Anda di halaman 1dari 45

II.

TEORI DASAR

1. STAINLESS STEEL (BAJA TAHAN KARAT)

Baja tahan karat atau Stainless Steel merupakan

baja paduan dengan kandungan unsur Chrome tidak

kurang dari 10,5%. Dengan meningkatnya kandungan

chrome dan adanya beberapa unsur tambahan lainnya

(terdapat sepuluh hingga lima belas unsur tambahan,

seperti Karbon, Mangan, Phospor, Silikon, Nikel,

Molybdenum dan lain-lain) baja tahan karat mampu

memberikan sifat tahan korosi yang baik. Baja tahan

karat mempunyai tingkatan-tingkatan sesuai dengan

sifat dan kegunaannya yang banyak digunakan di udara

terbuka, misalnya untuk keperluan aplikasi pada

bidang arsitektur dan juga keperluan dibidang

industri kimia. Baja tahan karat dikategorikan

menjadi tiga kategori sesuai dengan bentuk struktur

kristalnya dan kekuatan terhadap terjadinya


presipitasi. Di dalam masing-masing kategori

mempunyai grade (seri) dengan variasi komposisi

kimia, ketahanan korosi dan harga yang bervariasi.

Beberapa baja tahan karat rentan terhadap

beberapa bentuk serangan korosi setempat. Untuk

mencegah hal tersebut pemilihan grade (seri) baja

tahan karat yang tepat sangat menentukan ketahanan

terhadap sifat diatas. Selanjutnya ketahanan terhadap

korosi juga sangat dipengaruhi oleh disain,

fabrikasi, keadaan permukaan dan perawatan.

Pemilihan grade (seri) baja tahan karat untuk

aplikasi tertentu tergantung dari banyak faktor,

tetapi selalu dimulai dari sifat tahan korosinya.

Yang pertama kali perlu diketahui adalah

karakteristik dari lingkungan dimana baja tahan karat

akan ditempatkan. Pemakaian grade (seri) yang tepat

dapat ditentukan melalui test laboratorium atau dari

data lingkungan dimana baja tahan karat ditempatkan.

Setelah grade (seri) baja tahan karat dipastikan

mampu tahan korosi yang balk, maka langkah

selanjutnya adalah apakah tepat dengan sifat mekanik

yang dibutuhkan, kemudahan fabrikasi atau bentuk

produk dan harganya.


1.1 Sistim Identifikasi Baja Tahan Karat

Grade baja tahan karat biasa ditentukan dengan

beberapa standart, yaitur--

1. American Iron and Steel Institute (AISI)

2. Unified Numbering System (UNS)

1.1.1 American Iron and Steel Intitute (AISI).

Sistim identifikasi yang paling banyak digunakan

adalah AISI. Sebagian besar dari sistim ini

mempunyai tiga digit pada seri 200, 300 atau 400

dan beberapa mempunyai satu atau dua huruf

akhiran yang mengindikasikan modifikasi dari

komposisi kimia, contohnya: 304 L, dengan kadar

karbon lebih rendah dari seri 304.

1.1.2 Unified N\jmbering System (UNS) . Sistim ini

diperkenalkan pada tahun 197 0-an untuk membuat

suatu daftar dan sistimatik ensiklopedia dari

logam paduan, termasuk baja tahan karat.

Meskipun tidak sempurna sistim UNS ini cukup

sukses sebelum sistim lain diperkenalkan.

Kebanyakan baja tahan karat yamg menggunakan

sistim UNS dimulai dengan huruf S yang diikuti

oleh lima angka.

Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini.


10

Austenllk grttfM
SM 100................ ..201 0.15 5.60-7.50 0.06 0.03 1.00 I6.00-ifl.00‘ 3.50-5..M) »i :.'N
7..^>-IO.O 1.00 17.00-19.00 4.00-A.(« <» :<N
S ^ )M O ................ ..202
S20WO................ ..205
0.1)
0.12-0.25 14.OWI5.50
0.06
0.03
0.03
O.OJ O.!t0 16.50-18.00 1.00-1 75 <1»:^4nN
SJOlOO ............ 0.15 2.00 0.(M5 0.03 1.00 16.00-18.00 6.0(^«.00
..m 0.15 2.00 0.045 0.03 LOO 17.00-19.00 8.oo-to.on
jo jn 0.15 2.00 0.045 0.03 2.00-3.00 17.00-19.00 8.00-10.00
,,30) 0.15 2.00 0.2 0.15 1.00 17.00-19.00 8.00-10.00 0.60
mst 0.15 2.00 0.2 0.06 1.00 17.00-19.00 8.00-10.011
O.Ofl 2.00 0.045 0.03 1.00 18.00-20.00 a.OO-ia.50
0.03 2.00 0.045 0.03 1.00 18.00-20.00 8.00-12.00
S .W J O ................ ff.W 2.00 0.045 0.03 1.00 17.00-19.00 8.00-10.00 t <n-4 (yjCo
0.08 2.00 0.045 0.03 1.00 18.00-20.00 8.00-I0.50 <1KMiihN
0.12 2.00 0.045 0.03 1.00 I7.00-J9.00 10..<0-I3.00
0.08 2.00 0.045 0.03 1.00 i9.00.3t.00 10.00-12.00
0.2 2.00 0.045 0.03 1.00 22.00*24.00 12.00-15.00
309S 0.0« 2.00 0.04) 0.03 1.00 22.00-24.00 I 2 .oo.i.'.on
,.310 0.25 2.00 0.045 0.03 IJ O 24.00-26.00 19.00-22.00
)IOS 0.0* 2.00 0.045 0.03 1.50 24.00-26.00 19.00-2:00
..JI4 0.25 2.00 0.045 0.03 (.50-3.00 23.00-26.00 19.00-22.00
0.0« 2.00 0.04) 0.03 1.00 16.00-18.00 io.oo-i4.no 2.ooiy.on
)I<SF O.Ofl 2.00 0.2 0.10 mift 1.00 16.00-18.00 10.00-14.00 l.75-2..V>
0.03 2.00 0.045 0.03 1.00 16.00-18.00 I0.OO-I4.0O 2.00..VOO
JlftN 0.01 2.00 0.045 0.03 1.00 16.00-18.00 to.oo-u.oo 2 JiO.3.00
,.JI7 O.OB 2.00 0.045 0.03 1.00 18.00-20.00 ii.oo-i.^00 3.Ci»VU.00
..J I7 L 0.03 2.00 0.045 0.03 1.00 18.00-20.00 11.00-15.00 3.(Rw^.no
SM IO O ................ ..)21 0.0« 2.00 0.045 0.03 1.00 17.00-19.00 9.00-12.00
329 0.10 2.00 0.04 0.03 ^ 1.00 25.00-30.00 3.00-6.00 i.niCi.OO
330
S.'470n................ ..347
0.08 2.00 0.04 0.03 6.7.C1.50 17.00-20.00 34.00-37.00 »•urtn.njrtVb
V h :M lrC mtn
O.OR 2.00 0.045 0.03 1.00 17.00-19.00 9.00-I3.IIO
0.08 2.00 0.045 0.03 1.00 17.00-19.00 9.00-13.00 S'li m » r mJft
3M O.OK 3.00 0.045 0.03 1.00 15.00-17.00 17.00-19.00
F rrrlllc Rnitlai
0.08 1.00 0.64 0.03 1.00 11.50-14.50 (1 tttJl .W Al
.409 o.oe i.00 0.045 0.045 1.00 tO.50-M.75 1i:f.yC4»,73
.429 0.12 1.00 0.04 0.03 1.00 14.00-16.00
0.12 1.00 0.04 0.03 ix n I6.00>I8.00
4.MIP 0.12 1.25 0.06 0.15 LOO 16.00-18.00
430PSe 0.12 1.25 0.06 0.06 LOO 16.00-18.00 mtfl
.434 0.12 1.00 0.04 0.03 tjOO 16.00-18.00 0.7V1.25
0.12 1.00 0.04 0.03 LOO 16.00-18.00 0.7VI.25 N ^:3 x(:-o.tO
.442 0.20 1.00 0.04 0.03 LOO . 18.00-23.00
,.444 0.25 1.00 0.04 0.03 LOO 17.50.19.50 - T .-N h V o .i *

