Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328214661

ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4140 AKIBAT
PERBEDAAN TEMPERATUR PADA PERLAKUAN PANAS TEMPERING

Article · October 2018

CITATIONS READS

0 11,552

2 authors, including:

Jasman Jasman
Universitas Negeri Padang
48 PUBLICATIONS   15 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

kenyamanan dan produktivitas tenaga kerja industri View project

All content following this page was uploaded by Jasman Jasman on 11 October 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4140 AKIBAT
PERBEDAAN TEMPERATUR PADA PERLAKUAN PANAS TEMPERING

ANALYSIS OF MECHANICAL PROPERTIES AND MICROSTRUCTURE


OF STEEL AISI 4140 DUE TO THE TEMPERATURE DIFFERENCE
IN THE HEAT TREATMENT TEMPERING
Risno Fendri(1), Darmawi(2), Syahrul(3) dan Jasman(4)
(1), (2),(3),(4)Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang
Kampus Air Tawar, Padang 25131, Indonesia
risno.fendri@yahoo.com
darmawi_54@yahoo.com
syah_aura@yahoo.co.id
jasmanmesin@yahoo.co.id

Abstrak
Perlakuan panas pada baja memiliki peranan sangat penting karena dapat merubah struktur mikro dan
sifat mekanik dari baja tersebut sesuai dengan kebutuhan. Perlakuan panas hardening dapat
menyebabkan kekerasan (hardness) dan kegetasan (brittleness) sehingga baja tersebut belum cocok
untuk digunakan, maka baja tersebut perlu diberi perlakuan panas tempering. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh perlakuan panas tempering terhadap perubahan sifat mekanik pada baja
dengan variasi temperatur tempering 200 °C, 400 °C, dan 600 °C.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dengan menggunakan bahan baja karbon sedang yang
mengandung kadar karbon 0,38-0,45 % C, yaitu baja AISI 4140. Dimulai dengan membuat spesimen
sesuai dengan standar alat pengujian kekerasan, pengujian tarik, pengujian impak dan pengujian
struktur mikro. Dengan pengambilan 5 kelompok spesimen, yaitu kelompok tanpa perlakuan,
hardening, tempering 200 °C, tempering 400 °C, tempering 600 °C.
Penelitian yang telah dilakukan maka didapat nilai rata-rata kekerasan baja AISI 4140 tanpa perlakuan
sebesar 30 HRC, hardening sebesar 48,7 HRC, tempering 200 °C sebesar 47 HRC, tempering 400 °C
sebesar 37,8 HRC, tempering 600 °C sebesar 30,2 HRC. Nilai rata-rata tegangan spesimen tanpa
perlakuan 1041,838 x 10⁶ N/m², hardening 203,815 x 10⁶ N/m², tempering 200 °C 461,795 x 10⁶
N/m², tempering 400 °C 530,77 x 10⁶ N/m², tempering 600 °C 110,417 x 10⁶ N/m². Harga impak
spesimen tanpa perlakuan 1,114 × 106 N/m, hardening 0,166 × 106 N/m, tempering 200 °C 0,104 ×
106 N/m, tempering 400 °C 0,227 × 106 N/m, tempering 600 °C 0,878 × 106 N/m. Setelah
mengalami perlakuan panas hardening struktur mikro terlihat lebih halus, sedangkan setelah
mengalami proses perlakuan panas tempering dengan temperatur 200 °C,400 °C dan 600 °C keadaan
struktur mikro Baja AISI 4140 mengalami perubahan, semakin tinggi temperatur tempering yang
diberikan, maka butiran-butiran struktur baja terlihat semakin besar. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur tempering maka nilai kekerasan baja AISI 4140
menurun bila dibandingkan dengan spesimen hardening, sedangkan kekuatan dan ketangguhan
material kembali meningkat.
Kata Kunci : Sifat Mekanik, Struktur Mikro, Baja AISI 4140, Variasi Temperatur Tempering.

Abstract
Heat treatment on the steel has a very important role because it can alter the microstructure and
mechanical properties of the steel according to the requirement. Hardening heat treatment can cause
hardness and brittleness, so that the steel is not suitable for use, the steel needs to be given a
tempering heat treatment. This study aims to look at the effect of tempering heat treatment to changes
in the mechanical properties of steel with tempering temperature variation of 200 ° C, 400 ° C and 600
° C.
This study used an experimental method, using medium carbon steel material containing carbon
content of 0.38 to 0.45% C, namely steel AISI 4140. Starting with a specimen in accordance with
standard hardness testing, tensile testing, impact testing, and testing of Micro structure. By taking 5
groups of specimens, the group without treatment, hardening, tempering 200 ° C, tempering 400 ° C,
tempering 600 ° C.

