Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER


(DHF) DI RUANG SRIKANDI IGD RSUD JOMBANG

Disusun oleh :

MUZAYNATUL WAQI’AH (7422030)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM JOMBANG

2021
BAB 1

KONSEP TEORI

1.1 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

A. Definisi

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic

fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok

(Nurarif & Kusuma 2015 dalam (Fitriani, 2020).

DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

virus dengue dan juga termasuk golongan Abovirus (arthropodbone virus) yang

disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus yang disebarkan secara

cepat (suriadi & rita yuliani, 2010 dalam (Putri, 2018)

B. Etiologi

Virus dengue yang mana biasanya di bawa oleh nyamuk Aedes Aegepty (betina)

dengan gigitan menjadi vektor ketubuh manusia dengan gigitan nyamuk tersebut. Infeksi

yang pertama kali bisa memberi gejala sebagai Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan

gejala utama demam, nyeri/sendi (Titik lestari, 2016 dalam (Putri, 2018).

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe

virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia

dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap

serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

C. Klasifikasi Dengue Hemorrhagic Fever

Pembagian Derajat Menurut (Titik lestari, 2016 dalam (Putri, 2018) :

a) Derajat I

Suhu tubuh panas yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji perdarahan yaitu

uji tourniquet.

b) Derajat II

Seperti juga derajat II biasanya disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau

perdarahan lain

c) Derajat III

Meliputi gagal atau tidak berfungsinya sirkulasi yakni nadi yang cepat dan melemah,

tekanan nadi yang tiba-tiba menurun atau hipotensi disertai kulit dingin dan lembab

serta gelisah.

d) Derajat IV

Terdapat Dengue Shock Syndrome (DSS), nadi yang tidak dapat teraba dan tekanan

darah yang tidak dapat di ukur


D. Manifestasi Klinis

Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah penyakit seperti flu berat yang

mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi jarang menyebabkan kematian.

Dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40 ° C / 104 ° F) disertai dengan 2 dari gejala

berikut: sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual, muntah,

pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah

masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.

Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan karena plasma

bocor, akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau gangguan organ.

Tanda-tanda peringatan terjadi 3-7 hari setelah gejala pertama dalam hubungannya dengan

penurunan suhu (di bawah 38 ° C / 100 ° F) dan meliputi: sakit parah perut, muntah terus

menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan, kegelisahan dan darah di muntah. 24-48

jam berikutnya dari tahap kritis dapat mematikan; perawatan medis yang tepat diperlukan

untuk menghindari komplikasi dan risiko kematian Menurut WHO DHF dibagi dalam 4

derajat yaitu:

1. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau tempat

lain.

3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan

lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi disertai dengan kulit

dingin dan gelisah.

4. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

Terukur.
Menurut (Vyas et. Al 2014), gejala awal demam berdarah dengue yang mirip dengan

demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang terinfeksi menjadi mudah

marah, gelisah, dan berkeringat. Terjadi perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti

darah pada kulit dan patch lebih besar dari darah di bawah kulit. Luka ringan dapat

menyebabkan perdarahan.

Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan, pemulihan

dimulai setelah masa krisis 1-hari

1. Gejala awal termasuk:

a. Nafsu makan menurun

b. Demam

c. Sakit kepala

d. Nyeri sendi/otot

e. Perasaan sakit umum

f. Muntah

2. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:

a. Bercak darah di bawah kulit

b. Bintik-bintik kecil darah di kulit

c. Ruam Generalized

d. Memburuknya gejala awal

3. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:

a. Dingin, lengan dan kaki berkeringat

b. Berkeringat
E. Komplikasi

Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:


1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat
dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,
hematemesis, dan melena
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi
atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.
Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura
dan adanya dipsnea.

F. Patofisiologi

Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada penderita DHF

adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya

perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler

mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit

berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan


haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan

(syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah

penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh,

ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang

mungkin terjadi seperti pembesaran limpa (splenomegali).

Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran atau

perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit menjadi penting

untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat

dianjurkan untuk memantau hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah

pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma

telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan

jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika

tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang

dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila

tidak segera ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya

terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua

komponenkomponen di dalam darah yang telah hilang.


G. Pathway

Nyamuk yang mengandung


virus Dengue

Menggigit tubuh manusia

Virus masuk memalui aliran darah


Masuk ke pembuluh darah
Mekanisme tubuh untuk otak melalui aliran darah
viremia
melawan virus sehingga mempengaruhi
hipotalamus
Komplemen antigen
antibodi meningkat
Peningkatan asam lambung Suhu tubuh meningkat

Pelepasan peptisidaa
Mual, muntah Hipertermi

Gangguan pemenuhan Pemebebasan histamin


nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan
permeabilitas dinding
pembuluh darah
Plasma banyak mengumpul
Kebocoran plasma pada jaringan intersititial
tubuh
Hb turun Perdarahan ektraseluler
Odema

Nutrisi dan O2 ke
jaringan menurun hipovolemik Menekan syaraf c

Tubuh lemes Gangguan rasa


nyaman : nyeri
Intoleransi aktivitas
H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah

(Wijayaningsih 2017dalam (Putri, 2018) :

a. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar

hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu

dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.

2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.

3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,

ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah

infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi

reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi

primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau

tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi

biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens,

radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer

dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan

aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang

bermanifestasi dengan gejala klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi


Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada

kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah

angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.

Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah

daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di

sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).

Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi

adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.

f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II)

di dapatkan efusi pleura.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DHF menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2009), yaitu :
1. Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan banyak istirahat.
2. Beritahu pasien untuk mengambil antipiretik untuk mengontrol suhu mereka.
anak-anak dengan dengue beresiko untuk demam kejang selama fase demam
3. Peringatkan pasien untuk menghindari aspirin dan nonsteroid lainnya, obat anti
inflamasi karena mereka meningkatkan risiko perdarahan
4. Memantau hidrasi pasien selama fase demam
5. Mendidik pasien dan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi dan pantau output
urine
6. Jika pasien tidak dapat mentoleransi cairan secara oral, mereka mungkin perlu
cairan IV.
7. Kaji status hemodinamik dengan memeriksa denyut jantung, pengisian kapiler,
nadi, tekanan darah, dan Output urine.
8. Lakukan penilaian hemodinamik, cek hematokrit awal, dan jumlah trombosit.
9. Terus memantau pasien selama terjadi penurunan suhu badan sampai yg normal.
10. Fase kritis DBD dimulai dengan penurunan suhu badan sampai yg normal dan
berlangsung 24-48 jam
Pencegahan : Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan
dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lain- lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali

2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan


lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu

3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng


bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya

4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen

5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak


hinggap disitu

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter


air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah
dibubuhkan ABATE maka :

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh


jentik Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama

pasien dirawat di rumah sakit.

a. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari

15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua,

dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit

adalah panas tinggi dan anak lemah

c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam

kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak

semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,

muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian,

nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi

perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita


Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan

ulangan DHF dengan tipe virus lain.

e. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya

koplikasi dapat dihindarkan.

f. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun

buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita

DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila

kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka

anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

g. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih

(seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)

h. Pola Kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun.

2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare atau

konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria

3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit

atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun

istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes

aegypty.

5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga

kesehatan.

i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut

sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :

1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital

dan nadi lemah.

2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan

spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak

teratur.

3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,

kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan darah

tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit

tampak biru.

j. Sistem Integumen

1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan

lembab

2) Kuku sianosis atau tidak


3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata

anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV.

Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan

nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi

perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).

4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat

cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang

biasanya terdapat pada grade III dan IV.

5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites

6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

k. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) HB dan PVC meningkat (≥20%)

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig. D dengue positif

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan

hiponatremia

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat 7) Asidosis metabolic : pCO2

2.2. Diagnosa Keperawatan

 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas

nilai normal
 Defisit nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan

ditandai dengan berat badan menurun

 Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan

kebocoran plasma darah

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien

mengeluh nyeri

 Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


tindakan keperawatan 1 x Observasi :
dengan proses penyakit
24 jam diharapkan  Identifikasi penyebab
ditandai dengan suhu
hipertermi membaik. hipertemia ( mis.
tubuh diatas nilai normal Kriteria Hasil : Dehidrasi, terpapar
 Termoregulasi lingkungan panas,
 Menggigil penggunaan incubator )
 Kulit merah  Monitor suhu tubuh
 Kejang  Monitor kadar elektrolit
 Pucat  Monitor haluan urine
 Suhu tubuh  Monitor komplikasi
 Tekanan dara akibat hipertermia
Terapeutik :
 Sediakan lingkungan
yang dingin
 Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis ( keringat
berlebihan )
 Lakukan pendinginan
eksternal ( mis. Seliput
hipotermia atau kompres
dingin di dahi, leher,
dada, abdomen, aksila )
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi :
 Anjurkan tiring baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian

cairan elektrolit

intravena, jika perlu

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakuan tindakan Manajemen nutrisi Observasi :


berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam  Identifikasi status nutrisi
psikologis (keengganan diharapkan  Identifikasi alergi dan
untuk makan) makanan ketidakseimbangan intoleransi makanan
ditandai dengan berat nutrisi kurang dari  Identifikasi makanan yang
badan menurun kebutuhan tubuh disukai
terpenuhi. Kriteria Hasil :  Identifikasi kebutuhan
Status Nutrisi kalori dan jenis nutrient
 Porsi makanan yang  Identifikasi perlunya
dihabiskan sedang penggunaan selang
 Frekuensi makan nasogastric
 Nafsu makan cukup  Monitor asupan makanan
membaik  Monitor berat badan
Mermban mukosa sedang  Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman dier ( mis.
Piramida makanan )
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk menjegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
( mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu

Daftar Pustaka

FITRIANI, T. R. (2020). Karya tulis ilmiah asuhan keperawatan pada klien anak dengan

dengue hemorrhagic fever (dhf) yang di rawat di rumah sakit.

Putri, T. G. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Demam Hemorhagic Fever

(DHF) Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. 1–104.

Nuarif & Hardhi. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda

Nic Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta :

Medication Jogja

Centers for Disease Control and Prevention. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
Diakses pada hari selasa, 28 Desember 2021 jam 19.09 WIB dari
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information%20for
%20Health%20care%20Practitioners_2009.pdf

WHO. 2015. Dengue and Severe Dengue. Diakses pada hari selasa, 28 Desember 2021 jam

20.14 WIB dari http://www.who.int/mediacentre/facsheets/fs117en/

Anda mungkin juga menyukai