Anda di halaman 1dari 14

Penerimaan Diri pada Perempuan dengan HIV/AIDS (PDHA)

PENERIMAAN DIRI PADA PEREMPUAN DENGAN HIV/AIDS (PDHA)

Gresya Agung Rakasiwi


Jurusan Psikologi, FIP, Universitas Negeri Surabaya, email: gresya.17010664065@mhs.unesa.ac.id

Nurchayati
Jurusan Psikologi, FIP, Universitas Negeri Surabaya, email: nurchayati@unesa.ac.id

Abstrak
Penyandang HIV/AIDS kerap mengalami stigmatisasi masyarakat. Mereka dianggap penyebar penyakit
mematikan dan penganut pola hidup negatif. Dengan menerapkan pendekatan studi kasus, riset
psikologi kualitatif ini menggali penerimaan diri perempuan penyandang HIV/AIDS dan
mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambatnya. Studi ini melibatkan empat responden
perempuan penyandang HIV/AIDS. Setelah terkumpul melalui wawancara dengan mereka, data riset
ditafsirkan dengan teknik analisis tematik. Ditemukan bahwa perempuan penyandang HIV/AIDS
mengalami stigmatisasi negatif dan diskriminasi. Akibatnya, mereka merasa cemas, bersalah dan tak
berharga. Mereka juga sukar menerima kondisi baru sebagai orang ber-HIV/AIDS. Namun, melalui
proses bervariasi, mereka akhirnya berhasil menerima diri. Penerimaan diri dimudahkan oleh dukungan
keluarga dan masyarakat dan dihambat oleh lemahnya ekonomi dan rendahnya pendidikan.
Kata Kunci: penerimaan diri, perempuan, HIV/AIDS.

Abstract
People with HIV are often stigmatized. They are seen as spreaders of a deadly disease and practitioners
of socially reprehensible lifestyles. Using the case-study approach, this qualitative psychological
research examines the self-acceptance of women with HIV/AIDS, seeking to identify those factors that
facilitate and impede its development. Interviews were conducted with four HIV-positive women as
research participants. A thematic analysis of the interview data revealed that these women were
discrimination against and stigmatization. As a result, they suffered from anxiety, were burdened by
guilt, and felt worthless. They finally succeeded in achieving self-acceptance through various processes,
which were enabled by support from family and society and which were hindered by economic troubles
and poor education.
Keywords: self-acceptence, women, HIV/AIDS.

PENDAHULUAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV), yakni perempuan (UNAIDS, 2020). Di Indonesia sendiri,
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia berdasarkan keseluruhan jumlah ODHA yang ada,
dan menyebabkan defisiensi pada sistem imun telah terdapat 43% laki-laki dan 57% perempuan(Kemenkes
menjadi salah satu topik penting di bidang kesehatan. RI, 2020a). Jumlah tersebut dapat terus bertambah
Hingga akhir 2020, virus yang menyebabkan seseorang seiring dengan treatment yang diterima oleh ODHA.
mengalami penyakit Acquired Immune Deficiency Menurut Situs Informasi HIV/AIDS dan
Syndrome (AIDS) ini telah menginfeksi 38 juta Infeksi Menular Seksual (2020) kasus HIV banyak
penduduk dunia (UNAIDS, 2020). Di Indonesia sendiri, ditemukan di beberapa kelompok masyarakat, seperti
jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada tahun pada kelompok faktor risiko homoseksual (26,5%);
2020 telah mencapai 409.857 orang (Kemenkes RI, heteroseksual (17,3%); pengguna jarum suntik (0,4%);
2020). Jumlah ini cenderung meningkat apabila selanjutnya pada kelompok populasi perempuan pekerja
dibandingkan dengan jumlah ODHA pada tahun 2019 seks (3,9%); homoseksual (25,2%); waria (1,2%); dan
yang mencapai angka 377.564 orang (Kemenkes RI, ibu hamil (16,5%).
2020b). Berdasarkan jumlah presentase dari populasi
Jika ditinjau dari jumlah keseluruhan ODHA laki-laki dan perempuan hingga persebaran dalam
yang ada di dunia, terdapat 52% laki-laki dan 48% berbagai kelompok yang rentan terinfeksi HIV,

24
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

perempuan tergolong memiliki resiko yang tinggi akan ekonomi mereka. Status sebagai seseorang yang positif
infeksi HIV. Hal ini sejalan dengan pernyataan dengan HIV seringkali membuat mereka kesulitan
Kemenkes (2015) yang menjelaskan bahwa, walaupun dalam mendapatkan kerja.
kasus HIV/AIDS tidak banyak dialami oleh perempuan, Penerimaan diri yang dialami perempuan
akan tetapi perempuan memiliki resiko yang tinggi dipengaruhi oleh adanya stereotip gender yang telah
untuk tertular HIV dari suami atau pasangannya dan dibentuk dari pesan-pesan yang telah disampaikan sejak
menularkan pada anaknya. dari bayi, anak-anak, hingga remaja dan memasuki usia
Kerentanan perempuan dalam lingkup HIV dewasa mengenai adanya perbedaan pandangan hidup
dapat diakibatkan karena adanya beberapa faktor pada serta aturan di antara laki-laki dan perempuan (Bernard,
tingkatan yang berbeda, yaitu tingkat individu (penyakit 2014). Stereotip tersebut melingkupi cara berpakaian
yang dialami, kesadaran, perilaku seksual, dan yang dimiliki laki-laki dan perempuan, kegiatan yang
biologis), rumah tangga serta masyarakat dapat dilakukan dan tanggung jawab serta toleransi yang
(ketidakstabilan sosial, status sosial, ekonomi, budaya telah diberikan pada tiap-tiap gender. Menurut Ellis
stigma serta diskriminasi, rasisme, homophobia, akses (2002) sistem kepercayaan mengenai stereotip gender
pada pendidikan, disparatis gender, perilaku serta dapat menjadi hal yang tidak rasional karena dapat
kekerasan dalam rumah tangga), serta pada level makro diartikan sebagai suatu tuntutan mengenai bagaimana
yang meliputi lingkungan, pelayanan publik, kebijakan, perempuan harus berperilaku, merasakan, melihat,
migrasu, informasi serta otonomi (Avert, 2011). berbicara bahkan berpikir agar dapat dihargai serta
Masyarakat di Indonesia seringkali memberikan diterima. Bernard (2014) menambahkan bahwa hal-hal
ODHA stigma negatif yang berujung pada perilaku tersebut dapat mempengaruhi persepsi diri pada
diskriminasi, terkhusus bagi perempuan dengan perempuan karena kepercayaan yang dimilikinya
HIV/AIDS (PDHA) (Shaluhiyah et al., 2015). Perilaku diinternalisasi. Hal ini menyebabkan timbulnya
diskriminasi dan pemberian stigma negatif ini perasaan tidak berguna pada perempuan serta adanya
menyebabkan PDHA sulit untuk mendapatkan penyesalan karena dianggap memiliki perilaku yang
dukungan serta penerimaan sosial dari lingkungan tidak sesuai dengan ketentuan gender dan norma yang
sekitarnya. Moitra, Herbert, dan Forman (2011) terdapat di masyarakat.
menjelaskan bahwa hal yang dibutuhkan oleh PDHA Penerimaan diri berperan penting dalam
untuk dapat melanjutkan hidup secara produktif dan kehidupan seorang individu. Penerimaan diri
bahagia salah satunya adalah dukungan dari orang- merupakan suatu tingkatan kesadaran yang dimiliki
orang di sekitarnya. individu mengenai karakteristik pribadi serta adanya
Kondisi masyarakat di Indonesia yang masih keinginan untuk hidup dengan keadaan yang
sulit menerima keadaan dan memberikan dukungan dimilikinya (Hurlock, 2004). Kusumawati (2014)
kepada PDHA memberi pengaruh tersendiri. Akibatnya menyebutkan bahwa penerimaan diri sangat
PDHA di Indonesia cenderung lebih sulit dipengaruhi oleh perasaan yang dimiliki individu
mengungkapkan status kesehatan yang dimilikinya tersebut bahwa dia tidak diterima oleh lingkungannya.
yang berdampak pada penundaan pengobatan serta Hal-hal tersebut tentu saja mempengaruhi PDHA dalam
mempersulit PDHA untuk dapat menerima kondisinya menilai dirinya dan lingkungannya.
sendiri. Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa infeksi Di Indonesia penelitian mengenai penerimaan
HIV/AIDS memang kebanyakan ditemukan pada diri pada ODHA sudah cukup banyak dilakukan.
kelompok-kelompok dengan perilaku negatif. Hal ini Penelitian yang dilakukan oleh Robertus Sandy Puma
semakin mempersulit kehidupan ODHA/PDHA karena Putra (2017) berusaha mengungkap bagaimana cara
stigma negatif dari masyarakat yang berujung pada individu agar mampu menerima kondisi dirinya dan
perlakuan diskriminatif. penyesuaian diri akan lingkungannya. Studi lain juga
Diskriminasi terhadap ODHA khususnya PDHA dilakukan oleh Deni Savitri (2017) yang membahas
masih berlangsung hingga sekarang. Survei nasional mengeni ciri-ciri penerimaan diri yang dilakukan oleh
menunjukkan bahwa diskriminasi pengobatan bagi remaja dengan ODHA serta bagaimana remaja tersebut
ODHA terus terjadi, terlebih mengenai akses ke mampu meningkatkan kemampuan dirinya di tengah
perawatan kesehatan (UNAIDS, 2020). Diskriminasi kondisi kesehatan yang dimiliki. Studi lain mengenai
yang dialami oleh PDHA tidak hanya berdampak pada penerimaan diri pada ODHA juga dibahas oleh Auliya
kehidupan sosial mereka, namun juga pada kondisi Rahmah (2020) yang mengkaji bagaimana peran

