Anda di halaman 1dari 64

LK 0.

1
LEMBAR KERJA BELAJAR MANDIRI

NAMA : YOFI FIKRI ISLAMI ANSHARY


NIP : 199212042022211011
NO. UKG : 201900447185

DIKLAT PPG 2022


KATEGORI 1 GELOMBANG 2
TKI KELAS 1

MODUL PEDAGOGI
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri
Modul 1
Judul Modul Konsep Dasar Ilmu Pendidikan
Oleh Isniatun Munawaroh, M.Pd.
Judul Kegiatan Bela2jar (KB) KB1. Konsep Dasar, Rasional,
dan Landasan Ilmu
Pendidikan
KB2. Karakteristik Peserta Didik
KB3. Teori Belajar dan
Implikasinya dalam
Pembelajaran
KB4. Kurikulum Pendidikan di
Indonesia
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang 1. KB 1
dipelajari Sebagai pendidik profesional
melaksanakan praktik pendidikan
tidaklah boleh dilaksanakan secara
sembarangan tanpa landasan yang jelas.
Namun, pelaksanaannya harus didasari
konsep yang kuat dan terencana.
Artinya, praktik pendidikan haruslah
memiliki suatu landasan yang kokoh,
jelas dan tepat. Landasan pendidikan
memberikan pondasi yang kuat bagi
pendidik profesional untuk menjalankan
perannya sebagai pendidik sehingga
dapat menentukan tujuan yang jelas dan
terarah, menetapkan isi kurikulum yang
tepat dan mampu melaksanakan
pembelajaran yang menyenangkan
sebagai upaya menjadikan peserta didik
sebagai individu yang utuh dan mencapai
hakikat tujuan.
a. Konsep Dasar dan Rasional Ilmu
Pendidikan
konsep pendidikan dan rasional
pendidikan tidak dapat terlepas dari
pembahasan tentang manusia yang
memiliki kedudukan sebagai subjek
dalam pendidikan. Pada prinsipnya
untuk mempertahankan eksistensinya
manusia selalu terlibat dengan fenomena
pendidikan baik disadari ataupun tidak,
bahkan Syarifudin dan Kurniasih (2014:
3) memberikan definisi pendidikan
adalah hidup itu sendiri. Hal tersebut
memiliki makna bahwa manusia yang
hidup pasti akan memperoleh segala
pengalaman (belajar) dari berbagai
lingkungan yang berlangsung sepanjang
hayat dan berpengaruh positif bagi
perkembangannya. Di sisi lain, manusia
memiliki tanggung jawab untuk membina
masyarakat, memelihara alam
lingkungan, membina kerukunan hidup
bersama, dan memelihara martabat
kemanusiaannya (human dignity). Sifat-
sifat positif kemanusiaan itu harus terus
diwariskan oleh manusia secara turun-
temurun, sehingga sepatutnya dalam diri
manusia perlu dimiliki kemampuan
mengasuh, mengajar, dan mendidik
apalagi jika manusia tersebut adalah
seorang pendidik.
Pendidikan diartikan sebagai bantuan
yang diberikan oleh orang dewasa
kepada orang yang belum dewasa, agar
orang tersebut mencapai kedewasaan
(Winkel;2012). Dalam bahasa Yunani
pendidikan juga dikenal dengan istilah
“Paedagogiek” (pedagogik) yang artinya
ilmu menuntun anak. Pedagogik juga
berarti teori mendidik yang membahas
apa dan bagaimana mendidik yang
sebaik- baiknya. Carter V. Good (Syam
dkk, 2003) menjelaskan istilah Pedagogy
atau pendidikan dalam dua hal, yang
pertama pendidikan adalah seni,
praktek, atau profesi pengajaran. Kedua,
pendidikan adalah ilmu yang sistematis
atau pengajaran yang berhubungan
dengan prinsip-prinsip dan metode
mengajar, pengawasan dan
pembimbingan peserta didik. Kegiatan
mendidik diartikan sebagai upaya
membantu seseorang untuk menguasai
aneka pengetahuan, ketrampilan, sikap,
nilai yang diwarisi dari keluarga dan
masyarakat (Arif Rohman, 2011:5).
Syarifudin (2006: 41) mendefinisikan
ilmu pendidikan sebagai sistem
pengetahuan tentang fenomena
pendidikan yang dihasilkan melalui
penelitian dengan menggunakan metode
ilmiah. Ilmu pendidikan juga dapat
dikatakan sebagai seni, karena dalam
penerapannya melibatkan emosi,
kreatifitas, dan dimensi-dimensi
kemanusiaan lainnya selain hal-hal
metodis seperti prinsip dan aturan dalam
mendidik dan mengasuh.Guru yang
kompeten adalah guru yang menguasai
softskill atau pandai berteori saja,
melainkan juga kecakapan hardskill.
Adanya keseimbangan kompetensi
tersebut menjadikan guru sebagai agen
perubahan mampu menyelesaikan
masalah pendidikan atau pembelajaran
yang dihadapi sebagai dampak kemajuan
zaman. Pendidik yang mampu
menghadapi tantangan tersebut adalah
pendidik yang profesional yang memiliki
kualifikasi akademik dan memiliki
kompetensi-kompetensi antara lain
kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial yang berkualitas dan
seimbang antara softskill dan hardskill.

b. Landasan Ilmu Pendidikan


Berdasarkan sifatnya, landasan
dibedakan menjadi dua jenis yaitu
landasan yang bersifat material dan
konseptual (Robandi,2005: 1). Landasan
material lebih bersifat fisik atau
berwujud seperti sarana prasarana,
peserta didik, dan lingkungan,
sedangkan landasan konseptual lebih
bersifat asumsi atau teori-teori,
contohnya adalah UUD 1945 dan teori
pendidikan.
Dengan berpegang teguh pada landasan
pendidikan yang kokoh, setidaknya
kesalahan-kesalahan konseptual dalam
pendidikan yang merugikan dapat
dihindari, sehingga pada praktiknya
pendidikan dapat berjalan sebagaimana
fungsinya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Macam-macam
landasan konseptual ilmu pendidikan
yang terdiri dari landasan filosofis,
landasan empiris, yuridis, dan landasan
religi.
1) Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan adalah
pandangan-pandangan yang
bersumber dari filsafat pendidikan
mengenai hakikat manusia, hakikat
ilmu, nilai serta perilaku yang dinilai
baik dan dijalankan setiap lembaga
pendidikan.
2) Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan adalah
aspek-aspek hukum yang mendasari
dan melandasi penyelenggaraan
pendidikan (Arif Rohman,2013).
Berikut ini beberapa landasan hukum
sistem pendidikan di Indonesia
(Hasbullah, 2008):
a) Pasal 31 UUD 1945 tentang
Pendidikan Nasional

b) Undang-Undang tentang
pokok pendidikan dan
kebudayaan
c) Peraturan Pemerintah

3) Landasan Empiris
a) Landasan Psikologis
Landasan psikologi dalam
pendidikan adalah asumsi-
asumsi yang bersumber dari
studi ilmiah tentang kehidupan
manusia pada umumnya serta
gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia
pada setiap tahapan usia
perkembangan tertentu untuk
mengenali dan menyikapi
manusia yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan
(Robandi, 2005:25).
b) Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis bersumber
pada norma kehidupan
masyarakat yang dianut oleh
suatu bangsa sehingga tercipta
nilai-nilai sosial yang dalam
perkembangannya menjadi
norma-norma sosial yang
mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus
dipatuhi oleh masing-masing
anggota masyarakat (Robandi,
2005: 26).
Landasan sosiologis pendidikan
di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari
norma kehidupan masyarakat.
Ciri dari paham integralistik
adalah (1) kekeluargaan dan
gotong royong kebersamaan,
musyawarah mufakat; (2)
kesejahteraan bersama menjadi
tujuan hidup bermasyarakat; (3)
negara melindungi warga
negaranya; (4) selaras dan
seimbang antara hak dan
kewajiban. Oleh karena itu
pendidikan di Indonesia tidak
hanya meningkatkan kualitas
manusia secara individu
melainkan juga meningkatkan
kualitas struktur masyarakatnya.

c) Landasan Historis

Landan historis pendidikan


nasional di Indonesa tidak
terlepas dari sejarah bangsa
indonesia itu sendiri. Bangsa
Indonesia terbentuk melalui
suatu proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman Kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit
sampai datangnya bangsa lain
yang menjajah serta menguasai
bangsa Indonesia. Dengan kata
lain, tinjauan landasan sejarah
atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan
ke masa lalu atau pandangan
retrospektif.

4) Landasan Religi

Landasan religi adalah asumsi-


asumsi yang bersumber dari religi
atau agama yang menjadi titik tolak
dalam rangka praktik pendidikan dan
atau studi pendidikan (Hasubllah,
2008). Landasan religius ilmu
pendidikan bertolak dari hakikat
manusia yaitu (1) Manusia sebagai
makhluk Tuhan YME; (2) Manusia
sebagai kesatuan badan dan rohani;
(3) Manusia sebagai makhluk
individu, (4) Manusia sebagai
makhluk sosial. Manusia adalah
mahkluk Tuhan YME.

c. Penerapan Landasan Ilmu


Pendidikan dalam Praktik Pendidikan

1) Landasan Filosofis
landasan filsafat pendidikan dibentuk
bukan hanya mempelajari tentang
filsafat, sejarah dan teori pendidikan,
psikologi, sosiologi, antropologi, atau
displin ilmu lainnya, akan tetapi
dengan memadukan konsep-konsep,
prinsip-prinsip serta pendekatan-
pendekatanny akepada kerangka
konseptual kependidikan. Hal ini
untuk mencapai tujuan pendidikan
itu sendiri yang seimbang, baik dari
aspek kognitif, psikomotorik dan
afektif.
Landasan filsafat pendidikan
tercermin di dalam semua keputusan
serta perbuatan pelaksanaan tugas-
tugas pendidik baik instruksional
maupun non instruksioanal. Filsafat
memberi rambu-rambu yang
memadai dalam merancang serta
mengimplementasikan program
pendidikan bagi guru dan tenaga
pendidikan. Rambu-rambu yang
dimaksud disusun dengan
mempergunakan bahan-bahan yang
diperoleh dari tiga sumber yaitu
pendapat ahli, termasuk yang
disangga oleh hasil penelitian ilmiah,
analisis tugas pendidik serta pilihan
nilai yang dianut masyarakat.
Rambu- rambu yang dimaksud yang
mencerminkan hasil telaah interpretif,
normative dan kritis dirumuskan
kedalam perangkat asumsi filosofis
yaitu asumsi-asumsi yang memberi
rambu-rambu bagi perancang serta
interpretatif program yang dimaksud.
2) Landasan Yuridis
Landasan yuridis telah banyak
memberikan kontribusi landasan
dalam pelaksanaan praktik
pendidikan di Indonesia, sebagai
contoh adalah penerapan UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Syarifudin,
2006). Pada pasal 33 UU tersebut
mengatur mengenai bahasa pegantar
pendidikan nasional Indonesia yaitu
menggunakan Bahasa Indonesia,
sedangkan bahasa asing digunakan
untuk menunjang kemampuan
bahasa asing peserta didik dan
bahasa daerah digunakan dapat
digunakan sebagai pengantar untuk
mempermudah penyampaian
pengetahuan.
3) Landasan Empiris
a) Psikologis
b) Sosiologis
c) Historis
4) Landasan Religius
Landasan religius dalam bimbingan
dan konseling mengimplikasikan
bahwa konselor sebagai “helper”
pemberi bantuan untuk memiliki
pemahaman akan nilai-nilai agama,
dan komitmen yang kuat dalam
mengamalkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan mendidik bagi guru
merupakan bagian dari ibadah,
karena mendidik merupakan kegiatan
pengabdian yang secara tidak
langsung tertuju kepada Tuhan YME.
Tuhan menciptakan manusia tidak
lain untuk beribadah. Hal ini yang
menjadi dasar setiap pendidik dalam
kehidupan sehari-hari, demikian juga
dalam mendidik anak di sekolah.
Anak adalah amanah yang harus
dijaga dan dididik dengan nilai-nilai
agama. Pendidik juga memiliki peran
penting dalam membantu membentuk
kepribadian anak pada masa yang
akan datang. Contoh penerapan
landasan religius di sekolah adalah (1)
pemberian mata pelajaran wajib
untuk pendidikan agama, (2) guru
memberikan pengetahuan agama
kepada peserta didiknya sesuai
dengan agama/ kepercayaan yang
dianutnya, (3) guru mengajarkan hal-
hal baik seperti berdoa sebelum dan
sesudah pembelajaran, (4)
mengarahkan peserta didik untuk
taat kepada Tuhan Yang Maha Esa
seperti melaksanakan ibadah
bersama atau berjamaah di sekolah,
(5) Melaksanakan nilai-nilai religius di
sekolah dalam pendidikan karakter
dan kegiatan keagamaan seperti
kegiatan ekstrakulikuler.
2. KB 2
Dalam merancang dan melaksanakan
program pembelajaran guru harus
memperhitungkan taraf perkembangan
peserta didik yang dihadapinya.
Pengetahuan terkait karakteristik peserta
didik juga memungkinkan pendidik
untuk memahami apa yang dibutuhkan,
diminati, dan hendak dicapai oleh
peserta didik sehingga ia dapat
memberikan pelayanan yang bersifat
individual bagi mereka yang mengalami
kesulitan mampu memberi pengayaan
terhadap mereka yang belajar cepat.
Dengan demikian pendidik dapat
menjalankan tugas keprofesian sebagai
pendidik yang memesona dengan penuh
panggilan jiwa dengan dilandasi
kesepenuhatian dan kemurahatian.
Karakteristik peserta didik banyak ragam
yaitu: etnik, kultural, status sosial,
minat, perkembangan kognitif,
kemampuan awal, gaya belajar, motivasi,
perkembangan emosi, perkembangan
sosial dan perkembangan moral dan
spiritual, dan perkembangan motorik

