Anda di halaman 1dari 53

PEMETAAN KESESUAIAN KAWASAN

EKOWISATA PANTAI PANJANG


KOTA BENGKULU DENGAN PENDEKATAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS)

SKRIPSI

Oleh :
Amelia Oktaviani
NPM. E1I015021

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019

1
PEMETAAN KESESUAIAN KAWASAN
EKOWISATA PANTAI PANJANG
KOTA BENGKULU DENGAN PENDEKATAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Program Studi Ilmu
Kelautan Universitas Bengkulu

Oleh :
Amelia Oktaviani
NPM. E1I015021

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019

2
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur tepatnya di lahirkan di Desa Cilaku


pada hari Jum’at tanggal 17 Oktober 1997 dari ayah Uus Rusyadi
dan Ibu Dewi. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Tahun 2008 lulus dari Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Mathlaunnaja, Tahun 2011 penulis lulus dari
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Rantau Selatan, Tahun 2014
penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Swasta Panglima
Polem Rantauprapat, Tahun 2015 penulis diterima di Program
Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu melalui Jalur SBMPTN.
Penulis menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Bengkulu di
Kelurahan Kesambe Baru, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong.
Selanjutnya, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jakarta, pada tanggal 17 Oktober – 16 November 2018.
Selama masa perkuliahan penulis juga aktif di organisasi dan sempat mewakili Universitas
Bengkulu (UNIB) untuk hadir di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam
rangka menghadiri Konferensi Mahasiswa Pertanian Indonesia (KMPI) pada Tahun 2015
dan aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HIMAILKA) sebagai Anggota Minat
dan Bakat pada Tahun 2016-2017. Penulis juga aktif dalam organisasi Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Musik Universitas Bengkulu sebagai Anggota Divisi Talent Organizer
pada Tahun 2017-2019. Pada bulan Agustus 2019 Penulis melakukan penelitian sebagai
Tugas Akhir dengan Judul Pemetaan Kesesuaian Kawasan Ekowista Pantai Panjang Kota
Bengkulu dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis (GIS).

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia
nikmat serta hidayahnya sehingga saya dapat menyusun SKRIPSI yang berjudul
“Pemetaan Ekowisata Pantai Panjang Kota Bengkulu Dengan Pendekatan Sistem
Informasi Geografis (SIG)” dengan lancar dan tepat waktu.
Tujuan dari penyusunan SKRIPSI ini adalah untuk memetakan Kesesuaian
Kawasan Ekowisata Pantai Panjang Kota Bengkulu dengan menggunakan pendekatan
Sistem Informasi Geografis. Selesainya penyusunan SKRIPSI ini tidak lepas dari bantuan,
dukungan, arahan dan bimbingan banyak pihak. Oleh sebab itu penyusun ingin sampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Zamdial Ta’aladin, M.Si, selaku ketua Jurusan Ilmu Kelautan Universitas
Bengkulu (UNIB).
2. Bapak Dr. Yar Johan, S.Pi., M.Si, selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan banyak arahan, masukan, serta motivasi dalam membimbing penulis
untuk dapat menyelesaikan SKRIPSI ini dengan baik.
3. Bapak Ari Anggoro, S.Pi., M.Si, selaku dosen pembimbing pendamping yang juga
telah membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan SKRIPSI ini dengan baik.
4. Segenap dosen Jurusan Ilmu Kelautan atas segala ilmu dan bimbingannya.
5. Kedua orang tua, saudara-saudaraku serta Teman-teman angkatan 2015 dan seluruh
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu tercinta yang telah memberikan
nasihat, do’a, dan dukungan moril maupun materil untuk penulis dalam menuntut
ilmu, sehingga penyusunan proposal penelitian ini dapat terselesaikan.
Meski demikian, penyusun merasa masih banyak kesalahan dalam penyusunan
SKRIPSI ini. Oleh sebab ini penyusun sangat terbuka menerima kritik dan saran yang
membangun untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi.
Akhir kata, semoga SKRIPSI ini dapat diterima sebagai gagasan anak bangsa yang
layak didukung untuk menjadi solusi atas permasalahan ibu pertiwi.

Bengkulu, 23 Oktober 2019

Amelia Oktaviani

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 2
1.3 Manfaat................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wilayah Pesisir Dan Laut..................................................................... 3
2.2 Ekowisata............................................................................................. 3
2.3 Ekowisata Pantai................................................................................. 4
2.4 Analisis Kesesuaian Kawasan............................................................... 5
2.5 Sistem Informasi Geografis................................................................... 5
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian.............................................................. 7
3.2 Alat Dan Bahan Penelitian.................................................................... 7
3.3 Metode Penelitian.................................................................................. 8
3.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian.................................................. 8
3.5 Analisis Data Penelitian...................................................................... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 14
4.2 Parameter Kesesuaian Ekowisata Pantai............................................. 16
4.3 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi.................. 34
4.3 Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai Kategori
Olahraga dan Berjemur...................................................................... 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 40
5.2 Saran.................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 41

ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 7
Gambar 2. Peta Sebaran Lebar Pantai .................................................................. 17
Gambar 3. Peta Sebaran Kecerahan Perairan ....................................................... 19
Gambar 4. Peta Sebaran Kecepatan Arus ............................................................. 21
Gambar 5. Peta Sebaran Material Dasar Perairan ................................................ 23
Gambar 6. Peta Sebaran Biota Berbahaya ........................................................... 25
Gambar 7. Peta Sebaran Kedalaman Perairan ...................................................... 27
Gambar 8. Peta Sebaran Penutupan Lahan........................................................... 29
Gambar 9. Peta Sebaran Tipe Pantai .................................................................... 31
Gambar 10. Peta Ketersediaan Air Tawar ............................................................ 33
Gambar 11. Peta Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi ...... 38
Gambar 10. Peta Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai Kategori
Olahraga dan Berjemur...................................................................... 39

iii
PEMETAAN KESESUAIAN KAWASAN EKOWISATA PANTAI PANJANG
KOTA BENGKULU DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (GIS)
Oleh
Amelia Oktaviani (ameliaoktaviani049@gmail.com)
Di bawah bimbingan
Dr. Yar Johan, S.Pi., M.Si
Ari Anggoro, S.Pi., M.Si
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu

ABSTRAK
Kota Bengkulu merupakan Ibu Kota dari Provinsi Bengkulu yang memiliki luas
wilayah ±151.70 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Selebar, Kampung
Melayu, Gading Cempaka, Ratu Agung, Ratu Samban, Singaran Pati, Teluk Segara,
Sungai Serut dan Muara Bangkahulu. Pantai Panjang merupakan Pantai yang mempunyai
daya Tarik tersendiri karena Pantai Panjang merupakan Pantai yang tipe Pantainya
didominasi oleh Pasir dan mempunyai garis pantai yang membentang sepanjang 7km.
Penelitian ini direalisasikan pada bulan Agustus 2019 yang bertempat di Pantai Panjang
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu dan tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk
memetakan Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai Panjang Kota Bengkulu dengan
menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis. Metode penelitian yang digunakan
untuk pengambilan data primer menggunakan teknik purposive untuk penentuan stasiun,
dan data sekunder mengacu pada penelitian sebelumnya. Dilanjutkan dengan pengolahan
secara spasial. Sedangkan metode penentuan Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai
dengan cara perkalian Bobot dan Skor yang diperoleh dari setiap parameter yang terdapat
dalam matriks yang terdiri dari Tipe Pantai, Lebar Pantai, Material Dasar Perairan,
Kedalaman, Kecerahan Perairan, Kecepatan Arus, Penutupan Lahan, Biota Berbahaya dan
Ketersediaan Air Tawar. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan secara spasial
didapatkan nilai Indeks Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai kategori Rekreasi yaitu 18
sedangkan untuk nilai Indeks Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai Kategori Berjemur
dan Olahraga yaitu 44,44%.
Kata Kunci: ekowisata pantai, kesesuaian kawasan, pantai panjang
2

Mapping Of Suitability Of Coastal Ecotourism Areas At Long Becah Bengkulu City


With Geographic Information System (GIS) Approach
By
Amelia Oktaviani (ameliaoktaviani049@gmail.com)
Supervised by:
Dr. Yar Johan, S.Pi., M.Si
Ari Anggoro, S.Pi., M.Si
Marine Science Department, Faculty Of Agriculture
University Of Bengkulu

ABSTRACT
Bengkulu city is the capital of bengkulu Province which has an area of ± 151.70
km2 and consist of 9 districts, that is district of Selebar, Kampung Melayu, Gading
Cempaka, Ratu Agung, Ratu Samban, Singaran Pati, Teluk Segara, Sungai Serut and
Muara Bangkahulu. Pantai Panjang has their own charm and Pantai Panjang are dominate
by sand. Long Beach has a coastline too that stretches for 7km. This research was realized
in August 2019 at the Long Becah of Bengkulu City, Bengkulu Province. And the purpose
of this research was to map the Suitability of Long Beach, Bengkulu City Ecotourism
Area used the Geographic Information System (GIS) approach. The research method used
for primary data and by used a purposive technique for station determination followed by
spatially processed. As for the method of determined the Suitability of Coastal Ecotourism
Areas by multiplication Weights and Scores obtained from water parameters contained in
the suitability matrix of the coastal ecotourism area and that was Beach Type, Beach
Width, Basic Material Waters, Depth, Water Brightness, Current Speed, Land Cover,
Dangerous Biota and Freshwater Availability. Based on observations and spatial
processed, the suitability value of the Ecotourism Area in the Recreation categories are 18
and while, the suitability value of the Ecotourism Area in sun and sports categories are
44,4%.
Key Words: ecotourism beach, regional compatibility, long beach

2
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Bengkulu merupakan Ibu Kota dari Provinsi Bengkulu yang memiliki luas
wilayah ±151.70 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Selebar, Kampung
Melayu, Gading Cempaka, Ratu Agung, Ratu Samban, Singaran Pati, Teluk Segara,
Sungai Serut dan Muara Bangkahulu. Jika dilihat dari daerah perairan laut, Kota Bengkulu
memiliki potensi ekowisata yang potensial untuk dikembangkan. Sudah cukup banyak
pantai yang terdapat di Kota Bengkulu yaitu Pantai Kualo, Pantai Zakat, Pantai Berkas,
Pantai Panjang dan Pantai Pasir Putih, dan setiap pantai mempunyai daya tarik tersendiri
yang dapat menarik perhatian masyarakat. Hal tersebut dapat lebih kita kembangkan dalam
membangun sektor ekowisata.
Wilayah Pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (KKP, 2013). Pembangunan wilayah pesisir
memiliki tantangan yang cukup besar, karena jika tidak didasarkan atas perencanaan yang
matang, akan menimbulkan dampak buruk baik terhadap masyarakat, lingkungan, maupun
terhadap perkembangan dari pembangunan itu sendiri, salah satu perencanaan
pembangunan tersebut yang cocok untuk dilakukan di wilayah pesisir ini adalah
pembangunan ekowisata, dalam pembangunan ekowisata ini dibutuhkan penggerak untuk
menumbuhkan berbagai kegiatan ekowisata yang menjadi kebutuhan utama dan butuh
sarana pendukung untuk kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga perencanaan pembangunan
ekowisata tersebut dapat terlaksana dengan baik (Riyani, 2017).
Ekowisata menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan, dalam
pengelolaannya, ekowisata ini mempunyai ciri khusus tersendiri yaitu lebih mengutamakan
pada kelestarian lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan dari penduduk lokal,
serta menghargai budaya lokal (Hijriati dan Riana, 2015).
Kawasan ekowisata berupa pemandangan pantai yang indah dan keaslian
lingkungan seperti kehidupan di bawah air, pengembangan pantai sebagai tempat
ekowisata merupakan jasa lingkungan dari alokasi sumberdaya yang nantinya akan
memberikan manfaat pada kepuasan batin seseorang dikarenakan mengandung nilai
estetika tertentu (Ali, 2004).
Kegiatan ekowisata di kawasan pantai pada umumnya lebih mengarah pada
keuntungan ekonomi yang didapatkan, yaitu bagaimana caranya untuk menarik perhatian
dan mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin, dengan tujuan dapat mengurangi tingkat
kemiskinan, disamping itu tidak lupa pula untuk lebih mengutamakan pelestarian
2