37
Research that has been done, it obtained an average value of AISI 4140 steel hardness of 30 HRC
without treatment, amounting to 48.7 HRC hardening, tempering 200 ° C for 47 HRC, tempering 400 °
C of 37.8 HRC, tempering at 600 ° C 30.2 HRC. The average value of voltage specimens without
treatment 1041.838 x 10⁶ N / m², hardening 203.815 x 10⁶ N / m², tempering 200 ° C 461.795 x 10⁶ N
/ m², tempering 400 ° C 530.77 x 10⁶ N / m², tempering 600 ° C 110.417 x 10⁶ N / m². Value of impact
specimens without treatment 1.114 106 N / m, hardening 0.166 106 N / m, tempering 200 ° C 0.104
106 N / m, tempering 400 ° C 0.227 106 N / m, tempering 600 ° C 0.878 106 N / m. After
experiencing a hardening heat treatment microstructure looks more refined, while following a
tempering heat treatment process at a temperature of 200 ° C, 400 ° C and 600 ° C state of AISI 4140
steel micro structure changes, the higher the tempering temperature is given, then grain steel structures
look bigger. It can be concluded that the higher the tempering temperature, the hardness value of steel
AISI 4140 decreased when compared with specimens hardening, while the strength and toughness of
the material increase.
Keywords: Mechanical properties, Microstructure, Steel AISI 4140, Variation Temperature of
Tempering.

I. PENDAHULUAN panas pada baja memiliki peranan sangat


A. Latar Belakang penting karena dapat merubah struktur mikro
dan sifat mekanik dari baja tersebut sesuai
Baja merupakan bahan dasar yang sering digunakan dengan kebutuhan.
untuk berbagai rekayasa teknik. Baja sering
digunakan untuk membuat alat-alat perkakas, alat- Proses perlakuan panas adalah proses pemanasan
alat pertanian, komponen-komponen otomotif, dan pendinginan pada sebuah baja atau baja paduan
kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Kegunaan dengan tujuan utama untuk mengubah sifat
dari baja berkaitan dengan sifat mekanik yang baik mekanik dari baja tersebut. Melalui perlakuan panas
seperti kekerasan (hardnes), keuletan (ductility) dan yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan,
ketangguhan (tougthnes) yang baik bila ukuran butir dapat diperbesar atau diperkecil. Selain
dibandingkan dengan material lain. itu ketangguhan (tougthnes) dan keuletan (ductility)
Baja yang diproduksi oleh industri terdiri dari dari baja dapat ditingkatkan.
beragam jenis sesuai dengan kebutuhan. Perlakuan panas hardening atau pengerasan adalah
Berdasarkan kandungan karbonnya, baja proses perlakuan panas untuk mengeraskan baja
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu baja dengan pemanasan sampai perubahan fasa yang
carbon rendah (low carbon steel), baja karbon homogen kemudian diikuti pendinginan cepat
sedang (medium carbon steel), dan baja karbon sampai terjadi struktur yang disebut martensit.
tinggi (hight carbon steel). Sedangkan menurut Akibat proses hardening pada baja, maka dapat
kadar unsur paduan, baja dapat dibagi dalam dua menyebabkan kekerasan (hardnes) dan kegetasan
golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan (brittleness) sehingga baja tersebut belum cocok
tinggi atau baja paduan khusus. Baja paduan rendah untuk digunakan. Oleh karena itu, baja tersebut
adalah baja yang sedikit mengandung unsur paduan harus diberi perlakuan lanjut yaitu proses
di bawah 10%, sedangkan baja paduan tinggi dapat tempering.
mengandung unsur paduan di atas 10%. Salah satu Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
baja paduan rendah adalah baja AISI 4140. pengaruh perlakuan panas tempering terhadap sifat
mekanik pada baja AISI 4140 yang meliputi
Baja AISI 4140 termasuk baja karbon sedang, kekerasan, kekuatan tarik, dan ketangguhan, dan
aplikasinya antara lain digunakan sebagai untuk mengetahui keadaan struktur mikro.
Shaft, gear, bolt, coupling, spindles, sprockets,
hydraulics machine shaft, oil industry drill II. KAJIAN TEORI
collars, tools joints and piston pin. Menurut
E. Baja
AISI (American Iron and Steel Institute)
komposisi kimia baja AISI 4140 meliputi, Menurut R.S. Khurmi and R.K. Gupta (2005:
(0,80-1,10)% Cr, (0,75-1,0)% Mn, (0,38- 26)“Steel is an alloy of iron and carbon, with
0,43)% C, (0,15-0,30)% Si, (0,15-0,25)% Mo, carbon content up to a maximum of 1.5%. The
carbon occurs in the form of iron carbide, because
0,040% S, dan 0,035% P sehingga baja AISI
of its ability to increase the hardness and strength
4140 termasuk baja paduan rendah. of the steel.”
Berdasarkan kandungan elemen paduannya
memungkinkan baja AISI 4140 untuk diberi Baja adalah besi carbon campuran logam yang
perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan dapat berisi konsentrasi dari elemen campuran
lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang

38
mempunyai perlakuan bahan dan komposisi F. Struktur Mikro Baja
berbeda. Sifat mekanis baja sangat sensitif
1. Diagram Keseimbangan Besi-Karbon.
berdasarkan kandungan karbon, yang mana secara
normal kurang dari 2,0%. sebagian dari baja Diagram kesetimbangan besi-karbon adalah sebuah
digolongkan menurut konsentrasi karbon, yakni ke gambaran yang semestinya digunakan sebagai dasar
dalam rendah, medium dan jenis karbon tinggi. untuk melaksanakan perlakuan panas.
Penggunaan diagram ini relatif terbatas karena
1. Baja karbon
beberapa metode perlakuan panas digunakan untuk
Baja karbon adalah paduan besi karbon dimana menghasilkan struktur yang tidak seimbang (non-
unsur karbon sangat menentukan sifat-sifatnya, equilibrium). Akan tetapi pengetahuan mengenai
sedangkan unsur-unsur paduan lainnya yang biasa perubahan fasa pada kondisi seimbang memberikan
terkandung di dalamnya terjadi karena proses ilmu pengetahuan dasar untuk melakukan perlakuan
pembuatannya. Sifat baja karbon ditentukan oleh panas.
persentase karbon dan struktur mikro. Berdasarkan
kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan
menjadi tiga :
a. Baja Karbon Rendah (low carbon steel).
Baja ini disebut baja ringan (mild steel) atau
baja perkakas, baja karbon rendah bukan baja
yang dapat dikeraskan, karena kandungan
karbonnya rendah berkisar 0,05-0,30%.
b. Baja Karbon Sedang (medium carbon steel)
Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3-
0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan
baja untuk dikeraskan sebagian dengan
pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai.
c. Baja Karbon Tinggi (hight carbon steel).
Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6-
1,5%, dibuat dengan cara digiling panas.

2. Baja Paduan
Baja paduan adalah baja yang mengandung sebuah
unsur lain atau lebih dengan kadar yang berlebih
dari pada kadar biasanya dalam baja karbon. Unsur-
unsur yang biasanya terdapat dalam baja karbon
adalah C, Mn, Si, P dan S. untuk memperoleh sifat-
sifat yang lebih baik maka kadar Mn atau Si
ditambah, atau unsur-unsur lain seperti Cr, Ni, Mo, Gambar 1. Diagram Kesetimbangan Besi-
Co, Ti, W dan sebagainya. Karbon (Fe-C)
Dengan demikian selain memperbaiki sifat-sifat Pada diagram Fe-C material yang mengandung
mekanisnya juga memperbaiki sifat tahan korosi, karbon dibawah 2% menjadi perhatian utama dalam
tahan suhu tinggi, tahan aus dan sifat-sifat listrik perlakuan panas baja. Kandungan karbon yang
serta magnetiknya. Baja paduan terbagi atas dua lebih dari 2% tergolong pada baja tuang. Metode
kelompok, yaitu baja paduan rendah dan baja perlakuan panas baja didasarkan pada perubahan
paduan tinggi. fasa austenite pada sistem Fe-C.

2. Baja AISI 4140 Transformasi austenite selama perlakuan panas ke


Menurut AISI (American Iron and Steel Institute) fasa lain akan menentukan struktur mikro dan sifat
baja paduan rendah AISI 4140 didesain dengan yang didapatkan pada baja (Geoge Krauss: 1989).
menggunakan four-digit number (empat digit Baja merupakan logam Allotropic: At atmospheric
angka). Hal ini berguna untuk menunjukkan pressure artinya baja lebih dari sekedar zat padat
perbedaan komposisi yang terkandung dalam baja yang mengkristal tergantung pada temperaturnya.
tersebut. Angka 4 menunjukkan jenis unsur paduan,
yaitu chromium-molybdenum. Pada suhu kurang dari 912 oC (1674 oF) berupa besi
alpha (𝛼 ). Pada suhu antara 912-1394 oC (1674-
Angka 1 menunjukkan persentase unsur paduan ±
2541 oF) berupa besi gamma (𝛾 ). Pada suhu 1394-
1%, dan angka 40 menunjukkan persentase
1538 oC (2541-2800 oF) merupakan besi delta (𝛿 ).
kandungan karbon (± 0,40%).

39
G. Perlakuan Panas (heat treatment)
Menurut Wahyudin K dan Wahjoe Hidayat (1978:
59), Perlakuan panas pada baja adalah proses
pemanasan baja sampai temperatur tertentu dan
selama waktu tertentu kemudian diikuti dengan
proses pendinginan menurut laju pendinginan
tertentu untuk memperoleh sifat-sifat yang
dinginkan dalam batas kemampuan baja yang
berbeda dari sifat semula.