a. Pengertian Karakteristik Peserta


Didik
Ardhana dalam Asri Budiningsih (2017:
11) karakteristik peserta didik adalah
salah satu variabel dalam desain
pembelajaran yang biasanya
didefinisikan sebagai latar belakang
pengalaman yang dimiliki oleh peserta
didik termasuk aspek-aspek lain yang
ada pada diri mereka seperti kemampuan
umum, ekspektasi terhadap
pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta
emosional siswa yang memberikan
dampak terhadap keefektifan belajar.
Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemahaman atas
karakteristik peserta didik dimaksudkan
untuk mengenali ciri-ciri dari setiap
peserta didik yang nantinya akan
menghasilkan berbagai data terkait siapa
peserta didik dan sebagai informasi
penting yang nantinya dijadikan pijakan
dalam menentukan berbagai metode
yang optimal guna mencapai
keberhasilan kegiatan pembelajaran.
b. Ragam Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik meliputi:
etnik, kultural, status sosial, minat,
perkembangan kognitif, kemampuan
awal, gaya belajar, motivasi,
perkembangan emosi, perkembangan
sosial, perkembangan moral dan
spiritual, dan perkembangan motorik.
1. Etnik
pendidik dalam melakukan proses
pembelajaran perlu memperhatikan
jenis etnik apa saja yang terdapat
dalam kelasnya. Data tentang
keberagaman etnis di kelasnya
menjadi informasi yang sangat
berharga bagi pendidik dalam
menyelenggarakan proses
pembelajaran. Seorang pendidik yang
menghadapi peserta didik hanya satu
etnik di kelasnya, tentunya tidak
sesulit yang multi etnik.
2. Kultural
Pendidikan multikultural menurut
Choirul (2016: 187) memiliki ciri-ciri:
1) Tujuannya membentuk “manusia
budaya” dan menciptakan manusia
berbudaya (berperadaban). 2).
Materinya mangajarkan nilai-nilai
luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa,
dan nilai-nilai kelompok etnis
(kultural). 3) metodenya demokratis,
yang menghargai aspek-aspek
perbedaan dan keberagaman budaya
bangsa dan kelompok etnis
(multikulturalisme). 4). Evaluasinya
ditentukan pada penilaian terhadap
tingkah laku anak didik yang meliputi
aspek persepsi, apresiasi, dan
tindakan terhadap budaya lainnya.

3. Status Sosial
Peserta didik dengan bervariasi status
ekonomi dan sosialnya menyatu untuk
saling berinteraksi dan saling
melakukan proses pembelajaran.
Perbedaan ini hendaknya tidak
menjadi penghambat dalam
melakukan proses pembelajaran.
Namun tidak dapat dipungkiri kadang
dijumpai status sosial ekonomi ini
menjadi penghambat peserta didik
dalam belajar secara kelompok.
Implikasi dengan adanya variasi
status-sosial ekonomi ini pendidik
dituntut untuk mampu bertindak adil
dan tidak diskriminatif.

4. Minat
Minat dapat diartikan suatu rasa lebih
suka, rasa ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas. Hurlock (1990: 114)
menyatakan bahwa minat merupakan
suatu sumber motivasi yang
mendorong seseorang untuk
melakukan kegiatan yang dipilihnya.
Apabila seseorang melihat sesuatu
yang memberikan manfaat, maka
dirinya akan memperoleh kepuasan
dan akan berminat pada hal tersebut.
Lebih lanjut Sardiman, (2011: 76)
menjelaskan bahwa minat sebagai
suatu kondisi yang terjadi apabila
seseorang melihat ciri-ciri atau arti
sementara situasi yang dihubungkan
dengan keinginan-keinginan atau
kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Oleh karena itu apa yang dilihat
seseorang sudah tentu akan
membangkitkan minatnya sejauh apa
yang dilihat itu mempunyai
hubungan dengan kepentingan orang
tersebut.
Atas dasar hal tersebut sebenarnya
minat seseorang khususnya minat
belajar peserta didik memegang peran
yang sangat penting. Sehingga perlu
untuk terus ditumbuh kembangkan
sesuai dengan minat yang dimiliki
seorang peserta didik. Namun
sebagaimana kita ketahui bahwa
minat belajar peserta didik tidaklah
sama, ada peserta didik yang memiliki
minat belajarnya tinggi, ada yang
sedang, dan bahkan rendah.
minat belajar merupakan faktor
penting dalam proses pembelajaran,
dan perlu untuk selalu ditingkatkan.
Implikasinya dalam proses
pembelajaran terutama menghadapi
tantangan abad 21, pendidik dapat
menerapkan berbagai model
pembelajaran yang menyenangkan
(enjoyable learning), menantang dan
inovatif, menyampaikan
tujuan/manfaat mempelajari suatu
tema/mata pelajaran, serta
menggunakan beragam media
pembelajaran.

5. Perkembangan Kognitif
Tahap-tahap perkembangan
intelektual peserta didik menurut
Piaget dalam Masganti (2012: 83)
secara lengkap dapat disajikan sebagai
berikut:
0,0 - 2,0 tahun: Tahap
Sensorimotorik
2,0 – 7,0 tahun: Tahap
Preoperasional
7,0 – 11,0 tahun: Tahap Operasional
kongkret
11,0 – 15,0 tahun: Tahap Operasional
formal
Berdasarkan teori perkembangan dari
Piaget tersebut, selanjutnya dapat
diketahui tiga dalil pokok Piaget dalam
kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual.
6. Kemampuan/pengetahuan awal
Kemampuan awal atau entry behavior
menurut Ali (1984: 54) merupakan
keadaan pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki
terlebih dahulu oleh peserta didik
sebelum mempelajari pengetahuan
atau keterampilan baru. Pengetahuan
dan keterampilan yang harus dimiliki
terlebih dahulu maksudnya adalah
pengetahuan atau keterampilan yang
lebih rendah dari apa yang akan
dipelajari.
Dalam melakukan analisis
pembelajaran guru harus menentukan
hierarkhi kemampuan yang akan
dicapainya. Kemampuan yang lebih
rendah itulah sebagai kemampuan
awalnya (entry behavior).
7. Gaya belajar
Gaya belajar menurut Masganti (2012:
49) didefinisikan sebagai cara yang
cenderung dipilih seseorang untuk
menerima informasi dari lingkungan
dan memproses informasi tersebut.
DePorter dan Hemacki dalam Masganti
(2012; 49) gaya belajar adalah
kombinasi dari cara menyerap,
mengatur dan mengolah informasi.
Dari dua pendapat tersebut dapat
ditegaskan bahwa gaya belajar
adalah cara yang cenderung
dipilih/digunakan oleh peserta didik
dalam menerima, mengatur, dan
memproses informasi atau pesan dari
komunikator/pemberi informasi. Gaya
belajar peserta didik merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan
dalam melakukan proses
pembelajaran karena dapat
mempengaruhi proses dan hasil
belajarnya. Gaya belajar dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu
visual, auditif, dan kinestetik. Hal ini
juga diungkapkan oleh Connell (dalam
Yaumi: 2013: 125) yaitu visual
learners, auditory learners, dan
kinesthetic learners.
Perlu diingat bahwa gaya belajar
seseorsng tidak terkotak-kotak secara
terpisah-pisah, namun gaya belajar
sesorang merupakan gabungan dari
beberapa gaya belajar meskipun
terkadang ada salah satu yang lebih
dominan.

8. Motivasi
Motivasi telah banyak didefinisikan
oleh para ahli, diantaranya oleh
Wlodkowski (dalam Suciati, 1994:41)
yaitu suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu, dan yang memberi
arah dan ketahanan (persistence) pada
tingkah laku tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk memotivasi peserta didik
diantaranya: menginformasikan
pentingnya/manfaat mempelajari
suatu topik tertentu,
menginformasikan tujuan/kompetensi
yang akan dicapai dari proses
pembelajaran yang dilakukannya,
memberikan humor, menggunakan
media pembelajaran, dan juga
memberi reward/hadiah/pujian.

9. Perkembangan emosi
Emosi telah banyak didefinisikan oleh
para ahli, diantaranya Kartono dalam
Sugihartono (2013: 20) mendefinisikan
emosi sebagai tergugahnya perasaan
yang disertai dengan perubahan-
perubahan dalam tubuh, misalnya
otot menegang, dan jantung berdebar.
Dengan emosi peserta didik dapat
merasakan senang/gembira, aman,
semangat, bahkan sebaliknya peserta
didik merasakan sedih, takut, dan
sejenisnya.
Emosi sangat berperan dalam
membantu mempercepat atau justru
memperlambat proses pembelajaran.
Emosi juga berperan dalam membantu
proses pembelajaran tersebut
menyenangkan atau bermakna.
Goleman, (dalam Sugihartono, 2013:
21) menyatakan bahwa tanpa
keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak
kurang mampu “merekatkan”
pelajaran dalam ingatan. Suasana
emosi yang positif atau menyenangkan
atau tidak menyenangkan membawa
pengaruh pada cara kerja struktur
otak manusia dan akan berpengaruh
pula pada proses dan hasil belajar.
Atas dasar hal ini pendidik dalam
melakukan proses pembelajaran perlu
membawa suasana emosi yang
senang/gembira dan tidak memberi
rasa takut pada peserta didik. Untuk
itu bisa dilakukan dengan model
pembelajaran yang menyenangkan
(enjoy learning), belajar melalui
permainan (misalnya belajar melalui
bermain monopoli pembelajaran, ular
tangga pembelajaran, kartu kwartet
pembelajaran) dan media sejenisnya.

10. Perkembangan sosial


Perkembangan sosial menurut
Hurlock, (1998: 250) adalah
kemampuan anak untuk berinteraksi
dengan lingkungannya,
Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk mengembangkan sikap sosial
peserta didik menurut Masganti (2012:
124) antara lain a). melaksanakan
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif akan mengembangkan
sikap kerjasama dan saling
menghargai pada diri peserta didik,
menghargai kemampuan orang lain,
dan bersabar dengan sikap orang lain,
b) Pembelajaran kolaboratif.
Pembelajaran kolaboratif akan
mengembangkan sikap membantu dan
berbagi dalam pembelajaran.Siswa
yang pintar bersedia membantu
temannya yang belum memahami
materi pelajaran. Model pembelajaran
ini akan menumbuhkan sikap saling
menyayangi. Menurut pendapat
penulis, disamping melalui dua model
pembelajaran tersebut dapat juga
dilakukan melalui kegiatan penugasan
kepada peserta didik untuk
melakukan wawancara kepada orang
tokoh masyarakat. Melalui kegiatan ini
akan muncul kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang yang lebih
tua.

