Anda di halaman 1dari 7

Puri Kurniasih, M. Hum.

Penyimpulan dan Pembuktian

Penyimpulan yang akan dibahas adalah salah satu bentuk penyimpulan tidak
langsung yang khusus dalam penalaran majemuk. Penyimpulan tidak langsung
dalam penalaran majemuk dapat juga berupa  silogisme atau bentuk-bentuk
penyimpulan yang lain, yang pangkal pikirnya berupa proposisi majemuk, baik
terdiri atas beberapa pernyataan tunggal atau hanya dua pernyataan tunggal.

SILOGISME MAJEMUK
■ Silogisme majemuk adalah suatu bentuk penyimpulan berdasarkan
hubungan dua pernyataan,yang salah satu diantaranya merupakan
pernyataan atas hubungan dua bagian sebagai premis mayor yang dapat
mewujudkan pernyataan lain sebagai kesimpulannya.
■ Premis mayor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis pertama
(P1) Premis minor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis
kedua (P2) Kesimpulan (Ks)
■ Pembuktian dengan Diagram Himpunan
Dalam bentuk penyimpulan silogisme majemuk, kesimpulan yang
dihasilkannya belum tentu tepat, sebagaimana silogisme kategori. untuk
menentukan ketepatan kesimpulan, dan bahkan merupakan suatu kepastian,
salah satu cara ialah dengan menggunakan diagram himpunan (Lihat Modul
Logika, hal. 9.4-9.5).
■ Pembuktian dengan Nilai Kebenaran
Dalam membuktikan tepat tidaknya kesimpulan silogisme majemuk, selain
menggunakan diagram himpunan, digunakan juga nilai kebenaran.
Pembuktian dengan nilai kebenaran akan menghasilkan dua bentuk, yaitu
tautologi dan kontingensi (Lihat Modul Logika, hal. 9.6).

A. Silogisme Hipotetis
Suatu penarikan kesimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan ketergantungan dua bagian dengan pernyataan yang
menegaskan atau mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan
lain sebagai kesimpulannya.

1. Silogisme Ekuivalen
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan kesetaraan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satunya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Bentuknya tautologi atau dapat dibolak balik. Kesimpulan
memperkuat premis mayor, menghasilkan dua bentuk penyimpulan, yaitu:
a. Modus Ponendo Ponen (MPP)
Suatu penyimpulan dengan cara mengakui salah satu bagian
proposisiekuivalen sebagai premis mayor, maka kesimpulannya adalah
menetapkan bagian yang lain. Contoh:
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Puri Kurniasih, M. Hum.

Mahasiswa Logika 16 mengikuti tuton.


Jadi, mahasiswa Logika 16 mendapat nilai tambah.
---
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 mendapat nilai tambah.
Jadi, mahasiswa Logika 16 mengikuti tuton.

b. Modus Tolendo Tolen (MTT)


Suatu penyimpulan dengan cara mengingkari salah satu bagian proposisi
ekuivalen sebagai premis mayor, maka kesimpulannya adalah mengingkari
bagian yang lain. Contoh:
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 tidak mengikuti tuton.
Jadi, mahasiswa Logika 16 tidak mendapat nilai tambah.
---
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Mahasiswa Logika 16 tidak mendapat nilai tambah.
Jadi, mahasiswa Logika 16 tidak mengikuti tuton.

2. Silogisme Kondisional
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan persyaratan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satu bagiannya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulan. Bentuknya kontingensi, tidak dapat dibalik.
Dinyatakan sebagai silogisme kondisional jika premis mayornya berbentuk
proposisi implikatif atau proposisi kondisional, penyimpulannya ada dua bentuk
juga, yaitu:
a. Modus Ponendo Ponen (MPP)
Mengakui anteseden pada proposisi implikatif sebagai premis mayor,
kesimpulannya adalah menetapkan konsekuennya, contoh:
Mahasiswa yang melakukan plagiarisme harus dihukum
Salah satu mahasiswa Logika 16 melakukan plagiarisme
Jadi, salah satu mahasiswa Logika 16 harus dihukum

b. Modus Tolendo Tolen (MTT)


Mengingkari konsokuen dari proposisi implikatif sebagai premis mayor,
kesimpulannya adalah mengingkari anteseden, contoh:
Mahasiswa yang melakukan plagiarisme harus dihukum
Salah satu mahasiswa Logika 16 tidak harus dihukum
Jadi, salah satu mahasiswa Logika 16 tidak melakukan plagiarisme

3. Bentuk Khusus Silogisme


Bentuk khusus silogisme ini disebut silogisme hipotetis, merupakan penyimpulan
berdasarkan perbandingan dua implikasi yang di dalamnya terkandung adanya
bagian sebagai pembanding yang dapat mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Jika p maka q, jika q maka r, jadi p maka r.
Contoh:
Jika mengikuti tuton akan mengerjakan tugas
Puri Kurniasih, M. Hum.

Jika mengerjakan tugas akan mendapatkan nilai


Jadi, jika mengikuti tuton akan mendapatkan nilai

B. Silogisme Disjungtif
Suatu penyimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang mempunyai
hubungan pengatauan antara dua bagian dengan pernyataan yang menegaskan atau
mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan lain sebagai
kesimpulannya.

1. Silogisme Eksklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang saling menyisihkan antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni
Modus Ponendo Tolen (MPT), contoh:

Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 17

2. Silogisme Inklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang dapat bersatu antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni Modus
Tolendo Ponen (MTP), contoh:

Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 17

3. Silogisme Alternatif
Suatu bentuk penyimpulan yang premis mayornya berbentuk pengatauan yang
tidak dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan lain antara kedua bagiannya.
Ada dua bentuk, yakni MPT dan MTP, contoh:

MPT
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang malas
---
MTP
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang malas

ANTILOGISME DAN DILEMA

A. Antilogisme
Puri Kurniasih, M. Hum.

Antilogisme atau pengujian silogisme adalah “suatu ingkaran kesimpulan pada


silogisme majemuk yang menimbulkan ketidakselarasan antara premis dan
kesimpulan”. Antilogisme digunakan untuk menguji silogisme majemuk. Hasil
antilogisme bahwa yang tepat adalah kesimpulan semula, sebab kesimpulan yang kedua
diingkari. Hukum dasar antisilogisme: “ingkaran kesimpulan dari silogisme
majemuk yang mewujudkan ketidakselarasan dengan premisnya, maka yang tepat
adalah kesimpulan semula”. Pembuktian dari antilogisme, yaitu ke-tepat-an
kesimpulannya dengan diagram himpunan.

Penyimpulan antilogisme didasarkan pada hukum dasar antilogisme sebagai suatu


TAUTOLOGIS (silogisme yang mesti benar), yang disusun oleh silogisme
kondisional dengan cara: “ingkari konsekuen dengan menetapkan salah satu
anteseden, maka kesimpulannya cukup ingkari salah satu antesedennya. Cara ini
mengikuti modus tolendo tolen (dalam silogisme ekuivalen).

B. Dilema
Dilema atau penyimpulan bercabang adalah “penyimpulan dalam silogisme
majemuk yang lebih kompleks dengan dua proposisi implikatif sebagai premis
mayor dan proposisi disjungtif sebagai premis minor, yang mewujudkan
kesimpulan yang bercabang”. Dilema digunakan di dalam perbincangan, yang
menuntut teman bicara harus mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak
menyenangkan, untuk menuntut keadilan. Atas dasar sistem penalarannya, ada 2
macam Dilema: Konstruktif dan Destruktif.

1. Dilema Konstruktif
Dilema konstruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus ponendo ponen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, menetapkan
anteseden masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka
kesimpulannya menetapkan konsekuen masing-masing proposisi itu. Bukti ke-
tepat-an dilema konstruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti ke-benar-annya
adalah TAUTOLOGI.

2. Dilema Destruktif
Dilema destruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus tolendo tolen  (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, ingkari konsekuen
masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka kesimpulannya
ingkari masing-maisng anteseden proposisi itu. Bukti ke-tepat-an dilema
destruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti ke-benar-annya adalah
TAUTOLOGI.

Untuk ingkari dilema dengan RETORSI (penyimpulan dilema yang


kesimpulannya untuk ingkari kesimpulan dilema semula).
Pada bahasan Antilogisme dan Dilema, dapat dipahami secara jelas bahwa
LOGIKA adalah sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah (tepat)
sebagai berpikir logis dalam bidang hukum, ilmu pengetahuan ilmiah, dan
kehidupan sehari-hari. Sebab itu, jika berpikir (menalar) tidak mengikuti
hukum dasar penyimpulan yang sah, maka dapat dikatakan tidak logis.
Puri Kurniasih, M. Hum.

PENYIMPULAN KAUSAL
Penarikan kesimpulan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Metode
hubungan sebab akibat atau penyimpulan kausal dapat dijelaskan secara singkat
dalam bentuk logika menggunakan silogisme hipotetis dalam bentuk khusus, yang
terdiri atas beberapa premis (pangkal pikir) dan kesimpulan.

A. Metode Kausal
Sering disebut metode Mill adalah metode yang diciptakan khusus untuk menarik
kesimpulan dalam hubungan sebab akibat. Terdapat 5 metode, diantaranya:

1. Metode Persesuaian (Method of Agreement)


Metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari suatu gejala
berdasarkan persamaan peristiwa yang terjadi. Jika dua peristiwa atau lebih dari
suatu gejala tertentu memiliki satu faktor yang sama, maka faktor tersebut dapat
dianggap sebagai sebab dari gejala itu.
Rumus:

ABC ⟹ Z
CDE ⟹ Z
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Tuti makan mie ayam menjadi sakit perut
P2 Dodi makan mie ayam menjadi sakit perut
Ks Mie ayam adalah penyebab sakit perut

2. Metode Perbedaan (Method of Dfference)


Metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari suatu gejala
berdasarkan kelainan peristiwa yang terjadi.

Jika terdapat dua peristiwa, yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan
yang lain tidak, sedangkan pada peristiwa yang satu itu terdapat sebuah  unsur
dan pada peristiwa yang lainnya tidak terdapat, maka unsur itulah yang
merupakan sebab dari gejala tersebut.
Rumus:
ABC ⟹ Z
A B ~C ⟹ ~Z
_____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Dina makan mie ayam dan minum es teh manis, sakit perut.
P2 Dini minum es teh manis, tidak sakit perut.
Ks Perbedaan apa yang dimakan (mie ayam) bisa jadi merupakan
sebab gejala.
Puri Kurniasih, M. Hum.

3. Metode Gabungan Persesuaian dan perbedaan (Joint Method of Agreement and


Difference)
Jika dua peristiwa atau lebih yang di dalamnya terjadi gejala tertentu mempunyai
persamaan satu unsur sedangkan dua atau lebih peristiwa yang di dalamnya
tidak terjadi gejala tersebut tidak mempunyai persamaan kecuali tidak adanya
unsur itu, maka unsur yang semata-mata membuat dua kelompok peristiwa itu
berbeda adalah merupakan akibat atau sebab dari gejala tersebut.
Rumus:
ABC ⟹ Z
BCE ⟹ Z
ABD ⟹ ~Z
____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Dina makan mie ayam dan minum es teh manis, sakit perut.
P2 Widi makan mie ayam dan minum es jeruk, sakit perut.
P3 Sinta makan mie ayam dan minum air putih, sakit perut.
P4 Dini minum es teh manis, tidak sakit perut.
P5 Angelin makan nasi goreng dan minum es jeruk, tidak sakit perut.
P6 Susan makan bubur dan minum air putih, tidak sakit perut.
Ks Dapat disimpulkan persamaan makanan (mie ayam) dan
perbedaan makanan (selain mie ayam) adalah sebab gejala
(sakit perut atau tidak).

4. Metode Residu (Method of Residues)


Merupakan metode induksi dalam membuat kesimpulan mengenai sebab dari
suatu gejala berdasarkan langkah pengurangan sebab-sebab yang ada dengan
sebab-sebab yang telah diketahui sehingga sisanya adalah sebab yang dicari.
Jika terdapat beberapa gejala sebagai akibat dari beberapa faktor dan dengan
pengurangan faktor dapat mengurangi gejala tersebut maka sisa dari gejala itu
merupakan akibat dari sebab-sebab selebihnya.
Rumus:
ABC ⟹ XYZ
AB ⟹ XY
_____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Tessa makan mie ayam, semangka dan minum es teh manis
menjadi sakit perut, migrain, dan keram.
P2 Windi makan semangka dan minum es teh manis menjadi migrain
dan keram.
Ks Dapat disimpulkan faktor yang menyebabkan gejala yang lain
selain dari faktor dan gejala yang diketahui adalah akibat dari
sebabnya (makan mie ayam menjadi sakit perut).

5. Metode Perubahan Seiring (Method of Concomitant Variationi)


Serentak diiringi perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsur
peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsur pada peristiwa pertama
Puri Kurniasih, M. Hum.

tidak berubah, maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan
sebagai sebab akibat.
Rumus:
ABC ⟹ XYZ
A B C1 ⟹ X Y Z1
A B C2 ⟹ X Y Z2
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Lina makan mie ayam dengan sambal yang banyak, sakit perut.
P2 Shindy makan mie ayam dengan sambal yang sedikit, hampir
sakit perut (mulas).
P3 Febby makan mie ayam tanpa sambal, tidak sakit perut.
Ks Sambal dapat menyebabkan sakit perut.

B. Penyimpulan Kausal dan metode Logik


Metode logika yang sedang kita pelajari adalah metode logika yang bersifat deduktif
dalam hal pola/bentuk logikanya dan bersifat induktif dalam hal pelaksanaannya.

Kelima metode ini yang setiap premis mayor di dalam deduksi memerlukan induksi
dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai
hasil hasil eksperimen dan penyelidikan.

Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian bagian yang saling terpisah, tetapi
sebetulnya saling bantu-membantu.

Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 9.1-9.56.

JANGAN LUPA BACA MODUL 7: PROPOSISI MAJEMUK

Anda mungkin juga menyukai