Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

‘’HAK ASASI ALAM ‘’

OLEH

Nama : Haryanto (E2A0160


Meriana (E2A016042)
Dosen Pengampu :

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama berabat-abat lamanya yang telah berlalu, manusia berpandangan secara
antroposentrisme, yang menganggap bahwa dirinyalah yang mempunyai hak atas
makluk hidup lain di muka bumi. Namun ketika kita menerima bahwa komunitas biotis
dan ekologis sebagai sebuah komunitas moral seperti di klaim oleh biosentrisme dan
ekosentrisme, muncul pertanyaan dengan demikian apakah alam mempunyai hak seperti
yang selama ini di miliki oleh manusia. Begitu juga atas jawaban pertanyaan ini juga
tidak saja membentuk cara pandang tertentu tentang alam dan relasi manusia tentang
alam, tetapi juga membentuk prilaku tertentu tehadap alam.
Hak asasi selama ini dipandang hanya berlaku bagi manusia sehingga menjadi
aneh ketika ada yang menyatakan atau mengklem bahwasanya alam, binatang dan
tumbuh-tumbuhan pada umumnya di pandang mempunyai hak yang harus di hargai dan
di jamin. Hanya saja, berbeda dengan manusia, alam sendiri tidak mengklaim hak
asasinya tidak mempertahankannya bila di langgar dan tak menuntut pihak lain untuk
menghormatinya. Klaim mengenai hak asasi selalu mengandalkan adanya kewajiban
pemilik hak asasi tersebut untuk menghargai hak asasi yang lain cara seimbang dan
mengandung pengertian dan resiprositas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Alam
Alam mempunyai hak yang harus di hormati. Sedangkan manusia merupakan
makhluk yang sangat bergantung pada alam ( lingkungan bioti dan abiotik ), sehingga
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih selaras, manusia harus mengakui hak asasi
alam. Mungkin saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengakui hak asasi alam.
Kondisi ini mengibaratkan alam adalah budak dan manusia majikan. Di zaman dahulu,
budak adalah golongan manusia yang tidak mempunyai hak sama sekali, sedangkan
majikan adalah golongan yang mempunyai hak, bahkan hak istimewa.
Aldo Leopold telah memulai upaya untuk merintis perluasan ketiga dari etika.
Semua etika dipahami hanya berlaku untuk manusia bebas, bahkan lebih sempit lagi
untuk manusia laki-laki yang bebas. Etika tidak berlaku bagi budak, apalagi budak
perempuan. Karena sebagian barang milik majikan, budak tidak dapat menuntut
perlakuan balik dari majikan, dan kalupun yang ada hanya kebaikan hati majikan. Dari
etika fase pertama ini, sejarah umat manusia menunjukkan bahwa manusia kemudia
menyadari bahwa etika seperti itu sangat keliru. Manusia mulai menyadari bahwa
semua manusia mempunyai hak dan martabat yang sama dan sama-sama orang bebas.
Sejalan dengan penghapusan budah dan dianggap sebagai sebuah praktik yang tidak
manusiawi dan tidak bermoral, muncul kesadaran bahwa semua orang sama setatus
moralnya, sehingga harus di perlakukan sama secara moral.
Leopold, dan semua penganut etika lingkungan biosentrisme dan ekosen- trisme
meneruskan perluasan yang sama untuk mencapai perluasan etika tahap berikutnya
mencakup komunitas biotis dan ekologis. Dengan perluasan ini etika tidak hanya
dipahami berlaku bagi komunitas manusia, melainkan juga bagi komunitas biotis dan
ekologis seluruhnya. Hal ini bersinergi dengan apa yang di katakan oleh Singer, demi
konsistensi argumentasi dan perlakuan moral, mau atau tidak mau harus di terima
bahwa semua makluk hidup mempunyai hak asasi.
Alam, khususnya makluk hidup selain manusia tidak bisa di katagorikan sebagai
pelaku moral. Akan tetapi, makluk hidup dalam arti luas sebagaimana dipahami Naess
dan DE adalah subjek moral yang menuntun kewajiban dan tanggung jawab tertentu
dari pelaku moral, dalam hal ini manusia yang mampu menggunakan kemampuan
moralnya. Atas dasar ini dapat dikatakan sebagai subjek moral, semua makluk hidup