,.446 0.20 1.50 0.04 0.0) LOO 23.00-27.00 «' :.'V


M a rte m lik tr s d t t
S4ntoo ................ ..403 0.15 1.00 0.04 0.03 0.50 11.50-13.00
. .410 0.15 1.00 0.04 0.03 1.00 11.50-13.50
0.15 1.00 0.04 0.03 LOO 11.50-13.50 t.2V2.50
.416 0.15 1.25 0.06 0.15 min LOO 12.00-14.00 O.Mt
4I6SC 0.15 1.25 0.06 0.06 1.00 12.00-14.00
..420 0.15 mift 1.00 0.04 0.03 LOO I2.00-14.O0
420F 0.15 fflln 1.25 0.06 0.15 min 1.00 12.00-14.(10 o .«i
..422 0.20-0.25 1.00 0.025 0.025 0.75 11.00-13.00 0.5(CLtlO 0-J5-I.25 • i^j> w\\
.431 0.20 1.0ft 0.04 0.03 t.00 15.00-17.00 1.2.t-2..'0
440A 0.WV0.75 1.00 0.04 0.03 LOO l6.00-IR.flO 0.75
440B 0.75-0.95 1.00 0.04 0.03 LOO 16.00-18.00 0.75
440C 0.95-1.20 1.00 0.04 0.0} 1.00 t6.00-IB.00 0.75
tVfdplttii(m.hftr<t<(ilng |tr*da
S1.1IW0................ ..SI3S00 0.05 O.IO O.OlO O.OOR 0.10 12.15-13.25 7.50J1.50 2.00-2.50 t W .IJ5 A 1 .
iin i.v
SI5.V30................ ..SI3SOO 0.07 1.00 0.04 0.03 LOO 14.00-15.50 3.5O-J.50 :
0.lSO.<5Nb
..SI7400 0.07 1.00 0.(M 0.03 LOO 15.50-17.50 3.00-5.00
o , i M ) . 4 .'N b
..SITW O o .» 1.00 0.04 0.04 0.04 16.00-18.00 6.50-7.75 ■7C| 50AI

pTifM,

Tabel 2.1 Komposisi standart AISI dan UNS untuk


Baja Tahan Karat\

' ASM Handbook, Corrosion 1995:548


11

1.2 Gambaran Umxam

Chromium pada baja tshsn karat merupakan unsur

yang menjadikan baja ini mempunyai sifat tahan

karat yang cukup tinggi. Dalam deret

elektrokimia chromium merupakan logam yang

kurang mulia jika dibandingkan dengan besi. Oleh

karena itu baja yang mengandung unsur paduan

chromium akan teroksidasi. Ketika logam ini

tidak dilindungi oleh lapisan oksida chrom, pada

kondisi ini baja tahan karat dikatakan pada

kondisi aktif. Pada mulanya baja ini mengalami

reaksi oksidasi yang cepat dengan udara sekitar

dan membentuk lapisan oksida chrom pada

permukaan baja. Lapisan ini menjadi semacam film

yang cukup kuat dan melindungi baja ini,

sehingga udara sekitarnya tidak mampu

menembusnya yang mengakibatkan kontak antara

oksigen dan chromium tidak terjadi lagi. Lapisan

oksida chrom ini yang melindungi baja dibawahnya

terhadap serangan korosi. Pada kondisi ini baja

dikatakan dalam kondisi pasif. Agar sifat tahan

korosi tercapai dengan baik maka kadar chrom

tidak kurang dari 10-12% chrom. Struktur yang

terbentuk pada baja tahan karat dapat dipelajari

dari diagram keseimbangan fase sistim biner


12

Fe-Cr dibawah ini yang merupakan dasar dari

semua baja tahan karat.

C H n O U I U U , (f o m lc X

Gambar 2.1 Diagram fase Fe-Cr^

1.3 Pengaruh Kandungan Chrom

Unsur Chromium merupakan ferrit stabilizer

seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. dimana


fase ferrit(a) mulai terbentuk pada kandungan
11% Cr dan stabil pada semua temperatur pada

kadar diatas 13% Cr. Mengingat baja tahan

karat mengandung chrom cukup tinggi, maka untuk

mempelajari perubahan fasenya diambil beberapa

penampang dari diagram fase dari sistim paduan

besi-chrom-karbon. Pada gambar 2.2

memperlihatkan penampang dari diagram fase

tersebut pada 12% Cr, dengan kandungan karbon

^Fontana, M ars G. Corrosion Engineering 3’^‘‘edition:230


13

0-4%. Dibandingkan dengan diagram besi-karbida

besi adanya chrom menaikkan temperatur kritis


dan mempersempit daerah austenit(Y)- Namun
demikian dengan kadar karbon yang memadai baja

ini dapat dikeraskan dengan heat treatment

dengan membentuk martensit.

Gambar 2.2 Penampang diagram fase baja chrom

pada 12% Cr\

Chrom sebagai ferrit stabilizer, memperkecil


lagi daerah austenit(y) bila ditambahkan dalani
jumlah besar. Gambar 2.3 memperlihatkan

penampang pada 18% Cr. Dari diagram ini tampak


bahwa daerah austenit(y) sudah sangat kecil,
bahkan pada kadar karbon rendah sama sekali
tidak akan terbentuk austenit(y),tetap ferrit(a
) sampai mencair-Liquid(L).

^Suherman, Wahid. Ilmu jMgam 1 1988:93


14

Gambar 2.3 Penampang diagram fase baja chrom

pada 18% Cr'.

