakariya Al Anshori.

9) Syaikh Jamal Al Hanafi

50
K.H. Sholeh Darat merupakan salah satu mufti dari madzhab

Hanafi di Mekah. Kepadanya K.H. Sholeh Darat belajar Tafsir al

Qur'an.

Semangat yang tumbuh dalam diri K.H. Sholeh Darat dan

intelektual yang dimilikinya, menjadikan beliau disegani oleh beberapa

kalangan ulama dan beberapa sahabat beliau di Haramain hingga penguasa

Hijaz. Reputasi yang dimiliki K.H. Sholeh Darat dalam bidang agama

memuncak hingga mendapatkan pengakuan dari penguasa Mekah pada saat

K.H. Sholeh Darat menetap di Mekah. Akhirnya K.H. Sholeh Darat

diangkat sebagai salah satu pengajar di Haramain oleh penguasa Mekah

(Dzahir, 2012:11-12).

3. Karya-karya K.H. Sholeh Darat

Ulama yang sangat produktif dengan menghasilkan karya-karya

yang fenomenal yaitu K.H. Sholeh Darat. Beliau mengemas karya-karyanya

dengan bahasa yang mudah untuk dipahami karena memang tujuan K.H.

Sholeh Darat menulis adalah agar mempermudah masyarakat dalam

memahami agama khususnya bagi kalangan awam.

Kemasyhuran dan kealiman K.H. Sholeh Darat telah bisa dilihat

dari sejarahnya pada saat mengembara ilmu di Nusantara maupun di Mekah

dan bahkan telah diakui di ranah internasional terkhusus di Asia Tenggara.

Hal ini ditemukan di dalam buku Perkembangan Ilmu Fiqih dan Tokoh-

Tokoh di Asia Tenggara karya H. Wan Mohd. Shoghir Abdullah,

menyatakan bahwa kemasyhuran K.H. Sholeh Darat diakui oleh Syeikh

51
Abdul Malik bin Abdullah Trengganu Malaysia. Dan diceritakan juga

bahwa K.H. Sholeh Darat menjalin hubungan dengan ulama-ulama (Hakim,

2016: 148)

Intisari dari karya-karya K.H. Sholeh Darat, K.H. Sholeh Darat

mengintegrasikan antara tasawuf dengan fiqih. Hal ini menjadikan hasil

pemikiran yang harmonis dan komprehensif ketika dalam memahami

syari’at. Metode ini seperti yang dilakukan oleh Imam Al Ghozali, sehingga

banyak yang beranggapan bahwasanya K.H. Sholeh Darat adalah Al

Ghozalinya Tanah Jawa (Hakim, 2016: 134). Karya-karya K.H. Sholeh

Darat yang sampai saat ini berhasil ditemukan dan masih terus diperbanyak,

sekitar 13 karya, di antaranya yaitu:

a. Majmu’ah Asy Syari’ah Al Kafiyah Lil ‘Awam

Kitab Majmu'ah Asy Syari'ah Al Kafiyah Lil 'Awam ditulis oleh

K.H. Sholeh Darat tidak lain adalah agar masyarakat lebih mudah

memahami hukum Islam. Kitab Majmu'ah Asy Syari'ah Al Kafiyah Lil

'Awam dipaparkan beberapa fasal diantaranya ushul al din, mu’amalah,

zakat, puasa, haji dan memerdekakan budak. Kitab Majmu'ah Asy

Syari'ah Al Kafiyah Lil 'Awam ditulis dengan mengistinbatkan dari

Syarah Minhaj karya dari Syaikhul Islam, Syarah Khotib Syarbini,

Kitab Duroru Al Bahiyyah karya Sayyid Bakri, dan Kitab Ihya’ ‘Ulum

Al Din karya dari Al Imam Al Ghozali.

b. Fasholatan

52
Kitab Fasholatan berisikan tentang tata cara dalam sholat lima

waktu yang dijelaskan secara rinci mengenai makna dalam bacaan

sholat, amaliah setelah dan sebelum melaksanakan sholat. Kitab

Fasholatan diterbitkan di Bombay Miri yang kantornya ada di idarah

Imran bin Sulaiman Surabaya Jawa Timur.

c. Matn Al Hikam

Kitab Matn Al Hikam ditulis oleh K.H. Sholeh Darat mengenai

thoriqot dan tasawuf walaupun baru sepertiga dari kitab aslinya yang

K.H. Sholeh Darat terjemahkan. Menurut Gus Lukman, sebelum para

pembaca atau penelaah kitab ini harus membaca kitab Majmu’ Syari’ah

dulu kemudian kitab Lathoif Al Thoharoh, karena menurut K.H. Sholeh

Darat seseorang harus bisa menguasai syari’at terlebih dulu sebelum

menginjak ke dalam ranah tasawuf dan thoriqat. Kitab Matn Al Hikam

dicetak di Singapura dan tersebar di mana-mana, termasuk di

perpustakaan Mushtofa Bab El-Halabi Kairo, sebuah percetakaan di

kawasan Madinah El Buuts yang konon juga termasuk paling tua di

Kairo (Dzahir, 2012: 20).

d. Lathoifu Ath Thoharoh

Kitab Lathoiful Ath Thoharoh berisi tentang hakikat dan rahasia

sholat, puasa dan keutamaan bulan Muharram, Rajab dan Sya’ban.

e. Al Mursyidul Wajiz

53
Kitab Al Mursyidul Wajiz menerangkan tentang hukum-hukum

bacaan dalam al-Qur'an dan adab dalam membaca al Qur'an serta kisah

tentang turunnya al Qur'an..

f. Manasik Al Hajj wa Al ‘Umroh wa Adabu Az Ziarotu Li Sayyidi Al

Mursalina Salla Allahu ‘Alaihi wa Sallam

Arti dari judul kitab Manasik Al Hajj wa Al ‘Umroh wa Adabu

Az Ziarotu Li Sayyidi Al Mursalina Salla Allahu ‘Alaihi wa Sallam,

yaitu menerangkan tentang hal ihwal ketika melaksanakan perintah

rukun Islam yang kelima yaitu melaksanakan Haji. Kitab Manasik Al

Hajj wa Al ‘Umroh wa Adabu Az Ziarotu Li Sayyidi Al Mursalina Salla

Allahu ‘Alaihi wa Sallam juga menerangkan tentang hal-hal penting

secara lahir dan batin dalam melaksanakan ibadah haji.

g. Hadits Al Ghoiti lan Syarah Barzanji tuwin Nazhatul Majalis

Kitab Hadits Al Ghoiti lan Syarah Barzanji tuwin Nazhatul

Majalis ditulis oleh K.H. Sholeh Darat yang diterbitkan oleh Haji

Muhammad Amin dari Singapura. Kitab Hadits Al Ghoiti lan Syarah

Barzanji tuwin Nazhatul Majalis ditulis ulang oleh Raden Atma

Suwangsa dan Haji Muhammad Nur Darat pada 1315 H. Kitab Hadits

Al Ghoiti lan Syarah Barzanji tuwin Nazhatul Majalis menceritakan

tentang perjalanan Nabi yang mana Kiai Sholeh Darat merujuk kepada

kitab Al Barzanji karya Syaikh Ja’far Al Barzanji (Ulum, 2016: 147).

h. Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifatu Al Adzkiya’ ila Toriqi Al Auliya’

54
Kitab Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifatu Al Adzkiya’ ila

Toriqi Al Auliya’ menerangkan tentang tuntunan bagi orang-orang yang

bertaqwa dan cara-cara dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Lebih luasnya lagi kitab Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifatu Al

Adzkiya’ ila Toriqi Al Auliya' menerangkan tentang dunia tasawuf dan

tahapan-tahapan dalam tasawuf. Kitab Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi

Ma’rifatu Al Adzkiya’ ila Toriqi Al Auliya' juga merupakan ulasan atau

komentar dari kitab Hidayatul Adziya’ ila Thoriqul Auliya’ karangan

Syaikh Zainuddin ibn Ali Al Malibari.

i. Munjiyat

Kitab Munjiyat karangan K.H. Sholeh Darat yang mengambil

dari kitab karangan Imam Al Ghozali yaitu Kitab Ihya’ ‘Ulumu Al Din

juz III dan IV. Di dalamnya menerangkan tentang pelajaran etika dan

tuntunan dalam mengendalikan hawa nafsu atau syahwat.

j. Faidh Ar Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Al Malik Al Dayyan

Kitab Faidh Ar Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Al Malik Al

Dayyan merupakan kitab tafsir berbahasa jawa pertama kali di

Nusantara yang ditulis oleh K.H. Sholeh Darat pada 5 Rajab 1309 H/

1891 M. Kitab ini terdiri dari 13 juz yang dimulai dari surat al Fatihah

sampai surat Ibrahim. Kitab ini diterbitkan pertama kali di Singapura

pada 1894 dengan dua jilid berukuran folio. Kitab tafsir Faidh Ar

Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Al Malik Al Dayyan belum selesai

55
ditulis karena didahului dengan meninggalnya Kiai Sholeh Darat pada

28 Ramadhan 1321 H/ 18 Desember 1903 M.

k. Al Mahabbah wa Al Mawaddah fi Tarjamah Qouli Al Burdah fi Al

Mahabbah wa Al Madhi ‘Ala Sayyidi Al Mursalina li Al Imam Al

‘Alamah Al Bushoiri

Kitab Al Mahabbah wa Al Mawaddah fi Tarjamah Qouli Al

Burdah fi Al Mahabbah wa Al Madhi ‘Ala Sayyidi Al Mursalina li Al

Imam Al ‘Alamah Al Bushoiri diselesaikan oleh K.H. Sholeh Darat pada

hari Jum’at bulan Dzulhijjah dan diterbitkan oleh percetakan Syaikh

Ismail ibn Badal Bombay di Singapura pada Rabi’ Al tsani 1321 H. Di

dalam kitab ini Kiai Sholeh Darat menjelaskan tentang keagungan Nabi

Muhammad Saw, kemukjizatan Rasul dan keagungan al Qur'an.

l. Sabilu Al ‘abid ‘Ala Jauhara Al Tauhid

Kitab Sabilu Al ‘abid ‘Ala Jauhara Al Tauhid merupakan

terjemahan dari kitab Jauhara Al Tauhid karya Syaikh Ibrahim Laqqani.

Di dalam kitab ini K.H. Sholeh Darat menjelaskan tentang tauhid atau

Ushuluddin yang dirumuskan oleh aqidah ahlus sunnah wal jama’ah

yang diajarkan oleh teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah. Diterangkan

pula di dalamnya mengenai keimanan dan akhlak.

m. Hadits Al Mi’roj

Kitab Hadist Al Mi'roj menjelaskan tentang perjalanan isra’

mi’raj Nabi yang mendapatkan amanah sembahyang lima kali sehari

semalam.

56
C. Sistematika Kitab Munjiyat

Kitab Munjiyat ditulis pada akhir abad ke-19 oleh K.H. Sholeh Darat,

seoranng ulama produktif dari Semarang. Kitab Munjiyat lahir pada suatu

zaman ketika corak ajaran Islam di Jawa Tengah mengalami pergulatan serius.

Abad ke-19 merupakan masa penting di mana terjadi pergeseran dari

pemahaman islam tradisional yang selama ini berkembang di Jawa kepada

gerakan pembaharuan dari Timur Tengah yang dibawa oleh orang-orang Jawa

yang naik haji. Penigkatan gelombang orang Jawa yang naik haji timbul sebagai

akibat meningkatkan perekonomian sebagai golongan menengah atas umat

Islam setelah terbukanya jalur perdagangan transnasional dan kemudian pasca

penemuan kereta uap (Misbah, 2018: 36)

Tarik ulur anatara kedua kelompok ini berlangsung terus-menerus,

menciptakan polarisasi di tengah masyarakat, dan menyisihkan apa yang hari

ini dikenal sebagai golongan modernis dan golongan tradisional. Pada bidang

tasawuf, pergeseran corak Islam ini tampak dari corak yang semula dekat pada

ajar manunggaling kawula gusti kepada corak tasawuf Al Ghozali yang

memperhatikan aspek syariat. Kitab Munjiyat, sebagai ikhtisar dari Ihya'

Ulumuddin Imam Al Ghazali, tentu saja mewakili corak tasawuf yang menolak

faham pantheisme Al-Hallaj dan menyeimbanngkan syariat dengan tasawuf

(Mas'ud, 2012: 3).

Kitab Munjiyat sengaja ditulis oleh K.H. Soleh Darat untuk memenuhi

kebutuhan orang awam yang ingin belaajar Islam, tetapi tidak faham bahasa

Arab. Beliau melihat kondisi sosial masyarakat Jawa saat itu tertindas oleh

57
pemerintah Hindia Belanda, mengalami kemiskinan, dan rendahnya

pengetahuan agama. Oleh karena itu masyarakat sangat membutuhkan kitab-

kitab pengajaran agama Islam yang mudah difahami dengan bahasa ibu mereka

sendiri.

Kitab Munjiyat termasuk khazanah kitab kuning, naskah ditulis dengan

huruf Arab pegon yang disertai harakat. Penelitian Sugahara (2009) terhadap

penerbit kitab kuning di Asia Tenggara menyebutkan bahwa Kitab Munjiyat

juga telah diterbitkan oleh penerbit Al Karimi al Waqi' pada tahun-tahun

sebelumnya, yaitu 1893/1984 (1312H) atau sekitar sepuluh tahun sebelum

penerbit kitab Munjiyat yang tersimpan di museum Sonobudoyo Yogyakarta.

Selain diterbitkan di India, kitab Munjiyat juga diterbitkan oleh H.M. Sidik di

Singapura tahun 1893, 1895, dan 1901. Ismail bin S Badal di Singapura pada

tahun 1906, dan penerbit Al Misriyya, Cirebon pada tahun 1906, 1929/1930,

dan 1934/1935 (Bruinessen, 1990: 226-229).

Kitab Munjiyat merupakan ikhtisar kitab Ihya' Ulumuddin Al Ghazali,

jilid 3 dan 4. Kitab yang digunakan peneliti untuk melaksanakan penelitian

diterbitkan oleh penerbit Toha Putra Semarang, diterbitkan pada tahun 1422 H

atau 2001 M, dan jumlah halaman ada 195. Secar garis besar, kitab Munjiyat

mendiskripsikan dua perilaku yang selama ini melekat dalam diri manusia.

Pertama, (al-muhlikat al-madhmumah) yaitu perilaku-perilaku yang

membinasakan dan (al-munjiyat al-mahmudah) yaitu perbuatan-perbuatan

yang terpuji.

58
Corak budaya Jawa sangat tampak pada kitab Munjiyat karangan K.H.

Sholeh Darat disebabkan bahasa yang digunakan yaitu, bahasa Jawa, hal ini

juga disebabkan oleh problem penerjemahan. Ketika sebuah kitab dituis dalam

bahasa Arab diterjemahkan dan disyarah dalam bahasa daerah tertentu,

misalnya bahasa Jawa, maka pandangan pengarang yang terkandung dalam

terjemahan dan syarahnya itu merupakan hubungan fungsional anatara

kebudayaan, masyarakat, dan bahasa. Hubungan ketiga unsur itu demikian erat,

sehingga tidak mungkin membicarakan kebudayaan dan masyarakat tanpa

melibatkan bahasa yang digunakan, sebaliknya juga tidak mungkin melibatkan

bahasa terlepas dari masyarakat dan kebudayaan (Mansur, 2005: 50)

Sisitematika kitab Munjiyat mengikuti sistematika kitab aslinya, Ihya'

Ulumuddin, yaitu tiap bab terbagi menjadi sepuluh bagian pembahasan. Berikut

ini daftar pembahasan yang terdapat dalam kitab Munjiyat, yaitu sebagai

berikut:

1. Mudkhola Asy Syaiton

Pembahasan bab ini mulai dari halaman 2 sampai halaman 8, secara

garis besar isinya mengetahui tempat masuknya setan hukumnya fardu ain

karena setan selalu mengajak pada kekafiran.

2. Am Nafsu wa Suul Khuluq

Pembahasan tentang bab nafsu ini dari mulai halaman 8 sampai

halaman 9, secara garis besar isinya megajak setiap manusia hendaknya

senantiasa memperbaiki akhlak dan tidak memperturutkan hawa nafus.

3. Asy Syahwataini

59
Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 9 sampai halaman

14, secara garis besar pembahasanya mengenai syahwat al bathhni wal farji

atau syahwat makan-minum dan kemaluan. Kitab ini mengajarkan kepada

manusai untuk berlapar-lapar atau berpuasa karena sesunggunya lapar itu

memiliki banyak manfaat.

4. Aftul Lisan

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 14 sampai halaman

24, secara garis besar pembahasanya adalah mengenai bahaya lisan, karena

lisan adalah nikmat Allah Swt yang harus dijaga agar tidak membawa

pemiliknya ke jurang api neraka. Bahaya yang dapat ditimbulkan lisan

sangat banyak, bagian ini menjelaskan dua puluh bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh lisan.

5. Al Ghodhobu wa Haqdu wal Hasdu

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 24 sampai halaman

26, secara garis besar pembahasan mengenai akibat marah dan dengki dapat

mengakibatkan perbuatan tercela, seperti dengki itu memakan amalan yang

baik seperti api memakan kayu dan berawal dari marah, dan dengki itulah

kejahatan setan bermula.

6. Hubbu Ad Dunya

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 26 sampai halaman

28, secara garis besar pembahsanya adalah untuk hidup zuhud dan jangan

terlalu mencintai dunia. Rasulullah bersabda bahwa cinta dunia adalah

60
kepala tiap-tiap maksiat. Dunia adalah musuh Allah Swt dan para kekasih

Allah Swt karena dunia mengajak manusia pada kelalaian dan kemaksiatan.

7. Al Bukhlu wa Hubbul Maal

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 28 sampai halaman

29, secara garis besar pembahasanya menganjurkan manusia untuk tidak

bakhil karena sifat bakhil mencegah manusia untuk masuk ke dalam surga.

Allah Swt mencintai orang yang dermawan.

8. Al Jahu wa Al Riya'

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 29 sampai halaman

36, secara garis besar pembahasanya mengenai akibat riya' dan keudukan

jabatan. Kedudukan dan harta adalah dua hal di dunia yang akan melalaikan

manusia dari ketaatan. sifat ini dapat diobat dengan penawar dzikir sebab

orang tidak membawa apapun ketika mati, setelah mati tidak ada bedanya

orang yang memiliki jabatan dengan yang tidak.

9. At Takabur wa Al 'Ujub

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 36 sampai halaman

51, secara garis besar pembahasanya menjelaskan bahaya, sebab-sebab, dan

obat untuk menyembuhkan sikap takabur dan ujub. Takabur dapat

disebabkan oleh dua perkara, yaitu perkara dunia dan perkara agama.

10. Al Ghurur

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 51 sampai halaman

65, secara garis besar pembahasanya terperdayanya manusia dikarenakan

ilmunya, ibadahnya, kelakuan baiknya, dan hartanya sehingga merusak

61
amalnya. Sebagai manusia kita diwajibkan untuk meninggalkan sifat

Ghurur karena semua amal yang dilakukan akan sia-sia.

11. Taubat

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 65 sampai halaman

76, secara garis besar pembahasanya membahas pentingnya mengenai

taubat. Tubat adalah rasa penyesalan kepada Allah Swt setelah melakukan

perbuatan dosa diiringi tekad untuk tidak mengulanginya lagi. Taubat yang

sebenar-benarnya adalah taubatan nasuha, akhlakul mahmudah inilah pintu

masuk seorang mukmin untuk bermujahdah kepada Allah Swt.