tanpa terkecuali mempunyai hak asasi untuk di hargai dan dijami oleh pelaku moral.
Konsep dan klaim mengenai hak asasi selalu mengandaikan adanya kewajiban
pemilik hak asasi tersebut untuk menghargai hak asasi pihak lain secara seimbang
dengan tuntutan agar haknya dihargai oleh pihak lain. Hak asasi selalu mengandung
pengertian resiprositas, relasi timbal balik untuk menghargai pihak masing-masing
sebanding dengan tututan agar haknya dihargai oleh pihak lain.
Terhadap argumen tersebut muncul argumen bahwa argumen ini tidak bisa
dipertahankan, karna konsep dan klaim terhadap hak asasi mengandaikan beberapa
hal. Pertama, si subjek itu sendiri secara sadar mengklaim itu dan mempertahankannya
dari pelanggaran oleh pihak lain. Ia sendiri harus secara sadar, mempertahankan
sekaligus menuntun agar pihak lain menghormatinya. Ini jelas tidak terpenuhi untuk
makluk hidup di liar manusia, karna mereka sendiri tidak mengklaimnnya, tidak
mempertahankan, apalagi tidak menuntuk pihak lain untuk menghormatinya. Terhadap
argumen itu pula bahwa kalau di anut secara konsisten, maka bayi, orang gila, dan
orang cacat mental tidak di akui memiliki hak asasi. Demikian pula pasien yang sakit
parah apalagi dalam keadaan koma, dengan sendirinya kehilangan hak asasi.
Dengan kondisi seperti ini maka kita akan beralih menjadi konsisten betapa
absurdnya hidup ini, karna konsekuensinya sangat dahsyat. Aborsi tetap diterima
sebagai hal yang benar sebagai moral paling tidak amoral. Eutnasia terhadap pasien
yang sakit parah, apalagi koma, akan diterima sebagai benar secara moral. Oranggila
dan cacat mental bisa saja dihabisi.
Menurut james A. Nash, salah satu argumen moral mengenai adanya hak asasi
alam adalah konsep mengenai conatus essendi sebagaimana ditemukan pada buruh
sepinoza. Ini adalah kecenderungan dan dorongan alamiah untuk bertahan hidup.
 Menurut Paul Taylor, kita juga dapat membedakan antara hak legal dan hak
moral. Hak legal adalah hak yang diberikan di akui dan di sahkan oleh hukum suatu
negara. Ini berarti pihak tertentu mempunyai hak kalau yang di klaim sebagai hak tadi
di akui dan di sahkan dalam hukum. Ia juga berpendapat tidak mengakui adanya hak
moral ini pada binatang. Ini terutama didasarkan pada pemahaman  tradisional
mengenai hak asasi, yang memang hanya dimiliki oleh manusia.
Dengan membedakan dua macam hal ini, Paul Teylor mengakui dan menerima
bahwa binatang dan tumbuhan mempunyai hak legal, sejauh negara tertentu
mengeluarkan peraturan undang-undang untuk mengakui dan dan melindungi hak legal
dari binatang dan tumbuhan.
Sebaliknya Paul Teylor tidak menerima kalau makluk hidup diluar manusia
seperti binatang dan tumbuhan memiliki hak moral. Ini berarti, karena hak moral
dipahami dalam pengertian tradisional sebagai hak asasi manusia, maka Paul Teylor,
seperti kebanyakan filsuf lain, menolak bahwa binatang dan tumbuhan atau alam
seluruhnya mempunyai hak asasi.
Alasan utama Taylor adalah apakah yang dipahami dan yang ingin di lindungi
dengan konsep hak asasi alam, sesungguhnya telah dan di penuhi dengan prinsip homat
terhadap alam, yang menurutnya merupakan prinsip utama dalam relasi manusia dengan
alam. Hormat terhadap alam sudah cukup mengakomodasi tujuan pengakuan terhadap
hak alam tadi, seandainya sikap hormat tadi benar-benar dilakukan. Jadi cukup
dikembangkan sikap hormat terhadap alam tanpa perlu ada pengakuan terhadap hak
asasi alam. Terhadap argumen taylor tersebut kita dapat mengajukan keberatan atau
sanggahan sebagai berikut.Pertama, untuk mempunyai sikap hormat terhadap alam,
harus terlebih dahulu diakui dan di terima bahwa alam mempunyai hak asasi. Kalau
tidak atas dasar apa kita menghormati alam ? alam dihormati karna alam mempunyai
hak asasi. Tanpa itu, sulit untuk menerima bahwa alam mempunya hak untuk di hargai
dan di lindungi.
Kedua, mengapa harus lari dan menekan persoalan logis dan bukan persoalan
normatif ? bahkan, kalau kita mau memasuki argumentasi logis kita harus konsisten.
Masalahnya ada inkonsistensi di dalam argumen sebagaimana di kemukakan Taylor.
Karna binatang dan tumbuhan termasuk juga dalam komunitas dalam pelaku moral,
maka masuk akal apabila binatang dan tumbuhan mempunyai hak asasi. Mengapa anak-
anak, orang gila, dan orang-orang cacat mental harus tetap di akaui mempunyai hak
asasi. Seharusnya Argumen seperti ini harus konsisten dan mengikutsertakan dengan
komponen biologis dan ekologis untuk bisa di akaui memiliki hak asasi.
2.2 Macam- macam hak asasi alam
            Dengan mempertahankan argumen bahwa alam mempunyai hak asasi, kita perlu
melangkah lebih jauh untuk melihat apa yang bisa dirima sebagai hak asasi alam itu.
Untuk itu kita perlu terlebih dahulu melihat hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia,
untuk kemudia kita dapat melihat sejauh mana kita dapat menarik sebuah paralelisme
antara hak asasi manusia dan hak aasi alam.
Perlu diperjelaskan dalam hal ini bahwa yang dimaksud dengan hak asasi adalah
klaim atas yang dimiliki dan di kuasai sejak awal mula, yaitu sejak adanya entitas. Jadi
hak asasi manusia adalah hak manusia yang dimiliki sejak lahir. Demikian pula pola
makluk hidup lainnya, sejauh mana menerima bahwa mereka memiliki hak asasi, itu
berarti hak tersebut dimiliki sejak mereka lahir, tumbuh dan ada di dalam alam semesta
ini. Ini berarti hak tersebut tidak diberikan sehingga tidak boleh dirampas atau di
tiadakan oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah (negara). Tidak ada pihak  lain,
termasuk negara, yang boleh merampas hak asasi itu. Sejauh ini , diterima umum secara
filosofi bahwa manusia mempunyai dua hak asasi dan masih ditambah lagi dengan hak
asasi antifisial. Kedua hak itu adalah hak hidup dan hak atas kebebasan.
Sebagai suatu hak asaasi manusia, hak atas hidup sudah lama di akui dan di
terima sebagai sebuah konsep universal, kusunya para penganut hukum teori kodrat.
Termasuk hak atas hidup merupakan hak atas tubuh, yang karna itu tidak saja
pembunuh dan pembantai, manusia dilarang secara moral. Lebih dari itu, penyiksaan
fisik, penindasan dan penindasan orang juga di larang secara moral. Semua tindakan itu
di anggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia terhadap kehidupannya.
Konsep hak asasi manusia atas hidup ini kemudia dikembangkan lebih lanjut
oleh John locke dan Adam semit. Bagi John locke, manusia bukan saja memiliki atas
hak sasasi atas kehidupan melainkan juga atas hak kebebasan, dan john menambahkan
hak manusia atas hak asasi pribadi. Akan tetapai, hak atas milik pribadi sebenarnya
lebih tepat disebut sebagai hak asasi artifisial, dan hak ini tidak dimiliki oleh manusia
sejak lahir melainkan dimiliki oleh manusia setelah dia berusaha dengan tubuh.
Dalam perspektif biosentrisme, pertanyaan yang sangat mendasar adalah atas
dasar apa kita menganggap kehidupan manusia lebih penting daripada kehidupan
makluk hidup lainnya. Kalau yang di pandang adalah kehidupan, maka hak atas
kehidupan atas semua makluk mempunyai bobot moral yang sama. Manusia, salah satu
dari makluk lainnya, sebenarnya kehidupan manusia sama dengan makluk hidup
lainnya.
Terdapat beberapa prinsip etika lingkungan, yaitu   Sikap hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta
seluruhny dan   Prinsip tanggung jawab bukan saja bersifat individu melainkan juga
kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan
tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Alam mempunyai hak yang harus di hormati. Sedangkan manusia merupakan
makhluk yang sangat bergantung pada alam ( lingkungan bioti dan abiotik ), sehingga
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih selaras, manusia harus mengakui hak asasi
alam.

Anda mungkin juga menyukai