lingkungan sehingga kegiatan ekowisata pantai ini dapat dilakukan secara berkelanjutan
(Hutabarat, 2016).
Ekowisata pantai merupakan kegiatan ekowisata yang memanfaatkan keindahan
panorama alam yang tercipta oleh pantai itu sendiri dan bersifat bertanggung jawab serta
tetap mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan budaya serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Fadrika, 2015).
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan sebagai pengumpulan
data secara lebih luas sehingga akan memberikan hasil yang memuaskan (Ambodo dan
Jatmiko. 2012). Tidak hanya itu keuntungan dari teknologi penginderaan jauh ini sendiri
yaitu sangat mudah, cepat, biaya relative murah, dan mengurangi tenaga kerja pada saat
dilapangan, karena ekowisata merupakan kegiatan yang sangat bergantung pada sumber
daya lingkungan, sehingga diperlukan sebuah perencanaan yang tepat dalam
pengelolaannya. Maka Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diterapkan
dalam rangka pencapaian pembangunan ekowisata yang berkelanjutan (Riwayatiningsih,
2017). Maka dari itu penelitian ini penting dilakukan karena selama ini belum ada kajian
yang komprehensif mengenai ekowisata pantai dengan pendekatan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dan pentingnya infromasi spasial terkait ekowisata pantai di Pantai
Panjang. Sehingga diharapkan dengan dilakukannya kegiatan penelitian ini mampu
memberikan gambaran tentang pantai yang sesuai untuk dijadikan ekowisata.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk memetakan Kesesuaian
Kawasan Ekowisata Pantai Panjang Kota Bengkulu dengan menggunakan pendekatan
Sistem Informasi Geografis.
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Kesesuaian
Kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu sehingga diharapkan pemerintah dapat lebih
mengembangkan dan memfasilitasi Kawasan Ekowisata Pantai Panjang dengan lebih baik.

2
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wilayah Pesisir dan Laut


Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang letaknya strategis karena wilayah
ini merupakan wilayah atau daerah yang dipengaruhi oleh 2 ekosistem besar yaitu
ekosistem darat dan ekosistem laut serta mempunyai potensi sumberdaya alam yang dapat
dikelola dengan baik (Sutrisno, 2014).
Sejak zaman dahulu Ekosistem wilayah pesisir ini banyak sekali dimanfaatkan oleh
masyarakat secara terus menerus untuk dijadikan tempat pemukiman dan juga untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, sampai sekarangpun masyarakat masih memanfaatkan
sumberdaya alam pesisir ini hingga menyebabkan terjadinya pengurangan kualitas
sumberdaya alam tersebut (Sumardiono, 1999).
Kawasan pesisir merupakan suatu daerah yang letaknya masih dipengaruhi oleh 2
ekosistem penting yaitu ekosistem darat dan ekosistem laut, biasanya wilayah pesisir ini
memiliki sumberdaya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik seperti
ekowisata bahari dan sebagai wadah pendidikan dan penelitian (Nasution dkk., 2015).
Sumberdaya alam pesisir ini menyimpan banyak sekali keindahan alam yang
apabila dikelola atau dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dapat menghasilkan nilai
ekonomi yang cukup besar yang dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan sumberdaya
tetap terjaga agar dapat dilakukan secara berkelanjutan (Cesar dkk., 2003).
2.2 Ekowisata
Wilayah pesisir dan laut memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi
kawasan ekowisata salah satunya pemandangan pantai yang indah akan memberikan
kepuasan tersendiri terhadap wisatawan yang berkunjung dan dari keaslian alam yang
belum tersentuh dapat memberikan kesejukan sehingga pengembangan sumberdaya
tersebut akan memiliki nilai estetika tertentu (Ali, 2004).
Ekowisata secara berkelanjutan dapat dikatakan sebagai cara atau langkah dalam
suatu pembangunan dengan melakukan tindakan pemanfaatan dan pengelolaan semua
sumber daya alam yang ada baik secara sosial dan ekonomi yang dapat dipenuhi dengan
memelihara nilai-nilai budaya dari suatu daerah tersebut, proses-proses ekologi yang
mendasar, keanekaragaman hayati, dan unsur-unsur yang mendukung kehidupan lainnya
(Satria, 2009).
Secara definitive, ekowisata ini mempunyai sifat bertanggung jawab dalam
melakukan pengelolaan sumberdaya alam yang memiliki potensi untuk dijadikan

3
4

ekowisata tetapi dalam prosesnya tetap mengutamakan kelestarian dari alam tersebut, tidak
hanya itu diharapkan dengan adanya ekowisata ini juga dapat melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian ekowisata
dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan ekowisata berkelanjutan yang bertujuan
untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya (Fadrika dkk., 2015).
Ekowisata merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang dalam
prosesnya dilakukan pembatasan jumlah masuknya wisatawan sesuai dengan daya dukung
kawasan, hal tersebut dilakukan karena konsep ekowisata dalam pengembangannya
diperlukan penentuan daya dukung agar aktivitas wisatawan tidak mempengaruhi kondisi
sumberdaya sehingga proses pembangunan ekowisata ini dapat dilakukan secara
berkelanjutan (Rajab dkk., 2013)
2.3 Ekowisata Pantai
Ekowisata Pantai adalah suatu pembangunan yang dilakukan dengan
memanfaatkan keindahan alam yang ada serta keaslian lingkungan pada pantai itu sendiri
secara terarah dan teratur, biasanya potensi yang dipancarkan oleh keindahan pantai itu
sendiri menjadi daya tarik untuk menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung dan
melakukan berbagai macam hal seperti bersenang – senang, bertamasya , piknik, dan lain-
lain baik oleh masyarakat setempat maupun mancanegara(Anugrahadi, 2009).
Pengembangan ekowisata Pantai memerlukan upaya dalam menjadikan ekowisata
yang dapat dilakukan secara berkelanjutan hingga masa yang akan datang dapat dilakukan
dengan adanya pengembangan potensi ekowisata utama dari Pantai tersebut seperti potensi
alam, berupa pemandangan alam Pantai (landscape) yang indah, keindahan pantai yang
berpasir putih, pemandangan matahari terbenam (sunset), dan banyaknya berbagai macam
pohon yang terdapat di pesisir pantai tersebut (Sanam dan Adikampana, 2014) .
Pengembangan ekowisata pantai memerlukan suatu penanaman modal yang cukup
besar dengan tujuan agar hasil yang didapatkan dapat memberikan keuntungan yang besar
pula, dengan adanya ekowisata ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif agar
manusia dekat dengan alam dan menjadi salah satu cara yang tepat dalam menjaga
lingkungan khususnya dalam upaya konservasi alam (Aviyana, 2016).
Sumberdaya pesisir yang kaya akan potensi sumberdaya alam yang sangat perlu
dikelola dengan baik, salah satunya pantai, pantai ini sendiri memiliki potensi untuk
dijadikan ekowisata, dalam pembangunan ekowisata ini harus didasari dengan beberapa
pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal negative yang dapat mempengaruhi kondisi

4
5

lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat baik secara langsung maupun tidak


langsung(Patawari, 2017).
2.4 Analisis Kesesuaian Kawasan
Analisis kesesuaian kawasan sebagai kawasan ekowisata pantai merupakan suatu
upaya yang dilakukan untuk mengetahui kecocokan dan kemampuan dari kawasan dalam
menahan segala macam aktivitas wisata nantinya, karena analisis ini bertujuan untuk
mengawasi kondisi lingkungan, memprediksi dampak yang akan terjadi akibat dari
kurangnya pengelolaan sumberdaya yang menyebabkan pengembangan ekowisata tersebut
menjadi tidak seimbang (Saputra dan Khodijah, 2013).
Kesesuaian kawasan merupakan suatu informasi yang digunakan untuk melihat
hubungan antara potensi dari sumberdaya alam yang dihasilkan dengan pemanfaatan dan
perencanaan pembangunan yang akan dilakukan, sehingga pembangunan tersebut dapat
berjalan dengan optimal dan terarah (Fauzi dkk., 2009).
Kesesuaian lahan dapat diartikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk melihat
tingkat kecocokan antara potensi sumberdaya alam yang ada dengan kegiatan
pemanfaatannya dalam bidang ekowisata sesuai dengan tingkat kemampuan wilayah
(Ramadhan dkk., 2014) .
Analisis kesesuian kawasan yang merupakan suatu cara untuk melihat tingkat
kecocokan dalam ekowisata biasanya diklasifikasikan dalam 3 kelas yaitu Sangat Sesuai
(S1), Sesuai (S2), dan Tidak Seuai (S3), penilaian tingkat kesesuaian tersebut dihasilkan
dari penjumlahan hasil perkalian antara nilai parameter yang didapatkan dari hasil
identifikasi dan analisis dengan ketentuan nilai bobot dari tiap kegiatan ekowisata tersebut
(Juliana, 2013).
2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu suatu sistem informasi geospasial yang
menggunakan komputer yang memakai beberapa perangkat lunak salah satunya Arc GIS
9.3, dalam proses pengolahan data pada SIG ini biasanya menggunakan data primer(yang
diukur secara langsung dilapangan) dan data sekunder yang biasanya diambil dari beberapa
instansi terkait (Yulius dkk., 2013).
Proses Geographic Information System (GIS) biasanya juga juga dikenal sebagai
mapping (pemetaan), dalam proses pelaksanaannya, data yang diperlukan pada pengolahan
SIG ini mempunyai keterkaitan atau hubungan dengan data yang lain, sehingga ketika
semua data yang telah diolah disatukan atau dilakukan tumpang susun(overlay) akan

5
6

memberikan informasi secara tepat dan cepat mengenai suatu tempat yang diinginkan
(Mildawani dkk., 2009) .
Lestari (2018) mengatakan bahwa Sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu
sistem informasi yang mengacu pada data keruangan yang kemudian memperlihatkan hasil
yang didapatkan mengenai suatu obyek yang terdapat di bumi, untuk sistem kerja dari SIG
ini sendiri dimulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengidentifikasian kemudian
pengolahan serta penganalisisan dan hasil yang didapatkan akan disajikan dalam bentuk
peta, sehingga SIG ini dapat dijadikan metode dalam melihat gambaran umum yang sesuai
untuk dijadikan ekowisata.
Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) ini diharapkan
dapat menganalisis gambaran umum pada suatu daerah di permukaan bumi sehingga
potensi-potensi ekowisata yang ada pada suatu daerah dapat dikembangkan menjadi obyek
dan daya tarik ekowisata secara optimal yang dapat menarik perhatian wisatawan baik
masyarakat lokal maupun mancanegara (Riwayatiningsih dan Purnaweni, 2017).

6
7

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Penelitian ini direalisasikan pada bulan Agustus 2019 yang bertempat di
Pantai Panjang Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Adapun lokasi penelitan dapat dilihat
pada Gambar 1, dan titik koordinat dapat dilihat pada (Tabel 1).

