Anda di halaman 1dari 11

BATASAN PENELATARAN RUMAH TANGGA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA DAN HUKUM PERKAWINAN INDONESIA
OLEH :

Andrie Irawan, SH., MH


Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
Email: andrie@ucy.ac.id atau andrie.ir@gmail.com

ABSTRAK

Masih banyaknya perbedaan pendapat tentang tindak pidana penelantaran rumah


tangga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga hal ini berakibat banyak korban yang ragu dan kebingungan
ketika korban bermaksud melaporkan terjadinya tindak pidana tersebut. Tulisan ini
akan berusaha untuk mengurai batasan-batasan penelantaran rumah tangga dari
perspektif hukum kekerasan dalam rumah tangga dan hukum perkawinan di Indonesia,
selain itu patut dipahami juga tindak pidana KDRT adalah penerapan hukum yang lex
specialis sehingga penanganannya juga harus khusus serta patut juga diingat bahwa
pelaku maupun korban dapat dilakukan oleh suami ataupun istri jadi tidak hanya
sebatas satu pihak saja, karena batasan sudah jelas bahwa kekerasan dalam rumah
tangga terjadi dalam lingkup rumah tangga atau perkawinan yang sah sesuai hukum
agama dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kesimpulan dari tulisan
ini secara garis besar Penelataran rumah tangga dalam UU PKDRT merupakan
bentuk kekerasan ekonomi yang batasan selain pemenuhan unsur sebagaiaman yang
dimaksud dalam Pasal 9 Jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, tetapi juga harus mensyaratkan
timbulnya akibat dari perbuatan menelantarkan tersebut yakni adanya korban yang
tergantung secara ekonomi kepada pelaku dan berakibat korban menjadi “terlantar”.

Kata Kunci: Penelantaran Rumah Tangga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

A. PENDAHULUAN tentang Penghapusan Kekerasan dalam


Tindak pidana kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai bentuk dari lex
rumah tangga merupakan salah satu specialis, Indonesia juga telah
bentuk dari tindak pidana khusus, meratifikasi Konvensi Penghapusam
dikarenakan tindak pidana kekerasan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
dalam rumah tangga adalah perbuatan Perempuan yang diundangakan dalam
pelanggaran hukum pidana yang terjadi Undang-Undang Nomor 8 tahun 1984.
di ranah privat dalam hal ini terjadi di Merujuk kepada konvensi yang
dalam lembaga perkawinan yang sah dimaksud atau dikenal lebih lanjut
sehingga banyak pihak yang tidak dengan Konvensi Perempuan,
mengetahui jika terjadi kekerasan, Kekerasan dalam Rumah Tangga atau
selain itu secara yuridis disamping domestic violence adalah salah satu
memang sudah ada undang-undang bentuk kekerasan terhadap perempuan
khusus yaitu Undang-Undang Republik yang sering terjadi namun jarang
Indonesia Nomor 23 tahun 2004 teungkap dengan berbagai macam

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 100


faktor, sehingga dikarenakan KUHP menelantarkan anggota keluarga. 2
Indonesia sendiri belum terlalu khusus Namun memang masih banyak pihak
mengatur tentang pelanggaran pidanan yang berpendapat beda dengan
untuk KDRT maka lahirlah UU memperluas makna dari penelantaran
PKDRT. rumah tangga, sehingga tulisan kali ini
Keberadaan UU PKDRT akan mencoba mengurainya dari
bertujuan untuk melindungi hak-hak perspektif hukum kekerasan dalam
anggota keluarga dari kekerasan yang rumah tangga itu sendiri dan hukum
mungkin dan akan terjadi di dalam perkawinan Indonesia.
rumah tangga, selain itu keberadaan
undang-undang ini juga bertujuan B. PEMBAHASAN
untuk menjaga keutuhan dan 1. KDRT dalam Lembaga
keharmonisan keluarga dimana hal Perkawinan
yang terpenting untuk menjaga Membahas tentang KDRT tidak
kerukunan dan keutuhan dari sebuah lepas dari melihat keberadaan KDRT
keluarga adalah bagaimana orang yang itu sendiri yang ada dan terjadi di
ada dalam keluarga tersebut dapat lembaga perkawinan. Indonesia
menjaga kualitas pengendalian dirinya memaknai perkawinan tidak hanya
terutama emosi yang dapat urusan privat tetapi juga urusan publik,
memunculkan bibit kekerasan jika karena pemerintah ikut campur mulai
terlalu dikeluarkan secara berlebihan. dari pra perkawinan, di dalam
Bentuk-bentuk KDRT yang diatur perkawinan sampai dengan pasca
dalam UU PKDRT ada berupa perkawinan dengan diundangkannya
kekerasan fisik, kekerasan psikis, Undang-Undang Republik Indonesia
kekerasan seksual dan penelantaran Nomor 1 tahun 1974 tentang
rumah tangga. 1 Penelantaran Rumah Perkawinan. Undang-Undang
tangga salah satu bentuk KDRT yang Perkawinan mendefinisikan
tidak sedikit banyak pihak menafsirkan Perkawinan adalah ikatan lahir batin
berbeda dikarenakan antara seorang pria dan seorang wanita
pengembangannya terlalu luas, padahal sebagai suami istri dengan tujuan
di dalam UU PKDRT sendiri, membentuk keluarga atau rumah
penelataran rumah tangga sudah tangga yang bahagia dan kekal
diberikan batasan yang tegas yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
penelantaran yang di lakukan dalam Esa (Pasal 1) dan perkawinan yang sah
lingkup rumah tanggaberupa setiap di dalam sistem hukum Indonesia
perbuatan yang adalah perkawinan yang berlangsung
membatasi orang (perempuan) untuk sesuai dengan ajaran agama atau
bekerja di dalam atau di luar rumah kepercayaan para mempelai dan
yang menghasilkan uang dan atau dicatatkan sesuai dengan peraturan
barang; atau membiarkan korban
bekerja untuk di eksploitasi; atau