Perlakuan panas merupakan proses pemanasan dan


pendinginan sebuah logam atau logam paduan
untuk mengubah sifat mekanik yang diinginkan dari
baja tersebut. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan
aus dan kemampuan potong meningkat atau dapat
dilunakkan untuk dapat mempermudah proses
pemesinan lanjut.
Gambar 2. Daerah Perlakuan Panas untuk
Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan Baja
dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat
diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan Menurut W.O. Alexander (1991: 59 ) “Suhu temper
ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan adalah suhu kritis, yaitu antara 2000 C dan 3000 C
yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk laju difusi lambat dan hanya sebagian kecil karbon
memungkinkan perlakuan panas tepat, komposisi dibebaskan. Sehingga sebagian struktur tetap keras
kimia baja harus diketahui karena perubahan tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Diantara
komposisi kimia, khususnya karbon dapat suhu 5000 C dan 6000 C, difusi berlansung lebih
mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (Anrinal, cepat, dan atom karbon yang berdifusi diantara
2013). atom besi dapat membentuk sementit. Perubahan
sifat mekanis yang mencolok akibat temper
martensit baja karbon 0,4%.”
Perlakuan panas yang digunakan pada penelitian ini
adalah perlakuan panas tempering. Menurut George Menurut tujuannya proses tempering dapat
Krauss (1989: 205) Tempering is heat treatment of dibedakan sebagai berikut:
hardened steels that has reduction of brittleness or a) Tempering pada temperatur rendah (150-3000 C)
increased toughness as its major objective. Any Tempering ini hanya untuk mengurangi
temperature up to lower critical may be used for tegangan-regangan kerut dan kerapuhan dari
tempering, thus an extremely wide variation in baja, biasanya digunakan untuk alat-alat potong,
properties and microstructure ranging from those of mata bor dan lainnya.
as quenched martensite to spheroidized carbides in b) Tempering pada temperatur sedang (300-5500 C)
ferrite can be produced by tempering. Ultimately it Tempering ini bertujuan untuk menambah
is the balance of hardness (strength) and toughness keuletan (ductility) dan kekerasannya (hardness)
required in service that determines the conditions of sedikit berkurang. Proses tempering ini
tempering for a given application. digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami
beban berat,misalnya palu, pahat dan pegas.
c) Tempering pada temperatur tinggi (550-6500 C)
Tempering adalah proses perlakuan panas terhadap Tempering ini bertujuan untuk memberikan daya
baja keras dengan tujuan untuk menurunkan keuletan (ductility) yang besar dan sekaligus
kegetasan dan meningkatkan ketangguhan. kekerasannya (hardness) menjadi lebih rendah.
Tempering merupakan suatu proses pemanasan baja Proses ini digunakan pada material roda gigi,
hingga mencapai temperatur dibawah temperatur poros penggerak, dan lainnya.
kritis dan menahannya pada temperatur tersebut
untuk jangka waktu tertentu. Kemudian baja H. Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Logam
tersebut didinginkan menggunakan media udara.
Dalam penelitian ini ada dua sifat yang akan dilihat
Proses perlakuan panas tempering bertujuan untuk yaitu sifat fisik dan sifat mekanik. Dalam penelitian
mengurangi kegetasan atau kerapuhan dan sifat fisik yang akan diteliti adalah struktur mikro
meningkatkan ketangguhan. baja AISI 4140, sedangkan penelitian sifat mekanik
yang diteliti adalah pengujian kekerasan, pengujian
tarik, dan pengujian Impak.

40
1. Sifat Fisik 2) Pengujian Kekerasan Vickers
a) Metalografi Metode uji kekerasan lain harus digunakan untuk
material dengan kekerasan tinggi yang tidak dapat
Metalografi adalah pengetahuan tentang bentuk-
diukur dengan metode Brinell (maksimal 450 HRB
bentuk struktur mikro logam. Sifat mekanik dan
[48 HRC]), yaitu metode Vickers. Nilai kekerasan
sifat fisik suatu logam akan ditentukan oleh gambar
Vickers dihitung menggunakan persamaan berikut;
bentuk struktur mikronya. Gambar itu berasal dari
ketidakteraturan butir, ukuran butir, distribusi fasa,
unsur pengatur, perubahan karena deformasi dan [2𝑃 sin(1360 / 2)]
HV =
lainnya (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999). 2
2. Sifat Mekanik [1,8544 𝑃]
HV = …………………………(2)
Menurut Wahyudin K dan Wahjoe Hidayat (1978: 𝑑2
9), sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan
atau kelakuan logam untuk menahan beban-beban Dimana P = beban indentasi (kg), dan
yang dikenakan kepadanya, baik pembebanan statis
atau dinamis pada suhu biasa, suhu tinggi atau pun d = rata-rata diameter jejak (mm).
suhu dibawah 00 .” Kekerasan Vickers dinyatakan dalam nomor
a) Pengujian Kekerasan (hardness test) Vickers dengan symbol “HV” diikuti dengan sufiks
yang menyatakan beban (Bondan T. Sofyan, 2010).
Menurut Bondan T. Sofyan (2010: 34), kekerasan
merupakan ukuran ketahanan material terhadap 3) Pengujian Kekerasan Rockwell
deformasi plastis terlokalisasi (misal: “Indentasi
kecil” atau gores). Metode Rockwell merupakan metode yang paling
banyak digunakan dalam industri karena sangat
Gambar 3. Macam-macam Teknik (William D. sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus
untuk melakukannya. Peralatan pengujian sudah
teraotumatisasi sehingga tidak diperlukan
pengukuran jejak.