11. Perkembangan Moral dan Spiritual


Kohlberg (dalam Suyanto, 2006: 135),
Sunardi dan Imam Sujadi (2016: 7-8)
perkembangan moral anak/peserta
didik dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu
1) preconventional, 2) Conventional, 3)
postconventional.
Tahap Preconventional (6 - 10 th),
yang meliputi aspek obedience and
paunisment orientatation,
Tahap Conventional, (10 – 17 th) yang
meliputi aspek good boy orientation
Tahap post conventional (17 – 28 th),
tahap pasca konvensional ini meliputi
contractual legalistic orientation,
Ketiga tahap perkembangan moral
tersebut di atas, akan dialami oleh
peserta didik kita, meskipun tidak
selalu bertambahnya usia peserta
didik juga menyebakan berpindahnya
tahap perkembangan moral yang lebih
tinggi. Implikasi dari tahap
perkembangan moral dalam proses
pendidikan antara lain tahap ketiga
yaitu post conventional khususnya
aspek ke 6 sebaiknya menjadi tujuan
yang kita lakukan.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik
untuk mengembangkan sikap religius
antara lain dengan: 1) Metode
keteladanan, pendidik memberi contoh
langsung/menjadi percontohan
kepada peserta didiknya, baik dalam
berbicara, berperilaku, maupun
lainnya. Melalui
percontohan/keteladanan akan lebih
berkesan pada peserta didik
dibandingkan hanya dengan kata-
kata. 2) Metode pembiasaan, metode
ini berarti peserta didik diharapkan
melakukan perulangan untuk hal-hal
yang sifatnya baik, seperti berdoa
sebelum melakukan kegiatan belajar,
membaca buku, 3) Metode nasehat,
pendidik diharapkan memberikan
nasihat tentang kebenaran kepada
peserta didiknya secara konsisten. 4)
Pembinaan akhlak, pendidik
diharapkan dapat selalu membina
akhlak atau budi pekeri yang mulia
peserta didiknya, seperti sikap rendah
hati, hormat pada orang yang lebih tua
dan sabar.

12. Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik menurut
Santrock (2011: 242) dikelompokkkan
menjadi motorik kasar dan motorik
halus.
Motorik kasar; gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar atau
sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang dipengaruhi oleh
kematangan anak itu sendiri.
Motorik halus: gerakan yang
menggunakan otot halus, atau
sebagian anggota tubuh tertentu yang
dipengaruhi oleh kesempatan untuk
belajar dan berlatih.
Kedua jenis keterampilan motorik
sebagaimana dijelaskan di atas,
penting untuk dikenali dan dipahami
guru agar proses pembelajaran yang
dilakukan dapat mengembangkan
potensi dan memaksimalkan hasil
peserta didiknya. Disamping itu
dengan dikenali dan dipahaminya
perkembangan motorik anak, pendidik
dan sekolah dapat menggunakan
strategi pembelajaran, metode yang
tepat, dan dapat menyediakan,
memanfaatkan alat, media, dan
sumber belajar yang memadai.
3. KB 3
Penerapan dari berbagai teori belajar
sangat bermanfaat dalam proses
pembelajaran, dimana guru dapat
memahami bagaimana peserta didik
belajar, membantu dalam membuat
perencanaan suatu proses pembelajaran
agar lebih efektif, efisien, menantang dan
menyenangkan bagi peserta didik. Tidak
hanya itu dengan menguasai beragam
teori belajar dan implikasinya dalam
pembelajaran akan memandu guru
dalam memberikan dukungan dan
bantuan kepada peserta didik sehingga
dapat mencapai hasil yang maksimal

a. Teori belajar Behavioristik dan


implikasinya dalam pembelajaran

1) Pandangan Teori Belajar


Behavioristik

Belajar merupakan perubahan


perilaku manusia yang disebabkan
karena pengaruh lingkungannya.
Behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilaku individu yang
belajar dikendalikan oleh faktor-faktor
lingkungan, artinya lebih menekankan
pada tingkah laku manusia. Teori ini
memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap
lingkungannya (Schunk, 1986).
Pengalaman dan pemeliharaan akan
pengalaman tersebut akan
membentuk perilaku individu yang
belajar. Dari hal ini, munculah konsep
“manusia mesin” atau Homo
mechanicus (Ertmer
& Newby, 1993).

a) Edward Lee Thorndike (1871-1949)

Teori belajar Thorndike disebut


sebagai aliran Koneksionisme
(Connectionism).
Menurut Thorndike, belajar dapat
dilakukan dengan mencoba-coba (trial
and error),

b) Jhon Broades Watson (1878-1958)

Teori yang dikembangkan oleh Watson


ialah Conditioning. Teori conditioning
berkesimpulan bahwa perilaku
individu dapat dikondisikan. Ia
percaya dengan memberikan kondisi
tertentu dalam proses pembelajaran
maka akan dapat membuat peserta
didik memiliki sifat-sifat tertentu.
Belajar merupakan suatu upaya untuk
mengkondisikan (perangsang) yang
berupa pembentukan suatu perilaku
atau respons terhadap sesuatu.
c) Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

hubungan antara stimulus dan


respon cenderunghanya bersifat
sementara, oleh sebab itu dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberikan stimulus
agar hubungan antara stimulus dan
respon bersifat lebih tetap. Guthrie
mengemukakan, agar respon yang
muncul sifatnya lebih kuat dan
bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu merubah
kebiasaan dan perilaku seseorang.
d) Burrhusm Frederic Skinner (1904-
1990)

menurut Skinner, yaitu belajar


merupakan perilaku dan perubahan-
perubahan perilaku yang tercermin
dalam kekerapan respon yang
merupakan fungsi dari kejadian dalam
lingkungan kondisi. Program-
program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul, dan program-
program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan
stimulus– respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program-
program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang
dikemukakan oleh Skinner.
Teori Skinner dikenal dengan “operant
conditioning”, dengan enam
konsepnya, yaitu: penguatan positif
dan negatif, shapping, pendekatan
suksetif, extinction, chaianing of
respon, dan jadwal penguatan.

2) Impliaksi Teori Behavioristik dalam


Kegiatan Pembelajaran

Implikasi teori behavioristik dalam


kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti; tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik peserta didik, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar atau peserta didik.
Peserta didik diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang dipahami oleh
pendidik atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.

b. Teori belajar Kognitif dan


implikasinya dalam pembelajaran

1) Pandangan Teori Belajar Kognitif


Menurut teori kognitif, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri
seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak, terpisah-
pisah, tapi melalui proses yang
mengalir, bersambung dan
menyeluruh ( Siregar & Hartini, 2010).
Menurut psikologi kognitif, belajar
dipandang sebagai usaha untuk
mangerti sesuatu. Usaha itu dilakukan
secara aktif oleh peserta didik.
Keaktifan itu dapat berupa mencari
pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati
lingkungan, mempratekkan sesuatu
untuk mencapai tujuan tertentu. Para
psikolog kognitif berkeyakinan bahwa
pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sangat menentukan
keberhasilan mempelajari
informasi/pengetahuan yang baru.
a) Jean Piaget (1896-1980)
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf..
Menurut Piaget, proses belajar terdiri
dari 3 tahap, yakni asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi
(penyeimbangan).
b) Jerome Bruner (1915-2016)
Bruner mengembangkan toerinya yang
disebut free discovery learning. Teori
ini menjelaskan bahwa proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk menemukan
suatu aturan (termasuk konsep, toeri,
definisi, dan sebagainya) melalui
contoh-contoh yang yang
menggambarkan (mewakili) aturan
yang menjadi sumbernya. Peserta
didik dibimbig secara induktif untuk
mengetahui kebenaran umum.

c) David Ausubel (1918-2008)


Ausubel mengklasifikasikan belajar
dalam dua dimensi, yaitu: dimensi
pertama berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran yang
disajikan pada peserta didik melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi
kedua menyangkut cara bagaimana
peserta didik dapat mengaitkan
informasi tersebut pada struktur
kognitif yang telah ada (Dahar, 2006).
Informasi yang dikomunikasikan pada
peserta didik dalam bentuk belajar
penerimaa yang menyejikan informasi
itu dalam bentuk final ataupun dalam
bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan peserta didik untuk
menemukan sendiri materi yang akan
diajarkan. Dan pada tingkatan kedua,
peserta didik mengaitkan informasi itu
pada pengetahuan yang dimilikinya,
hal inilah yang dinamakan dengan
belajar bermakna.

2) Implikasi Teori Kognitif dalam


Kegiatan Pembelajaran
Teori kognitif menekankan pada
proses perkembangan peserta didik.
Meskipun proses perkembangan
peserta didik mengikuti urutan yang
sama, namun kecepatan dan
pertumbuhan dalam proses
perkembangan itu berbeda. Dalam
proses pembelajaran, perbedaan
kecepatan perkembangan
mempengaruhi kecepatan belajar
peserta didik, oleh sebab itu interaksi
dalam bentuk diskusi tidak dapat
dihindarkan. Pertukaan gagasan
menjadi tanda bagi perkembangan
penalaran peserta didik. Perlu disadari
bahwa penalaran bukanlah sesuatu
yang dapat diajarkan secara langsung,
namun perkembangannya dapat
disimulasikan.
Terdapat dua fase dalam
menerapkan teori belajar Ausubel
(Sulaiman, 1988), yaitu:
1) Fase perencanaan
2) Fase pelaksanaan

c. Teori belajar Konstruktivistik dan


implikasinya dalam pembelajaran

1) Pengertian Belajar Menurut


Pandangan Konstruktivistik
Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang
dikemukakan oleh Driver dan Oldhan
(1994) adalah sebagai berikut:

a) Orientasi, yaitu peserta


didik diberik kesempatan untuk
mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan
memberi kesempatan melakukan
observasi.
b) Elitasi, yaitu peserta didik
mengungkapkan idenya denegan
jalan berdiskusi, menulis, membuat
poster, dan lain-lain.
c) Restrukturisasi ide, yaitu
klarifikasi ide dengan ide orang lain,
membangun ide baru, mengevaluasi
ide baru.
d) Penggunaan ide baru dalam
setiap situasi, yaitu ide atau
pengetahuan yang telah terbentuk
perlu diaplikasikan pada bermacam-
macam situasi.
e) Review, yaitu dalam
mengapliasikan pengetahuan,
gagasan yang ada perlu direvisi
dengan menambahkan atau
mengubah
Paradigma konstruktivistik
memandang peserta didik sebagai
pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Kamampuan
awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan
yang baru.
Teori belajar konstruktivistik
mengakui bahwa peserta didik akan
dapat menginterpretasi-kan informasi
ke dalam pikirannya, hanya pada
konteks pengalaman dan pengetahuan
mereka sendiri, pada kebutuhan, latar
belakang dan minatnya. Guru dapat
membantu peserta didik
mengkonstruksi pemahaman
representasi fungsi konseptual dunia
eksternal. Jika hasil belajar
dikonstruksi secara individual,
bagaimana mengevaluasinya?

2) Implikasi Teori Belajar


konstruktivistik dalam Pembelajaran
Amaldino, dkk (2012) menyatakan
bahwa pembelajaran pada abad ke 21
telah banyak mengalami perubahan,
intergrasi internet dan social media
memberikan perspektif baru dalam
pembelajaran.
Beberapa implikasi teori
konstruktivistik dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Kurikulum disajikan mulai dari
keseluruhan menuju ke bagian-
bagian dan lebih mendekatkan kepada
konsep-konsep yang lebih luas
b. Pembelajaran lebih menghargai
pada pemunculan pertanyaan dan ide-
ide peserta didik
c. Kegiatan kurikuler lebih banyak
mengandalkan pada sumber- sumber
data primer dan manipulasi bahan
d. Peserta didik dipandang sebagai
pemikir-peikir yang dapat
memunculkan teori-teori tentang
dirinya.
e. Pengukuran proses dan hasil
belajar peserta didik terjalin di dalam
kesatuan kegiatan pembelajaran,
dengan cara guru mengamati hal- hal
yang sedang dilakukan peserta didik,
serta melalui tugas-tugas pekerjaan
f. Peserta didik-peserta didik
banya belajar dan beerja di dalam
group proses
g. Memandang pengetahuan adalah
non objektif, berifat temporer, selalu
berubah, dan tidak menentu
h. Belajar adalah penyusunan
pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah menata lingkungan agar
peserta didik termotivasi dalam
menggali makna

d. Teori belajar Humanistik dan


implikasinya dalam pembelajaran

1) Pengertian Belajar Menurut Teori


Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, proses
belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan
manusia itu sendiri. teori humanistik
dengan pandangannya yang eklektik
yaitu dengan cara memanfaatkan atau
merangkumkan berbagai teori belajar
dengan tujuan untuk memanusiakan
manusia bukan saja mungkin untuk
dilakukan, tetapi justru harus
dilakukan.
2) Implikasi Teori Belajar Humanistik
dalam Kegiatan Pembelajaran
Pada teori humanistik, guru
diharapkan tidak hanya melakukan
kajian bagaimana dapat mengajar
yang baik, namun kajian mendlam
justru dilakukan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana agar peserta
didik dapat belajar dengan baik. Jigna
dalam jurnal CS Canada (2012)
menekankan bahwa “To learn well, we
must give the students chances to
develop freely”. Pernyataan ini
mengandung arti untuk menghasikan
pembelajaran yang baik, guru harus
memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berkembang
secara bebas.

4. KB 4
Keberhasilan belajar mengajar
ditentukan oleh kemampuan profesional
dan pribadi guru yang memesona,
dimana guru mampu menyajikan konten
pembelajaran secara runtut, manantang
dan menginspirasi peserta didik untuk
belajar. Dikarenakan pengembangan
kurikulum bertitik tolak dari dalam
kelas, sehingga guru profesional
hendaknya mengusahakan gagasan
kreatif dan inovatif dalam melakukan
serangkaian pengembangan kurikulum
di kelasnya. Ini merupakan fase penting
dalam upaya pengembangan kurikulum

a. Konsep Dasar Kurikulum

Istilah kurikulum digunakan pertama


kalinya pada dunia olahraga pada
zaman Yunani kuno yaitu curere yang
artinya adalah lintasan, atau jarak
yang harus ditempuh oleh seorang
pelari. Lintasan tersebut terbentang
mulai dari start sampai dengan finish.
Istilah tersebut digunakan dalam
bidang pendidikan yang di asumsikan
sebagai sebagai serangkaian mata
pelajaran yang harus dipelajari oleh
peserta didik mulai dari awal sampai
dengan mengakhiri program
pendidikan.
1) Kurikulum sebagai daftar mata
pelajaran

2) Kurikulum sebagai pengalaman


belajar siswa

3) Kurikulum sebagai rencana atau


program belajar
b. Pembaharuan kurikulum di
Indonesia

Merujuk pada tujuan pendidikan


nasional menurut UU No 20 tahun
2003, yaitu membangun manusia
Indonesia yang bertakwa kepada
Tuhan YME, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
demokratis dan bertanggung jawab,
maka tujuan tersebut dapat dicapai
melalui peran pengembangan dan
implementasi kurikulum di tingkat
satuan pendidikan mulai dari tingkat
TK, SD dan SMP hingga tingkat
menengah SMA dan SMK. Oleh karena
itu pengembangan dan implementasi
kurikulum haruslah dilaksanakan
secara konsisten dan efektif.
Perkembangan kurikulum yang terjadi
di Indonesia setelah Indonesia
merdeka pada tahun 1945, setidaknya
kita telah mengalami sepuluh kali
perubahan kurikulum. Mulai dari
kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, kurikulum berbasis
kompetensi 2004, KTSP 2006 dan
kurikulum 2013. Indonesia telah
banyak belajar dari kurikulum-
kurikulum tersebut. Dari kesepuluh
kurikulum tersebut jika dilihat dari
jenisnya terbagi menjadi 3 yaitu : 1)
kurikulum sebagai rencana pelajaran
(kurikulum 1947 – 1968), 2)
kurikulum berbasis pada pencapaian
tujuan (kurikulum 1975 – 1994) dan
3) kurikulum berbasis kompetensi
(kurikulum
2004 – 2013).

c. Peran, Fungsi, dan Komponen


Kurikulum

kurikulum memiliki tiga peran (Wina


Sanjaya;2008) yaitu peran konservatif,
peran kreatif dan peran kritis
evaluatif. Mari kita cermati uraian
terkait masing- masing peran tersebut
:
1) Peran Konservatif

2) Peran Kreatif
3) Peran Kritis dan evaluatif

menurut Mcneil (2006) isi kurikulum


memiliki empat fungsi, yaitu 1) fungsi
pendidikan umum (common and
general education), 2) suplementasi
(suplementation), 3) eksplorasi dan 4)
keahlian.
1) Fungsi pendidikan umum

2) Suplementasi

3) Eksplorasi

4) Keahlian

Komponen-komponen kurikulum
diistilahkan sebagai anatomi
kurikulum yang terdiri dari komponen
tujuan, isi, aktivitas belajar dan
evaluasi yang digambarkan sebagai
suatu keterpaduan (Zais:1976).

d. Hakikat Pengembangan Kurikulum

Guru sebagai pengembang kurikulum


setidaknya harus memiliki
kemampuan untuk memilih bahan
ajar yang akan di laksanakan di dalam
pembelajaran. Bukan hanya itu, guru
pun melalui proses dalam
menjalankan sebuah kurikulum. Baik
dari segi yang dirancanakan sesuai
pedoman maupun yang tidak.
Kurikulum bukan hanya sebatas
pembelajaran formal, tetapi juga
seluruh pembelajaran yang ada dalam.
penting untuk diketahui oleh seorang
pendidik tentang kurikulum adalah
terkait konsep kurikulum ideal dan
kurikulum aktual, serta kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum).
Penjelasan dari konsep tersebut dapat
Anda baca pada paparan berikut :
a. Kurikulum ideal dan kurikulum
aktual

b. Kurikulum tersembunyi
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kurikulum

Adapun, dalam proses pelaksanaan


sebuah implementasi, Oemar Hamalik
(2010) memberikan batasan pokok
kegiatan dalam implementasi
diantaranya adalah :
1. Pengembangan program yang
mencakup program tahunan,
semester, triwulan, bulanan, dan
harian serta konseling atau remedial
2. Pelaksanaan pembelajaran yakni
proses interaksi antar peserta didik
dengan lingkungannya sehingga
terjadi perubahan yang lebih baik
3. Evaluasi proses yang dilaksanakan
sepanjang proses pelaksanaan
kurikulum mencakup penilaian
keseluruhan secara utuh untuk
keperluan evaluasi pelaksanaan
kurikulum
Menurut Chaudry (2015) faktor yang
mempengaruhi implementasi
kurikulum adalah faktor guru,
peserta didik, sarana dan fasilitas,
lingkungan sekolah, peminatan grup,
budaya dan ideologi, supervisi
pembelajaran, dan proses asesmen
sebelum pelaksanaan sebuah
implementasi kurikulum.

f. Strategi penerapan kurikulum dan


tantangannya di masa depan

dalam menghayati sebuah perubahan


tentunya dalam hal perubahan
kurikulum. Perubahan itu sebuah
keniscayaan. Tidak ada yang tidak
akan berubah kecuali perubahan itu
sendiri. – Heraclitus
a. Kesiapan guru menerima perubahan
b. Keterbukaan pola berpikir

2 Daftar materi yang sulit KB3. Teori Belajar dan Implikasinya dalam
dipahami di modul ini Pembelajaran

3 Daftar materi yang sering KB4. Kurikulum Pendidikan di Indonesia


mengalami miskonsepsi
Modul 2
Judul Modul Peran Guru Dalam
Pembelajaran Abad 21
Oleh Dr. Pujiriyanto, M.Pd.

Judul Kegiatan Bela2jar (KB) KB1. Karakteristik Pembelajaran


Abad 21
KB2. Profil Dan Kompetensi Guru
Abad 21
KB3. Tugas Pokok Dan Fungsi
Guru Abad 21
KB4. Strategi Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang 1. aspek karakteristik bidang studi tentu
dipelajari dipengaruhi pula oleh penemuan-
penemuan baru. Perubahan-perubahan
tersebut membawa konsekwensi adanya
penyesuaian peran guru. Nah, sekarang
tentu Saudara sudah mengerti mengapa
karakteristik pembelajaran abad 21
dengan segala aspeknya perlu untuk
dipelajari. Harapannya Saudara lebih
siap untuk mengantisipasi perubahan,
bahkan mampu mengembangkan
orientasi-orientasi baru yang lebih
visioner. Saudara memiliki peran
strategis untuk membangun budaya
belajar generasi muda Indonesia dengan
meningkatkan peran Saudara sebagai
guru abad 21

a. Karakteristik pembelajaran abad 21

1) Fenomena perubahan
pembelajaran abad 21

Proses pembelajaran yang hanya


mengandalkan buku paket dan guru
sebagai satu-satunya sumber utama
menjadi sulit untuk terjadi
pembelajaran mutakhir mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemanfaatan big data sebagai sumber
belajar menjadi keniscayaan
pembelajaran abad 21. Berfokus
kepada materi penting, namun fokus
kepada pengembangan keterampilan
belajar menjadi lebih penting. Peserta
didik harus belajar cara melacak,
menganalisis, mensintesis, mengubah,
mendekontruksi bahkan menciptakan
lalu membagikan pengetahuan kepada
orang lain. Fokus guru sebenarnya
memberikan kesempatan peserta didik
untuk menghubungkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata.
Salah satu pengaruh signifikan
teknologi terhadap pembelajaran abad
21 adalah adanya kemudahan akses
atau aksesibilitas terhadap sumber
belajar digital untuk memenuhi
beragam kebutuhan peserta didik.
Komponen pembelajaran abad 21 yang
meningkat interaksinya satu sama
lain, yaitu: (1) aktifitas
instruktur/guru/ mentor/fasilitator,
(2) desain pembelajaran online, (3)
data sebagai sumber belajar (big data),
dan (4) strategi pembelajaran online,
dan (5) unjuk kerja peserta didik.

b. Karakteristik Peserta Didik Abad 21

Generasi z berada pada rentang usia


14-19 tahun dan memiliki banyak
sebutan seperti generasi I, Generation
Next, New Silent Generation,
Homelander, generasi youtube,
generasi net, dan sebagainya (Giunta,
2017). Shenila Janmohamed (2016)
dalam buku Generation M: Young
Muslim Changing The World
menyebutnya dengan istilah generasi
M, yaitu kalangan muda yang religius
namun sekaligus modern. Generasi z
besar kemungkinannya tidak sempat
menjalani kehidupan analog, namun
langsung masuk dalam lingkungan
digital. jarang dijumpai generasi z
masih mendengarkan siaran radio,
memutar CD, memutar kaset video,
dan menonton televisi. Interaksi
dengan media generasi sebelumnya
(old media) seperti televisi, media
cetak, dan musik audio mulai
berkurang intensitasnya. Fenomena
ini bukan hanya merubah “apa” yang
dipelajari, namun merubah cara
“bagaimana” generasi z ini
mempelajarinya.
c. Peran Guru dalam Pembelajaran
Abad 21

Upaya pertama yang penting bagi guru


adalah merubah cara pandang
terhadap generasi z. Guru perlu
meyakini bahwa generasi z memiliki
potensi kreatif yang dapat
menghasilkan gagasan cemerlang
apabila diberikan kesempatan
berkreasi. Peserta didik perlu diberi
kepercayaan dalam melacak,
menemukan, mengelola, menerapkan,
menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan menciptakan
sesuatu dengan memanfaatkan
beragam perangkat dan sumber yang
dimiliki.
Peran guru adalah memberikan saran
atas proses dan hasil belajar peserta
didik sehingga perlu memfokuskan diri
kepada monitoring proses belajar
peserta didik. Misalnya guru
menyediakan wadah untuk
mengunggah karya peserta didik
kemudian guru memberikan komentar
konstruktif secara berkala.

d. Model-model Pembelajaran Abad 21

Model-model pembelajaran dimaksud


antara lain;
1. Discovery learning; belajar melalui
penelusuran, penelitian, penemuan,
dan pembuktian.
2. Pembelajaran berbasis proyek;
proyek memiliki target tertentu dalam
bentuk produk dan peserta didik
merencanakan cara untuk mencapai
target dengan dipandu oleh
pertanyaan menantang.
3. Pembelajaran berbasis masalah dan
penyelidikan; belajar berdasarkan
masalah dengan solusi “open ended”,
melalui penelusuran dan penyelidikan
sehingga dapat ditemukan banyak
solusi masalah.
4. Belajar berdasarkan pengalaman
sendiri (Self Directed Learning/SDL);
SDL merupakan proses di mana
insiatif belajar dengan/atau tanpa
bantuan pihak lain dilakukan oleh
peserta didik sendiri mulai dari
mendiagnosis kebutuhan belajar
sendiri, merumuskan tujuan,
mengidentifikasi sumber, memilih dan
menjalankan strategi belajar, dan
mengevaluasi belajarnya sendiri.
5. Pembelajaran kontekstual
(melakukan); guru mengaitkan materi
yang dipelajari dengan situasi dunia
nyata peserta didik sehingga
memungkinkan peserta didik
menangkap makna dari yang pelajari,
mengkaitkan pengetahuan baru
dengan pegetahuan dan pengalaman
yang sudah dimiliki.
6. Bermain peran dan simulasi;
peserta didik bisa diajak untuk
bermain peran dan menirukan adegan,
gerak/model/pola/prosedur tertentu.
7. Pembelajaran kooperatif;
merupakan bentuk pembelajaran
berdasarkan faham kontruktivistik.
Peserta didik berkelompok kecil
dengan tugas yang sama saling
bekerjasama dan membantu untuk
mencapai tujuan bersama.
8. Pembelajaran kolaboratif;
merupakan belajar dalam tim dengan
tugas yang berbeda untuk mencapai
tujuan bersama. Pembelajaran
kolaboratif lebih cocok untuk peserta
didik yang sudah menjelang dewasa.
9. Diskusi kelompok kecil; diskusi
kelompok kecil diorientasikan untuk
berbagai pengetahuan dan
pengalaman serta untuk melatih
komunikasi lompok kecil tujuannya
agar peserta didik memiliki
ketrampilan memecahkan masalah
terkait materi pokok dan persoalan
yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.

e. TPACK sebagai Kerangka Integrasi


Teknologi

Konsep TPACK melibatkan 7 domain


pengetahuan dikarenakan ada irisan
atau sintesa baru, yaitu;
a). Pengetahuan materi (content
knowledge/CK) yaitu penguasaan
bidang studi atau materi
pembelajaran.
b). Pengetahuan pedagogis
(pedagogical knowledge/PK) yaitu
pengetahuan tentang proses dan
strategi pembelajaran.
c). Pengetahuan teknologi
(technological knowledge/TK) yaitu
pengetahuan bagaiamana
menggunakan teknologi digital.
d). Pengetahuan pedagogi dan materi
(pedagogical content knowledge/PCK)
yaitu gabungan pengetahuan tentang
bidang studi atau materi pembelajaran
dengan proses dan strategi
pembelajaran.

e). Pengetahuan teknologi dan materi


(technological content knowledge/TCK)
yaitu pengetahuan tentang teknologi
digital dan pengetahuan bidang studi
atau materi pembelajaran.
f). Pengetahuan tentang teknologi
dan pedagogi (technological
paedagogical knowledge/TPK) yaitu
pengetahuan tentang teknologi digital
dan pengetahuan mengenai proses
dan strategi pembelajaran.
g). Pengetahuan tentang teknologi,
pedagogi, dan materi (technological,
pedagogical, content knowledge/TPCK)
yaitu pengetahuan tentang teknologi
digital, pengetahuan tentang proses
dan strategi pembelajaran,
pengetahuan tentang bidang studi
atau materi pembelajaran.
TPACK merupakan kerangka
pengintegrasian teknologi ke dalam
proses pembelajaran yang melibatkan
paket-paket pengatahuan tentang
teknologi, materi, dan proses atau
strategi pembelajaran.

2. Dunia pendidikan nampaknya perlu


terus mentransformasi diri agar bisa
menyesuaikan sesuai kebutuhan abad 21
dan mempersiapkan peserta didik
memasuki dunia baru. Diperlukan sosok
guru yang mampu menjalankan peran
kompleks dan mampu menyesuaikan
dengan tuntutan kompetensi guru abad
Selain itu guru tersebut idealnya
merupakan seorang sosok atau profil
guru yang efektif dalam memfasilitasi
pembelajaran abad 21

a. Profil Guru Efektif Abad 21

4 tipe guru yang ada diantaranya:


1) Tipe pertama disebut Guru
Medioker (Mediocre Teacher)

2) Guru yang baik (good teacher)

3) Guru superior (demonstrates)

4) Great teacher (inspires).

berperilaku profesional dalam


mengemban tugas dan menjalankan
profesi maka terdapat lima faktor yang
harus senantiasa dipelihara, yaitu:
1. Sikap keinginan untuk
mewujudkan kinerja ideal

2. Sikap memelihara citra profesi

3. Sikap selalu ada keinginan


untuk mengejar kesempatan-
kesempatan profesionalisme.
4. Sikap mental selalu ingin
mengejar kualitas cita-cita profesi

5. Sikap mental yang mempunyai


kebanggaan profesi

Kelima faktor sikap mental ini


memungkinkan profesionalisme guru
menjadi berkembang. Karakter ideal
serta perilaku profesional tersebut
tidak mungkin dapat dicapai apabila
di dalam menjalankan profesinya sang
guru tidak didasarkan pada panggilan
jiwa, sepenuh hati, dan ikhlas. Selain
dari itu, menghadapi tantangan abad
21 diperlukan guru yang bertipe great
teacher benar-benar seorang
profesional. Tilaar (1998) memberikan
ciri-ciri agar seorang guru terkelompok
ke dalam guru yang profesional, yaitu;
1. Memiliki kepribadian yang matang
dan berkembang

2. Memiliki keterampilan untuk


membangkitkan minat peserta didik

3. Memiliki penguasaan ilmu


pengetahuan dan teknologi yang kuat

4. Sikap profesionalnya berkembang


secara berkesinambungan

5. Menguasai subjek (kandungan


kurikulum)

6. Mahir dan berketrampilan dalam


pedagogi (pengajaran & pembelajaran)

7. Memahami perkembangan murid-


murid dan menyayangi mereka

8. Memahami psikologi pembelajaran


(cognitive psychology)

9. Memiliki kemahiran konseling

b. Kompetensi Guru Abad 21

Penjelasan kompetensi guru


dituangkan dalam peraturan menteri
Pendidikan Nasional No 16 tahun
2007 tentang kualifikasi akademik dan
kompetensi guru yang berbunyi bahwa
setiap guru wajib memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi
guru yang berlaku secara nasional.
Kualifikasi akademik Guru atau
bentuk lain yang sederajat, harus
memiliki kualifikasi akademik
pendidikan minimum diploma empat
(D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang
pendidikan (D-IV/S1) yang diperoleh
dari program studi yang terakreditasi.
Adapun kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
1. Kompetensi Pedogogik
2. Kompetensi Kepribadian
3. Kompetensi Sosial
4. Kompetensi Profesional
c. Kompetensi Guru Abad 21 yang
Memesona

Abad 21 yang ditandai dengan


kehadiran era media (digital age)
sangat berpengaruh pada pengelolaan
pembelajaran dan perubahan
karakteristik peserta didik.
Pembelajaran abad 21 menjadi
keharusan untuk mengintegrasikan
teknologi informasi dan komunikasi,
serta pengelolaan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Pola
pembelajaran berpusat pada guru
(teacher centred) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student centred) karena
sumber belajar digital dan lingkungan
yang bisa dieksplorasi melimpah.
Guru tipe 4 berperan sebagai
fasilitator, mediator, motivator
sekaligus leader dalam proses
pembelajaran.

3. Pencapaian kompetensi abad 21


mendukung pencapaian tujuan
pembelajaran bermuara tercapainya
tujuan kurikuler, tujuan institusional,
dan akhirnya mendukung pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Secara
yuridis kedudukan guru sudah sangat
jelas termasuk tugas pokok dan
fungsinya. Pemerintah telah menetapkan
tugas pokok dan fungsi guru
berdasarkan undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Namun, dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya
guru harus peka, tanggap, dan mau
merespon perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta
kebutuhan masyarakat

a. Profesi Guru dalam Pandangan


Yuridis

Guru merupakan tenaga


kependidikan yang terlibat langsung
dengan proses pendidikan karena
tugas utamanya sebagai pendidik atau
mengemban tugas dan berprofesi
sebagai pendidik. Tenaga
kependidikan lain selain guru adalah
dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya. Guru
dapat pula mendapatkan tugas
tambahan dalam proses pendidikan
dan berpartisipasi mensukseskan
penyelenggaraan pendidikan.
Contohnya guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala satuan
pendidikan, wakil kepala satuan
pendidikan, dan pengawas satuan
pendidikan. Guru yang demikian
sebenarnya menjalankan peran
sebagai edukator disamping bertugas
sebagai manajer, inovator, motivator,
pemimpin, supervisor, dan mediator.
Tugas tambahan lainnya yang
merupakan salah satu dari kelima
tugas pokok lainnya diatur dalam
Permendikbud nomor 15 Tahun 2018
pasal 3 ayat (1).
Berdasarkan Undang-Undang Guru
dan Dosen Nomor 14 tahun 2005
pasal 1 ayat (1) guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
Selanjutnya guru telah diakui
mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional (pasal 2 ayat 1) yang
dibuktikan dengan sertifikat pendidik
(pasal 2 ayat 2). Kesimpulannya secara
yuridis profesi guru sudah diakui
secara sah sebagai bidang pekerjaan
khusus yang memerlukan keahlian
khusus pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

b. Tugas Pokok Guru Berdasarkan


Undang-Undang
Tugas guru sebenarnya merupakan
pengabdian baik yang terkait dengan
dinas maupun di luar. Secara luas ada
tiga jenis tugas guru, yakni: (1). Tugas
terkait bidang profesi, (2). Tugas
terkait kemanusiaan, dan (3). Tugas
terkait dalam bidang kemasyarakatan.
Pembahasan Modul 2 Kegiatan Belajar
3 memfokuskan tugas pokok guru
berdasarkan peraturan perundang-
undangan ataupun tugas dalam
1. Merencanakan Pembelajaran atau
Pembimbingan

a). Pengkajian Kurikulum

b).Pengkajian Program Tahunan


(Prota) dan Program Semester (Prosem)
1) Program Tahunan (Prota)

2) Program Semester (Prosem)

3) Penyusunan silabus

4) Pembuatan Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran (RPP)

2. Melaksanakan Pembelajaran atau


Pembimbingan

3. Melaksanakan Penilaian a.
Pelaksanaan Penilaian
b. Prinsip Penilaian

4. Membimbing, Mendidik dan Melatih

5. Melaksanakan Tugas Tambahan

c. Fungsi Guru Berdasarkan Undang-


Undang

Fungsi guru yang dimaksudkan disini


sebenarnya termasuk dalam tugas
guru namun ada beberapa fungsi yang
termaktub dalam dalam poin d dan e
Pasal 20
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen serta poin a,
b dan c
Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan

Nasional, meliputi;

1. Memelihara dan memupuk


persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama
dan etika;
3. Menciptakan suasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis;
4. Memelihara komitmen secara
profesional untuk meningkatkan
mutu pendidikan;
5. Memberi teladan dan menjaga nama
baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.

4. Guru adalah profesi dengan keahlian


khusus yang memerlukan proses
pendidikan lama sebelum menjadi guru
sekaligus seorang profesional yang terus
mau belajar sepanjang hayat (life long
education). Artinya meskipun sudah
memangku jabatan, guru wajib
mengembangkan diri secara
berkelanjutan. Tantangan dunia
pendidikan sangat dinamis, sehingga
dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawab guru harus terus
melakukan pemutakhiran kompetensinya
dan keluar dari zona tidak nyaman.
Maka dari itu untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik abad 21
diperlukan strategi yang dapat
memenuhi hal tersebut.

a. Pengembangan Profesi
Berkelanjutan

Perkembangan teknologi informasi dan


komunikasi (TIK) memerlukan
penyesuaian peran dan peningkatan
kompetensi guru. Banyak negara
melakukan reformasi terhadap tujuan
dan praktek pendidikan akibat
pengaruh perkembangan TIK dalam
berbagai bentuk inovasi pendidikan.
Harapan terbesar dari inovasi adalah
kemauan guru untuk secara sadar
mau meningkatkan profesionalisme
diri secara berkelanjutan sehingga
semakin mempertinggi mutu
pengalaman belajar peserta didik.
Guru memiliki peran utama bukan
sekedar melaksanakan reformasi
pendidikan, namun harus terlibat
dalam merumuskan konsep dan
desain reformasi pendidikan yang
diperlukan. Guru abad 21 perlu
bertindak akademis dan mampu
mengambil keputusan-keputusan
pedagogis saat melaksanakan tugas
utama. Kemampuan guru ini harus
terus dipelihara dan berkembang
secara akumulatif memanfaatkan
pengalaman sebelumnya.
Konsep belajar pada diri seorang guru
perlu ditransformasi menjadi belajar
berkelanjutan (continuous professional
learning) dan diletakkan dalam konsep
belajar dalam bekerja (workplace
learning). Hal ini sejalan dengan suatu
model pengembangan model belajar
mandiri yang dikemukakan Haris
Mudjiman yang yang bersifat siklikal
dalam menimbulkan motivasi
berkelanjutan (2011). Inilah letak
tanggungjawab guru untuk mau
mempertahankan motivasinya untuk
terus belajar. Bekal ketrampilan untuk
belajar berkelanjutan inilah yang
penting Saudara kuasai.

b. Guru sebagai Profesional yang


Reflektif
Danielson (2013) menyebut refleksi
diri diperlukan guru untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian, sementara
Carbaugh, B., Marzano R., & Toth
(2013) menyatakan refleksi diri
berguna untuk merefleksikan kinerja
guru. Danielson juga mengemukakan
kerangka evaluasi kinerja guru
meliputi 4 domain yaitu ; (1)
Perencanaan dan persiapan, (2)
Lingkungan kelas, (3) Pembelajaran,
dan (4) Tanggungjawab pengembangan
profesionalisme diri. Carbaugh et. al
(2013) juga mengemukakan 4 domain
yang memuat 60 elemen penilaian
pada guru dan sekaligus bisa
dimanfaatkan untuk menilai
profesionalisme guru. Keempat domain
adalah; (1) strategi pembelajaran di
kelas dan pengelolaan perilaku yang
memiliki elemen terbanyak, (2)
perencanaan dan persiapan, (3)
refleksi pembelajaran, dan (4) Temu
kolegial dan profesionalisme.
Keduanya menyebut adanya
tanggungjawab pengembangan profesi
diri, dan secara terang-terangan
Marzano menggunakan istilah “refleksi
pembelajaran” sebagai domain
tersendiri. Refleksi merupakan bagian
dari kerangka evaluasi kinerja guru.
Refleksi telah menjadi konsep kunci
dalam pendidikan guru di banyak
negara (Korthagen & Vasalos, 2005).
Sikap reflektif merupakan aktifitas
yang selalu menjadi bagian dari
pelaksanaan tugas pokok guru yaitu
melaksanakan penilaian. Refleksi diri
serbenarnya bagian dari dari proses
belajar (assessment as learning).
Proses ini terjadi secara terus menerus
sebagaimana disebutkan di atas
sebagai siklus belajar dari pengalaman
dan menjadi pengalaman baru.
Silahkan Saudara terapkan langkah-
langkah berpikir reflektif sesuai
urutan dalam gambar di atas.
1. Membuat deskripsi
2. Cobalah memahami dan merasakan
situasi
3. Mengevaluasi situasi
4. Tahap analisis
5. Kesimpulan
6. Menyusun rencana aksi
a. Guru sebagai Pebelajar Mandiri
b. Keterampilan Belajar Mandiri

c. Strategi Pengembangan Profesi Guru


Abad 21

1. Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB)
Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 16 tahun
2009 Pasal 1 butir 5 Pengembangan
keprofesian berkelanjutan adalah
pengembangan kompetensi guru yang
dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan, bertahap dan
berkelanjutan untuk meningkatkan
profesionalitasnya.
a) Pengembangan Diri

b) Publikasi Ilmiah

c) Karya Inovatif

2 Daftar materi yang sulit KB4. Strategi Pengembangan Keprofesian


dipahami di modul ini Berkelanjutan

3 Daftar materi yang sering KB3. Tugas Pokok Dan Fungsi Guru Abad
mengalami miskonsepsi 21
Modul 3
Judul Modul Pembelajaran Inovatif
Oleh Dr. Ali Muhtadi, M.Pd.
Judul Kegiatan Bela2jar (KB) KB 1. Pembelajaran Steam
(Science, Technology,
Engineering, Art, And
Mathematics)
KB 2. Pembelajaran Berbasis
Neurosains
KB 3. Pembelajaran Digital
KB 4. Model Pembelajaran
“Blended Learning”
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang 1. KB 1 Pembelajaran Steam (Science,
dipelajari Technology, Engineering, Art, And
Mathematics)
Pendekatan pedagogi yang mampu
memadukan ilmu sains, teknologi,
teknik, seni, dan matematika yang sesuai
tantangan dunia kerja di abad 21

a. Pengertian Pembelajaran STEAM

pembelajaran STEAM merupakan


singkatan dari pembelajaran Science,
Technology, Engineering, Art and
Mathematics. STEAM dikenal di
Indonesia dengan Sciences ebagai Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), Technology
sebagai ilmu teknologi, Engineering
sebagai ilmu teknik, Art sebagai ilmu
seni, seperti seni musik, seni lukis,
dan seni kriya, serta Mathematics
sebagai ilmu matematika.

b. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran


STEAM

Pembelajaran STEAM muncul


ditujukan agar semua gender terlibat
dalam pembelajaran. Baik laki-laki
maupun perempuan memiliki
kesempatan yang sama dalam
mengasah keterampilan bidang
STEAM. Tidak menutup kemungkinan
pekerjaan-pekerjaan di bidang
keteknikan yang selama ini didominasi
oleh laki- laki, dapat juga dilakukan
oleh perempuan yang memiliki
kapasitas yang memadai (YJP, 2016).
Tujuan pembelajaran STEAM dapat
mengasah tingkat literasi STEAM pada
peserta didik. Literasi STEAM menjadi
tujuan yang dapat dicapai oleh peserta
didik maupun pendidik. Bagi peserta
didik, literasi STEAM akan berguna
dalam perkembangan kehidupannya
dan bagi pendidik literasi STEAM
bermanfaat menunjang kinerja
mendidik generasi yang kompetitif dan
kolaboratif.

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran STEAM

Agar pembelajaran STEAM dapat


berjalan lebih efektif dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, Saudara perlu
mengetahui prinsip-prinsip
pembelajaran yang berlaku dalam
pembelajaran STEAM. Prinsip-prinsip
pembelajaran STEAM antara lain
(Arassh, 2013):

Prinsip perhatian dan motivasi


Prinsip Keaktifan
Prinsip keterlibatan langsung
Prinsip pengulangan
Prinsip tantangan
Prinsip balikan dan penguatan
Prinsip perbedaan individual

d. Pembelajaran STEAM menggunakan


Model Problem Based Learning

Problem Based Learning atau


pembelajaran berbasis masalah
merupakan model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk belajar
bagaimana belajar, dan bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi
dari permasalahan dunia nyata
(Arends & Kilcher, 2010). Langkah-
langkah dalam pembelajaran berbasis
masalah berkaitan erat dalam prinsip-
prinsip pembelajaran STEAM. Agar
pembelajaran STEAM dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran
berbasis masalah, perlu Saudara
pelajari langkah-langkah operasional
berikut:
1). Sintak (langkah-langkah)
Pembelajaran Berbasis Masalah
a). Fase 1, Orientasi peserta didik
kepada masalah
b).Fase 2, Mengorganisasikan peserta
didik
c). Fase 3, Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok
d).Fase 4, Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
e). Fase 5, Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan
masalah

2). Sistem Sosial

3). Prinsip Reaksi

4). Sistem Penunjang

5). Dampak Instruksional dan


Penyerta

e. Pembelajaran STEAM Berpusat pada


Proyek

Pembelajaran STEAM yang berpusat


pada proyek didasarkan pada masalah
dunia nyata. Proyek-proyek ini
mengharuskan peserta didik untuk
meneliti, mengusulkan dan memilih
solusi, dan membuat desain. Setelah
prototipe atau model dibuat, peserta
didik menguji dan mempresentasikan
temuan mereka, dan jika waktu
memungkinkan, mereka mendesain
ulang proyek dan melakukan
perbaikan. Proyek-proyek ini harus
selaras dengan masalah atau
kebutuhan lokal, regional, atau global
(Sesuatu yang dapat dihubungkan
dengan peserta didik).
Secara garis besar, pembelajaran
STEAM berpusat proyek dapat
dilakukan menggunakan tahapan
sebagai berikut:
(1). Memilih salah satu topik yang
memungkinkan Anda menggabungkan
seluruh 5 aspek STEAM;
(2). Menghubungkan topik dengan
masalah di dunia nyata;

(3). Mendefinisikan tantangan (apa


tujuan pembelajaran akan dicapai
peserta didik);
(4). Memiliki solusi atas penelitian
dan curah pendapat peserta didik;

(5). Menjelaskan tantangan kepada


peserta didik (gunakan video untuk
melibatkan peserta didik);
(6). Menggunakan rencana desain
teknik penyelesaian masalah;

(7). Membimbing peserta didik


ketika mereka memilih gagasan
dan membuat prototype;
(8). Menguji prototype yang
dihasilkan;

(9). Meminta peserta didik


mengkomunikasikan temuan mereka;

(10). Mendesain ulang prototype


yang dihasilkan sehingga
memperoleh prototype sesuai yang
diharapkan;

f. Tantangan-Tantangan dalam
Pembelajaran STEAM

Berikut adalah tantangan-tantangan


yang dapat ditemukan dalam
pembelajaran STEAM:
(1). Perbedaan pendekatan/cara dalam
menerapkan pembelajaran STEAM

(2). Kurangnya standar yang jelas

(3). Dianggap terlambat saat STEAM


hanya diterapkan pada pendidikan
tingkat menengah

2. KB 2 Pembelajaran Berbasis Neurosains

keterampilan yang harus dimiliki peserta


didik untuk mampu menghadapi
berbagai tantangan yang akan mereka
hadapi di abad 21 dan era industri 4.0
ini diantaranya adalah keterampilan
berfikir kritis dan kreatif, keterampilan
berkolaborasi atau membangun jejaring,
dan keterampilan berkomunikasi, serta
kemampuan terkait literasi teknologi.
Untuk menghantarkan peserta didik
pada keterampilan-keterampilan tersebut
guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran tidak hanya dituntut
menguasai materi pelajaran yang
diajarkan dengan baik, tetapi juga harus
mampu memilih dan menentukan
berbagai strategi pembelajaran yang
tepat, serta mampu mengintegrasikan
teknologi ke dalam proses pembelajaran.

Dengan menguasai pembelajaran inovatif


berbasis neurosains diharapkan guru akan
mampu menghantarkan peserta didik untuk
memiliki kemampuan memecahkan masalah-
masalah yang mereka hadapi secara kritis,
kreatif, komunikatif dan kolaboratif sesuai
prinsip-prinsip kerja otak

a. Pengertian Neurosains, Kapasitas dan


Fungsi Bagian Otak Manusia

secara etimologi (asal kata) neurosains


merupakan ilmu neural yang
mempelajari sistem syaraf, terutama
neuron (sel syaraf otak) dengan
pendekatan multidisiplin
(Pasiak,2012); sedangkan secara
terminologi (istilah), neurosains adalah
bidang ilmu yang menggeluti pada
kajian saintifik terhadap sistem syaraf,
terutama syaraf otak. Neurosains
merupakan penelitian tentang sistem
saraf otak dan bagaimana otak berfikir
(Schneider, 2011). Berangkat dari
kedua definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa, neurosains
merupakan ilmu yang mempelajari
sistem syaraf otak dengan seluruh
fungsinya, seperti bagaimana proses
berfikir terjadi dalam otak manusia.
Menurut para Ahli, neurosains
mempelajari syaraf manusia mulai
dari ilmu pengetahuan tentang
hubungan sistem saraf otak, perilaku,
attitude, aktifitas dan kehidupan
manusia dalam konteks lingkungan
yang mempengaruhinya. Neurosain
juga mengkaji tentang kesadaran dan
kepekaan otak dari aspek biologi,
aspek psikologis (seperti ingatan,
persepsi), dan kaitannya dengan
pembelajaran. Bagi neurosains, otak
dengan sistem syarafnya merupakan
bagian penting untuk proses
pembelajaran manusia.

b. Cara Otak Kita Belajar

Menurut hasil penelitian, sebagian


besar memori kita tersebar sempurna
di seluruh korteks. Memori Jangka
Pendek di dalam otak kita menempati
pada banyak bagian otak terutama
dalam korteks prefrontal pada lobus
frontal. Sedangkan, memori yang
lainnya seperti memori suara berada
dalam korteks auditori, memori nama
benda dan kata ganti terlacak berada
pada lobus temporal, dan memori
pembelajaran reflektif, prosedural,
respon terkondisi terletak pada otak
bagian serebelum (Jensen, 2008).

c. Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis


Neurosains

Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut


dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Secara umum, memori jangka
pendek otak kita berada pada kondisi
terbaik untuk menyimpan informasi
pada pagi hari dan paling tidak efektif
pada sore hari, sebaliknya memori
jangka panjang kita berada pada
kondisi terbaik untuk menyimpan
informasi pada sore hari.
2). Otak kita memiliki siklus bio-
kognitif terkait perhatian yang naik
turun setiap 90 menit. Dalam 24
jam otak kita memiliki siklus naik
turun perhatiannya sebanyak 16 kali.
3). Pembelajaran akan lebih optimal,
apabila mampu mengembangkan
kedua belahan otak kanan dan kiri
secara seimbang.
4). Belahan otak kanan dan kiri
kita mengalami siklus efisiensi
secara bergantian setiap sembilan
puluh sampai seratus menit, dari
spasial tinggi- verbal rendah-verbal
tinggi-spasial rendah.
5). Pembelajaran mencapai hasil
terbaik apabila difokuskan pada
pembahasan materi, dipecah kegiatan
lain seperti kerja kelompok, kemudian
difokuskan kembali pada pembahasan
materi.
6). Pembelajaran akan menarik
perhatian otak, jika memperhatikan
perubahan gerakan, cahaya,
kekontrasan, dan warna.
7). Proses pembelajaran agar optimal
perlu memperhatikan beberapa faktor
lingkungan,

8). Proses pembelajaran akan lebih


optimal jika peserta didik memperoleh
asupan gizi dan nutrisi yang cukup,
sehingga anak memiliki hemoglobin
dalam darah (HB) yang tinggi
9). Emosi memicu perubahan zat
kimiawi dalam tubuh yang dapat
mengubah suasana hati dan perilaku
peserta didik.

d. Tahap-tahap pembelajaran berbasis


neurosains

Menurut Jensen (2008) pembelajaran


berbasis neurosains dapat dilaksanakan
menggunakan lima tahap pembelajaran
yaitu: (1) persiapan, (2) akuisisi, (3)
elaborasi (koreksi kesalahan &
pendalaman), (4) formasi memori
(pembelajaran menggabungkan sandi), dan
(5) integrasi fungsional (penggunaan yang
diperluas). Dari kelima tahapan tersebut,
terdapat tiga tahap yang paling penting,
yaitu akuisisi, elaborasi, dan formasi.

3. KB 3 Pembelajaran Digital
Menurut Sutrisno (2011), perkembangan
teknologi perangkat komputer beserta
koneksinya di era globalisasi ini akan
mampu menghantarkan peserta didik
belajar secara cepat dan akurat, apabila
dapat dimanfaatkan secara benar dan
tepat. Untuk itu dibutuhkan sumber
daya manusia yang tanggap terhadap
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). digital ini dikaji dengan
tujuan Anda sebagai guru nantinya akan
dapat mengoptimalkan belajar peserta
didik melalui penggunaan teknologi
digital dan pendekatan pedagogi yang
tepat

a. Konsep dan Prinsip Pembelajaran


Digital

elaborasi lebih dalam tentang konsep


dan prinsip pembelajaran digital
berikut ini.

1). Pengertian Pembelajaran Digital

Pembelajaran digital pada hakekatnya


adalah pembelajaran yang melibatkan
penggunaan alat dan teknologi digital
secara inovatif selama proses belajar
mengajar, dan sering juga disebut
sebagai Technology Enhanced
Learning (TEL) atau e-Learning.
Menjelajahi penggunaan teknologi
digital memberi para pendidik
kesempatan untuk merancang
kesempatan belajar yang lebih
menarik dalam pembelajaran yang
mereka ajarkan, dimana rancangan
pembelajarannya dapat
dikombinasikan dengan tatap muka
atau bisa juga sepenuhnya secara
online.
2). Prinsip-Prinsip Penerapan
Pembelajaran Digital

(a). Personalisasi
(b). Partisipasi aktif peserta didik

(c). Aksesibilitas

(d). Penilaian

sebagai tambahan prinsip penerapan


Pembelajaran Digital, diantaranya
adalah:
a) Pengajar harus secara aktif
terlibat dengan proses pendidikan dan
harus memahami kebutuhan dan
harapan peserta didik;

b) Pengajar harus berkolaborasi


dengan peserta didik untuk
mengumpulkan ide-ide mereka
tentang apa yang seharusnya tercakup
dalam pelajaran atau pembelajaran
digital;
c) Pengajar harus sangat akrab
dengan bidang-bidang utama
persoalan yang diajarkan agar relevan;
d) Pengajar harus mempunyai ide
yang baik yang menjadi keunggulan
setiap pelajaran dalam keseluruhan
perencanaan kurikulum, informasi
dan aktifitas keterampilan yang
tercakup dalam struktur tertentu;
e) Pengajar juga akan
memahami bagaimana pembelajaran
yang layak secara individual. Kapan
suatu pelajaran perlu dikembangkan
sebagai perubahan keseluruhan
kurikulum terhadap arah baru atau
perluasan yang mempertemukan
tuntutan baru. Pengajar punya
perasaan yang baik tentang pelajaran
individual yang mana yang perlu
dikembangkan, dan mana yang perlu
dimodifikasi dari seluruh kurikulum.

b. Pemanfaatan Pembelajaran Digital

Dasar-dasar pemanfaatan
Pembelajaran Digital sebagai berikut:
1). Mengkaitkan pembelajaran digital
ke pembelajaran offline;
2). Mempelajari aplikasi praktis dari
sebuah pengetahuan (sebuah materi),
3). Mendapatkan umpan balik yang
berkesinambungan dan analisis
kemajuan;
4). Mengaktifkan keterlibatan sosial
(social engagement);
5). Belajar melalui pendekatan
campuran (mix approach);

Menurut Kenji Kitao (1998), minimal


ada 3 potensi atau fungsi
pembelajaran digital yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu sebagai alat
komunikasi, alat mengakses informasi,
dan alat pendidikan atau
pembelajaran. Penjelasan lebih
detilnya adalah sebagai berikut:
1). Potensi Alat Komunikasi
2). Potensi Akses Informasi

3). Potensi Pendidikan dan


Pembelajaran

c. Ragam Pembelajaran Digital

Berikut ini akan disajikan beberapa


contoh aplikasi penerapan
pembelajaran digital.
1). Mobile learning (M-Learning)

Saudara Mahasiswa, Mobile Learning


atau juga disebut M-learning,
didefinisikan sebagai pembelajaran
yang disampaikan (atau didukung)
oleh teknologi mobile (Traxler 2007).
2). Media Sosial (Social Media)

Media sosial adalah sebuah media


online yang para penggunanya
berpatisipasi dan bersosialisasi
menggunakan internet. Pengguna
sosial bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan
menciptakan isi seperti blog, jejaring
sosial, wiki, forum dan dunia virtual
yang merupakan bentuk media sosial
yang paling umum digunakan oleh
masyarakat.
3). Pembelajaran berbasis permainan
(Games Based Learning).

Games-Based Learning (GBL) berfokus


dengan menggunakan permainan
bukan untuk menghibur tapi untuk
tujuan pembelajaran.
4). Pembelajaran Elektronik Berbasis
“Awan” atau Cloud

komputasi merupakan sebuah model


yang memungkinkan terjadinya
penggunaan sumber daya (jaringan,
server, media penyimpanan, aplikasi,
dan service) secara bersama-sama
(Mell & Grance, 2011). Kehadiran
komputasi awan membawa sebuah
perubahan dalam distribusi perangkat
lunak, dimana pada komputasi awan
kebutuhan akan adanya aplikasi
pengolah kata dapat dilakukan melalui
perambah.

4. KB 4 Model Pembelajaran “Blended


Learning”
Model pembelajaran blended learning
merupakan salah satu model
pembelajaran yang dapat
mengakomodasi upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran
sesuai dengan tuntutan dan tantangan
era abad 21 dan era insutri 4.0. Melalui
kombinasi antara pembelajaran
tradisional (tatap muka) dilengkapi
dengan sesi pembelajaran online, akan
memungkinkan Saudara sebagai guru
untuk dapat lebih banyak
memvariasikan proses dalam
memberikan pengalaman belajar bagi
peserta didik. Melalui pengalaman belajar
yang beragam, peserta didik diharapkan
mampu menguasai keterampilan sesuai
dengan kriteria pendidikan abad 21 dan
era industri 4.0, yaitu berfikir kritis,
kreatif, berkolaborasi, keterampilan
dalam hal berkomunikasi, serta
kemampuan terkait literasi teknologi.

a. Pengertian Pembelajaran Blended


Learning

Secara ketatabahasaan istilah blended


learning terdiri dari dua kata yaitu,
blended dan learning. Blended atau
berasal dari kata blend yang berarti
“campuran, bersama untuk
meningkatkan kualitas agar
bertambah baik” (Collins Dictionary),
atau formula suatu penyelarasan
kombinasi atau perpaduan (Oxford
English

Dictionary), sedangkan learning


berasal dari learn yang artinya
“belajar”. Sehingga secara sepintas
istilah blended learning dapat
diartikan sebagai campuran atau
kombinasi dari pola pembelajaran satu
dengan yang lainnya.
b. Karakteristik pembelajaran ‘Blended
Learning’

Pembelajaran blended learning


memiliki beberapa karakteristik.
Beberapa karakteristik pembelajaran
blended learning tersebut merujuk
pada Prayitno, (2015), diantaranya
adalah sebagai berikut:
1). Model blended learning
menggabungkan berbagai cara
penyampaian, model pendidikan, gaya
pembelajaran, dan menggunakan
berbagai media berbasis teknologi.
2). Model pembelajaran blended
learning merupakan kombinasi dari
pola pembelajaran langsung (tatap
muka), belajar mandiri, dan
pembelajaran menggunakan sistem
online.
3). Guru dan orangtua memiliki
peran yang sama penting, dimana
guru berperan sebagai fasilitator dan
orangtua berperan sebagai
pendukung.

c. Model-model pembelajaran ‘Blended


Learning’

Ada banyak model yang dapat


digunakan guru untuk
mengaplikasikan aktifitas
pembelajaran online dan tatap muka
dalam pembelajaran blended learning.
Clayton Christensen

Masing-masing model pembelajaran


blended learning di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1). Model Rotasi (Rotation Model)

Pada model kelas ini peserta didik


akan diatur untuk bergantian
menempati pos-pos kegiatan
pembelajaran yang telah disediakan.
Misalnya akan ada pos untuk kegiatan
diskusi, mengerjakan proyek, tutorial
secara individual, dan mengerjakan
tugas atau latihan.
Berikut beberapa model kelas yang
termasuk pada kategori model rotasi
(rotation model):

(a). Model Kelas Station Rotation


(b). Model Kelas Lab/Whole Group
Rotation
(c). Model Kelas Flipped (Flipped
Clasroom)
(d). Model Rotasi Individu (Individual
Rotation)
2). Model Kelas Flex

Pada model kelas flex, sebagian besar


pembelajaran dilakukan secara online
sehingga pembelajaran bersifat sangat
fleksibel. Peserta didik dapat belajar
sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan dan kecepatan belajar
masing-masing. Pada model kelas ini,
guru dapat berperan sebagai fasilitator
melalui sesi diskusi, pengerjaan
proyek dalam kelompok, maupun
tutoring secara individu.

3). Model Self-Blend

Pada model ini, peserta didik dapat


mengambil satu atau lebih kegiatan
pembelajaran online sebagai tambahan
dari kegiatan pembelajaran tatap
muka yang telah dilakukan.

4). Model Enriched-Virtual

Model enriched-virtual berbeda dengan


model flipped karena pembelajaran
tatap muka dalam model enriched-
virtual tidak dilakukan setiap hari.
Model kelas ini juga berbeda dengan
model Self-Blend karena pembelajaran
yang ditawarkan adalah kegiatan
pembelajaran secara utuh, bukan
berupa materi secara khusus.

5). Memilih model kelas yang sesuai

Proses penyusunan kegiatan belajar


masing-masing model blended learning
disesuaikan dengan beberapa
karakteristik seperti fasilitas belajar,
ketersediaan akses terhadap teknologi,
usia dan kemampuan peserta didik,
serta durasi jam pelajaran.

d. Merancang model pembelajaran


‘Blended Learning’

Dalam merancang model


pembelajaran blended learning,
pengajar perlu menguasai bagaimana
cara mengintegrasikan pembelajaran
online dengan pembelajaran tatap
muka. Beberapa kemampuan yang
perlu dikuasai dalam proses
mengintegrasikan kedua pembelajaran
ini diantaranya yaitu: kemampuan
dalam memanfaatkan data
karakteristik peserta didik, teknik
mengajar dan teknik memfasilitasi
pembelajaran secara individual dan
kelompok, kemampuan
mengembangkan interaksi secara
online, serta dapat mengaplikasikan
kombinasi ketiga kemampuan tersebut
kedalam praktek pembelajaran model
blended learning.

1). Mengintegrasikan pembelajaran


online dengan pembelajaran tatap
muka

2). Menyusun Aktifitas Pembelajaran


dengan model Blended Learning

Ada tiga komponen penting yang


harus diperhatikan dalam merancang
dan mengembangkan aktifitas
pembelajaran dengan model blended
learning, diantaranya yaitu:
(a). Standar Capaian dan Tujuan
Pembelajaran
(b) Penilaian
(c) Kegiatan Pembelajaran

3). Evaluasi Pembelajaran Model


Blended Learning

Guru dapat menggunakan contoh


pertanyaan- pertanyaan dibawah ini
sebagai acuan untuk refleksi dari
kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
(a). Kegiatan mana saja yang berhasil
berjalan dengan baik?
(b). Dan kegiatan mana saja yang
tidak berhasil berjalan dengan baik?
(c). Apakah data penilaian telah
digunakan sebagai acuan untuk
merencanakan kegiatan belajar yang
selanjutnya?
(d). Apakah guru perlu
meningkatkan atau justru
mengurangi intensitas interaksi
dalam hal memfasilitasi peserta didik
secara individual?
(e). Apakah interaksi ketika sesi
pembelajaran online berjalan seperti
yang telah direncanakan?

4). Program Aplikasi atau Platform


untuk Pembelajaran Model Blended
Learning

Saudara mahasiswa, ada beberapa


aplikasi yang bisa dipakai ketika Anda
hendak menerapkan pembelajaran
blended learrning. Berikut beberapa
aplikasi yang dapat digunakan untuk
pembelajaran yang menggunakan
model blended learning:

(a) Web 2.0

(b) Edmodo

(c) Google Group

2 Daftar materi yang sulit KB 2. Pembelajaran Berbasis Neurosains


dipahami di modul ini
3 Daftar materi yang sering KB 1. Pembelajaran Steam (Science,
mengalami miskonsepsi Technology, Engineering, Art, And
Mathematics)
Modul 4

Judul Modul Perancangan Pembelajaran


Inovatif
Oleh Estu Miyarso, M.Pd.
Judul Kegiatan Bela2jar (KB) KB 1. Merancang Pembelajaran
Inovatif
KB 2. Merancang Pembelajaran
Steam
KB 3. Merancang Pembelajaran
Blended Learning
KB 4. Merancang Pembelajaran
Project Based Learning

No Butir Refleksi Respon/Jawaban


1 Garis besar materi yang 1. KB 1. Merancang Pembelajaran Inovatif
dipelajari pengertian rancangan pembelajaran inovatif,
karakteristik rancangan pembelajaran
inovatif, dan prosedur atau tahapan
penyusunan rancangan pembelajaran inovatif.
Dengan mempelajari materi tersebut, Saudara
diharapkan mampu menyusun rancangan
pembelajaran inovatif dalam wujud RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
sebagaimana disebutkan dalam Permendikbub
No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah. pengertian
rancangan pembelajaran inovatif, karakteristik
rancangan pembelajaran inovatif, dan
prosedur atau tahapan penyusunan rancangan
pembelajaran inovatif. Dengan mempelajari
materi tersebut, Saudara diharapkan mampu
menyusun rancangan pembelajaran inovatif
dalam wujud RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) sebagaimana disebutkan dalam
Permendikbub No. 22 tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.

a. Pengertian Rancangan
Pembelajaran Inovatif

menurut Smith & Ragan (1999),


rancangan pembelajaran adalah
proses sistematis dalam mengartikan
prinsip belajar dan pembelajaran ke
dalam pedoman untuk bahan dan
aktivitas pembelajaran. Pengertian
rancangan pembelajaran sebelumnya
dikemukakan oleh Reigeluth (1983)
yaitu suatu sistem pengembangan
setiap unsur atau komponen
pembelajaran, meliputi; tujuan, isi,
metode, dan pengembangan evaluasi.

Adapun rancangan pembelajaran


inovatif dalam hal ini dimaknai
sebagai aktivitas persiapan
pelaksanaan pembelajaran yang
menerapkan unsur-unsur
pembelajaran terbaru di abad 21 dan
terintegrasi dalam komponen maupun
tahapan pembelajaran yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

b. Karakteristik Rancangan
Pembelajaran Inovatif

Berikut ini karakteristik rancangan


pembelajaran inovatif abad 21 beserta
penerapannya dalam RPP, yaitu:
1) Kolaborasi peserta didik dan guru

2) Berorientasi HOTS

3) Mengintegrasikan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (ICT)

4) Berorientasi pada
keterampilan belajar dan
mengembangkan

Keterampilan Abad 21 (4C)

5) Mengembangkan kemampuan
literasi

6) Penguatan Pendidikan Karakter


(PPK)

c. Penyusunan Rancangan
Pembelajaran Inovatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun RPP sesuai Abad 21,
yaitu:
1) Unsur-unsur pembelajaran inovatif
seperti TPACK, Neuroscience, STEAM,
PPK, termasuk keterampilan abad 21-
4C, literasi, dan HOTS, bisa
diintegrasikan atau diterapkan dalam
RPP pada komponen IPK, Rumusan
Tujuan, Aktivitas Pendahuluan, Inti,
Penutup Pembelajaran, dan atau
komponen Penilaian Pembelajaran.
2) Saudara harus memahami isi dan
susunan RPP yang Anda tulis sendiri
dengan memuat komponen dan
menerapkan prinsip-prinsip RPP
sesuai Permendikbud No.22 Tahun
2016.
3) Saudara boleh menyusun RPP
dalam kolom atau pun tidak karena
tidak ada format baku dalam
menyusun RPP. RPP juga bisa
disusun menggunakan tabel atau
tidak pada komponen langkah-
langkah kegiatan pembelajaran atau
di komponen lainnya.
4) Disarankan bagi Saudara untuk
mengikuti langkah-langkah
penyusunan RPP berdasarkan Modul
Kurikulum 2013 dari Kemdikbud

Adapun teknis menyusun rancangan


pembelajaran inovatif sesuai abad

21 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Identitas
2) Kompetensi Inti (KI)
3) Kompetensi Dasar dan Indikator
Pencapaian Kompetensi
4) Tujuan Pembelajaran
5) Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK):
6) Materi Pembelajaran
7) Model, Pendekatan, dan Metode
Pembelajaran
8) Media dan Bahan
9) Langkah-langkah Pembelajaran
10) Penilaian
11) Pembelajaran Remedial
12) Pembelajaran Pengayaan
2. KB 2. Merancang Pembelajaran Steam
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan
STEAM menyediakan metode belajar yang
terintregrasi, interaktif dan efektif yang
dikombinasikan dengan pembelajaran mandiri
dan kerja kelompok. Dasar dari pembelajaran
dengan pendekatan STEAM terletak pada
pembelajaran inkuiri dan pemikiran kritis.
Kedua hal tersebut berbasis proses yang berarti
proses saat mengajukan pertanyaan, proses
menimbulkan rasa ingin tahu, dan proses
menemukan solusi dari suatu masalah. Inti
dari pembelajaran STEAM adalah menjadikan
siswa lebih aktif dan kreatif dalam
menemukan solusi masalah.

a. Pengertian Rancangan
Pembelajaran Inovatif dengan
Pendekatan STEAM

rancangan pembelajaran inovatif


dengan pendekatan STEAM Yaitu,
segala persiapan pelaksanaan
pembelajaran yang menerapkan
unsur-unsur pendekatan STEAM baik
secara tertanam (embedded) maupun
terintegrasi (integrated) dalam
komponen maupun tahapan rencana
pembelajaran yang akan dilaksanakan
guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk dapat memahami
lebih jauh rancangan tersebut hingga
mampu menyusun dan
menerapkannya,

b. Langkah-langkah Perancangan
Pembelajaran Inovatif dengan
pendekatan STEAM
Berikut ini langkah-langkah
perancangan pembelajaran inovatif
dengan pendekatan STEAM sebagai
pedoman saudara untuk menyusun
RPP-nya. Langkah-langkah tersebut
meliputi:

1) Merumuskan Tujuan Pembelajaran


2) Menganalisis Materi Pembelajaran
3) Menentukan Model, dan Metode
Pembelajaran
4) Menentukan Media, Alat, dan
Sumber Belajar
5) Menyusun langkah-langkah
Pembelajaran
6) Penilaian Pembelajaran
7) Menyusun Kegiatan Tindak Lanjut

3. KB 3. Merancang Pembelajaran Blended


Learning
pembelajaran “blended learning” bukan
sekedar pembelajaran yang hanya
memadukan pembelajaran tatap muka
dan online saja, tetapi penerapan
pembelajaran “blended learning” harus
didasarkan pada analisa dan
perencanaan yang matang demi
tercapainya hasil belajar peserta didik
yang lebih optimal

a. Perencanaan Pembelajaran “blended


learning”

Berikut merupakan langkah-langkah


perencanaan pembelajaran “blended
learning” yang perlu Anda lakukan
untuk menghasilkan pembelajaran
yang efektif.
1). Menentukan model pembelajaran
“blended learning”

2). Menyusun RPP “blended learning”

3). Menyiapkan Bahan, Alat/Media,


dan Sumber Belajar Tatap Muka dan
Daring

b. Pemanfaatan teknologi untuk


pembelajaran daring (online)

Berikut beberapa aplikasi e-learning


yang tersedia di internet yang dapat di
akses secara gratis untuk
memprogram kegiatan belajar online
sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sarana prasarana
pendukung yang ada di sekolah Anda.
1). Teknologi e-learning dengan
aplikasi cisco webex
2). Teknologi online learning dengan
aplikasi SEVIMA EdLink

3). Teknologi e-learning dengan


aplikasi Google Classroom

4). Kelebihan dan Kekurangan Google


Classroom

5). Teknologi e-learning dengan


aplikasi Zoom Cloud Meeting

6). Teknologi e-learning dengan


aplikasi Edmodo

7). Teknologi e-learning dengan


aplikasi Moodle

8). Teknologi e-learning dengan


aplikasi Schoology

4. KB 4. Merancang Pembelajaran Project


Based Learning

PjBL mampu mendorong terjadinya


pengalaman belajar sampai pada tingkat
yang signifikan, mendorong keterlibatan
penuh dan berbasis pengalaman otentik.
Guru abad 21 dituntut mampu untuk
menghadirkan pembelajaran yang
mengembangkan keterampilan-
keterampilan baru dan memenuhi unsur-
unsur inovatif. PjBL sangat luwes dapat
diterapkan untuk berbagai jenjang
pendidikan dan beragam topic
pembelajaran. PjBL memungkinkan guru
untuk memenuhi kebutuhan belajar
generasi Z, potensial mengembangkan
keterampilan berpikir HOTS,
pengembangan 4C, pengembangan
literasi dan banyak keterampilan hal
yang sesuai untuk abad 21

a. Pengertian dan Karakteristik


Pembelajaran Berbasis Proyek
PjBL merupakan pendekatan inovatif
yang mengajarkan beragam strategi
mencapai kesuksesan abad 21 (Bell,
2010), membantu peserta didik
mengembangkan keterampilan abad
21 (Ravitz et.al, 2011), meningkatkan
tanggungjawab (Johann et.al, 2006),
melatih pemecahan masalah, self
direction, komunikasi, dan kreativitas
(Wurdinger & Qureshi, 2015). Satu
hal PjBL luwes diterapkan untuk
berbagai jenjang pendidikan. Perlu
saudara pahami PjBL bisa
dibedakan Gregory & Chapman
(2007) menyatakan PjBL bisa
dikatagorikan; (a) proyek terstruktur
(structured project), (b) proyek sesuai
topik (topic related project), (c) proyek
terbuka tertutup (open ended project).
Pembelajaran berbasis proyek intinya
meletakkan pebelajar sebagai subyek
belajar yang aktif, mendorong
munculnya inisiatif dan proses
eksplorasi, memberikan kesempatan
menerapkan apa yang dipelajari,
kesempatan untuk mempresentasikan
atau mengkomunikasikan dan
mengevaluasi kinerjanya.
PjBL merupakan salah satu model
pembelajaran yang berpijak pada teori
belajar konstruktivistik. Driscoll (2000)
menyatakan prinsip-prinsip
pembelajaran kontruktivistik adalah;
(1) melibatkan pebelajar dalam
aktivitas nyata, (2) negosiasi sosial
dalam proses belajar, (3) kolaboratif
dan pengkajian multiperspektif, (4)
dukungan menentukan tujuan dan
mengatur proses belajar, dan (5)
dorongan merefleksikan apa dan
bagaimana sesuatu dipelajari.

b. Merancang Pembelajaran Berbasis


Proyek
Berikut ini disajikan langkah-
langkah merancang pembelajaran
dengan model pembelajaran PjBL.
a. Pertama; menuliskan KI sesuai
dengan jenjang kelas
b. Kedua menelaah KD manakah
yang paling cocok diterapkan dalam
pembelajaran dengan pendekatan
PjBL.
c. Ketiga; tuliskan kembali
identitas RPP.
d. Kempat:Menuliskan indikator;
e. Kelima; menuliskan tujuan
pembelajaran.
f. Menyusun Materi Pembelajaran
g. Menentukan Metode Pembelajaran
h. Sumber Belajar
i. Langkah-langkah Pembelajaran
j. Penilaian Hasil Pembelajaran

2 Daftar materi yang sulit KB 2. Merancang Pembelajaran Steam


dipahami di modul ini KB 3. Merancang Pembelajaran Blended
Learning

3 Daftar materi yang sering KB 1. Merancang Pembelajaran Inovatif


mengalami miskonsepsi

Anda mungkin juga menyukai