2
Kekerasan berdimensi finansial, seperti
mengambil uang korban, menahan atau tidak
1
Sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 memberikan pemenuhuan kebutuhan finansial
Undang-Undang Republik Nomor 23 Tahun dan sebagainya sebagaimana dalam Luhulima,
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Achie ed. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk
Rumah Tangga dengan penjelesan lebih lanjut Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
bentuk-bentuk KDRT pada Pasal 6 (kekerasan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Kelompok
fisik), Pasal 7 (kekerasan psikis), Pasal 8 Kerja “Convention Wacth” Pusat Kajian
(kekerasan seksual) dan Pasal 9 (penelantaran Wanita dan Jender Universitas Indonesia, hal.
rumah tangga). 11.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 101


yang berlaku, 3 sehingga ketika ada dari adanya ikatan perkawinan itu
praktek perkawinan yang tidak sesuai untuk mendapatkan haknya.5
dengan ketentuan perundang-undangan Patut diingat bahwa keabsaahan
namun terjadi di masyarakat dapat dari suatu perkawinan tidak hanya
dikatakan dan dianggap tidak pernah sebatas dari pencatatan perkawinan
menikah atau jika ingin diperhalus semata, karena pencatatan perkawinan
tidak memiliki kekuatan hukum yang yang kemudian berupa sebuah
sah sehingga tidak memunculkan dokumen resmi yang digunakan
hubungan hukum dalam ikatan yang sebagai bukti telah terjadi perkawinan.
dimaksud. Perkawinan sah jika syarat-syarat
Pencatatan perkawinan yang resmi perkawinan terpenuhi sebagaimana
dan tentunya karena kesepakatan serta yang dimaksud di dalam peraturan
keikhlasan dari kedua mempelai sangat perundang-undangan yang berlaku
penting untuk perlindungan hukum serta aturan agama dan kepercayaannya
bagi suami maupun istri, karena masing-masing. Hal ini menjadi
perkawinan tidak mungkin terjadi dan penting dan perlu dijelaskan, karena
tidak diperbolehkan karena terpaksa jika ada syarat-syarat maupun rukun
ataupun ada unsur penipuan. kawin yang dilanggar dalam proses
Pencatatan Perkawinan dapat dikatakan perkawinan di Indonesia dan tunduk
bahwa perkawinan itu bertujuan untuk kepada hukum Indonesia, maka
menjadikan peristiwa perkawinan itu perkawinan tersebut dapat dibatalkan
menjadi jelas, baik bagi yag yang berdampak dianggap tidak pernah
bersangkutan maupun bagi orang lain terjadi perkawinan atau dampak hukum
dan masyarakat, karena dapat dibaca lainnya.6
dalam suatu surat yang bersifat resmi Melihat tentang KDRT tentunya
dan termuat pula dalam suatu daftar batasannya sudah sangat jelas dan tegas,
yang khusus disediakan untuk dimana secara definisi Kekerasan
itu,sehingga sewaktu-aktu dapat dalam Rumah Tangga adalah setiap
dipergunakan dimana perlu,terutama perbuatan terhadap seseorang terutama
sebagai suatu alat-bukti tertulis yang perempuan, yang berakibat timbulnya
otentik. Adanya surat bukti itu dapatlah kesengsaraan atau penderitaan secara
dibenarkan atau dicegah suatu fisik, seksual, psikologis, dan/atau
perbuatan yang lain.4 penelantaran rumah tangga termasuk
Selain itu, pencatatan perkawinan ancaman untuk melakukan perbuatan,
merupakan upaya untuk menjaga pemaksaan, atau perampasan
kesucian (mitsaqan galidzan) aspek kemerdekaan secara melawan hukum
hukum yang timbul dari perkawinan. dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
Realisasi dari pencatatan itu, Undang-Undang PKDRT). Adapun
melahirkan Akta Nikah yang ruang lingkup dari KDRT diberikan
masing-masing salinannya dimiliki batasan tegas di dalam Pasal 2
oleh isteri dan suami. Akta tersebut, Undang-Undang PKDRT yang terdiri
dapat digunakan oleh masing-masing dari suami, istri, anak, orang lain yang
pihak bila ada yang merasa dirugikan tinggal serumah dan menetap karena
hubungan darah, perkawinan,