25
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

kelompok dengan kondisi atau keadaan serupa dapat pengakuan akan keterbatasan yang dimiliki (Chaplin,
memberi gambaran penerimaan diri yang positif. Studi 2004).
lain yang spesifik membahas PDHA dibahas oleh Penerimaan diri tidak terbentuk begitu saja,
Khasanah dan Putu (2015) penelitian ini memebrikan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya.
hasil di mana perempuan pekerja seks komersil masih Terdapat faktor self-uderstanding, merupakan suatu
belum bias menerima kondisi dirinya sebagai PDHA di pemahaman akan diri sendiri yang ditunjukkan oleh
lingkungan masyarakat. Penelitian lainnya juga individu yang telah memiliki persepsi yang jujur dan
dilakukan oleh Isabella (2018) di mana ditemukan hasil realita akan dirinya; realistic expectations, suatu bentuk
bahwa penerimaan diri akan semakin mudah dilakukan kepuasan akan diri sendiri yang dipengaruhi oleh
apabila individu tersebut masuk dalam support group harapan yang telah dibuat sendiri; absence of
yang diisi oleh individu dengan kondisi serupa. Sejauh environment obstacles, bentuk hambatan yang berasal
ini kebanyakan studi berfokus pada penerimaan diri dari lingkungan, seperti diskriminasi akan gender, ras,
yang melibatkan dukungan support group dari etnis atau agama sehingga menyebabkan seseorang
lingkungan luar keluarga dan masih jarang peneliti yang tidak dapat membentuk tujuan yang realistis; positive
mengulas mengenai unconditional positive regards dan social attitude, tidak terbentuknya prasangka yang
dukungan keluarga dalam penerimaan diri pada muncul pada kelompok sosial terhadap orang lain;
PDHABerdasarkan kondisi tersebut, peneliti tertarik emotional pressure, tidak adanya tekanan emosional
untuk mengkaji penerimaan diri pada perempuan yang menimbulkan stress; the effects of success, suatu
dengan HIV/AIDS. Sebelumnya, peneliti telah keberhasilan akan mencapai sesuatu yang dapat
melakukan studi pendahuluan terhadap tiga perempuan menyebabkan individu mampu menerima dirinya;
yang berstatus positif HIV/AIDS dengan salah satu identification, pengidentifikasian orangdi sekitar
subjek merupakan mantan pekerja seks komersil (PSK). dengan melakukan penyesuaian diri; perspective,
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah pandangan akan diri sendiri terhadap orang lain untuk
dilakukan, peneliti menemukan bentuk penerimaan diri dapat mengembangkan pemahaman akan dirinya;
yang berbeda. Salah seorang subjek yang berusia 23 parenting, pandangan mengenai idividu akan dirinya
tahum menjelaskan bahwa dirinya merasa tidak yang telah dibentuk dari keluarga serta pola asuhnya;
berguna, pendosa, dan tidak berarti dikarenakan kondiri self-concept, konsep diri yang positif dan stabil untuk
kesehatan yang dialaminya hal ini merupakan akibat mengarahkan individu dalam memandang dirinya
dari penolakan keluarga yang diterimanya. Dua secara tidak konsisten (Hurlock, 2004).
responden lainnya memberikan keterangan bahwa Pada penelitian ini, peneliti ingin mendalami
dirinya merasa mampu untuk sembuh dan dapat berguna mengenai penerimaan diri pada perempuan dengan
bagi keluarga dan lingkungan di tengah kondisi HIV/AIDS. Lebih spesifik, peneliti juga ingin
kesehatan yang dialaminya dan hal ini merupakan mengetahui proses penerimaan diri serta faktor-faktor
dampak dari dukungan keluarga serta lingkungan di apa saja yang mendukung serta menghambat
mana ia berada. Berdasarkan hal tersebut, peneliti penerimaan diri pada responden.
melihat terdapat bentuk penerimaan diri yang berbeda
akibat dari respon lingkungan yang berbeda pula. METODE
Perasaan akan rasa bersalah, cemas, serta
penyesalan tentu memberi dampak tersendiri bagi Penelitian ini menggunakan metode penelitian
individu, terlebih mengenai penerimaan diri yang terjadi kulitatif yang membutuhkan pemahaman secara rinci
pada tiap-tiap individu. Penerimaan diri didefinisikan serta mendalam mengenai suatu permasalahan yang
sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang diteliti (Creswell, 2018). Metode penelitian kualitatif
untuk merasakan hal positif akan dirinya, menyadari dipilih agar peneliti dapat memaparkan proses
serta menerima hal-hal baik serta hal-hal buruk yang penerimaan diri dan faktor-faktor apa saja yang
telah dimilikinya dan dapat menerima masa lalu dengan mendukung serta menghambat penerimaan diri pada
sikap yang positif (Ryff, 1989). Penerimaan diri perempuan dengan HIV/AIDS. Penelitian ini
merupakan suatu sikap yang ditunjukkan dengan rasa menggunakan pendekatan studi kasus karena
puas akan diri sendiri, kualitas-kualitas serta bakat- pendekatan ini memiliki tujuan untuk menggali
bakat yang dimiliki oleh diri sendiri dan adanya permasalahan atau fenomena secara menyeluruh serta
mendalam (Herdiansyah, 2015). Penggunaan studi

26
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

kasus ditujukan agar peneliti dapat memaparkan suatu 28 Maret 2021 hingga 04 April 2021 secara langsung di
kasus lebih dalam, terperinci, serta intens. Yayasan X. Dalam proses wawancara, peneliti
Pada penelitian ini melibatkan empat orang menggunakan alat bantu pendukung berupa alat
responden yang dipilih menggunakan teknik purposive perekam dan catatan. Penggunaan alat rekam akan
sampling. Purposive sampling merupakan teknik untuk dilakukan atas persetujuan narasumber atau responden
mengambil sampel data berdasarkan pertimbangan yang hendak diwawancarai. Penggunaan alat rekam
tertentu yang telah disesuaikan dengan kriteria pada ditujukan sebagai bentuk keabsahan dari data yang
penelitian (Sugiyono, 2018). Peneliti memilih bebrapa diperoleh (Ulfatin, 2015) .
orang yang dibantu oleh pihak Yayasan X guna menjadi
responden karena dianggap memiliki kriteria yang Teknik Analisis Data
sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan, Analisis data merupakan suatu proses
yakni merupakan perempuan dengan HIV/AIDS pengolahan data yang telah didapatkan selama
(PDHA). Seluruh responden yang dipilih telah penelitian dilakukan, data yang telah diperoleh
menyatakan kesediaannya untuk berkontribusi dan kemudian diolah sehingga mendapatkan hasil yang
membagikan pengalaman dalam proses penerimaan diri sesuai dan kongkrit (Herdiansyah, 2015). Dalam
selama menjadi PDHA. Keempat responden tersebut melakukan analisis data terdapat pengorganisasian data,
adalah (nama samaran): pengodean, serta pengorganisasian tema, penyajian
data, dan penafsiran data (Creswell, 2018).
Tabel 1. Identitas responden Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
Nama Usia Lama Profesi analisis tema. Menurut Tohirin (Helaluddin, H., Wijaya,
(samara) menjadi 2019) analisis tema merupakan rangkaian metode yang
PDHA digunakan untuk memahami secara holistik mengenai
Riri 23 tahun 4 tahun Mahasiswi permasalahan yang hendak diteliti.
Rindu 26 tahun 8 tahun Wiraswasta Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
Risa 30 tahun 4 tahun Ibu rumah triangulasi sumber sebagai salah satu cara untuk melihat
tangga serta memastikan kredibilitas dalam penelitian
Rita 32 tahun 5 tahun Mantan kualitatif. Ulfatin (2015) menjelaskan bahwa triangulasi
PSK sumber dilakukan dengan membandingkan atau
mengecek kembali informasi yang telah didapat dari
Pengumpulan Data sumber atau informasi yang berbeda. Penelitian ini juga
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan cara atau teknik pengecekan anggota
yang dipilih adalah wawancara. Teknik wawancara (member checking) yakni pengecekan ulang kepada
merupakan suatu bentuk serta proses dari komunikasi responden mengenai data yang diperoleh. Pengecekan
yang melibatkan dua pihak yang menjadikan satu pihak ulang dapat dilakukan secara formal dengan
sebagai pemilik tujuan yang telah dibuat sehingga menunjukkan hasil transkip wawancara yang akan
terbentuk pertanyaan serta jawaban mengenai dibaca ulang oleh responden dan mengkonfirmasi
pertanyaan yang telah dibentuk atau dibuat (Stewart & kesesuaian yang ada.
Cash, 2014). Wawancara mencakup berbagai
komponen yang membutuhkan pelatihan interpersonal, HASIL DAN PEMBAHASAN
persiapan, fleksibilitas, serta kesediaan menghadapi dan
menangani risiko dengan mendalam (Stewart & Cash, Hasil Penelitian
2014). Teknik wawancara juga dibagi dalam tiga Berdasarkan data yang telah diperoleh dalam penelitian,
bentuk, yakni wawancara terstruktur, semi terstruktur ditemukan sejumlah tema yaitu kisah awal sebagai
serta tidak terstruktur. Pada penelitian ini, peneliti PDHA, hubungan dengan lingkungan, dan proses
memilih menggunakan teknik wawancara dalam bentuk penerimaan diri sebagai PDHA.
semi terstruktur, di mana pihak yang diwawancarai akan
diajak untuk berpendapat serta mampu menyampaikan Tema : Kisah awal sebagai PDHA
ide-ide yang dimilikinya (Sugiyono, 2017). Tema besar pertama dalam penelitian ini adalah
Wawamcara dilakukan sebanyak satu kali pada empat mengenai kisah awal sebagai PDHA. Dalam tema ini
responden yang berbeda dan dilakukan antara tanggal terdapat tiga sub tema, yaitu mengenai awal mengetahui

27
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

terinfeksi HIV, penyebab terinfeksi HIV, serta awal dirinya terinfeksi HIV Karena melakukan tes kesehatan
mengungkapkan status HIV pada keluarga. dengan tujuan untuk mendeteksi HIV.

Awal mengetahui terinfeksi HIV Aku emang sengaja buat cek itu di rumah sakit dan
Pada awal proses mengetahui terinfeksi HIV, tiga hasilnya langsung keluar hari itu juga. Positif gitu
dari empat responden memiliki proses yang cukup (Risa, 01 April 2021)
serupa. Tiga responden tersebut, yakni Riri, Rindu dan
Rita. Sedangkan satu responden lainnya, yakni Risa Keempat responden mengetahui bahwa terinfeksi HIV
memiliki proses yang berbeda, melalui kondisi yang berbeda-beda. Tiga responden
tidak memiliki tujuan memeriksakan kesehatan khusus
Awalnya ngerasa cuman sakit demam biasa, HIV dan satu responden lainnya melakukan
mungkin 4-5 hari udah sembuh tapi ini udah 2 pemeriksaan kesehatan khusus untuk HIV. Keempatnya
minggu lebih ga sembuh-sembuh. Eh malah tambah memiliki reaksi yang hampir serupa, yakni merasa tidak
kurus, jadinya periksa ke dokter dites darah sama lab percaya dan terkejut akan hasil yang mereka dapatkan.
terus dikasih tau hasilnya kalo positif HIV (Riri, 28
Maret 2021) Penyebab terinfeksi HIV
Semua responden memiliki kesamaan sebab
Pengalaman serupa juga dialami Rindu. Rindu terinfeksi HIV/AIDS yakni melalui hubungan intim
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV saat ia hendak dengan lawan jenis. Satu responden terinfeksi dari
melakukan aktivitas rutin mendonorkan darahnya. suami yang terlebih dahulu positif HIV dan tiga
responden lainnya, terinfeksi karena perilaku seks
Biasanya rutin donor darah tiap 6 bulan sekali, tiap bebas.
donor kan diperiksa dulu HB nya dll, tiba-tiba ada
masalah pokoknya waktu itu dan dicek ulang Saya punya dugaan kalo pacar saya yang dulu itu
ternyata positif HIV (Rindu, 30 Maret 2021) yang nularin ke saya. Soalnya saya juga ga make,
gak pake alat transfusi darah yang sama-sama gitu
Rindu menceritakan betapa dirinya terkejut ketika yang biasanya buat narkoba. Keluarga saya juga gak
mengetahui hasil pemeriksaan. Ia merasa selama ini ada yang positif. Saya yakin pasti dia. Soalnya saya
tidak merasakan gejala apapun. Rindu sempat kan seks cuman sama dia. Kesini saya tau ternyata
menjelaskan bahwa dirinya sempat demam, namun dia bener positif (Riri, 28 Maret 2021)
hanya berlangsung beberapa saat.
Serupa dengan Riri, Rindu dan Rita juga menduga
Pernah demam aku, tapi gak lama soalnya udah bahwa penyebab dirinya terinfeksi HIV merupakan
minum paracetamol dan emang ngira demam biasa. akibat dari perilaku seks bebas. Terlebih lagi, Rita
Sekali itu aja aku sakit. Untung semenjak terakhir merupakan salah seorang pekerja seks komersil (PSK).
donor, aku gak ada ngelakuin transfusi apapun
(Rindu, 30 Maret 2021). Kaget gak kaget si, cuman gimanapun tetep shock
juga ya. Aku emang udah tau free sex sejak umur 16
Rita memiliki cerita yang hampir serupa dengan Riri tahun. Jarang pake pengaman (alat kontrasepsi
dan Rindu. Awal mula Rita mengetahui bahwa dirinya seperti kondom) jadi ya kemungkinan besar
terinfeksi HIV dikarenakan ketidaksengajaannya untuk diinfeksi sama pasangan seks-ku dulu (Rindu, 30
melakukan tes kesehatan. Maret 2021).