12. Sabar dan syukur

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 76 sampai halaman

82, secara garis besar pembahasanya mengenai pentingnya bersabar dan

bersyukur. Karena orang yang bersabar dan bersyukur dalam kitab ini

menjelaskan manfaat yang banyak sekali bagi orang yang bersabar dan

bersyukur.

13. Al Khauf wa Al Raja'

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 82 sampai halaman

94, secara garis besar pembahasanya ciri-ciri orang yang kahuf dan raja'.

Kauf dan raja' berarti takut kepada Allah serta hanya mengharapkan ridho,

rahmat, dan pertolongan kepada Allah Swt.

14. Al Faqir wa Al Zuhd

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 94 sampai halaman

112, secara garis besar pembahasanya megajarkan manusia untuk fakir

62
dalam hal dunia dan berlaku zuhud, sifat ini kontradiktif dengan sifat cinta

dunia.

15. Al Tauhid dan Al Tawakal

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 112 sampai

halaman 117, secara garis besar pembahasanya menjelaskan tauhid dan

tawakal. Tauhid artinya mengesakan Allah Swt dan tawakal berarti berserah

diri kepada Allah yang disertai dengan segala daya dan upaya untuk

mematuhi dan menunaikan segala perintah Allah Swt.

16. Al Mahabbah wa Al Syauq wa Al Ridha

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 117 sampai

halaman 126, secara garis besar pembahasanya mengenai mahabbah, syauq,

dan ridha. Cinta kepada Allah Swt adalah kecintaan yang pertama-tama

harus ditumbuhkan dalal diri seorang manusia. Ridha adalah menerima

segala pemberian dan anugrah yang diberikan oleh Allah Swt dengan ikhlas

dan penuh ketaatan. Syauq berarti meluapnya kegembiraan di dalam hati

sang perindu yaitu makhluk karena melihat keindahan yang dirinduka yaitu

Allah Swt.

17. Al Niat wa Al Ikhlas wa Al shiddiq

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 126 sampai

halaman 138, secara garis besar pembahasanya hakikat, cara, dan hal-hal

yang merusak niat dan ikhlas. Amalan pertama seorang muslim yang dilihat

dari niatnya, ia harus ikhlas dalam menjalankan amalan tersebut tanpa

mengharapkan balasan apapun dan hanya untuk Allah Swt semata.

63
18. Muroqobah wa muhasabah

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 138 sampai

halaman 147, secara garis besar pembahasanya faedah dan tingkatan-

tingkatan muhasabah dan muraqabah. Muraqabah ialah meyakini sepenuh

hati bahwa Allah Swt selalu melihat dan mengawasi setiap perbuatan

manusia. Sementara itu, muhasabah berarti introspeksi atau mawas diri,

baik sebelum melakukan perbuatan maupun setelah melakukan perbuatan.

19. Al Tafakkur

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 147 sampai

halaman 155, secara garis besar pembahasanya mengenai tafakur. Tafakkur

bermakna memikirkan atau merenungkan segaala bentuk ciptaan Allah Swt.

Keutamaan tafakur digambarkan sebagain tafakkur sesaat lebih baik

daripada ibadah satu tahun. Seorang muslim diajarkan untuk tafakkur

tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali mengenai dzat Allah

Swt.

20. Dzikrul Maut wa Ma Ba'dahu

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 155 sampai

halaman 157, secara garis besar pembahasanya menjelaskan kematian.

Kematian bermakna suatu hal yang pasti dialami semua makhluk yang

mempunyai nyawa. Memperbanyak dzikrul maut membuat orang terhindar

dari sifat tercela. Seorang muslim tidak hanya hidup di dunia melainkan

juga hidup untuk akhirat. Ingat kematian membuat seorang muslim lebih

siap mencari bekal untuk kehidupan akhirat yang lebih kekal.

64
Intisari dari kesepuluh bagian ini adalah menyucikan hati,

menghilangkan akhlak tercela dan mengisinya dengan akhlak mahmudah.

Bagian 1-10 disebut sifat muhlikat madhmudah , sedangkan bagian 11-20

disebut sifat munjiyat atau hal-hal yang menyelamatkan. Jika dilihat dalam

kitab Ihya' Ulumuddin Al Ghazali, bagian 1-10 ini merupakan jilid 3 Ihya'

Ulumuddin, sedangkan bagian 11-20 termasuk bab 4.

Pembahasan mengenai sepuluh sifat al-muhlikat al-madhmumah dan

sepuluh sifat (al-munjiyat al-mahmudah) ada tambahan pembahasan lain yang

dipetik dari kitab Daqoiqul Akhbar, yaitu:

1. Fadilah Dzikir Maut

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 157 sampai

halaman 158, secara garis besar pembahasanya mengenai keutamaan dzikir

maut. Salah satu keutamaan meginggat mati adalah membuat hamba tidak

terlalu cinta pada dunia yang selalau membuat hamba lupa kepada Allah

Swt.

2. Hakikat Dzikir Maut

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 158 sampai

halaman 162, secara garis besar pembahasanya hakikat dzikir maut. Hakikat

dzikir maut mengingatkan kepada kita agar siap untuk menghadapi maut,

karena maut bisa datang kapan saja. Maut tidak bisa diundur dan diajukan

karena sudah ada ketatapan kapan manusia mati.

3. Sakaratul Maut

65
Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 162 sampai

halaman 173, secara garis besar pembahasanya menerangkan sakitnya saat

nyawa dicabut. Sakitnya mati saat ruh manusia dicabut diibaratkkan

sakitnya anggota tubuh manusia terkena pada bagian tubuh misalnya tangan

maka bagian tangan yang terkena pedang itu sakit karena pedang tersebut

terkenaa ruh kita, dan bagaimana jika ruh seluruh tubuh itu dicabut maka

sakitnya melebihi itu.

4. Makna Su'ul Khotimah

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 173 sampai

halaman 183, secara garis besar pembahasanya kekhawatiran para manusia

saat maut menjemput dalam keadaan baik atau buruk. Para Nabi, auliya, dan

ulama khawatir masalah nyawa dicabut bisa dalam keadaan ingat Allah Swt

atau tidak karena tipu daya setan menganggu dan menghasut anak adam

sampai ruh di tenggorokan.

5. Alamat Baik Orang Mati

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 183 sampai

halaman 185, secara garis besar pembahasanya mati husnul khatimah.

Alamat anak adam mati dalam keadaan husnul khotimah yaitu ketika orang

yang meninggal itu hatinya inggat kepada Allah Swt dan ketika maut

menjemput kalimat yang terakhir diucapkan La ilaha illallah, maka alamat

anak adam itu mati dalam keadaan husnul khotimah.

6. Adab Menghantarkan Janazah

66
Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 185sampai halaman

190, secara garis besar pembahasanya adab mengiring janazah ke kubur.

Salah satu adab mengiring janazah ke kubur adalah supaya orang yang

mengiring tafakkur atau berfikir ketika matinya anak adam bekal yang

bermanfaat apa yang sudah disiapkan untuk menghadapai kehidupan

selanjutnya.

7. Munajat Marid

Pembahasan tentang bab ini mulai dari halaman 190 sampai

halaman 195, secara garis besar pembahasanya cara munajat orang awan

yang diselimuti dosa. Bab ini berisi langkah-langkah orang awam untuk

munjat atau menuju jalan kebaikan yaitu amal shaleh, di bab ini manusia di

tuntut untuk mengembalikan semua masalah kepada Allah Swt dan hanya

Allah Swt yang bisa menyelesaikan masalah hambanya.

Kitab Munjiyat merupakan salah satu kitab kuning yang bercorak

tasawuf, khususnya tazkiyatun nafs. Sastra tasawuf merupakan genre sastra

yang banyak berkembang pada awal masa Islamisasi di Jawa dan Nusantara

pada umumya dikarenakan pada zaman itu banyak ilmu kejawen dan agama

budaha berkembang di Nusantara, sehingga sastra tasawuf sebagai genre yang

hampir mirip dengan kejawen bisa diterima masyarakat. Unusr-unsur budaya

Jawa cukup kuat ditemukan dalam naskah ikhtisar ini.

67
BAB III

NILAI-NILAI PENIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB MUNJIYAT

DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A. KARTINI

A. K.H. Sholeh Darat Sebagai Guru Bagi R.A. Kartini

1. R.A. Kartini Belajar al Qur'an dengan K.H. Sholeh Darat

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 1, mengenail ketentuan umum butir 6, pendidik adalah

tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain

yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam

menyelengarakan pendidikan, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik.

Suparlan (2008: 12) guru dapat diartikan sebagai orang awam yang

tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam

semua aspeknya, baik spiritual, emosionalnya, intelektual, fisikal, maupun

aspek lainya terhadap perkembangan peserta didik. Suparlan (2008: 13)

bahwa secara legal formal, guru adalah seseorang yang memperoleh surat

keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun pihak swasta untuk

mengajar.

Atmaka (2004, 17) pendidik adalah orang yang bertanggungjawab

untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam pengembangan baik fisik

maupun spiritual. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 337), yang

dimaksud dengan guru adalah orang yang pekerjaanya atau profesinya

68
mengajar. Pengertian guru masih sangat umum dan belum bisa

menggambarkan sosok guru yang sebenarnya, sehingga untuk menjelaskan

gambaran tentang guru diperlukan pengertian yang lain.kesimpulan dari

pengertian guru yang sudah dijelaskan diatas guru atau pendidik adalah

orang yang memberikan ilmu pengetahuan dalam hal ini ilmu apa saja yang

bermanfaat kepada anak didik.

R.A. Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat

mempelajari Islam. Ibu guru ngaji R.A. Kartini memarahinya karena

bertanya sebuah arti ayat al Qur'an yang diajarkan kepadanya untuk

membaca. Sejak itulah timbul gejolak pada diri R.A. Kartini (Masrur, 2012:

31), dalam suratnya:

"Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa?


Agamku Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan agama
lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam.
Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti,
tidak boleh memahaminya? al Qur'an terlalu suci, tidak boleh
diterjemahkan kedalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang
mengerti bahasa Arab.
Disini orang diajar membaca al Qur'an tetapi tidak mengerti apa
yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilalah, orang diajar
membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja
halnya engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus
hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau
jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang saleh pun tidak apa-
apa, asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella?" (Surat
Kartini kepada Stella, 6 November 1899).
R.A. Kartini ternyata seorang muslimah yang kritis dan memiliki

kedalaman spiritualitas yang tinggi. Hal ini antara lain diungkapkan dalam

suratnya:

69
"Di sini, orang belajar al Qur'an tapi tidak memahami apa yang
dibaca. Aku pikir, adalah orang gila orang diajar membaca tapi tidak
diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku
menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi arti. Aku pikir, tidak
jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati.
Bukankah begitu Stella?" (Surat Kartini kepada Stella Zihandelaar,
6 November 1889).
Kegelisahan tersebut telah mendorong R.A. Kartini untuk selalu

mencari jawaban dengan mencari guru yang mampu memberikan jawaban.

Sampai suatu ketika beliau menemukan guru istimewa dalam belajar Islam

setelah tidak puas dengan Snouck Hurgronje seorang orientalis, yaitu ulama

besar, K.H. Sholeh Darat, seorang ulama dari Semarang yang produktif

menulis sejumlah kitab (Said, 2014: 361).

Sura--surat R.A. Kartini beliau sama sekali tidak menceritakan

pertemuanya dengan Kiai Sholeh bin Umar al Samarani dari Darat,

Semarang atau yang dikenal dengan sebutan kiai Sholeh Darat. Pertemuan

dengan K.H. Sholeh Darat menurut Fadhilla Sholeh, cucu K.H. Sholeh

Darat, sebagaimana dikutip oleh Ajie Najmuddin terjadi dalam acara

pengajian di rumah Bupati Pangeran Hadiningrat yang juga pamanya.

R.A. Kartini ketika berkunjung ke rumah pamanya, seorang Bupati

Demak, R.A. Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang

diberikan oleh K.H. Sholeh Darat. K.H. Sholeh Darat sedang mengajarkan

tafsir Surat al Fatihah. R.A. Kartini amat tertarik dengan pengajian yang

disampaikan beliau yang mengulas tentang tafsir al Fatihah dengan

berbahasa Jawa. Sepanjang pengajian, R.A. Kartini begitu tertarik dan

menyimak kata demi kata yang disampaikan sang kiai, karena selamai ini

70
R.A. Kartini hanya membaca al Fatihah, tanpa pernah memahami makna

ayat-ayat itu (Masrur, 2012: 32).

R.A. Kartini mendesak pamanya untuk menemaninya menemui

K.H. Sholeh Darat setelah pengajian selesai dilaksanakan di rumah

pamanya. Sang paman mengikuti kehendaknya sehingga terjadi dialog R.A.

Kartini dengan K.H. Sholeh Darat yang ditulis Nyonya Fadhila Sholeh,

cucu K.H. Sholeh Darat:

"Kiai, perkenalkan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila


seseorang berilmu menyembunyikan ilmunya?" Kartini membuka
dialog.
Kiai Sholeh tertegun, tapi tak lama.
"Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" kia sholeh balik
bertanya.
"Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami
makna surat al Fatihah, surat pertama dan induk al Qur'an. Isinya
begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini
Kia Sholeh tertegun, Sang guru seolah tak punya kata untuk
menyela. Kartini melanjutkan; "Bukan buatan rasa syukur hati ini
kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama
mel;arang keras penerjemahan dan penafsiran al Qur'an ke dalam
Bahasa Jawa. Bukankah al Qur'an adalah bimbingan hidup bahagia
dan sejahtera bagi manusia?" (Masrur, 2012: 33-34).

Pertemuan bersejarah itu telah membangkitkan kesadaran K.H.

Sholeh Darat untuk melakukan pekerjaan besar menerjemahkan al Qur'an

ke dalam bahasa Jawa yang hal itu berarti melangar aturan Belanda yang

tak mengijinkan penerjemahan al Qur'an ke dalam bahas Jawa.

2. R.A. Kartini Belajar Kitab Faid ar Rahman

R.A. Kartini setelah bertemu dengan K.H. Sholeh Darat dan

meminta untuk menerjemahkan al Qur'an ke dalam bahasa Jawa, K.H.

71
Sholeh Darat tergugah untuk menerjemahkan al Qur'an dengan

menggunakan aksara "pegon", yaitu aksara Arab yang digunakan untuk

menulis bahasa Jawa. Kitab tafsir dan penerjemahan Qur'an ini diberi judul

Tafsir Faid al-Rahman 'ala Kalam Malik al-Dayyan. Jilid pertama terdiri

surat al Fatihah sampai surat Al Baqarah sebanyak 577 halaman, sedangkan

jilid kedua terdiri dari surat Ali 'Imran sampai surat An Nisa' sebanyak 705

halaman. Konon menjadi tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa

dengan aksara Arab (Faiqoh, 2018: 48).

Penghargaan yang diberikan K.H. Sholeh Darat kepada R.A. Kartini

dan semangat dakwah terutama kepada R.A. Kartini yang telah mengilhami

sang Kiai untuk menulis tafsir berbahasa Jawa, maka kitab tafsir tersebut

dihadiahkan kepada R.A. Kartini ketika melangsungkan pernikahan dengan

R.M. Joyodinigrat, Bupati Rembang. Tafsir yang menggugah hati R.A.

Kartini dan senatiasa diulang-ulang dalam berbagai suratnya kepada

sahabat penanya di Belanda adalah surat al Baqarah ayat 257, sebagai

firman-Nya:

‫ت اِلَى ال ُّن ْو ِر ۗ َوالَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْْٓوا‬ ُّ َ‫ي الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ي ُْخ ِر ُج ُه ْم ِ ِّمن‬
ِ ٰ‫الظلُم‬ ‫َه‬
ُّ ‫ّللَاُ َو ِل‬
ٰۤ ُ ُّ ‫غ ْوتُ ي ُْخ ِر ُج ْو َن ُه ْم ِ ِّمنَ ال ُّن ْو ِر اِلَى‬ َّ ‫ا َ ْو ِل َي ۤا ُؤ ُه ُم‬
َ‫ت ۗ اول ِٕىك‬ ِ ٰ‫الظلُم‬ ُ ‫الطا‬
﴾۲۵۷ : ‫ار ۚ ُه ْم فِ ْي َها ٰخ ِلد ُْونَ ﴿البقرة‬ ِ ‫ب ال َّن‬ ُ ٰ‫صح‬ ْ َ‫ا‬
Artinya: "Allah Swt pelindung orang yang beriman. Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-
orang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka.
Mereka kekal di dalamnya" (Departemen Agama RI, 2016: 43).

72
Allah Swt pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan

mereka dari al-zuhulumat (kegelapa/kekafiran) kepada al-nur

(Cahaya/Iman). Suratnya R.A. Kartini mengulang-ulang kalimat "Dari

Gelap Kepada Cahaya" karena R.A. Katini selalu menulis suratnya dalam

bahasa Belanda, kata-kata ini dia terjemahkan dengan "Door Duisternis Tot

Lincht". R.A. Kartini sungguh menyukai kitab tafsir tersebut yang telah

banyak memberikan inspirasi dalam melakukan perenungan spiritual. R.A.

Kartini mengugkapkan dalam pernyataan berikut, ''Selama ini al Fatihah

gelap bagi saya. R.A. Kartini tak mengerti sedikitpun maknanya yang

terkandung dalam al Qur'an. Sejak hari ini ia menjadi terang benderang

sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kiai telah menerangkanya

dalam bahasa Jawa yang saya pahami".

Kitab Fadiur-Rahman, K.H. Sholeh Darat telah mampu membawa

R.A. Kartini ke perjalanan transformasi spiritual yang radikal atas dirinya

bahkan mampu mengubah pandanganya tentang barat dan lebih mencintai

agama Islam. Kejadiaan transformasi R.A. Kartini dapat diperhatikan dalam

surat R.A. Kartini (Masrur, 2012: 35), berikut:

''Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu


benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu
menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu
menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu
terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.
Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami
sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan."
(Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902).

73
R.A. Kartini juga menentang semua praktik kristenisasi di Hindia

Belanda, dalam suratnya:

"Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat


baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan
dalam rangka kristenisasi?.... Bagai orang Islam, melepas keyakinan
sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-
besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan
mengkristenkan orang. Mungkinkah dilakukan?" (Surat Kartini
kepada E.E.Abendanon, 31 Januari 19903).

R.A. Kartini dalam kesempatan yang lain juga menuliskan tekadnya

setelah mengalami transformasi spiritual (Masrur, 2012: 36), dalam

suratnya berikut, "Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam,

yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat

rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai

agama disukai." (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juni 1902).

R.A Kartini kemudian menjadi sadar untuk mencapai cita-cita

tertinggi yang sangat mengejutkan, "Ingin benar saya menggunakan gelar

tertinggi, yaitu "Hamba Allah Swt" (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon,

1 Agustus 1903). Kesadaran dan cita-cita spiritualnya R.A. Kartini begitu

tinggi yaitu menjadi Hamba Allah Swt yang mampu membawa cita-cita

Islam yang menebarkan damai sehingga disukai oleh semua pihak. Maka

jelaslah bahwa keinginan R.A. Kartini menjadi manusia biasa saja antara

lain dalam pernyataanya "Panggil Aku Karini Saja", ternyata juga tak lepas

dari kesadaran spiritualnya yang tinggi yaitu menggapai gelar Hamba Allah

Swt.

74
B. Pemikiran R.A. Kartini Terhadap Nila-nilai Pendidikan Akhlak

1. Pemikiran Nilai Pendidikan Akhlak R.A. Kartini dalam Surat-suratnya

Nilai merupakan suatu hal yang melekat pada suatu hal yang lain

yang menjadikan bagian dari identitas susuatu tersebut. Bentuk material dan

abstrak di alam ini tidak bisa lepas dari nilai. Nilai memberikan definisi,

identitas, dan indikasi dari setiap hal konkret ataupun abstrak. Pengertian

nilai Sidi Ghazalba sebagaimana dikutip (Thoha, 1996: 61) nilai adalah

suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan fakta

dan tidak hanya persoalan benar adalah yang dikehendaki, disenangi

maupun tidak disenangi.