Gambar 1. Peta Penelitian


Tabel 1. Titik Koordinat Lokasi Penelitian
No Lokasi Penelitian Titik Koordinat
Latitude Longitude
1. Stasiun 1 03 48 20”S
o ’
102o15’50”E
2. Stasiun 2 03 48 20”S
o ’
102o16’40”E
3. Stasiun 3 03o48’20”S 102o16’40”E
4. Stasiun 4 03 49 10”S
o ’
102o16’40”E
5. Stasiun 5 03 50 0”S
o ’
102o17’30”E
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu 1). Laptop yang
digunakan untuk mengolah data dan pembuatan laporan, 2). Kamera digunakan sebagai
dokumentasi, 3). Roll meter Untuk mengukur panjang dan lebar pantai, 4). Layang-Layang
Arus Untuk mengukur kecepatan arus, 5). Secchi disk Untuk mengukur kecerahan, 6).
GPS (Global Position System) Untuk menentukan titik koordinat, 7). Software Arc-GIS

7
8

Untuk mengolah data, 8). Microsoft Office 2010 untuk membuat laporan dan 9)
SASPLANET, citra untuk membantu objek yang tidak terlalujelas terlihat, dan 10). Citra
Sentinel-2A (27 Juli 2018) untuk data cita pengolahannya.
3.3 Metode Penelitian
Pada penelitian ini, metode penelitian yang digunakan menggunakan teknik
purposive untuk penentuan stasiun. Pertimbangan menggunakan metode penentuan stasiun
pengamatan mengunakan teknik purposive sampling karena purposive merupakan teknik
pengambilan sampel yang didasarkan atas suatu pertimbangan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data atribut dan data
spasial. Data atribut ini dilakukan langsung di lapangan, sedangkan data spasial biasanya
diperoleh dari citra satelit. Data atribut yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu data
Parameter lingkungan dan Data Spasial. Data parameter perairan dilakukan secara
pengamatan visual untuk memastikan keaslian atau kebenaran dari data sekunder yang
digunakan, sedangkan Data Spasial dilakukan dengan menggunakan Aplikasi Arc-Gis
3.4.1 Metode Pengumpulan Data Parameter Lingkungan
Adapun data parameter lingkungan yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri
dari:
1) Kedalaman, dilakukan secara spasial dengan mengambil data batimetri pada
peta RBI kemudian diolah di Arcgis untuk dilakukan Raster Calculator
kemudian dilakukan Reclass
2) Lebar pantai, dilakukan secara visual dengan menggunakan Roll meter yang
kemudian dilakukan analisis spasial dengan cara Digitasi On Screen pada Arc-
Gis.
3) Nybakken (1992) menyatakan bahwa Kecepatan Arus diukur dengan
menggunakan layang-layang arus, yaitu mengukur waktu tempuh layang-layang
arus tersebut. Menurut Akbar (2013), Cara penggunaan dari layang-layang
arus Secara teknis alat ini dilepaskan diperairan dan dibiarkan hanyut hingga
tali meregang. Kecepatan arus dihitung dengan membandingkan antara panjang
tali dan waktu yang dibutuhkan tali untuk meregang. Selisih waktu pada saat
pelepasan alat dan pada saat tali dilepas dihitung dengan menggunakan
stopwatch. Arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas yang diarahkan
setelah tali tegang. Menurut Nybakken (1992), Untuk menghitung kecepatan
arus yang diukur di lapangan menggunakan persamaaan :

8
9

s
V=
t
Keterangan :
V = kecepatan arus(m/s)
s = panjang tali
t = waktu pengamatan

4) Kurniawan (2013) Menyatakan bahwa pengukuran kecerahan perairan yaitu


menggunakan Secchi disk dengan menurunkan secchi disk ke dalam air dengan
tegak lurus permukaan air sampai bagian secchi disk yang berwarna putih tidak
tampak lagi dan dicatat kedalamannya, kemudian perlahan-lahan tarik ke atas
jika sudah mulai terlihat bagian secchi disk berwarna hitam dicatat
kedalamannya. Perhitungan kecerahan perairan menggunakan rumus
(Kurniawan, 2013) :
N = D1+D2/2Z x 100%
Keterangan :
N : Kecerahan 
d1 : Kedalaman secchi disk saat tiddak terlihat 
d2 : Kedalaman secchi disk saat mulai tampak kembali
Z : Jarak antara dasar perairan sampai munculnya warna hitam putih pada
secchi disk(m).

5) Ketersediaan air tawar, dilakukan secara visual dengan cara tracking


menggunakan GPS (Global Positioning System ) yang kemudian di analisis
spasial untuk dilihat jarak sumber air bersih dengan pantai yang dilakukan
penelitian. Tetapi pada penelitian ini data ketersediaan air tawar menggunakan
data sekunder yang berasal dari penelitian sebelumnya.
6) Tipe pantai, dilakukan secara visual dengan cara groundcheck langsung ke
lapangan kemudian dilakukan analisis spasial dengan cara Digitasi On Screen.
7) Material dasar perairan, dilakukan secara visual yang kemudian hasil yang
didapatkan dilakukan analisis spasial dengan cara Digitasi On Screen pada Arc-
Gis.
8) Substrat perairan, dilakukan secara visual yang kemudian hasil yang didapatkan
dilakukan analisis spasial dengan cara Digitasi On Screen pada Arc-Gis.
9) Biota berbahaya dilakukan secara visual. Pengamatan biota berbahaya perlu
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya biota berbahaya yang akan
mengganggu pengunjung ekowisata, pengamatan biota berbahaya dilakukan
berdasarkan snorkeling di sekitar stasiun penelitian, adapun biota berbahaya
bagi pengunjung ekowisata diantaranya yaitu gastropoda, karang api, landak
9
10

laut, bulu babi, ubur-ubur, anemon dan ular laut (Masita dkk., 2013 dalam
Yulisa dkk., 2016).

3.4.2 Pengambilan Data Spasial


Data citra yang digunakan yaitu citra Sentinel-2A dengan resolusi spasial 10 m dan
diakuisisi pada tanggal 13 September 2018. Adapun dalam pengambilan data spasial
dibutuhkan beberapa proses pengolahan yang terdiri dari :
a. Interpretasi citra, dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai obyek yang terdapat
dalam citra dan kualitas yang dihasilkan dari citra itu sendiri (Saputro, 2015).
b. Koreksi Radiometrik, koreksi bertujuan untuk mengubah nilai dijital pada citra
menjadi nilai reflektan, koreksi radiometrik memberi kisaran range nilai yang lebih
banyak variasinya dan perubahan warna pada citra,
c. Koreksi Geometrik dengan tujuan untuk memperbaiki distorsi posisi dengan
meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y) yang seharusnya,
sehingga citra mempunyai kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan
sebenarnya di permukaan bumi sehingga dapat digunakan sebagai peta (Nurandani
dkk., 2013). Pada citra Sentinel-2aLevel-1C untuk proses koreksi geometrikcitra
tidak dilakukan karena data citra ini memiliki resolusi spektral yang tinggi yaitu 10
meter dan bukan hanya telah terkoreksi geometrik melainkan juga telah terkoreksi
radiometrik (Thalib, 2017). Putri (2016) juga mengatakan bahwa Citra Sentinel-
2Ayang tergolongLevel-1Cartinya telah terkoreksi geometrik dan radiometrik
dalam bentuk nilai reflektan TOA (Top of Atmosphere).
d. Pemotongan Citra (Cropping), Pemotongan citra atau biasa disebut cropping
merupakan proses pengolahan citra yang digunakan untuk memperkecil daerah
pengamatan suatu penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kapasitas file
yang akan diolah serta mempercepat proses-proses dalam software pengolahan
yang digunakanbila dibandingkan dengan mengolah data satu scenepenuh.
e. Penajaman citra, proses ini dilakukan dengan mengkombinasikan band (kanal)
yang ada, hasil dari kombinasi band tersebut dikenal dengan nama komposit cira.
Pembuatan citra komposit dilakukan untuk lebih memudahkan dalam membedakan
vegetasi dengan obyek lainnya (Hidayah dan Wiyanto, 2013). Citra saluran yang
akan dibuat dalam penelitian ini adalah citra komposit dengan kombinasi RGB 432
(merah, hijau dan biru) yakni dengan memberi warna merah untuk saluran 4 (band
4: 0,61-0,69 μm), warna hijau pada saluran 3 (band 3: 0,52-0,60 μm) dan warna
biru pada saluran 2 (band 2: 0,42-0,50 μm) (Thalib, 2017).
10
11

f. Masking, Masking merupakan proses pemisahan antara obyek yang akan diteliti
dengan obyek yang tidak termasuk kedalam wilayah yang diteliti. Proses masking
dilakukan pada wilayah darat (pulau) yakni dengan membuat nilai digital pada
wilayah tersebut menjadi nol (0), dengan tujuan agar wilayah darat tersebut pada
saat proses klasifikasi tidak dipengaruhi oleh nilai radiansi dari daratan (Thalib,
2017). Sehingga nilai digital pada wilayah yang akan diteliti menghasilkan nilai
yang real.
g. Analisis tumpang susun (overlay) yang bertujuan untuk pemberian skoring
sehingga memberikan infromasi mengenai kesesuaian dan daya dukung yang
dimiliki oleh Pantai Kota Bengkulu (Suniada, 2015).

3.5 Analisis Data


3.5.1 Analisis Kesesuaian Kawasan
Menurut Hidayat dkk., (2016), Penentuan kesesuaian kawasan dilakukan
berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian
kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari
seluruh parameter dapat dilihat pada Tabel 2.
Berikut merupakan Matriks Kesesuaian Ekowisata Pantai Rekreasi dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Kesesuaian Ekowisata Pantai kategori Rekreasi


No. Parameter Bobot Kategori Skor
1. Tipe Pantai 0,200 Pasir 3
Pasir campur pecahan karang 2
Pasir hitam, sedikit terjal 1
Lumpur, berbatu, terjal 0
2. Lebar Pantai (m) 0,200 >15 3
10-15 2
3-<10 1
<3 0
3. Material Dasar Perairan 0,170 Pasir 3
Karang Berpasir 2
Pasir Berlumpur 1
Lumpur, Lumpur berpasir 0
4. Kedalaman Perairan 0,125 0-3 3
(m) >3-6 2
>6-10 1
>10 0
5. Kecerahan Peariarn (%) 0,125 >80 3
>50-80 2
20-50 1
<20 0
11
12

6. Kecepatan Arus 0,080 0-17 3


(cm/detik) 17-34 2
34-51 1
>51 0
7. Penutupan Lahan 0,010 Kelapa, Lahan Terbuka 3
Vegetasi 2
Belukar Tinggi 1
Ekosistem Mangrove 0
8. Biota Berbahaya 0,005 Tidak Ada 3
Ubur-Ubur, Bulu Babi 2
Bulu Babi, Ikan Pari 1
Bulu Babi, Ikan Pari, Lepu, Hiu 0
9. Ketersediaan Air 0,005 <0,5 3
Tawar/Jarak Ke Sumber >0,5-1 2
Air tawar (km) >1-2 1
>2 0
Sumber : Modifikasi dari Yulianda (2019)
Kategori IKE:
IKE ≥ 2,5 : Sangat sesuai
2,0 ≤ IKE <2,5 : Sesuai
1 ≤ IKE <2,0 : Tidak sesuai
IKE <1 : Sangat tidak sesuai

Parameter kesesuaian kawasan kategori berjemur dan olahraga perairan merupakan


salah satu kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang biasanya untuk mendapatkan
Vitamin D yang berasal dari sinar ultra violet dan juga dengan tujuan untuk megubah
warna kulit menjadi kecoklatan (Yulisa dkk., 2016). Berikut parameter kesesuaian kategori
berjemur dan olahraga perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kesesuaian untuk Kegiatan Ekowisata Pantai kategori Olahraga dan
Berjemur
No. Parameter Bobot Kelas
Kesesuaian
S1 Skor S2 Skor N Skor
1. Substrat 5 Pasir 3 Karang, 2 Lumpur 0
perairan pasir
2. Lebar 5 >10 3 3-<10 2 <3 0
pantai
3. Tipe 3 Berpasir 3 Pasir karang 2 Lumpur 0
pantai
4. Penutupan 3 Sedikit 3 Vegetasi 2 Ekosistem 0
lahan berkaran Mangrove
g
N-Max = 48
Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K (2013)
Keterangan :

12
13

Kategori S1 : Sesuai = 66,67-100%


Kategori S2 : Cukup Sesuai = 33,34-66,66%
Kategori N : Tidak Sesuai = <33,33%
Menurut Yulianda, (2019) rumus yang akan digunakan untuk menghitung indeks
kesesuaian suatu kawasan ekowisata adalah :
IKE = ΣNi x (Bi x Si)
Keterangan:
IKE : Indeks kesesuaian ekowisata
Ni : Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmax : Nilai maksimum dari suatu kategori ekowisata

13
14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1. Letak Geografis
Secara geografis wilayah Kota Bengkulu terletak antara 300 45’ – 300 59’ Lintang
Selatan dan 102°14’ - 102°22’ Bujur Timur dengan luas wilayah 539,3 km2 terdiri dari
luas daratan 151,7 km2 dan luas laut 387,6 km2. Jika dilihat dari letak Kota Bengkulu
tersebut, maka daerah ini merupakan daerah yang sebagian besar dikelilingi oleh
lingkungan pesisir pantai yang terbuka dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia,
sehingga gelombang dan arus berpengaruh besar terhadap kondisi wilayah pesisir (Zamdial
dkk., 2018).
BPS Kota Bengkulu (2016) menyatakan bahwa Kota Bengkulu memiliki luas
wilayah 151,70 km2 yang terdiri dari 9 Kecamatan yaitu Kecamatan Selebar dengan luas
wilayah 46,36 km2, kecamatan Kampung Melayu dengan luas 23,14 km2, Kecamatan
Gading Cempaka dengan luas wilayah 14,42km2, Kecamatan Ratu Agung 11,02 km2, Ratu
Samban 2,84 km2, Singaran Pati 14,44 km2, Teluk Segara 2,76 km2, Sungai Serut 13,53
km2, dan Kecamatan Muara Bangkahulu dengan luas wilayah 23,18 km 2. Berdasarkan
letak geografisnya Kota Bengkulu terletak di sebelah utara dan timur yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Bengkulu Tengah, kemudian di sisi Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Seluma, sedangkan di sisi Barat Kota Bengkulu berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia (Apriliansyah dkk., 2018).
Kota Bengkulu merupakan kota yang hampir dikelilingi oleh lingkungan pesisir
pantai yang terdiri dari Pantai Kualo, Pantai Zakat, Pantai Malabrough, Pantai Berkas,
Pantai Panjang dan Pantai Pasir Putih. Jika dilihat dari hal tersebut, Kota Bengkulu
memiliki potensi ekowisata yang potensial untuk dikembangkan. salah satunya adalah
Pantai Panjang yang terletak di sisi barat Kota Bengkulu yang jaraknya tidak jauh dari
pusat kota yaitu ±2 km, Letak yang strategis dan tidak jauh dari pusat kota tersebut
menjadi kelebihan yang dimiliki Pantai Panjang selain indahnya panorama alam dan laut
yang dimiliki, sehingga potensi yang di miliki tersebut perlu mendapatkan perhatian yang
serius baik dari Pemerintah Provinsi dan Kota Bengkulu maupun dari masyarakat itu
sendiri untuk menjadikan Pantai Panjang sebagai kawasan ekowisata yang menarik para
wisatawan untuk datang ke Kota Bengkulu dengan tetap memperhatikan kondisi
lingkungan (Pratama dkk., 2016).

14
15

4.1.2 Iklim dan Cuaca


Letak Kota Bengkulu yang berada di daerah pesisir pantai menyebabkab keadaan
udaranya menjadi relatif panas dengan suhu udara di sepanjang tahun relatif sama. Suhu
udara maksimum rata-rata setiap bulanya berkisar 290C – 300C dan suhu minimum berkisar
antara 230C dengan kelembaban udara berkisar antara 81%-91% serta kisaran kecepatan
angin maksimum berada pada 14-19 knot. Curah hujan bulanan berkisar 200-600 mm
dengan jumlah hari hujan setiap bulan antara 10-21 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim
Kota Bengkulu tergolong tipe iklim A (Tropis Basah) dengan jumlah bulan basah 10 bulan
dimulai dari Bulan Oktober sampai Bulan Juli. Pada Bulan Mei sampai Oktober ditandai
dengan musim kemarau, hujan lebat akan terjadi pada Bulan Desember sampai Januari
(BAPPEDA, 2012) dalam Apriliansyah dkk., (2018).
4.1.3 Potensi Ekowisata
Pantai Panjang merupakan Pantai yang tipe Pantainya didominasi oleh Pasir dan
mempunyai garis pantai yang membentang sepanjang 7km (Aprilianysah dkk., 2018).
Kawasan pesisir Kota Bengkulu yaitu Pantai Panjang menjadi kawasan yang unggul dalam
sistem pengembangan ekonomi yang mempunyai potensi ekonomi cepat tumbuh sehingga
ditetapkan menjadi salah satu kawasan strategis di Kota Bengkulu berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu Tahun 2012 – 2032 (Mutiara dkk., 2018).
Hal tersebut dapat kita lihat dari potensi yang dimiliki oleh Pantai Panjang, obyek dan daya
Tarik yang dimiliki dapat menarik perhatian masyarakat lokal maupun mancanegara untuk
berkunjung, sehingga ekowisata merupakan suatu pembangunan yang sangat tepat dalam
mengembangkan system pengembangan ekonomi dan tidak lupa dalam prinsip ekowisata
yang tetap mempertimbangkan kondisi lingkungan sehingga pembangunan ekowisata
tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
4.1.4 Fasilitas dan Sarana
Pembangunan ekowisata memerlukan perencanaan yang matang agar
pembangunan ekowisata tersebut dapat berjalan dengan baik. Sebagai tempat Ekowisata,
sudah sepantasnya ekowisata Pantai dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana
pendukung demi kenyamanan para pengunjung saat berlibur (Yanuar, 2017). Jika dilihat,
Pantai Panjang sudah bisa dikatakan cukup memenuhi kebutuhan pengunjung, mulai dari
akses jalan yang bagus, kamar mandi, tempat beribadah, jasa, dan lain sebagainya .
Fasilitas dan sarana sangat mempengaruhi pembangunan ekowisata. Karena hal tersebut
merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh pengunjung atau wisatawan. Fasilitas
yang terdapat di kawasan daya tarik wisata Pantai Panjang yaitu adanya area parkir yang

15
16

cukup luas, toilet umum, penyewaan ban renang, penyewaan perahu cadik, dan lain-
lainnya, sedangkan Sarana prasarana pendukung yang terdapat di Pantai Panjang yaitu
diantaranya tersedianya warungwarung, restaurant, toko-toko cendramata, penginapan,
serta air bersih (PDAM). (Ferdinandus dan Suryasih, 2014).

4.2 Parameter Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai


4.2.1 Peta Sebaran Lebar Pantai
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan secara spasial bahwa sebaran lebar
pantai dapa dilihat pada Gambar 2, bahwa di perairan pantai panjang memiliki 3 kategori
yaitu kategori tertinggi memiliki nilai 73m, sedangkan kategori terendah memiliki nilai
33,6m. jika dilihat dari hasil pengamatan dilapangan, bahwa perairan pantai panjang
memiliki lebar pantai yang relative tinggi secara merata. Pengukuran lebar pantai yang
dilakukan pada saat observasi dilapangan menunjukkan bahwa, perairan Pantai Panjang
termasuk kedalam perairan yang bersifat semi terbuka karena Perairan Pantai Panjang ini
dipegaruhi langsung oleh angin yang kencang, ombak, serta arus dan gelombang. Perairan
Pantai Panjang pada beberapa lokasi memiliki daerah aliran sungai, dan juga didominasi
oleh tutupan lahan Pohon Cemara . Hal yang dapat membuat Garis Pantai berubah atau
lebar pantai yang bertambah atau memiliki lebar yang cukup tinggi tersebut dapat
disebabkan karena terjadinya Akresi (sedimentasi).
Penelitian Halim dkk., (2016), menyatakan bahwa perubahan garis pantai yang
terjadi di Kecamatan Soropia selama kurun waktu Tahun 1990–2014 lebih didominasi
proses akresi dibanding proses abrasi, hal tersebut dibuktikan dengan jarak pergeseran
garis pantai yang terjadi lebih panjang akresi dibandingkan proses abrasi. Rizal (2002)
dalam Raihansyah dkk., (2016), yang menyatakan bahwa akresi pantai dapat terjadi secara
alamiah ataupun artifisial. Akresi alamiah adalah penambahan lahan hanya oleh kerja gaya
alamiah pada gisik karena pengendapan material dari air ataupun udara. Sedangkan akresi
artifisial ialah penambahan lahan karena kerja manusia, seperti halnya akresi karena groin,
breakwater, atau beach fill oleh alat-alat mekanik.
Hasil pengukuran pada penelitian Chasanah dkk., (2017), bahwa di empat stasiun
Pantai Jodo menunjukan lebar pantai yang tergolong cukup lebar dengan rata-rata 20
meter, pengukuran Lebar pantai berkaitan dengan luasan lahan yang dapat dimanfaatkan
oleh pengunjung atau wisatawan untuk berbagai kegiatan rekreasi pantai. Pengukuran lebar
pantai dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar wilayah pantai yang
dapat digunakan untuk berbagai kegiatan ekowisata pantai. Pengukuran lebar pantai

16
17

menggunakan tali meteran, diukur dari batas vegetasi terakhir hingga surut terendah
(Hutabarat dkk., 2016).

Peta Sebaran Lebar Pantai

17
18

4.2.2 Peta Sebaran Kecerahan Perairan


Hasil dari pengukuran dilapangan dan pengolahan secara spasial didapatkan bahwa
nilai kecerahan di perairan Pantai Panjang paling rendah berkisar 35,95% sedangkan paling
tinggi 54,81%, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3, bahwa kecerahan perairan di
Pantai Panjang dapat dikategorikan keruh karena jika dilihat keadaan dilapangan pada saat
dilakukan pengamatan di perairan Pantai Panjang pada saat itu sedang dalam keadaan
cerah, arus dan gelombang tinggi serta kondisi perairan pada saat itu sedang pasang.
Periran Pantai Panjang juga mempunyai pemasukan air tawar yang berasal dari aliran
sungai yang ada dilingkungan pantai tersebut. Kekeruhan yang cukup tinggi tersebut
disebabkan oleh kandungan bahan organik oleh aliran air tawar maupun air laut.
Percampuran massa air ketika kondisi pasang juga diduga mempengaruhi tingkat
kekeruhan pada suatu perairan (Saraswati dkk., 2017). Hamuna dkk., (2018) menyatakan
bahwa Perairan yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat
memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel-partikel tersuspensi dalam
perairan tersebut, rendahnya tingkat kecerahan pada stasiun 5 disebabkan karena
banyaknya suplai sedimen dan partikel yang terlarut, bahan organik dan anorganik melalui
aliran run off dari daratan dan menyebabkan tingkat kekeruhan perairan yang tinggi.
Padatan tersuspensi berpengaruh tehadap nilai kekeruhan, semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi tersebut maka akan semakin tinggi nilai kekeruhan disuatu perairan. Kekeruhan
yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya penentrasi cahaya matahari untuk masuk
kedalam suatu perairan dan secara langsung dapat mengakibatkan gangguan pada biota
akuatik, antara lain terganggunya penglihatan dan sistem osmoregulasi (effendi, 2003).
Pada penelitian Bibin dkk., (2017), bahwa Parameter kecerahan pada ketiga
stasiun masuk kedalam cukup sesuai dengan tingkat kecerahan 50% sampai 68%,
nilai kecerahan suatu perairan untuk kegiatan wisata pantai dengan persentase >50-
<100 dikategorikan cukup sesuai. Sedangkan menurut Kepmeneg Lingkungan Hidup
(2004) dalam Destrinanda (2018) tentang Baku Mutu Air Laut nilai kecerahan air laut
untuk kegiatan wisata adalah >6 m. Kecerahan perairan sangat berhubungan dengan
kegiatan ekowisata pantai, karena berkaitan dengan kenyamanan wisatawan dalam
melakukan aktivitas mandi dan berenang (Lelloltery, 2016).
Kecerahan merupakan parameter kualitas air, semakin dalam penetrasi cahaya yang
masuk, maka pemandangan pantai akan semakin indah (Destrinanda, 2018). Kecerahan
perairan dalam kaitannya dengan kegiatan ekowisata pantai sangat berperan dalam hal
kenyamanan para wisatawan pada saat mandi dan berenang (Apriliansyah dkk., 2018).

18
19

Sebaran Kecerahan Perairan

19
20

4.2.3 Peta Sebaran Kecepatan Arus


Nilai kecepatan arus di perairan Pantai Panjang berdasarkan hasil pengukuran dan
pengolahan secara spasial paling lambat 0,33 – 0,45 m/s dan paling kencang berkisar 0,45-
0,69 m/s. jika dilihat pada Gambar 4, bahwa kecepatan arus yang terjadi di perairan Pantai
Panjang dapat dikategorikan kecepatan arus yang kuat (Apriliansyah dkk., 2018). Tetapi
jika dilihat pada Gambar 4 tersebut, perairan Pantai Panjang memiliki nilai Kecepatan
Arus relative tinggi. Sehingga Perairan Pantai Panjang sangat tidak cocok untuk dilakukan
kegiatan berenang. Hal tersebut dapat dilihat pada saat melakukan observasi atau
pengamatan dilapangan kondisi perairan Pantai Panjang termasuk dalam keadaan normal,
tetapi untuk arus, gelombang serta ombak relative sangat kencang.
Tanto, dkk., (2018), mengemukakan cukup rendahnya kondisi arus di sekitar Pulau
Sirandah tentunya sangat mendukung kegiatan wisata di pulau, karena wisatawan dapat
dengan aman dan nyaman melakukan aktivitas baik di pinggir pantai maupun berenang
(snorkeling), serta menyelam.
Tambunan dkk., (2013) mengemukakan bahwa kecepatan arus dapat digolongkan
menjadi 4 kategori yaitu kategori arus lambat dengan kecepatan arus pada kisaran 0 – 0,25
m/s, kategori arus sedang dengan kecepatan arus pada kisaran 0,25 – 0,50 m/s, kategori
arus cepat dengan kecepatan arus pada kisaran 0,5 – 1 m/s dan kategori arus sangat cepat
dengan dengan kecepatan di atas 1 m/s.
Nybakken (1992) dalam Yulisa (2016) menyatakan bahwa kecepatan arus sangat
mempengaruhi sistem keamanan ekowisata dalam kegiatan berenang. Arus yang lambat
sangat baik untuk kegiatan berenang, sedangkan arus yang sangat kuat berbahaya karena
dapat menyeret para pengunjung yang sedang mandi atau bererenang di pantai. Kecepatan
arus berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan berwisata, kecepatan arus yang
terlalu tinggi akan membahayakan pengunjung, mengingat tidak adanya pembatasan
kawasan yang diperbolehkan untuk berenang, maka parameter ini sangat penting untuk
diukur kesesuaiannya (Ramadhan dkk., 2014). Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi
kelimpahan zat hara atau material organik karena arus tersebut memiliki peran sebagai alat
penggerak terutama biota yang bukan perenang kuat seperti plankton selain itu peranan
arus lainnya adalah menyuplai makanan, kelarutan oksigen dan penghilangan CO2 maupun
sisa-sisa produk biota laut (Romimohtarto, 1985; Dahuri, 2003). Seperti yang kita ketahui
bahwa kelimpahan zat hara atau material organik dalam suatu perairan menjadi penentu
keberadaan biota laut untuk mencari makan.

20
21

a Sebaran Kecepatan Arus

21
22

4.2.4 Peta Sebaran Material Dasar Perairan


Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan secara spasial yang dapat dilihat
pada Gambar 5, bahwa perairan Pantai Panjang memiliki material dasar perairan pasir, dan
Pasir Berkarang. Tetapi secara merata Perairan Pantai Panjang didominasi dengan material
dasar berpasir. Hanya pada satu lokasi saja yang perairannya memiliki material dasar pasir
berkarang.
Widiatmaka (2007), yang menyatakan bahwa untuk pariwisata pantai akan sangat
baik jika suatu pantai merupakan pantai yang berpasir atau dengan kata lain didominasi
oleh substrat pasir, dibandingkan dengan pantai yang berbatu atau pantai yang didominasi
oleh substrat karang karena dapat substrat yang kasar seperti karang dapat menggangu
kenyamanan wisatawan. Margomgom (2013) juga mengatakan bahwa matrial dasar
perairan berupa pasir sangat sesuai untuk aktivitas ekowisata pantai seperti berenang dan
mandi karena memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Penelitian Hasriyanti (2013) juga
menyebutkan dasar perairan yang tersusun atas material pasir merupakan daerah yang
dikategorikan sebagai daerah yang sesuai, sedang perairan yang mengandung lumpur,
dikatakan tidak layak, sebab akan menyebabkan ketidaknyamanan sehubungan dengan
warna dan bau yang ditimbulkannya, Hal ini dipertegas oleh Bakosurtanal (1995) dalam
Hasriyanti (2013), bahwa kriteria yang layak untuk dijadikan ekowisata pantai ditinjau dari
segi substrat atau material penyusun dasar perairan adalah memiliki material yang tersusun
dari pasir dan karang / terumbu karang.
Material dasar perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
ekosistem perairan dan sangat berpengaruh terhadap system kekeruhan suatu perairan serta
sebagai salah satu penunjang untuk penentuan kelayakan dalam berbagai aktivitas
ekowisata pantai (Juliana, 2013).
Yulius, dkk., (2018), mengatakan bahwa tipe pantai dapat dibedakan berdasarkan
substrat atau sedimen:
a. Pantai berpasir: pantai yang didominasi oleh hamparan atau dataran pasir, baik
berupa pasir hitam, abu-abu, atau putih.
b. Pantai berlumpur: terdapat di sepanjang garis pantai yang berbatasan dengan lautan
dangkal pada beting Sunda dan beting Sahul, terlindung dari serangan gelombang
besar, kondisi pantai sangat landai dan datar.
c. Pantai berkarang: terdapat di semenanjung dan dinding tebing pantai yang
terselingi antara pantai berlumpur dan berpasir.

22
23

ran Material Dasar Perairan

23
24

4.2.5 Peta Sebaran Biota Berbahaya


Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan yang direalisasikan pada awal agustus
dan juga berdasarkan data sekunder yang tertera bahwa perairan Pantai Panjang tidak
memiliki Biota yang dapat membahayakan pengunjung atau wisatawan. Tetapi pada akhir
Agustus kemudian, muncul biota yang dapat membahayakan pengunjung atau wisatawan
yang datang ke pantai, biota tersebut merupakan Ubur-Ubur, banyak sekali Ubur-Ubur
tersebut. Sudah ada beberapa masyarakat yang telah mengeluh dan menyebarkan informasi
mengenai adanya ubur-ubur yang terdapat di perairan Pantai Panjang tersebut bahkan
sudah ada yang terkena dari sengatan Ubur-Ubur tersebut. Sehingga adanya biota Ubur-
Ubur ini menjadi himbauan kepada masyarakat atau wisatawan yang akan berkunjung
untuk berhati-hati dan disarankan untuk tidak melakukan kegiatan di Pantai. Terdapatnya
biota jenis ubur-ubur ini dapat disebabkan karena perairan Pantai Panjang memiliki atau
dipengaruhi langsung oleh aliran sungai yang terdapat pada beberapa lokasi. Aliran sungai
ini dapat membawa kelimpahan makan berupa material-material organic yang membuat
biota jenis Ubur-Ubur ini berkumpul untuk mencari makan.
Penelitian Rahmah (2017), yang menyatakan bahwa pada masing-masing tiga bulan
pengamatan bahwa kelimpahan A. aurita tertinggi didapatkan di lokasi I (50 meter dari
garis pantai) daripada lokasi II (150 meter dari garis pantai). Hal ini dikarenakan A. aurita
lebih suka hidup di perairan yang masih terdapat pengaruh estuari karena ada daerah
estuari ini terdapat banyak material organik untuk makanannya sehingga A. aurita lebih
banyak ditemukan di tepi pantai.
Pengamatan Biota berbahaya dilakukan secara visual. Berdasarkan pengamatan
secara langsung dilapangan dapat dilihat pada Gambar 6, bahwa Pantai Panjang tidak
ditemukan Biota yang dapat membahayakan pengunjung atau wisatawan yang melakukan
kegiatan ekowisata. Biota berbahaya merupakan faktor penting dalam wisata baik rekreasi
maupun berenang, semakin sedikit biota berbahaya yang ditemukan maka lokasi tersebut
akan semakin baik. Biota yang menjadi indikator adalah bulu babi, ikan pari, ular laut, dan
ikan berbisa (Chasanah, 2017). Menurut Muntasib dkk., (2018) juga menyatakan bahwa
Potensi bahaya biologis yang dapat ditemukan di Pantai berupa ubur-ubur, ular laut, bulu
babi, karang, ikan lepu ayam, ikan lepu batu dan monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis). Berdasarkan penelitiaannya di Pantai Pangandaran bahwa Pengunjung
menyebutkan potensi bahaya biologi berupa ubur-ubur (9.8%), monyet ekor panjang
(16%), ular laut (1%), bulu babi (0.2%), dan karang (6%).

24
25

ran Biota Berbahaya

25
26

4.2.6 Peta Sebaran Kedalaman Perairan


Berdasarkan acuan data sekunder dan hasil pengolahan yang dapat dilihat pada
Gambar 7, bahwa perairan Pantai Panjang memiliki nilai kedalaman paling tinggi 27
meter, sedangkan paling rendah 0-3m. Pada penelitian Nugraha dkk., (2013) juga
menyatakan bahwa kisaran kedalaman Pantai Panjang adalah 1 – 2 m, sehingga perairan
Pantai Panjang termasuk dalam kategori tidak dalam. Kedalaman suatu perairan sangat
berpengaruh terhadap kegiatan fotosintesis dari Fitoplankton. Kedalaman juga
berhubungan langsung terhadap kecerahan perairan. Kedalaman perairan yang tidak terlalu
dalam/ curam dirasa aman untuk melakukan kegiatan wisata berenang. Kegiatan berenang
tidak dapat dilakukan atau memiliki resiko yang tinggi jika bentuk laut curam dengan
kedalaman lebih dari 5 meter walaupun menurut Halim (1998) dalam Yustishar dkk.,
(2012), pada kedalaman tersebut masih tergolong laut dangkal.
Nugraha dkk., (2013), yang mengemukakan bahwa kedalaman suatu perairan yang
sangat baik untuk kegiatan berenang berada pada kisaran 0-5 m, adanya variasi tingkat
kedalaman pada suatu perairan didasarkan atau dipengaruhi oleh kondisi topografi pantai.
Kategori tersebut mengartikan bahwa dengan kisaran kedalaman perairan dengan nilai
tersebut bisa digunakan untuk kegiatan ekowisata air atau ekowisata pantai di tiap
stasiunnya (Pratesthi, 2016). Berdasarkan pedoman baku mutu air laut yang dikeluarkan
Kemeneg (2004) dalam Nugraha dkk., (2013) tentang baku mutu air laut, kedalaman
perairan di kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu adalah sesuai untuk dikembangkan
sebagai kawasan ekowisata.
Kedalaman suatu perairan memiliki hubungan dengan penetrasi cahaya matahri,
cahaya matahari ke dalam kolom air yang digunakan oleh tumbuhan berklorofil untuk
fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan ini tidak dapat hidup terus-menerus tanpa adanya cahaya
matahari yang cukup. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai
dengan makin tingginya kedalaman laut. Perairan dalam dan jernih proses fotosintesanya
hanya terdapat sampai kedalaman 200 meter saja (Hutabarat dan Evans, 1985 dalam
Hidayat, dkk., 2014). Kedalaman suatu perairan sangat menentukan tingkat kecerahannya,
kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam kegiatan
ekowista pantai dan parameter ini sangat menentukan baik buruknya bagi kegiatan wisata
(Yustishar dkk., 2012). Semakin baik nilai kecerahan di suatu perairan maka akan sangat
baik untuk kegiatan rekreasi di pantai.

26
27

aran Kedalaman Perairan

27
28

4.2.7 Peta Sebaran Penutupan Lahan


Hasil pengamatan dan pengolahan secara spasial dapat kita lihat pada Gambar 8,
yang menyatakan bahwa perairan pantai Panjang memiliki tutupan Lahan yang terbagi
dalam dua kategori yaitu kategori Vegetasi dan kategori Ekosistem Mangrove. Untuk
tutupan lahan yang termasuk dalam kategori Vegetasi terdiri dari, Cemara, Ketapang, dan
Semak Belukar. Pantai Panjang memiliki tutupan lahan yang didominasi oleh Vegetasi
Pohon Cemara.
Pengelolaan penutupan lahan pantai bertujuan untuk meningkatkan daya tarik
ekowisata di kawasan pantai dan pengelolaan yang baik akan menghasilkan kelestarian
kawasan sehingga perlu diperhatikan untuk tetap menjaga agar penutupan lahan di Pantai
dapat dikelola dengan baik, wilayah Pantai Jodo terdapat penutupan lahan terbuka dengan
vegetasi pohon cemara laut di ke empat stasiun yang secara tidak langsung memberikan
pemandangan pohon cemara yang rindang dan hijau serta pemandangan dengan hamparan
pasir yang sering dijadikan tempat bermain, istirahat para pengunjung pantai (Chasanah
dkk., 2017).
Mahfuz (2012), tumbuhan yang dominan tumbuh pada pantai berpasir adalah
kelapa ( Cocos nucifera ), cemara laut ( Casuarina equisetifolia ), waru laut ( Hibiscus
tiliaceus ) dan ketapang ( Terminalia catappa ). Terdapatnya vegetasi cemara laut diikuti
juga dari tumbuhnya semak dan perdu di sekitarnya. Spesies lain tumbuh bersama dengan
cemara laut sehingga membentuk tegakan campuran. Ini tidak lepas dari dampak positif
yang diberikan cemara laut untuk tumbuhan sekitarnya karena akumulasi biomassa dari
spesies ini mampu meningkatkan unsur hara tanah (Farma dkk., 2018).
Menurut Yulianda (2007), jenis tutupan lahan yang sesuai dengan kegiatan
ekowisata pantai yaitu Sedikit Berkarang. Jika dilihat dari Matriks Kesesuaian Ekowisata
Pantai kategori Olahraga dan Berjemur yang bersumber dari Pedoman Teknis Penyusunan
RZWP3K menyatakan bahwa tutupan Lahan jenis Vegetasi termasuk dalam kategori
Cukup Sesuai, sedangkan untuk jenis Ekosistem Mangrove termasuk kedalam kategori
Tidak Sesuai. Pengelolaan penutupan lahan pantai bertujuan untuk meningkatkan daya
tarik ekowisata di kawasan pantai. Pengelolaan yang baik akan menghasilkan kelestarian
kawasan sehingga perlu diperhatikan untuk tetap menjaga agar penutupan lahan di Pantai
Panjang dikelola dengan baik (Apriliansyah dkk., 2018).

28
29

aran Penutupan Lahan

29
30

4.2.8 Peta Sebaran Tipe Pantai


Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan secara spasial, bahwa perairan
Pantai Panjang memiliki Tipe Pantai Berpasir dan Berkarang. Jika dilihat pada Gambar 9,
secara keseluruhan dapat kita lihat bahwa Pantai Panjang tersebut memiliki tipe pantai
yang didominasi berpasir.
Wabang dkk., (2017) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa hasil pengamatan
yang ditemukan di lokasi penelitian menunjukan bahwa tipe pantai di Selat Pantar adalah
tipe pantai berpasir putih, dan tipe pasir dengan sedikit berkarang. sehingga hal ini
merupakan salah satu keunikan yang dimiliki pantai di Selat Pantar karena memberikan
kesan tersendiri bagi pegunjung yang datang ke pantai terutama bagi pengunjung yang
ingin melakukan rekreasi Pantai. Tipe atau karakteristik pantai yang sesuai untuk wisata
pantai kategori rekreasi adalah pantai berpasir. Berdasarkan penelitian Yulius (2013)
bahwa Pantai berpasir ditemukan tersebar mendominasi hampir di seluruh bagian teluk,
pantai ini dicirikan oleh pasir pantai berukuran halus hingga kasar.
Tipe pantai dapat dilihat dari jenis substrat atau sedimen yang didukung dengan
pengamatan secara visual, berdasarkan jenisnya pantai dibedakan menjadi pantai berpasir,
pantai berbatu, dan pantai berkarang. Pantai yang memiliki tekstur pasir pantai yang halus
menjadi salah satu faktor penting dalam berwisata rekreasi pantai jika dibandingkan pantai
berbatu dan berkarang (Chasanah dkk., 2017). Apriliansyah dkk., (2018) juga menyebutkan
bahwa Tipe pantai dapat dilihat dari jenis substrat atau sedimen yang didukung dengan
pengamatan secara visual, dalam pedoman perencanaan bangunan pengaman pantai
Indonesia, di Indonesia sendiri diidentifikasikan ada tiga jenis utama tipe pantai yang dapat
dibedakan berdasarkan substrat atau sedimen, yaitu pantai berpasir, pantai berlumpur dan
pantai berkarang. Tidak hanya itu, pantai dengan jenis berpasir sangat cocok digunakan
untuk kegiatan rekreasi dapat kita lihat dari salah satu kegiatan rekreasi pantai yaitu berupa
mengubur diri didalam pasir, pada zaman sekarang jika dilihat banyak sekali wisatawan
yang melakukan hal tersebut sebagai kegiatan rekreasi yang menyenangkan dengan
memanfaatkan pasir tersebut, maka tipe pantai berpasir ini sangat cocok digunakan untuk
kegiatan hal tersebut.
Pantai berpasir merupakan pantai yang didominasi oleh hamparan atau dataran
pasir, baik yang berupa pasir hitam, abu-abu atau putih. Pantai berpasir umumnya
dijadikan kawasan wisata pantai karena keindahan alamnya (Mahfuz, 2012).

30
31

4.2.9 Peta Sebaran Ketersediaan Air Tawar


Hasil yang didapatkan dari pengamatan dan pengolahan secara spasial dapat dilihat
pada Gambar 10 yang mnunjukkan bahwa perairan Pantai Panjang memiliki ketersediaan
air tawar >0,5 km. jarak Ketersediaan Air Tawar di Pantai Panjang paling jauh memiliki
nilai 200m sedangkan jarak paling dekat memiliki nilai 25m, adanya air tawar yang
terdapat di Pantai Panjang dapat ditemukan di warung-warung sesuai dengan kebutuhan
dari para pedagang itu sendiri. Kemudian air tawar ini juga sudah disediakan atau
difasilitasi oleh Pemerintah itu sendiri. Sumber air ini cukup dekat dan terjangkau oleh
pengunjung, didukung dengan adanya fasilitas yang memudahkan pengalirannya,
tersedianya air tawar di lokasi Pantai akan memudahkan para wisatawan untuk
mendapatkan air tawar untuk keperluan ekowisata (Yustishar dkk., 2012).
Menurut pendapat Dahuri, (2003) dalam Wabang dkk., (2017) bahwa sumber air
tawar sangat amat diperlukan dalam proses keberlangsungan ekowisata, terutama untuk
kelangsungan hidup penduduk dan menunjang pengembangan potensi ekowisata diwilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, maka apabila dihubungkan dengan kegiatan wisata pantai
maka hal ini erat kaitannya karena sebagai penunjang bagi wisatawan dalam melakukan
kegiatan aktifitas wisata. Air tawar sangat dibutuhkan wisatawan saat mereka telah lelah
dan kehausan setelah menikmati kegiatan wisata. Selain untuk minum, air tawar juga
dibutuhkan wisatawan untuk membersihkan diri mereka dari air laut (Yustiabel dkk.,
2014).
Menurut Armos (2013) dalam Apriliansyah (2018) mengemukakan bahwa air
merupakan elemen paling penting dalam suatu kawasan ekowisata dengan tujuan untuk
kebersihan setelah selesai melakukan kegiatan di pantai, oleh sebab itu, semakin dekat
jarak antara garis pantai dan ketersediaan air tawar maka akan semakin baik kawasan itu
untuk dijadikan tempat ekowisata pantai.
Kusumah (2008), bahwa daerah ketersediaan air tawar di kawasan juga sangat
esensial terutama sebagai pemasok kebutuhan air tawar sepanjang tahun. Tersedianya air
tawar pada kawasan pantai Mangkang Kulon merupakan faktor vital dalam menjalankan
kegiatan wisata karena kebanyakan wisatawan yang setelah melakukan kegiatan wisata
selalu membutuhkan air tawar untuk keperluan dirinya misalnya mandi, mencuci,
membersihkan diri, dan lain sebagainya. Sehingga ketersediaan air tawar sangatlah penting
dalam kegiatan wisata.

31
32

baran Ketersediaan Air Tawar

32
33

4.2. Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi


Berdasarkan hasil pengolahan secara spasial bahwa secara keseluruhan Perairan
Pantai Panjang terdiri dari 3 Kategori yang dapat dilihat pada Gambar 11, yaitu diperoleh
nilai kriteris kesesuaian ekowisata kategori Sangat Sesuai memiliki nilai IKE 7,875 dan
memiliki luasan lahan 144,865m2 , sedangkan untuk kategori Sesuai memiliki nilai IKE
5,25 dengan luasan lahan 180,127 m2, untuk kategori Tidak Sesuai memiliki nilai IKE 0,75
dengan luasan lahan 519,929 m2, dan untuk kategori Sangat Tidak Sesuai memiliki nilai
IKE 0 dengan luasan lahan 45,39 m2. Dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut Nugraha
(2013), menyebutkan bahwa Tingginya nilai kesesuaian ini disebabkan karena tingginya
nilai parameter pendukung ekowisata tersebut memiliki nilai kualitas dari parameter-
parameter yang terbilang sebagai parameter pokok yakni, tipe pantai, lebar pantai, material
dasar peraian serta kedalaman perairan. Menurut Hidayat (2016), hasil penelitiannya yang
juga menyebutkan bahwa Nilai rata-rata Indeks Kesesuaian wisata di Pantai Lhoknga
sebesar 95,2% masuk pada kriteria S1 yaitu sangat sesuai. Pada umumnya kriteria tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor pembatas yang serius untuk dijadikan sebagai
kawasan wisata seperti berenang, memancing, surfing, olahraga air dan aktivitas lainnya.
Parameter yang termasuk dalam kategori Sesuai yaitu Kedalaman perairan. Pada
Gambar 7, dapat kita lihar bahwa perairan Pantai Panjang kedalaman perairannya 0-3 m.
berdasarkan matriks Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai kategori Rekreasi, suatu
perairan yang memiliki kedalaman 0-3 m termasuk dalam kategori Sangat Sesuai.
Lebar Pantai, untuk lebar pantai itu sendiri jika dilihat pada Gambar 2, perairan
Pantai Panjang memiliki nilai Lebar Pantai >15 m. Berdasarkan matriks Kesesuaian
Ekowisata Pantai suatu pantai yang memiliki nilai Lebar Pantai >15m termasuk dalam
kategori Sangat Sesuai. Menurut Rahmawati (2009) dalam Wabang dkk., (2017)
menyatakan bahwa lebar pantai berkaitan dengan luasnya lahan pantai yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas ekowisata pantai. Lebar pantai yang sangat sesuai
untuk ekowisata pantai adalah lebih dari 15 meter, sedangkan lebar pantai kurang dari 3
meter dianggap tidak sesuai untuk wisata pantai. Lebar pantai sangat mempengaruhi
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan para wisatawan, semakin lebar suatu pantai maka
semakin akan baik untuk aktvitas atau kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan dalam
melakukan aktivitasnya. Namun jika suatu pantai memiliki lebar pantai yang sangat kecil
atau dibawah baku mutu Matriks Kesesuaian yang dimiliki oleh suatu tempat ekowisata
maka dapat membuat pengunjung merasa tidak nyaman untuk melakukan aktivitas, karena

33
34

jika suatu pantai memiliki lebar pantai yang kecil, pengunjung atau wisatawan tidak dapat
melakukan kegiatan atau ativitas dengan leluasa.
Ketersediaan Air Tawar, jika dilihat pada Gambar 9, bahwa perairan Pantai
Panjang memiliki jarak Keterediaan Air Tawar >0,5km. Berdasarkan Matriks Kesesuaian
Ekowisata Pantai, jika suatu kawasan ekowisata pantai memiliki jarak air bersih (air tawar)
>0,5km sehingga termasuk dalam kategori Sangat Sesuai. Diperkuat dengan penelitian
Pratesthi dkk., (2016) yang menyebutkan bahwa Pantai Nglambor dapat dikatakan sangat
sesuai karena memiliki jarak untuk ketersediaan air tawar hanya sebesar 0,2 km atau 200
m. Ketersediaan air tawar terdapat pada penegelola fasilitas kamar mandi yang jaraknya
dekat dengan pantai.
Tipe Pantai, dan Material Dasar Perairan, jika dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 9
menyatakan bahwa perairan Pantai Panjang memiliki Tipe Pantai dan Material Dasar
Perairan Berpasir dan Pasir Berkarang. Tetapi perairan Pantai panjang lebih didominasi
oleh tipe dan substrat pasir dibandingkan dengan pasir berkarang. Berdasarkan Matriks
Kesesuaian Ekowisata Pantai, jika suatu kawasan ekowisata pantai memiliki tipe pantai
dan material pasir maka termasuk dalam kategori Sangat Sesuai. Karena Tipe pantai dan
material dasar kategori pasir lebih sesuai peruntukannya untuk kegiatan wisata daripada
pantai berlumpur maupun berkarang (Tambunan dkk., 2013).
Biota Berbahaya, jika kita lihat kembali pada Gambar 6, pada peta sebaran Biota
Berbahaya tersebut menyatakan bahwa perairan Pantai Panjang memiliki biota yang dapat
membahayakan pengunjung atau wisatawan yang berkunjung dan melakukan aktivitas di
pantai, biota yang terdapat di perairan Pantai Panjang tersebut yaitu biota jenis Ubur-Ubur.
Berdasarkan matrik Kesesuaian Ekowisata Pantai, menerangkan bahwa jika suatu perairan
memiliki biota yang dapat membahayakan wisatawan dengan jenis biota Bulu Babi dan
Ubur-Ubur maka termasuk dalam kategori Sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perairan Pantai Panjang tidak aman untk dijadikan ekowisata pantai.
Penutupan Lahan, jika kita lihat kembali pada Gambar 8 mengenai sebaran Tutupan
Lahan yang terdapat di Pantai Panjang merupakan Vegetasi dan Ekosistem Mangrove.
Tetapi pada peta sebaran tersebut menunjukkan bahwa Perairan Pantai Panjang memiliki
tutupan lahan yang didominasi oleh Vegetasi. Yang termasuk dalam kategori Vegetasi
tersebut yaitu Pohon Cemara, dan Belukar. Berdasarkan matrik Kesesuaian Ekowisata
Pantai jika suatu pantai memiliki tutupan lahan Vegetasi maka termasuk dalam kategori
Sesuai. Tutupan lahan jenis Vegetasi ini menjadi daya Tarik sendiri yang dimiliki oleh
Pantai Panjang. Menurut Chasanah dkk., (2017) yang menyatakan bahwa Pengelolaan

34
35

penutupan lahan pantai bertujuan untuk meningkatkan daya tarik wisata di kawasan pantai
dan pengelolaan yang baik akan menghasilkan kelestarian kawasan sehingga perlu
diperhatikan untuk tetap menjaga agar penutupan lahan di Pantai Panjang dapat dikelola
dengan baik.
Kecerahan Perairan, jika dilihat kembali pada Gambar 3 mengenai Peta Sebaran
Kecerahan Perairan yang menunjukkan bahwa perairan Pantai Panjang memiliki tingkat
kecerahan yang terdiri dari dua kategori, kategori cukup cerah dan keruh. Untuk kategori
cukup cerah mmiliki nilai kecerahan >50-80%, sedangkan untuk kategori keruh memiliki
nilai 20-50%. Berdasarkan Matriks Kesesuaian Ekowisata Pantai bahwa suatu pantai yang
memiliki tingkat kecerahan >50-80 termasuk dalam kategori Sesuai dan jika suatu pantai
memiliki tingkat kecerahan hanya 20-50 termasuk dalam kategori Tidak Sesuai. Tetapi jika
dilihat dari hasil pengolahan dan sesuai dengan hasil pengukuran bahwa sebaran kecerahan
perairan Pantai Panjang relative keruh. Untuk Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya
proses pengadukan sedimen yang biasanya dipengaruhi oleh kecepatan arus, gelombang
dan ombak.
Kecepatan Arus, jika dilihat dari Gambar 4 yang menunjukkan bahwa periran
Pantai Panjang mempunyai nilai kecepatan arus yang termasuk dalam dua kategori, yaitu
kategori sangat tinggi dan tidak tinggi. Tetapi pada Gambar 4 tersebut lebih menunjukkan
bahwa perairan Pantai Panjang memiliki nilai kecepatan arus yang relative tinggi. Hal
tersebut bisa disebabkan karena beberapa factor yang dapat mempengaruhinya seperti
tingginya gelombang. Sesuai hasil observasi dilapangan yang menunjukkan keadaan
perairan pantai panjang pada sat itu sangat cerah, anginnya sangat kencang, arus dan
gelombang juga sangat tinggi. Menurut Yulius dkk., (2018) Arus merupakan gerakan
mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin atau karena perbedaan
densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang (gerakan
pasang surut). Arus merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam
melakukan aktivitas wisata snorkeling dan selam.
Kedalaman, sebaran kedalaman perairan Pantai Panjang termasuk dalam kategori
sangat baik untuk dijadikan ekowisata pantai. Dapat kita lihat pada Gambar 7 tentang Peta
Sebaran Kedalaman Perairan bahwa perairan Pantai Panjang memiliki nilai kedalaman
paling rendah 0-3 m. Berdasarkan Matriks Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai suatu
pantai yang memiliki nilai kedalaman 0-3 m termasuk dalam kategori Sangat Sesuai.
Menurut Nugraha dkk., (2013) yang menyatakan bahwa kedPalam yang baik untk kegiatan
rekreasi dan berenang terdapat pada kedalaman 0-3 m.

35
36

Penilaian Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi jika diarata-


ratakan memiliki nilai IKE 3,468 dengan luasan 222,577m2. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa Kawasan Pantai Panjang sangat sesuai (cocok) untuk dijadikan kawasan ekowisata
pantai.

4.3 Peta Kesesuaian Ekowisata Pantai Kategori Olahraga Dan Berjemur


Berdasarkan hasil pengolahan secara spasial yang dapat dilihat pada Gambar 12,
bahwa Perairan Pantai Panjang terdiri dari 3 Kategori, yaitu diperoleh nilai kriteria
kesesuaian ekowisata kategori Sesuai (S1) memiliki nilai IKE 81,1% dengan luasan 92,3
m2, sedangkan untuk kategori Cukup Sesuai (S2) memiliki nilai IKE 45,8% dengan luasan
44,3m2, dan untuk kategori Tidak Sesuai (N) memiliki nilai IKE 6,2% dengan luasan
33,5m2. Parameter yang termasuk dalam kategori Sesuai (S1) yaitu Material Dasar
Perairan, berdasarkan hasil pengolahan secara spasial yang daapat kita lihat pda Gambar 5,
bahwa jenis dari material dasar dari Pantai Panjang yaitu Pasir dan Pasir Berkarang.
Menurut Matriks Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai menunjukkan baku mutu material
dasar perairan yang cocok digunakan untuk ekowisata pantai yaitu material dengan jenis
Pasir.
Lebar Pantai, jika dilihat pada Gambar 2 mengenai Peta Sebaran Lebar Pantai
menunjukkan bahwa Pantai Panjang memiliki pantai yang sangat lebar dan termasuk
dalam kategori Sesuai. Lebar pantai ini merupakan parameter yang berkaitan terhadap
seberapa luasan yang dapat dijangkau oleh pengunjung atau wisatawan untuk melakukan
raktivitas rekreasi. Tipe Pantai, Berdasarkan hasil pengolahan menunjukkan bahwa Pantai
Panjang memiliki tipe pantai berpasir dan Pasir berkarang. Tetapi tipe Pantai Panjang lebih
dominan Pasir dibandingkan pasir berkarang. Menurut Matriks Kesesuaian Kawasan
Ekowisata Pantai bahwa untuk tipe pantai Pasir termasuk dalam kategori Sesuai (S1)
edangkan Pasir berkarang termasuk dla kategori Cukup Sesuai (S2).
Parameter yang termasuk dalam kategori Cukup Sesuai (S2) yaitu Material Dasar
Perairan, Tipe Pantai dan Penutupan Lahan. Untuk penutupan lahan itu sendiri Pantai
Panjang memiliki tutupan Vegetasi dan Ekosistem Mangrove. Jika dirata-ratakan nilai
Indeks Kesesuaian Ekowisata Pantai kategori Olahraga dan Berjemur memiliki nilai IKE
44,44%. Nilai tersebut termasuk dalam kategori Cukup Sesuai (S2). Menurut Simbolon
(2017), secara umum, Pantai Romantis masih dalam tergolong kategori S2 yang artinya
sesuai untuk dijadikan ekowisata pantai. Namun nilai ini masih berada di bawah kategori

36
37

S1 yang artinya sangat sesuai. Ini membuktikan bahwa pantai ini masih memiliki banyak
sarana dan prasarana maupun parameter-parameter yang harus dibenahi dan diperbaiki.

an Ekowisata Pantai Kategsata Kategori Rekreasi

37
38

wisata Pantai Kategsata Kategori Olahraga dan Berjemur

38
39

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan secara spasial bahwa Kesesuaian Kawasan
Ekowisata Pantai kategori Rekreasi kategori memiliki nilai IKE ,875 dan memiliki luasan
lahan 144,865m2 , sedangkan untuk kategori Sesuai memiliki nilai IKE 5,25 dengan luasan
lahan 180,127 m2, untuk kategori Tidak Sesuai memiliki nilai IKE 0,75 dengan luasan
lahan 519,929 m2, dan untuk kategori Sangat Tidak Sesuai memiliki nilai IKE 0 dengan
luasan lahan 45,39 m2. Kesesuaian Kawasan Ekowisata Pantai kategori Olahraga dan
Berjemur memiliki nilai IKE kategori Sesuai (S1) 81,1% dengan luasan 92,3 m 2,
sedangkan untuk kategori Cukup Sesuai (S2) memiliki nilai IKE 45,8% dengan luasan
44,3m2, dan untuk kategori Tidak Sesuai (N) memiliki nilai IKE 6,2% dengan luasan
33,5m2

5.2 Saran
Diharapkan penelitian lanjutan terkait dengan Daya Dukung Kawasan Ekowisata
Pantai Panjang dengan mengunakan sistem informasi dan geografis agar diketahui
kemampuan suatu kawasan atau wilayah dalam menentukan jumlah maksimum
pengunjung yang dapat ditampung pada setiap area obyek ekowisata

39
40

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. 2013. Kaitan Kondisi Oseanografi dengan Kepadatan dan Keanekaragaman


Karang Lunak di Pulau Laelae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Ali, D. 2004. Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Pantai Sebagai Obyek Wisata Dan Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar LokasiWisata (Studi Kasus Di Kawasan Wisata
Pantai Kartini Jepara). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro:
Semarang

Ambodo, A.P., dan R.H. Jatmiko. 2012. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi
Sebaran Batubara Permukaan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Jurnal
Bumi Indonesia. 1(3) : 91-100.

Anugrahadi, I. 2009. Konsep Perencanaan Dan Perancanan Pengembangan Objek Wisata


Pantai Ayah Di Kabupaten Kebumen Dengan Konsep Ekowisata. Tugas Akhir.
Universitas Sebelas Maret

Apriliansyah., Dewi. P., Y. Johan., P. P. Renta. 2018. Analisis Parameter Oseanografi Dan
Lingkungan Ekowisata Pantai Di Pantai Panjang Kota Bengkulu. Jurnal Enggano.
2211-227.

Aviyana, V.D. 2016. Potensi Ekowisata Pantai Pink Dalam Rangka Konservasi Alam di
Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan. 5(2):
43-58
Bibin, M., Y. Vitner., Z. Imran. 2017. Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Wisata
Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo. Jurnal Pariwisata. 4(2) : 94-102.

Budhiawan, G., A. Indarjo., dan Suryono. 2013. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung
Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan
Kegiatan Wisata Bahari. Journal Of Marine Research. 2(4) : 4-79
Cesar H.L., L. Burke., and L. Pet-Soede. 2003. The Economic of World Wide Coral Reef
Degradation. Cesar Environmental Economic. Consulting: Arnhen (Netherlands).

Chasanah, I., P.W. Purnomo., Haeruddin. 2017. Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Jodo
Desa Sidorejo Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. 7(3) :235-243.

Destrinanda, H. 2018. Kajian Potensi Ekowisata Bahari di Pulau Pandang Kecamatan


Tanjung Tiram Provisi Sumatera Utara.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Perairan. PT


Kanisius. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB.

Fadrika, T.M., Rahmawati., dan Z.A. Harahap. 2015. Kajian Potensi Untuk Ekowisata di
Pantai Lestari Indah Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Jurnal
Aquacoastmarine. 7(2) : 1-13.

40
41

Fauzi, Y., B. Susilo., dan Z.M. Mayasari. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah
Pesisir Kota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial dan Sistem Informasi
Geografis (Sig). Forum Geografi. 23(2) : 101-111.

Farma, A., A. Hikmat., R. Soekmadi. 2018. Struktur dan Komposisi Vegetasi di Habitat
Cemara Laut (Casuarina equisetifolia L.) pada Tiga Kawasan Konservasi di Provinsi
Bengkulu. Journal of Natural Resources and Environmental Management. 9(3): 596-
607.

Ferdinandus, A.M. 2014. Studi Pengembangan Wisata Bahari untuk Meningkatkan


Kunjungan Wisatawan di Pantai Natsepa Kota Ambon Provinsi Maluku. Jurnal
Destinasi Pariwisata 2(2) : 1-12.

Halim., Halili., L.O.A. Afu. 2016. Studi Perubahan Garis Pantai dengan Pendekatan
Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia. Sapa Laut. 1(1) : 24-31

Hamuna, B., R.H.R. Tanjung., Suwito., H.K. Maury., Alianto. 2018. Kajian Kualitas Air
Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik
Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan. 16(1). 35-43.

Hasriyanti, 2013. Analisis Kelerengan Dan Jenis Butir Sedimen Dasar Perairan Untuk
Wisata Pantai di Pulau Samalona Makassar Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu
Pengetahuan Alam. 2(2) : 198-208.

Hidayah, Z. dan D.B. Wiyanto. 2013. Analisa Temporal Perubahan Luas Hutan Mangrove
di Kabupaten Sidoarjo dengan Memanfaatkan Data Citra Satelit. Jurnal Bumi Lestari.
13(2) : 318-326.

Hidayat, T., H. Sitorus., E. Budiyulianto. 2016. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Kawasan Wisata Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
Skripsi . Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Hijriati, E dan M. Riana,. 2015. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat Terhadap


Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan,
Sukabumi. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 2(3) : 146-159

Hutabarat, B., B.M. Miswar., A. Zulham. 2016. Studi Kesesuaian dan Daya Tarik Wisata
di Pantai Bosur Tapanuli Tengah Ditinjau dari Aspek Biofisik. Aquacoastmarine.
12(2) : 1-15.

Indarjo, A. 2014. Pemetaan Kawasan Ekowisata Selam di Perairan Pulau Panjang, Jepara,
Jawa Tengah. Jurnal Harpodon Borneo. 7(2) : 87-92.

Juliana., L. Sya’rani., dan M. Zainuri. 2013. Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari
di Perairan Bandengan Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis. 9(1) : 1-7.

Kurniawan, A. 2013. Analisis Kualitas Air dilihat dari Total Suspended Solid (TSS) di
Perairan Pulau Pahawang Lampung. Jurnal Praktek Laut. Universitas Sriwijaya.

41
42

Lelloltery, H., S. Pujiatmoko., C. Fandelli., M. Baiquni. 2016. Pengembangan Ekowisata


Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung Kawasan Pantai (Studi Kasus Pulau
Marsegu Kabupaten Seram Bagian Barat). Jurnal Budidaya Pertanian. 12(1) : 25-33

Lestari, R.F. 2018. Analisis Pengelolaan Ekoisata Bahari Snorkeling di Pulau


Karimunjawa berdasarkan Sistem Informasi Geografis. Publikasi Ilmiah. Fakultas
Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Mahfuz, F.D.T. 2012. Ekologi, Manfaat dan Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia. Balai
Penelitian Kehutanan Manado. Manado.

Mildawani, I., S. Diana., dan R.S. Lia. 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig)
dalam Analisis Pemanfaatan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Studi
Kasus : Kota Depok. Jurnal Elektronik. 8(1) : 1-16.

Muntasib, EKS. H., M.M. Ulfah., A. Samosir., R. Meilani. 2018. Potensi Bahaya Bagi
Keselamatan Pengunjung di Kawasan Wisata Pantai Pangandaran Kabupaten
Pangandaran Jawa Barat. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
8(1) : 15-25.

Mutiara, I., S, Agus., A, Guswarni. 2018. Potensi Pengembangan Pariwisata Pantai


Panjang Kota Bengkulu Dalam Perspektif Konservasi Lingkungan. Jurnal Penelitian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 7(2): 109-115.

Nasution, R.K., D. Bakti., dan R. Leidonald. 2015. Analisis Pengelolaan Kawasan Pesisir
Secara Terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara (Analysis Of
Integrated Coastal Management in Serdang Bedagai North Sumatra). Jurnal
Aquacoastmarine. 10(5): 1-12.

Nugraha, H. P., Indarjo, A., dan Helmi, M. 2013. Studi Kesesuaian dan Daya Dukung
Kawasan untuk Rekreasi Pantai di Pantai Panjang Kota Bengkulu. Journal of Marine
Research. 2 (2) : 130-139.

Nurandani, P., S. Subiyanto., dan B. Sasmito. 2013. Pemetaan Total Suspended Solid
(TSS) Menggunakan Citra Satelit Multi Temporal di Danau Rawa Pening Provinsi
Jawa Tengah. Jurnal Geodesi UNDIP. 2(4) : 72-84.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.

Patawari, A.M.Y. 2017. Keberlanjutan Obyek Wisata Pantai Labombo Kota Palopo.
Journal Of Sustainable Agriculture. 5(1) : 1-5

Pratama, H.F., B. Sakti. 2016. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Panjang
Bengkulu, Ditinjau Dari Perspektif Wisatawan dan Masyarakat Lokal. Jurnal
Ekombies Review. 4(2) : 169-176.

Pratesthi, P.D.A., F. Purwanti., S. Rudiyanti. 2016. Studi Kesesuaian Wisata Pantai


Nglambor Sebagai Objek Rekreasi Pantai Di Kabupaten Gunungkidul Diponegoro
Journal Of Maquares. 5(4) : 433-442

42
43

Putri, N. A. 2016. Pendugaan Potensi Biomassa Atas Tegakan Menggunakan Citra


Sentinel-2A Di Areal Kerja PT Gunung Meranti. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Raihansyah, T., I. Setiawan., T. Rizwan. 2016. Studi Perubahan Garis Pantai di Wilayah
Pesisir Perairan Ujung Blang Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1(1) : 46-54.

Rahmah, F.F. 2017. Kelimpahan Ubur-Ubur (Aurelia Aurital.) di Perairan Pantai Batu
Kalang Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Dinamika Lingkungan
Indonesia. 4(1) : 1-7.

Rajab, M.A.,A. Fahruddin., dan I. Setyobudiandi. 2013. Daya Dukung Perairan Pulau
Liukang Loe Untuk Aktivitas Ekowisata Bahari. Depik. 2(3) : 114-125.

Ramadhan, S., P. Pindi., dan , A.H. 2014. Zulham. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Kawasan Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Aquacoastmarine. 5(4) :
31-43.

Riwayatiningsih dan H. Purnaweni. 2017. Pemanfaatan Sistem Infromasi Geografi dalam


Pengembangan Pariwisata Geographic Information System Utilization in Tourism
Developement. Proceeding Biology Education Conference. 14(1) : 154-161.

Riyani, E.I. 2017. Tantangan Pengembangan Ekowisata Bahari di Pulau Pisang Pesisir
Barat Lampung. Jurnal Ekombis Review. 5(1): 16-24.

Sanam, S.R dan I.M. Adikampana. 2014. Pengembangan Potensi Wisata Pantai Lasiana
sebagai Pariwisata Berkelanjutan Di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Destinasi Pariwisata. 2(1): 11-23.

Saputra, B.D dan Khodijah. 2015. Kesesuaian Perairan Kawal Sebagai Kawasan Wisata
Pantai di Kabupaten Bintan. Tugas Akhir . Manajemen Sumberdaya Perairan :
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UMRAH.
Saputro, A.D. 2015. Kajian Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Citra Landsat
Multitemporal Tahun 2002 dan 2013 di Wilayah Pesisir Kabupaten Purworejo.
Thesis. Fakultas Ilmu Sosial.
Saraswati, N.LG.R.A., Yulius., A. Rustam. 2017. Kajian Kualitas Air Untuk Wisata Bahari
Di Pesisir Kecamatan Moyo Hilir Dan Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa. Jurnal
Segara. 13(1) : 37-47.s

Sari, T.E Dan Usman, 2012. Studi Parameter Fisika Dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan
Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Jurnal Perikanan
dan Kelautan. 17(1) : 88-100.

Satria, D. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal dalam


Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal Of
Indonesian Applied Economics. 3(1) : 37-47.

43
44

Simbolon, G.R.R., I. E. Susetya., A. Fadhillah. 2017. Analisis Kesesuaian Dan Daya


Dukung Kawasan Wisata Pantairomantis (Romance Bay) Didesa Sei Nagalawan
kecamatan Perbaungan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Aquacoastmarine. 5(4) : 1-
10.

Sumardiono. 1999. Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah


Pesisir di Indonesia. Globe. 1(2): 83-87.

Suniada, K.I. 2015. Deteksi Perubahan Garis Pantai di Kabupaten Jembrana, Bali dengan
menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Jurnal Kelautan Nasional. 10(1): 13-19.

Sutrino, E. 2014. Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis Pengelolaan


Wilayah Pesisir secara Terpadu untuk Kesejahteraan Nelayan (Studi di Pedesaan
Nelayan Cangkol Kelurahan Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota
Cirebon). Jurnal Dinamika Hukum. 14(1): 1-12.

Tahir., A.D. Bengen., dan S.B. Susilo. 2002. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan
Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan, Jurnal Pesisir & Lautan. 4
(3): 1-16.

Tanto, T.A., A. Putra., S. Husrin., K. Ondara., Ilham. 2018. Kajian Kesesuaian Dan Daya
Dukung Pulau Sirandah untuk Mendukung Wisata Kepulauan di Kota Padang. Jurnal
Kelautan Nasional. 13(1) : 1-13.

Thalib, M.S. 2017. Klasifikasi Tutupan Lamun Menggunakan Data Citra Sentinel-2a di
Pulau Bontosua, Kepulauan Spermonde. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar

Tambunan, J.M.., S. Anggoro., H. Purnaweni. 2013. Kajian Kualitas Lingkungan Dan


Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka. Prosiding Seminar
Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.

Widiatmaka., S. Hardjowigeno. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata


Guna Lahan. Gadjahmada University Press.

Yanuar, V. 2017. Ekowisata Berbasis Masyarakat Wisata Alam Pantai Kubu. Ziraa’ah.
42(3) : 183-192.

Yulisa, E.N., Y. Johan., dan D. Hartono. 2016. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai Laguna Desa Merpas Kabupaten Kaur.
Jurnal Enggano. 1(1) : 97-111.

Yulius, H.L. Salim., M. Ramadhani., T. Arifin., dan D. Purbani. 2013. Aplikasi Sistem
Informasi Geografis dalam Penentuan Kawasan Wisata Bahari di Pulau Wangiwangi,
Kabupaten Wakatobi. Globe. 15(2) : 129-136

Yustiabel, H., Irwani., P. Subardjo. 2014. Studi Kesesuaian Wisata Pantai Parangtritis
Sebagai Rekreasi Pantai Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Journal Of Marine Research.
3(4) : 559-565.

44
45

Yustishar, M., I. Pratikto., Koesoemadji. 2012. Tinjauan Parameter Fisik Pantai Mangkang
Kulon untuk Kesesuaian Pariwisata Pantai di Kota Semarang. Journal of Marine
Research. 1(2) : 8-16.

Zamdial., H. Dede., B. Deddy., Nofridiansyah, E. 2018. Studi Identifikasi Kerusakan


Wilayah Pesisir Di Kota Bengkulu. Jurnal Enggano. 3(1) : 65-80.

45

Anda mungkin juga menyukai