TUGAS NOMOR 29docx
TUGAS NOMOR 29docx
DISUSUN OLEH :
NAMA : FRENGKI TINUS BASO ( 1965142034)
TUGAS : BAHASA INDONESIA
PERANGKAT SURVEI PERENCANAAN KOTA
KAJIAN TEORI
A. PERANGKAT KOTA
Menurut Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah,
setiap daerah baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, ataupun daerah Kota
dilengkapi dengan Perangkat Daerah. Perangkat Daerah adalah organisasi atau
lembaga pada pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah
dalam rangka penyelengaraan Pemerintah Daerah. Perangkat Daerah Provinsi terdiri
atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Susunan
organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-
faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
1. Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah
mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalarn rnenyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.
Soejito (1990:118) menjelaskan bahwa pembentukan susunan organisasi dan
formasi Sekretariat Daerah yang dibuat sesuai dengan pedoman Menteri Dalam
Negeri, ditetapkan dengan Perda yang untuk dapat berlaku memerlukan
pengesahan lebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
2. Sekretariat DPRD
5. Kecamatan
6. Kelurahan
Menurut Supriatna (1996: 6), istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani
(autos = sendiri) dan (nomos = Undang-undang) yang berarti perundangan sendiri.
Menurut perkembangkan sejarah pemerintahan di Indonesia, otonomi selain
mengandung arti “perundangan” mengandung arti pula “pemerintahan”. Dengan
diberikannya hak dan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada badan-hadan
otonomi, seperti Propinsi, Kabupaten atau Kotamadya maka badan-badan tersebut
dengan inisiatifnya sendiri dapat mengurus rumah tangganya dengan mengadakan
peraturanperaturan daerah yang tidak boleh bertentangan dengan UUD atau peraturan
perundangan yang lebih tinggi, dan mampu menjalankan penyelengaraan
kepentingan-kepentingan umum.
a. Otonomi daerah itu harus riil atau nyata, dalam arti bahwa pemberian otonomi
kepada daerah harus didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan
tindakan-tindakan atau kebijakankebijakan yang benar-benar dapat menjamin
daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya
sendiri.
b. Otonomi daerah itu harus merupakan otonomi yang bertanggung jawab, dalam arti
bahwa pemberian otonomi itu harus henar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara dan serasi
atau tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang diberikan di dalam
GBHN, serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah atas dasar keutuhan
Negara Kesatuan serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah.
c. Otonomi daerah itu lebih merupakan kewajiban daripada hak.
d. Urusan otonomi daerah tidaklah statis, tetapi berkembang dan berubah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan yang timbul dan berkembang di daerah masyarakat itu
sendiri. Dalam hal ini, Undang-undang memberikan kemungkinan untuk secara
bertahap menambah penyerahan urusanurusan kepada daerah dan sebaliknya
dimungkinkan pula penarikan kembali sesuatu urusan rurnah tangga daerah,
bahkan mungkin pula adanya penghapusan suatu daerah dan pembentukan daerah-
daerah baru.
Menurut pendapat dari Kaho (2007: 244), agar dapat melaksanakan tugas
otonomi daerah dengan sebaik-baiknya ada beberapa faktor yang perlu mendapat
perhatian. Faktor-faktor tersebut dibuat berdasarkan dari penjelasan Iglesias tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah sehagai berikut :
a. Manusia Pelaksananya Harus Baik
Manusia adalah faktor yang penting dalam penyelenggaan pemerintahan
daerah. Pentingnya faktor ini, dikarenakan manusia merupakan subjek dalam
setiap aktivitas pemerintahan serta pelaku dan penggerak proses mekanisme dalarn
sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut
berjalan dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka manusia atau subyek atau pelakunya harus baik pula.
b. Keuangan harus cukup dan baik
Peralatan dalam hal ini adalah setiap benda atau alat yang dapat digunakan
untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan Pemda. Peralatan yang baik (praktis,
efisien, dan efektif sangat diperlukan bagi terciptanya suatu Pernerintah Daerah
yang baik seperti alat-alat kantor, komunikasi dan transportasi.
Setelah perang dunia pertama, teknik survei sosial diaplikasikan lebih banyak
dan lebih dalam terhadap lingkup perencanaan wilayah dan kota, yang juga memiliki
cakupan yang semakin luas. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, salah satu pekerjaan
pionir dilakukan pada tahun 1927-1931 yang berupa perencanaan pengembangan New
York (Regional Survey and Plan of New York and its Environs). Di Inggris, pekerjaan
perencanaan modern pertama pascaperang adalah penataan Kota Sheffield oleh
Abercrombie pada tahun 1927 (Watts, 1981).
Dari penjelasan ini, kita mengerti bahwa survei menjadi hal yang sangat
penting dalam proses perencanaan. Bahkan, sering kali dalam perencanaan wilayah
dan kota, proses perencanaan diidentikkan dengan survei perencanaan. Alasannya,
tahapan awal dalam perencanaan diperoleh melalui pengumpulan data. Bahkan,
pengumpulan data merupakan proses perencanaan dalam tahapan yang paling
sederhana. Mengenai data, tidak ada fakta dari seorang pun yang dapat berdiri sendiri
dan benar. Data harus dikorelasikan dengan fakta-fakta lain. Setelah menimbang
seluruhnya, putuskan mana yang terbaik. Proses dalam mempertimbangkan fakta dan
mengorelasikannya dengan fakta lain disebut sebagai analisis. Seluruh proses
perencanaan tidak akan berakhir hanya dengan produksi sebuah rencana. Pada tahap
terakhir, harus dipelajari bagaimana implementasi rencana tersebut. Hanya jika ada
kemungkinan mengimplementasikan rencana tersebut, seluruh pekerjaan merencana
adalah hal yang tidak sia-sia. Dunia sudah memiliki banyak sekali rencana yang tidak
mampu diimplementasikan seluruhnya.
C. PERENCANAAN KOTA
Praktek perencanaan wilayah dan kota tidak dapat terlepas dari aspek hukum
dan administrasi pembangunan. Aspek hukum menentukan halhal pokok seperti dasar
hukum yang mengamanatkan suatu kegiatan perencanaan, aturan bagaimana dan oleh
siapa perencanaan itu dilakukan atau proses administrasinya, bagaimana legalitas
suatu produk rencana, serta penegakan hukumnya. Healey (1997) menegaskan bahwa
sistem perencanaan dapat didefinisikan sebagai sistem hukum dan prosedur yang
menetapkan aturan dasar praktik perencanaan.
Perkembangan jenis perencanaan yang dianut atau sedang dilakukan juga
mempengaruhi dalam perumusan dasar hukum kegiatan perencanaan. Aspek
administrasi pembangunan yang erat kaitannya dengan birokrasi, sangat menentukan
efektifitas dan efisiensi dari kegiatan perencanaan wilayah dan kota. Bahkan lebih dari
itu, administrasi pembangunan sangat berpengaruh pada operasionalisasi dan
keberhasilan implementasi suatu rencana. Jadi terdapat hubungan interaktif antar a
hukum dengan administrasi pembangunan, serta antar a hukum dan administrasi
pembangunan dengan perencanaan wilayah dan kota.
Ryle (1951) menyatakan bahwa cara berpikir manusia dibentuk oleh tiga
komponen utama yang saling terkait yaitu: penalaran (thought), perasaan (feeling),
dan kehendak (will). Oleh sebab itu, proses berpikir sesungguhnya adalah proses yang
sangat kompleks dan tak pernah henti (Setiadi, 2014).
Selain itu, terdapat pula dua aspek perencanaan kota mulai dari
tahap preparing hingga implementasi. Pada tahap preparing, dilakukan penyiapan
perangkat, pengelolaan perkembangan dan perubahan kota dalam aspek communal
actions (dengan dasar kegiatan masyarakat) dan communal regulations (berdasar pada
perangkat peraturan). Sedangkan pada tahap implementasi berkaitan dengan
pelaksanaan rencana-rencana yang telah dibuat sesuai kondisi saat ini dan juga harus
dilihat dalam wawasan aktual (keseluruhan wilayah) tidak hanya terbatas kepada
wilayah administratif. Perencanaan kota ini juga didasarkan pada potensi dan
permasalahan yang ada sehingga diharapkan akan menjadi lebih baik sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah tersusun.
a. Perencanaan tata ruang merupakan proses terpadu (bukan produk akhir berhaga
mati).
b. Perencanaan tata ruang yang menyeluruh dan terpadu mencakup: perencanaan
fisik-spasial, perencanaan komunitas, perencanaan sumber daya.
c. Perencanaan tata ruang dilakukan berdasarkan kepentingan masyarakat.
d. Perencanaan tata ruang dilakukan dengan berlandaskan pertimbangan sumber
daya yang tersedia.
e. Rencana tata ruang yang akan disusun merupakan rencana yang diperkirakan
dapat diwujudkan.
Dari berbagai teori perencanaan yang ada, terdapat salah satu teori yang erat
kaitannya dengan penataan wilayah dan kota yaitu teori Archibugi yang memaparkan
mengenai penerapan komponen perencanaan wilayah. Menurut Archibugi dalam
Oktovaney (2014) penerapan teori perencanaan wilayah dibagi atas 3 komponen, yaitu
:
a. Perencanaan fisik
d. Perencanaan pembangunan
Diana Conyers dan Peter Hills dalam Harahap (2005) menyatakan juga
bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang menerus yang melibatkan
keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, mengenai cara-cara alternatif
penggunaan sumber-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran
spesifik untuk waktu yang akan datang. Oleh karena itu, definisi perencanaan
mencakup segitiga sistem nilai, ruang, aktivitas, dan norma yang dikaitkan dengan
monotony dan chaotic (Harahap, 2005).
Fianstein dan Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam
yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini
perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota
yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-
kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan
tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan
dengan menggunakan standar dan metode yang professional.
b. User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep
perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk
mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini
masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus
dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
c. Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan
program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses
pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada
perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui
program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
d. Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang bersifat
dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
permasalahanpermasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat analisis
yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak
positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.
Rencana merupakan semua tindakan yang saling berkaitan dari Tata Usaha
Negara yang mengupayakan terlaksananya usaha tertentu yang tertib. Konsep
perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan
pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusankeputusan
kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan
cara pelaksanaannya. Suatu rencana terdiri dari bagian peta perencanaan dan peraturan
berkenaan dengan penggunaan.
Perencanaan adalah penetapan langkah-langkah yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Melalui perencanaan ini diharapkan dalam mencapai tujuan
tersebut tidak mengalami masalah dan apabila terjadi masalah, sudah diantisipasi
pemecahannya. Oleh karena itu, perencanaan merupakan bagian dari pengambilan
suatu keputusan.
Perencanaan wilayah adalah penetapan langkahlangkah yang digunakan untuk
wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah
tersebut tersebut antara lain mengetahui menetapkan tujuan, meramalkan suatu yang
akan terjadi di masa yang akan datang, memperkirakan berbagai masalah yang
muncul, dan menetapkan lokasi atau wilayah yang dijadikan tempat untuk
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan.
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya
dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas
biasanya dituangkan dalam rencana pembangunan wilayah.
a. Perencanaan adalah jalan atau cara untuk mengantifikasi dan merekam perubahan
(a way to anticipate and offset change).
b. Perencanaan memberikan pengarahan (direction) kepada administrator-
administrator maupun non-administrator.
c. Perencanaan juga dapat menhindari atau setidak-tidaknya memperkecil tumpang-
tindih dan pemborosan (wasteful) pelaksanaan aktivitas-aktivitas.
d. Perencanaan menetapkan tujuan-tujuan dan standar-standar yang akan digunakan
untuk memudahkan pengawasan.
a. Meningkatkan peran kota dalam pelayanan yang lebih luas agar mampu berfungsi
sebagai pusat pembangunan dalam suatu pengembangan wilayah;
b. Memberikan kejelasan pemanfaatan ruang yang lebih akurat dan berkualitas;
c. Mempercepat pembangunan secara tertib dan terkendali;
d. Terselenggaranya peraturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
e. Tercapainya pemanfaatan ruang yang akurat dan berkualitas untuk:
1. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara
berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia;
3. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dab sejahtera;
4. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan;
5. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Juliantoro, dkk, 2000. Strategi Tiga Kaki: dari Pintu Otonomi Daerah
Mencapai Keadilan Sosial, Lapera Pustaka Utama: Yogyakarta.
Djoko Prakoso, 1984. Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah beserta Perangkat
Daerah lainnya di dalam Undang-Undang Pokok Pemerintahan Di daerah,
Ghalia Indonesia: Jakarta.
Faisal Abdullah, 2009. Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, Pukap
Indonesia: Makassar.
Moh. Mahfud MD, 2001. Dasar dan Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta:
Jakarta.
Ni‟matul Huda, 2005. Hukum tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Siagian S.P, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara; Bandung.
Simamora H, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKKPN:
Yogyakarta.
Aidar G, M. Ramli, Amirullah, Lintong dan Baharuddin K., 2010. Pendampingan
program strategis Kementerian Pertanian (Laporan hasil diseminasi)BPTP
Sulawesi Selatan.
Bagir Manan, wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi
Daerah
F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan
Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2006)
Juniarso Ridwan & Achmad Sudrjat, Hukum Adminitrasi Negara, (Bandung, Penerbit
Nuansa, 2012).