Penyimpulan yang akan dibahas adalah salah satu bentuk penyimpulan tidak
langsung yang khusus dalam penalaran majemuk. Penyimpulan tidak langsung
dalam penalaran majemuk dapat juga berupa silogisme atau bentuk-bentuk
penyimpulan yang lain, yang pangkal pikirnya berupa proposisi majemuk, baik
terdiri atas beberapa pernyataan tunggal atau hanya dua pernyataan tunggal.
SILOGISME MAJEMUK
■ Silogisme majemuk adalah suatu bentuk penyimpulan berdasarkan
hubungan dua pernyataan,yang salah satu diantaranya merupakan
pernyataan atas hubungan dua bagian sebagai premis mayor yang dapat
mewujudkan pernyataan lain sebagai kesimpulannya.
■ Premis mayor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis pertama
(P1) Premis minor dalam silogisme majemuk disebut juga dengan premis
kedua (P2) Kesimpulan (Ks)
■ Pembuktian dengan Diagram Himpunan
Dalam bentuk penyimpulan silogisme majemuk, kesimpulan yang
dihasilkannya belum tentu tepat, sebagaimana silogisme kategori. untuk
menentukan ketepatan kesimpulan, dan bahkan merupakan suatu kepastian,
salah satu cara ialah dengan menggunakan diagram himpunan (Lihat Modul
Logika, hal. 9.4-9.5).
■ Pembuktian dengan Nilai Kebenaran
Dalam membuktikan tepat tidaknya kesimpulan silogisme majemuk, selain
menggunakan diagram himpunan, digunakan juga nilai kebenaran.
Pembuktian dengan nilai kebenaran akan menghasilkan dua bentuk, yaitu
tautologi dan kontingensi (Lihat Modul Logika, hal. 9.6).
A. Silogisme Hipotetis
Suatu penarikan kesimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan ketergantungan dua bagian dengan pernyataan yang
menegaskan atau mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan
lain sebagai kesimpulannya.
1. Silogisme Ekuivalen
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan kesetaraan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satunya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulannya. Bentuknya tautologi atau dapat dibolak balik. Kesimpulan
memperkuat premis mayor, menghasilkan dua bentuk penyimpulan, yaitu:
a. Modus Ponendo Ponen (MPP)
Suatu penyimpulan dengan cara mengakui salah satu bagian
proposisiekuivalen sebagai premis mayor, maka kesimpulannya adalah
menetapkan bagian yang lain. Contoh:
Jika mahasiswa Kelas Logika mengikuti tuton, maka mendapat nilai tambah.
Puri Kurniasih, M. Hum.
2. Silogisme Kondisional
Suatu penyimpulan yang berbentuk perbandingan antara proposisi yang
mempunyai hubungan persyaratan dua bagian dengan penegasan atau
pengingkaran salah satu bagiannya yang mewujudkan proposisi lain sebagai
kesimpulan. Bentuknya kontingensi, tidak dapat dibalik.
Dinyatakan sebagai silogisme kondisional jika premis mayornya berbentuk
proposisi implikatif atau proposisi kondisional, penyimpulannya ada dua bentuk
juga, yaitu:
a. Modus Ponendo Ponen (MPP)
Mengakui anteseden pada proposisi implikatif sebagai premis mayor,
kesimpulannya adalah menetapkan konsekuennya, contoh:
Mahasiswa yang melakukan plagiarisme harus dihukum
Salah satu mahasiswa Logika 16 melakukan plagiarisme
Jadi, salah satu mahasiswa Logika 16 harus dihukum
B. Silogisme Disjungtif
Suatu penyimpulan berdasarkan perbandingan antara proposisi yang mempunyai
hubungan pengatauan antara dua bagian dengan pernyataan yang menegaskan atau
mengingkari salah satu bagiannya yang mewujudkan pernyataan lain sebagai
kesimpulannya.
1. Silogisme Eksklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang saling menyisihkan antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni
Modus Ponendo Tolen (MPT), contoh:
Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 17
2. Silogisme Inklusif
Salah satu silogisme disjungtif yang premis mayornya berbentuk pengatauan
yang dapat bersatu antara kedua bagiannya. Hanya satu bentuk, yakni Modus
Tolendo Ponen (MTP), contoh:
Mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 16 atau Kelas Logika 17
Mahasiswa yang mengikuti tuton bukan Kelas Logika 16
Jadi, mahasiswa yang mengikuti tuton adalah Kelas Logika 17
3. Silogisme Alternatif
Suatu bentuk penyimpulan yang premis mayornya berbentuk pengatauan yang
tidak dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan lain antara kedua bagiannya.
Ada dua bentuk, yakni MPT dan MTP, contoh:
MPT
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang malas
---
MTP
Mahasiswa ada yang rajin atau malas
Mahasiswa Kelas Logika 16 bukan mahasiswa yang rajin
Jadi, mahasiswa Kelas Logika 16 adalah mahasiswa yang malas
A. Antilogisme
Puri Kurniasih, M. Hum.
B. Dilema
Dilema atau penyimpulan bercabang adalah “penyimpulan dalam silogisme
majemuk yang lebih kompleks dengan dua proposisi implikatif sebagai premis
mayor dan proposisi disjungtif sebagai premis minor, yang mewujudkan
kesimpulan yang bercabang”. Dilema digunakan di dalam perbincangan, yang
menuntut teman bicara harus mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak
menyenangkan, untuk menuntut keadilan. Atas dasar sistem penalarannya, ada 2
macam Dilema: Konstruktif dan Destruktif.
1. Dilema Konstruktif
Dilema konstruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus ponendo ponen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, menetapkan
anteseden masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka
kesimpulannya menetapkan konsekuen masing-masing proposisi itu. Bukti ke-
tepat-an dilema konstruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti ke-benar-annya
adalah TAUTOLOGI.
2. Dilema Destruktif
Dilema destruktif adalah “bentuk penyimpulan bercabang dengan
modus tolendo tolen (dalam silogisme ekuivalen)”. Yaitu, ingkari konsekuen
masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor, maka kesimpulannya
ingkari masing-maisng anteseden proposisi itu. Bukti ke-tepat-an dilema
destruktif, dengan tabel kebenaran; dan bukti ke-benar-annya adalah
TAUTOLOGI.
PENYIMPULAN KAUSAL
Penarikan kesimpulan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Metode
hubungan sebab akibat atau penyimpulan kausal dapat dijelaskan secara singkat
dalam bentuk logika menggunakan silogisme hipotetis dalam bentuk khusus, yang
terdiri atas beberapa premis (pangkal pikir) dan kesimpulan.
A. Metode Kausal
Sering disebut metode Mill adalah metode yang diciptakan khusus untuk menarik
kesimpulan dalam hubungan sebab akibat. Terdapat 5 metode, diantaranya:
ABC ⟹ Z
CDE ⟹ Z
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Tuti makan mie ayam menjadi sakit perut
P2 Dodi makan mie ayam menjadi sakit perut
Ks Mie ayam adalah penyebab sakit perut
Jika terdapat dua peristiwa, yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan
yang lain tidak, sedangkan pada peristiwa yang satu itu terdapat sebuah unsur
dan pada peristiwa yang lainnya tidak terdapat, maka unsur itulah yang
merupakan sebab dari gejala tersebut.
Rumus:
ABC ⟹ Z
A B ~C ⟹ ~Z
_____________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Dina makan mie ayam dan minum es teh manis, sakit perut.
P2 Dini minum es teh manis, tidak sakit perut.
Ks Perbedaan apa yang dimakan (mie ayam) bisa jadi merupakan
sebab gejala.
Puri Kurniasih, M. Hum.
tidak berubah, maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan
sebagai sebab akibat.
Rumus:
ABC ⟹ XYZ
A B C1 ⟹ X Y Z1
A B C2 ⟹ X Y Z2
________________________
C ⟹ Z
Contoh:
P1 Lina makan mie ayam dengan sambal yang banyak, sakit perut.
P2 Shindy makan mie ayam dengan sambal yang sedikit, hampir
sakit perut (mulas).
P3 Febby makan mie ayam tanpa sambal, tidak sakit perut.
Ks Sambal dapat menyebabkan sakit perut.
Kelima metode ini yang setiap premis mayor di dalam deduksi memerlukan induksi
dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai
hasil hasil eksperimen dan penyelidikan.
Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian bagian yang saling terpisah, tetapi
sebetulnya saling bantu-membantu.
Sumber Referensi:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed.2. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2016, hal. 9.1-9.56.