Pas itu demam beberapa hari terus cek kesehatan ke Aku yakin banget pasti ini dibawa sama salah satu
rumah sakit karena demam beberapa hari gak turun- pelanggan seksku (Rita, 04 April 2021).
turun (Rita, 04 April 2021)
Berbeda dengan ketiga responden sebelumnya, Risa
Berbeda dengan tiga responden sebelumnya yang menceritakan bahwa dirinya terinfeksi HIV yang
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV dari tes ditularkan oleh sang suami. Ia menjelaskan bahwa
kesehatan yang tidak disengaja, Risa mengetahui bahwa

28
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

sebelum menikah, suaminya telah positif HIV, namun khawatir sama penolakan nantinya (Rindu, 30 Maret
tidak bercerita apapun pada Risa. 2021)

Ternyata saat itu suami saya itu udah tau kalo dia Untungnya aku ketemu sama salah satu perawat, aku
positif HIV. Setelah cek kesehatan itu dia akhirnya bener-bener didukung habis-habisan. Dia yang
jujur, setahun sebelum kami menikah dia udah tau bantu aku buat berani terbuka tentang kondisi aku.
kalo dia positif (Risa, 01 April 2021) Orang pertama yang aku kasih tau tentang kondisi
ku itu sahabatku yang dari SD. Aku ngasih tau
Keempat responden merupakan individu yang terinfeksi keluargaku itu ada 3 bulan setelah sahabatku (Rindu,
HIV akibat hubungan seksual yang dilakukan dengan 30 Maret 2021)
pasangan lawan jenisnya. Tiga responden menjelaskan
bahwa mereka melakukan hubungan seks bebas dan Aku butuh waktu setahun buat bisa jelasin ke
tidak menggunakan alat kontrasepsi/pengaman keluarga. Soalnya aku harus bisa buat mereka
(kondom) saaat berhubungan seksual. Satu responden paham. Gimana, soalnya latar belakang pendidikan
lainnya menjelaskan bahwa dirinya terinfeksi HIV juga gak mendukung. Aku aja awal-awal gak tau
dikarenakan suami responden tersebut tidak berkata HIV itu apa dan gimana (Rita, 04 April 2021)
jujur bahwa telah teinfeksi HIV sebelum responden dan
suami menikah. Pengalaman berbeda dialami oleh Risa. Risa
menyampaikan bahwa ketika ia mengetahui bahwa
Awal mengungkapkan status HIV pada keluarga positif terinfeksi HIV, dirinya dan suami hanya
Mengungkapkan status atau kondisi bahwa memerlukan waktu beberapa minggu untuk bercerita
seseorang mengalami penyakit yang kronis bahkan kepada keluarga besar.
menular, tentu saja bukan perkara yang mudah terlebih
bila dihadapkan dengan kondisi keluarga atau Takut setakut-takutnya waktu itu. Cuman aku sadar
lingkungan yang dirasa tidak supportif. Hal ini tentu saja kewajibanku buat nyeritain semua. Aku cuman gak
menjadi pertimbangan bagi sesorang untuk mau nunda lama-lama dan berujung gak cerita.
menyampaikan kondisi kesehatannya kepada keluarga Takut kejadiannya kayak suamiku ke aku (Risa, 01
atau lingkungannya. Keempat responden memiliki April 2021)
pengalaman yang berbeda ketika hendak
mengungkapkan status HIV yang dialami pada […] Saat pertama kali cerita dan menyampaikan,
keluarga. mereka semua cuman nangis sambil ngasih
dukungan. Apalagi orang tuaku. Mereka sedih
Habis tau kalo aku sakit itu, aku nyimpen dua tahun banget pas denger itu, aku nangis sesenggukan. Tapi
ga ngomong siapa-siapa tapi udah jaga diri biar ga aku takjub, semua keluargaku ngedukung aku sama
nularin orang rumah. Pertama kali yang aku kasih suami untuk bisa sembuh (Risa, 01 April 2021)
tau itu ya kakakku, langsung nangis kita semua terus
akhirnya mereka periksa ke dokter kan, Keempat responden memiliki pengalaman yang
Alhamdulillah ga ada yang terinfeksi (Riri, 28 Maret berbeda-beda pada saat mengungkapkan kondisi
2021) kesehatannya kepada keluarga. Tiga di antaranya
membutuhkan waktu beberapa tahun untuk merasa siap.
Pasca kejadian tersebut, Riri menceritakan kondisinya Bahkan dua di anataranya, yakni Rindu dan Rita tidak
kepada kedua orang tuanya dan juga keluarga besarnya. secara langsung menyampaikan kondisi kesehatannya
Responden lain bernama Rindu dan Rita juga kepada keluarga, melainkan mereka terlebih dahulu
mengungkapkan bahwa dirinya juga membutuhkan memberitahu rekan yang mereka percayai. Responden
waktu beberapa tahun ketika hendak mengungkapkan bernama Risa tidak begitu mengalami kesulitan ketika
status HIV yang dialaminya pada keluarga. hendak bercerita kepada keluarga, meski tetap
merasakan khawatir dan cemas mengenai reaksi yang
Butuh tiga tahun supaya bisa terbuka tentang akan diberikan oleh keluarganya.
kondisiku, apalagi aku bener-bener takut dan
Tema: Hubungan dengan lingkungan

29
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Tema besar kedua dalam penelitian ini adalah mengenai


hubungan responden dengan lingkungan. Hubungan Aku tinggal sama ibuku, sama abangku juga. Ayah
dengan lingkungan ini akan membahas mengenai sama ibu udah cerai dari aku SD. Hidupku dari kecil
bagaimana hubungan subjek dengan lingkungan serba pas-pasan soalnya ibu juga cuman buruh jadi
keluarga dan sosial sebelum menjadi PDHA. Pada tema apa-apa serba pas. Aku ga begitu deket sama ayahku,
ini juga akan menjelaskan bagaimana subjek soalnya dia udah nikah lagi kan sama ibu juga ga
menghadapi reaksi dari lingkungan keluarga dan sosial deket banget soalnya sibuk kerja (Rindu, 30 Maret
pasca menjadi PDHA. 2021)

Hubungan dengan lingkungan keluarga Selama ini apa-apa yang urus sendiri dan lebih
Riri, Rindu dan Rita sama-sama memiliki hubungan banyak di luar rumah. Aku jarang di rumah soalnya
yang kurang baik dengan keluarganya, terlebih kedua pada sibuk sendiri-sendiri. Bahkan ngobrol sama
orang tuanya. Ketiganya memiliki latar belakang abangku itu bisa diitung jari, kalo sama ibu ya
ekonomi yang berbeda-beda, hal ini yang dirasa oleh ngobrol seperlunya dan pas ketemu aja (Rindu, 30
ketiganya memiliki pengaruh akan hubungannya dan Maret 2021)
keluarga.
Bapak ibuku itu kan buruh tani, aku gak begitu deket
[…] Dari kecil aku orangnya bisa dibilang cukup sama mereka. Aku dari kecil juga udah sering bantu-
dari segi ekonomi cuman ya gitu orang tuaku sibuk, bantu kerja apalagi anak pertama (Rita, 04 April
mangkanya aku ikut sama kakak perempuan ku. Aku 2021)
deket sama kakak perempuan ku, sama ibu juga
cuman kalo sama papa ya ga deket banget soalnya Rita menjelaskan bahwa dirinya lebih dekat dengan
jarang di rumah (Riri, 28 Maret 2021) sang adik dibanding kedua orang tuanya.