1.4 Pengaruh Kandungan Unsur-Unsur Lain

Selain unsur chrom unsur lain yang biasa

terdapat dalam baja tahan karat adalah sebagai

berikut:

1. Nickel

2. Manganese (mangan)

3. Molybdenum

4. Carbon

5. Nitrogen

Suherman, Wahid. Ilmu Logam 1 1988:94


15

1.4.1 Nickel (Ni). Dalam jumlah yang cukup akan

menstabilkan struktur austenit, mempertinggi

sifat mekanik dan fabrikasi. Selain itu nickel

juga berguna untuk ketahanan terhadap korosi

yang disebabkan asam mineral. Meningkatnya

kandungan nickel sebesar 8-10% akan menurunkan

ketahanan terhadap Stress Corrosion Cracking

(SCC), tetapi kenaikan lebih lanjut akan

memulihkan ketahanan terhadap SCC (kandungan

30% Ni) . Pada jumlah kandungan tersebut nickel

akan meningkatkan yield strength, toughness dan

ketahanan terhadap asam, tetapi akan

menyebabkan struktur ferritik cenderung

mengalami SSC didalam larutan Magnesium


Chloride (Mg Cl 2 -)

1.4.2 Manganese (Mn). Termasuk sebagai unsur

penstabil struktur austenit. Jumlah manganese

yang cukup tinggi akan mempunyai kegunaan dalam

sifat material, seperti sifat ketahanan

terhadap galling. Interaksi antara manganese

dengan sulfur dalam baja tahan karat akan

membentuk manganese sulfides. Morfologi dan

komposisi sulfide ini mempunyai efek dasar pada


16

ketahanan korosi, terutama pada pitting

corrosion.

1.4.3 Molybdenxjia (Mo). Kombinasi antara

molybdenum dengan chrom sangat efektif untuk

menstabilkan lapisan film karena chloride.

Molybdenum sangat efektif menaikkan ketahanan

terhadap pitting dan crevice corrosion.

1.4.4 Carbon (C) . Karbon berguna untuk sifat

hardenability dengan laku panas membentuk

struktur martensit, dan sangat menguntungkan

dalam kekuatan baja tahan karat pada temperatur

tinggi (high temperatur stainless steel). Pada

kasus lain karbon dapat merusak ketahanan

terhadap korosi dengan bereaksi dengan

chromium. Didalam struktur ferritik karbon juga

menurunkan sifat tangguh (toughness).

1.4.5 Nitrogen (N) . Nitrogen bermanfaat untuk

baja tahan karat austenitik, mempertinggi

ketahanan terhadap pitting, memperlambat

terbentuknya fase chromium-molybdenum ferrit

dan kekuatan dari baja. Nitrogen terdapat pada

struktur duplex untuk meningkatkan jumlah


17

austenit, mengurangi segregasi chrom dan

molybdenum dan meningkatkan ketahanan korosi

pada struktur austenit.

1.5 Klasifikasi Baja Tahan Karat

Secara umum baja tahan karat dibedakan

menj adi:

1. Baja tahan karat martensitik.

2. Baja tahan karat ferritik.

3. Baja tahan karat austenitik.

I.5.1 Baja Tahan Karat Martensitik. Baja tahan

karat jenis ini mengandung chrom antara

II,5-18%. Bersifat magnetik, hardenable dapat

di cold working terutama pada kadar karbon

rendah. Baja tahan karat martensitik

dikembangkan untuk mendapatkan paduan yang

mempunyai sifat tahan korosi dan dapat

dikeraskan dengan proses laku panas. Hal ini

diperoleh dengan menambahkan elemen karbon pada

sistim biner Fe-Cr yang akan menghasilkan

paduan yang dapat diquench. Elemen karbon akan

memperluas daerah austenit sehingga

memungkinkan terbentuknya martensit dari hasil


18

transformasi austenit seperti proses

pendinginan cepat pada baja umumnya.

Baja ini lebih sulit dilas dibandingkan dengan

kelompok baja tahan karat lainnya, karena

pengaruh penambahan karbon akan memperbesar

kemungkinan terjadinya retak pada daerah

pengaruh panas (HAZ). Daya tahan korosinya

tidak sebaik baja tahan karat ferritik dan

austenitik.

Komposisi kimia baja tahan karat martensitik

dapat dilihat pada tabel 2.2.

C om po sition* (% l
A IS I
Type Carbon C h ro m iu m Other

403 0.15 1 1 . 5 - 13.0 0.5 Si


410 0.15 1 1 . 5 - 13.5 -
41 4 . 0.15 1 1 . 5 - 13.5 1.25 - 2 . 5 N i
416 0.15 1 2 .0 -1 4 .0 1.25 M n , 0.15 S {m in ), 0.060P, 0.60 M o (opt)
416Se 0.15 1 2 . 0 - 14.0 1.25 M n , 0.060 P. 0.15 Se (m in)
420 0.15 (m in ) 1 2 . 0 - 14.0 -
431 -0 .2 0 1 5 . 0 - 17.0 1 .2 5 -2 .5 Ni
440A* 0.60 - 0.75 1 6 .0 -1 8 .0 0.75 M o
4408 0.75 - 0.95 16.0 - 18.0 0.75 M o
440C 0 . 9 5 - 1.20 1 6 . 0 - 18.0 0.75 M o

Tabel 2.2 Baja tahan karat martensitik'’

1.5.2 Baja Tahan Karat Ferritik. Baja tahan

karat jenis ini mempunyai kandungan chrom yang

cukup tinggi, yaitu antara 14-27% Cr. Chrom

sebagai ferrit stabilizer yang kadarnya cukup


^Feckner, Donald and Berstein, Irving Melvin Handbook o f Stainless
Steel.!977:20-56.
19

banyak pada baja tahan karat jenis ini akan

memperkecil daerah austenit seperti ditunjukkan

pada gambar 2.4.

Um pfralur*

C a rb o n c o n lr n i

Gambar 2.4 Pengaruh unsur chrom terhadap luas

daerah austenit^

Kadar chrom yang tinggi ini juga menyebabkan

fase ferrit menjadi stabil pada semua

temperatur, sampai temperatur kamar. Kestabilan

ferrit hingga temperatur kamar tersebut

mengakibatkan baja tahan karat ferritik tidak

dapat dikeraskan (non hardenable) dengan proses

laku panas. Satu-satunya proses laku panas yang

dapat dilakukan terhadap baja tahan karat

ferritik adalah annealing, untuk menghilangkan

^Suherman, Wahid. Ilmu Logam 1 1988:84


20

tegangan dalam akibat pengelasan atau proses

laku dingin (cold working) .

Baja tahan karat ferritik mempunyai sifat tahan

korosi yang lebih baik dibandingkan kelompok

martensitik tetapi masih dibawah kelompok

austenitik dan dapat digunakan pada temperatur

tinggi serta bersifat magnetik. Pada kondisi

annealed baja ini paling lunak dibandingkan

jenis baja tahan karat yang lain. Komposisi

kimia dari baja tahan karat ferritik dapat

dilhat pada tabel 2.3.

A lS t C o m p o filio n *
Typ* C arbon C h rom ium M angcncM O lh t r t
405 0.08 1 1 . 5 - 14.5 1.0 0.1 - 0.3 A t
430 0.12 1 4 . 0 - IS.O 1.0 -
430f= 0.12 1 4 . 0 - 18.0 i:2 S o.oeo p. 0.15 5 tm in ). O.CO M o lop«l
430FS. 0.12 1 4 . 0 - 18.0 1.35 O.OGO P, O.OGO 5. 0.15 S# (m ini
442 0.3 0 1 8 .0 -2 3 .0 1.0 •. -
446 0.30 2 3 .0 - 27.0 1.5 0.25 N

Tabel 2.3 Tabel AISI baja tahan karat ferritik^

1.5.3 Baja Tahan Karat Austenitik. Pada baja

tahan karat austenitik ini selain unsur chrom

baja jenis ini juga ditambahkan unsur nickel.

Jumlah kadar chrom dan nickel tidak kurang dari

23% dan berstruktur austenit, non hardenable,


^Peckner, D onald and Berstein, Irving Melvin Handbook o f Stainless
Steel. 1977:20-60.
21

non magnetik dan shock resistance yang cukup

tinggi serta sulit dimachining.

Baja tahan karat austenitik didapat dengan

menambahkan elemen penstabil austenit seperti

nickel atau mangan yang ditambahkan dalam

jumlah yang cukup, daerah austenit akan

bertambah luas.

Paduan besi chromium dengan kandungan nickel

minimum 8% memungkinkan fase austenit stabil

sampai temperatur kamar (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Pengaruh nickel terhadap luas daerah

austenit'^

Baja tahan karat austenitik tidak mengalami

transformasi selama perlakuan panas juga tidak


^Peckner, D onald and Berstein, Irving Melvin Handbook o f Stainless
Steel. 1977:20-75.
22

dapat dikeraskan dengan proses laku panas serta

mempunyai sifat tahan korosi yang lebih baik

dibandingkan dengan baja tahan karat lainnya.

Paduan dasar dari baja tahan karat austenitik

adalah type 302, yang mengandung 18% Cr, 8% Ni

dengan kandungan karbon maksimal 0,15%. Dengan

menurunkan batas maksimum kandungan karbon

menjadi 0,08% tercipta type 304 dengan

weldability yang lebih baik dan tendensi

terjadinya presipitasi karbida chrom lebih

rendah. Dengan menurunkan kandungan maksimal

karbon menjadi dibawah 0,03% tercipta type 304L

untuk mencegah pembentukan presipitasi karbida

chrom. Dengan penambahan titanium (Ti) tercipta

type 321, dan penambahan colombium (cb) atau

tantalum (Ta) tercipta type 347 yang termasuk

kelompok stabilized grade dimana unsur tambahan

tersebut akan membentuk karbida dengan karbon

dan menghindari terbentuknya karbida chrom.

Komposisi kimia baja tahan karat austenitik

seperti ditunjukkan pada tabel 2.4.

Dengan makin langka dan mahalnya nickel

kemudian dikembangkan beberapa type lain dengan

menambahkan mangan sebagai pengganti sebagian

nickel, diperoleh type 201 dan 202. Dengan


23

penambahan Mn yang cukup besar, 8% pada type

202, mengurangi tendensi work hardening, tetapi

juga menurunkan sifat tahan korosi.

Com position* (% )
A IS I
Typ« Carbon C h ro m iu m Nickcl Other t
201 0.15 1G.0- 18.0 3.5 • 5.5 0.25 N , 5.5 - 7.5 Mn, 0.060 P
202 0.15 1 7 .0 - 19.0 4.0 6.0 0.2 5 N , 7.5 - 10.0 M n . 0.060 P
301 0.15 1 6 .0 - 18.0 GO 8.0
302 0.15 17.0 - 19.0 8.0. 10.0
302B 0.15 17.0 - 19.0 8.0- 10.0 2 . 0 - 3.0 Si
303 0.15 17.0 • 19.0 8 .0 - 10.0 0.2 0 P, 0.15 S (m in ), 0.6 0 Mo (oot)
303Se 0.15 17.0- 19.0 8 .0 - 10.0 0.2 0 P, 0.06 S , 0.15 Se (m ini
304 0.08 1 8 .0 - 20.0 8 .0 - 12.0
304L 0.03 18.0 • 20.0 8 .0 - 12.0
305 ■ 0.12 1 7 .0 - 19.0 10 . 0 - 13.0
308 0.08 1 9 .0 - 21.0 10.0 12.0
309 0.-20 22 .0 - 24.0 12.0 •15.0
309S 0.08 2 2 .0 - 24.0 12.0 •15.0
310 0.25 24 .0 ■ 26.0 19.0 • 22.0 1.5 Si
31 OS 0.08 24 .0 • 2 6 .0 19.0 • 22.0 1.5 Si
314 0.25 23 .0 • 26.0 19.0 • 22.0 1.5 - 3 .0 Si
316 0.08 16.0 18.0 10.0 14.0 2.0 - 3.0 Mo
316L 0.03 16.0 ■ 18.0 10.0- . 14.0 2.0 - 3 .0 Mo
317 0.08 1 8 .0 - 20.0 1 1 . 0 - 15.0 3.0 - 4.0 Mo
321 0.08 17.0 - 19.0 9 .0 • 12.0 T i (5 X % C min)

347 0.08 1 7 .0 - 19.0 9.0 13.0 C b + T a (10 X % C mini


348 0.08 17.0 • 19.0 9.0 13.0 C b ■*•T a (10 X % C min but 0.10 T a max).
0.2 0 Co

Tabel 2.4 Tabel baja tahan karat

austenitik^

2. METALURGI PENGELASAN

Pengelasan adalah suatu cara penyambungan

antara dua buah logam atau lebih yang sejenis ataupun

yang tak sejenis dengan menggunakan energi panas.

Karena proses ini menggunakan energi panas, maka

logam didaerah sekitar lasan akan membentuk apa yang

^Feckner, Donald and Berstein, Irving Melvin Handbook o f Stainless Steel. 1977:20-84.
24

disebut sebagai daerah pengaruh panas atau sering

disebut HAZ (Heat Affected Zone) . Pada daerah

tersebut akan timbul perubahan-perubahan metalurgi

yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan termal

yang semua itu dapat menyebabkan cacat pada daerah

lasan.

Energi panas yang digunakan dalam pengelasan,

selain membentuk daerah pengaruh panas pada material

yang dilas juga menyebabkan terjadinya siklus panas

(siklus termal) pada logam, mulai daerah fusi hingga

mencapai logam induk. Temperatur terendah pada siklus

termal ini dicapai pada jarak terjauh dari daerah

fusi (garis fusi), yaitu pada daerah logam induk.

Sedangkan temperatur tertinggi (temperatur cair)

terjadi pada logam las dan garis fusi.

Lepas dari.akibat yang ditimbulkan, pengelasan

merupakan salah satu rangkaian operasi metalurgi yang

termasuk dalam "metal production" seperti pada

pengecoran logam, tetapi dalam skala yang lebih

kecil. Metalurgi pengelasan dapat dibatasi pada logam

las dan daerah yang dipengaruhi panas atau HAZ. Panas

yang timbul menyebabkan material yang akan disambung

mencair, kemudian diikuti dengan pendinginan. Panas

yang terjadi akan menyebabkan siklus termal pada

daerah lasan hingga mencapai logam induk, dimana hal


25

ini tidak sama dengan yang terjadi pada proses laku

panas pada logam ataupun baja. Perbedaan tersebut

adalah pada siklus termal pengelasan tidak terdapat

waktu penahanan, sehingga akan sangat mungkin terjadi

struktur yang tidak homogen dengan logam induknya.

Sedangkan proses laku panas pada baja atau logam lain

terdapat waktu penahanan, sehingga akan memberikan

waktu pada suatu unsur akan larut dengan sempurna

sehingga struktur yang terbentuk akan lebih homogen.

Dengan demikian pengetahuan Metalurgi

pengelasan dan ditambah dengan keahlian (ketrampilan)

dalam melakukan pengelasan serta ditunjang oleh

prosedur pengelasan yang tepat akan menjamin hasil

lasan yang balk.

3. GAS METAL ARC WELDING (GMAW)

Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau diketahui

juga sebagai Metal inert Gas atau MIG welding. Proses

pengelasan GMAW dikenal sebagai pengelasan dengan

elektroda tak terputus (kontinyu), dimana kawat

elektroda merupakan consumable elektroda, yang

berarti selain berfungsi sebagai pembangkit busur

listrik, elektroda juga berfungsi sebagai kawat

pengisi (filler metal).


26

GMAW dapat menghasilkan kualitas pengelasan

yang tinggi pada semua logam komersial seperti

aluminium, magnesium, stainless steel, karbon dan

baja campuran, tembaga dan lain-lain. GMAW juga

sangat mudah penggunaannya pada semua posisi

pengelasan.

Las busur listrik dengan gas pelindung (GMAW)

adalah salah satu cara pengelasan dengan menggunakan

gas pelindung untuk melindungi busur, elektroda dan

logam yang mencair terhadap pengaruh udara luar. Gas

pelindung yang dipakai biasanya adalah gas mulia,

yaitu gas yang kondisinya sangat stabil sehingga

sulit bereaksi dengan udara sekitar maupun bereaksi

dengan logam yang mencair. Pada pengelasan GMAW,

panas yang dihasilkan dari arus yang bergerak melalui

celah antara elektroda dan benda kerja. Dengan adanya

panas ini menyebabkan logam induk serta elektroda

mencair yang kemudian membeku bersama-sama membentuk

ikatan.
27

CO N TR O L SYSTEM

Gambar 2.6 Skema diagram GMAW"“

Hasil yang dicapai pada pengelasan ini, adalah

jumlah endapan las yang banyak dalam waktu yang

relatif singkat dan kecepatan kawat yang mencair

umumnya beberapa meter/menit. Busur yang terjadi

dapat dikontrol dengan jarak elektroda yang

diumpankan secara otomatis ke benda kerja. Untuk

jarak konstan, maka gerakan umpan (feeding) elektroda

harus sesuai dengan laju pencairan ujung elektroda.

°Carry, Howard B. Modern Welding 1994:265


28

ELECTRODE

SHIELDING GAS
GAS ♦ NOZZLE

C O N TA C T
TUBE

G AS M ETA L ARC WELDING


__________(GM AW )

Gambar 2.7 Skema nozzle dan elektroda GMAW^’*

Selain menggunakan elektroda berupa kawat

padat, GMAW dapat juga menggunakan elektroda yang

dilengkapi dengan flux pada inti elektroda (flux

cored wire). Pada penggunaan setiap pound dari kawat

elektroda padat, 92-98% menjadi logam las (deposit

weld metal). Untuk pemakaian flux cored wire menjadi

deposit las mencapai 82-92%. Dengan alasan ini maka

lebih sering digunakan elektroda kawat padat,

GMAW pada umumnya menggunakan polaritas DCEP

(Direct Current Electrode Positive) atau sering

dikenal DCRP (Direct Current Reserve

Polarity)/polaritas balik, DC(+). Polaritas AC

(Alternating Current) tidak pernah digunakan. DCEN

(Direct Current Electrode Negative) yang dikenal

“ *Carry, Howard B. Modern Welding 1994:270


29

dengan DCSP (Direct Current Straight

Polarity)/polaritas lurus, DC(-) digunakan apabila

menggunakan elektrode khusus yang disebut EMISSIVE

ELECTRODE (AWS E70U-1).

Gambar 2.8 Rangkaian listrik polaritas DC’^

Dengan adanya perbedaan polaritas yang

digunakan, maka terjadi pula penetrasi yang berbeda

pula. Pada polaritas lurus (DCSP) - benda kerja

dihubungkan dengan kutub positif (+), sedangkan

elektroda dengan kutub negatif (-) - elektron

bergerak dari kutub negatif (elektroda) menuju kutub

positif (benda keria) dengan kecepatan tinggi,

disertai sejumlah panas, sehingga panas terbesar

terjadi pada benda kerja. Ini akan mengakibatkan

terjadinya penetrasi yang dalam dan sempit. Oleh

karena itu balk untuk pengelasan logam yang tebal.

Sebaliknya bila menggunakan polaritas balik (DCRP) -

benda kerja dihubungkan dengan kutub negatif (-),

sedangkan elektroda dihubungkan dengan kutub positif

‘^Wiryosumarlo, Harsono and Okimura, Toshie Teknologi Pengelasan Ijjgam 1991:17


30

(+) - elektron bergerak dari benda kerja (kutub

negatif) menuju elektroda (kutub positif) sehingga

elektroda ak^n menjadi panas sekali dan arus listrik

yang dapat dialirkan rendah, karena bila arus terlalu

besar maka ujung elektroda (contact tube) ikut

mencair, dan akan mengubah komposisi logam cair yang

dihasilkan. Dengan polaritas balik ini penetrasi yang

dihasilkan dangkal dan lebar sehingga cocok untuk

material yang tipis. Bila digunakan arus listrik

bolak-balik (AC) maka proses yang terjadi akan sama

dengan menggunakan arus DC polaritas lurus dan

polaritas balik yang digunakan secara bergantian.

Oleh karena itu hasil penetrasi arus bolak-balik akan

terletak antara hasil penetrasi kedua arus tersebut.


DCEN OCEP AC
H EA T DISTRIBUTION: H E A T DISTRIBUTION: H E A T DISTRIBUTION;
3 3 % ELECTRODE 6 6 % ELECTRODE 5 0 % ELECTRODE
6 6 % WORK 3 3 % W ORK 5 0 % WORK

tvi■•■^l^tvBASE.METAU - ......

Gambar 2.9 Hasil penetrasi las dengan bermacam

polaritas” .

^Carry, Howard B. Modem Welding 1994:286


31

3 .1 Siamber Tenaga

Mesin las yang digunakan untuk pengelasan

adalah rectifier atau motor generator. Untuk

menghasilkan pengelasan yang uniform, tegangan

(voltage) dan panjang busur harus dijaga pada

harga yang tetap. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara mengumpankan kawat dengan kecepatan

yang tetap selama terjadinya pencairan kawat.

Dengan menggunakan sumber tenaga arus tetap

pada saat busur dinyalakan terjadi hubungan

singkat antara elektroda dengan benda kerja

mengakibatkan tegangan busur turun. Tegangan

busur maksimum akan terjadi pada saat hubungan

singkat diputus dan tidak ada arus yang

mengalir. Hal ini akan memberikan tegangan awal

yang maksimum untuk membantu terjadinya nyala

busur. Segera setelah busur menyala arus naik

sampai maksimum dan tegangan turun sampai

minimum. Selanjutnya pada saat elektroda

digerakkan, tegangan naik untuk menjaga agar

busur listrik tetap menyala dan arus turun pada

titik kerja normal. Kecepatan pengumpanan kawat

harus dibatasi untuk mencegah terbakarnya

contact tube pemegang elektroda. Bila jarak

nozzle dengan benda kerja ditambah, panjang


32

busur juga bertambah sehingga menghasilkan

lasan yang tidak uniform.

Dengan adanya kebutuhan pengontrolan busur yang

lebih baik maka dikembangkan sumber tenaga

jenis tegangan tetap (constant voltage). Sumber

tenaga ini mempunyai karakteristik volt-ampere

yang hampir datar. Hal ini berarti tegangan

yang dibutuhkan dapat diatur sebelumnya. Sumber

tenaga jenis tegangan konstan ini bersifat self

correcting sesuai dengan panjang busurnya.

Operator dapat merubah pengumpanan kawat dalam

daerah yang luas tanpa mengakibatkan terjadinya

burning back wire. Dengan kata lain panjang

busur dapat diatur melalui sumber tenaga dan

variasi jarak nozzle ke benda kerja tidak akan

menyebabkan terjadinya perubahan panjang busur.

Sebagai contoh; bila panjang busur menjadi

lebih pendek dari harga yang telah ditetapkan

sebelumnya, secara otomatis akan menaikkan arus

dan kecepatan pengumpanan kawat mengatur dengan

sendirinya untuk menjaga agar panjang busur

konstan. Bila kawat elektroda diumpankan lebih

cepat arus menjadi naik dan bila lebih lambat

menjadi turun. Karakteristik volt-ampere untuk

jenis sumber tenaga tegangan konstan dan arus


33

konstan dapat dilihat pada gambar 2.10 dan

gambar 2.11.

60
ConttonI
vottoa* .
60
open circuit -R o ll
I 40 _____ L=J
ittd
20
1
0 1 (b )

Gambar 2.10 Karakteristik volt-ampere untuk

volt konstan^'’

Gambar 2.11 Karakteristik volt-ampere untuk

arus konstan’-^

3.2 Mekanisme PengxJir^an Kawat

Umumnya sistim pengumpan kawat elektroda yang

dipergunakan adalah sistim pengumpan dengan

kecepatan pengumpanan yang tetap (konstan).

Dimana kecepatan pengumpanan kita set sebelum

pengelasan dimulai sesuai dengan kecepatan yang

diinginkan. Pengumpanan kawat elektroda ada

tiga macam yaitu: cara pemgumpanan tarik, cara

pengumpanan dorong dan cara pengumpanan tarik

dorong.

‘‘'Carry, Howard B. Modem Welding 1994:290


34

Pada sistim pengumpan dorong, kawat ditarik

dari gulungan kawat dengan menggunakan motor

pengumpan kawat yang terletak dekat dengan

gulungan kawat dan ditekan menuju pemegang

elektroda. Sistim pengumpan tarik menggunakan

motor pengumpan kawat yang terletak pada

pemegang kawat elektroda. Motor akan menarik

kawat elektroda dari gulungannya. Sistim

pengumpan kawat tarik-dorong mempunyai dua

motor pengumpan kawat yang satu terletak dekat

dengan gulungan kawat, motor ini sebagai

pengumpan dorong dan motor yang lainnya

terletak dekat pemegang kawat elektroda

berfungsi sebagai pengumpan tarik.

UQgan kawat
Pipa fleksibel

Rol pengumpan
Kawat pengisi
borons Busur • Qulungan kawat
Pipa fleksibel
M otor pengumpan
kawat.
Kawat pengisi pengumpan -
(a) Jealt peognmpu doroog. kawat
M otor
Rol pengumpan
dorong
Pipa fleksibel
Rol pengumpan tarik
"T Motor (c) Jeois pengompan tarik-4oroog.
Kawat
Gulungan pengisi kawat
kawat
Rol pengumpan tank
n>) Jeois pengnmpan tarik.

Lramoar z.iz D±aLxni pengumpan kawat GMAW IS

75
Wiryosumarto, Harsono and Okimura, Toshie Teknologi Pengelasan Logam
1991:120
35

Pengumpan dorong biasanya untuk kawat yang

berdiameter besar sedangkan sistim pengumpan

tarik biasanya untuk kawat berdiameter lebih

kecil. Jenis pengumpanan tarik juga digunakan

untuk jenis kawat las yang lunak seperti

aluminium dan magnesium.

3.3 Nosel Gas dan Contact Ttibe

Nosel gas terletak dibagian ujung dari pemegang

elektroda (GMAW gun). Nosel gas didesain untuk

mengalirkan gas pelindung ke logam cair. Nosel

ini biasanya terbuat dari copper (tembaga).

Tembaga merupakan konduktor yang baik. Bahan

tersebut akan tahan tidak meleleh pada saat

pengelasan terjadi. Ini disebabkan karena gas

pelindung berfungsi juga sebagai pendingin atau

juga ada yang dilengkapi dengan pendingin air.

Contact tube berfungsi sebagai pemegang kawat

elektroda pada bagian ujung welding gun. Selain

itu juga berfungsi mengalirkan arus dari mesin

las ke elektroda. Apabila kecepatan pengumpanan

kawat las terlalu lambat maka contact tube

dapat meleleh dan akan menghambat laju kawat

elektroda.
36

Gambar 2.13 Skema nosel gas dan contact tube 1 6

3.4 Metal Transfer

Short circuit gas metal arc welding digunakan

pada pengelasan menggunakan arus yang rendah

dan biasanya juga menggunakan kawat elektroda

dengan diameter dibawah 0,45 in (1,14 mm).

Metode ini digunakan pada pengelasan material

tipis.

Ketika elektroda menyentuh logam cair busur

mulai menyala. Tegangan permukaan logam cair

"'Carry, Howard B. M odem Welding J994:305


37

menarik elektroda yang mencair. Pinch force

disekeliling elektroda akan menekan ujung

elektroda menyebabkan elektroda yang mencair

menetes jatuh ke logam cair yang diikuti nyala

busur timbul kembali. Karena kawat elektroda

diumpankan secara kontinu maka proses dlatas

berulang kembali. Pengulangan tersebut terjadi

10-25 kali perdetik. Kekuatan dari pinch force

tergantung dari tegangan busur, slope power

supply dan circuit tahanan. Faktor-faktor

tersebut mempengaruhi arus pengelasan.

Frekwensi terjadinya pinch force dan terjadinya

tetesan dikontrol oleh induktansi dari power

supply.

Jika tidak ada induktansi maka arus listrik

akan naik dengan tidak terkendali. Sebagai

contoh, jika arus digunakan 150 ampere maka

sewaktu busur dinyalakan arus akan naik sampai

maksimum. Jadi induktansi adalah alat yang

menstabilkan arus pada rangkaian listrik. arus

berjalan melalui koil induktansi dan akan

menghasilkan medan magnet. Medan magnet akan

menghasilkan arus yang berlawanan dengan arus

pengelasan. Jika induktansi mesin las naik akan

melambatkan kenaikan arus pengelasan dan jika


38

induktansi turun akan menaikkan perubahan

kecepatan arus pengelasan.

Bila digunakan arus pengelasan yang cukup

tinggi akan dihasilkan pinch force yang besar

sehingga ujung elektroda yang telah membeku

akan meledak dan akan terjadi banyak percikan.

Tetapi jika digunakan induktansi yang terlalu

kecil arus akan naik dengan cepatnya dan

tetesan-tetesan logam kemudian akan terbentuk

dengan cepat. Penyemprotan elektroda

berlangsung secara tidak terkendali.

M E TA L SHORT PINCH FORCE


CIRCUITS TO SQUEEZING
WELD POOL OFF DROPLET

n
ARC WIRE NEARS
REIGNITES AN OTHER SHORT
CIRCUIT
Gambar 2.14 Short cicuit transfer”

^Carry, Howard B. M odem Welding 1994:320


39

3.5 Gas Pelindung dan Campiaran Gas Q4A.W

Gas mulia dan campuran gas yang biasa digunakan

sebagai gas pelindung adalah:

1. Argon (Ar)

2. Helium (He)
3. Oxygen (O2 )
4. Carbon Dioxide (CO2 )
Inert gas yang digunakan seharusnya tidak

kurang dari 99,9% murni. Untuk Karbon dioksida

umumnya memakai 100% murni. Setiap gas

pelindung dan campurannya mempunyai akibat yang

berbeda pada lebar endapan dan penetrasi las.

7 \I7 \I7 \I7 W

ARGONOXYGEN ARGON H E l lU M -A R G O N C A R B O N D tO X lO e

Gambar 2.15 Pengaruh gas pelindung terhadap

endapan dan penetrasi las^®

Untuk pemilihan gas pelindung ditentukan oleh:

1. Metal transfer.

2. Jenis endapan dan penetrasi.

^Carry, Howard B. Modem Welding 1994:332


40

3. Kecepatan pengelasan.

4. Kecenderungan terjadinya undercut.

3.5.1 Argon (Ar). Gas Argon mengurangi

terjadinya spatter. Ini disebabkan tekanan dari

busur. Dengan adanya tekanan dari busur

menyebabkan konsentrasi busur yang tinggi,

penetrasi yang dalam dan endapan yang kecil.

lon-ion Argon lebih mudah menghantarkan listrik

daripada Helium. Oleh karena itu dengan

tegangan busur yang kecil, dapat menghasilkan

nyala busur yang panjang. Konduktivitas panas

gas Argon yang lebih kecil dari gas Helium

membuat nyala busur lebih halus. Ini merupakan

pilihan yang tepat untuk pengelasan material

yang tipis.

Gas Argon lebih baik digunakan pada metode

spray transfer daripada gas Helium. Argon

murni digunakan pada pengelasan baja karbon

akan menyebabkan undercut, penetrasi yang

dangkal dan endapan yang melebar apabila

menggunakan metode spray transfer. Karena itu

biasanya Argon murni dicampur dengan sedikit

oksigen atau karbon dioksida.


41

3.5.2 Helium (He). Helium mempunyai sifat

konduktifitas panas yang ■ tinggi. Helium

digunakan untuk pengelasan material tebal. Gas

ini juga digunakan untuk pengelasan material

yang mempunyai sifat konduktifitas panas yang

baik, seperti Aluminium, Magnesium dan tembaga.

Dengan menggunakan gas ini memungkinkan

kecepatan pengelasan dapat lebih cepat daripada

menggunakan gas Argon. Gas ini biasa digunakan

pada pengelasan logam non ferrous.

3.5.3 Carbon Dioxide (CO2 ). Karbon dioksida


mempunyai konduktivitas thermal yang lebih

tinggi dari Argon. Gas ini membutuhkan tegangan

yang lebih tinggi dari gas Argon .

Karbon dioksida menghasilkan endapan las yang

lebar, penetrasi yang dalam dan tidak terjadi

undercut. Busur yang dihasilkan gas ini tidak

stabil dan menyebabkan terjadinya spatter. Hal

ini dapat dikurangi dengan menggunakan metode

short arc welding.

3.5.4 Campuran Argon-Helixam. Campuran Argon

dan Helium membantu menghasilkan keseimbangan

antara kedalaman penetrasi dan menstabilkan


42

busur. Campuran 25% Argon dan 75% Helium akan

memberikan penetrasi yang lebih dalam dengan

nyala busur yang stabil seperti pada penggunaan

100% Argon. Spatter tidak terjadi apabila 75%

Helium digunakan. Penggunaan campuran ini

digunakan pada pengelasan material non ferrous

yang tebal.

3.5.5 Campuran Argon-Oksigen. Campuran gas

Argon dan Oksigen digunakan untuk pengelasan

low alloy carbon dan satainless steel. Dengan

kandungan 1-5% Oksigen akan menghasilkan

endapan yang kecil dan penetrasi yang balk.

Selain itu Oksigen juga mengurangi undercut.

3.5.6 Campuran Argon-Karbon dioksida. Karbon

dioksida berfungsi untuk menstabilkan nyala

busur dan mengurangi spatter.

Untuk mengetahui pemakaian gas pelindung pada

suatu proses pengelasan dapat dilihat tabel

2.5.
43
G AS M E TA L A R C W ELU IN U

Miterlal Joint T h ic kn iu , P oiltlon * Flow Rttt, (I*/h


In. Amofl O iygtn

Aluminum 1/16 f 25
Aluminum 3/32-1/8 f VHO 30
Alloys
3/16 fVHO 23-27
1/4 f 40
HV . 45
0 60
3/8 F SO
VH 55
0 ...... 80
3/4 f 60
VM 0 80

Stainless 8utt 1/16 30 0.30. .


Steel Butt 1/8-3/16 35 0.50
60*t>evel 1/4-I/2 35 0.50
60*double 1/2-5/8 35 0.50
bevel
Lap 1/8-5/16 35 0.35 .
90* fillet 1/8-S/16 3S 0.3S

Nickel
Nickel To 3/8 25
Alloys

M»Bne$ium Sutt 0.025- 40-60


0,190
0.250- 50-80
1.000

Tabel 2.5 Gas pelindung dan laju alirannya

G AS M E TA L A R C W ELD IN G

Shliltflna
M it ir ll l O il P ttlo m iln c i

Aluminum Argon Best metal transfer


Excellent arc stability
Excellent cleaning action
Low spatter
Helium Deep penetration for heavy
plate
Carbon Argon-COi 75 Ar-25 COi; most common
Steel mix
Low spaner
Good penetration
Wide arc
Little distortion
Argon-Oi Oj supertieats the arc. gives
(1 -5 % Oa) spray transler
Good penetration
High deposition rate
Fast welding speed
CO i Fast welding speed
Harsh arc, excessive
spaner
Requires welding wire with
deoxidizer
Good lor shon-circuit arc
Stainless Argon-0> Good arc stability
Steels (1 -2 % Oi) Good coalescence and bead
control
Little undercutting
Good penetration

Tabel 2.6 Gas pelindung dan kegunaannya

19
^Jefferson, Ted.B andJefferson, Don Welding's Engineering D ata Sheets 9^ ed itio n : 34
44

3.6 Logam Pengisi

Elektroda yang dipakai pada GMAW selain sebagai

logam pengisi juga berfungsi sebagai penghantar

panas pada proses pengelasan. Beberapa faktor

yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

elektroda:

- Jenis material yang akan dilas.

- Sifat mekanis yang diinginkan pada sambungan.

- Posisi dan tebal material yang akan dilas.

- Gas pelindung yang digunakan.

Pada dasarnya pemilihan elektroda harus sesuai

dengan komposisi unsur-unsur yang terkandung

didalamnya dengan material yang akan dilas.

4. DAERAH LASAN

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu

logam lasan (weld metal), daerah pengaruh panas yang

disebut juga Heat Affected Zone (HAZ) dan logam induk

(parent metal) yang tidak dipengaruhi input panas

dari pengelasan.

Logam lasan adalah bagian dari logam induk yang

pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku.

Pada daerah ini terdapat weld deposit (endapan las)

yang berasal dari filler metal (logam pengisi).


45

Daerah pengaruh panas (HAZ) adalah logam induk

yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses

pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan

pendinginan cepat. Dengan menggunakan etsa makro kita

mendapatkan lebar HAZ, dari lebar tersebut dapat

ditentukan temperatur dari jarak tertentu dari batas

fusi dengan menggunakan rumus sebagai berikut^°:

_l__ (f)xpxc;,x%x(y^-(f)^) 1
&p—^a ^ Hnel
dimana:
0p : Temperatur puncak (°C) pada jarak y
(cm) dari pusat las.
9o : Temperatur pemanasan yang merata dari
plat (°C) .
0m : Titik cair logam yang dilas (°C) .
: Energi input netto .

Tl^/
V
Tia : eff perpindahan panas (0,9) .
E : Tegangan (V).

V : Kecepatan pengelasan (mm/det).

I : Arus pengelasan.

p : Berat jenis logam yang dilas (g/mm^).


Cp : Panas jenis dalam keadaan padat (j/g"C).
d : Lebar manik las (cm).

20
'Edison Welding Institute. Computer-Aided Welding Engineering Design and Analysis
1986:33
46

Logam induk adalah daerah yang tidak dipengaruhi

input panas pengelasan adalah logam induk yang tidak

terjadi perubahan-perubahan struktur dan sifat

aslinya. Disamping ketiga pembagian utama tersebut,

terdapat daerah antara logam las dengan daerah

pengaruh panas, yaitu suatu batas yang membatasi

daerah cair dan tidak cair, yang disebut batas las

atau garis fusi [fusion line).

Gambar 2.16 Daerah lasan (HAZ

21
ASM Handbook, Corrosion 1995:125
47

5. SIKLUS TEBMAL LAS

Siklus termal las adalah suatu siklus proses

pemanasan dan pendinginan di daerah lasan. Pada

pengelasan baja tahan karat dari siklus termal dapat

dilihat teinperatur yang terjadi pada jarak tertentu

dari pusat las, sehingga dapat diketahui daerah mana

yang mengalami proses sensitisasi (pada temperatur


sensitis, 420-871°C) . Selain itu kegunaan dari siklus
termal ini adalah untuk menafsirkan struktur kristal

yang terjadi pada masing-masing daerah pada

temperatur tertentu.

Siklus termal merupakan suatu diagram fungsi

dari waktu dan temperatur. Dari diagram siklus termal

dapat ditunjukkan, temperatur daerah sekitar lasan

turun dalam urutan jarak yang makin menjauh dari

sumber panas, dengan demikian temperatur puncaknya

juga semakin rendah dengan makin jauhnya jarak dari

sumber panas.
48

3000

Key O i s t o n c i f r o m th«
w eld ce.*ittr line
2 500
o 10 mm ( 0 . 3 d in.)
• II mm ( 0 . 4 5 in.)
14 mm (0 .‘5 5 in.)
u. 2 000 0 18 mm (0 .7 0 ia )
o 25mm { 1 . 0 0 in.)

1500

1000

5 00 Locus of lime to
reoch p e c k tem perature

20 40 60 80 \00 120 f40


Ti me - s e c o n d s

Gambar 2.17 Siklus termal 22

6 . P R E S IP IT A S I K A B B ID A CHROM

Pada baja tahan karat yang mengandung cukup

banyak unsur chrom, apabila dipanaskan pada


temperatur 420-871“ C (temperatur sensitis) maka akan
terjadi peristiwa sensitisasi. Pada suhu yang cukup

tinggi memberikan energi yang cukup bagi atom chrom

untuk berdifusi dengan bebas.

Pada gambar 2.20. tampak bahwa kemampuan


austenit (y) untuk melarutkan karbon adalah sangat

^^Syam, Suprapli.lr, Sadino.lr, Karo-Karo, Mochtar.Ir. Teknologi Pengolahan Bahan


1986:102
49

terbatas. Pada temperatur sensitis kemampuan austenit

melarutkan karbon hanya sekitar 0,03% C. Semakir

tinggi kadar karbon, maka karbon yang tidak larut

dalam austenit akan cenderung berikatan dengan atom

chrom membentuk senyawa yang dikenal dengan karbida


chrome (Fe Cr 23 Ce) yang berupa endapan (presipitasi)
pada batas butir.

Temperature-fitr.e relationships Lo catio n o f therm ocouples

Gambar 2.18 Temperatur Sensitisasi*

24
Gambar 2.19 Pengendapan chrom pada batas butir

Fontana, M ars G. Corrosion Engineering i"'edition:78


^‘'Fontana, M ars G. Corrosion Engineering ir<iedition;75
50

Gambar 2.20 Penampang diagram fase

pada 18% Cr, 8%Ni""

Proses sensitisasi sangat dipengaruhi oleh

besarnya temperatur pemanasan, kadar karbon dan

lamanya proses sensitisasi berlangsung. Untuk kadar

karbon tinggi dan temperatur tinggi pada range

temperatur sensitis proses presipitasi karbida chrom

terjadi dalam waktu singkat. Sedang pada kadar karbon

rendah dan temperatur rendah untuk terjadinya proses

presipitasi karbida chrom memerlukan waktu yang lama.

Jika baja tahan karat austenitik berada pada

temperatur sensitis dalam waktu singkat, maka

presipitasi karbida chrome dapat dikurangi.

2.S
Suherman, wahid Ilmu lA>gam 1 1988:95
51

Baja tahan karat austenitik yang mengalaini

proses sensitisasi akan mudah terserang korosi batas

butir yang tidak menyerang matrik akan tetapi

menyerang daerah terjadinya karbida chrom, dimana

pada daerah tersebut kandungan chromnya mengalami

penurunan (depletion) hingga kurang dari 10-12%.

Sedang pada batas butir yang terdapat endapan karbida

chrom kandungan chromnya cukup tinggi (>7 0%) hal ini

ditunjukkan pada gambar 2.21.

Carbide particle
> 70X Cf — pn

Grain boundary

Gambar 2.20 Distribusi kadar chrom pada daerah

sekitar batas butir^®

26Fontana, M ars G. Corrosion Engineering 5'^^edition:75

Anda mungkin juga menyukai