Konteks Islam pendidikan dimaknai dengan beberapa istilah yaitu

tarbiyah yang berakar dari kata rabba, ta’dib yang berakar dari kata addaba

dan ta’lim yang berakar dari kata ‘allama. Omar Mohammad al-Toumy al-

Syaebani menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah

laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakatnya

dan kehidupan dalam alam sekitarnya (Muhmidayeli, 2011: 65-66).

Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan Nasional mengatakan

bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi

pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak yang

antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan

kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak yang

kita didik selaras dengan dunianya (Nata, 2010: 338).

75
Ibnu Khaldun, pendidikan tidak hanya dibatasi oleh ruang dan

waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar

menangkap, menyerap dan menghyati peristiwa-peristiwa alam sepanjang

zaman (Iqbal, 2015: 528). Secara bahasa akhlak berasal dari kosakata

bahasa Arab. Terdapat dua pendapat dalam hal ini, yaitu pendapat pertama,

kata akhlak merupakan isim masdar dari kata akhlaqa-yukhliqu-akhlaqan

yang berarti al thabi’ah (tabiat), al ‘adat (kebiasaan), al maru’ah

(peradaban baik). Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan

isim masdar tetapi isim jamid atau ghair mustaq yakni kata yang tidak

memiliki akar kata karena bentuknya memang telah ada sedemikian. Al

Ghozali menyatakan dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din bahwa akhlak adalah

suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu perbuatan

secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan pikiran dan analisa

(Jamil, 2013: 2-3).

R.A. Kartini dalam suratnya beberapa kali menyebutkan bahwa

tujuan pendidikanya adalah memberikan pendidikan budi pekerti. Suratnya

kepada Abendanon Mandri, R.A. Kartini menyebutkan bahwa memberikan

pendidikan budi pekerti lebih baik dari pendidikan modern. R.A. Kartini

kemudian muncul gagasan mendirikan sekolah swasta sehingga dapat

mengatur kurikulum atau pelajaran yang akan diajarkan kepada anak-anak.

Memberikan pendidikan budi pekerti tidak harus dengan tutur kata,

contoh ketika ibu berkata santun kepada orang lain dan bentuk perilaku

menyambut dan menjamu tamu dengan ramah, sopan, dan senyum akan

76
menimbulkan kesan baik kepada anak-anak yang menyaksikan. R.A.

Kartini telah menggambarkan betapa pentingnya penanaman budi pekerti

yang baik. Suatu bangsa yang tidak berbudi dan bermoral, pasti akan

mengalami kemunduran. Pendidikan budi pekerti atau pendidikan aklak

menurut R.A. Kartini adalah

a. Akhlak terhadap Allah

Surat R.A. Kartini kepada Ny. Niemeijer Sibmaceher Wijnen

berisi ucapan selamat ulang tahun untuk Ny. Niermeijer, didalamnya

R.A. Kartini menjelaskan alasanya tidak bisa menulis surat panjang

lebar karena bertepatan dengan bulan puasa. Surat R.A. Kartini yang

lain juga pernah menyebutkan bahwa R.A. Kartini menjalankan shalat

istisqo ketika terjadi kemarau panjang, hal tersebut menunjukkan

ketaatan kepada Allah Swt (Hidayatillah, 2016: 69).

Suratnya kepada Ny. Van Kol, R.A. Kartini menyebutkan tiada

Tuhan selain Allah Swt bagi orang-orang Islam, hal tersebut

menunjukkan ketauhidan R.A. Kartini. Walaupun dalam surat-suratnya

R.A. Kartini sering menyebut Tuhan bukan Allah diakrenakan bukan

karena kurangnya keimanan kepada Allah Swt, tetapi untuk

memudahkan teman-temannya memahami Islam. R.A. Kartini

mencontohkan kepada kita bagaimana berakhlak kepada Allah Swt.

R.A. Kartini hidup pada masa keterbatsan mengakses ilmu agama, tetapi

tetap taat menjalankan ketentuan agama Islam.

77
b. Akhlak terhadap Sesama

1) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Berakhlak terhadap diri sendiri, manusia yang telah

diciptakan dalam sibghah Allah Swt dana dalam potensi fitrah

berkewajiban menambah pengetahuan sebagai modal amal ibadah.

R.A. Kartini telah mengajarkan kepada kita untuk berakhlak kepada

diri sendiri, terutama sebagai calon pendidik bagi anaknya,

perempuan atau Ibu berkewajiban mendidik anaknya untuk menjadi

aak yang memiliki kecerdasan otak dan tingkah laku yang luhur.

2) Akhlak terhadap Keluarga

Tujuan dari pendidikan bagi perempuan yang utama adalah

mempersiapkan perempuan sebagai seorang ibu yang berhati lembut

dan memiliki sikap yang luhur. Ibu memiliki tanggung jawab untuk

mendidk anaknya bersama seorang ayah. Ibu dalam kaitanya

mendidik tidak hanya mendidik kecerdasan afektif saja melainkan

juga kecerdasan kongnitif, justru harus menekankan kecerdasan

kongnitif kepada anak agar anak kuat dalam budi pekertinya

(Hidayatillah, 2016: 71).

3) Akhlak terhadap Masyarakat

Akhlak ini tercermin dalam sikap R.A. Kartini yang selalu

menjunjung tinggi perdamaian antar umat beragama. R.A. Kartini

adalah penganut agama Islam, namun tidak mencederai teman-

temannya beragama lain. Suratnya kepada Zeehandelaar

78
mengatakan bahwa kita semua adalah saudara. R.A. Kartini penuh

penanya berlainan agama tetapi tetap berhubungan baik

(Hidayatillah, 2016: 72).

c. Akhlak terhadap Lingkungan

R.A.Kartini yangpada masanya hanya mendapat sedikit

pendidikan, telah menyadari akan pentingnya mencintai dan menjaga

tanah air. Akhlak terhadap lingkungan dimaksud adalah akhlak terhadap

segala sesuatu yang berada disekitar manusia, meliputi hewan,

tumbuhan, dan benda mati. Surat R.A. Kartini kepada tuan Abendanon

Mandri menjelaskan bahwa dengan pendidikan bertujuan untuk

membentuk generasi penerus yang cinta akan tanah airnya dan

bangsanya. Tanah air yang penuh keindahan dan kesukaran, tanah air

harus kita jaga dan pelihara bersama-sama (Hidayatillah, 2016: 73).

d. Pendidikan Akidah Akhlak

Surat R.A. Kartini kepada Abendanon Mandri, 27 Januari 1903,

menuliskan cita-citanya membuat sekolah yang bernuansa

kekeluargaan. Guru bukan hanya sebutan saka dalam dunia pendidikan

tetapi guru sejati, pendidik dalam hal jasmani dan ruhani. Suratnya

kepada Ny. Van Kol, R.A. Kartini menyebutkan batapa Tuhan kini

bunyinya terasa suci dan mendapat kedamaian dalam diri setelah

memahami ajaran Islam. R.A. Kartini merasa tenang karena ada dzat

yang selalu melindungi dirinya dan tidak ada keraguan dalam dirinya,

79
inilah makna aqidah bagi seorang umat keyakinan dalam hati tanpa

keraguan akan kuasa Allah Swt. (Hidayatullah, 2016: 78).

Pendidikan akhlak dapat disimpulkan bawa pendidikan tentang

prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus

dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga

menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan (Ulwan,

1995: 177).

Perjuanga R.A. Kartini bagi bangsa yang sering disebutnya sebagai

pengorbanan, tidak lain adalah perjuangan di seputar peningkatan martabat

wanita dan martabat "Bangsa Jawa" yang di mata R.A. Kartini dilecehkan

kekuasaan. Dunia baru yang dicita-citakan R.A Kartini hanya mungkin

terwujud, bila ditopang oleh beberapa hal yang secra implisit disampaikan

dalam surat dan notanya sebagai beriku: pertama, setiap subyek

berkewajiban berperan dan berfungsi sesuai dengan atribut yang

disandangnya (Bangsawan, Bumputra, rakyat, Raden Ayu atau wanita

bangsawan). Kedua, setiap subyek berpartisipasi dalam kehidupan

kebersamaan yang adil dan beradab, dalam posisi kesetaraan dan saling

menghormati, karena setiap orang memiliki hak asasi, harkat dan martabat

sebagai manusia. R.A. Kartini berkeyakinan, bahwa situasi tersebut hanya

mungkin terwujud, apabila setiap unsur masyarakat berpendidikan dan

berpengetahuan yang memadai. R.A. Kartini percaya, bahwa hanya melalui

ilmu pengetahuan, penguasaan bahasa Belanda dan bahasa asing lainya

akan meningkatkan mutu pendidikan (Marihandono, 2016: 203).

80
Karir R.A. Kartini sebagai penulis cukup mulus namun juga

menjengkelkan, karena R.A. Kartini capkali dihadapkan pada persoalan

penilaian masyarakat. Kalanga Bangsawan, sebagai wanita lajang tidak

sepantasnya menulis untuk dibaca umum. Memalukan dan merendahkan

martabat kebagsawananya. R.A. Kartini tidak peduli dengan semua cacian

yang didapatkan, R.A. Kartini tetap menulis meskipun tidak jarang merobek

kembali tulisanya, karena tahu bahwa pekerjaan tersebut akan berakhir sia-

sia. Terlebih lagi bila berlangsug di luar izin Romo Bupati Sosroningrat

(Marihandono, dkk, 2016: 169).

R.A. Kartini merupakan seorang tokoh Jawa dan pahlawan Nasional

Indonesia. R.A. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan

pribumi dan dikenal sebagai pelopor feminisme emansipasi Indonesia yang

pertama kali memperjuangkan kedudukan para kaum perempuan dari

ketidakadilan dan diskriminasi. Presiden Soekarno mengeluarkan

keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 tahun 1964, tangal 2 Mei

1964, yang menetapkan R.A. Katini sebagai pahlawan Kemerdekaan

Nasional sekaligus menetapkan hari lahir R.A. Kartini sebagai hari besar

yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini (Bachtiar, 1979: 64).

Pemikiran R.A. Kartini mengenai kosnsep pendidikan akhlak pada

abad 19 boleh dikatakan sangat moderen, karena menempatkan anak didik

sebagai subyek kegiatan belajar mengajar, bukan sebagai obyek pengajaran

seperti lazimnya penidikan pada waktu itu. Pendidikan akhlak pada

pendidikan yang dimaksud oleh R.A. Kartini bukanlah hanya pendidikan

81
formal saja tetapi juga pendidikan budi pekerti (cipto) dan kepekaan budi

pekerti (roso), siswa melalui keteladanan sikap dan prilaku guru.

Pendidikan harus mampu menanamkan moralitas yang akan membentuk

siswa berwatak ksatria, seperti kutipan beriku:

"Kesadaran anak-anak harus dibangunkan, "bahwa mereka harus


memenuhi panggilan budi pekerti dalam masyarakat terhadap
bangsanya yang akan mereka kemudian. Kewajiban pada guru
adalah menjadikan anak-anak perempuan yang dipercayakan
kepada mereka, menurut pandangan mereka yang sebaik-baiknya
dan dengan sekuat tenaganya perempuan-perempuan yang beradab,
cerdas, sadar, akan panggilan budinya dalam masyarakat. Menjadi
ibu yang penuh kasih sayang, pendidikan yang berbudi dan cakap.
Dan selanjutnya agar dengan cara apapun juga berguna dalam
masyarakat yang dalam tiap bidang sangat memerlukan
pertolongan." (Arbaningsih, 2005: 134).
R.A. Kartini juga melihat pentingnya menjaga silaturrahmi anatara

siswa yang sudah lulus sekolah dan yang masih berstatus siswa, yang

dihubungkan oleh figur guru sebagai sumber pengetahuan sekaligus

membahas manfaat pelajaran sekolah dan di lapangan (Arbaningsih, 2005:

126). Kurikulum sekolah yang di cita-citakan itu ternyata berbeda sekali

dari sistem pendidikan di sekolah-sekolah negeri. R.A. Kartini berpendapat

bahwa suatu sistem pendidikan yang hanya ditujukan kepada pelajaran

intelektualistis itu salah, pendidikan tidak hanya bersifat mengasah otak

saja. Pendidikan budi pekerti atau akhlak dan bimbingan watak adalah

sangat penting juga bahkan harus diutamakan.

"Memang dalam sekolah kami, kami lebih memetingkan pendidikan


budi pekerti dari pada doktrinal. Oleh sebab itu kami juga tidak
menginginkan sekolah itu didirikan oleh pemerintah, melainkan
oleh swasta, karena kami nanti akan tunduk pada peraturan-

82
peraturan tertentu. Padahal kami ingin membangun sekolah menurut
gagasan kami sendiri. Kami ingin mendidik anak-anak seperti
seorang ibu mendidik anak-anaknya. Cara mendidik di disitu seperti
dalam suatuu rumah tangga besar, di mana anggota-anggotanya
saling mecintai dan saling mengajar, dan di mana ibu tidak hanya
namanya saja, melainkan sungguh ibu pendidik jasmani dan rohani
anaknya" (Soeroto, 1982: 321).

R.A. Kartini ingin meletakkan dasar moralitas bagi masyarakat

Bumiputra melalui pendidikan budi pekerti sebagai pengimbang pendidikan

akal (rasio). R.A. Kartini berpendapat bahwa peradaban manusia

membutuhkan keseimbangan antara akal dan budi pekerti. Budi pekerti

adalah sumber moralitas keadilan dan perikemanusiaan, yang menurut R.A.

Kartini kurang dipedulikan. Hemat R.A. Kartini, hanya dengan memiliki

moralitas keadilan dan perikemanusiaanlah pemimpin mampu

menyelenggarakan kehidupan bersama dengan rakyat tanpa penindasan

(Arbaningsih, 2005: 117).

Perempuanlah mula-mula manusia menerima didikannya, anak itu

belajar merasa, berfikir, berkata-kata, sampai tumbuh besar. penddikan

yang mula-mula diberikan seorang ibu terhadap anaknya, sangat besar

pengaruhnya bagi kehidupan manusai. Suratnya R.A. Kartini selalu bicara

pentingnya pendidikan akhllak. Suratnya kepada Ny. Anton 1902,

"Perempuan. Kaum ibu yang pertama-tama kali meletakkan bibit-bibit

kebaikan dan kejahatan dalam hati sanubari manusia, yang biasanya tetap

terkenang sepnjang hidup".

83
Ajaran Islam pun demikian, perempuan peletak dasar budi pekerti

maka seharusnya perempuan mendapatkan pendidikan yang sebenarnya

baik pendidikan psikologis, keimanan ataupun pendidikan yang bersifat

keilmuan yang dapat mentransformasikan pada anak-anak. Ibu yang cerdas,

beriman, serta mengerti faktor kejiwaan seorang anak, akan mengerti cara

mendidik anak secara benar dan akan menjadi pendidik anak yang

berperangai mulia dan kuat akhlaknya.

Surat-surat R.A. Kartini yang ditulis sejak tahun 1899 hingga 1904

berjumlah lebih dari seratus buah. Pos pada waktu itu dijalankan melalui

laut, sehingga memakan waktu berminggu-minggu untuk sebuah surat

sampai ke alamat yang dituju, menunjukkan betapa tinggi frekuensi R.A.

Kartini menulis surat. Sekali menulis, berlembar-lembar yang kadang-

kadang mancapai jumlah 40 halaman untuk satu buah surat (Marihandono,

dkk, 2016: 170).

Kumpulan surat R.A. Kartini uang berjumlah 114 buah dalam buku

terjemahan Sulastin (1979) dapat disimpulkan apa yang dimaksudkan R.A.

Kartini dengan cita-citanya, yaitu Penghapusan tradisi pingit, penghapusan

tradisi kawin paksa, penghapusan tradisi poligami, penghapusan tradisi

dibodohkan. Keempat isu tersebut dialami semua oleh R.A. Kartini dan

memberikan bekas luka cukup dalam. R.A. Kartini dengan saudara-

saudaranya sangat gigih mewujudkan usahanya untuk memajukan wanita

kalangan bangsawan Jawa. R.A. Kartini berpendapat bahwa apabila para

84
wanita dididik, maka diharapkan mereka akan mampu memperjuangkan

penghapusan keempat perkara tersebut. R.A. Kartini merasakan kesulitan

justru datang dari pihak para wanita sendiri yang kurang ada prihatin

terhadap perbaikan nasibnya sendiri (Marihandono, dkk, 2016: 155).

Surat kepada Stella Zeehanndelaar dalam buku Habis Gelap

Terbitlah Terang karya Armijn Pane megatakan Pendidikan bagi R.A.

Kartini merupakan suatu alat yang digunakan untuk membuka pikiran

masyarakat ke arah modernitas. Suatu langkah menuju peradaban yang

maju, dimana laki-laki dan perempuan saling bekerjasama untuk

membangun bangsa. Persamaan pendidikan merupakan salah satu bentuk

kebebasan kepada perempuan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan

berdiri sendiri, menjadi perempuan yang mandiri, menjadi perempuan yang

tidak bergantung pada orang lain (Muthoifin, dkk, 2017: 41).

Nota R.A. Kartini kepada pemerintah, lampiran surat permohonan

19 April 1903 dalam Sulastin Sutrisno buku Emansipasi Surat-Surat

Kepada Bangsanya 1899-1904 Tujuan pendidikan perempuan R.A. Kartini

adalah menjadikan perempuan sebagai perempuan yang cakap dan baik,

yang sadar akan penggilan budinya, sanggup menjalankan kewajibanya

yang besar dalam masyarakat. Agar dalam masyarakat menjadi ibu yang

baik, pendidik yang bijaksana, serta pembantu yang baik bagi siapapun yang

memerlukan bantuan (Muthoifin, dkk, 2017: 41).

Gagasan R.A. Kartini tentang pendidikan perempuan merpakan

wujud kepekaan terhadap masalah sosial yang telah menjadi virus dan

85
bersarang dalam tubuh masyarakat Bumiputra yang berwujud tata hidup

feodalisme. Perjuangan R.A. Kartini untuk mengangkat pendidikan

perempuan sejajar dengan laki-laki meemiliki kesesuaian dengan

pendidikan Islam (Muthoifin, dkk, 2017: 42).

Buku-buku sejarah pendidikan Indonesia, nama R.A. Kartini masuk

dalam salah satu tokoh pendidik perempuan, pemikiranya tentang

pendidikan dan pendidikan perempuan cukup progresif pada masanya. R.A.

Kartini berfikir perlunya pendidikan ilmu pengetahuan dan pendidikan budi

pekerti merupakan pendidikan paling awal, menjadi tangggug jawab kaum

ibu. Dengan sendirinya kaum perlu diperdayakan melalui pendidikan.

Mendukung terwujudnya kemandiriaan kaum perempuan juga perlu

diberikan pendidikan kejujuran dalam kaitannya pendidikan budi pekerti

atau akhlak (Manijo, 2013: 53).

Peran pendidikan nampak ketika R.A. Kartini mendirikan "Sekolah

Gadis" yang merupakan sekolah gadis Jawa pertama di Jawa pada bulan

Juni 1903. Mula-mulanya muridnya hanya ada satu, beberapa hari

kemudian bertambah menjadi lima, dan pada tangggal 4 Juli 1903 sudah

mempunyai 7 murid. Putri seorang jaksa dari Karimunjawa yang harus

dipondokkan di Kota Jepara. Kenyataan itu yang mendasari ide sekolah

yang diinginkan R.A. Kartini (Manijo,2013: 53).

R.A Kartini menjelaskan tentang pentingnya pengamalan ilmu

dalam suratnya kepada R.M. Abendanon Madri pada 21 Januari 1901 yang

tertulis:

86
“Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan budi
pekerti, walaupun tidak ada hukum secara pasti mewajibkannya
melakukan tugas itu. Secara moril ia wajib berbuat demikian. Dan
saya menjalankan tugas itu? Saya yang masih perlu juga lagi dididik
ini? Kerap kali saya mendengar orang mengatakan bahwa dari yang
satu dengan sendirinya budi itu menjadi halus, luhur. Tetapi dari
pengamatan saya, sayang saya berpendapat, bahwa hal itu sama
sekali tidak selamanya demikian. Peradaban, kecerdasan fikiran,
belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Dan orang tidak
boleh terlalu menyalahkan mereka yang budi pekertinya tetap jelek
meskipun pikirannya cerdas benar. Sebab dalam kebanyakan hal,
kesalahan tidak terletak pada mereka sendiri melainkan pada
pendidikan mereka. Memang telah banyak, aduh bahkan begitu
sangat banyaknya mereka yang mengusahakan kecerdasan fikiran.
Tetapi apa yang telah diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti
mereka? Sesuatupun tidak ada”.
Kekritisan R.A. Kartini bukan hanya dalam persoalan sosial

masyarakat, namun juga dalam wilayah agama. Ancaman Kristenisasi dari

para penjajah yang mengajak umat Islam untuk masuk agama mereka

disertai dengan pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan, bahkan terkadang

juga dilakukan dengan paksaan dapat memecah belah umat Islam.

Masyarakat Nusantara khususnya Jawa Pada masa itu, belum banyak orang

yang memiliki pemikiran mengenai bahaya Kristenisasi, namun R.A.

Kartini telah memikirkan lebih dahulu. (Muthoifin, dkk, 2017: 43).

Masyarakat Islam pada masa R.A. Kartini adalah masyarakat Islam

yang memiliki pemahaman Islam yang dangkal tentang Islam itu sendiri,

karena belum banyak yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran

Islam. Berdasar refleksi kritis R.A. Kartini tentang Islam memberikan

pemahaman kepada lapisan masyarakt untuk memaknai ajaran Islam secara

komperhensif. R.A Kartini memiliki pemahaman agama yang terbatas, R.A.

Kartini meyakini bahwa agama memiliki peran yang besar bagi masyarakat

87
dan peradaban manusia (Muthoifin, dkk, 2017: 44). Pemahaman R.A.

Kartini yang semakin dalam tentang agama memberikan sebuah pandangan

bahwa dasar dari pendidikan seorang anak adalah agama yang baik, yang

pertama kali diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya adalah budi

pekerti.

Pendidikan sosial yang dibina ayahandanya sejak masa kanak-kanak

dengan diajak melihat realita kehidupan dan penderitaan rakyat Dengan

didukung dengan semangat nasionalismenya yang tinggi, R.A. Kartini telah

berusaha membantu para perajin ukuir dan batik di Jepara untuk

meningkatkan kualitas karya dalam hidupnya. R.A. Kartini berusaha

membimbing mereka, memberikan modal kerja serta memikirkan

persamaan produksinya. Usaha pemasaran R.A. Kartini lakukan dengan

mencari pelanggan dan mengikut setakan pada pameran di negeri Belanda

(Manijo, 2013: 54).

2. Pemikiran Nilai Pendidikan Akhlak R.A. Kartini dalam Perspektif Ajaran

Islam

R.A. Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya tetapi

R.A. Kartini belum sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (al

Qur'an) kepada K.H. Sholeh Darat dikarenakan K.H. Sholeh Darat

meninggal dunia, jika R.A. Kartini mempelajari keseluruhan isi al Qur'an

maka tidak mustahil R.A. Kartini akan menerapkan semaksimal mungkin

semua hal yang dituntut dalam Islam terhadap muslimah dan akan menjadi

seorang muslimah yang taat (Masrur, 2012: 34).

88
R.A. Kartini setelah mempelajari ajaran Islam, R.A. Kartini sangat

berani untuk berbeda dengan tradisi adatnya yang sudah terlanjur mapan.

R.A. Kartini juga memiliki modal kehanifan yang tinggi terhadap ajaran

Islam dibuktikan pada awal mulanya paling keras dalam menentang

poligami, poligami sudah menjadi budaya adat Jawa dari masa ke masa

tetapi kemudian setelah mengenal Islam, R.A. Kartini menerima tradisi itu

karena dalam ajaran Islam diperbolehkan.

R.A. Kartini mengenal Islam sikapnya terhadap Barat mulai

berubah:

"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat


Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada tarnya.
Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat
Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal
yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama
sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?" (Surat Kartini kepada
Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902).
R.A. Kartini bertekad untuk memenuhi panggilan surat al Baqarah

ayat 193,

ِ ‫َو ٰق ِتلُ ْو ُه ْم َحتهى ََل تَ ُك ْونَ فِ ْتنَةٌ َّو َي ُك ْونَ ال ِدِّي ُْن ِ ه‬
ُ ‫ّلِل ۗ فَا ِِن ا ْنتَ َه ْوا فَ ََل‬
َ‫عد َْوان‬
)١٩٣ ( َ‫ظ ِل ِميْن‬ ‫علَى ال ه‬ َ ‫ا ََِّل‬
Artinya: "dan pergilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan

agama hanya bagi Allah Swt semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada

(lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim" (Departemen

Agama RI, 2016: 30).

R.A. Kartini berupaya untuk memperbaiki citra Islam selalu

dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah, dengan bahasa halus R.A.

89
Kartini menyatakan, "Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja

membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai" (Surat

Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).

R.A. Kartini ingin mengembalikan watak asli bangsa Indonesia

dalam tata cara hidup pedasaan, yaitu gotong royong, rukun, tentram, dan

masih serba berkecukupan. R.A. kartini juga ingin mengembalikan watak

asli bangsa Indonesia yang terkenal sabar, tawakkal, rendah hati, tetapi

penuh gairah dan inisiatif. Bangsa penjajah datang ke Indonesia rakyat

menjadi apatis, tanpa inisiatif, menyerah menunggu perintah seperti bangsa

yang mati. Alam Indonesia yang kaya menjadi rebutan bangsa Barat karena

kekayaan alam yang tersimpan di bumi Nusantara.

R.A. Kartini berpendapat Allah Swt menjadikan laki-laki dan

perempuan sebagai makhluk yang sama, jiwanya sama, hanya bentuknya

yang berlainan. Karena itu kedudukannya juga tidak boleh dibeda-bedakan,

apalagi dalam hal pendidikan. Porsi antara laki-laki dan perempuan sama,

keduanya memiliki hak yang sama mendapatkan pendidikan yang layak.

R.A. Kartini, pendidikan itu sangat penting, R.A. Kartini memandang

pendidikan sebagai kewajiban yang mulia dan suci. R.A. Kartini

memandang sebuah kejahatan, sedangkan menyerahkan tenaga usaha

mendidik, sedangkan R.A. Kartini sendiri belum mempunyai kecakapan

yang penuh.

90
Pandangan R.A. Kartini sangat signifikan dengan sistem pendidikan

yang menjadi kosep pendidikan Islam. Suratnya, "Haruslah nyata dahulu

apakah saya sanggup menjadi pendidik atau tidak". Pendirian R.A. Kartini

bahwa pendidikan itu adalah mendidik budi dan jiwa". Pendidikan Islam

dilandaskan pada penanaman nilai-nlai keimanan dan budi pekerti yang

menjadi dasar utama. R.A. Kartini seorang pendidik belumlah selesai jika

hanya mencerdaskan pikiran saja, pendidik juga harus mendidik budi

pekerti atau akhlak meskipun tidak ada hukum yang nyata yang mewajibkan

hal tersebut. R.A. Kartini berpendapat:

"Sungguh kecewa bahwa tiadalah selamanya benar yang demikian


itu, bahwa tahu adat dan bahasa, serta cerdas pikiran belumlah lagi
jadi jaminan orang hidup susila mempunyai budi pekerti. Biarpun
pikiranya sudah cerdas benar, tidaklah boleh dipisahkan benar,
karena umumnya pendidikannya yang salah, orang telah banyak,
bahkan sudah sangat banyak mengikhtiarkan kecerdasan pikiranya,
tetapi apakah yang telah diperbuat orang akan membentuk
budinya?" (Sukri, 2009: 171).
Pendapat R.A. Kartini di atas menunjukkan bahwa pendidikan budi

pekerti atau akhlak begitu sangat penting dalam sebuah tatanan pedidikan.

Pendidikan yang menghasilkan peserta didik yang cerdas harus diimbang

dengan budi pekerti yang baik, karena jika tidak diimbangi maka

kecerdasan yang dimiliki akan digunakan untuk hal yang buruk atau

menciptakan manusia yang cerdas tetapi tidak memiliki sikap yang baik.

Bangsa Indonesia ini akan rusak karena hanya mengutamakan kecerdasnya

saja tetapi tidak memiliki akhlak yang baik dan hanya mengikuti hawa nafsu

yang membawa hal buruk untuk dirinya dan bangsanya.

91
R.A. Kartini menginginkan keseimbangan otak dan akal, jadi selain

pandai dalam hal teori juga mempunyai akhlak yang baik. Pendidikan

akhlak atau budi pekerti menurut R.A. Kartini harus lebih diutamakan

karena akan membentuk sikap dan tingkah laku dalam bermasyarakat,

karena tujuan pendidikan kembali kepada masyarakat.

C. Pengaruh Pemikiran K.H. Sholeh Darat Terhadap Pemikiran R.A. Kartini

1. Pengaruh Kitab Faid ar Rahman terhadap Pemikiran R.A. Kartini

Kitab "Faidur-Rahman" karya K.H. Sholeh Darat merupakan tafsir

al Qur'an pertama di tanah Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara

Arab, yang dikemudian hari oleh K.H. Sholeh Darat dihadiahkan kepada

R.A. Kartini menikah dengan R.M. Joyodiningrat seorang Bupati Rembang.

Kitab inilah R.A. Kartini terinspirasi untuk menulis suatu karya yang

sekarang dikenal oleh banyak kalangan dengan "Habis Gelap Terbitlah

Terang". Dalam beberapa kitab karya K.H. Sholeh Darat seperti as-Syariat

al-Kafiyat li al-Awam, kitab matn al-Hikam, kitab Lathaif al-Thaharat wa

Asrar al-Sholah fi Kafiyat Sholat al-Abidin wa al-Arifin, kitab Munjiyat

Metik Saking Ihya' Ulumuddin al-Ghazali, kitab Minhaj al-Atqiya fi syarh

Ma'rifah al-Atqiyah ila Thariq al-Aulia, dan kitab Syarh barzanji sangat

mementingkan pendidikan untuk semua kalangan, baik kalangan laki-laki

maupun perempuan. Ajaran K.H. Sholeh Darat inilah yang mendorong R.A.

Kartini untuk mengangkat darajat perempuan dalam mendapatkan

pendidikan (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016:

xliii-xliv).

92
R.A. Kartini berpendapat bahwa perempuan berperan sabagai

pendidik pertama yang amat berperan dalam membentuk budi pekerti

seorang anak yang menjadi masa depan sebuah bangsa, sehingga

membesarkan anak sebuah tanggung jawab dan tugas besar seorang ibu.

Pembentukan kepribadian manusia pertama kali dalam ligkup keluarga,

karena itu calon ibu diberikan semacam pembelajaran dan pendidikan di

dalam keluarga agar anak terdidik dengan baik (Arbaningsih, 2005: 128).

R.A. Kartini meminta kepada pemerintah otonomi Hindia-Belanda

untuk memperhatikan masalah tentang pendidikan di dalam keluarga

dengan serius, terutama mengenai kebutuhan tenaga kerja dan biaya

pengajaran. R.A. Kartini menjelaskan tentang peran dan tanggung jawab

perempuan di dalam masyarakat dan keluarga. Pandangan R.A. Kartini,

kesadaran pendidikan lebih efektif dari suatu pemerintah yang jarang

diketahui manfaatnya (Arbaningsih, 2005: 129). Bagi R.A. Kartini

peradaban di masyarakat terletak pada genggaman tangan perempuan, maka

dari itu perempuan wajib mendapatkan pendidikan dan ikut serta dalam

usaha untuk mencerdaskan Bangsa.

R.A. Kartini menganggap pengaruh biologis ibu kepada anaknya

yang baru lahir kemudian dibesarkan dipangkuan ibunya sangat penting

demi membentuk kepribadian dan perkembangan jiwa anak. Ibu harus

mendapatkan pendidikan yang baik, jika belum mendapatkan pendidikan,

maka perlu adanya sekolah khusus untuk kaum perempuan dengan guru-

93
guru yang kompeten, mampu memberikan pendidikan yang dapat

dipertanggungjawabkan dan sesuai kebutuhan zaman (Soeroto, 1982: 321).

Tanggal 25 Desember 1902 dalam surat R.A. Kartini kepada N.Van

Kol yang termuat di Kolonial Weekblad, R.A. Kartini tertulis:

"Bukan pada alasan orang mengatakan kebaikan dan kejahatan


dimulai anak bersama air susu Ibu. Alam sendiri lah yang menunjuk
dia untuk melakukan kewajibann itu. Sebagai Ibu dia lah pendidik
pertama anaknya. Di pangkuannya anak pertama belajar meraa,
berfikir, berbicara. Dan dalam kebanyakan hal pendidikan pertama-
tama bukan tanpa arti untuk seluruh hidupnya. Tangan Ibu lah yang
meletakkan benih kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia, yang
tidak jarang dibawa sepanjang hidupnya. Dan bagaimana sekarang
Ibu-ibu Jawa dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri
terdidik? Peraaban dan kecerdasan bangsa Jawa tidak akan maju
dengan pesatnya, kalau perempuan dalam hal itu terbelakan"
(Arbaningsih, 2005: 127).

Catatan R.A. Kartini kepada Roeseboom tersebut R.A. Kartini

sampai kepada kesimpulan, sepanjang peradaban manusia dijunjung oleh

jiwa-jiwa yang tidak mempunyai keseimbangan antara budi pekerti dan

kecerdasan otak, tatanan masyarakat akan selalu pincang dalam

memberikan pembelajaran kepada kaum perempuan, maka dari itu di dalam

catatan R.A. Kartini tertulis seperti berikut "Sekolah saja tidak cukup untuk

membentuk pikiran dan perasaan manusia, rumah pun harus turut terdidik"

(Arbaningsih, 2005: 133).

Keyakinan R.A. Kartini terhadap pendidikan masyarakat haruslah

diawali sedini mungkin tetapi bukan pendidikan yang melahirkan

masyarakat yang keras kepala dan kelak akan menjadi manusia yang

mementingkan dirinya sendiri dan bersikap seenaknya sendiri. Pendidikan

94
pertama dan utama adalah wanita, perempuan, ibu yang bertanggung jawab

kepada masyarakat agar menjadi generasi harapan umat dikarenakan

merupakan tiang Negara yang menentukan tegak dan runtuhnya suatu

masyarakat maupun suatu Negara. Pendidikan yang dicita-citakan R.A.

Kartini tidak hanya meliputi tentang menguasai materi kongnitif saja,

melainkan bagaimana menjadikan manusia-manusia yang mempunyai jiwa

besar dan budi pekerti luhur yang tinggi, dengan cara mendidik manusia

menuju kearah kesejatian diri secara sempurna, baik aspek kongnitif, aspek

psikomotorik, ataupun aspek afektif. Pendidikan yang dapat menumbuhkan

kekuatan diri secara sempurna baik moral, intelektual, maupun spiritualnya

(Tholkhah, 2004: 154).

R.A. Kartini mempunyai pemikiran yang sudah lebih maju dari

zamanya yang tergolong masih kolot, R.A. Kartini mahir dalam bahasa

Belanda dikarenakan beliau hingga usia 12 tahun, terhitung lebih lama dari

pada teman-temanya seumurannya. R.A. Kartini menguasai bahasa

Belanda, R.A. Kartini belajar sendiri menulis surat kepada teman-temannya

yang berasal dari Negara Belanda, maka dari situ R.A. Kartini bisa

mengungkapkan semua kegalauan tentang ketidakadilan yang dihadapi

R.A. Kartini dari beberapa hal yang dianggap memojokkan perempuan pada

masa itu, pada saat pingitan maka dimulailah sejarah R.A. Kartini karena

merasakan hidupnya yang masih muda dipaksa untuk memahami persoalan-

persoalan yang sebenarnya bukan atau belum layak menjadi garapannya

(Toer, 2015: 67).

95
Surat R.A. Kartini sebagai rasa kecewa itu diluapkannya yang

dikirimkan kepada Nyonya Estella Zeehandeelar (25 Mei 1889) sahabat

karibnya, R.A. Kartini menceritakan awal permulaannya dalam gaya orang

ketiga, isi surat itu seperti berikut:

"Si gadis cilik berumur 12,5 tahun sekarang, dan tibalah masa
baginya untuk mengucapkan selamat jalan bagi kehidupan bocah
yang ceria: meminta diri pada bangku sekolah yang ia suka duduk
di atasnya; pada kawan-kawannya orang Eropa, yang ia suka berada
di tengah-tengahnya..........dia tahu benar pintu sekolah yang
memberi ia jalan pada banyak hal yang dicintainya, telah tertutup
baginya. Perpisahan dari guru-gurunya tercinta yang bicara padanya
begitu manis dan ramah sewaktu ia henda pergi; dari kawan-kawan
kecil, yang menjabat tangannya dengan mata berlinang; dari tempat
dimana telah ia lewatkan jam-jam sangat sedap; sangat berat
baginya" (Toer, 2015: 67-68).

Surat R.A. Kartini yang lain juga dikirimkan kepada Nyonya Estella

Zeehandeelar, penggalan surat dari surat tersebut "Betapa saya dapat

menahan kehidupan yang demikian, tidalah saya tahu, hanya yang saya

ketahui masa itu sangat sengsara" (Pane, 2015: 41). Surat yang dituliskan

R.A. Kartini menunjukkan kesengsaraan kehidupan pada zaman itu

dikarenakan budaya patriarki dan feodal masih berjalan di tanah Jawa.

Kesadaran R.A. Kartini akan cita-cita dan keinginan perjuangan

untuk meningkatkan derajat perempuan dengan pendidikan tidak bisa

dilaksanakan sendiri, maka dari itu R.A. Kartini menerima lamaran Raden

Mas Adipati Djojodiningrat (Bupati Rembang) yang merupakan seorang

duda memiliki beberapa anak. Tanggal 8 November 1903 perkawinan R.A.

Kartini berlangsung, empat hari setelah pernikahan R.A. Kartini

meninggalkan Jepara pindah ke Rembang. Langkah pertama yang diambil

96
R.A. Kartini yaitu mendirikan sekolah perempuan di rumahnya yang

bertempat di sebelah gapura Kabupaten Kota Rembang kini digunakan

sebaggai Kantor Wakil Bupati Rembang. Tanpa membutuhan waktu lama,

sekolah perempuan R.A. Kartini memiliki banyak murid, untuk murid-

murid dari kalangan bawah tidak dipungut biaya. Dikarenakan kemajuan

sekolah perempuan sangat pesat, maka diperlukan banyak tenaga pengajar,

oleh karena itu R.A. Kartini mengajukan permohonan bantuan dana kepada

pemerintah Kolonial Belanda untuk ikut serta dalam membiayai tenaga

pendidik di sekolah perempuan (Sukri, 2009: 181).

Konsep pendidikan R.A. Kartini bukanlah pendidikan yang hanya

bersifat formal saja, akan tetapi pendidikan meliputi kepekaan budi pekerti

dan penyempurnaan kecerdasan berfikir siswa melalui suri tauladan

perilaku dan sikap guru. Pendidikan haruslah mampu menciptakan

integritas yang dapat membentuk siswa bersifat pemberani, seperti kalimat

berikut ini:

"Kesadaran anak-anak harus dibangun, bahwa mereka harus


memenuhi panggilan budi dalam masyarakat terhadap bangsa yang
akan mereka kemudian. Kewajiban para guru adalah menjadikan
anak-anak perempuan yang dipercayakan kepada mereka, menurut
pandangan mereka yang sebaik-baiknya dan sekuat tenaganya
perempuan-perempuan yang beradab, cerdas, sadar, akan panggilan
budinya dalam masyarakat. Menjadi Ibu yang penuh kasih sayang,
pendidikan yang berbudi dan cakap. Dan selanjutnya agar dengan
cara apapun juga berguna dalam masyarakat yang dalam tiap bidang
sangat memerlukan pertolongan" (Arbaningsih, 2005: 133).

Menyinggung masalah kurikulum sekolah yang dicita-citakan, alih-

alih sangat berbeda dari metode pendidikan di sekolah negeri. R.A. Kartini

97
mempunyai pendapat jika suatu metode pendidikan yang hanya

dikhususkan pada pelajaran yang dapat mencerdaskan itu salah karena

pendidikan tidak hanya melatihh otak saja. Pendidikan mengenai budi

pekerti (adab) juga sangatlah penting dan wajib disempurnakan. Surat R..A.

Kartini sebagai berikut:

"Memang dalam sekolah kami, kami lebih mementigkan pendidikan


budi pekerti dari pada doctrinal. Oleh sebab itu kami juga tidak
menginginkan sekolah itu didirikan oleh pemerintah, melaikna oleh
swasta, karena kami nanti akan tunduk pada peraturan-peraturan
tertentu. Padahal kami ingin membangun sekolah menurut gagasan
kami sendiri. Kami ingin mendidik anak-anak seperti seorang ibu
mendidik anak-anaknya. Cara mendidik di situ seperti dalam suatu
rumah tangga bear, di mana anggota-anggotanya saling mencintai
dan saling mengajar, dan di mana ibu tidak hanya namanya saja,
melainkan sungguh pendidik jasmani dan rohani anaknya"
(Soeroto, 1982: 321).

R.A Kartini adalah orang pertama kali di Jawa yang memikirkan

tentang pendidikan perempuan Banga Jawa dan membuktikan

kepercayaanya, bahwa perlu akan pendidikan sebagai pedoman hidup.

Sepuluh tahun terakhir dari abad 19 beliau mampu mengintrepretasikan

pandangan-pandangan mengenai problematika permasalahan pendidikan

dengan terperinci. Sebenarnya yang dicita-citakan oleh R.A. Kartini adalah

sebuah sekolah untuk para wanita (Soeroto, 1982: 320).

98
BAB IV

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN R.A. KARTINI PERSPEKTIF

K.H. SOLEH DARAT DALAM KITAB MUNJIYAT

A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak R.A. Kartini Perspektif K.H.

Sholeh Darat Dalam Kitab Munjiyat

1. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak R.A. Kartini Perspektif K.H.

Sholeh Darat dalam Kitab Munjiyat

Sukmadinata (2007: 9) relevansi terdiri dari relevansi internal dan

relevansi eksternal. Relevansi internal adalah adanya kesesuaian atau

konsistensi anatar komponen-komponen kurikulum seperti tujuan, isi,

proses penyampaian dan evaluasi, atau dengan kata lain relevansi internal

menyangkut keterpaduan komponen-komponen dalam kurikulum.

Relevansi eksternal adalah kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,

kebutuhan, dan perkembangan dalam masyarakat. Sadjad dalam (Muhson,

2012: 47), relevansi merupakan komponen yang terpenting karena

merupakan faktor yang dapat menentukan eksistensi dari lembaga

pendidikan yang bersangkutan, lembaga pendidikan tinggi dikatakan

relevan keberadaanya jika seluruhnya atau sebagian besar lulusannya dapat

terserap oleh dunia kerja yang sesuai dengan bidang dan peringkat

sastranya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) relevansi adalah

hubungan atau keterkaitan.

99
Kesimpulan dari penjelasan relevansi dari para ahli diatas adalah

relevansi hubungan keterkaitan atau kesesuaian antara komponen-

komponen yang telah dirancang dengan teratur guna menghadapi

perkembangan dan tuntutan hidup dalam masyarakat. Sedangkan secara

umum, konsep relevansi adalah bagaimana cara kita mencoba

menghubungkan konsep satu topik dengan konsep yang lainya dengan cara

bersama mempertimbangkan topik pertama dan topik kedua. Peneliti

mencoba menghubungkan dan mencari keterkaitan antara nilai-nilai

pendidikan R.A. Kartini dengan nilai pendidikan akhlak perspektif K.H.

Sholeh darat dalam kitab Munjiyat.

Spradley (Sugiyono, 2015: 335) mengatakkan bahwa analisi adalah

sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola selain itu analisis merupakan cara

berpikir yang berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu

untuk menentukan bagian, hubungan antara bagian dan hubungannya

dengan keseluruhan. Nasution dalam (Sugiyono, 2015, 334) melakukan

analisis adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Tidak ada cara

tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap

peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat

penelitianya. Kesimpulan dari analisis adalah penguraian suatu pokok

secara sistematis dalam menentukan bagian, hubungan antar bagian secara

menyeluruh untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat.

Pendidikan merupakan sebuah proses untuk memanusiakan

manusia, pendidikan juga dikatakan sebagai proses humanisasi dalam

100
menghargai segala potensi yang dimiliki oleh manusia. Proses humanisasi

dalam pendidikan dimaksudkan sebgai upaya mengembangkan segala

potensi yang dimiliki. Penanaman yang demikian ini sangatlah penting,

karena untuk belajar menempati posisi yang cukup vital ini sering kali

mendapatkan kesulitan.

Adapun relevan atau tidaknya nilai-nilai pendidikan R.A. Kartini

dengan nilai pendidikan akhlak K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat

dapat kita ketahui dari hal-hal berikut:

a. Pendidikan Akhlak R.A. Kartini Dilatarbelakangi dalam Perjalanan

Hidup R.A. Kartini dan Pandangan Terhadap Kehidupan Sekitar

Pandangan hemat peneliti beberapa faktor yang

melatarbelakangi konsep pendidikan akhak R.A. Kartini , diantaranya:

pertama, berasal dari kalangan keluarga bangsawan yang suka kemajuan

dan mengerti pentingnya pendidikan akhlak, tak heran jika R.A. Kartini

sosok perempuan yang cerdas dan berbudi luhur. R.A. Kartini yang

sudah sudah berpendidikan dan juga berbudi luhur mulai berfikir luas,

R.A. Kartini merasakan ada kesalahan dalam pemikiran masyarakat

pada zaman itu terlebih pada pendidikan yang terkesan diskriminatif

terhadap masyarakat terutama kaum perempuan, sehingga dari sinilah

R.A. Kartini bertekad merubah pandangan masyarakat mengenai

pentingnya pendidikan.

101
Budaya patriarki dan feodal masih sangat berkembang dalam

masyarakat di Nusantara. Budaya patriarki dan feodal yang

berkembang pada masa itu, maka kebebasan pemikiran perempuan

tidaklah ada artinya sama sekali, keberadaan perempuan tengelam

diantara keberadaan laki-laki. Parahnya lagi, perempuan harus berhenti

mengenyam pendidikan hanya karena tuntutan adat berupa pingitan.

Faktor ini yang menjadikan R.A. Kartini sebagai pelopor feminisme

emansipasi Indonesia karena perjuanganya memperjuangkan hak-hak

perempuan. Perempua harus berpendidikan dan mempunyai akhlak

yang baik, untuk menciptakan peradaban yang maju dan memiliki

akhlak yang baik.

R.A. Kartini berpendapat bahwa pedidikan akhlak atau budi

pekerti harus di didik sejak dini, karena budi pekrti luhur itu tidaklah

tumbuh dengan sendirinya. Jarang kita lihat orang yang berpengetahuan

luas namun kurang berakhlak yang luhur. Era zaman sekarang banyak

sekali orang yang cerdas tetapi kurang sekali dalam hal kepribadianya,

hal tersebut yang menjadi perhatian R.A. Kartini dalam suratnya:

"Pendirian saya, pendidikan itu ialah mendidik budi dan jiwa...


Rasa-rasanya kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika
hanya baru mencerdaskan pikiranya saja, belumlah boleh
dikatakan selesai, dia harus juga bekerja mendidik budi
meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat
demikian... bahwa tahu adab dan bahasa serta cerdas pikiran
belumlah lagi menjadi jaminan orang hidup susila ada
mempunyai budi pekerti" (Pane, 2009: 100-101)

102
R.A. Kartini menekankan bahwa pendidikan tidaklah harus

disekolah, melainkan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam

keluarga pendidikan sangat berpengaruh terhadap keperibadian anak.

R.A. Kartini menyuarakan pentingnya pendidikan perempuan adalah

peletak dasar watak dan keperibadian anak yang nantinya akan sangat

berpengaruh kepada perkembengan akhlak anak.

Surat-surat R.A. Kartini menjelaskan nilai-nilai pendidikan

akhlak sangat ditekankan dalam pendidikan, kecerdasan otak dan akal

tidak ada manfaatnya jika tidak diimbangi dengan prilaku yang luhur.

Konsep pendidikan akhlak menurut R.A. Kartini yang tertulis dalam

suratnya kepada R.M. Abendanon Mandri pada 21 Januari 1901 tertulis:

“Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan budi


pekerti, walaupun tidak ada hukum secara pasti mewajibkannya
melakukan tugas itu. Secara moril ia wajib berbuat demikian.
Dan saya menjalankan tugas itu? Saya yang masih perlu juga
lagi dididik ini? Kerap kali saya mendengar orang mengatakan
bahwa dari yang satu dengan sendirinya budi itu menjadi halus,
luhur. Tetapi dari pengamatan saya, sayang saya berpendapat,
bahwa hal itu sama sekali tidak selamanya demikian. Peradaban,
kecerdasan fikiran, belumlah merupakan jaminan bagi
kesusilaan. Dan orang tidak boleh terlalu menyalahkan mereka
yang budi pekertinya tetap jelek meskipun pikirannya cerdas
benar. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak terletak
pada mereka sendiri melainkan pada pendidikan mereka.
Memang telah banyak, aduh bahkan begitu sangat banyaknya
mereka yang mengusahakan kecerdasan fikiran. Tetapi apa yang
telah diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti mereka?
Sesuatupun tidak ada”.

Kekritisan R.A. Kartini dalam dunia pendidikan bukan hanya

menekankan masalah kecerdasan kongnitif saja melainkan juga

menekankan pada kecerdasa afektif. Surat R.A. kartini di atas

103
menekankan pendidikan akhlak atau kecerdasan afektik lebih

ditekankan kepada pendidik dalam kegiatan belajar mengajar.

Surat R.A. Kartini kepada Nyonya Estella Zeehandelaar

menunjukkan bahwa R.A. Kartini tidak gila jabatan atau gila gelar:

"Apakah saya seorang anak raja? Bukan. Raja terakhir dalam


keluarga kami, yang langsung menurunkan kami menurut garis
keturunan laki-laki, saya kira sudah berlalu 25 keturunan
jauhnnya.ibu masih bersaudara dekat dengan keluarga raja
Madura. Moyangnya raja yang bertahta dan neneknya ratu
mahkota".

"Tapi itu semua tidak kami pedulikan. Bagi saya hanya ada dua
macam kebangsawanan: bangsawan jiwa dan bangsawan budi.
Pada pikiran saya tak ada yang lebih gila, lebih bodoh daripada
melihat orang-orang yang membanggakan apa yang disebut
"keturunan bangsawan" itu".

"Panggil saya Kartini saja –itulah nama saya.kami orang Jawa


tidak mempunyai nama keluarga. Kartini adalah nama keluarga
dan sekaligus nama kecil saya. Dan mengenai Raden Ajeng, dua
kata itu menyatakan gelar. Dan menulis 'nona' atau sejenisnya
itu di depan nama saya, saya tidak berhak –saya hanya orang
Jawa".

Surat R.A. Kartini di atas menjelaskan bahwa R.A. Kartini

tidak memiliki sifat madzmumah yang tertera dalam kitab Munjiyat

yaitu al jahu wa ar riya yaitu merasa dirinnya luhur dan sombong.

R.A.Kartini "keturunan bangsawan", R.A. Kartini memiliki kedudukan

atau gelar yang tinggi dikarenakan golongan bagsawan tetapi R.A.

Kartini dalam suratnya tidak bangga atas gelar kebangsawananya dan

R.A. Kartini hanya ingin dipandang sebagai manusia biasa. R.A. Kartini

dalam suratnya menuliskan "Panggil saya Kartini saja", tidak

menulisakan gelar "Raden Ajeng" dan hanya ingin dipanggil Kartini

104
saja, itu menunjukkan bahwa R.A. Kartini memiliki sifat tidak suka

kedudukan atau gelar dan tidak sombong atas apa yang ada dalam

dirinya.

Kumpulan surat-surat R.A. Kartini uang berjumlah 114 buah

dalam buku terjemahan Sulastin (1979) dapat disimpulkan apa yang

dimaksudkan R.A. Kartini dengan cita-citanya, yaitu Penghapusan

tradisi pingit, Penghapusan tradisi kawin paksa, Penghapusan tradisi

poligami, Penghapusan tradisi dibodohkan.

Keempat isu tersebut dialami semua oleh R.A. Kartini dan

memberikan bekas luka cukup dalam. R.A. Kartini dan saudara-

saudaranya sangat gigih mewujudkan usahanya untuk memajukan

wanita kalangan bangsawan Jawa. R.A. Karini berpendapat bahwa

apabila para wanita dididik, maka diharapkan mereka akan mampu

memperjuangkan penghapusan keempat perkara tersebut. R.A. Kartini

justru menilai kesulitan datang dari pihak para wanita sendiri yang

kurang ada prihatin terhadap perbaikan nasibnya sendiri (Marihandono,

dkk, 2016: 155).

R.A. Kartini awal mulanya sangat menentang tradisi Jawa

tentang poligami yang dilakukan dalam adat Jawa. R.A. Kartini

mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya tetapi R.A. Kartini

belum sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (al Qur'an) kepada

K.H. Sholeh Darat dikarenakan K.H. Sholeh Darat meninggal dunia.

105
Kalau saja R.A. Kartini sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam

maka tidak mustahil R.A. Kartini akan menerapkan semaksimal

mungkin semua hal yang dituntut dalam Islam terhadap muslimah

(Masrur, 2012: 34).

R.A. Kartini setelah mempelajari ajaran Islam kepada K.H.

Sholeh Darat, R.A. Kartini sangat berani untuk berbeda dengan tradisi

adatnya yang sudah terlanjur mapan. R.A. Kartini juga memiliki modal

kehanifan yang tinggi terhadap ajaran Islam dibuktikan pada awal

mulanya paling keras dalam menentang poligami, tetapi kemudian

setelah mengenal Islam, R.A. Kartini menerima tradisi itu karena dalam

ajaran Islam diperbolehkan. Sifat R.A. Kartini ini relevan dengan ajaran

dalam kitab Munjiyat yaitu sifat Al Ikhlas yang terdapat dalam sifat

mahmudah. R.A. Kartini ikhlas dalam menjalankan pingitan dan

poligamai yang sudah menjadi tradisi pada masa itu.

Perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan pendidikan

kaum wanita khususnya pendidikaan akhlak selama hidupnya juga

menunjukkan sifat mahmudah dalam kitab Munjiyat yaitu sabar, syukur

dan takwakal, juga relevan dengan sifat Al Niat wa Al Ikhlas wa Al

shiddiq. R.A. Kartini Dalam memperjuangkan cita-citanya berjuang

melawan budaya-budaya yang sudah melekat pada tradisi Jawa dan itu

sangat sulit diubah dikarenakan masyarakat masih awam dan kurang

pendidikan. Perjuangan R.A. Kartini mendirikan sekolah bagi kaum

wanita semata-mata hanya untuk mengangkat derajat wanita sama

106
dengan laki-laki. Perjuangan R.A. Kartini tanpa lelah selama hidupnya

tanpa pamrih hanya untuk mencerdaskan kaum wanita khusunya di

Jawa bahkan untuk Indonesia.

b. Pendidikan Akhlak R.A. Kartini dalam Surat-suratnya yang

Mencerminkan R.A. Kartini Berbudi Luhu

R.A. Kartini juga menuliskan tekadnya setelah mengalami

transformasi spiritual (Masrur, 2012: 36), dalam suratnya berikut:

"Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang


selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat
rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam
sebagai agama disukai." (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21
Juni 1902).

Maka R.A Kartini kemudian menjadi sadar untuk mencapai cita-

cita tertinggi yang sangat mengejutkan, "Ingin benar saya menggunakan

gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah Swt" (Surat Kartini kepada Ny.

Abendanon, 1 Agustus 1903).

R.A. Kartini juga menentang semua praktik kristenisasi di

Hindia Belanda, dalam suratnya,

"Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud


berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta
kasih, bukan dalam rangka kristenisasi?.... Bagai orang Islam,
melepas keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain,
merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh
melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang.
Mungkinkah dilakukan?" (Surat Kartini kepada E.E.Abendanon,
31 Januari 19903).

Demikian kesadaran dan cit-cita spiritualnya R.A. Kartini begitu

tinggi yaitu menjadi Hamba Allah Swt yang mampu membawa cita-cita

107
Islam yang menebarkan damai sehingga disukai oleh semua kalangan.

Sikap dan sifat yang nampak pada surat-surat tersebut relevan dengan

sifat mahmudah dalam kitab Munjiyat yaitu tauhid kerena setelah R.A.

Kartini menjadi murid K.H. Sholeh Darat, R.A. Kartini memahami

ajaran Islam lebih dalam dengan bukti menolak semua praktek

kristenisasi Hindia Belanda dan R.A. Kartini ingin menggapai gelar

Hamba Allah.

Ketahuidan R.A. Kartini mulai nampak kuat setelah menjadi

menjadi murid K.H. Sholeh Darat, dalam surat-surat R.A. Kartini

menerangkan kebanggaan menjadi seorang muslimah dan bangga

beragama Islam karena islam agama yang cinta damai dan saling

mengasihi. R.A. Kartini juga ingin menggapai gelar tertinggi yaitu

Hamba Allah, R.A. Kartini menunjukkan bahwa sangat mencintai

agama Islam agama nenek moyangnya. Hal ini juga menunjukkan sifat

R.A. Kartini yang relevan dengan sifat mahmudah dalam kitab

Munjiyat yaitu mahabbah wa syauq wa ridho yaitu cinta, gembira, dan

kerinduan kepada Allah Swt. Setelah R.A. Kartini mengalami

transformasi spiritual, R.A. Kartini menjadi bangga cinta terhadap

agama Islam dengan bukti ingin menggapai gelar Hamba Allah Swt,

menolak kristenisasi dan menjelaskan agama Islam kepada sahabat

penanya bahwa agama Islam agama yang luhur.

108
B. Analisis Nilai-nila Pendidikan Akhlak Prespektif K.H. Sholeh Darat

Dalam Kitab Munjiyat

Pendidikan akhlak kitab Munjiyat menekankan manusia untuk

menguasai hawa nafsu sampai ke titik terendah dan bila mungkin mematikan

hawa nafsu sama sekali, oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai

tahap dan sisitem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:

1. Takhalli

Jamil (2013: 33) Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari

perilaku dan akhlak tercela, salah satu akhlak yang paling banyak

menyebabkan akhlak buruk antara lain mudkhola asy syaithon, an nafsu wa

suul khuluq, asy syahwataii (syahwat farji dan syahwat perut), aftul lisan,

al ghodhobu wa huqdu qa hasdu, hubbu ad dunya, al bukhlu wa hubbul mal,

al jahu wa ar riya', at takkabur wa 'ujub, al ghurur.

2. Tahalli

Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan

membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan

tahalli dilakukan setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela.

Menjalankan ketentuan agama baik bersifat eksternal meliputi kewajiban-

kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan

kewajiaban fardu ain lain seorang yang beragama Islam. Menjalankan

kewajiban bersifat internal atau dari dalam seperti keimanan, ketaatan, dan

kecintaan kepada Allah Swt (Jamil, 2013: 34).

109
3. Tajalli

Jamil (2013: 33) Tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib, hasil

yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan

butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-

perbuatan yang luhur meliputi taubat, sabar dan syukur, al khouf wa al raja',

al faqir wa al zuhd, al tauhid wa al tawakal, al mahabbah wa al syauq wa

al ridho, al niat wa al ikhlas wa siddiq, al muraqabah wa al muhasabah, al

tafakkur, dzikrul maut wa ma ba'daha. Kebiasaan yang dilakukan dengan

kesadaran optimal dan rasa kecintaan (mahabbah) yang mendalam akan

menumbuhkan rasa rindu (syauq) kepada Allah Swt.

Kitab Munjiyat termasuk khazanah kitab kuning dengan naskah ditulis

dengan huruf pegon yang disertai harakat. Kitab Munjiyat merupakan salah satu

kitab yang bercorak tasawuf, khususnya tadzkiyatun nafs. Sastra tasawuf

banyak berkembang pada awal masa Islamisasi di Jawa dan Nusantara secara

umum. Kitab Munjiyat ditulis oleh Kiai Sholeh Darat bin Umar as Samarani

atau dikenal dengan nama kiai Sholeh Darat, kitab ini ditulis pada tanggal 20

Februari 1890/ 20 Rajab 1307 (Darat, 2001: 190).

Kitab Munjiyat karangan K.H. Sholeh Darat aspek yang paling kuat

dalam pembahasan adalah tazkiyatun nafs sebagaimana Al Ghazali

menekankan penyucian hati sebagai langkah pertama dalam laku tasawuf. Al

Ghazali menekankan pentignya latihan-latihan jiwa untuk mencapai

ma'rifatullah. Latihan mempertinggi sifat-sifat yang terpuji dan menahan

dorongan nafsu sifat-sifat yang tercela sehingga hati sanubari menjadi bersih.

110
Hati yang bersih itulah yang dapat mendekati Allah Swt. Perintah untuk

tazkiyatun nafs terdapat sejumlah ayat al Qur'an, diantaranya QS. Asy Syam

ayat 9

﴾٩ : ‫قَ ْد ا َ ْفلَ َح َم ْن زَ هكى َها ۖ ﴿الشمس‬

Artinya: "Sungguhhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu"

(Departemen Agama RI, 2016: 595).

Surah Asy Syam ayat 9 ini, Allah Swt menegaskan pesan yang begitu

pentingnya sehingga untuk itu perlu bersumpah. Pesan itu adalah bahwa orang

yang membersihkan dirinya, yaitu mengendalikan dirinya sehingga hanya

mengerjakan perbuatan-perbuatan baik akan beruntung, yaitu bahagia di dunia

dan akhirat. Orang yang mengotori dirinya, yaitu mengikuti hawa nafsunya

sehingga melakukan perbuatan-perbuatan dosa akan celaka, yaitu bahagia di

dunia dan di akhirat masuk neraka, Juga dalam QS. al Baqarah ayat 151.

Sebagaimana firman-Nya:

َ ‫علَ ْي ُك ْم ٰا ٰي ِتنَا َويُزَ ِ ِّك ْي ُك ْم َويُعَ ِلِّ ُم ُك ُم ْال ِك ٰت‬


َ‫ب َو ْال ِح ْك َمة‬ ُ ‫س ْلنَا فِ ْي ُك ْم َر‬
َ ‫س ْو اَل ِ ِّم ْن ُك ْم َي ْتلُ ْوا‬ َ ‫َك َما ْٓ ا َ ْر‬

﴾١۵١ : ‫َويُعَ ِلِّ ُم ُك ْم َّما لَ ْم تَ ُك ْونُ ْوا تَ ْع َل ُم ْونَ ۗ ﴿البقرة‬

Artinya: "sebagimana (Kami telah menyempurnakan nikmat kami


kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui" (Departemen Agama RI, 2016: 23).
Penyempurnaan nikmat itu ialah dengan mengutus seseorang rasul,

yaitu Muhammad Saw yang membacakan ayat-ayat Allah Swt, membebaskan

umat dari penyakit syirik dan kejahatan-kejahatan jahiliyah, mengajarkan al

111
Qur'an serta hikmah, dan mengjarkan apa yang belum mereka ketahui, sehingga

umat Islam menjadi umat yang memimpin manusai ke arah kemajuan dan

kebahagiaan.

Mensucikan diri (tazkiyatun nafs) berarti mensucikan diri dari perbuatan

syirik dan cabbang-cabangnya (riya', sombong, dan lain-lain), menanamkan

nilai-nilai ketauhidan dan cabang-cabangnya, serta menerapkan perbuatan

sesuai dengan nama-nama Allah Swt, didasari keikhlasan kepada Allah Swt dan

mengikutti sunnah Rasulullah. Pensucian jiwa ini terdiri dari dua hal penting,

yaitu takhliyah (mengosongkan jiwa dari berbagai sifat tercela) dan tahliliyah

(menghiasi dengan berbagai sifat terpuji. Mensucikan hati ini tidak hanya perlu

dilakukan oleh ulama, ahli ibadah, atau orang alim, tetapi juga muslim pada

umumnya. Oleh karena itu, K.H. Sholeh Darat sengaja menunjukkan kitab

Munjiyat untuk orang awam yang ingin mensucikan hatinya..

Alhamdulillahiladzi tatahaiaru duuna idraki jalalihi al-qulubi wa al-


khowathri wa tad-hasya fii mabaadii isyraqi anwarihi al-ahdaqu wa an-
nawazhiri wa as-sholatu wa as-salaam 'ala sayyidi al-mursalina wa
jaami'i syamli ad-diini wa qathi'i dawaa-iri al-mulidiina wa alihi wa
shabihi wa sallim. Utawi anane angaweruhi sifat mazmumah lan sifat
mahmudah kang bangsa batin. Kerono iku ferdu ain lan ora sempurno
anggaweruhi sifat mazmumah lan sifat mahmudah anging arep weruh
sifat ati kang dingen. Maka, ana angaweruhi ati lan hakikate ati iku
asale agama lan pandemane tariqate wong kang pada salikin (murid
dalam tasawuf) kabeh. Utawi maknane lafadz qalb iku rong perkoro.
Kang dingen, denmaknani jantung ana ing daleme kiwone dadane anak
adam lan jerone iku jantung ana bolongan lan jerone bolongan iku ana
getih ireng lan iya iku cukule ruh. Lan kepindo den maknani lathifah
rabbaniyah ruhaniyah lan iya iku haqiqatun al-insan lan kang anane
sekabehe perkara kang samar-samar, wallahu a'lam. Utawi manane
lafadz ruh iku rong perkoro kang dingen den amknani jizm latif tegese
jisim ingkang alus utawi cukule iku ana ing bolongane ati jismani lan

112
iya iku jantung kang wus kasebut dingen. Lan kapindo den maknani
latifah rabbaniyah lan iya iku maknane qalab kang kapindone. Utawi
lafadz nnafs iku rung perkoro, kang dingen den maknani quwah kang
ngumpulake quwwate ghadhab tegese bendu lan muring-muring lan
ngumpulake quwwate. Lan kapindho den maknani nafs al-insan lan
dzate insan lan lamun minurut perintah den namani nafs al-
muthmainnah. Lan lamunora sempurno miturune maka den namani
lawwamah lan lamun ora sampurna miturune maka den namani nafs al-
amarah, wallahu a'lam. Utawi sifate qalb iku patang perkara kang
dingen anggon-anggone sifate satu dak kaya nalikane muring-muring,
lan kapindone anggon-anggone sifate kebo sapi nalikane nuruti
syahwate, lan kaping telu anggon-anggone sifat syaithon nalikane
nuruti karep syaithon lan kaping pat anggon-anggone sifatt pengiran
nalikane demen luhhur lan sengit ina, lan demen 'ilm, sengit bodo,
wallahu a'lam.(Darat, 2001: 2-3).

Kutipan di atas adalah bab pembukaan sebelum masuk ke bagian satu

Mudkhola Asy Syaithon (tempat masuknnya syaithon). Kitab Munjiyat ini

diawai dengan ucapan puji syukur kapada Allah Swt dan sholawat salam kepada

Rasulullah. Setelah shalawat dan salam, K.H. Sholeh Darat menjelaskan bahwa

hukum mengetahui sifat madzmumah dan mahmudah adalah fardu ain. Namun,

tidak sempurna mengetahui kedua sifat tersebut tanpa memahami hakikat hati

adalah asal agama dan dasar tarikat orang-orang yang menempuh jalan tasawuf.

Pengarang kitab K.H. Sholeh Darat kemudian menjelaskan makna qalb, ruh,

nafs, dan sifat-sifat yang empat perkara tersebut.

1. Sifat Madzmumah dalam Kitab Munjiyat

K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat (2001: 65) menjelaskan

"Sifat madzmumah arane wajib ingatase mukalaf ngaweruhi lan tinggal",

tentang sifat madzmumah sebagai sifat yang harus diketahui dan wajib

ditinggalkan oleh seorang muslim. Sifat madzmumah ini wajib ditinggalkan

oleh seorang muslim karena bersifat merusak keimanan.

113
Daftar pembahasan sifat madzmumah yang terdapat dalam kitab

Munjiyat, yaitu sebagai berikut:

a. Mudkhola Asy Syaithon

Mudkhola Asy Syaithon Adalah (manjinge syaithon) datangnya

syaithon dalam hati manusia. secara garis besar isinya mengetahui

tempat masuknya syaithon. Karena setan selalu mengajak pada

kekafiran. Syaithon berusaha untuk mengelabuhi hati manusia yang

murni, karena hati adalah inti dari timbulnya sesuatu perbuatan. Adapun

tempat masuknya syaithon ada sebelas (Darat, 2001: 3-7), yaitu:

1) ghodob dan syahwat

2) hasud (dengki) dan haros (serakah)

3) syab'un (perut terisi penuh makanan)

4) hubb tajayyun (gemar berlebih-lebihan dalam berhias)

5) al-'ujlah (tergesa-gesa)

6) Darahim (cinta harta)

7) Tama' (serakah)

8) Al bakhl wa hauf al faqir (kekikiran dan takut miskin)

9) Menghina sesama makhluk

10) Orang awam yang mempelajari dzat Allah

11) su'udzon kepada sesama muslim

Dari Shofiyah binti Huyay, berkata, "Pernah Rasulullah 'alaihi

wa salam sedeng beri'tikaf, lalu aku mendatangi beliau". Aku

mengunjunginya di malam hari. Aku pun bercakap-cakap denganya.

114
Kemudian aku ingin pulang dan beliau berdiri lalu mengantarku. Kala

itu rumah Shofiyah di tempat Usman bin Zaid. Tiba-tiba ada dua orang

Anshar lewat. Ketika keduanya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi

wa sallam, mereka memepercepat langkah kakinya. Nabi shallallahhu

'alaihi wa sallam lantas mengatakan, "pelan-pelanlah, sesungguhnya

wanita itu adalah Shofiyah binti Huyay. "Keduanya berkata,

Subhanallah, wahai Rasulullah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa

sallam, "sesungguhnya setan mennyusup dalam diri manusia melalui

aliran darah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam khawatir

sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua"

(Darat, 2001: 8).

b. An Nafsu wa Suul Khuluq

K.H. Sholeh Darat menegaskan, "Mongko wajib siro arep

bagusake nafsu niro kelawan nganggo pekerti ingkang bagus (Darat,

2001: 8). Dapat dikatakan, nafsu adalah sumber secara garis besar isinya

megajak setiap manusia hendaknya senantiasa memperbaiki akhlak dan

tidak memperturutkan hawa nafus. Empat cara untuk mengetahui

keburukan diri sendiri (Darat, 2001: 9), yaitu

1) Ziarah kubur

2) Duduk bersama orang saleh

3) Mendengarkan perkataan orang yang membenci kita

4) Bergaul dengan banyak orang

115
Seorang muslim wajib untuk mengontrol nafsu yang ada dalam

dirinya dari nafsu yang buruk menjadi nafsu yang baik dengan salah satu

cara yaitu, bijaksana saat menghadapi cobaan yang diberikan Allah Swt.

Jika manusia tidak bisa mengontrol nafsu buruknya maka hati manusia

akan menjadi rusak karena pengaruh nafsu buruk tersebut berefek pada

malas mengerjakan perintah Allah Swt dan ringan dalam mengerjakan

larangan-larangan yang di larang oleh agama.

c. Asy Syahwatain

Nafsu Syahwatain adalah musuh terbesar dalam melakukan

seluruh aktifitas manusia dalam kaitanya beribadah kepada Allah Swt.

Secara garis besar pembahasanya mengenai syahwat al bathhni wal farji

atau syahwat makan-minum dan kemaluan. Kitab Munjiyat

mengajarkan kepada manusai untuk berlapar-lapar atau berpuasa karena

sesunggunya lapar itu memiliki banyak faedah.

Faktor kerusakan yang sangat besar anak adam itu bermula dari

menuruti syahwat perut atau banyak makan dan minum. Sebab itu nabi

Adam dikeluarkan dari surga dikarenakan mengikuti syahwat perut

makan kenyang. K.H. Sholeh Darat menjelaskan, "Agung-agunge

kerusakan iku wong kang nuruti syahwate wetenge" (Darat, 2001: 9).

Alasan karena ketika manusia menuruti kebutuhan perut, maka nafsu

terhadap lawan jenis akan muncul, setelah itu nafsu cinta akan uang dan

116
nafsu yang buruk lainya akan timbul dari awal nafsu kenyang sehingga

membuat manusia lacut.

Kitab Taurat "Sesungguhnya Allah Swt itu tidak menyukai orang

alim yang gemuk karena sesungguhnya gemuk itu menunjukkan lupa

terhadap Allah Swt dan menunjukkan banyak makan dan minun" (Darat,

2001: 11). Manfaat menahan lapar itu ada sepuluh perkara (Darat, 2001:

11-12), yaitu:

1) Mensucikan hati

2) Mengikis kotora di dalam hati

3) Sederhana dan menghilangkan takkabur

4) Menyebabkan tidak mudah lupa

5) Menjauhkan dari maksiat

6) Tidak mudah ngantuk

7) Mempermudah melaksanakan ibadah

8) Menyehatkan tubuh dan menolak penyakit

9) Menghemat belanja keseharian

10) Ringan melaksanakan sadaqah

K.H. Sholeh Darat menjelaskan tentang cara mengatasi dan

melawan nafsu syahwat adalah dengan berpuas, "Lan lamun ngajar siro

ing nafsu kelawan luwe mengko yekti ora kasi mengkono" dan "Faedahe

luwe iku dadi marisi nyitihiaken belonjo" (Darat, 2001: 10-12),

diperintahkan oleh K.H. Sholeh Darat untuk melawan hawa nafsu

117
dengan berpuasa karena orang berpuasa dilatih untuk mengendalikan

segala macam nafsu yang ada dalam diri kita mulai terbit fajar sampai

terbenamnya matahari, dengan itu melatih mengontrol nafsu buruk

untuk tidak timbul dalam hati.

d. Aftul Lisan

K.H. Sholeh Darat (2001: 15) "Agung-agunge nikmat Allah Swt

maring sira iku lisan niro", dikarenakan lisan alat yang banyak

digunakan manusia untuk kemaksiatan. Garis besar pembahasanya

adalah mengenai bahaya lisan. Sebaik-baiknya anggota manusia adalah

lisan atau mulut dan sebaik-baiknya nikmat Allah Swt kepada manusia

adalah lisan karena banyak manfaatnya, maka menjaga lisan itu

hukumnya wajib bagi semua manusia. Siapa yang tidak bisa menjaga

lisan maka akan dituntun oleh syaithon masuk ke neraka.

Bahaya yang dapat ditimbulkan lisan sangat banyak, bagian ini

menjelaskan dua puluh bahaya yang dapat ditimbulkan oleh lisan

(Darat, 2001: 15-24), yaitu:

1) Bicara hal yang tidak bermanfaat

2) Berlebihan dalam bicara

3) Bertengkar

4) Membicarakan hal yang jelek

5) Memaki

6) Menghina orang lain

118
7) Membuka aib

8) Berkata dusta

9) Berbicara menyebut nama hewan

10) Syair dan menyanyi

11) Tertawa berlebihan

12) Menghina dan menertawakan manusia

13) Membocorkan rahasia

14) Berjanji karena bohong dan sumpah karena bohong

15) Membicarakan hal buruk orang

16) Membicarakan orang tidak sesuai fakta

17) Mengadu domba dengan perkataan jelek

18) Memuji manusia

19) Membahsa ilmu agama yang membahas masalah hati tetapi tidak

cukup ilmunya.

20) Bertanya kepada orang awam sifat Allah Swt

e. Al Ghodhobu wal Huqdu wal Hasdu

Garis besar pembahasan mengenai akibat marah dan dengki

dapat mengakibatkan perbuatan tercela, seperti dengki itu memakan

amalan yang baik, seperti api memakan kayu dan berawal dari marah

dan dengki itulah kejahatan setan bermula.

K.H. Sholeh Darat mengartikan makna Al Ghodhobu dalam

kitab Munjiyat adalah "Wateke menungso kang wus andadeaken Allah

ing ghodhob saking geni kang wus den ewor kelawan endhute anak

119
adam" (Darat, 2001: 24). Makna huqdu dalam kitab Munjiyat K.H.

Sholeh Darat adalah "Ngunek-unek asale saking ghodhob wal hasdu

sengit onone nikmat onoing liyane niro lan demen iku ngeiku nikmat

maka mengkono iku haram" (Darat, 2001: 25).

Pendapat ulama salaf sesunguhnya permulaan maksiat iblis itu

iri dengki dan takkabur, dan obatnya sifat tersebut adalah dengan

mengamalkan ilmu yang dia ketahu atau mengamalkan ilmu yang

bermanfaat. Iri dengki menyebabkan mudharat untuk manusai di dunia

dan di akhirat.

f. Hubbu Ad Dunya

Dunia merupakan kenikmatan yang sering kali disadari oleh

manusia, karena dunia begi mereka hal yang sangat penting di

kehidupan dan penting untuk dicari tanpa mengenal waktu. K.H. Sholeh

Darat mendefinisikan Hubbu Ad Dunya dalam kitab Munjiyat, "Dunyo

iku dadi nyegah wong kang lumaku maring Allah Swt" (Darat, 2001:

26). Dunia itu mencegah kepada mansia untuk menjalankan segala

perintah yang diperintahkan oleh Allah Swt kepada hambanya.

Garis besar pembahsany adalah untuk hidup zuhud dan jangan

terlalu mencintai dunia. Rasulullah bersabda bahwa cinta dunia adalah

kepala tiap-tiap maksiat. Dunia adalah musuh Allah Swt dan para

kekasih Allah Swt karena dunia mengajak manusia pada kelalaian dan

kemaksiatan.

120
Siapa yang cinta kepada dunia maka mudhoroti kepada

akhiratnya, dan siapa yang cinta kepada akhirat maka akan mudhoroti

kepada dunianya, maka pilihlah kepada pilihan yang kekal dan tinggalah

pilihan yang sifatnya semu. Orang yang cinta dunia tidak akan tenang

hatinya dari beberapa faktor (Darat, 2001: 27), yaitu:

1) Susah yang tidak pernah hilang (Susah kang ora putus-putus

selawase)

2) Pekerjaan yang tidak pernah selesai (Pengawean kang ora rampung-

rampung selawase)

3) Keinginan yang tidak pernah bisa dicapai (Karep kang ora tutuk-

tutuk kecukupane selawase)

4) Keinginan yang tidak pernah habis (Angen-angen kang ora ono

pungkasane selawase)

g. Al Bukhlu wa Hubbul Mall

Al Bukhlu wa Hubbul Mall atau kikir dan cinta terhadap uang,

K.H. Sholeh Darat mendefinisikan dalam kitab Munjiyat, "Mengkono

sopo wonge milih ing artone lan anake tinggal ing barang kang

amarekaken ing Allah Swt saking piro-piro toat mengko temen-temen

tuno kelawan tuno kang agung" (Darat, 2001: 28). Artinya orang yang

lebih memilih anak dan uangnya daripada mengerjakan yang dapat

mendekatkan kepada Allah Swt, maka akan mendapat kerugian yang

sangat besar.

121
Garis besar pembahasanya menganjurkan manusia untuk tidak

bakhil, karena sifat bakhil mencegah manusia untuk masuk ke dalam

surga. Allah Swt mencintai orang yang dermawan. Sesunggunya sifat

bakhil itu lantaran cinta harta, sebagai sifat tercela, dan tidak

mempunyai harta tidak akan tampak kebakhilan dengan keinginan

bersedekah, tetapi akan tampak dengan adanya orang yang cinta harta.

h. Al Jahu wa Riya'

Al Jahu dalam bahasa Jawa Singgih, dalam bahasa Indonesia

diartikan dirinya paling mulia atau luhur. Garis besar pembahasanya

mengenai akibat riya' dan keudukan jabatan. K.H. Sholeh Darat, awal

mula terbentuknya sifat singgih dan riya' dikarenakan tiga hal yaitu,

pertama senang dipuji, kedua benci ketika diolok-olok, dan ketiga

serakah terhadap apa yang bukan menjadi miliknya (Darat, 2001: 34).

Kedudukan dan harta adalah dua hal di dunia yang akan

melalaikan manusia dari ketaatan. Sifat ini dapat diobat dengan penawar

dzikir sebab orang tidak membawa apapun ketika mati, setelah mati

tidak ada bedanya orang yang memiliki jabatan dengan yang tidak. Riya'

ada lima perkara (Darat, 2001: 34-36), yaitu:

1) Riya' karena fisknya yang bagus

2) Riya' dalam tingkah laku dan berpakaian

3) Riya' dalam ucapan

4) Riya' amal

5) Riya' dalam pertemanan

122
i. At Takabbur wa Al 'Ujbu

Garis besar pembahasanya menjelaskan bahaya, sebab-sebab,

dan obat untuk menyembuhkan sikap takkabur dan 'ujub. Rasulullah

bersabda: "Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang dihatinya ada

kesombongan meskipun seberat biji sawi" (Darat, 2001: 36). Allah Swt

telah mengabarkan kepada seluruh manusia bahwa neraka adalah tempat

kembali bagi orang-orang yang sombong. Sombong atau 'ujub

mendorong manusia masuk ke dalam neraka dan penghalan masuk ke

dalam surga.

Obat untuk menyembuhkan 'ujub atau sombong adalah

sesungguhnya semua nikmat, iman, dan amal itu disebabkan oleh

kebajikan Allah Swt semata bukan disebabkan oleh sebab diri kita

sendiri karena watak manusia itu bodoh dan malas beramal, maka

manusia wajib bersyukur atas kebijaksanaan Allah Swt yang telah

menggerakan kita untuk beribadah.

Takkabur dapat disebabkan oleh dua perkara, yaitu perkara

dunia dan perkara agama. Sebab perkara yang dapat menimbulkan sifat

takkabur ada dua perkara yang pertama sempurna hal agamanya dan

yang kedua sempurna hal dunianya (Darat, 2001: 40). Sempurna dalam

hal agama meliputi Ilmu danAmal. Kedua sempurna dalam hal dunianya

(Darat, 2001: 42-43), meliputi bagus keturunanya, bagus wajahnya, kuat

tubuhnya, banyak harta, banyak teman. Kedua perkara masih dapat

123
dibagi menjadi beberapa sebab (Darat, 2001: 41), yaitu kesempurnaan

fisik, kesempurnaan ilmu, kesempurnaan ibadah, kesempurnaan harta.

j. Al Ghurur

K.H. Sholeh Darat (2001: 51) mendefinisikan ghurur sebagai,

"Wong kang ketipu ngelmune utowo ngibadahe utowo kelakuane kang

bagus utowo artone". Orang yang masih dalam pengaruh kecintaan

terhadap dunia yang demikian tidak akan pernah merasa puas terhadap

dirinya walaupun dirinya sudah bergelimpangan harta. Garis besar

pembahasanya mengenai terperdayanya manusia dikarenakan ilmunya,

ibadahnya, kelakuan baiknya, dan hartanya, sehingga merusak amalnya.

Sebagai manusia diwajibkan untuk meninggalkan sifat ghurur karena

semua amal yang dilakukan akan sia-sia. Macam-macam ghurur ada

empat (Darat, 2001: 56), yaitu:

1) Merasa dirinya lebih baik dari orang lain

2) Merasa mulia dan benci orang yang tidak hormat kepadanya

3) Suka dipuji dikarenakan faktor ilmunya

4) Sombong dikarenakan bagus rupanya

Macam-macam ghurur orang yang ahli dalam beribadah dibagi

menjadi sepuluh macam (Darat, 2001: 60-62), yaitu:

1) Suka memperbanyak amal sunnah meninggalkan yang wajib

2) Was-was dalam berniat untuk mengerjakan salat

3) Was-was di dalam bacaan surah al Fatihah

4) Tidak khusuk dalam membaca al Quran

124
5) Rajin melaksanakan puasa tapi lisan tidak dijaga

6) Berangkat haji berkali-kali tetapi lupa untuk kewajiban bertaubat

7) Amar ma'ruf nahi mungkar tetapi dirinya melakukan kemungkaran

besar

8) Merasa dirinya zuhud tetapi aslinya tidak.

9) Melaksanakan amalan sunnah dan wajib tidak dengan serius

10) Bermukim di Makkah al Musyarofah tetapi hatinya tidak bersih dari

sifat buruk

2. Sifat Mahmudah dalam Kitab Munjiyat

Sifat mahmudah K.H. Sholeh Darat (2001: 65) menjelaskan "Sifat

mahmudah tegese kang pinuji lan kang wajib ngelakoni ingatase mukmin",

adalah sifat terpuji yang sesuai dengan ajaran Islam dan wajib menjalankan

sifat tersebut bagi seorang yang beragama Islam. Seorang muslim sifat

mahmudah ini sangat dianjurkan untuk dilaksanakan dalam kehidupan

sehari-hari.

Daftar pembahasan sifat madzmumah yang terdapat dalam kitab

Munjiyat, yaitu sebagai berikut:

a. Taubat

Taubat adalah upaya untuk kembali kepada Allah Swt dan

Raasul-Nya dari perbuatan maksiat. Definisi taubat K.H. Sholeh Darat

(2001: 66), "Tegese arep aninggal sekabehe doso lan serto getun

ingatase barang kang wus kelakon saking doso kang wus den lakoni lan

125
sertane nejo ing dalem atine ora pisan-pisan baleni maring kelakuan

maksiat kang wus kelakon". Adalah taubat harus ada unsur menyesal,

meninggalkan, dan tidak mengulangi perbuatan buruk yang dilakukan.

Gari besar pembahasanya membahas pentingnya mengenai

taubat. Tubat adalah rasa penyesalan kepada Allah Swt setelah

melakukan perbuatan dosa diiringi tekad untuk tidak mengulanginya

lagi. Taubat yang sebenar-benarnya adalah taubatan nasuha, akhlakul

mahmudah inilah pintu masuk seorang mukmin untuk bermujahadah

kepada Allah Swt. Syarat-syarat taubat ada empat (Darat, 2001: 74),

yaitu:

1) Meninggalkan perbuaatan dosa

2) Taubat dari dosa yang sudah dilakukan

3) Tidak akan melakukan perbuatan dosa kembali

4) Taubat diniatkan karena ta'dzim kepada Allah Swt

b. Sabar dan Syukur

K.H. Sholeh Darat sabar adalah "Angempet nafsune saking

betahaken ing barang kang ora den demeni nafsu"Darat, 2001: 77),

menahan diri dari susuatu yang tidak disukai oleh nafsu syahwat ketika

nafsu itu menginginkan dunia. K.H. Sholeh Darat berpendapt, bahwa

sabar merupakan buah dari taqwa, karena sabar pangkalnya dari iman,

"sabar itu ratune iman, kerono utamane sabar itu taqwa, lan hasile

taqwa iku kelawan sabar" (Darat, 2001: 78). Dalam al Qur'an surat

Ibrahim ayat 7 menjelaskan,

126
َ َ‫عذَا ِب ْي ل‬
ٌ‫ش ِد ْيد‬ َ ‫َو ِا ْذ تَاَذَّنَ َر ُّب ُك ْم لَ ِٕى ْن‬
َ ‫ش َك ْرت ُ ْم ََلَ ِز ْيدَ َّن ُك ْم َولَ ِٕى ْن َكفَ ْرت ُ ْم ا َِّن‬

﴾۷ : ‫﴿إبراهيم‬

Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan,

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah

(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka

pasti azab-Ku sangat besar" (Departemen Agama RI, 2016: 256).

Surah Ibrahim ayat 7 menjelaskan, Allah Swt kembali

mengingtkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat

yang telah dilimpahkan. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat

itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah Swt juga

mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak

mau bersyukur bahwa dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat

pedih kepada mereka.

Garis besar pembahasanya mengenai pentingnya bersabar dan

bersyukur. Orang yang bersabar dan bersyukur dalam kitab Munjiyat

menjelaskan faedah yang banyak sekali bagi orang yang bersabar dan

bersyukur. Sabar dalam al Qur'an dibagi dalam tiga perkara (Darat,

2001: 79), yaitu:

1) Sabar melaksanakan kewajiban Allah Swt

2) Sabar menjauhi larangan Allah Swt

3) Sabar saat menghadapi cobaan Allah Swt

127
Wajib bagi mukalaf untuk sabar ketika datang bencana atau

cobaan dan maksiat. Mukalaf juga wajib bersyukur ketika mendapatkan

nikmat dan rahmad dari Allah Swt. Semua yang dialami anak adam di

dunia ini tidak lepas dari kekuasaan Allah Swt, maka sebagai manusia

kita wajib sabar dan bersyukur atas apa yang menimpa kepada diri kita.

c. Al Khauf wa Al Raja'

K.H. Sholeh Darat menjelaskan dalam kitab Munjiyat (2001: 82)

"Wedi saking kecabute iman lan Islame lan ngarep-ngarep tetepe

pepaaring taufiq lan hidayah tumeko mati", maksudnya takut kepada

hilangnya iman dan Islam dan mengharapkan untuk diberikan ketetapan

taufiq dan hidayah sampai Allah Swt mencabut nyawa kita.

Garis besar pembahasanya ciri-ciri orang yang khauf dan raja'.

Khauf dan raja' berarti takut kepada Allah serta hanya mengharapkan

ridho, rahmat, dan pertolongan kepada Allah Swt. Bagi seorang

mukalaf, kedua rasa ini yaitu raja' dan khauf mutlak dihadirkan di

hatinya. Karena akan mengantarkan pada suatu keadaan spiritual yang

mendukung kualitas keberagamaan seseorang. Kita harus punya sifat

khauf, tujuanya suapaya proteksi pada diri kita sendiri untuk mencegah

kemaksiatan dan dosa.

Imam Al Ghazali berkata, "kesedihan itu dapat mencegah

manusia dari makan. Khauf dapat mencegah orang berbuat dosa.

Sedangkan raja' menguatkan keinginan dan melakukan ketaatan. Ingat

128
mati dapat menjadikan orang bersikap zuhud dan tidak mengambil

kelebihan harta duiawi yang tidak perlu" (Darat, 2001: 91).

d. Al Faqir wa Zuhd

Pandangan K.H. Sholeh Darat (2001: 94) faqir adalah "Ora

duwe barang kang mesthi den karepaken lan den hajataken", artinya

keadan seseorang yang tidak mempunyai barang yang dibutuhkan dan

diinginkan. Zuhud "sengit lan susah olone arto lan fitnahe arto", artinya

keadaan seseorang ketika datang nikmat kepadanya, maka benci dan

susah, karena takut akan celaka dan fitnah yang datang dari nikmat

tersebut.

Garis besar pembahasanya mengajarkan manusia untuk faqir

dalam hal dunia dan berlaku zuhud, sifat ini kontradiktif dengan sifat

cinta dunia. Perilaku faqir di dalam tindakan iku dibagi menjadi lima

(Darat, 2001: 94-95), yaitu:

1) Ketika mendaptkan uang benci atau tidak menyukainya

2) Ketika mendaptkan uang tidak senang dan tidak benci atau disebut

rela

3) Mendapatkan uang dengan usahanya yang diperoleh atau disebut

qana'ah

4) Mencari uang dalam kondisi lemah tetapi tetap berusaha susah

payah atau disebut haris (bersemangat)

5) Menggunakan uang ketika sangat butuh untuk memenuhi kebutuhan

primernya mudtar (terpaksa)

129
e. Al Tauhid wa Al Tawakal

Garis besar pembahasanya menjelaskan tauhid dan tawakal.

Tauhid artinya mengesakan Allah Swt (Nyuceaken ing Allah Swt) dan

tawakal berarti (Amasrahaken awake maring liyane kang ngluwihi

maring deweke) berserah diri kepada Allah Swt yang disertai dengan

segala daya dan upaya untuk mematuhi dan menunaikan segala perintah

Allah Swt. K.H. Sholeh Darat mempunyai tiga tingkatan (Darat, 2001:

113-114), yaitu:

1) Tawakal kepada Allah Swt dalam segala perkara

2) Tawakal kepada Allah Swt layaknya anak kecil yang diasuh oleh

ibunya

3) Tawakal kepada Allah Swt layaknya mayit

Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi

kehidupan manusi, karena tauhid menjadi landasan bagi setia amal yang

dilakukan seorang muslim. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidlah

dan menurut tuntutan Islam yang akan menghantarkan kepada

kehidupan yang baik dan bahagia yang hakiki di alam akhirat nanti.

Bahwa makna tauhid yang merupakan pokok tawakal adalah

perwujudan dari ucapan: La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu dan

keimanan terhadap kekuasaan yang merupakan penafsiran ucapan: Laul

Mulk, serta keimanan kemurahan dan kebijaksanaan yang ditunjukkan

dalam ucapan: Wa laahu-hamdu. Barang siapa yang hhattinya dikuasi

130
makna kalimat itu, maka menjadi orang yang bertawakal (Darat, 2001:

113).

Tauhid dibagi menjadi empat bagian, yaitu perrtama lu (isi),

lubb al-lubb (isinya isi), qasyr al-lub (kulit isi), dan qasyr al—qasyr

(kulitnya kulit, seperti buah pala (Daarat, 2001: 115-117).

1) Keimanan terhadap ucapan semata merupakan qasyr al-qasyr yaitu

orang munafik

2) Membenarkan makna kalimat itu, yaitu keimanan kaum muslim

pada umumnya.

3) Menyaksikan hal itu melalui kasyf (terbukanya tabir). Ini

merupakan maqom orang-orang yang al-muqarrabin (didekatkan).

4) Tidak melihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yang

shiddiqin (benar).

f. Al Mahabbah wa Al Syauq wa Al Ridho

Garis besar pembahasanya mengenai mahabbah, syauq, dan

ridha. Mahabbah atau Cinta kepada Allah Swt adalah kecintaan yang

pertama-tama harus ditumbuhkan dalam diri seorang manusia. Ridha

adalah menerima segala pemberian dan anugrah yang diberikan oleh

Allah Swt dengan ikhlas dan penuh ketaatan. Syauq berarti meluapnya

kegembiraan di dalam hati sang perindu yaitu makhluk karena melihat

keindahan yang dirindukan yaitu Allah Swt (Darat, 2001: 118).

Mahabbah, syauq, dan ridha dengan hukum Allah Swt. Sifat

demikian pada intinya adalah cinta kepada Allah Swt, karena ketika

131
rindu dan ridho, maka akan mendasari sifat cintanya kepada Allah Swt,

"Lan setuhune demen ing Allah Swt iku dadi syarate iman" (Darat, 2001:

118).

Mahabbah, syauq, dan ridha kepada Allah Swt dalam ijma' para

sahabat dan ulama sesungguhnya cinta kepada Allah Swt dan utusannya

adalah ferdu ain. Al-Junaidi menyebut Mahabbah sebagai suatu

kecenderungan hati, artinya hati seseorang cenderung kepada Allah Swt,

kepada sesuatu yang datang bukan dari usahanya sendiri. Untuk

menimbulkan rasa syauq kepada Allah Swt maka seorang salik (proses

pencarian tuhan) terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan

pengenalan terhadap Allah Swt, jika penegtahuan dan pengenalan sudah

cukup, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa dan gairah. Rasa

senang dan gairah akan menimbulkan cintta dan akan tumbuh rasa

rindu, rindu untuk bertemu dan bersama Allah Swt (Darat, 2001: 123).

g. Al Niat wa Al Ikhlas wa Al shiddiq

Garis besar pembahasanya hakikat, cara, dan hal-hal yang

merusak niat dan ikhlas. Amalan pertama seorang muslim yang dilihat

dari niatnya, harus ikhlas dalam menjalankan amalan tersebut tanpa

mengharapkan balasan apapun dan hanya untuk Allah Swt

semata(Darat, 2001: 127). Tidak akan manfaat ilmu yang di miliki jika

tidak diikuti dengan amal, dan tidak mannfaat amal jika tidak diikuti

dengan niat, dan tidak manfaat niat jika tidak diikuti rasa ikhlas, dan

tidak akan manfaat ikhlas jika tidak diikuti dengan shiddiq (benar). Jika

132
niat tidak disertai dengan keikhlasan itu akan menimbulkan sifat fasiq

sifat orang munafik.

K.H. Sholeh Darat menjelaskan dalam kitab Munjiyat (2001:

127) "Utawi niat ora kelawan ikhlas iku riya' arane", maknanya jika

niat tidak diiringi ikhlas maka akan timbul sifat riya'. Banyak perbuatan

bisa menjadi nilai karena terbungkus dalam niat, keikhlasan, dan cara

yang baik sebagaimana banyak kewajiban menjadi tak berrnilai lantaran

niat yang tidak lurus, tidak ikhlas, dan cara yang salah (Darat, 2001:

133).

h. Al Muroqobah wa Al Muhasabah

Garis besar pembahasanya faedah dan tingkatan-tingkatan

muhasabah dan muraqabah. Muraqabah ialah meyakini sepenuh hati

bahwa Allah Swt selalu melihat dan mengawasi setiap perbuatan

manusia. Muhasabah berarti introspeksi atau mawas diri, baik sebelum

melakukan perbuatan maupun setelah melakukan perbuatan (Darat,

2001: 138).

Sesungguhnya tidak bisa selamat setiap orang kecuali harus

muhasabah dan muraqabah dengan sunguh-sunguh serta mengontrol

hawa nafsu yang mengajak untuk melakukan keburukan. Tingkatan

muraqabah ada dua yaitu, pertama derajat muraqabah para siddiqin,

siddiqin dalam maqom muraqabah ini hatinya terbuka dengan cara

melihat sifat jalal Allah Swt sehingga tidak ada waktu untuk hatinya

dan anggota dzahir memikirkn manusia. Derajat yang kedua adalah

133
muraqabah orang yang wara' dari golongan kanan. Orang golongan

kanan wara' dalam maqam kedua ini hatinya sudah yakin dengan iktikad

bahwa sesungguhnya Allah Swt sudah mengetahui dzahir dan batin dan

mengetahui semua amal baik dan buruk (Darat, 2001: 141-143).

i. Al Tafakkur

Al Tafakkur adalah "Al tafakkur tegese angen-angen lan mikir-

mikir kedadeane sewiji-wiji", artinya mengangan-angan dan

memikirkan kembali asal muasal dari sesuatu yang terjadi di alam.

Secara garis besar pembahasanya mengenai tafakur. Tafakkur bermakna

memikirkan atau merenungkan segaala bentuk ciptaan Allah Swt.

Keutamaan tafakkur digambarkan sebagain tafakkur sesaat lebih baik

daripada ibadah satu tahun. Seorang muslim diajarkan untuk tafakkur

tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali mengenai dzat

Allah Swt (Darat, 2001: 147).

Tafakkur penjelasan K.H. Sholeh Darat dalam kitab Munjiyat

(2001: 151) secara ringkas dibagi menjadi empat perkara, yaitu:

1) Bertafakur tentang maksiat

2) Bertafakur Tentang perbuatan taat

3) Bertafakur tentang sifat-sifat yang membinasakan

4) Bertafakur tentang sifat-sifat yang menyelamatkan

Tafakkur dimulai dari hati yang berpusat di dada, bukan dari akal

yang berpusat di kepala. Hati bagaikan cermin yang mampu menagkap

134
sesuatu yang ada di luarnya, agar mampu menjelaskan fungsinya, hati

harus bersih dari beragam dosa dan kemaksiatan.

j. Dzikrul Maut wa Ma Ba'daha

Dzikrul Maut wa Ma Ba'daha adalah mengingat-ingat kematian

yang akan menjemput dan apa yang terjadi setelah datangnya kematian.

K.H. Sholeh Darat berpendapat dalam kitab Munjiyat (Darat: 158),

"Ora manfaat ngeleng-ngeleng pati selagine ono ing dalem


atine demen nuruti syahwat lan nafsu lan demen dunyo, balik
manfaate ngeleng-eleng pati iku arep khotong atine saking
kebak donyo, mergo dadi nglabeti ing dalem ilinge pati kelawan
sregep taubat lan sregep ibadah lanora pisan-pisan atine demen
dunyo kerono eleng yen bakkal melbu kubur".
Mengingat kematian akan menjadikan anak adam termotivasi

untuk semakin baik dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt dan

berat dalam menjalankan kemaksiatan.

Secara garis besar pembahasanya menjelaskan kematian.

Kematian bermakna suatu hal yang pasti dialami semua makhluk yang

mempunyai nyawa. Memperbanyak dzikrul maut membuat orang

terhindar dari sifat tercela. Seorang muslim tidak hanya hidup di dunia

melainkan juga hidup untuk akhirat. Ingat kematian membuat seorang

muslim lebih siap mencari bekal untuk kehidupan akhirat yang lebih

kekal. Ingatlah manusia sesungguhnya ada di dunia, maka ingatlah mati

wahai manusia dan ingatlah kubur, kubur tempat tidur hewan belatung

dan ular itu teman di kubur, dan mungkar nakir teman duduk di dalam

kuburan. Manusia yang arif tidak akan putus-putus dalam mengingat

135
mati karena mati tempaat dipertemukan dengan kekasihnya yaitu Allah

(Darat, 2001: 156) .

Intisari dari kesepuluh bagian ini adalah menyucikan hati,

menghilangkan akhlak tercela (madzmumah) dan mengisinya dengan akhlak

terpuji (mahmudah). Jika dilihat dalam kitab Ihya' Ulumuddin Al Ghazali,

bagian sifat madzmumah ini merupakan jilid 3 Ihya' Ulumuddin, sedangkan

bagian sifat mahmudah termasuk bab 4.

Pada akir bagian pertama kitab Munjiyat K.H. Sholeh Darat (2001: 190)

menuliskan,

"...maka utawi ingkkang kasebut kabeh iku sifat madzmumah arane

wajib ing atase mukalaf ngaweruhi lan inggal aja pisan-pisan nglakoni

maka sawise wes buwang kelakuan ingkang madzmumah maka

nglakoni sifat sifat mahmudah tegese kang pinuji lan kang wajib

nglakoni ingatase mukmin utawi perkara kang sepuluh iku methik

saking Ihya Ulumuddin saking jus tsalis kelawan dedalan ringkes

supaya enggal faham sekabehane wong awam maka nuli ngaweruhi

sifat mahmudah saking jus rabi' saking Ihya Ulumuddin. Wallahu

a'lam".

Penggalan pada akhir kitab Munjiyat tersebut menjelaskan adanya hal

yang patut diketahui tentang penyakit hati, yaitu mudkhola asy syaithon, an

nafsu wa suul khuluq, asy syahwataii (syahwat farji dan syahwat perut), aftul

lisan, al ghodhobu wa huqdu qa hasdu, hubbu ad dunya, al bukhlu wa hubbul

136
mal, al jahu wa ar riya', at takkabur wa 'ujub, al ghurur. Semua sifat-sifat yang

disebut di atas adalah sifat madzmumah (sifat tercela). Setiap mukmin

hendaknya mengetahui dan membuang sifat tersebut dan menggantinya dengan

sifat mahmudah (sifat terpuji). Sifat mahmudah antara lain taubat, sabar dan

syukur, al khouf wa al raja', al faqir wa al zuhd, al tauhid wa al tawakal, al

mahabbah wa al syauq wa al ridho, al niat wa al ikhlas wa siddiq, al

muraqabah wa al muhasabah, al tafakkur, dzikrul maut wa ma ba'daha.

Pelajaran tersebut diambil dari kitab Ihya Ulumuddin dengan jalan ikhtisar agar

mudah difahami oleh orang awam.

Setelah uraian panjang lebar mengenai pokok-pokok akidah Islam dan

tatacara ibadah, pada jilid akhir baru dibahas perihal hati, penyakit yang

merusak hati, keburukan mulut, mata, telinga, dan anggota badan manusia, serta

sifat-sifat yang menyembuhkan (Munjiyat). Corak pemikiran inilah yang

menjiwai kandungan isi kitab Munjiyat karya K.H Sholeh bin Umar as

Samarani atau kiai Sholeh Darat.

137
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan peneliti tentang

"Nilai-nilai Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau dari Nilai-nilai Pendidikan

Akhlak dalam Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis Kitab Munjiyat)",

maka peneliti menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah

yang peneliti tentukan dalam analisis yang telah dilakukan, yaitu:

1. Nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini lebih menekankan pada keteladana

dan sikap pendidik, nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini yang

menunjukkan akhlak mahmudah adalah religius, sikap toleransi,

penananman ketauhidan, peduli sosial, mahabbah wa syauq wa ridho,

khauf, al Niat wa al Ikhlas wa al shiddiq, dan al jahu wa ar riya. Unsur-

unsur nilai akhlak R.A. Kartini meliputi: akhlak terhadap orang tua,

akhlak kepada diri sendiri, akhlak terhadap saudara dan teman-

temannya, akhlak kepada keluarganya, akhlak dalam masyarakat,

akhlak kepada gurunya, keutamaan sifat ksatria dan berani, keutamaan

jujur, keutamaan berprilaku sabar dan syukur. Nilai-nilai pendidikan

akhlak R.A. Kartini tercermin dari perilaku, sikap, pemikiran, dan

perjuangan dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik.

2. Nilai pendidikan akhlak dalam kitab Munjiyat berorientasi pada tasawuf

akhlaqi mempunyai tahap dan sisitem pembinaan akhlak takhalli,

138
tahalli, dan tajalli, yang berkonsentrasi pada teori-teori perilaku, akhlak

atau budi pekerti atau perbaikan akhlak. Nilai pendidikan akhalak dalam

kitab Munjiyat dibagai menjadi dua, yaitu 10 akhlak mahmudah dan 10

akhlak madzmumah. Pendidikan akhlak perspektif K.H. Sholeh Darat

dalam kitab Munjiyat menekankan pada pembiasaan-pembiasaan dalam

melakukan ritual ibadah. K.H. Sholeh Darat juga menganjurkan untuk

menghilangkan sifat-sifat tercela yang sudah dijelaskan di kitab

Munjjiyat dan menganti dengan sifat terpuji atau dapat dikatakan proses

tazkiyatun nafs.

3. Nilai-nilai pendidikan akhlak R.A. Kartini perspektif K.H. Sholeh Darat

dalam kitab Munjiyat adalah sifat akhlak mahmudah R.A. Kartini

meliputi sifat mahabbah wa syauq wa ridho, al Niat wa al Ikhlas wa al

shiddiq, sabar dan syukur, dan sifat-sifat akhlak mahmudah tersebut ada

dalam keterangan kitab Munjiyat perspektif K.H. Sholeh Darat. Sifat

madzmumah R.A. Kartini Kauf, aftul lisan, su'ul khuluq, khauf, al jahu

wa ar riya, al bukhlu, dan sifat-sifat akhlak madzmumah yang tidak

dimiliki atau dijauhi R.A. Kartini tersebut ada dalam kitab Munjiyat

perspektif K.H. Sholeh Darat. Sifat-sifat tersebut terbukti dari surat-

surat dan perilaku R.A. Kartini sangat menekankan nilai pendidikan

akhlak dan perbuatanya menjalani kehidupan sebagai bangsawan yang

sederhana, memikiran gagasan-gagasan dan pemikiran dalam dunia

pendidikan untuk terciptanya tatanan pendidikan yang menekankan

kepada kuatnya budi pekerti luhur melalui pembiasaan tingkah laku

139
keseharian dalam hal ibadah maupun bermasyarakat. Pemahaman yang

mendalam terhadap ajaran yang diberikan K.H. Sholeh Darat mengenai

pendidikan akhlak membawa perubahan jiwa spiritual R.A. Kartini.

B. Saran

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai "Nilai-nilai

Pendidikan R.A. Kartini Ditinjau dari Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam

Perspektif K.H. Sholeh Darat (Analisis Kitab Munjiyat)", peneliti ingin

menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan akhlak yang menjadi pemikiran R.A. Kartini,

diharapkan dapat menjadi pedoman untuk dunia pendidikan dalam

mendidik akhlak peserta didik.

2. Nilai pendidikan akhlak dalam kitab Munjiyat karya K.H. Sholeh Darat

sangat dianjurkan untuk dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan

sehari-hari agar dapat diambil manfaat untuk meningkatkan keimanan,

pengendalian hawa nafsu, menumbuhkan sifat terpuji (mahmudah), dan

meninggalkan sifat tercela (madzmumah).

3. Pendidik terutama orang tua dan guru, penelitian ini sangat bermanfaat

dalam mendidik putra-putrinya untuk memiliki akhlakkul karimah

dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidik juga

senantiasa melakukan pembelajaran dengan menyampaikan materi

secra merata dan adil bagi laki-laki dan perempuan tanpa ada

diskriminasi.

140
4. Penelitian yang peneliti lakukan masih banyak hal yang belum dibahas

dan masih jauh dari kesempurnaan, maka peneliti berharap ada

penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan melengkapi

pembahasan mengenai nilai pendidikan R.A. Kartini.

141
DAFTAR PUSTAKA

Afifudin. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Arbaningsih, Dri. 2005. Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Tentang

Emansipasi Bangsa. Jakarta: Kompas.

Atmaka, Dri. 2004. Tips Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Yarma Widya.

Bachtiar, Harsya W. 1979. Satu Abad Kartini. Jakarta: Sinar Harapan.

Darat, KH. Sholeh. Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah. Editor: Bagus

Irawan dan Mukhlis Yusuf Arbi. 2016. KH. Sholeh Darat Maha Guru

Para Ulama Besar Nusantara (1820-1903 M) Syarah Al-Hikam. Depok:

Penerbit Sahifa.

Darat, Sholeh. 2001. Kitab Munjiyat Metik Saking Ihya 'Ulum al Din al Ghozali.

Semarang: Toha Putra.

Departemen Agama RI. 2016. Al-Qur’an Tajwid & Terjemah. Bandung: CV

Penerbit Diponegoro.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-

undang dan Peraturan Pemerintah RI. Jakarta.

Djaja, Wahjudi. 2018. Raden Ajeng Kartini. Klaten: Cempaka Putih.

Dzahir, Abu Malikus Salih. 2012. Sejarah dan Perjuangan Kyai Sholeh Darat

Semarang (Syeikh Haji Muhammad Saleh bin Umar As Samarany).

Semarang: Panitia Haul Kyai Sholeh Darat.

Harahap, Nursapia. 2014. Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqra', 8 (1): 68.

142
Hidayatillah, Nurul. 2016. Relevansi Pemikiran Raden Ajeng Kartini dan Rahma

El Yunusiah Tentang Pendidikan Islam Bagi Perempuan dengan

Pendidikan Islam di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Jember:

Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Jember.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

Jamil, H.M. 2013. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi.

Khayyirrah, Balqis. 2013. Perempuan-perempuan yang Mengubah Wajah

Dunia.Yogyakarta: Palapa.

Manijo. 2013. Menggali Pendidikan Karakter Anak "Perspektif R.A. Kartini".

Thufula Jurnal Tarbiyah STAIN Kudus, 1 (1): 53-54.

Manshur, Fadlil Munawwar. 2005. Sastra Pesantren dan Budaya Lokasl:

Perspektif Relasi Agama dan Budaya. Ciamis: Program Pascasarjana

IAID Ciamis.

Martin vann Bruinessen. 1990. Kitab kuning: Books In Arabic Script Used In The

Pesantren Milieu (Comments on a new collection in the KITLV

Library). Jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde Deel

(146): 226-229.

Masyhuri, Agoes Ali. 2013. Belajarlah Kepada Lebah dan Lalat Menuju Kokoh

Spiritual, Mapan Intelektual. Surabaya: Khalista Surabaya.

143
Masrur', M. 2012. Kiai Sholeh Darat, Tafsir Faid al-Rahman dan R.A. Kartini.

Jurnal At-Taqoddum, 4 (1): 22-35.

Mas'ud, Ali. 2012. Ortodok Sufisme K.H. Sholeh Darat. Jurnal Islamica Program

Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 7 (1): 3.

Muhibbiyansyah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Muhson, A. Dkk. 2012. Analisis Relevansi Lulusan Perguruan Tinggi dengan

Dunia Kerja. Jurnal Economia, 8 (1): 47.

Mulyana, Rohmat. 2011. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Muthoifin, Mohammad Ali dan Nur Wachidah. 2017. Pemikiran Tentang

Pendidikan Perempuan dan Relevansinya terhadap Pendidikan Isalm.

Profetika Jurnal Studi Islam, 8 (1): 41-44 .

Nata, Abuddin. 2010. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pane, Armijn. 2015. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.

Rifa'i. Moh. 1993. Membina Pribadi Muslim. Semarang: Wicaksana.

Rosyadi, Imron. 2012. R.A. Kartini Sebuah Biografi Singkat 1879-1904.

Yogyakarta: Garasi.

144
Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian: Public Relation dan komunikasi.

Jakarta: Raja Garfindo Persada.

Saebani, Beni Ahmad dan Hendra Akhidiyat. 2009. Ilmu Pendidikan Islam.

Bandung: Pustaka Setia.

Sastroatmojo dan Suryanto. 2005. Tragedi Kartini. Yogyakarta: Penerbit Narasi.

Soeroto, Siti Soemandari. 1982. Kartini Sebuah Biografi. Jakarta: Gunung Agung.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Banndung:

Rosdakarya.

Sukri, Sri Suhandjati. 2009. Ensiklopedi Islam dan Perempuan dari Aborsi Hingga

Misogini. Bandung: Nuansa Cendekia.

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Tholkhah, Imam. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: Raja Garfindo

Persada.

Toer, Pramoedya Anata. 2003. Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta: Lentera

Dipantara.

Ulum, Amirul. 2015. Kartini Nyantri. Yogyakarta: Pustaka Ulama.

Ulum, Amirul. 2016. K.H. Muhammad Sholeh Darat Al Samarani Maha Guru

Ulama Nusantara. Yogyakarta: Global Press.

Ulwan, Abdullah Nashih. 1995. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka

Amani.

Wahidmurni. 2008. Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Lapangan.

Malang: UM Press.

145
Winarni, Endang Widi. 2018. Teori dan Praktek Penelitian Kuantitatif Kualitatif,

PTK, R dan D. Jakarta: Bumi Aksara.

Yusuf LN, Syamsul. 2002. Psikoligi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:

Remaja Rosdakarya

146
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. kitab Munjiyat

147
148
Lampiran 2. Surat Pembimbing Skripsi

149
Lampiran 3. Lembar Konsultasi Skrpsi

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI


Nama Mahsiswa : Wisnu
NIM : 23010160418
Dosen Pembimbing : Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Judul Skripsi : Nilai-nilai Pendidikan R.A. Kartini
Ditinjau dari Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Sholeh Darat
(Analisis Kitab Munjiyat)

No Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf

1 22/04/2020 PROPOSAL - Judul skripsi


- Proposal skripsi
- Daftar isi

2 28/04/2020 Bab 1 dan -Data tulis selalu


Bab II dengan paragraf
menjorok
-Jangan ada kata yang
terpisah dari koma
-Tidak boleh ada kata
ganti orang
- Cek ejaan kata
-Rumusan masalah
diperbaiki
-Perbaiki sub judul
- perbaiki penulisan
catatan referensi

3 11/05/2020 Revisi Bab I -cek rata tulisan


dan II -lanjut bab III

4 16/05/ 2020 Bab III -bagian deskripsi diberi


sub judul
- perbaiki penomeran
- perbaiki tata
penulisan

150
-lanjut bab 4

5 28/05/2020 Revisi Bab -perbaiki tata kutip


III dan Bab langsung
IV - semua naskah
menurut dihapus
-halaman pertama
gunakan kamus
spesifik dan tidak boleh
KBBI

6 31/052020 Revisi Bab - penulisan ejaan


IV dan Bab V perbaiki
-lanjut bab V
-sub bab Bm enjadi sub
bab A
-kesimpulan menjawab
rumusan masalah

7 2/06/2020 Revisi Bab V -perbaiki kesimpulan


dan finishing sesuai rumusan
masalah

Dosen Pembimbing,

Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.


NIP. 19700529 200003 2 001

151
BIODATA PENELITI

Dengan ini, penulis cantumkan riwayat hidup sebagai berikut:


Nama : Wisnu
NIM : 23010160418
Tempat, Tanggal Lahir : Salatiga, 29 April 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Siranda II No. 145 Bancaan Barat, Kel. Sidorejo
Lor, Kec. Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah
Nama Orang Tua
1. Ayah : Sriyono
2. Ibu : Mu'inah
No. HP/WA : +62859160137621
Email : Wisnuoobama@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Pertiwi Salatiga, lulus tahun 2003
2. SD N Sidorejo Lor 05 Salatiga, lulus tahun 2010
3. SMP N 3 Salatiga, lulus tahun 2013
4. SMK N 2 Salatiga, lulus tahun 2016

Salatiga, 4 Juni 2020


Peneliti

Wisnu
NIM. 23010160418

152

Anda mungkin juga menyukai