3 5
Lihat lebih lanjut Pasal 2 ayat (1) dan (2) Zainudin Ali, 2006, Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hal.
tahun 1974 tentang Perkawinan. 23.
4 6
K. Wantjik Saleh, 1976, Hukum Lihat lebih lanjut Pasal 22 sampai dengan
Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia
Indonesia, hal.17. Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 102


persusuan, pengasuhan, dan perwalian, dijelaskan dalam Pasal 3 dan 4 UU
serta orang yang bekerja di rumah PKDRT yang secara umum dinyatakan
tangga dan menetap serumah. Konteks bertujuan untuk melindungi hak-hak
ruang lingku tersebut jika dijabarkan anggota keluarga (suami, istri, anak dan
lebih lanjut, menekankan kepada rumah orang yang lain yang tinggal serumah
tangga dalam bentuk keluarga inti karena hubungan darah, perkawinan
(nuclear family) terdiri atas seorang dan yang bekerja dan menetap di rumah)
suami, seorang istri, dan anak, dari kekerasan yang mungkin dan akan
melainkan juga rumah tangga yang terjadi di dalam rumah tangga tersebut,
terdiri dari anggota-anggota keluarga Selain itu keberadaan
yang lain seperti mertua, ipar, dan undang-undang ini juga bertujuan
sanak saudara atas dasar pertalian darah untuk menjaga keutuhan dan
maupun perkawinan dengan suami-istri keharmonisan keluarga bukan
bersangkutan. 7 Selain itu, rumah bertujuan untuk menghancurkan biduk
tangga dalam kehidupan modern di rumah tangga, dimana hal yang
perkotaan umumnya diramaikan lagi terpenting untuk menjaga kerukunan
dengan kehadiran orang lain yang dan keutuhan dari sebuah keluarga
berperan sebagai pekerja rumah tangga adalah bagaimana orang yang ada
yang dapat berasal dari kerabat atau dalam keluarga tersebut dapat menjaga
keluarga pasangan suami-istri kualitas pengendalian dirinya terutama
bersangkutan dan bisa pula orang luar.8 emosi yang dapat memunculkan bibit
Sehingga kembali diingatkan kekerasan jika terlalu dikeluarkan
bahwa Kekerasan dalam Rumah secara berlebihan.
Tangga sangat terbatas ruang
lingkupnya yang terjadi di rumah C. Penelantaran Rumah Tangga
tangga baik dalam lingkup keluarga inti Merupakan Salah Satu KDRT
dari perkawinan yang sah menurut Penelantaran berasal kata
aturan hukum atau orang lain yang “terlantar” yang dimaknai beberapa hal
tinggal serumah dan menetap karena yaitu: terletak tidak terpelihara, serba
dasar pertalian darah maupun ketidak cukupan, hidupnya tidak
perkawinan yang sah serta orang yang terpelihara, tidak terawat, tidak terurus,
bekerja di dalam rumah tangga dan tidak ada yang mengurusnya,
tinggal menetap. terbengkalai. Kata kerja
“menelantarkan” yaitu membuat
2. Tujuan Keberadaan UU terlantar, membiarkan terlantar,
PKDRT sedangkan penelantaran adalah proses
Tujuan utama lahirnya UU atau cara perbuatan menelantarkan”.9
PKDRT adalah untuk menjaga marwah Menurut Pasal 9 Undang-Undang
dari perkawinan itu sendiri, sehingga Nomor 23 Tahun 2004 tentang
ketika terjadi kekerasan dalam rumah Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
tangga, pendekatan penyelesaian Tangga (PKDRT). Penelantaran
melalui pemidanaan adalah upaya Rumah Tangga atau Penelantaran
terakhir bukan upaya yang awal Ekonomi atau Kekerasan Ekonomi
(ultimum remidium). Sebagaimana yaitu Perbuatan seseorang yang
menurut hukum atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib
7
Sabungan Sibrani, “Prospek Penegakan
Hukum Undang-Undang Penghapusan memberikan kehidupan, perawatan,
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU atau pemeliharaan kepada orang
PKDRT)”, Jurnal Hak Asasi Manusia Vol. 7 No.
1, Juli 2016, hal. 4.
8 9
Ibid., Cek lebih lanjut di www.kbbi.web.id

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 103


tersebut mengakibatkan melihat pembatasan yang dimaksud
ketergantungan ekonomi dengan cara dalam Hukum Perkawinan yang
membatasi dan/atau melarang untuk berlaku di Indonesia terutama dalam
bekerja yang layak di dalam atau di tulisan ini berkenaan dengan Hukum
luar rumah sehingga korban berada di Perkawinan Islam yaitu:
bawah kendali orang tersebut. a) Tidak memberikan Kehidupan
Konteks utama dalam ketentuan Kepada Keluarga
pasal tersebut harus dipahami ada frase Salah satu syarat untuk dapat
“..menurut hukum atau karena dikatakan sebagai tindak pidana
persetujuan atau perjanjian ia wajib...” penelantaran rumah tangga adalah tidak
dimana dalam frase ini dimaknai harus memberikan kehidupan kepada keluarga,
ada sebuah perikatan 10 berupa di dalam UU PKDRT secara terperinci
perkawinan yang menjadikan tidak dijelasakan namun secara umum
timbulnya kewajiban untuk tidak dipahami konteksnya ini adalah tidak
menelantarkan rumah tangga atau tidak memberikan nafkah kepada istri maupun
melakukan kekerasan ekonomi. anak.
Perkawinan di Indonesia merupakan Secara singkat ketika membahas
salah satu perikatan yang lahir tidak tentang nafkah, perlu dipahami bahwa
sebatas karena adanya persetujuan Kata nafkah berasal dari Infak yang
tetapi juga diatur oleh undang-undang11 artinya mengeluarkan dan kata ini tidak
Kategori penelantaran rumah digunakan selain untuk hal-hal
tangga sebagaimana diatur Pasal 9 Jo. kebaikan. Bentuk jamak dari kata
Pasal 49 UU PKDRT secara tegas nafkah adalah nafaqaat yang secara
dalam pembagian unsurnya dijelaskan bahasa artinya sesuatu yang diinfakkan
sebagai berikut: atau dikeluarkan oleh sesorang untuk
1. Tidak memberikan kehidupan keperluan keluarga. Dan sebenarnya
yang dipahami sebagai tidak nafkah itu berupa dirham, dinar, atau
memberikan nafkah secara mata uang yang lainnya. Adapun
ekonomi nafkah menurut syara’ adalah
2. Tidak memberikan perawatan atau kecukupan yang diberikan seseorang
pemeliharaan rumah tangga dalam hal makanan, pakaian, dan
3. Penelantaran yang mengakibatkan tempat tinggal. Akan tetapi, umumnya
ketergantungan ekonomi dengan nafkah itu hanyalah makanan.
cara membatasi dan/atau melarang Termasuk dalam arti makanan adalah
untuk bekerja. roti, lauk, dan minuman. Sedangkan,
Adapun batasan penelantaran dalam hal pakaian ketentuannya bisa
dalam rumah tangga menurut Pasal 9 Jo. dipakai untuk menutupi aurat,
Pasal 49 UU PKDRT juga perlu sedangkan tempat tinggal termasuk di
dalamnya rumah, perhiasan, minyak,
alat pembersih, perabot rumah tangga,
10
Perikatan adalah hubungan hukum dan lain-lainnya sesuai adat dan
antara dua pihak dalam lapangan harta kebiasaan umum.12
kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas
Kamus bahasa Indonesia
prestasi dan pihak lain berkewajiban
melaksanakan prestasi. Perikatan lahir karena menjelaskan maksud dari memberikan
persetujuan tau karena perundang-undangan kehidupan adalah memberikan nafkah
(Pasal 1233 KUH Perdata) dan prestasi berupa kepada anggota keluarga, yang
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dimaksud dengan nafkah adalah belanja
atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234
KUH Perdata).
11 12
Lihat lebih lanjut Pasal 1 dan 2 Wahbah Az- Zuhaili, 2011, Fiqih Islam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Wa Adillatuhu, (jilid 10)¸ Jakarta, Gema Insani,
Perkawinan. hal. 94.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 104


untuk hidup, uang pendapatan, selain memberi nafkah dari harta yang
itu juga berarti bekal hidup sehari-hari. diberikan Allah kepadanyaa. Allah
Dalam hal ini nafkah adalah nafkah tidak memikulkan beban kepada
dalam suatu perkawinan, yaitu uang seseorang melainkan (sekedar) apa
yang diberikan oleh suami untuk yang Allah berikan kepadanya. Allah
belanja hidup keluarganya.13 kelak akan memberikan kelapangan
Kewajiban memberi nafkah sesudah kesempitan.
terutama dalam hal penghidupan secara Ada dua macam nafkah yaitu:14
ekonomi diatur tegas dalam Pasal 34 1. Nafkah yang wajib dikeluarkan
ayat (1) UU Perkawinan: Suami wajib oleh seseorang untuk dirinya
melindungi isterinya dan memberikan sendiri jika memang mampu.
segala sesuatu keperluan hidup Nafkah ini harus didahulukan
berumah tangga sesuai dengan daripada nafkah untuk orang lain.
kemampuannya dan ayat (2) Isteri 2. Nafkah yang wajib atas diri
wajib mengatur urusan rumah-tangga seseorang untuk orang lain. Sebab
sebaik-baiknya. Sedangkan dalam jadikan nafkah ini wajib ada tiga,
ketentuan Pasal 80 ayat (4) KHI yaitu sebab nikah, hubungan
berkenaan dengan kewajiban suami: kekerabatan, hak kepemilikan.
1. nafkah, kiswah dan tempat Selain itu wajibnya nafkah untuk
kediaman bagi isteri; kerabat dekat harus dengan tiga syarat,
2. biaya rumah tangga, biaya yaitu:15
perawatan dan biaya pengobatan Pertama, kerabat dekatnya itu
bagi isteri dan anak; miskin, tidak punya harta, dan tidak
3. biaya pendidikan bagi anak. punya kekuatan untuk bekerja,
Kewajiban memberikan nafkah disebabkan karena masih kecil, sudah
oleh suami kepada istrinya dalam lanjut usia, idiot, atau sakit menahun,
kerangka perkawinan yang sah adalah kecuali untuk kedua orang tua yang tetap
ketika sang isteri telah menyerahkan wajib nafkah meskipun keduanya sehat
dirinya kepada suaminya, atau ketika dan mampu bekerja. Jika kerabat itu
hidupnya berkecukupan maka tidak perlu
sang suami telah mencampurinya, atau
dinafkahi. Akan tetapi, pendapat yang
ketika sang suami menolak membawa
rajih madzhab Maliki menyebutkan
isterinya ke rumahnya, padahal sang bahwa menafkahi kedua orang tua atas
isteri telah meminta hal itu darinya, anak hukumnya tidak wajib jika
sebagaimana pendapat dikalangan keduanya masih mampu bekerja.
Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah Kedua, orang yang berkewajiban
dan juga ketentuan Pasal 80 ayat (5) memberi nafkah itu berkecukupan dan
KHI. mempunyai kelebihan harta. Orang
Selain itu dasar hukum di dalam seperti ini wajib memberi nafkah kepada
Al Qur’an dinyatakan pada QS. kerabat dekatnya yang miskin, terkecuali
At-Talaq: 7 yang artinya: bagi ayah. Nafkah anak kepadanya tetap
Hendaklah orang yang mampu, wajib meskipun ia sendiri masih
memberi nafkah menurut kesulitan, demikian juga suami. Nafkah
kemampuannya. Dan orang yang istrinya wajib ia tanggung meski ia dalam
disempitkan rizkinya hendaklah kesulitan.
Ketiga, orang yang memberi nafkah
13
masih terhitung kerabat mahram dari
Dasar Hukum Kewajiban Suami orang yang diberi nafkah dan berhak
Memberi Nafkah,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ul mendapatkan warisan menurut madzhab
asan/lt5162ed19cbc6e/dasar-hukum-kewajiban
14
-suami-memberi-nafkah diakses pada 7 Mei Wahbah Az- Zuhail, Loc Cit, hal. 94.
15
2019 jam 22.55 WIB. Wahbah Az- Zuhail, Op Cit, hal. 98.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 105


Hanafi. Adapun menurut madzhab memberikan segala kebutuhan anak.
Hanabillah, syaratnya hanya satu, yaitu sehingga apabila kewajiban memberikan
orang yang memberi nafkah itu termasuk kehidupan ini tidak terpenuhi maka
ahli waris, Dalilnya adalah Al-Quran menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang
surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya: Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
“Para ibu hendaklah menyusukan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
anak-anaknya selama dua tahun penuh, Tangga dapat dikatakan sebagai
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penelantaran rumah tangga dalam
penyusuan. Dan kewajiban ayah kategori tidak memberikan kehidupan
memberi makan dan pakaian kepada kepada keluarga.
para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang b) Tidak Memberikan Perawatan
tidak dibebani melainkan menurut kadar atau Pemeliharaan Kepada
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu Keluarga
menderita kesengsaraan karena anaknya Kualifikasi kewajiban memberikan
dan seorang ayah karena anaknya, dan perawatan atau pemeliharaan
warispun berkewajiban demikian. sebagaimana yang dimaksud dalam
Apabila keduanya ingin menyapih ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan adalah kewajiban memberikan perawatan
keduanya dan permusyawaratan, maka kepada keluarga misalnya kewajiban
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika suami atau istri untuk merawat anaknya
kamu ingin anakmu disusukan oleh yang sedang sakit begitu pula sebaliknya
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu kewajiban seorang anak berkewajiban
apabila kamu memberikan pembayaran merawat orangtuanya yang sakit.
menurut yang patut. Bertakwalah kamu Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kepada Allah dan ketahuilah bahwa perbuatan kedua dari penelantaran rumah
Allah Maha Melihat apa yang kamu tangga sebagaimana di maksud dalam
kerjakan.” Pasal 9 ayat (1) adalah tidak memberikan
Kembali dalam konteks perawatan kepada kelurga, perbuatan
penelantaran rumah tangga dari tidak tidak memberikan perawatan kepada
memberikan kehidupan keluarga dalam keluarga lebih ditujukan kepada
konteks memberi nafkah, sebagaimana perawatan apabila salah satu daripada
uraian diatas diawali pembatasan anggota keluarga sakit, maka apabila
kewajiban memberikan nafkah tersebut salah satu dari anggota keluarga sakit
berdasarkan kepada alas nhak adanya baik suami, istri atau anak maka keluarga
perkawinan yang sah sebagaimana untuk wajib memberikan perawatan kepada
kategori atas nafkah kepada orang lain orang tersebut. Apabila salah satu
didasari karena perkawinan/pernikahan diantara anggota keluarga menolak untuk
dan menjadi wajib bagi seorang suami merawat yang sedang sakit maka sesuai
kepada istri dan ayah kepada anaknya dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) dapat
yang tentunya sah lahir akibat dikategorikan sebagai perbuatan
perkawinan yang sah pula. penelantaran rumah tangga dalam
Selain itu sebagaimana yang kategori tidak memberikan perawatan
diuraikan diatas dapat diketahui bahwa kepada keluarga.
kewajiban memberikan kehidupan Perbuatan ketiga dari perbuatan
kepada keluarga lebih ditujukan kepada penelantaran rumah seperti yang telah
kewajiban seorang suami/ayah kepada ditentukan oleh ketentuan Pasal 9 ayat (1)
istri dan anaknya untuk memberikan adalah perbuatan kewajiban memberikan
kehidupan kepada keluarganya dengan pemeliharaan kepada keluarga.
memberikan nafkah kepada keluarga, Kewajiban memberikan pemeliharaan
dimana nafkah untuk keluarga misalnya seorang anggota keluarga
mencakupi kebutuhan sandang, pangan sebagai penyandang disabilitas baik
maupun papan, termasuk di dalamnya suami, istri, ataupun anak yang harusnya

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 106


dipelihara. Maka apabila salah satu istri dimana suami meminta istri untuk
anggota keluarga (suami, istri, atau anak) tidak bekerja dan suami sebagai pencari
tidak melakukan pemeliharaan kepada nafkah utama begitu pula sebaliknya
anggota keluarga lainnya maka dikatakan sehingga tidak ada yang terlantar
penelantaran dalam kategori tidak tentunya tidak akan menjadi masalah,
memberikan pemeliharaan kepada akan menjadi masalah perkawinan dan
keluarga. Pada umumnya orang yang masalah hukum pidana jika terjadi
tidak dapat memelihara dirinya sendiri penelataran.
menjadi tanggungjawab keluarga untuk Pertama yang harus dikonstruksikan
memelihara anggota keluarga tersebut. adalah adanya pembatasan dan/atau
Hal ini juga diuraikan dalam Pasal 45 pelarangan orang untuk bekerja sehingga
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 orang tersebut di bawah kendali orang
Tentang perkawinan menyebutkan lain. Melihat kontruksi ini tentunya ada
bahwa kedua orang tua wajib memelihara upaya kesengajaan agar orang tersebut
dan mendidik anak-anak mereka bergantung secara ekonomi kepada pihak
sebaik-baiknya sampai anak itu kawin yang membatasi ataupun melarang.
atau dapat berdiri sendiri, kewajiban Ketika membahas Pasal 9 ayat (1) dan (2)
mana berlaku terus meskipun kewajiban merupakan bentuk kekerasan ekonomi,
antara kedua orang tua putus. dimana pada Pasal 9 ayat (1) telah tegas
Berdaasarkan paparan diatas bentuk tidak memberikan kehidupan kepada
perbuatan penelantaran rumah tangga keluarga berupa nafkah ekonomi dan
untuk pelanggaran Pasal 9 ayat (1) UU tidak memberikan perawatan atau
PKDRT adalah tidak memberikan pemeliharaan kepada keluarga baik
kehidupan kepada keluarga berupa dalam kategori ketika keluarga sakit atau
nafkah ekonomi dan tidak memberikan sebagai penyandang disabilitas yang
perawatan atau pemeliharaan kepada butuh perawatan, sedangkan Pasal 9 ayat
keluarga baik dalam kategori ketika (2) merupakan kekerasan ekonomi yang
keluarga sakit atau sebagai penyandang juga dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu
disabilitas yang butuh perawatan. kekerasan ekonomi ringan dan berat.
c) Penelantaran yang Kekerasan ekonomi berat pada dasarnya
Mengakibatkan Ketergantungan adalah tindakan yang mengekploitasi
Ekonomi dengan Cara secara ekonomi, memanipulasi dan
Membatasi dan/atau Melarang mengendalikan korban lewat sarana
untuk Bekerja ekonomi. Beberapa bentuk kekerasan
Pasal 9 ayat (2) Undang-undang ekonomi adalah:16
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang ✓ memaksa korban bekerja;
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah ✓ melarang korban bekerja namun
Tangga ketika diurai unsur-unsurnya tidak memenuhi hak nya dan
sebagai berikut: menelantarkannya;
✓ Setiap orang ✓ mengambil tanpa sepengetahuan dan
✓ Menelantarkan orang lain tanpa persetujuan korban, merampas
✓ Ketergantungan ekonomi dan atau memanipulasi harta benda
✓ Membatasi dan/atau melarang untuk korban.
bekerja yang layak di dalam atau di Kekerasan Ekonomi yang
luar rumah dikategorikan ringan, yaitu tindakan yang
✓ Korban berada di bawah kendali berupa upaya-upaya sengaja yang
Sehingga untuk bentuk bentuk
perbuatannya adalah membatasai 16
Panduan Hukum: Memahami Kekerasan
dan/atau melarang unutk bekerja yang dan Penelantaran Ekonomi,
berakibat dikenalikan dan bergantung https://www.solider.id/2014/07/14/panduan-hu
secara ekonomi, jika pun hal ini kum-memahami-kekerasan-dan-penelantaran-e
merupakan kesepakatan antara suami dan konomi diakses pada 7 Mei 2019 pokul 23.00
WIB.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 107


menjadikan korban tergantung atau tidak 4. Korban ditelantarkan. Unsur
berdaya secara ekonomi atau tidak utama yang menjadi inti dari tindak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.17 pidana jenis ini, berkenaan dengan
Larangan dalam Pasal 9 ayat (2) UU bagaimana membuat orang lain
PKDRT merupakan bentuk lain dari (korban) tergantung secara ekonomi
penelantaran rumah tangga atau kepada pelaku karena adanya
kekerasan ekonomi yakni melarang pembatasan dan/atau pelarangan
menelantarkan orang dalam lingkup serta pengendalian kemudian
rumah tangga yang dibatasi dan/atau diterlantarkan oleh pelaku.
dilarang untuk bekerja yang di dalam Sehingga melihat syarat-syarat
atau di luar rumah sehingga korban tersebut di atas, maka pasal penelataran
berada di bawah kendali orang tersebut rumah tangga ini harus mensyaratkan
dan akhirnya korban mengalami timbulnya akibat dari perbuatan
ketergantungan ekonominya kepada menelantarkan tersebut yakni adanya
pelaku. Melihat konstruksi “larangan” korban yang tergantung secara ekonomi
pasal ini, maka terlibat unsur pokok kepada pelaku dan berakibat korban
adalah “merampas kemerdekaan korban” menjadi “terlantar”.
dengan bentuk: Jika terbukti selama perkawinan
1. Membatasi dan/atau melarang telah terjadi penelantaran rumah tangga
untuk bekerja yang layak di dan kemudian perkawinan putus karena
dalam atau diluar rumah. perceraian, tidak berakibat hapusnya
Konstruksi kalimat ini menyiratkan tindak pidana ini. 18 Pembatasan tindak
bahwa pembatasan dan/atau pidana sebagai delik aduan dalam UU
pelarangan pelaku kepada korban PKDRT bersifatt limitatif, hanya untuk
agar korban tidak melakukan pasal-pasal tertentu, yaitu kekerasan fisik
pekerjaan apapun dalam rangka pada Pasal 44 ayat (4), kekerasan psikis
meningkatkan perekonomian baik di pada Pasal 45 ayat (2) dan kekerasan
dalam maupun di luar rumah. seksual pada Pasal 46 yang dilakukan
Tentunya hal tersebut sangat oleh suami terhadap isteri atau
merugikan korban dan upaya sebaliknya, selain itu adalah delik biasa.
tersebut dilakukan oleh pelaku
dengan menggunakan kekerasan C. KESIMPULAN
dan/atau ancaman kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga
2. Menyebabkan korban berada di merupakan bentuk kekerasan yang
bawah kendali orang tersebut. merendahkan martabat manusia dan
Ketika korban sudah tidak berdaya tentunya merupakan salah satu
untuk melakukan kegiatan pelanggaran hak asasi manusia, sehingga
ekonomi/bekerja, tentunya pelaku dalam penyelesaian menggunakan
akan memanfaatkan kondisi tersebut instrumen khusus sebagai lex spesialis
untuk mengendalikan korban, penerapan hukum pidana yaitu melalui
sehingga apapun kehendak dari
pelaku akan diikuti oleh korban. 18
Kuwat, I Ketut Mertha, A. A Ngurah
3. Korban mengalami Wirasila, “Penerapan Hukum oleh Hakim
ketergantungan ekonominya terhadap Penelantaran dalam Rumah Tangga
kepada pelaku. Tentunya pasca ada (Studi Kasus Pengadilan Negeri Denpasar)”
pembatasan dan/atau pelarangan makalah ilmiah ini disarikan dan
serta pengendalian dari pelaku dikembangkan lebih lanjut dari Skripsi yang
ditulis oleh Penulis atas bimbingan
kepada korban, kobran mau tidak
Pembimbing Skripsi Prof. Dr. I Ketut Mertha.,
mau secara pemenuhan ekonominya SH., M.Hum dan Pembimbing Skripsi II A.A
akan bergantung kepada pelaku. Ngurah Wirasila, SH., MH. Fakultas Hukum
Udayana, Denpasar, hal. 9 diakses pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/
17
Ibid., article/view/36696/22196 pada 26 April 2019.

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 108


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 mensyaratkan timbulnya akibat dari
tentang Penghapusan Kekerasan dalam perbuatan menelantarkan tersebut yakni
Rumah Tangga. Selain itu dikarenakan adanya korban yang tergantung secara
Kekerasan dalam Rumah Tangga terjadi ekonomi kepada pelaku dan berakibat
di rumah tangga dalam lembaga korban menjadi “terlantar”.
perkawinan yang sah, sehingga
hubungan hukumnya harus melihat dari
konteks perkawinan sebagaimana yang DAFTAR PUSTAKA
diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 A. Buku
Tahun 1974 tentang Perkawinan. K. Wantjik Saleh, 1976, Hukum
Menurut definisi tentang KDRT memang Perkawinan Indonesia, Jakarta,
ditujukan untuk melindungi Ghalia Indonesia
perempuan/istri namun ketika Luhulima, Achie ed. 2000. Pemahaman
menentukan posisi pelaku dan korban, Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan
sebenarnya antara laki-laki dan Terhadap Perempuan dan Alternatif
perempuan memiliki potensi yang sama, Pemecahannya. Jakarta: Kelompok
seperti halnya dalam tindak pidana Kerja “Convention Wacth”
penelantaran rumah tangga. Pusat Kajian Wanita dan Jender
Suami dikatakan melakukan tindak Universitas Indonesia
pidana penelantaran rumah tangga Wahbah Az- Zuhaili, 2011, Fiqih Islam
apabila berkaitan dengan pemberian Wa Adillatuhu, (jilid 10)¸ Jakarta,
nafkah atau penghidupan kepada anggota Gema Insani
keluarga. Seorang istri (perempuan) juga Zainudin Ali, 2006, Hukum Perdata
dapat menjadi pelaku penelantaran Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar
rumah tangga apabila dikaitkan dengan Grafika
kewajibannya terhadap suami, misalnya
suami (laki-laki) tersebut dalam keadaan B. Jurnal dan Makalah
sakit keras sehingga tidak mampu Kuwat, I Ketut Mertha, A. A Ngurah
mengurus dirinya sendiri ternyata istri Wirasila, “Penerapan Hukum oleh
tidak mau merawat suami tersebut, Hakim terhadap Penelantaran dalam
dimana istri malah menjalin hubungan Rumah Tangga (Studi Kasus
dengan laki-laki lain atau mengabaikan Pengadilan Negeri Denpasar)
dan tidak mengurus suaminya. Apabila Skripsi di Fakultas Hukum Udayana,
hal ini dibawa ke ranah hukum pidana, Denpasardiakses pada
perbuatan istri tersebut bisa diarahkan ke https://ojs.unud.ac.id/index.php/kert
tindak pidana “menelantarkan orang hasemaya/article/view/36696/22196
dalam lingkup rumah tangga” dan isteri Sabungan Sibrani, “Prospek Penegakan
tidak bisa berkelit dengan alasan “suami Hukum Undang-Undang
adalah kepala keluarga” dan “istri hanya Penghapusan Kekerasan dalam
ibu rumah tangga”. Sehingga patut Rumah Tangga (UU PKDRT)”,
diketahui tindak pidana penelantaran Jurnal Hak Asasi Manusia Vol. 7 No.
rumah tangga dapat juga dilakukan oleh 1, Juli 2016,
istri apabila dihadapkan dengan
kewajiban tertentu dalam keluarga. C. Internet
Penelataran rumah tangga dalam Dasar Hukum Kewajiban Suami
UU PKDRT merupakan bentuk Memberi Nafkah,
kekerasan ekonomi yang batasan selain https://www.hukumonline.com/klini
pemenuhan unsur sebagaiamana yang k/detail/ulasan/lt5162ed19cbc6e/das
dimaksud dalam Pasal 9 Jo. Pasal 49 ar-hukum-kewajiban-suami-member
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 i-nafkah
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Panduan Hukum: Memahami Kekerasan
Rumah Tangga, tetapi juga harus dan Penelantaran Ekonomi,

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 109


https://www.solider.id/2014/07/14/p
anduan-hukum-memahami-kekerasa
n-dan-penelantaran-ekonomi

Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB Halaman | 110

Anda mungkin juga menyukai