Riri menjelaskan bahwa ia memiliki hubungan yang Kalo sama adik aku malah deket banget, sayang aku
kurang baik dengan sang ayah karena sang ayah cukup sama dia. Aku kerja ini ya buat dia, buat sekolahnya.
keras dan agamis. Aku cuman pengen adikku itu jadi orang yang
sukses, jadi orang berhasil. Supaya gak kayak aku.
Papaku itu orangnya keras terus agamis, aku aja ga Alhamdulillah dia sekarang bisa kuliah (Rita, 04
boleh pacaran. Temen sekolah ku cowok aja ga April 2021)
dibolehin dibawa ke rumah padahal lagi kerja
kelompok dan dia ga sendirian. Aku pernah dimaki Pasca bercerita kepada keluarga mengenai status
depan temenku gara-gara ketauan pacaran, jadi mereka sebagai PDHA, Rindu dan Rita menyampaikan
sempet sebel aja sama ayahku itu (Riri, 28 Maret bahwa kedua orang tua mereka tidak begitu peduli dan
2021) keduanya tidak menerima dukungan dalam bentuk
apapun.
Hubungan Riri dan keluarga pasca dirinya terbuka akan
status HIV, perlahan mulai berubah. Riri mendapatkan Keluargaku bener-bener ga ngasih dukungan apa-
dukungan penuh dari keluarganya terlebih kedua orang apa, apalgi orang tuaku. Aku kayak dibuang aja
tuanya. (Rindu, 30 Maret 2021)

Setelah kejadian itu, keluargaku bener-bener Orang tuaku ya masa bodoh aja gitu, mungkin
support aku. Apalagi ibu sama papa, mereka bener- karena ya bingung harus ngapain juga. Untung ada
bener nerima aku dan kondisiku (Riri, 28 Maret adek yang paham, jadi dukungan ya dari dia (Rita,
2021) 04 April 2021)

Berbeda dengan Riri, Rindu dan Rita merupakan anak Berbeda dengan Riri, Rindu, dan Rita, Risa memiliki
dari keluarga yang memiliki kondisi ekonomi pas- hubungan yang cukup baik dengan keluarga besarnya,
pasan. Hubunga keduanya dengan keluarga terlebih terlebih kedua orang tuanaya.
orang tuanya tidak terjalin dengan baik. .

30
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Aku anak tunggal jadinya super disayang sama Temenku emang banyak soalnya aku mainnya gak
orang tua. Aku deket banget sama orang tuaku, di satu tempat aja (Rindu, 30 Maret 2021)
mereka itu bukan tipe orang tua yang ngekang dan
bukan yang ngebebasin juga. Intinya merek percaya Aku anaknya emang suka punya banyak temen gitu
penuh sama aku. Aku juga deket sama keluargaku ya dari kecil, mungkin karena gak punya saudara
lainnya, kayak sepupu ku gitu (Risa, 01 April 2021) jadi ya banyakin temen. Sampe sekarang aku masih
punya temen yang udah lama banget temenan dan
Di keluarga suami aku juga deket, sama mertua sama kita saling support satu sama lain (Risa, 01 April
adek iparku. Mertuaku itu saying banget sama aku, 2021)
aku gak pernah dituntut ini atau itu (Risa, 01 April
2021) Kondisi berbeda ditunjukkan oleh Rita, yang memiliki
hubungan kurang baik dengan lingkungan sosialnya.
Pasca bercerita mengenai status dirinya sebagai PDHA
kepada keluarga, Risa menyampaikan bahwa seluruh Temenku cuman itu-itu aja. Aku gak terlalu suka
keluarga besarnya dan keluarga besar suaminya sangat kumpul-kumpul atau main gitu dari aku kecil (Rita,
mendukung dan menerima kondisinya dengan baik. 04 April 2021)

Bersyukur banget, sampek sekarang didukung Hubungan keempat responden tersebut tentu memberi
penuh sama mama papa, mertua juga. Mereka dampak terhadap reaksi serta perubahan hubungan yang
bahkan bantuin cari informasi buat terapi-terapi dan diberikan lingkungan sosialnya terhadap responden
ngasih saran ini itu (Risa, 01 April 2021) pasca mereka mengungkapkan status dirinya sebagai
PDHA. Riri dan Risa cenderung memiliki hubungan
Keempat respnden menunjukkan perbedaan yang cukup yang cukup baik dengan lingkungan sosialnya pasca
signifikan mengenai hubungan mereka dengan keluarga mereka mengungkapkan diri sebagai PDHA.
terlebih kedua orang tuanya, baik sebelum dan sesudah
menyampaikan kondisi kesehatan mereka. Responden Tetangga kiri-kanan sih udah pada tau, sejauh ini ga
Riri cenderung mendapat perlakuan berbeda dari pernah mendapat tanggapan buruk dari mereka.
keluarga terlebih kedua orang tuanya, setelah diketahui Beberapa malah ada yang ngasih dukungan dan aku
bahwa dirinya terinfeksi HIV. Sedangkan responden masih sering diajak kumpul. Temen-temen aku juga
Rindu dan Rita tidak menunjukkan perbedaan mengenai ngedukung banget (Riri, 28 Maret 2021)
hubungan mereka dengan keluarga setelah diketahui
bahwa mereka terinfeksi HIV. Responden Risa menjadi Alhamdulillah, aku itu berada di lingkungan sosial yang
satu-satunya responden yang memiliki hubungan positif bener-bener positif. Aku jadi ngerasa kalo alam
dengan keluarga, baik sebelum maupun sesudah ngedukung, kalo lagi sedih atau apa pasti ada yang bantu
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV. buat semangat lagi (Risa, 01 April 2021)

Hubungan dengan lingkungan sosial Rekanku dukung banget sih, mereka fair banget
Riri, Rindu, dan Risa memiliki hubungan dengan orangnya sampai sekarang (Risa, 01 April 2021)
lingkungan sosial yang cukup baik. Rita menjadi satu-
satunya responden yang memiliki hubungan kurang Hal berbeda dirasakan oleh Rindu dan Rita yang tidak
baik dengan lingkungan sosialnya. mendapatkan reaksi yang positif dari lingkungan
sosialnya. Bahkan Rita mendapatkan perlakuan
Dari dulu emang aktif di kegiatan lingkungan, temen diskriminatif dari lingkungan tempat tinggalnya.
juga banyak di rumah orang tua, di sini (tempat
tinggal kakaknya) juga punya banyak temen. Sering Pas tau aku positif, ilang aja semua temenku ga tau
nongkrong, sering bikin acara gitu (Riri, 28 Maret pada kemana. Paling cuman beberapa aja yang
2021) bertahan (Rindu, 30 Maret 2021)

Pelampiasanku kalo bosen di rumah ya main keluar Aku itu jarang banget di rumah jadi gak banyak
sama temen-temen, itu udah dari dulu begitu. kenal orang sana. Tapi pas aku sakit ini, tetanggaku

31
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

pada tau mereka jadi sering ngomongin aku. Aku sekarang. Ada kondisi di mana aku ga percaya sama
bahkan sempet diminta buat pergi dari kosan sama yang aku alami. Awalnya ya gitu, ga ga merasa ga
tetangga tapi untungnya dibantu sama yang punya mungkin tapi ternyata ya gini keadaannya (Rindu,
30 Maret 2021)
kos. Dia kan perawat jadi dia paham sama kondisiku
(Rita, 04 April 2021) […] andai aku ga nikah andai aku ga sama suamiku,
itu si yang terbesit dalam pikiran pas tau aku positif.
Keempat responden menunjukkan hubungan yang Siapa si yang bisa nerima dengan lapang dada, ga
berbeda-beda terhadap lingkungan sosialnya, baik ada. Aku ya percaya ga percaya awalnya, kok bisa
sebelum maupun sesudah mengungkapkan diri sebagai ya suamiku, kok bisa aku ga tau. Bingung juga harus
PDHA. Riri dan Risa cenderung mendapatkan gimana sama kondisi ini (Risa, 01 April 2021)
dukungan yang cukup baik dari lingkungan sosialnya.
Aku lebih gabisa terima kenapa aku, kenapa bisa
Keduanya tidak mengalami perubahan yang cukup harusnya aku bisa mencegah dan bisa lebih ati-ati
signifikan pasca mengungkapkan diri sebagai PDHA. lagi. Tapi akhirnya kayak mikir yaudah nasi udah
Berbanding terbalik dengan Rindu dan Rita yang jadi bubur, walau berat ya (Rita, 04 April 2021)
mendapatkan reaksi yang kurang baik dari lingkungan
sekitar. Keduanya dijauhi oleh orang-orang di Keempat responden sama-sama mengalami kondisi di
sekelilingnya. Perubahan signifikan terjadi pada Rindu mana mereka tidak percaya dan juga bingung akan
kondisi mereka. Setiap responden menunjukkan reaksi
yang harus kehilangan ebebrapa teman akibat
yang berbeda-beda mengenai penolakan.
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV. Rita yang
sebelumnya memiliki hubungan kurang baik dengan Depresi
lingkungan sosialnya, bahkan harus menerima tindakan Menjadi seseorang yang harus hidup dengan
diskriminatif dari orang-orang yang tinggal di penyakit kronis dan menjamin kematian bahkan
sekitarnya. menular tentu saja bukan perkara mudah. Tidak jarang
seseorang mengalami fase tertekan atau terpuruk akibat
Tema: Tahap Penerimaan Diri kondisi yang sedang dialami. Hal ini dialami oleh
Tema besar ketiga dalam penelitian ini adalah mengenai keempat responden, keempatnya melalui masa depresi
proses penerimaan diri. Dalam tema ini terdapat tiga yang berbeda-beda.
subtema, yaitu mengenai penolakan, depresi, hingga
pada penerimaan tahap ini mengacu pada teori yang Berat banget buat aku, aku merasa bahwa ini akhir
dimiliki oleh Ross & Tebble (1989) dari segalanya. Aku bener-bener gak tau harus apa
dan minta tolong ke siapa saat itu. Aku bahkan
Penolakan sampai nyoba bunuh diri dan segala macem karena
Penolakan sering kali terjadi kepada mereka yang sangking tertekannya (Riri, 28 Maret 2021)
dihadapkan dengan permasalahan. Penolakan yang
terjadi dapat berupa rasa tidak percaya serta bingung. Berat banget, aku gak di dukung keluargaku sama
Seseorang yang baru saja didiagnosa akan hidup dengan sekali. Masa depanku kayak yang hancur hari itu
penyakit yang menular dan mematikan kebanyakan juga. Aku bahkan sempet putus asa dan hampir
akan mengalami hal ini. Keempat responden mengalami bunuh diri juga (Rindu, 30 Maret 2021)
kondisi penolakan yang hamper serupa. Riri dan Rindu
cenderung mengalami fase penolakan yang cukup lama Berat banget rasanya. Aku sempet beberapa kali
disbanding dengan Rita dan Risa. bunuh diri karena gak kuat sama sindirian orang-
orang (Rita, 04 April 2021)
[…] ga percaya sama sekali, ya bingung juga
bingung karena ga tau harus apa dan bagaimana. Pengalaman berbeda ditunjukkan oleh Risa, meski tidak
Setelah bilang ke keluarga dan lingkungan ku tau memiliki keinginan untuk bunuh diri seperti subjek
pun aku masih kayak ga percaya aja sama kondisiku sebelumnya, Risa beberapa kali merasa tertekan,
bener-bener ga pernah ngebayangin ada di posisi ini menyalahkan diri sendiri bahkan orang lain mengenai
(Riri, 28 Maret 2021) kondisi yang dialaminya.

Mungkin semua orang ngerasain sih apa yang aku


rasain. Sedihnya masih bisa aku inget sampe

32
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Aku gini ini pernah ngerasa hancur banget, bahkan buat semua orang, gak nyakitin orang (Rita, 04
pernah nyalahkan diri sendiri juga nyalahin orang April)
lain atas kondisiku (Risa, 01 April 2021)
Aku dikelilingi orang baik dan punya adik yang baik,
[…] aku merasa bahwa suamiku adalah musibah. kalau dia bisa nerima aku dan kondisi aku ya aku punya
Dia yang ngasih aku penyakit, dia ngancurin alasan apa buat ga menerima diriku sendiri. Sekarang
harapanku, ngancurin masa depanku, ngerenggut aku belajar banyak bersyukur dan bawa enjoy aja […]
kebahagiaanku. Aku sebenci itu sama suamiku. Tapi (Rita, 04 April 2021)
lambat laun aku sadar, gak ada gunanya nyalahin Aku emang anaknya itu seneng bercanda, gimana ya
orang lain terus-terusan apalagi suami. Gak akan ada kepuasan sendiri gitu kalo ngeliat orang lain bisa
ngerubah apa yang udah terjadi juga (Risa, 01 April ketawa, bisa seneng. Puas aja gitu (Risa, 01 April
2021) 2021)

Seluruh responden memiliki pengalaman yang berbeda- Alhamdulillah aku sekarang perlahan sudah
beda mengenai fase depresi yang mereka alami. Tiga mengerti kondisiku, aku merasa bersyukur aja
dengan kondisiku ini, masih banyak orang yang
dari empat responden sama-sama pernah memiliki
saying dan pedulu. Aku beruntung, padahal kalau
keinginan untuk bunuh diri dan satu responden lainnya dibilang banyak orang di luar sana yang tidak
cenderung menyalahkan diri sendiri dan orang lain atas seberuntung aku. Jadi apa alasannya aku ga mau
kondisi yang dialaminya. Hal tersebut terjadi berulang bersyukur? Ga ada, aku sangat bersyukur sekarang
hingga akhirnya keempat responden mulai bisa (Risa, 01 April 2021)
menerima kondisi diirnya dan kesehatannya.
Pandangan mengenai keempat responden akan dirinya
Penerimaan sebelum menjadi PDHA dan setelah menjadi PDHA
Penerimaan diri digambarkan sebagai suatu kondisi terbilang cukup positif. Keempat responden sama-sama
di mana seseorang mampu menerima dirinya dan menilai bahwa ada hal berharga yang mereka miliki,
kondisi yang dialaminya (Ryff, 1996). Pada bagian ini keempatnya juga memiliki penilaian dan gambaran diri
akan digambarkan mengenai bagaimana responden yang cukup positif baik sebelum dan setelah menjadi
menggambarkan dirinya dan kondisi yang dialaminya PDHA..
sebagai suatu bentuk penerimaan diri.
Pembahasan
Aku tipe anak yang cheerfull, banyak temen dan
Penerimaan diri merupakan sebuah pandangan
emang bandel sih (Riri, 28 Maret 2021)
positif yang dmiliki individu mengenai siapa dirinya .
(Germer, 2009). Individu mampu dikatakan memiliki
[…] HIV udah jadi bagian hidupku sekarang. Aku
penerimaan diri yang baik apabila ia mampu
sudah mulai menerima semua yang terjadi di
mngendalikan emosi yang dimilikinya, serta mampu
hidupku, hidupku jauh lebih bahagia dan berarti aja
berpikir positif dan mampu bersikap realistis, mampu
sekarang. Tujuan hidupku sekarang ya gimana
memahami kekurangan serta kelebihan yang dimiliki
caranya aku bisa berguna buat orang di sekelilingku
dan optimis dalam menjalankan kehidupan (Citra &
dan sesama PDHA […] (Riri, 28 Maret 2021)
Eriany, 2015). Penerimaan diri memiliki beberapa aspek
dasar, seperti penyesaian diri, kepuasan diri serta sikap
[…] Aku ngerasa kalo aku ini orang yang
sosial (Hurlock, 2012). Penelitian ini menunjukkan
menyenangkan dan mudah bergaul, aku mau
bahwa perempuan dengan HIV/AIDS memiliki
berjuang buat diri aku, Sejauh ini aku cukup bisa
penerimaan diri yang cukup baik di mana keempat
menerima kondisi ini kalau bukan aku siapa lagi
responden mampu memberi gambaran positif akan
coba yang bakalan bisa nerima aku, Sekarang aku
dirinya baik sebelum dan sesudah menjadi PDHA.
cukup menjalani hidup aku, bahagia, bersyukur itu
Mereka mampu menyesuaikan diri mereka terhadap
aja (Rindu, 30 Maret)
lingkungan dengan baik. Meski beberapa dari mereka
membutuhkan waktu guna meneysuaikan diri dengan
[…] temenku emang ga banyak tapi aku ga pernah
kondisi kesehatannya, keempatnya sama-sama mampu
nyakitin orang. Aku selalu berusaha agar jadi baik

33
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

beradaptasi dengan baik hingga saat ini. Tiga dari empat anataranya adalah pemahaman diri, harapan yang
subjek memiliki tingkat kepuasan yang cukup baik akan realistsis, tidak adanya gangguan emosional,
dirinya. Ketiganya mampu memberikan penilaian yang pencapaian yang dialami, padangan diri yang luas,
cukup positif akan dirinya, meski telah menjadi PDHA. konsep diri yang stabil serta dukungan dari lingkungan
Satu subjek lainnya, yakni Rita pada awalnya memiliki dan sikap sosial yang positif (Hurlock, 2012).
penilaian yang cukup negatif pada dirinya sehingga Pemahaman diri merupakan suatu kemampuan psikis,
tidak memiliki rasa puas akan diri serta kemampuannya. fisik serta moral dan tujuan hidup yang dibentuk dari
Setelah menjadi PDHA dan kemudian mendapat hasil interaksi dengan lingkungan (Suryani & Gunawan,
dukungan dari sekitar, Rita pun mulai belajar untuk 2018). Perempuan yang hidup dengan HIV/AIDS
melihat sisi positif dirinya dirinya. Keempat responden mengetahui bahwa dirinya memiliki penyakit kronis
sama-sama memiliki hubungan yang cukup positif yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.
dengan lingkungan sosialnya, terlebih dengan Keempat subjek sadar betul mengenai resiko serta
keolompok-kelompok yang menaungi PDHA atau keterbatasan yang dialami saat menjadi PDHA. Seluruh
ODHA. subjek pun berusaha terbuka mengenai kondisi
Proses penerimaan diri tidak berlangsung begitu kesehatannya kepada orang sekitar terlebih keluarga.
saja. Terdapat beberapa fase yang akan dilalui oleh Tidak mengalami gangguan emosional merupakan
individu guna menerima kondisinya, yakni:penolakan aspek penting dalam proses penerimaan diri. Individu
(denial), depresi (depression) dan penerimaan yang tudak mengalami gangguan emosional seperti
(acceptance) (Ross & Tebble, 1989). Pada fase pertama, stress cenderung mampu bekerja lebih optimal dan lebih
yakni penolakan (denial) Keempat subjek mengalami berorientasi pada lingkungan dibanding dengan dirinya
fase ini, yang ditandai dengan rasa kecewa, sedih, marah sendiri. Individu yang tidak mengalami gangguan
serta bingung. Fase selanjutnya, yakni keingintahuan emosional lebih mampu bersikap tenang dan bahagia
(curiousity). Keempat subjek mengalami fase ini, di (Hurlock, 2012). Keempat subjek dalam penelitian ini
mana keempatnya sama-sama berusaha mencari tahu cenderung mengalami gangguan emosional, yakni
mengenai bagaimana dan siapa yang menginfeksinya. stress. Rita menjadi subjek yang mengalami kondisi
Keempatnya juga sama-sama berusaha mencari tahu stress yang cukup lama dibanding dengan ketiga
mengenai apa itu HIV/AIDS dan juga lembaga- responden lainnya. Hal ini diakibatkan oleh tidak
lemabaga yang menaungi orang-orang dnegan adanya dukungan dari lingkungan serta keluarganya.
HIV/AIDS terutama perempuan. Fase selanjutnya, Pada dasarnya ketiga responden lainnya juga
yakni tolerani (tolerance). Rasa toleransi dimulai ketika mengalami kondisi stress namun masih dalam tahap
keempat responden mulai mengikuti yayasan atau yang terkontrol dan mampu diolah dengan baik oleh
lembaga yang menaungi orang dengan HIV/AIDS atau ketiganya. Hal ini memberikan dampak signifikan akan
perempuan dengan HIV/AIDS. Sejak mengikuti hasli penerimaan diri, di mana ketiga subjek lainnya
yayasan atau lembaga tersebut, keempatnya berusaha yakni Riri, Rindu dan Risa lebih cepat melalui proses
belajar mengani bagaiamana cara bertahan dalam penerimaan diri dibanding dengan Rita.
kehidupan sebagai PDHA. Selanjutnya, yakni fase Konsep diri memiliki peran penting dalam
membiarkan (allowing). Pada fase ini keempat mengkondisikan sikap serta perilaku individu (Reski et
responden belajar untuk menerima kondisi mereka al., 2017). Konsep diri merupakan suatu pandangan atau
dengan membiarkan atau mengikhlaskan hal-hal yang penilaian individu akan dirinya sendiri (Chaplin, 2012).
pernah terjadi. Keempat responden mulai menerima Konsep diri yang cenderung stabil, mampu
kondisi mereka dan memaafkan diri serta orang lain. mengarahkan perilaku individu agar dapat diterima oleh
Fase yang terakhir, yakni persahabatam (friendship). lingkungan sekitarnya (Reski et al., 2017). Keempat
Pada fase ini, keempat responden berusaha menjalin subjek mengetahui resiko yang akan diterimanya ketika
hubungan dengan orang-orang sekitar dan hendak terbuka mengenai kondisi kesehatannya.
mempertahankan hubungan yang sudah terjalin Keempatnya mengetahui bahwa akan ada penolakan
sebelumnya. Keempat responden pun berusaha serta cibiran yang diterima dari keluarga maupun
menjalin kedekatan dengan PDHA lain. lingkungan sosialnya. Selain itu, keemoat subjek juga
Penerimaan diri yang dialami oleh individu tidak mengetahui resiko bahwa mereka tidak dapat memiliki
terlepas dari faktor-faktor yang mampu keturunan. Pada tahun awal sebagai PDHA, kondisi
mempengaruhinya, beberapa faktor tersebut di tersebut tentu menjadi masalah besar bagi keempatnya.

34
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Seiring berjalannya waktu, keempat subjek mulai menggunakan lebih banyak teori agar penelitian
belajar untuk menerima kondisi mereka dan menjadikan semakin memiliki banyak data.
resiko-resiko tersebut sebagai hal-hal yang mampu b. Bagi responden, diharapkan responden dapat
mereka lalui. menjalani kehidupan jauh lebih bak dari sebelumnya
Lingkungan yang positif dan supportif menjadi dan dapat mewujudkan segala harapan baik yang
faktor yang mendukung dalam proses pencapaian telah dibentuk, serta dapat lekas pulih dari
penerimaan diri (Hurlock, 2012). Individu tentu saja kondisinya saat ini.
tidak akan berhasil dalam mencapai penerimaan diri c. Bagi masyarakat, diharapkan dapat mengambil
apabila tidak ada dukungan dari lingkungan terlebih lagi manfaat dari penelitian ini dan dapat menjadikannya
kerabat dekat mereka. Dalam peneilitian ini, beruntung sebagai pelajaran agar terhindar dari kondisi yang
keempat subjek berhasil mendapat dukungan dari serupa dan tidak melakukan tindakan diskriminasi.
lingkungan terutama keluarga. Meskipun keempat
subjek harus melewati proses dan waktu yang berbeda-
beda dalam mendapatkan dukungan dari lingkungan DAFTAR PUSTAKA
terlebih keluarga. Avert. (2011). Women, HIV and AIDS.
WWW.Avert.Org
PENUTUP Bernard, M. E. (2014). The strenght of self-acceptance:
Simpulan Theory, practice and research. Springer Science
& Business Media.
Simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
Chaplin, J. P. (2004). Kamus lengkap psikologi. PT.
oleh peneliti mengenai penerimaan diri pada perempuan Raja Grafindo Persada.
dengan HIV/AIDS adalah sebagai berikut: Proses Chaplin, J. P. (2012). Kamus lengkap psikologi.
penerimaan diri yang dialami tiap responden cukup Rajawali Press.
beragam, terdapat responden yang mampu melewati Citra, L. R. A., & Eriany, P. (2015). Penerimaan diri
proses penerimaan dengan cepat dan mudah dan ada pada remaja puteri penderita lupus.
juga responden yang mengalami proses penerimaan diri Psikodimensia, 14(1), 67–86.
Creswell, J. W. (2018). Penelitian kualitatif & desain
yang cukup lama dan sulit. Keempatnya sama-sama
riset: Memilih di antara lima pendekatan. Pustaka
melewati proses pencarian makna hidup setelah menjadi Belajar.
PDHA. Berdasarkan hasil wawancara dengan keempat Ellis, A. (2002). Overcoming resistance: A rational
responden, peneliti menemukan hasil di mana proses emotive behavior therapyintegrated approach.
yang dialami oleh responden dimulai dengan Springer Publishing Company.
keterbukaan status diri pada keluarga dan lingkungan Germer, C. K. (2009). The mindfull path to self-
setelah itu berlanjut pada harapan hidup sebagai PDHA. comparassion: Freeing yourself from destructive
thoughts and emotions. The Guilford Press.
Penelitian ini juga menemukan beberapa faktor
Helaluddin, H., Wijaya, H. (2019). Analisis data
penghambat dan pendukung penerimaan diri pada kualitatif. Sebuah tujuan teori & praktik. Sekolah
PDHA. Adapun faktor penghambat di antaranya: faktor Tinggi Theologia Jaffray.
ekonomi, lingkungan serta pendidikan, Sedangkan Herdiansyah, H. (2015). Metodologi penelitian
faktor pendukungnya, yakni faktor dukungan keluarga. kualitatif untuk ilmu psikologi. Salemba
Lingkungan sosial yang positif dan supportif turut Humanika.
Hurlock. (2012). Psikologi perkembangan sepanjang
berperan dalam proses penerimaan diri.
rentang kehidupan. Erlangga.
Hurlock, H. (2004). Development psychology. Psikologi
Saran perkembangan. Erlangga.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Isabella, A. G. (2018). Penerimaan diri pada
peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut: perempuan dengan HIV/AIDS di rumah singgah
a. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan peneliti dapat Moderamen GBKP. USD Press.
menggunakan lebih banyak responden agar hasil Kemenkes RI. (2020a). Laporan perkembangan
HIV/AIDS & penyakit infeksi menular seksual
penelitian dapat menjelaskan lebih banyak faktor-
(PIMS) triwulan III tahun 2020. Sistem Informasi
faktor berdasarkan perjalan hidup responden yang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
beragam terkait perempuan dengan HIV/AIDS. https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Lap
Selain itu diharapkan peneliti selanjutnya dapat oran_Perkembangan_HIV_AIDS_dan_PIMS_Tri
wulan_III_Tahun_2020.pdf

35
Volume 8 Nomor 9 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Kemenkes RI. (2020b). Laporan perkembangan


HIV/AIDS & penyakit infeksi menular seksual
(PIMS) triwulan IV tahun 2019. Sistem Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Lap
oran_Perkembangan_HIV_AIDS___PIMS_TRI
WULAN_IV_TAHUN_2019.pdf
Khasanah, F., & Putu, S. L. K. (2015). Penerimaan diri
pada perempuan pekerja seks penderita
HIV/AIDS. Proyeksi, 10(1), 61–65.
Moitra, E., Herbert, J. D., Forman, E. (2011).
Acceptance-based behavior therapy to promote
HIV medication adherence. Aids Care, 23(12),
1660–1667.
https://doi.org/10.1080/09540121.2011.579945
Reski, N., Taufik, & Ifdil. (2017). Konsep diri dan
kedisiplinan belajar siswa. Jurnal EDUCATIO,
3(2), 85–91.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.29210/12018
2184
Ross, M. W., & Tebble, W. E. M. (1989). Staging of
psychological reactions to HUV infection in
asymptomatic homosexual men. Psychology &
Human Staging of Psychological, 2(193), 104.
https://doi.org/10.1300/J056v02n01
Ryff, C. D. (1989). Beyond Ponce de Leon and life
statifaction: New directions in quest of successful
ageing. International Journal of Behavioral
Development, 12(1), 35–55.
https://doi.org/10.1177/016502548901200102
Ryff, C. D. (1996). The structure of psychologycal well
being revisited. Journal of Personality and Social
Psychology, 69(4), 719–727.
https://doi.org/10.1037//0022-3514.69.4.719
Shaluhiyah, Z., Musthofa, B., & Widjimarko, B. (2015).
Stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV-
AIDS. Universitas Diponegoro.
Stewart, C. J., & Cash, J. W. (2014). Intervieu: Prinsip
dan praktik. Salemba Humanika.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif,
kualitatif, dan r&d. Alfabeta.
Sugiyono. (2018). Metode penelitian kualitatif. CV.
Alfabeta.
Suryani, O. I., & Gunawan, I. M. (2018). Hubungan
pemahaman diri dengan sikap percaya diri pada
siswa kelas VIII SMPN 7 Woja. Jurnal
Kependidikan, 4(2), 188–191.
Ulfatin, N. (2015). Metode penelitian kualitatif di
bidang pendidikan: Teori dan aplikasinya. Media
Nusa Crative.
UNAIDS. (2020). UNAIDS data 2020.
https://www.unaids.org/sites/default/files/media_
asset/2020_aids-data-book_en.pdf

36
37

Anda mungkin juga menyukai