1. Perjanjian
a. Pengertian
pada persetujuan.
39
40
pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu
prestasi.37
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu
37
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 6.
38
Subekti, Op.Cit., hal.1.
39
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustistia, Yogyakarta,
2009, hal. 42.
40
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata IndonesiaCetakan Ke-III, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 225.
41
Wiryono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian. Cetakan Ke-VIII, Bale,
Bandung, 1979, hal. 9.
41
orang lain.42
perselisihan.44
oleh dua orang atau lebih dalam suatu ikatan yaitu untuk
b. Objek Perjanjian
42
R. Setiawan.,.Pokok-pokok Hukum Perikatan.Cetakan ke- VI ,Putra A Bardin,
Bandung, 1999, hal. 77.
43
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty,Yogyakarta, 1990,hal. 97.
44
Mariam Darus Badrulzaman,Op.Cit, hal. 65.
42
menyatakan bahwa suatu sebab adalah tidak halal jika sebab itu
c. Subyek Perjanjian
45
M.Yahya Harahap,Op.Cit, hal. 15.
46
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hal. 228.
43
e. Jual Beli
barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di
janjikan.49
48
Ibid, hal. 342.
49
Subekti, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 2004, hal. 79.
45
membayar harga.
kepada pembeli.
2. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
50
Ibid,hal. 60.
46
Hukum Perdata.
b. Akibat Wanprestasi
Perdata).
51
Subekti, Op.Cit, hal. 45.
52
R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan,Binacipta,Bandung, 1978, hal. 18.
47
Perdata).
bersalah.
B. Ratio Decidendi
bukti.
undang.
pilian dari berbagai kemungkinan yang ada. Ratio dapat ditemukan dengan
memperhatikan fakta materiil dan putusan yang di dasarkan atau fakta itu.
Denga demikian, dari suatu fakta materiil dapat terjadi dua kemungkinan
putusan yang saling berlawanan yang menentukan adalah Ratio Decidendi
putusan tersebut.56
56
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian HukumCetakan Ke-7,Kencana, Jakarta, 2011,
hal. 123.
57
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,
Sinar Grafika, Malang, 2010, hal. 110.
58
Ibid.
59
Ibid.
50
60
Ibid,hal. 131.
61
Ibid, hal. 111.
62
Ibid.
63
Abraham Amos G.F, Legal Opinion Teoritis Dan Empirisme, PT. Grafindo
Persada, Jakarta, 2007, hal. 34.
51
paling utama.66
Hal yang menjadi bagian dari pertimbangan hakim yaitu ada bagian
64
Titin Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT. Alumni Bandung,
Bandung, 2009, hal. 71-72.
65
Ibid.
66
Paul Scholten, Penuntutan Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, hal.
120.
52
dalam amar bagian pertimbangan ini tidak dapat dipisahkan dari amar
hakim dalam memutus suatu perkara yang diadili tersebut. karena suatu
dari suatu “ratio decidendi” adalah suatu “ratio decidendi” dapat menjadi
embrio lahirnya suatu hukum yang baru apabila “ratio decidendi” tersebut
ada rangka untuk mengadili suatu kasus yang belum ada hukum khusus
yang mengaturnya.
1. Pengertian Hakim
diangkat oleh kepala Negara sebagai penegak hukum dan keadilan yang
mencerminkan keadilan.
67
Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia,
Sinar Grafika Edisi 1 Cetakan 1, Jakarta, 1991, hal. 11.
68
Al.Wisnu Broto, Hakim Dan Peradilan Di Indonesia (Dalam Bebrapa Aspek
Kajian), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 1997, hal. 2.
54
2. Tugas Hakim
yang tinggi. Dan juga menguasai dengan baik teori-teori ilmu hukum.
masyarakat.
75
Ibid, hal. 6.
76
Ibid, hal. 7.
57
3. Kebebasan Hakim
pula diartikan bahwa hakim ialah bagian dari salah satu jabatan tertentu
dalam suatu negara yang dijalankan oleh manusia tertentu dengan status
istimewa dari pihak hakim untuk dapat berbuat secara suka-suka untuk
suatu perkara yang akan diperiksa, tetapi terbatas pada proses peradilan
saja. Artinya hakim harus bebas dari intervensi, sebagai mana diketahui
bahwa sebagai hakim harus pula terikat dan tunduk pada hukum.
dalam Bab IV Pasal 28 sampai Pasal 30, sedangkan Pasal 4 ayat (1)
tanggung jawab hakim. Sementara itu, diluar dari Bab IV undang –undang
suatu perkara yang diajukan, dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
Kekuasaan Kehakiman);
Kekuasaan Kehakiman);
Kekuasaan Kehakiman).