b) Pengujian Tarik (tensile test)


Menurut G.Groenendijk (1984: 18), Pengujian tarik
adalah peregangan sebuah batang uji yang secara
kontinyu bertambah kuat sampai putus.

Calister. Jr: 2001)


1) Pengujian Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan brinell adalah dengan
memberikan beban konstan, umumnya antara 500,
1000 dan 3000 kgf, dengan indentor baja yang
dikeraskan berdiameter 2,5, 5 dan 10 mm, pada
permukaan specimen yang rata. Jejak tekan diukur
menggunakan mikroskop dan dikonversi ke dalam
persamaan: Gambar 4. Kurva Tegangan-Regangan (Ach.
Muhib Zainuri, 2008: 102)
2𝑃
BHN = 1 …………….(1)
[𝜋𝐷(𝐷−(𝐷2 − 𝑑 2 )) �2 ] Kurva hasil pengujian belum memberikan
informasi umum mengenai kekuatan tarik bahan.
Dimana P = beban (kgf), Kurva hanya menjelaskan dimensi perubahan
D = diameter bola indentor (mm), panjang akibat pembebanan. data pengujian berupa
d = diameter jejak (mm). kurva harus dikonversikan kedalam bentuk kurva
tegangan-regangan (𝜎 − 𝜀 ) dengan menggunakan
Diameter jejak diukur dengan mikroskop berskala
beberapa persamaan sebagai berikut:
0,05 mm.

41
a. Kontraksi (Q) Keterangan :
Pembebanan tarik yang diberikan kepada spesimen HI = Harga Impak (N/m)
uji akan mengakibatkan dimensi penampang E = Besar energi serapan (Nm)
spesimen uji akan mengalami pengecilan. Af = Luas penampang spesimen (m2)
Pengecilan penampang spesimen uji akibat
Energi Serapan (E)
pembebanan tarik disebut dengan kontraksi (Q).
besarnya kontraksi pada penampang spesimen uji E = E0 - Ei
setelah putus akibat pembebanan tarik dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: E0 = m . g . Ho
𝐴𝑜 − 𝐴𝑓 Ei = m . g . Hi
Q= × 100% ……………………..(3)
𝐴𝑜 Keterangan :
E = Energi Serapan (Nm)
Keterangan : E 0 = Energi Serapan Awal (Nm)
E i = Energi Serapan Akhir (Nm)
Q = Kontraksi
A0 = Luas penampang spesimen sebelum m = Massa pendulum (Kg)
pengujian g = Percepatan Gravitasi (m/s2)
Af = Luas penampang spesimen setelah H o = Ketinggian Jatuh Pendulum (m)
putus H i = Ketinggian Pantulan Pedulum (m)
r = Panjang Lengan Pendulum (m)
b. Tegangan (𝜎 ) 𝛼 = Sudut Jatuh
𝛽 = Sudut Akhir Ayunan
Nilai tegangan suatu material dapat diketahui
dengan persamaan berikut:
I. Kerangka Konseptual
𝐹
𝜎= (G.Groenendijk,1984: 23) ………...(4)
𝐴𝑜

Keterangan :
𝜎 = Tegangan (N/m2)
F = Gaya (N)
A0 = Luas Penampang awal Spesimen
(m2)

c. Regangan (𝜀 )
Nilai regangan dari suatu material dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐿𝑖 −𝐿𝑜
𝜀= × 100% ………………………(5)
𝐿𝑜
Keterangan :
𝜀 = Regangan
Lf = Panjang spesimen setelah pengujian Gambar 5. Kerangka Konseptual
(mm)
L0 = Panjang spesimen sebelum pengujian
III. METODOLOGI PENELITIAN
(mm).
A. Metode Penelitian
c) Pengujian Impak (impact test)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
penelitian eksperimen. Yang bertujuan untuk
Harga Impak (HI) adalah sebagai energi
mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu
serapan untuk mematahkan spesimen persatuan perlakuan (treatment). Dan treatmen yang
luas, dapat dinyatakan dalam persamaan dimaksud adalah perlakuan panas Tempering.
sebagai berikut:
Harga Impak (Hi): B. Objek Penelitian
𝐸 Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
HI = ……………………………. (6) baja AISI 4140.
𝐴𝑓

42
C. Jadwal dan Tempat Penelitian
1. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan
(Februari sampai Juli 2015), mulai dari penulisan
proposal, seminar proposal, pembuatan spesimen,
pengujian, pengolahan data dan analisa data dan
pembuatan laporan.

2. Tempat Penelitian
Proses pengujian spesimen dilakukan di
Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Teknik
Mesin Universitas Negeri Padang.

D. Prosedur Penelitian
Gambar 7. Grafik Uji Kekerasan
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
hardening dan diquenching dengan menggunakan
media pendingin air didapat nilai rata-rata
kekerasan pada spesimen 1 sebesar 48,7 HRC,
spesimen 2 sebesar 48,5 HRC, dan pada spesimen 3
sebesar 48,9 HRC. Sehingga diperoleh nilai rata-
rata kelompok sebesar 48,7 HRC.
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 200 0C dan
didinginkan dengan media pendingin udara didapat
nilai rata-rata kekerasan pada spesimen 1 sebesar 47
HRC, pada spesimen 2 sebesar 47,3 HRC, dan pada
spesimen 3 sebesar 46,7 HRC. Sehingga diperoleh
nilai rata-rata kelompok sebesar 47,0 HRC.
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 400 0C dan
didinginkan dengan media pendingin udara didapat
nilai rata-rata kekerasan pada spesimen 1 sebesar
39,5 HRC, pada spesimen 2 sebesar 40,1 HRC, dan
pada spesimen 3 sebesar 39,8 HRC.

Gambar 6. Prosedur Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pengujian Kekerasan
Penelitian pengujian kekerasan menggunakan alat
uji kekerasan Universal Hardness Tester dengan
metoda pengujian kekerasan Rockwell C.
Setelah dilakukan pengujian pada spesimen tanpa Gambar 8. Grafik Rata-rata Kekerasan Baja AISI
perlakuan (spesimen kontrol) maka didapat nilai 4140 Tanpa Perlakuan, dan setelah
rata-rata kekerasan pada spesimen 1 adalah 29,4 perlakuan panas hardening dan
HRC, spesimen 2 sebesar 30,4 HRC, dan pada tempering
spesimen 3 sebesar 30,2 HRC. Sehingga diperoleh
nilai rata-rata kelompok sebesar 30,0 HRC. Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 600 0C didapat nilai
rata-rata kekerasan pada spesimen 1 sebesar 30, 7

43
HRC, pada spesimen 2 sebesar 30,1 HRC, dan pada keretakan pada saat proses pendinginan, sehingga
spesimen 3 sebesar 29,8 HRC. Sehingga diperoleh nilai yang diperoleh tidak tepat.
nilai rata-rata kelompok sebesar 30,2 HRC. Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 400 0C didapat niai
Nilai rata-rata kekerasan baja AISI 4140 tanpa
tegangan pada spesimen 1 sebesar 458,022 x 10⁶
perlakuan sebesar 30 HRC, nilai kekerasan setelah
N/m², pada spesimen 2 sebesar 559,434 x 10⁶
perlakuan panas hardening sebesar 48,7 HRC, nilai
N/m²,dan pada spesimen 3 sebesar 574,854 x 10⁶
kekerasan setelah proses perlakuan panas tempering
N/m², sehingga nilai rata-rata tegangan sebesar
200 0 C sebesar 47 HRC, nilai kekerasan setelah
perlakaun panas tempering 400 0C sebesar 37,8 530,77 x 10⁶ N/m²,
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
HRC, dan nilai kekerasan setelah perlakaun panas
tempering dengan temperatur 600 0C didapat niai
tempering 600 0C sebesar 30,2 HRC.
tegangan pada spesimen 1 sebesar 1103,417 x 10⁶
N/m², pada spesimen 2 sebesar 1103,417 x 10⁶
2. Pengujian Tarik
N/m²,dan pada spesimen 3 sebesar 299,432 x 10⁶
Pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Tenso N/m², sehingga nilai rata-rata tegangan sebesar
Meter Type W Monsanto. Material yang dijadikan 1103,417 x 10⁶ N/m².
sebagai bahan dasar untuk pembanding adalah
spesimen tanpa perlakuan. 3. Pengujian Impak
Pengujian impak (impact test) menggunakan
pengujian impak charphy. Material yang digunakan
sebagai bahan dasar untuk pembanding adalah baja
karbon sedang, yaitu baja AISI 4140 dan
dibandingkan dengan nilai kekerasan spesimen
yang telah mengalami proses perlakuan panas
hardening dan tempering dengan temperatur yang
berbeda.

Gambar 9. Grafik Tegangan Baja AISI 4140


Tanpa Perlakuan, dan setelah
perlakuan panas hardening dan
tempering
Pengujian tarik pada spesimen tanpa perlakuan
(spesimen kontrol) maka didapat nilai tegangan
pada spesimen 1 adalah sebesar 1051,369 x 10⁶
N/m², spesimen 2 sebesar 1034,41 x 10⁶ N/m², dan
pada spesimen 3 sebesar 1039,735 x 10⁶ N/m², Gambar 10. Grafik Harga Impak Baja AISI 4140
sehingga nilai rata-rata tegangan sebesar 1041,838 Tanpa Perlakuan, dan setelah
x 10⁶ N/m. perlakuan panas hardening dan
Spesimen yang diberikan perlakuan panas tempering
hardening didapat niai tegangan pada spesimen 1 Setelah dilakukan pengujian pada spesimen tanpa
sebesar 333,107 x 10⁶ N/m², pada spesimen 2 perlakuan (spesimen kontrol) maka didapat nilai
sebesar 169,957 x 10⁶ N/m², dan pada spesimen 3
harga impak pada spesimen 1 adalah 1,131 × 106
sebesar 108,381 x 10⁶ N/m², sehingga nilai rata-rata
tegangan sebesar 203,815 x 10⁶ N/m. N/m, spesimen 2 sebesar 1,101 × 106 N/m,
Spesimen yang diberikan perlakuan panas spesimen 3 sebesar 1,109 × 10 6
N/m, sehingga
tempering dengan temperatur 200 0C didapat niai diperoleh nilai rata-rata harga impak sebesar 1,114
tegangan pada spesimen 1 sebesar 461,795 x 10⁶ x 106 N/m
N/m², pada spesimen 2 sebesar 461,795 x 10⁶ Spesimen yang diberikan perlakuan panas
N/m²,dan pada spesimen 3 sebesar 167,926 x 10⁶ hardening didapat nilai harga impak pada spesimen
N/m², sehingga nilai rata-rata tegangan sebesar 1 adalah 0,075 × 106 N/m, spesimen 2 sebesar
461,795 x 10⁶ N/m², pada kelompok spesimen ini 0,146 × 106 N/m, spesimen 3 sebesar 0,127 × 106
penulis hanya mengambil nilai spesimen 1 dan N/m, sehingga diperoleh nilai rata-rata harga impak
spesimen 2 karena spesimen 3 mengalami sebesar 0,116 x 106 N/m.

44
Spesimen yang diberikan perlakuan panas c) Spesimen tempering 200 0C
tempering dengan temperatur 200 0C didapat nilai
harga impak pada spesimen 1 adalah 1,787 x 106
N/m, spesimen 2 sebesar 1,962 x 106 N/m,
spesimen 3 sebesar 0,104 x 106 N/m.
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 400 0 C didapat nilai
harga impak pada spesimen 1 adalah 0,237 × 106
N/m, spesimen 2 sebesar 0,22 × 106 N/m,
spesimen 3 sebesar 0,225 × 106 N/m, sehingga
diperoleh nilai rata-rata harga impak sebesar 0,227
x 106 N/m
Spesimen yang diberikan perlakuan panas
tempering dengan temperatur 600 0C didapat nilai Gambar 13. Struktur mikro Baja AISI 4140
harga impak pada spesimen 1 adalah 0,897 × 106 setelah tempering 200 0 C
N/m, spesimen 2 sebesar 0,748 × 106 N/m, d) Spesimen tempering 400 0C
spesimen 3 sebesar 0,99 × 106 N/m, sehingga
diperoleh nilai rata-rata harga impak sebesar 0,878
x 106 N/m.

1. Pengujian Struktur Mikro


Pada penelitian ini pegujian struktr mikro
menggunakan mikroskop optic Olimpic dengan
pembesaran 500 x. setelah dilakukan pengujian
strukutur mikro didapat struktur mikro sebagai
berikut :
a) Spesimen tanpa Perlakuan

Gambar 14. Struktur mikro Baja AISI 4140


setelah tempering 400 0 C
e) Spesimen tempering 600 0C

Gambar 11. Struktur mikro Baja AISI 4140 tanpa


perlakuan
b) Spesimen Hardening

Gambar 15. Struktur mikro Baja AISI 4140


setelah tempering 600 0 C
Setelah mengalami perlakuan panas hardening
keadaan struktur mikro menjadi lebih halus, hal ini
mengakibatkan nilai kekerasan dari Baja AISI 4140
meningkat dan material menjadi getas. Setelah
mengalami proses perlakuan panas tempering
dengan temperatur 200 0 C ,400 0 C dan 600 0C
keadaan struktur mikro Baja AISI 4140 mengalami
Gambar 12. Struktur mikro Baja AISI 4140 perubahan, semakin tinggi temperatur tempering
setelah perlakuan panas Hardening yang diberikan, maka butiran-butiran struktur baja

45
terlihat semakin besar. Hal ini menandakan bahwa 2. Dimensi spesimen uji harus benar-benar sesuai
semakin tinggi temperatur tempering yang dengan standar pengujian dan sesuai dengan
digunakan maka nilai kekerasan semakin menurun, kemampuan alat uji.
kekuatan dan ketangguhan material jadi meningkat. 3. Adanya penelitian selanjutnya mengenai sifat
Semakin besar butiran-butiran struktur dari baja mekanik baja AISI 4140 setelah mengalami
tersebut maka nilai kekerasan semakin menurun, perlakuan panas tempering dengan mengacu
kekuatan dan ketangguhan material jadi meningkat. kepada standar perancangan sebuah komponen
mesin, sehingga temperatur tempering yang
V. PENUTUP akan digunakan bisa diketahui.
4. Untuk pembuatan komponen-komponen mesin
A. Kesimpulan yang menggunakan Baja AISI 4140, sebaiknya
Setelah dilakukan penelitian mengenai sifat untuk meningkatkan ketangguhannya diberi
mekanik pada Baja AISI 4140 setelah mengalami perlakuan panas temering terlebih dahulu.
perlakuan panas tempering dengan temperatur yang
berbeda maka penulis menyimpulkan bahwa:
a) Nilai kekerasan setelah perlakuan panas Referensi :
tempering 200 0C tidak berbeda jauh dengan
nilai kekerasan setelah perlakuan panas Ach. Muhib Zainuri. (2008). Kekuatan Bahan.
hardening. Perlakuan panas tempering 200 0C Yogyakarta: Penerbit Andi.
(temper rendah) tidak terlalu banyak merubah
keadaan dari strukutur maupun nilai kekerasan AISI (American Iron and Steel Institute).
dan kekuatan dari material tersebut. Anrinal. (2013). Metalurgi Fisik. Yogyakarta:
b) Berdasarkan nilai rata-rata tegangan yang Penerbit Andi.
didapat dari masing-masing kelompok spesimen
dapat diketahui bahwa setelah material ASTM Standart A370-02 (2002).
mengalami proses perlakuan panas hardening
maka kekerasan material meningkat tapi ASTM Standar E10-01 Volume 03 01 (2003).
kekuatan material menurun, setelah mengalami Avner. (1974). Introduction to Physical
perlakuan panas tempering dengan temperatur Metallurgy (second edition). New
200 0C, 400 0C, dan 600 0C maka kekuatan
York: Mc Graw-Hill International
material mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan spesimen yang Book Company.
dihardening. Bondan T. Sofyan. (2010). Pengantar Material
c) Berdasarkan nilai rata-rata harga impak yang Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.
didapat dari masing-masing kelompok spesimen
dapat diketahui bahwa setelah material Budinski, Kenneth. (1999). Engineering
mengalami proses perlakuan panas hardening Materials: Properties and Selection
maka ketangguhan material menurun, setelah (6th Edition). New York: Prentice
mengalami perlakuan panas tempering dengan Hall.
temperatur 200 0C, 400 0C, dan 600 0C maka
ketangguhan material mengalami peningkatan Calister, William D. Jr (2001). Fundamentals
kembali sesuai dengan peningkatan temperatur. of Materials Science and
d) Keadaan struktur mikro (micro strukture) Engineering. 5th edition.
Setelah mengalami perlakuan panas hardening
keadaan struktur mikro menjadi lebih halus, hal DIN (Denth Industrie Normen). 50103.
ini mengakibatkan nilai kekerasan dari Baja Groenendijk. G, dkk. (1984). Pengujian
AISI 4140 meningkat dan material menjadi Material. Belanda.
getas. Setelah mengalami proses perlakuan
panas tempering dengan temperatur 200 0 C ,400 Hari Amanto dan Daryanto. (1999). Ilmu
0
C dan 600 0C keadaan struktur mikro Baja Bahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
AISI 4140 mengalami perubahan, semakin
tinggi temperatur tempering yang diberikan, Harsono Wiryosumarto. (2008). Teknologi
maka butiran-butiran struktur baja terlihat Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya
semakin besar. Paramita.
Khurmi. R.S. and Gupta.J.K. (2005). A Text
B. Saran
Book Machine Design. S.I Unit. New
1. Sebelum melakukan penelitian tentang sifat Delhi: Eurashia Publishing House
mekanik suatu material, sesuaikan karakteristik (PVT.) LTD.
bahan dengan jenis perlakuan yang akan
diberikan.

46
Krauss, George. (1989). Steels: Heat
Treatment and Processing
Principles, ASM International.
United States Of America.
Smallman R.E. dan Bishop. R.J. (1999).
Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa
Material. Edisi Keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Tata Surdia dan Shinroku Saito.(1999).
Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Universitas Negeri Padang (2011). Buku
Panduan Penulisan Tugas Akhir/
Skripsi Universitas Negeri
Padang. Padang: Universitas Negeri
Padang.
Wahyudin K dan Wahjoe Hidayat. (1978).
Pengetahuan Logam 2. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
W.O. Alexander. (1991). Dasar Metalurgi
untuk Rekayasawan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

47

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai