Anda di halaman 1dari 34

KAJIAN ILMIAH

“PERANGKAT SURVEI PERENCANAAN KOTA”

DISUSUN OLEH :
NAMA : FRENGKI TINUS BASO ( 1965142034)
TUGAS : BAHASA INDONESIA
PERANGKAT SURVEI PERENCANAAN KOTA

KAJIAN TEORI

A. PERANGKAT KOTA
Menurut Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah,
setiap daerah baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, ataupun daerah Kota
dilengkapi dengan Perangkat Daerah. Perangkat Daerah adalah organisasi atau
lembaga pada pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah
dalam rangka penyelengaraan Pemerintah Daerah. Perangkat Daerah Provinsi terdiri
atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Susunan
organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-
faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
1. Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah
mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalarn rnenyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.
Soejito (1990:118) menjelaskan bahwa pembentukan susunan organisasi dan
formasi Sekretariat Daerah yang dibuat sesuai dengan pedoman Menteri Dalam
Negeri, ditetapkan dengan Perda yang untuk dapat berlaku memerlukan
pengesahan lebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
2. Sekretariat DPRD

Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD


mempunyai tugas: (a) menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD (b)
menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD (c) mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi DPRD dan (d) menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD dalarn melaksanakan fungsinya sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah.
3. Dinas Daerah

Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas Daerah


dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah
dan PNS yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah. Kepala Dinas Daerah
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (Abdullah,
2005: 53).

4. Lembaga Teknis Daerah

Menurut Abdullah (2005: 54), Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur


pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor atau rumah sakit umum
daerah. Kepala badan, kantor atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

5. Kecamatan

Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda


berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati
atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

6. Kelurahan

Kelurahan dibentuk di wilayah Kecamatan dengan Perda berpedoman pada


Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

Menurut Supriatna (1996: 6), istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani
(autos = sendiri) dan (nomos = Undang-undang) yang berarti perundangan sendiri.
Menurut perkembangkan sejarah pemerintahan di Indonesia, otonomi selain
mengandung arti “perundangan” mengandung arti pula “pemerintahan”. Dengan
diberikannya hak dan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada badan-hadan
otonomi, seperti Propinsi, Kabupaten atau Kotamadya maka badan-badan tersebut
dengan inisiatifnya sendiri dapat mengurus rumah tangganya dengan mengadakan
peraturanperaturan daerah yang tidak boleh bertentangan dengan UUD atau peraturan
perundangan yang lebih tinggi, dan mampu menjalankan penyelengaraan
kepentingan-kepentingan umum.

Menurut Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2004 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pengembangan otonomi daerah pada daerah Kabupaten dan Kota
diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah Kabupaten dan Kota
dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada Pemerintah Daerah secara proporsional. Hal ini berarti pelimpahan
tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan
sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah
(Mardiasmo, 2002: 3).

Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah


mengubah paradigma sentralisasi pemerintahan ke arah desentralisasi dengan
pemberian otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab kepada daerah
perubahan paradigma tersebut juga merupakan kesempatan yang penting bagi
Pemerintah Daerah untuk membuktikan kesanggupannya dalam melaksanakan
urusan-urusan pemerintahan lokal sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat
lokal. Hal ini perlu diantisipasi, agar kinerja Pemerintah Daerah dapat meningkat
secara signifikan dalam mengurus rumah tangga daerah dan pelayanan kepada
masyarakat melalui peningkatan kapasitas Perangkat Daerah dan DPRD (Widjaja,
2007:17-19).

Daerah yang menerima penyerahan wewenang dari pusat dengan cara


desentralisasi menjadi daerah otonom. Daerah tersebut disebut daerah otonom karena
penduduknya berhak mengatur dan mengurus kepentingannya berdasarkan
prakarsanya sendiri. Maksudnya, daerah tersebut memiliki kebebasan untuk mengatur
dan mengurus urusan-urusan rumah tangganya yang diperbolehkan oleh Undang-
undang tanpa mendapat 32 campur tangan langsung dan pemerintah pusat. Dalam hal
ini, posisi pemerintah pusat hanya mengarahkan, mengawasi, dan mengendalikan agar
penyelenggaraan otonominya tetap dalam koridor peraturan perundangundangan yang
ditetapkan.

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang


Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa esensi dan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Hal itu terlihat dan penjelasan-penjelasan (Kaho, 2007: 244)
berikut :

a. Otonomi daerah itu harus riil atau nyata, dalam arti bahwa pemberian otonomi
kepada daerah harus didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan
tindakan-tindakan atau kebijakankebijakan yang benar-benar dapat menjamin
daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya
sendiri.
b. Otonomi daerah itu harus merupakan otonomi yang bertanggung jawab, dalam arti
bahwa pemberian otonomi itu harus henar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara dan serasi
atau tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang diberikan di dalam
GBHN, serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah atas dasar keutuhan
Negara Kesatuan serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah.
c. Otonomi daerah itu lebih merupakan kewajiban daripada hak.
d. Urusan otonomi daerah tidaklah statis, tetapi berkembang dan berubah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan yang timbul dan berkembang di daerah masyarakat itu
sendiri. Dalam hal ini, Undang-undang memberikan kemungkinan untuk secara
bertahap menambah penyerahan urusanurusan kepada daerah dan sebaliknya
dimungkinkan pula penarikan kembali sesuatu urusan rurnah tangga daerah,
bahkan mungkin pula adanya penghapusan suatu daerah dan pembentukan daerah-
daerah baru.

Menurut pendapat dari Kaho (2007: 244), agar dapat melaksanakan tugas
otonomi daerah dengan sebaik-baiknya ada beberapa faktor yang perlu mendapat
perhatian. Faktor-faktor tersebut dibuat berdasarkan dari penjelasan Iglesias tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah sehagai berikut :
a. Manusia Pelaksananya Harus Baik
Manusia adalah faktor yang penting dalam penyelenggaan pemerintahan
daerah. Pentingnya faktor ini, dikarenakan manusia merupakan subjek dalam
setiap aktivitas pemerintahan serta pelaku dan penggerak proses mekanisme dalarn
sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut
berjalan dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka manusia atau subyek atau pelakunya harus baik pula.
b. Keuangan harus cukup dan baik

Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan pernerintahan, karena


hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Oleh
karena itu, semakin baik pengelolaannya semakin berdayaguna pemakaian uang
tersebut. Demikian pula bagi suatu Pemerintah Daerah, keuangan merupakan
masalah penting baginya dalarn mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
Maka, untuk menciptakan Pemerintah Daerah yang baik dan dapat melaksanakan
tugas otonominya dengan baik, maka faktor keuangan ini mutlak diperlukan.

c. Peralatannya harus cukup dan baik

Peralatan dalam hal ini adalah setiap benda atau alat yang dapat digunakan
untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan Pemda. Peralatan yang baik (praktis,
efisien, dan efektif sangat diperlukan bagi terciptanya suatu Pernerintah Daerah
yang baik seperti alat-alat kantor, komunikasi dan transportasi.

d. Organisasi dan manajemennya harus baik

Organisasi dalam hal ini adalah susunan yang terdiri satuan-satuan


organisasi beserta perangkatnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan manajemen proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha
kerja sama, sehingga tujuan yang telah ditentukan benarbenar tercapai. Agar
otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan organisasi dan
manajemen Pemerintah Daerah yang baik pula.
B. SURVEI PERENCANAN
Perencanaan atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari
fungsi management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu
melekat pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah
rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu
pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan
pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengertian perencanaan menurut
para ahli :
1. Kaufman (1972) sebagaimana dikutip Harjanto, Perencanaan adalah suatu
proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan
bernilai.
2. Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan sebagai proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu.
3. Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan perencanaan adalah perhitungan dan
penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaimana melakukannya.
4. SP. Siagiaan mengartikan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa
datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Y.Dior berpendapat perencanaan perencanaan adalah suatu proses penyiapan
seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang , dalam
rangka mencapai sasaran tertentu.

Dari semua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah


serangkaian proses penentuan tindakan masa depan yang disertai pertimbangan yang
logis dan kontinu untuk memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin
guna mencapai tujuan tertentu.
Prinsip prinsip dari suatu perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Penentuan pilihan (setting up choices)
2. Penetapan pengagihan sumberdaya (resources allocation)
3. Penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up
goals and objectives)
4. Penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up
goals and objectives)
5. Berfikir System, holistik, dan berkelanjutan (sustainable development)
Adapun manfaat dari perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Sebagai penuntun arah dan acuan pembangunan
b. Minimalisasi Ketidakpastian
c. Minimalisasi inefisiensi sumber daya
d. Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
e. Menghasilkan keadaan yang lebih baik
1. Teori Perencanaan
Pada hakikatnya, ilmu teori perencanaan berkaitan erat dengan perencanan
kota. Namun dalam perkembangannya perencanaan tidak dikembangkan berdasarkan
teori perencanaan, tetapi sebaliknya teori perencanaan berkembang sebagai kelanjutan
dari pengalaman mengenai usaha manusia mengatasi keadaan lingkungan
kehidupannya. Oleh karena itu, ilmu ini sangat diperlukan dalam merencanakan
sebuah kota, karena daam teori perencanaan membahas definisi, pemahaman konteks,
praktek-praktek, dan proses-proses dalam perencanaan kota, dan bagaimana
pertumbuhannya dari asal-usul sejarah dan kebudayaan masing-masing.
Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak
perubahan seiring perkembangan waktu. Perencanaan sendiri telah mengalami banyak
perkembangan sejak Patrick Geddes mencetuskannya untuk pertama kali. Kebutuhan
manusia akan teori tunggal mengenai suatu perencanaan atau biasa disebut dengan
teori perencanaan mengakibatkan pengaruh para ilmuan di bidang ilmu sosial maupun
ilmu pengetahuan alam semakin dilibatkan dalam praktek perencanaan, riset, dan
pendidikan.
Adapun teori-teori perencanaan yang dipergunakan dan menjadi pijakan bagi
perencana dan perencanaan, berupa:
1. Functional Theories
Teori yang dikembangkan lebih berdasar pada pemikiran si perencana,
dengan orientasi lebih pada target oriented planning atas dasari dugaan-dugaan,
sehingga produk perencanaannya pada umumnya lebih bersifat instrumental atau
top-down.
2. Behavioural Theories

Merupakan teori yang dikembangkan dengan lebih memperhatikan


fenomena behavioural melalui gejala-gejala empiris dan lebih berpikir pada trend
oriented planning, serta hasil perencanaannya pada umumnya lebih bersifat
komunikatif atau bottom up.
Keterkaitan antara teori dan perencanaan dalam teori-teori perencanaan
(planning theory) terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu sebagai berikut :
1. Theory in Planning, adalah pendekatan yang kemudian berkembang menjadi
cabang ilmu pengetahuan yang dipakai dalam perencanaan, dimana dalam
menyatakan eksistensinya ditempuh dengan cara meminjam berbagai pandangan
atau paradigm cabang ilmu pengetahuan yang telah berkembang lebih dulu,
seperti ilmu sosial, ekonomi, matematika, statistik, antropologi dan lainnya.
2. Theory for Planning, adalah pendekatan yang kemudian berkembang menjadi
suatu teori, dimana proses terbentuknya adalah muncul dari suatu pengamatan
yang original yaitu dari suatu kerangka berpikir yang memang berbeda dengan
kerangka berpikir lain.
3. Theory for Planning, adalah pendekatan yang kemudian mendukung berbagai
kebijakan perencanaanbaik dalam proses atau prosedur dan cara
melaksanakannya maupun substansi perencanaannya.

Salah satu tahapan krusial dalam proses perencanaan adalah survei


perencanaan. Survei merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi. Teknik
survei pertama kali dilakukan pada pertengahan abad ke-19. Ahli pertama yang
menerapkan survei dalam perencanaan kota modern adalah seorang sosiologis
bernama Frederic Le Play. Ia menggunakan keluarga sebagai dasar surveinya dan
menarik kesimpulan berdasarkan pendapatan keluarga. Pekerjaannya memiliki fokus
pada kondisi sosial, yaitu tinjauan mengenai bagaimana seorang anggota masyarakat
dapat merasa nyaman berada dalam masyarakat secara keseluruhan.

Setelah perang dunia pertama, teknik survei sosial diaplikasikan lebih banyak
dan lebih dalam terhadap lingkup perencanaan wilayah dan kota, yang juga memiliki
cakupan yang semakin luas. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, salah satu pekerjaan
pionir dilakukan pada tahun 1927-1931 yang berupa perencanaan pengembangan New
York (Regional Survey and Plan of New York and its Environs). Di Inggris, pekerjaan
perencanaan modern pertama pascaperang adalah penataan Kota Sheffield oleh
Abercrombie pada tahun 1927 (Watts, 1981).

Survei dapat dimulai dengan mengumpulkan fakta-fakta sejumlah aspek pada


wilayah yang akan direncanakan. Fakta tidak akan membentuk suatu rencana karena
perencanaan bukan hanya proses pengumpulan fakta. Proses perencanaan memerlukan
metode pengolahan data yang baik, tepat, dan akurat. Melalui perolehan data yang
baik, perencanaan akan memiliki hasil yang baik pula. Semakin perinci data yang
diperoleh, perencanaan akan semakin komprehensif. Walaupun pendekatan ilmiah dan
analisis sangat baik, apabila tidak didukung dengan data, perencanaan akan menjadi
kurang sesuai, dapat saja menjadi utopis, dan tidak dapat diterapkan. Pendekatan
perencanaan ditentukan oleh kondisi wilayah dan manusia yang tinggal dalam wilayah
tersebut.

Dari penjelasan ini, kita mengerti bahwa survei menjadi hal yang sangat
penting dalam proses perencanaan. Bahkan, sering kali dalam perencanaan wilayah
dan kota, proses perencanaan diidentikkan dengan survei perencanaan. Alasannya,
tahapan awal dalam perencanaan diperoleh melalui pengumpulan data. Bahkan,
pengumpulan data merupakan proses perencanaan dalam tahapan yang paling
sederhana. Mengenai data, tidak ada fakta dari seorang pun yang dapat berdiri sendiri
dan benar. Data harus dikorelasikan dengan fakta-fakta lain. Setelah menimbang
seluruhnya, putuskan mana yang terbaik. Proses dalam mempertimbangkan fakta dan
mengorelasikannya dengan fakta lain disebut sebagai analisis. Seluruh proses
perencanaan tidak akan berakhir hanya dengan produksi sebuah rencana. Pada tahap
terakhir, harus dipelajari bagaimana implementasi rencana tersebut. Hanya jika ada
kemungkinan mengimplementasikan rencana tersebut, seluruh pekerjaan merencana
adalah hal yang tidak sia-sia. Dunia sudah memiliki banyak sekali rencana yang tidak
mampu diimplementasikan seluruhnya.

Perencanaan berhadapan dengan manusia, yang mencoba mengubah


lingkungannya untuk menjadi lebih baik. Sebuah kota pada hakikatnya bukan hanya
terdiri atas bangunan-bangunan, melainkan juga manusia-manusia. Rencana kota
perlahan berhenti untuk muncul dalam sebuah jaringan jalan ramai yang membagi
blok-blok bangunan menjadi papan catur, yaitu permainan kehidupan sedang berjalan.
Survei adalah tahap pertama dalam proses perencanaan, yang menjembatani langsung
perencana dengan permasalahan, kebutuhan, dan hasrat penduduk yang tinggal di
suatu kota atau wilayah. Pemahaman selanjutnya dilakukan terhadap isi survei
perencanaan serta aspek apa saja yang harus diakomodasi sebagai bahan awal dalam
perencanaan.

C. PERENCANAAN KOTA
Praktek perencanaan wilayah dan kota tidak dapat terlepas dari aspek hukum
dan administrasi pembangunan. Aspek hukum menentukan halhal pokok seperti dasar
hukum yang mengamanatkan suatu kegiatan perencanaan, aturan bagaimana dan oleh
siapa perencanaan itu dilakukan atau proses administrasinya, bagaimana legalitas
suatu produk rencana, serta penegakan hukumnya. Healey (1997) menegaskan bahwa
sistem perencanaan dapat didefinisikan sebagai sistem hukum dan prosedur yang
menetapkan aturan dasar praktik perencanaan.
Perkembangan jenis perencanaan yang dianut atau sedang dilakukan juga
mempengaruhi dalam perumusan dasar hukum kegiatan perencanaan. Aspek
administrasi pembangunan yang erat kaitannya dengan birokrasi, sangat menentukan
efektifitas dan efisiensi dari kegiatan perencanaan wilayah dan kota. Bahkan lebih dari
itu, administrasi pembangunan sangat berpengaruh pada operasionalisasi dan
keberhasilan implementasi suatu rencana. Jadi terdapat hubungan interaktif antar a
hukum dengan administrasi pembangunan, serta antar a hukum dan administrasi
pembangunan dengan perencanaan wilayah dan kota.

Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang


dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik
bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah
tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang
ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang
pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Pelaksanaan perencanaan ruang
wilayah ini disinonimkan dengan hasil akhir yang hendak dicapai, yaitu tata ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Selain itu, penataan ruang
diharapkan dapat mengefisiensikan pembangunan dan meminimalisasi konflik
kepentingan dalam pemanfaatan ruang serta meminimalisasi dampak bencana yang
akan muncul seperti banjir, tanah longsor, dan penurunan kualitas lingkungan
penduduk terutama di perkotaan akibat ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan
rencana tata ruang (Pemendagri No. 28,2008).

Perencanaan maupun kegiatan yang menuntut adanya suatu susunan strategis


tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kegiatan perencanaan memilki ruang lingkup
yang luas, mulai dari waktu, tindakan, teknis, dll. Untuk itu proses perencanaan
memiliki peran strategis bagi kepentingan manusia secara luas sebagai sebuah
tindakan yang rasional dan ilmiah. Manusia dikenal sebagai “mahluk yang berpikir”.

Ryle (1951) menyatakan bahwa cara berpikir manusia dibentuk oleh tiga
komponen utama yang saling terkait yaitu: penalaran (thought), perasaan (feeling),
dan kehendak (will). Oleh sebab itu, proses berpikir sesungguhnya adalah proses yang
sangat kompleks dan tak pernah henti (Setiadi, 2014).

Penalaran ini menuntun untuk selalu berpikir secara kritis, menggunakan


logika untuk mencocokkan kenyataan dan harapan. Melalui kegiatan berpikir kritis
ini, proses perencanaan terbentuk. Mengenai teori perencanaan, terdapat dua istilah
yang selalu melekat, yaitu theory of planning dan theory in planning. Keduanya dapat
dimaknai sebagai pengertian dari teori perencanaan. Jika mengacu pada istilah yang
pertama yaitu “theory of planning”, teori perencanaan dapat dimaknai sebagai ide atau
gagasan yang menjelaskan tentang upaya untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
yang telah ditetapkan. Upaya tersebut digambarkan sebagai sebuah prosedur yang
terangkai secara logis sehingga dapat menjelaskan tahapan yang harus dilalui untuk
tercapainya suatu tujuan (Setiadi, 2014).

Menurut istilah theory in planning, perencanaan adalah sebuah kerangka pikir


yang dijadikan sebagai landasan guna melakukan intervensi terhadap permasalahan
tertentu. Dengan kata lain, theory in planning merujuk pada upaya untuk menemukan
argumenargumen substansial yang dipandang mampu atau layak dijadikan landasan
perencanaan. Berdasarkan pada uraian ini dapat ditegaskan bahwa theory of planning
menekankan pada prosedur perencanaan; sedangkan theory in planning menekankan
pada konsep substansial perencanaan (Setiadi, 2014).

Perencanaan merupakan proses yang berkelanjutan dan melibatkan keputusan


atau pilihan tentang cara-cara alternatif untuk menggunakan sumber daya yang
tersedia pada tujuan mencapai tujuan tertentu di masa depan. Dari adanya suatu
perencanaan diharapkan untuk menciptakan keadaan yang baik dan berusaha untuk
mencegah dan menghindarkan hal-hal yang buruk di masa depan

Perencanaan kota merupakan perencanaan yang multi-dimensi dan


berhubungan dengan tiga kerangka kerja, meliputi sumber daya alokasi; tujuan dan
sasaran; dan desain serta bentuk (spasial). Dalam perencanaan kota ini membahas
tentang perkembangan dan pertumbuhan kota, pengaturan peruntukkan lahan,
penataan jaringan jalan, utilitas, penempatan fasilitas sosial dan umum.

Selain itu, terdapat pula dua aspek perencanaan kota mulai dari
tahap preparing hingga implementasi. Pada tahap preparing, dilakukan penyiapan
perangkat, pengelolaan perkembangan dan perubahan kota dalam aspek communal
actions (dengan dasar kegiatan masyarakat) dan communal regulations (berdasar pada
perangkat peraturan). Sedangkan pada tahap implementasi berkaitan dengan
pelaksanaan rencana-rencana yang telah dibuat sesuai kondisi saat ini dan juga harus
dilihat dalam wawasan aktual (keseluruhan wilayah) tidak hanya terbatas kepada
wilayah administratif. Perencanaan kota ini juga didasarkan pada potensi dan
permasalahan yang ada sehingga diharapkan akan menjadi lebih baik sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah tersusun.

Pengertian lain mengenai perencanaan disampaikan oleh John Friedmann.


Dalam bukunya yang berjudul Planning in the Public Domain : From Knowledge to
Action (1987) menyatakan bahwa pengertian perencanaan selalu mengandung empat
unsur utama, yaitu :

1) Perencanaan adalah sebuah cara untuk memikirkan persoalanpersoalan sosial


ekonomi;
2) Perencanaan selalu berorientasi ke masa depan
3) Perencanaan memberikan perhatian pada keterkaitan antara pencapaian tujuan dan
proses pengambilan keputusan
4) Perencanaan mengedepankan kebijakan dan program yang komprehensif.

Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak


perubahan seiring berjalannya waktu. Sedangkan untuk perencanaan sendiri, sejak
Patrick Geddes dikutip dalam Rafita (2016) mencetuskannya untuk pertama kali
hingga saat ini telah mengalami banyak perubahan. Teori perencanaan mulai
berkembang pesat setelah revolusi industri yang mengakibatkan adanya kemunduran
kota. Adanya revolusi industri tersebut yang membuat kebutuhan buruh di perkotaan
semakin meningkat, dengan begitu akan terjadi degredasi lingkungan yang membuat
pakar kota menginginkan suatu reformasi. Revolusi industri sendiri telah menciptakan
perubahan yaitu dengan adanya kota-kota industri yang mengakibatkan perpindahan
penduduk dari daerah pertanian ke daerah industri. Berpindahnya penduduk dari desa
ke kota yang tidak memiliki pengetahuan tentang kehidupan kota inilah yang akan
menyebabkan perubahan tatanan kota. Untuk itu, mulai muncul gagasan dari Patrick
Geddes tentang analisa terperinci dari pola pemukiman dan lingkungan ekonomi lokal
yang merupakan awal dari berkembangnya teori perencanaan.

Teori-teori perencanaan yang menjadi dasar bagi perencana untuk menyusun


sebuah perencanaan adalah :

a. Functional Theories Teori yang dikembangkan berdasarkan pemikiran si


perencana, dengan lebih mengarah pada target oriented planning berdasarkan
dugaan-dugaan, sehingga produk yang dihasilkan dari teori ini bersifat top-down.
b. Behavioural Theories Teori yang dikembangkan berdasarkan fenomena kebiasaan
melalui gejala empiris yang lebih mengarah pada trend oriented planning,
sehingga produk yang dihasilkan dari teori ini bersifat bottom-up.

Di Indonesia, saat ini sedang digencarkan mengenai perencanaan wilayah dan


kota yang diwujudkan dalam perencanaan tata ruang wilayah dan kota, yang
seharusnya memenuhi beberapa hal berikut :

a. Perencanaan tata ruang merupakan proses terpadu (bukan produk akhir berhaga
mati).
b. Perencanaan tata ruang yang menyeluruh dan terpadu mencakup: perencanaan
fisik-spasial, perencanaan komunitas, perencanaan sumber daya.
c. Perencanaan tata ruang dilakukan berdasarkan kepentingan masyarakat.
d. Perencanaan tata ruang dilakukan dengan berlandaskan pertimbangan sumber
daya yang tersedia.
e. Rencana tata ruang yang akan disusun merupakan rencana yang diperkirakan
dapat diwujudkan.
Dari berbagai teori perencanaan yang ada, terdapat salah satu teori yang erat
kaitannya dengan penataan wilayah dan kota yaitu teori Archibugi yang memaparkan
mengenai penerapan komponen perencanaan wilayah. Menurut Archibugi dalam
Oktovaney (2014) penerapan teori perencanaan wilayah dibagi atas 3 komponen, yaitu
:

a. Perencanaan fisik

Perencanaan fisik adalah yang pertama kali dilahirkan sebagai bidang


kegiatan. Hal tersebut muncul dari kebutuhan untuk merencanakan pembangunan
fisik kota. Dahulu, perencanaan kota dikenal dengan seni membangun kota. Sulit
dibayangkan alasan lain yang dikembangkan perencanaan kota pada dekade awal
abad tersebut sebagai bentuk arsitektur.

Prencanaan fisik diperluas untuk mencakup daerah-daerah non perkotaan


dengan maksud melihat perkembangan kota dan desa secara keseluruhan. Saat ini,
area perencanaan fisik telah menyebar untuk memasuki lingkungan secara umum,
sehingga menimbulkan hal yang sering disebut yaitu perencanaan lingkungan.
Perencanaan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik
pengembangan wilayah. Perencanaan ini mengarah pada pegaturan bentuk fisik
kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik
simpul aktivitas. Dalam perkembangannya teori ini memasukan kajian mengenai
lingkungan. Produk yang dihasilkan dapat berbentuk master plan yang terdiri dari
tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan

b. Perencanaan ekonomi makro


Perencanaan ini erat kaitannya dengan perencanaan ekonomi wilayah.
Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam ekonomi wilayah adalah
pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi
pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Produk yang dihasilkan dari Perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesbilitas
lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan tabungan.
c. Perencanaan sosial

Perencanaan sosial membahas mengenai pendidikan, kesehatan, integritas


sosia, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak, dan masalah
kriminal. Perencanaan sosial mengarah pada pembuatan perencanaan yang
menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Produk yang dihasilkan
dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

d. Perencanaan pembangunan

Perencanaan ini erat kaitannya dengan perencanaan program pembangunan


secara komprehensif guna mencapai tujuan pengembangan wilayah.

Jika dilihat dari program KOTAKU, perencanaan fisik diimplementasikan


melalui pembenahan kawasan kumuh yang diubah menjadi kawasan yang lebih
bersih. Program yang dicanangkan oleh pemerintah ini diberikan dalam bentuk
perencanaan fisik yang dapat dilihat dari bagaimana pemerintah menghilangkan
julukan sebagai kawasan kumuh menjadi lingkungan yang tertata yang dibuat menjadi
kawasan wisata sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berjalan.

Hal tersebut dapat dilihat dari perencanaan ekonomi makro, dengan


menjadikan program KOTAKU ini yang mengubah menjadi kawasan wisata akan
membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka pengangguran bagi
masyarakat sekitar dan dapat menambah pendapatan. Dengan menjadikan sebagai
kawasan wisata, banyak peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya
sebagai wirausaha seperti membuka toko kelontong, menjadi tukang parkir, dapat pula
menjadi tour guide. Namun, dengan perubahan kawasan kumuh menjadi kawasan
wisata dengan program KOTAKU ini perlu adanya inovasi-inovasi yang harus
dikembangkan sehingga para wisatawan akan terus berkunjung ke kawasan tersebut.

Dilihat dari pandangan perencaaan sosial, pembahasan mengenai persoalan


kesehatan. Jika terdapat perubahan yang semula kawasan kumuh yang diubah melalui
program KOTAKU, akan menurunkan persoalan kesehatan di kawasan tersebut.
Dengan diubah menjadi kawasan yang memiliki lingkungan tertata dan bersih,
masyarakat akan memiliki rasa kepemilikan terhadap lingkungannya sehingga akan
turut menjaga, dengan begitu akan mengurangi penyakit atau persoalan kesehatan di
lingkungan tersebut. Dapat dicontohkan seperti, perubahan pola hidup sehat dalam
masyarakat yang sudah membuang sampah pada tempatnya tidak lagi di aliran sungai.
Selain itu berubahnya kawasan kumuh juga menjadikan kawasan tersebut lebih ramah
anak, sehingga anak-anak memiliki kebebasan untuk bermain.
Dengan melihat dari berbagai persepektif tersebut, pemerintah juga dapat
melihat adanya perubahan di kawasan tersebut sehingga memiliki arsip yang dibuat
dalam bentuk demografi terhadap daerah tersebut. Sedangkan dalam perencanaan
pembangunan, program KOTAKU ini dibuat dengan salah satu tujuan yaitu
pengembangan wilayah, tidak hanya disatu kawasan kumuh saja namun juga akan
berkembang di kawasan kumuh lainnya. Sehingga dengan perencanaan pembangunan,
kawasan kota yang terlihat kumuh akan berubah menjadi lebih nyaman untuk
dipandang, serta akan merubah pula pola kehidupan dalam masyarakat.

1. Teori Perencanaan Aplikatif

Proses pembangunan tidak terlepas dari suatu perencanaan. Dalam


melakukan pembangunan, perencanaan menjadi tahap krusial untuk mencapai
tujuan dari pembangunan. Perencanaan yang dilakukan dapat berangkat pada
permasalahan atau kebutuhan yang ada. Salah satu perencanaan pembangunan
berdasarkan jangkauannya adalah perencanaan spasial atau tata ruang. Dengan
mengacu teori perencanaan spasial, perencanaan tata ruang wilayah dan kota yang
meliputi perencanaan kota menjadi relevan untuk dibahas.

Penerapan perencanaan wilayah di Indonesia salah satunya adalah program


KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh). Program ini mengatur tata ruang kota agar
terlihat menarik terutama di daerah pinggir kota. KOTAKU merupakan program
untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia. Salah satunya
diterapkan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Secara umum program KOTAKU
ditujukan untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di
pemukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya pemukiman
perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Berangkat dari kenaikan
laju pertumbuhan penduduk yang memiliki dampak tinggi pada kebutuhan primer
seperti kebutuhan tempat tinggal. Sehingga dapat menimbulkan permukiman
kumuh. Maka, kehadiran program KOTAKU dapat menghadirkan pemukiman
kota yang layak huni.

Tujuan program KOTAKU dicapai dengan tercapainya tujuan berikut :

a. Menurunnya luas kawasan permukiman kumuh menjadi 0 Ha.


b. Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja
PKP) di tingkat kabupaten/kota dalam penanganan kumuh yang berfungsi
dengan baik.
c. Tersusunnya rencana penanganan kumuh tingkat kota/ kabupaten dan tingkat
masyarakat yang terlembagakan melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD).
d. Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
melalui penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan
masyarakat untuk mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan
permukiman kumuh.
e. Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat masyarakat dan pencegahan kumuh.

Perencanaan penangangan daerah kumuh melalui KOTAKU dilakukan


dengan beberapa tahapan. Perencanaan ini dimulai dengan persiapan dari
pemerintah pusat. Persiapan ini terdiri dari advokasi dan sosialisasi
program/kegiatan, penentuan kabupaten/kota sasaran, dan pengembangan
kebijakan dan penguatan kelembagaan. Selanjutnya di tingkat kabupaten/kota
dilakukan persiapan yaitu dengan penyepakatan MoU antara pemerintah pusat
dengan daerah, lokakarya sosialisasi kabupaten/kota, penggalangan komitmen
para pemangku kepentingan, pembentukan atau penguatan Pokja Penanganan
Pemukiman Kumuh, dan komitmen penyusunan dokumen RP2KP-KP. Langkah
yang dilakukan setelah persiapan adalah perencanaan.

Perencanaan ini meliputi persiapan perencanaan, penyusunan RP2KP-KP


& RPLP, dan penyusunan rencana detail atau teknis. Ketiga, penganggaran di
tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota , penyusunan DED, pelelangan,
konstruksi, dan supervise kegiatan., dan sosialisasi, edukasi, pelatihan terkait
pemberlakuan aturan bersama atau aturan lainnya untuk pencegahan kumuh dan
rencana O & P.

Terakhir, upaya keberlanjutan dilakukan dengan penyusunan kerangka


regulasi, penguatan kelembagaan untuk penganggaran dan operasional dan
pemeliharaan, pengelolaan database dan mekanisme pemantauan pelaksanaan
program, serta kegiatan monitoring yang dilakukan dengan memanfaatkan sistem
informasi dan GIS yang berbasis website. Dalam melakukan tahap evaluasi
mengacu pada baseline data, hasil monitoring dan survei khusus untuk studi
evaluasi agar memberikan gambaran pencapaian serta rekomendasi sebelum
masuk ke siklus selanjutnya.

Semua tahapan dalam proses perencanaan KOTAKU dilakukan secara


terpadu. Semua proses perencanaan tersebut didasarkan pada UndangUndang
Dasar Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 yang menjamin warga negaranya untuk dapat
tinggal di sebuah hunian dengan lingkungan yang layak. Hal ini dilakukan untuk
kepentingan masyarakat. Aplikasi program KOTAKU di Kota Semarang, Jawa
Tengah dapat dilihat dari salah satu daerah yang menjadi lokasi pilihan yaitu di
Semarang Timur. Pengaplikasian program ke daerah tersebut mengaplikasikan
prinsip-prinsip KOTAKU yaitu :

a. Pemerintah daerah sebagai Nahkoda. Pemerintah daerah dan pemerintah


desa/kelurahan memimpin kegiatan penanganan permukiman kumuh.
b. Perencanaan komprehensif dan berorientasi outcome (pencapaian tujuan
program). Penataan permukiman diselenggarakan dengan pola pikir yang
komprehensif dan berorientasi pencapaian tujuan terciptanya permukiman
layak huni sesuai visi kabupaten/ kota.
c. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran Rencana penanganan kumuh
merupakan produk Pemda sehingga mengacu pada visi kabupaten/ kota dalam
RPJMD.
d. Partisipatif. Pembangunan partisipatif dengan memadukan perencanaan dari
atas (top-down) dan dari bawah (bottom-up).
e. Kreatif dan inovatif. Prinsip kreatif dalam penanganan permukiman kumuh
adalah upaya untuk selalu mengembangkan ide-ide dan cara-cara baru dalam
melihat masalah dan peluang yang sangat dibutuhkan dalam penanganan
kumuh.
f. Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Pemerintah daerah
pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat mampu melaksanakan dan
mengelola pembangunan wilayahnya secara mandiri, dengan menerapkan tata
kelola yang baik (good governance).
g. Investasi penanganan kumuh disamping harus mendukung perkembangan kota
juga harus mampu meningkatkan kapasitas dan daya dukung lingkungan.
Proses perencanaan KOTAKU dalam perumusan program telah memenuhi
hal yang harus dipenuhi dalam perencanaan wilayah dan kota antara lain adalah
sebuah proses perencanaan secara terpadu, menyeluruh dan terpadu meliputi aspek
perencanaan fisik-spasial, perencanaan komunitas, dan perencanaan sumber daya.
Dalam proses ini juga didasarkan pada kepentingan masyarakat dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada. Selain itu, KOTAKU merupakan
sebuah perencanaan tata ruang wilayah dan kota yang dapat diwujudkan. Terbukti
dengan keberhasilan daerah-daerah yang mengaplikasikan konsep KOTAKU.

2. Perencanaan Topik yang Dipilih

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari sebuah perencanaan. Setiap


aktivitas yang dilakukan diawali dengan langkah perencanaan terlebih dahulu.
Dengan begitu, perencanaan adalah penetapan langkah-langkah yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu (M.Nur, 2009).

Diana Conyers dan Peter Hills dalam Harahap (2005) menyatakan juga
bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang menerus yang melibatkan
keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, mengenai cara-cara alternatif
penggunaan sumber-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran
spesifik untuk waktu yang akan datang. Oleh karena itu, definisi perencanaan
mencakup segitiga sistem nilai, ruang, aktivitas, dan norma yang dikaitkan dengan
monotony dan chaotic (Harahap, 2005).

Perencanaan pada dasarnya mengacu prinsip pengalokasian sumber daya


yang tersedia bagi kebutuhan beragam dengan wilayah cakupan (scope),
kewenangan, dan areal sebagai faktor utama dalam perencanaan (Prawiranegara,
2014). Dengan demikian, istilah perencanaan memiliki jenis yang berbeda-beda
salah satunya berdasarkan jangkauan dan hierarki spasial, mencakup perencanaan
nasional (berskala nasional), perencanaan regional/wilayah (berskala daerah),
perencanaan kota, dan perencanaan tata ruang/ tata tanah (pemanfaatan fungsi
kawasan tertentu) (Prawiranegara, 2014). Keempat jenis di atas, merupakan ragam
perencanaan yang masuk dalam ruang lingkup perencanaan spasial (tata ruang)
(Harahap, 2005). Dalam ruang lingkup tersebut, disimpulkan bahwa perencanaan
spasial terdiri dari perencanaan (tata ruang) kota/ RUTRK dan perencanaan (tata
ruang) wilayah/RTRWN.
Mengacu pemaparan sebelumnya, tulisan ini berfokus pada topik
perencanaan tata ruang wilayah dan kota dalam konteks perencanaan wilayah dan
perencanaan kota. Perencanaan wilayah merupakan penetapan langkah-langah
yang digunakan untuk wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
(M.Nur, 2009). Sehingga ruang lingkup perencanaan wilayah terdiri dari unsur
formulasi wilayah dan tujuan umum, teknik-teknik desain (pemetaan), formulasi
rencana, dan teknik pengambilan keputusan (Harahap, 2005). Guna mengetahui
perencanaan wilayah secara menyeluruh dibutuhkan pendekatan yang meliputi :
Pendekatan sektoral (Pendekatan berdasarkan sektor-sektor kegiatan di wilayah)
dan Pendekatan regional (Pendekatan yang melihat pemanfaatan ruang dan
interaksi berbagai kegiatan di wilayah) (M.Nur, 2009).

Secara faktual, perencanaan tidak terlepas dari berbagai permasalahan


yang terjadi baik mikro (berkaitan dengan pembangunan proyek) maupun makro
(berkaitan dengan proyek dan induk program). Salah satu bentuk permasalahan
yang sering terjadi adalah urbanisasi (bentuk masalah makro). Urbanisasi
merupakan masalah wilayah yang berhubungan dengan konteks spasial dalam hal
ini desa-kota. Keterkaitan permasalahan tersebut, menyimpulkan adanya
hubungan antara wilayah dan kota. Kota merupakan wilayah yang secara
administratif dibatasi oleh batas administratif berdasarkan peraturan perundang-
undangan (Daluarti, 2009). Sedangkan wilayah merupakan bagian terbesar daerah
yang ditempati kota. Oleh karenanya, terdapat hubungan antara wilayah dengan
kota yang tergambar dalam sistem kota-kota dan wilayah. Sistem kota-kota
merupakan hubungan antar kota dalam wilayah yang terbentuk dari mobilitas
input dan output dari elemen-elemen penyusun aktivitas (Harahap, 2005).
Mobilitas input bergerak menuju ke kota-kota berskala tinggi sedangkan mobilitas
output bergerak keluar karena kota-kota beskala tinggi tidak mampu lagi
mendukung seluruh aktivitas yang muncul dalam bentuk spread effects (Harahap,
2005).

Maka dari itu, pembahasan perencanaan wilayah akan terkait dengan


perencanaan kota. Perencanaan kota merupakan perencanaan fisik yang terpadu,
artinya mencakup aspek-aspek kompleks seperti sosial-budaya, ekonomi, dan
politik dalam satu kesatuan wilayah fisik (ruang kota) (Wikantiyoso, 2004).
Dalam melakukan perencanaan kota, dibutuhkan dua pendekatan yang mencakup :
The Unitary Approach, membuat gambaran pola lingkungan fisik yang ada atau
untuk masa depan dan Adaptive Approach, jalinan kompleks dari berbagai macam
bagian yang saling bergantung secara fungsional (Wikantiyoso, 2004).

Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang


dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik
bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah
tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang
ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang
pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Dalam upaya pembangunan
wilayah, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan
perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan.

Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan


ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang
dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan
jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup
(Sirojuzilam, 2007). Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka
untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan
meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000).

Perencanaan Pembangunan Daerah adalah “Suatu usaha yang sistematik dari


pelbagai pelaku (aktor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun
kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan
lainnya dengan cara :

1. Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah;


2. Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah;
3. Menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi),
4. Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sehingga
peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat
ditangkap secara berkelanjutan” (Solihin, D, 2005).
Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah
dapat dibagi atas empat komponen yaitu :

a. Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk


merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih
diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan
infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori
perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara
komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang
aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan
wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master
plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
b. Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan
ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah
menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang
berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan,
distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan
investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan
ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk
produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga
keuangan, kesempatan kerja, tabungan).
c. Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang
pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja,
wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk
membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah.
Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
d. Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan
dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai
pengembangan wilayah.

Fianstein dan Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam
yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini
perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota
yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-
kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan
tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan
dengan menggunakan standar dan metode yang professional.
b. User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep
perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk
mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini
masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus
dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
c. Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan
program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses
pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada
perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui
program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
d. Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang bersifat
dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
permasalahanpermasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat analisis
yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak
positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah dianggap sebagai perencanaan


untuk memperbaiki penggunaan sumber daya yang ada. Perencanaan adalah suatu
proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan daerah adalah
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang nyata, baik aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses
terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing maupun peningkatan indeks manusia
(Kuncoro, 2005). Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2004 dikeluarkan
pemerintah untuk memperbaiki berbagai kelemahan perencanaan pembangunan yang
dirasakan dimasa lalu. Sasaran perbaikan yang diharapkan antara lain adalah
mewujudkan keterpaduan dan sinergi pembangunan antar dinas dan instansi dan antar
Universitas Sumatera Utara daerah, keterpaduan antara perencanaan dan
penganggaran serta untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan partisipasi masyarakat
dalam penyusunan perencanaan.

Rencana merupakan semua tindakan yang saling berkaitan dari Tata Usaha
Negara yang mengupayakan terlaksananya usaha tertentu yang tertib. Konsep
perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan
pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusankeputusan
kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan
cara pelaksanaannya. Suatu rencana terdiri dari bagian peta perencanaan dan peraturan
berkenaan dengan penggunaan.
Perencanaan adalah penetapan langkah-langkah yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Melalui perencanaan ini diharapkan dalam mencapai tujuan
tersebut tidak mengalami masalah dan apabila terjadi masalah, sudah diantisipasi
pemecahannya. Oleh karena itu, perencanaan merupakan bagian dari pengambilan
suatu keputusan.
Perencanaan wilayah adalah penetapan langkahlangkah yang digunakan untuk
wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah
tersebut tersebut antara lain mengetahui menetapkan tujuan, meramalkan suatu yang
akan terjadi di masa yang akan datang, memperkirakan berbagai masalah yang
muncul, dan menetapkan lokasi atau wilayah yang dijadikan tempat untuk
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan.
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya
dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas
biasanya dituangkan dalam rencana pembangunan wilayah.

Secara fakta historis kajian perencanaan perkotaan dan kesehatan masyarakat


memiliki kesamaan dalam asal muasal kemunculannya, akan tetapi walaupun begitu
pada kenyataannya interaksi keilmuan diantara keduanya sangatlah minim. Baik para
peneliti kesehatan masyarakat dan perencana perkotaan masih cenderung berkutat di
dunia mereka masingmasing (Corburn, 2004). Baru pada beberapa dekade terakhir
para peneliti dan praktisi kesehatan mulai secara luas mengidentifikasi peran yang
signifikan dari lingkungan binaan, penataan wilayah dan pola perkembangan lahan
terhadap angka kesakitan dan kematian di masyarakat.
Perencanaan perkotaan merupakan sebuah bidang ilmu terapan multidisipliner
yang menyangkut interaksi antara populasi dengan lingkungan dimana mereka
tinggal. Para perencana kota bekerja pada berbagai sektor yang beragam dan luas
cakupannya. Karena keluasan cakupannya inilah kajian perencanaan kota harus
melibatkan pendekatan konseptual dan metode analisis dari multidisplin ilmu, yang
umum didominasi oleh ilmu ekonomi, arsitektur, geografi dan hukum.
Dari sekian banyak keterlibatan seorang perencana kota dalam berbagai sektor,
ada satu hal yang menjadi persamaan umum yakni para perencana menggunakan
keahlian mereka untuk menemukan solusi terhadap permasalahan di masyarakat
dengan berbagai cara yang akan membawa masyarakat mencapai tujuan jangka
panjang yang dikehendaki (AICP, 2014).
Perencana perkotaan telah memperlihatkan keprihatinannya akan proses yang
tidak telihat namun nyata dari aspek sosial, politik, ekonomi serta sejarah yang
menghasilkan pola konfigurasi fisik dari penggunaan atau tata guna lahan,
infrastruktur transportasi, ruang terbuka dan kepadatan penduduk yang semuanya
secara logis dapat dianggap sebagai penetu penting dari kesehatan masyarakat
(Northridge & Sclar, 2003)
Masyarakat disini dapat diartikan secara luas dengan merujuk pada tingkatan
negara, regional, kota ataupun lingkungan sekitar. Pada faktanya para perencana kota
bekerja lebih pada satu skala tingkatan dengan tujuan menyasar secara komprehensif
berbagai tantangan kompleks dari penataan perkotaan yang timbul dari proses
urbanisasi, naik turunnya perkembangan ekonomi dan populasi serta meningkatnya
keberagaman dalam berbagai dimensi kehidupan sosial (Galea & Vlahov, 2005).
Menurut A.D. Belifante dan Boerhanoedin Soetan Batuah, “rencana adalah
suatu (keseluruhan peraturan yangbe rsangkut paut yang mengusahakan dengan
sepenuhnya terwujudnya suatu keadaan tertentu yang teratur) tindakan yang
berhubungan secara menyeluruh, yang memperjuangkan dapat terselenggaranya suatu
keadaan yang teratur secara tertentu”. Tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian
tujuan. Perencanaan adalah suatu bentuk kebijaksanaan, dimana masalah perencanaan
berkaitan erat dengan perihal pengambilan keputusan serta pelaksanaanya.
Perencanaan pembangunan dalam suatu wilayah mempunyai tujuan untuk
mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak hanya berfokus pada sumber daya
manusia dan ekonomi saja, namun juga perlu diiringi dengan perencanaan
pembangunan fisik yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat suatu daerah.
Perencanaan pembangunan ini dimaksudkan untuk melihat pemanfaatan ruang serta
interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah sehingga terlihat perbedaan fungsi
ruang yang satu dengan yang lainnya. Perencanaan pembangunan juga
memperhatikan interaksi antar ruang untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan
yang efisien, nyaman dan bermanfaat.
Perkembangan teknologi mendorong lahirnya sistem transportasi yang lebih
andal dan sangat berpengaruh pada bentuk suatu kota. Sistem transportasi yang
dimaksud meliputi transportasi umum dan kendaraan pribadi. Transportasi umum
memegang peranan yang cukup penting dalam kota karena sistem ini dapat
mengangkut lebih banyak penumpang dengan menggunakan luas lahan dan ruang
jalan yang sedikit. Selain itu perencanaan transportasi umum regional dapat menjadi
perangkat utama dalam pengembangan ekonomi wilayah perkotaan. Sarana
transportasi umum memiliki beberapa syarat agar dapat melayani dengan baik denyut
kehidupan perkotaan tersebut.
Namun bagaimanapun baiknya sistem transportasi umum, kendaraan pribadi
harus tetap diperhitungkan. Hal ini disebabkan karena kendaraan ini memiliki sifat
yang jauh lebih fleksibel, dapat dioperasikan dengan mudah dan juga dapat diproduksi
secara masal sehingga dapat memenuhi dan melayani bagian-bagian dari suatu kota,
khususnya yang tidak terlayani oleh angkutan umum. Dalam perkembangannya,
pertumbuhan kendaraan dalam suatu sistem transportasi ternyata membawa berbagai
permasalahan yang serius terutama bagi kehidupan perkotaan. Seringkali
pembangunan infrastruktur jalan menyebabkan rusaknya pola perkotaan karena hanya
didasarkan atas pertimbangan teknis jalan raya dan kebutuhan untuk menciptakan
sistem transportasi yang aman, nyaman, mudah dan ekonomis.
Perencanaan dan pengintegrasian ruang perkotaan haruslah berdasarkan
kepada potensi, kendala dan limitasi yang dimiliki. Demikian pula pertimbangan
manusianya sebagai pemakai ruang tersebut, sehingga ada keterikatan antara ruang
perkotaan dengan warganya. Trancik (1986) berpendapat bahwa dalam satu ruang
perkotaan yang bagus, antara ruang dan massanya haruslah memiliki hubungan yang
baik sehingga bentukan antara ruang solid (massa bangunan) dan ruang void (ruang
terbuka) memenuhi standar perencanaan yang ideal. Ruang perkotaan juga harus
mempunyai suatu sistem keterkaitan antara fungsi satu dengan fungsi lain ataupun
kawasan satu dengan kawasan lainnya sehingga tidak menjadi terpisah-pisah dan
dapat di akses oleh seluruh warga. Setelah terdefinisi dengan baik dan memiliki
keterkaitan, kawasan perkotaan juga harus memiliki makna dan aktivitas sebagai
generator kegiatan di wilayah tersebut, sehingga akan menjadi pusat kegiatan
warganya.
Kota pada awalnya tidak lebih dari suatu pemukiman atau desa-desa yang
secara umum tersebar di sekitar kawasan, akan tetapi karena nilai strategis dan potensi
yang dimilikinya, maka desa tersebut perlahan tapi pasti tumbuh menjadi ramai dan
membentuk suatu kota atau perkotaan.
Bahkan pada beberapa tempat pertumbuhannya dapat sangat cepat sekali dan
menjadi suatu perkotaan dengan aktivitas dan kegiatannya yang sangat ramai. Ada 3
faktor utama yang menyebabkan berbagai permasalahan muncul di perkotaan, yaitu
pertambahan penduduk, bertambahnya aktivitas kegiatan dan bertambah luasnya
ukuran wilayah terbangun perkotaan.
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan
pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur
ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan
pendekatan nilai strategis kawasan dan atau kegiatan kawasan dengan muatan
substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.
Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana
umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi.

Tujuan perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang


efisien, nyaman, serta lestari dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana
yarrg menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh
pihak pemerintah ataupun oleh pihak swasta. Lokasi yang dipilih memberikan
efisiensi dan keserasian lingkungan yang paling maksimal, setelah
memperhatikan benturan kepentingan dari berbagai pihak. Sifat perencanaan wilayah
yang sekaligus menunjukkan manfaatnya, antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut.

1. Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai


kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut di masa yang akan
datang. Dengan demikian, sejak awal telah terlihat arah lokasi yang dipersiapkan
untuk dibangun dan yang akan dijadikan sebagai wilayah penyangga. Juga dapat
dihindari pemanfaatan lahan yang mestinya dilestarikan, seperti kawasan hutan
lindung dan konservasi alam. Hal ini berarti dari sejak awal dapat diantisipasi
dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat dipikirkan langkah-
langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak negatif dan
mengoptimalkan dampak positif.
2. Dapat membantu atau memandu para pelaku ekonomi untuk memilih kegiatan apa
yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang dan di mana lokasi kegiatan
seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa mempercepat proses pembangunan karena
investor mendapat kepastian hukum tentang lokasi usahanya dan menjamin
keteraturan dan menjauhkan benturan kepentingan.
3. Sebagai bahan acuan bagi pemerintah untuk mengendalikan atau mengawasi arah
pertumbuhan kegiatan ekonomi dan arah penggunaan lahan.
4. Sebagai landasan bagi rencana-rencana lainnya yang lebih sempit tetapi lebih
detail, misalnya perencanaan sektoral dan perencanaan prasarana.Lokasi itu
sendiri dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan, penetapan kegiatan tertentu
pada lokasi tertentu haruslah memberi nilai tambah maksimal bagi seluruh
masyarakat, artinya dicapai suatu rnanfaat optimal dari lokasi tersebut. Penetapan
lokasi harus menjamin keserasian spasial, keselarasan antarsektor, mengoptimasi
investasi, terciptanya efisiensi dalam kehidupan, dan menjamin kelestarian
lingkungan.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang


wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, yaitu :

a. Mewujudkan wilayah nasional yang aman, maksudnya situasi masyarakat


dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai
ancaman.
b. Mewujudkan wilayah nasional yang nyaman, yakni suatu keadaan masyarakat
dapat mengartikulasikan (berperan mewujudkan atau mengaktualisasikan
sesuatu dalam kehidupannya secara nyta) nilai sosial budaya dan fungsinya
dalam suasana yang tenang dan damai.
c. Mewujudkan wilayah nasional yang produktif, maksudnya proses produksi
dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai
tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan
daya saing.
d. Mewujudkan wilayah nasional yang berkelanjutan, maksudnya kondisi
kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan,
termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan
setelah habisnya SDA tak terbarukan.

Perencanaan wilayah diusahakan mencapai sasaran-sasaran tersebut secara


maksimal, berdasarkan hambatan dan keterbatasan yang ada. Masalah yang rumit
adalah bahwa pada lokasi yang direncanakan seringkali telah terisi dengan kegiatan
lain. Akibatnya harus dibuatkan pilihan antara memindahkan kegiatan yang telah
terlebih dahulu ada dan menggantinya dengan kegiatan baru, atau apa yang
direncanakan harus disesuaikan dengan apa yang telah ada di lapangan. Menetapkan
pilihan ini seringkali tidak mudah karena selain masalah perhitungan biaya versus
manfaat, juga seringkali terdapat kepentingan lain yang sulit dikonversi dalam nilai
uang, misalnya adat, sejarah, warisan, dan lingkungan.

Setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan perlu perencanaan yang


matang sesuai dengan tujuannya. Hal tersebut disesuaikan menurut bidang-bidang
yang akan dicapai.

Albert Silalahi (1987: 167), menjelaskan bahwa tujuan perencanaan adalah


sebagai berikut:

a. Perencanaan adalah jalan atau cara untuk mengantifikasi dan merekam perubahan
(a way to anticipate and offset change).
b. Perencanaan memberikan pengarahan (direction) kepada administrator-
administrator maupun non-administrator.
c. Perencanaan juga dapat menhindari atau setidak-tidaknya memperkecil tumpang-
tindih dan pemborosan (wasteful) pelaksanaan aktivitas-aktivitas.
d. Perencanaan menetapkan tujuan-tujuan dan standar-standar yang akan digunakan
untuk memudahkan pengawasan.

Tujuan penataan ruang/kota:

a. Meningkatkan peran kota dalam pelayanan yang lebih luas agar mampu berfungsi
sebagai pusat pembangunan dalam suatu pengembangan wilayah;
b. Memberikan kejelasan pemanfaatan ruang yang lebih akurat dan berkualitas;
c. Mempercepat pembangunan secara tertib dan terkendali;
d. Terselenggaranya peraturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
e. Tercapainya pemanfaatan ruang yang akurat dan berkualitas untuk:
1. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara
berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia;
3. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dab sejahtera;
4. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan;
5. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghoffar, 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan


UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Karya Kencana: Yogyakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. PT Buana


Ilmu Populer: Jakarta.

Dadang Juliantoro, dkk, 2000. Strategi Tiga Kaki: dari Pintu Otonomi Daerah
Mencapai Keadilan Sosial, Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia


Pustaka Utama: Jakarta

Djoko Prakoso, 1984. Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah beserta Perangkat
Daerah lainnya di dalam Undang-Undang Pokok Pemerintahan Di daerah,
Ghalia Indonesia: Jakarta.

Djoko Sutono, 1982. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta

Faisal Abdullah, 2009. Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, Pukap
Indonesia: Makassar.

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, 2007. Kamus Inggris-Indonesia Cetakan


Keduapuluh Sembilan, PT. Gramedia: Jakarta.

Moh. Mahfud MD, 2001. Dasar dan Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta:
Jakarta.

Ni‟matul Huda, 2005. Hukum tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Philipus M. Hadjon, 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta.

Siagian S.P, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara; Bandung.
Simamora H, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKKPN:
Yogyakarta.
Aidar G, M. Ramli, Amirullah, Lintong dan Baharuddin K., 2010. Pendampingan
program strategis Kementerian Pertanian (Laporan hasil diseminasi)BPTP
Sulawesi Selatan.

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta, Prenadamedia group, 2014).

Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan


Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,( Bandung, Universitas
Parahyangan, 2000),

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


1998)

Bagir Manan, wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi
Daerah

F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan
Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2006)

Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie


Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994),

Juniarso Ridwan & Achmad Sudrjat, Hukum Adminitrasi Negara, (Bandung, Penerbit
Nuansa, 2012).

Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia

Puslitbang Tanaman Pangan. 2009. Petunjun Pelaksanaann Pendampingan SL PTT.

Puslitbang Tanaman Pangan dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan


Teknologi Pertanian. 20 hal.

Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta:Universitas


Islam Indonesia, 1998)

Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik


Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan 59 Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1990),
Suryana, A. 2005. Pelaksanaan Pertanian Berkelanjutan Andalan
PelaksanaanNasional. Makalah pada Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan
untuk Mendu-kung Pelaksanaan Nasional, 15 Pebruari 2005 di Universitas
Sebelas MaretSolo.

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, 1983,


CV.Rajawali, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai