Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH 

GREEN MARKETING TERHADAP BRAND IMAGE DAN PURCHASE


INTENTION PADA PERUSAHAAN KECANTIKAN DAN PERAWATAN TUBUH THE
BODY SHOP DI KOTA MALANG
 
 
 
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
DAFTAR ISI
 
DAFTAR ISI. 2
DAFTAR TABEL.. 4
 
BAB I PENDAHULUAN.. 5
1.1. Latar Belakang. 5
1.2. Rumusan Masalah. 10
1.3. Tujuan Penelitian. 10
1.4. Manfaat Penelitian. 11
 
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 12
2.1 Penelitian Terdahulu. 12
2.2 Landasan Teori 14
2.2.1 Green Marketing. 14
2.2.3 Teori-teori dari gambar Green Marketing. 16
2.2.3.1 Komponen Green Marketing. 16
2.2.3.2 Unsur-unsur Green Marketing. 17
2.2.3.3 Green Marketing Mix. 17
2.3. Pengertian Brand Image. 18
2.4 Purchase Intention. 20
2.4.1 Pengertian Purchase Intention. 20
2.4.2 Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian. 22
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Purchase Intention. 23
2.5 Hubungan antar Konsep. 23
2.5.1 Pengaruh Green Marketing terhadap Green Brand Image. 23
2.5.2 Pengaruh Green Marketing terhadap Purchase Intention. 24
2.5.3 Pengaruh Green Brand Image terhadap Purchase Intention. 25
2.5.4 Pengaruh Green Brand Image, Green marketing terhadap Purchase Intention. 25
2.6 Kerangka Pikir Penelitian. 26
2.7 Model Hipotesis. 28
 
BAB III METODE PENELITIAN.. 30
3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian. 30
3.1.1 Jenis Penelitian. 30
3.1.2 Lokasi Penelitian. 30
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian. 31
3.2.1 Populasi 31
3.2.2 Sampel 31
3.2.3 Metode Pengambilan Sampel 32
3.3 Metode Pengumpulan Data. 33
3.3.1 Sumber Data. 33
3.3.1.1 Data Primer 33
3.3.1.2 Data Sekunder 33
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data. 34
3.3.2.1 Kuesioner 34
3.3.2.2 Studi Litertur 35
3.4. Definisi Operasional Variabel 35
3.4.1 Variabel Dependen. 35
3.4.2 Variabel Independen. 41
3.5 Skala Instrumen. 42
3.6 Uji Instrumen Penelitian. 43
3.6.1 Uji Validitas. 44
3.6.2 Uji Reliabilitas. 44
3.7 Uji Asumsi Klasik. 45
3.7.1 Uji Normalitas. 45
3.7.2 Uji Multikolinieritas. 46
3.7.3 Uji Heteroskedasitas. 46
3.8 Alat Analisis Data. 47
3.8.1 Uji Regresi Linier Berganda. 47
3.8.2 Uji Koefisien Determinasi 47
3.8.3 Uji Ketepatan Model (Uji F) 48
3.8.4 Uji Hipotesis (Uji t) 48
 
DAFTAR PUSTAKA.. 50
 
 
DAFTAR TABEL
 
Tabel 1CONTOH.. 14
Tabel 2 CONTOH2. 39
 
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.                 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, isu mengenai kerusakan lingkungan semakin marak menyeruak.
Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang tercantum
di databoks.katadata.co.id, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 mencapai 265 juta
jiwa. Sehingga menghasilkan persoalan lanjutan yaitu produksi sampah dan pembuangannya.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memproduksi
sampah hingga 65 juta ton pada 2016, dan meningkat menjadi 67 ton pada 2017. Sementara
itu, data Pusat Oceanografi LIPI menunjukkan, sekitar 35,15% terumbu karang di Indonesia
dalam kondisi tidak baik dan hanya 6,39% dalam kondisi yang sangat baik Sumber
pencemaran laut yaitu limbah domestik mencapai 75%, limbah perkantoran dan daerah
komersial mencapai 15% dan limbah industry mencapai 10%. Sedangkan, penyebab
pencemaran laut yaitu limbah industri, pengecatan kapal, reklamasi, limbah rumah tangga,
kegiatan pelabuhan dan pelayaran. Hal ini mendorong para manajer pemasaran dituntut untuk
dapat mengetahui peluang dan ancaman, memahami, dan beradaptasi dengan kerusakan
lingkungan yang terjadi di Indonesia.
Kerusakan lingkungan yang setiap harinya semakin banyak ditemukan menjadi tantangan
utama bagi para manajer pemasaran untuk berpikir kreatif tentang bagaimana seorang
pemasar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan banyak orang demi mendapatkan standar
hidup yang lebih baik ditengah-tengah pembangunan yang sedang berkelanjutan (sustainable
development).  Maka pada akhir tahun 1980 sampai awal 1990 istilah Green marketing mulai
muncul. Green Marketing didefinisikan sebagai upaya perusahaan untuk merancang,
mempromosikan, memberi harga, dan mendistribusikan produk dengan cara yang
mempromosikan perlindungan lingkungan (Polonsky, 2011, p. 1311). Green
Marketing adalah bagian dari gerakan kunci dalam keberlanjutan bisnis modern meskipun
perhatian utama mereka selalu pendapatan dan keuntungan (Akenji, 2014; Maniatis, 2015;
Yang et al., 2015). Berdasarkan American Marketing Association (AMA), terdapat tiga
definisi green marketing, yang pertama, retailing definition: Pemasaran produk yang
dianggap aman dan ramah terhadap lingkungan. Kedua, social marketing
definition: Pengembangan dan pemasaran produk yang dirancang untuk meminimalkan efek
negatif pada lingkungan fisik atau untuk meningkatkan kualitasnya. Ketiga, environments
definition: Upaya yang dilakukan organisasi untuk memproduksi, mempromosikan,
mengemas, dan mendapatkan kembali produk dengan cara yang sensitif atau responsif
terhadap masalah ekologis (www.ama.org). Maka dari itu, green marketing menggabungkan
beberapa kegiatan perusahaan termasuk mengembangkan produk, melakukan perubahan pada
proses produksi, melakukan perubahan dalam pengemasan, serta memodifikasi dan membuat
iklan yang baru. Menurut Oktaviani, 2011 mulai diperhatikannya masalah-masalah
lingkungan ditandai dengan maraknya para pebisnis dalam menerapkan ISO-14000 (standard
internasional).
Haryadi (2009) menyatakan bahwa ISO-14000 ini merupakan sistem manajemen lingkungan
yang dapat memberi jaminan (bukti) kepada produsen dan konsumen bahwa dengan
menerapkan sistem tersebut produk yang dihasilkan/dikonsumsi baik limbah, produk bekas
pakai, ataupun layanannya sudah melalui suatu proses yang memperhatikan kaidah-kaidah
atau upaya-upaya pengelolaan lingkungan. Perusahaan yang memproduksi produknya dengan
isu environmentally friendly memiliki citra yang lebih baik karena perusahaan dianggap
peduli pada kelestarian lingkungan hidup (Haryadi, 2009).
Green marketing merujuk pada kepuasan kebutuhan, keinginan, dan hasrat pelanggan dalam
hubungan dengan pemeliharaan dan pelestarian dari lingkungan hidup. Eco-label, Eco-brand,
dan environmental advertisement adalah bagian dari alat green marketing yang dapat
membuat persepsi lebih mudah dan meningkatkan kesadaran akan fitur dan aspek produk
yang eco-friendly (Delafrooz, et all, 2014). Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, maka
hal ini dapat mengubah perilaku dan pandangan para konsumen untuk mulai membeli produk
yang ramah lingkungan, serta sekaligus dapat mengurangi dampak dari proses produksi
terhadap lingkungan. Menurut (Salmon dan Stewart) dalam (Irandust and Bamdad,
2014), green marketing merupakan strategi pemasaran yang mendukung lingkungan dengan
menciptakan keuntungan terhadap lingkungan, hal ini didasarkan oleh apa yang konsumen
harapkan. Dengan green marketing maka suatu produk dapat menciptakan brand image yang
melekat pada ingatan konsumennya. Menurut Zhang Y (2015), brand image adalah
pendorong utama ekuitas merek, yang mengacu pada persepsi dan perasaan umum konsumen
tentang suatu merek tertentu dan memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Beberapa
penelitian mengenai green marketing membuat hal ini dapat membantu peneliti untuk
mengetahui faktor-faktor penentu apa saja yang mempengaruhi keputusan pembelian untuk
mengkonsumsi green product.
Salah satu perusahaan Indonesia yang memiliki brand image dan juga salah satu pencetus
dari green marketing adalah The Body Shop. The Body Shop merupakan suatu perusahaan
yang bergerak dalam bidang bisnis perawatan tubuh dan kecantikan. The Body Shop
didirikan oleh Anita Roddick pada tanggal 26 Maret 1976. Setiap tahunnya, The Body Shop
telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bahkan berkembang 50 persen per
tahunnya. Produk-produknya berupa produk kosmetik atau dapat berupa make up.
Perusahaan ini terkenal oleh seluruh produk-produknya yang menggunakan bahan baku yang
alami atau herbal dan tidak mengujicobakan pada hewan. Dalam website resminya, The Body
Shop secara terbuka menuliskan bahwa perusahaan mereka adalah berbeda. Inti dari bisnis
mereka adalah setiap hal yang mereka lakukan mereka berkomitmen untuk membantu
melindungi bumi ini, membela hak asasi manusia, meningkatkan kepercayaan diri,
mendukung Community Fair Trade, dan memastikan semua produk kami bebas dari
penyiksaan terhadap binatang. The Body Shop juga menekankan bahwa itu bukan sekadar
bagian dari pekerjaan mereka, tetapi juga bagian dari darah daging mereka. Maka dari itu,
ramah lingkungan menjadi prinsip dasar yang dimiliki The Body Shop dan terlahir dari ide-
ide untuk menggunakan kembali, mengisi ulang dan mendaur ulang apa yang mereka bisa
pakai kembali, The Body Shop juga memunculkan pendekatan yang disebut “triple bottom
lines” yaitu suatu pendekatan yang mengarahkan bisnis untuk mengukur keberhasilan dari
tiga pilar pendukungnya berdasarkan profit, people dan planet.
Perusahaan tidak hanya mementingkan profit saja tetapi juga mementingkan aspek sosial
(people) dan aspek lingkungan (planet). The Body Shop telah menekankan dukungannya
terhadap berbagai macam isu-isu yang sedang beredar di seluruh dunia. Ada banyak pula
penghargaan yang dicapai The Body Shop, termasuk salah satunya penghargaan terhadap
aksi The Body Shop yang vokal melawan uji coba terhadap hewan di Inggris.
Dimensi aktivisme sosial perusahaan The Body  Shop mulai muncul pada tahun 1986 ketika
The Body Shop mengajukan aliansi dengan Greenpeace di Britania Raya untuk
menyelamatkan hiu. Roddick kemudian meluncurkan beberapa promosi lain yang dikaitkan
dengan isu sosial, yang dengan segera mendapat perhatian public. Sampai saat ini, The Body
Shop telah memiliki beberapa slogan. Slogan-slogan mereka antara lain adalah: Against
Animal Testing (Lawan Uji Coba terhadap Hewan), Support Community Trade, Activate Self
Esteem, Defend Human Rights (Tegakkan HAM), dan Protect Our Planet (Proteksikan Planet
Kita). Salah satu misi The Body Shop yang sedang dijalankan yaitu mereka telah membangun
beberapa bio-bridges di seluruh dunia untuk membantu melindungi satwa liar dan habitat
alaminya. ‘Bio-Bridges’ adalah koridor kehidupan margasatwa yang diperbaiki, terutama
pada area yang mengalami kerusakan. Hal ini dilakukan demi membantu mempertemukan
satwa yang terancam punah, sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembangbiak.
Misi Bio-Bridges bertujuan untuk menjaga kekayaan biodiversitas di seluruh dunia dengan
cara melindungi dan meregenerasi habitat alami seluas lebih dari 75 juta meter kuadrat dan
membangun 10 bio-bridges pada tahun 2020. (www.thebodyshop.co.id). Berdasarkan uraian
di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Green Marketing terhadap Brand
Image dan Purchase Intention Perusahaan Kecantikan dan Perawatan Tubuh The Body Shop
di Kota Malang”.
SEMINAR PROPOSAL PEMASARAN
1.2.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Bagaimana pengaruh variabel Green Marketing terhadap Brand Image pada produk The
Body Shop di kota Malang?
Bagaimana pengaruh variabel Green Marketing terhadap Purchase Intention pada produk The
Body Shop di kota Malang?
Bagaimana pengaruh variabel Brand Image terhadap Purchase Intention pada produk The
Body Shop di kota Malang?
Bagaimana pengaruh variabel Green Marketing terhadap Purchase Intetnion dan Brand
Image pada produk The Body Shop di kota Malang?
 
1.3.                 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui seberapa besar variabel Green Marketing memiliki pengaruh
terhadap Brand Image pada produk The Body Shop di Kota Malang
Untuk mengetahui seberapa besar variabel Green Marketing memiliki pengaruh
terhadap Purchase Intention pada produk The Body Shop di Kota Malang
Untuk mengetahui seberapa besar variabel Brand Image memiliki pengaruh
terhadap Purchase Intention pada produk The Body Shop di Kota Malang
Untuk mengetahui seberapa besar variabel Green Marketing memiliki pengaruh
terhadap Purchase Intention dan Brand Image pada produk The Body Shop di Kota Malang.
 
1.4.                 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Manfaat Teoritis
Bagi peneliti, hasil penelitian ini akan menambah kekayaan informasi akan perluasan dan
penerapan suatu model green concept dan memberikan informasi, masukan atau sumbangan
pemikiran kepada pihak lain yang berkepentingan, terutama mengenai ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan green marketing.
Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi perusahaan untuk menerapkan model
bisnis berkelanjutan dengan menampilkan kepedulian terhadap lingkungan dan kegiatan
sosial, dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi yang relevan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi
terapan bagi perusahan alat kosmetik dan pada umumnya, dan The Body Shop pada
khususnya.
 
 
 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1       Penelitian Terdahulu
Di bagian ini peneliti bertujuan buntuk menelaah lebih dalam secara singkat dan jelas
mengenai beberapa hasil penelitian terdahulu yang ditujukan untuk memberikan gambaran
guna memperjelas kerangka dan kajian didalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dapat
digunakan sebagai pedoman, acuan maupun perbandingan bagi peneliti untuk memperoleh
arah kerangka pikir yang jelas. Dibawah pada tabel 2.1 dijelaskan penelitian terdahulu yang
dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti.
 
N Nama Judul Variabel Hasil Penelitian
o Peneliti & Penelitian Penelitian &
Tahun Alat Analisis

1 1.      Impacts of Variabel Dari penelitian ini


. Norazah Corporate dependen: memberikan
Mohd Social kontribusi
Green
Suki, Responsibility pada literature  dala
marketing
on the Links m memeriksa
2.      awareness and
Between Green efek corporate social
Norbayah consumer
Marketing Awa responsibility terhad
Mohd purchase
reness and ap green marketing
Suki, intention
Consumer awareness dan consu
3.      Nur Purchase Intent mer purchase
Shahirah ion intention. Hasil dari
Variabel penelitian ini
Azman
independen: Co menemukan bahwa
(2016)
rporate social tanggung jawab
responsibility sosial perusahaan
memediasi
sebagian green
Alat marketing
analisis:Partial awareness akan niat
least beli konsumen dari
squares, analisis produk eceran.
reliabilitas dan Selain itu, konsumen
validitas mengembangkan
pemasaran ramah
lingkungan yang
positif yang
didasarkan pada
pengetahuan
lingkungan yang
berkembang.

2 Luh Made Pengaruh Gree Variabel Hasil dari penelitian


. Pradnyani n dependen: ini adalah semakin
Rahayu, Marketing terh positif kesadaran
Keputusan
adap masyarakat terhadap
Yusri pembelian
Keputusan lingkungan maka
Abdillah, konsumen
Pembelian keputusan
M. Kholid Konsumen pembelian terhadap
Mawardi (Survei Pada produk tersebut akan
Konsumen The Variabel semakin positif.
(2017)
Body Shop di independen: Selain itu tidak ada
Indonesia dan Green perbedaan yang
di Malaysia) Marketing signifikan antara
pengaruh
strategi green
Alat analisis: marketing terhadap
keputusan
deskriptif pembelian
dengan metode konsumen di
analisis regresi Indonesia dan di
linier Malaysia.
berganda dan
uji beda.

3 Abdullah The Awareness Variabel Berdasarkan


. Osman, And dependen: penelitian ini, dapat
Yusuf Hj Implementation disimpulkan bahwa
Marketing mix
Othman, of Green di sini ada korelasi
Shahrul Concepts In antara kesadaran
Nizam manajer tentang
Marketing Variabel
Salahudin, konsep ramah
Mix: A Case of independen:
Muhamma lingkungan dengan
Malaysia
d Safizal The awareness penerapan
and pemasaran ramah
Abdullah
implementation lingkungan di
(2015)
of green kalangan pribadi
concepts perusahaan produk
perawatan di
Semenanjung
Alat analisis: Malaysia.

SPSS,
kuesioner dan
wawancara

Tabel 1CONTOH
2.2       Landasan Teori
2.2.1    Green Marketing
Menurut Salmon Dan Stewart (Irandust and Bamdad, 2014) Green Marketing adalah strategi
pemasaran yang mendukung lingkungan dengan menciptakan keuntungan terhadap
lingkungan, hal ini didasarkan oleh apa yang konsumen harapkan. Green Marketing atau bisa
juga disebut dengan enviromental marketing didefinisikan sebagai konsistensi dari semua
aktivitas yang mendesain pelayanan dan fasilitas bagi kepuasan kebutuhan dan keinginan
manusia dengan tidak menimbulkan dampak pada lingkungan alam. (Polinsky, 1994).
Menurut Charter dalam Choudhary A. & Gokarn S. (2013), green marketing didefinisikan
sebagai proses manajemen strategis holistik dan bertanggung jawab yang mengidentifikasi,
mengantisipasi, dan memenuhi kebutuhan stakeholder yang tidak mempengaruhi
kesejahteraan manusia atau lingkungan.
2.2.2    Tujuan Green Marketing
Tujuan dari Green Marketing tidak hanya melihat profit sebagai satu-satunya tujuan
perusahaan, tetapi adanya tambahan kepedulian terhadap lingkungan hidup. John Grant
“2007” Dalam Bukunya The Green Marketing Manifesto membagi tujuan green marketing ke
dalam tiga tahap yaitu:
Green bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau perusahaan adalah peduli
lingkungan hidup. Tahapan ini merupakan tahapan awal bagi perusahaan yang menerapkan
konsep green marketing.
Greener, selain untuk komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan, tetapi juga untuk
mencapai tujuan yang berpengaruh kepada lingkungan hidup. Perusahaan mencoba merubah
gaya konsumen mengkonsumsi/memakai produk. Misalnya penghemat kertas, menggunakan
kertas bekas maupun kertas recycle, menghemat air, listrik, penggunaan AC dan lain-lain.
Greenest, perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli
lingkungan hidup. Budaya konsumen yang diharapkan adalah kepedulian terhadap
lingkungan dalam semua aktivitas tanpa terpengaruh oleh produk perusahaan yang
ditawarkan.
Konsep green marketing merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan pemasar dalam
melaksanakan aktivitas pemasaran dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas secara
efisien dan efektif, melalui konsep green marketing akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
Menghasilkan produk yang ramah lingkungan.
Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan produk yang mereka upayakan untuk
memenuhi keinginan masyarakat yang peduli akan lingkungan.
Inovasi kecintaan terhadap lingkungan akan membuat perusahaan menjadi lebih inovatif,
baik inovatif dalam input, process, output, bahkan strategi marketing/pemasaran.
2.2.3    Teori-teori dari gambar Green Marketing
2.2.3.1 Komponen Green Marketing
Komponen-komponen yang terdapat dalam Green marketing adalah sebagai berikut (Wu and
Chen, 2014):
Green customers, merupakan orang-orang yang melakukan pembelian dan mengkonsumsi
produk-produk yang aman bagi tubuh dan lingkungannya, untuk tetap menjaga
lingkungannya.
Green production process, merupakan suatu cara memproduksi dengan teknologi yang
membatasi polusi atau memiliki manfaat terhadap lingkungan.
Green financial affairs, merupakan jenis-jenis pendekatan akuntansi yang mencoba untuk
mempertimbangkan nilai-nilai keuangan dan moneter untuk investasi ekologi dan kerusakan
hutan.
Reasons of being green, merupakan sebuah alasan seseorang atau perusahaan untuk
mengubah perilakunya untuk peduli terhadap lingkungan.
 
2.2.3.2 Unsur-unsur Green Marketing
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rajeshkumar (2012) yang menyatakan bahwagreen
marketing mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
Product 
Dijelaskan nat
Price 
Place 
Promotion
2.2.3.3 Green Marketing Mix
Green marketing sebagai strategi baru dalam perusahaan mengimplementasikan empat
elemen dari bauran pemasaran (marketing mix). Hal ini sesuai pendapat dari Rivera (2007)
bahwa dalam mengadopsi dan mengimplementasikan strategi green marketing, perusahaan
harus mengintegrasikan isu ekologis ke dalam marketing mix perusahaan. McCharty dalam
Kotler & Keller (2012) mengklasifikasikan bauran pemasaran dalam 4P
yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Dimana yang
menjadi perbedaan dengan green marketing mix dengan bauran pemasaran konvensional
terletak pada pendekatan lingkungan.
Perbedaan produk hasil green marketing bukan hanya terletak pada bahan baku yang
digunakan. Green marketing dinilai dari produksi sampai dengan cara perusahaan
menyediakan produk tanpa merusak lingkungan (Agustin, 2015). Hal inilah yang menjadi
harapan untuk meningkatkan minat beli konsumen terhadap produknya.
Menurut Anderson dan Deskins (2013), output dari green strategy adalah munculnya green
product. Cara – cara alternatif untuk membuat green product di antaranya adalah:
Menciptakan produk dengan karakter dan komposisi yang memiliki dampak kepada
lingkungan yang lebih kecil.
Meningkatkan penggunaan bahan mentah yang lebih efisien atau
yang renewable (terbarukan). Kertas misalnya tidak lagi hanya bisa dibuat dari bubur kertas
yang berasal dari batang kayu. Bambu dan beberapa tanaman alternatif lain yang memiliki
serat yang lebih panjang dan halus dapat menekan penggundulan hutan.
Mengefisienkan penggunaan kemasan dan penggunaan bahan kemasan yang bio degradable
atau minimal bisa digunakan berulang-ulang (re-use).
Mengefisienkan pemakaian energi dalam proses produksi.
Meningkatkan ketahanlamaan (durability).
Di lain pihak, umumnya masyarakat tidak dapat membedakan antara produk yang ramah
lingkungan dengan produk lain karena perbedaanya yang idak terlihat jelas. Hanya dengan
menyertakan logo atau pernyataan bahwa produk tersebut renewable dan recycleable saja
tidak akan meningkatkan kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu sebagai seorang
marketer dituntut untuk dapat menganalisis, mengaudit pasar dengan jeli agar dapat menarik
konsumen.
 
2.3.      Pengertian Brand Image
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) “Citra merek adalah sekumpulan asosiasi mengenai
suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen”. Ada beberapa faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Citra Merek Schiffman dan Kanuk (2007) menyebutkan faktor-
faktor pembentuk citra merek yaitu:
Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen
dengan merek tertentu.
Dipercaya atau diandalkan. berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh
masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
Kegunaan atau manfaat yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa
dimanfaatkan oleh konsumen.
Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah
uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat
mempengaruhi citra jangka panjang.
Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan
informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu
Menurur Keller (2000) citra merek adalah persepsi konsumen terhadap citra merek produk
yang akan dikonsumsi atau dipakai. Menurut Keller (2000), pengukuran citra merek dapat
dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek, yaitu:
Merek mudah diingat: Artinya elemen merek yang dipilih hendaknya yang mudah diingat dan
disebut atau diucapkan. Simbol, logo, nama yang digunakan hendaknya menarik, unik
sehingga menarik perhatian masyarakat untuk diingat dan dikonsumsi.
Merek mudah dikenal: Selain dengan logo, sebuah merek dikenal melalui pesan dan cara
dimana produk dikemas dan disajikan kepada para konsumen yang disebut trade dress.
Melalui komunikasi yang intensif, suatu bentuk produk khusus dapat menarik perhatian dan
mudah dikenali oleh konsumen. Sehingga trade dress sering sama seperti merek dagang, yaitu
deferensiasi produk dan jasa di pasar yang dapat dimintakan perlindungan hukum, dan
Reputasi merek baik: Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri
perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui atau kira tentang
perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang sama belum tentu memiliki citra yang sama
pula dihadapan orang. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam
mengambil
Menurut Keller (2000) citra merek terdiri dari dua faktor utama yaitu:
Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek yaitu: desain, kemasan, logo, nama
merek, fungsi, dan kegunaan produk dari merek itu, dan
Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan kepribadian yang dianggap
oleh konsumen dapat menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat
kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu. Sehingga
citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik merek tertentu.
 
2.4       Purchase Intention
2.4.1    Pengertian Purchase Intention
Menurut Kotler (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari konsumen untuk mau
membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen
dalam melakukan pembelian suatu produk atau jasa, biasanya konsumen selalu
mempertimbangkan kualitas, harga dan produk sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat.
Sebelum konsumen memutuskan untuk membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap
terlebih dahulu yaitu, (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi. (3) evaluasi alternatif,
(4) keputusan membeli atau tidak, (5) perilaku pascapembelian. Pengertian lain tentang
Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2000: 437) adalah “the selection of an
option from two or alternative choice”. Dapat diartikan, keputusan pembelian adalah suatu
keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.
Model AIDA merupakan unsur dari purchase intention seperti yang dijelaskan oleh Kotler
dan Keller (2012), model AIDA terdiri dari :
Attention (Perhatian)
Keterkaitan konsumen dan produk, dalam hal ini dimana perusahaan dapat menaruh perhatian
konsumen dengan melakukan pendekatan agar konsumen menyadari keberadaan produk dan
kualitasnya.
Interest (Minat)
Kepekaan konsumen terhadap produk, dalam tahap ini konsumen ditumbuhkan dan
diciptakan rasa ketertarikan terhadap produk tersebut. Perusahaan berusaha agar produknya
mempunyai daya tarik dalam diri konsumen, sehingga konsumen memiliki rasa ingin tahu
yang dapat menimbulkan minatnya terhadap suatu produk.
Desire (Keinginan)
Keinginan konsumen untuk mencoba dan memiliki produk tersebut, rasa ingin konsumen
terhadap produk tersebut diarahkan kepada minat untuk membeli.
Action (Tindakan)
Tindakan konsumen untuk mengambil keputusan melakukan pembelian.
Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang
dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk. Oleh karena itu,
pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan suatu proses pemilihan salah satu
dari beberapa alternatif penyelesaian masalah dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu
konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang
akan diambil selanjutnya.
2.4.2    Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian
Menurut Swastha dan Handoko (2011) berpendapat bahwa lima peran individu dalam sebuah
keputusan membeli, yaitu:
Pengambilan inisiatif (initiator): individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang
tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang
untuk melakukan sendiri.
Orang yang mempengaruhi (influencer): individu yang mempengaruhi keputusan untuk
membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Pembuat keputusan (decider): individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak,
apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.
Pembeli (buyer): individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
Pemakai (user): individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.
Sebuah perusahaan perlu mengenai peranan tersebut karena semua peranan mengandung
implikasi guna merancang produk, menentukan pesan dan mengalokasikan biaya anggaran
promosi serta membuat program pemasaran yang sesuai dengan pembeli.
2.4.3    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Purchase Intention
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan emosi, bila
seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan
memperkuat minat membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat (Swastha dan Irawan
2012). Tidak ada pembelian yang terjadi jika konsumen tidak pernah menyadari kebutuhan
dan keinginannya. Pengenalan masalah (problem recognition) terjadi ketika konsumen
meilhat adanya perbedaan yang signifikan antara apa yang dia miliki dengan apa yang dia
butuhkan. Berdasarkan pengenalannya akan masalah selanjutnya konsumen mencari atau
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang produk yang dia inginkan. Terdapat dua
sumber informasi yang digunakan ketika menilai suatu kebutuhan fisik, yaitu persepsi
individual dari tampilan fisik dan sumber informasi luar seperti persepsi konsumen lain.
Selanjutnya informasi-informasi yang telah diperoleh digabungkan dengan informasi yang
telah dimiliki sebelumnya. Semua input berupa informasi tersebut membawa konsumen pada
tahap dimana dia mengevaluasi setiap pilihan dan mendapatkan keputusan terbaik yang
memuaskan dari perspektif dia sendiri. Tahapan terakhir ada tahap dimana konsumen
memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk.
 
2.5       Hubungan antar Konsep
2.5.1    Pengaruh Green Marketing terhadap Brand Image
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Romadon. et al (2014), dapat disimpulkan bahwa
suatu Brand Image (citra merek) akan tercipta dengan adanya green marketing yang
dilakukan oleh perusahaan baik yang berasal dari green product maupun dari green pricing.
Perusahaan yang menerapkan strategi pemasaran hijau diharapkan mampu menciptakan citra
merek yang positif sehingga perusahaan mendapat dukungan dari konsumen untuk produk
ramah lingkungan (Dahlstrom, 2011).
Dengan adanya green marketing yang berupa green product dan green pricing tersebut
perusahaan juga akan memperoleh keuntungan ganda yakni kepercayaan konsumen akan
produk akan meningkat, perusahaan akan dinilai sebagai perusahaan yang peduli terhadap
lingkungan sehingga tercipta suatu citra merek (Green Brand Image) yang baik sehingga
dapat mempengaruhi minat beli.
2.5.2    Pengaruh Green Marketing terhadap Purchase Intention
Penelitian yang dilakukan Agustin. et al (2015) mengungkapkan bahwa green
marketing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli. Hal tersebut berarti
kinerja green marketing pada Tupperware yang menunjuk PT Adicitra Prima Kencana
sebagai distributor resmi, telah mampu membantu terkenal dan terbukti memiliki produk
yang tahan lama, dijadikan pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian.
Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Suwantari (2012)
yang memaparkan bahwa konsep pemasaran hijau secara simultan dan parsial dapat
memberikan pengaruh pada variabel minat beli. Namun hal tersebut berbeda dengan
penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Manongko (2011) yang memaparkan
bahwa green marketing tidak berpengaruh secara langsung dan signifikan pada minat beli.
Minat beli bukan hanya sekadar untuk mengetahui berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
pelanggan saja, namun berdasarkan peranan dalam pemberian keputusan untuk membeli.
Pemasaran hijau yang dikatakan sukses dapat mempengaruhi minat beli konsumen pada
produk perusahaan.
2.5.3    Pengaruh Brand Image terhadap Purchase Intention
Penelitian yang dilakukan oleh Istiantia (2016) menemukan adanya hubungan citra merek
berpengaruh signifikan terhadap minat beli. Hasil ini sejalan dengan penelitian Romadon
(2014) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari variabel Green Brand
Image terhadap variabel struktur minat beli. Artinya bahwa, semakin tinggi citra merek yang
yang mampu dihasilkan oleh perusahaan terhadap produk yang ramah lingkungan, maka
semakin besar pula minat beli yang akan dilakukan oleh konsumen. Romadon (2014) juga
menyatakan bahwa struktur minat beli suatu produk dapat dipengaruhi dengan
terbentuknya Green Brand Image (citra merek) yang baik. Berdasarkan pendapat tersebut,
perusahaan harus mampu membangun citra merek yang baik kepada konsumen agar mampu
meningkatkan nilai jual serta menciptakan minat beli yang lebih besar sehinga selain
keuntungan yang akan didapatkan perusahaan lebih besar, hubungan antara konsumen dan
produsen akan terjalin dengan baik.
2.5.4    Pengaruh Brand Image, Green marketing terhadap Purchase Intention
Hasil penelitian Almuarief (2016) menunjukkan bahwa green marketing memiliki prospek
yang baik untuk dikembangkan sebagai pilihan strategi pemasaran yang bertanggung jawab
sosial. Perusahaan yang menerapkan strategi green marketing tentu memliki beberapa poin
nilai lebih. Keunggulan strategi green marketing akan membuat seseorang mudah percaya
dengan suatu produk yang dapat membentuk suatu minat beli dan nantinya diharapkan akan
berdampak pada keputusan pembelian oleh konsumen. Perusahaan dengan konsep green
marketing lebih banyak disukai oleh konsumen, khususnya konsumen yang mulai beralih
melakukan pembelian produk ramah lingkungan. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa
citra merek mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap minat beli. Artinya citra
merek mampu memberikan kontribusi pada pembentukan keputusan pembelian produk
AMDK Aqua di Manado. Hasil ini sesuai dengan temuan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian
(Alfian, 2012).
 
2.6       Kerangka Pikir Penelitian
Menurut Uma Sekaran dalam bukunya Business Research, 1992 dalam (Sugiyono, 2010)
mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar
variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian
harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2010:60)
Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian
tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah
variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan
deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran
variabel yang diteliti (Sapto Haryoko, 1999, dalam Sugiyono, 2010).
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Sumber: Penulis (2019)
2.7       Model Hipotesis
Sugiyono (2009) mendefinisikan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori, anggapan,pengalaman,
atau logika, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi, secara singkat hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban
teoritis terhadap rumusan masalah penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini sebagaimana
ditunjukkan oleh gambar 2.2 berikut, yaitu:

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 2.2 Model Hipotesis
Sumber: Penulis (2019)
 
Keterangan Gambar:
: Pengaruh Signifikan
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dari landasan teori yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Green Marketing (X) memiliki pengaruh yang positif terhadap brand image (Y1) pada
perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh The Body Shop di Kota Malang.
H2 : Green Marketing (X) memiliki pengaruh yang positif terhadap purchase intention (Y2)
pada perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh The Body Shop di Kota Malang.
H3 : Brand Image (Y1) memiliki pengaruh yang positif terhadap purchase intention (Y2)
pada perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh The Body Shop di Kota Malang.
H4 : Green Marketing (X) memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Image
(Y1) dan Purchase Intention (Y2)
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
METODE PENELITIAN
 
3.1       Jenis dan Lokasi Penelitian
3.1.1    Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanatori dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif dan metode survey. Menurut Sugiyono (2010), metode explanatory
research merupakan metode penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-
variabel yang diteliti serta pengaruh antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian ini merupakan
penelitian yang digunakan untuk
menguji hipotesis tentang adanya hubungan variabel-variabel (hubungan sebab akibat). Pada
penelitian ini penulis berusaha menjelaskan hubungan antar variabel green
marketing (X), Brand image (Y1), dan Purchase intention (Y2).
3.1.2    Lokasi Penelitian
Menurut Nasution (2003), lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi sosial penelitian
yang menunjukkan ciri dengan adanya unsur yaitu pelaku, tempat, dan kegiatan yang dapat di
observasi Penetapan lokasi penelitian ini merupakan tahap yang sangat penting, karena
dengan ditetapkanya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga
mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Maka dari itu,  lokasi dari penelitian ini
adalah di Kota Malang.
 
3.2       Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1    Populasi
Populasi merupakan seluruh data yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti dalam ruang
lingkup & waktu yang telah ditentukan. Populasi berkaitan dengan data-data. Jika setiap
manusia memberikan suatu data, maka ukuran atau banyaknya populasi akan sama dengan
banyaknya manusia. (Margono, 2004). Sugiyono (2010) juga menjelaskan bahwa populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah mayarakat di Kota Malang yang
mengetahui perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh The Body Shop di Kota Malang.
3.2.2    Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi.Sampel terdiri atas bagian yang dipilih dari populasi
yang dianggap mewakili data dalam populasi tersebut (sekaran, 2006). Roscoe dalam
Sugiyono (2010) menyarankan tentang ukuran sampel untuk penelitian sebagai berikut:
Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi
ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang
diteliti. Apabila variabel penelitianya ada 5 (independen+dependen), maka jumlah anggota
sampel 10×5 = 50.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masingmasing antara 10 sampai dengan 20.
Jadi, jumlah responden pada penelitian ini minimal adalah jumlah item x 3 yaitu 17 x 3 = 51,
berdasarkan kemampuan peneliti dalam mendapatkan sampel di penelitian ini, maka peneliti
mengambil jumlah sampel yang di rencanakan sebanyak 100 sampel.
3.2.3    Metode Pengambilan Sampel
Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila peneliti melakukan penelitian terhadap populasi yang
besar, sementara peneliti ingin meneliti tentang populasi tersebut dan peneliti memeiliki
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan teknik pengambilan
sampel, sehingga generalisasi kepada populasi yang diteliti. Maknanya sampel yang diambil
dapat mewakili atau representatif bagi populasi tersebut. Pengambilan sampel pada penelitian
ini akan menggunakan pendekatan non-probability sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel Sugiyono (dalam Sari 2014) .Penarikan
sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik purposive sampling. Purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu Anwar Sanusi (2011). Peneliti menggunakan
teknik purposive sampling. Pada teknik ini, peneliti menentukan sendiri sampel yang akan
diambil karena ada pertimbangan tertentu. Jadi, sampel diambil tidak secara acak tetapi
ditentukan sendiri oleh peneliti dalam usaha mendapatkan responden yang benar-benar tepat
untuk menjawab setiap pernyataan pada kuesioner.
 
3.3       Metode Pengumpulan Data
3.3.1    Sumber Data
3.3.1.1 Data Primer
Menurut Uma Sekaran (2011), data primer adalah data yang mengacu pada informasi
yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk
tujuan spesifik studi. Sumber data primer adalah responden individu, kelompok fokus,
internet juga dapat menjadi sumber data primer jika koesioner disebarkan melalui internet.
Pengertian data primer menurut Umi Narimawati (2008;98) dalam bukunya “Metodologi
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan Aplikasi” bahwa: data primer ialah data yang
berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi
ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau dalam istilah
teknisnya responden, yaitu orang yang kita jadikan objek penelitian atau orang yang
kita jadikan sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data.
3.3.1.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber
yang telah ada. Sumber data sekunder adalah catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi
pemerintah, analisis industri oleh media, situs Web, internet dan seterusnya (Uma Sekaran,
2011).
Data  sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data (Sugiono : 2008 : 402). Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya mendukung
keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan bacaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengawasan kredit pada suatu bank.
3.3.2    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan survei. Pada
penelitian ini, insrumen yang digunakan untuk survei adalah kuisioner. Angket (kuisioner)
merupakan teknik survei suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan
daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden dengan harapan memberikan respons atas
daftar pertanyaan tersebut. Pengumpulan data akan didapat dari pengunjung The Body Shop
di Kota Malang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh responden dari
penelitian ini.
3.3.2.1 Kuesioner
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Menurut
Sutoyo Anwar (2009), kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang
data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden yang dianggap fakta atau
kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini pertanyaan
yang diajukan mengenai pengaruh green marketing terhadap brand image dan purchase
intention pada perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh The Body Shop di Kota Malang.
3.3.2.2 Studi Litertur
Menurut Danial dan Warsiah Studi Literatur adalah merupakan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku buku, majalah yang berkaitan dengan
masalah dan tujuan penelitian. Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti sebagai
bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Pengertian Lain tentang Studi literatur
adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs di
internet. Output dari studi literatur ini adalah terkoleksinya referensi yang relefan dengan
perumusan masalah.
Secara Umum Studi Literatur adalah cara untuk menyelesaikan persoalan dengan menelusuri
sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain, istilah Studi
Literatur ini juga sangat familier dengan sebutan studi pustaka. Dalam sebuah penelitian yang
hendak dijalankan, tentu saja seorang peneliti harus memiliki wawasan yang luas terkait
objek yang akan diteliti.
3.4.      Definisi Operasional Variabel
3.4.1    Variabel Dependen
Brand Image (Y1)
Variabel dependen pertama dalam penelitian ini adalah brand image. Menurut Tjiptono
(2011:112), brand image atau brand description yakni deskripi tentang asosiasi dan keyakinan
konsumen terhadap merek tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif dan kualitatif telah
dikembangkan untuk membantuk mengungkap presepsi dan asosiasi konsumen terhadap
sebuah merek tertentu, diantaranya multidimensional scaling, projection techniques, dan
sebagainya. Boush dan Jones (dalam Kahle & Kim, 2006: 6-8) mengemukakan bahwa citra
merek (brand image) memiliki beberapa fungsi, di antaranya:
Pintu masuk pasar (Market Entry)
Berkaitan dengan fungsi market entry, citra merek berperan penting dalam hal pioneering
advantage, brand extension, dan brand alliance. Produk pionir dalam sebuah kategori yang
memiliki citra merek kuat akan mendapatkan keuntungan karena biasanya produk follower
kalah pamor dengan produk pionir, misalnya Aqua. Bagi follower tentunya akan
membutuhkan biaya tinggi untuk menggeser produk pionir yang memiliki citra merek kuat
tersebut. Di sinilah keuntungan produk pionir (first-mover/pioneering adavantages) yang
memilki citra merek kuat dibandingkan produk pionir yang memiliki citra lemah atau produk
komoditi tanpa merek.
Sumber nilai tambah produk (Source of Added Product Value)
Fungsi berikutnya dari citra merek adalah sebagai sumber nilai tambah produk (source of
added product value). Para pemasar mengakui bahwa citra merek tidak hanya merangkum
pengalaman konsumen dengan produk dari merek tersebut, tapi benar-benar dapat mengubah
pengalaman itu. Sebagai contoh, konsumen terbukti merasa bahwa makanan atau minuman
dari merek favorit mereka memiliki rasa yang lebih baik dari kompetitor jika diuji secara
unblinded dibandingkan jika diuji secara blinded taste tests (Allison & Uhl, 1964). Dengan
demikian citra merek memiliki peran yang jauh lebih kuat dalam menambah nilai produk
dengan mengubah pengalaman produk (Aaker & Stayman, 1992; Puto & Wells, 1984).
Penyimpan nilai perusahaan (Corporate Store of Value)
Nama merek merupakan penyimpan nilai dari hasil investasi biaya iklan dan peningkatan
kualitas produk yang terakumulasikan. Perusahaan dapat menggunakan penyimpan nilai ini
untuk mengkonversi ide pemasaran strategis menjadi keuntungan kompetitif jangka panjang.
Misalnya, merek Hallmark diuntungkan dari keputusan yang dibuat selama 1950 untuk
mensponsori beberapa program televisi berkualitas tinggi secara khusus setiap tahun.
Kekuatan dalam penyaluran produk (Channel Power)
Sementara itu, nama merek dengan citra yang kuat berfungsi baik sebagai indikator maupun
kekuatan dalam saluran distribusi (channel power). Ini berarti merek tidak hanya berperan
penting secara horizontal dalam menghadapi pesaing mereka, tetapi juga secara vertikal
dalam memperoleh saluran distribusi dan memiliki kontrol, dan daya tawar terhadap
persyaratan yang dibuat distributor (Aaker, 1991; Porter, 1974). Sebagai contoh, strategi
merek ekstensi Coca Cola bisa dibilang menyelesaikan tiga fungsi sekaligus. Perpanjangan
izin masuk pasar dengan biaya lebih rendah, menghambat persaingan dengan menguasai shelf
space, dan juga dapat memberikan daya tawar dalam hal negosiasi perdagangan, karena Coca
Cola dianggap memiliki kekuatan dalam meningkatkan penjualan.
Manfaat brand image atau merek bagi produsen menurut Keller dalam Tjiptono (2005:20-21),
dikatakan bahwa merek berperan sebagai :
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi
perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan
property intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered
trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa
diproteksi melalu hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak property intelektual ini
memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang
dikembangkannya dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah
memilih dan membelinya lagi dilain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan
predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk
yang menyulitkan bagi perusahaan lain untuk masuk pasar.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan,
dan citra unik yang terbentuk di dalam benak konsumen.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan representasi
dari keyakinan dan preferensi konsumen terhadap suatu merek berdasarkan informasi dan
pengalaman di masa lalu terhadap merek. Pengukuran Brand Image bisa diukur dengan
indikator sebagai berikut:
1) Link Strength, kekuatan asosiasi merek menunjukan kekuatan suatu merek dalam ingatan
konsumen dan dapat bertahan dalam ingatan konsumen, sehingga menciptakan suatu sikap
positif terhadap merek. Seorang konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan arti
informasi suatu produk atau jasa, maka akan tercipta suatu asosiasi yang semakin kuat pada
ingatan konsumen.
2) Favorability of Brand, merek memerlukan analisa dari konsumen untuk menentukan dalam
memposisikan merek dan merupakan pembentuk asosiasi merek yang menunjukan kesan
positif konsumen terhadap suatu merek karena keuntungan atau manfaat yang diperoleh dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
3) Uniquenes, keunikan asosiasi merek merupakan pembentuk asosiasi merek yang
menunjukan kelebihan terhadap merek lain sehingga dapat menciptakan keunggulan
bersaing.

Indikator Green Brand Image Item Pertanyaan


(Cretu & Brodie, 2007)
Link Strength
1. Pengemasan produk The Body
Shop ramah lingkungan dan mudah
dikenali
2. Terdapat ciri-ciri khusus sehingga
kemasan The Body Shop mudah
diingat

Favorability
3. Produk kecantikan dan perawatan
tubuh dalam kemasan The Body
Shop memiliki reputasi ramah
lingkungan
4. Produk yang terdapat dalam
kemasan The Body Shop diproduksi
oleh perusahaan terpercaya yang
ramah lingkungan

Uniquenes
5. Desain kemasan dan botol The
Body Shop berciri khas dan ramah
lingkungan
6. Merek The Body Shop adalah yang
paling mudah diingat

Tabel 2 CONTOH2
Purchase Intention (Y2)
Variabel dependen kedua dalam penelitian ini adalah purchase intention. Halim dan Hameed
(2005) dalam Tariq dkk. (2013), menjelaskan bahwa purchase intention atau minat beli
sebagai jumlah pelanggan yang memiliki usulan untuk membeli produk di masa depan dan
melakukan pembelian pengulangan dan berhubungan pada produk tertentu dalam jangka
waktu yang lama.

No Indikator Purchase Intention Item Pertanyaan


(Ferdinand, 2006)
1. Minat Transaksional (Tindakan Saya berencana untuk membeli
pembelian) produk The Body Shop

2. Minat Referensial Saya akan merekomendasikan orang


(Merekomendasikan ke orang lain untuk membeli produk dari The
lain) Body Shop

3. Minat Preferensial (Menjadikan Saya memilih produk The Body


yang utama) Shop ketika akan membeli produk
kecantikan dan perawatan tubuh.

4. Minat Eksploratif (Mencari Saya berusaha mencari informasi


informasi) lebih lanjut mengenai produk The
Body Shop.

Ferdinand (2006) mengatakan bahwa minat beli dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan 4 indikator yang meliputi: minat eksploratif (mencari informasi), minat
referensial (merekomendasikan ke orang lain), minat transaksional (tindakan pembelian), dan
minat preferensial (menjadikan yang utama). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
Likert yang dibagi dalam skala 5 poin. Skala dengan interval yang sama. Bobot nilai dari
masing-masing jawaban untuk pertanyaan sebagai berikut:
Jawaban A =”Sangat Setuju” dengan nilai skor 5
Jawaban B=”Setuju” dengan nilai skor 4
Jawaban C=”Netral” dengan nilai skor 3
Jawaban D=”Kurang Setuju” dengan nilai skor 2
Jawaban E=”Sangat Kurang Setuju” dengan nilai skor 1
 
3.4.2    Variabel Independen
Green Marketing (X)
Polonsky (2013) menyatakan bahwa green marketing merupakan seluruh aktivitas yang
didesain untuk menghasilkan dan memfasilitasi semua perubahan yang diharapkan dapat
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia, dengan dampak minimal pada perusakan
lingkungan alam. Menurut Rivera (2007), pengukuran green marketing menggunakan
indikator yang meliputi: Green Product Design, Green Product Price, Green Distribution,
Green Promotion untuk mengukur sejauh mana kemampuan green marketing dapat
berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap keputusan pembelian dan minat
beli pelanggan. Pengukuran green marketing mengunakan 7 item pertanyaan adaptasi dari
indikator tersebut. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Instrumen atau alat
ukur dalam penelitian ini berupa angket yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diberi
tanggapan oleh para subjek penelitian. Penyusunan angket tersebut didasarkan pada
konstruksi teoritik yang telah disusun sebelumnya. Kemudian atas dasar teoritik tersebut
dikembangkan dalam indikator-indikator dan selanjutnya dikembangkan dalam butir-butir
pertanyaan.
 
 
 
 
 
 
 

Indikator Green Marketing Mix Item Pertanyaan


(Rivera, 2007)

1. Saya menyukai produk The Body


Shop dengan bahan kemasan botol
Green Product Design
yang dapat dapat didaur ulang

2. Harga produk perawatan tubuh dan


kecantikan The Body Shop relatif
Green Product Price
mahal dibanding produk lain

3. Saya bersedia membayar lebih


mahal untuk produk ramah lingkungan

Green Distribution 4. Outlet The Body Shop di Malang


sudah cukup mudah dijangkau

Green Promotion 5. Saya mengetahui The Body


Shop mempromosikan produknya
ramah lingkungan dengan
menghadirkan bacaan mengenai
lingkungan di kemasan.
6. Saya mengetahui pesan-pesan
lingkungan yang disampaikan The
Body Shop pada setiap produknya
7. Saya menyukai produk The Body
Shop karena selalu mengkampanyekan
cinta lingkungan dan peduli masalah
sosial

 
3.5       Skala Instrumen
Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau
fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan
dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa
survei. Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-ukuran
berjenjang. Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu yang
pilihannya berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.  Skala Likert juga merupakan
alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara “mengukur-menimbang”) yang
“itemnya” (butir-butir pertanyaannya) berisikan (memuat) pilihan yang berjenjang. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban
setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif.

Bobot Jawaban

1 Sangat tidak setuju

2 Tidak setuju

3 Netral

4 Setuju

5 Sangat Setuju

 
 
Sumber: Ghozali (2016)
3.6       Uji Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk merekam pada umumnya secara
kuantitatif keadaan dan aktivitas atribut psikologis. Atribut psikologis itu secara teknis
biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non-kognitif.
 
3.6.1    Uji Validitas
Validitas adalah ketepatan (appropriateness), kebermaknaan (meaningfull) dan kemanfaatan
(usefulness) dari sebuah kesimpulan yang didapatkan dari interpretasi skor tes. (Kusaeri,
2012). Menurut Ghozali (2016), Uji validitas data digunakan untuk mengukur sah atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner
mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian
validitas selain untuk mengetahui dan mengungkapkan data dengan tepat juga harus
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Uji validitas dilakukan dengan
membandingkan nilai rata-rata terhitung dengan rtabel. Selain itu, untuk mengetahui valid
tidaknya suatu instrument penelitian, dapat diketahui dengan cara melihat nilai signifikansi
dengan kriteria, jika signifikansi lebih kecil dari 0.05 (5%) maka, instrumen dinyatakan
“valid”, dan jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (5%) maka, instrumen dinyatakan
“tidak valid”.
 
3.6.2    Uji Reliabilitas
Menurut Sugiono (2016), reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat
ukur yang memiliki konsistensi jika pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu
dilakukan secara berulang. Reliabilitas tes, merupakan tingkat konsistensi suatu tes, adalah
sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten, relatif tidak
berubah meskipun diteskan pada situasi yang berbeda. Uji Reliabilitas ditujukan untuk
menguji sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi
dua kali atau lebih. Jadi reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dihandalkan bila alat ukur tersebut digunakan dua kali untuk
mengukur gejala yang sama, maka hasi pengukuran yang diperoleh relatif konsisten. Uji
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha cronbach, untuk mengetahui
tingakat reliabilitas instrument dari ketiga variabel yaitu green marketing, brand image,
dan purchase intention. Menurut Ghozali (2016), Instrumen dikatakan reliabel bilamana
koefisien alpha lebih tinggi dari 0,60 pada signifikansi 0,05.
 
3.7       Uji Asumsi Klasik
3.7.1    Uji Normalitas
Menurut Ghozali, (2016) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel residual memiliki distribusi normal yang dapat diuji dengan analisis grafik
dan uji statistik. Data yang terdistribusi normal akan memperkecil kemungkinan terjadinya
bias. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual tersebar normal atau tidak.
Prosedur uji dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan ketentuan sebagai berikut :
Hipotesis yang digunakan :
H0 : residual tersebar normal
H1 : residual tidak tersebar normal
Jika nilai sig. (p-value) >0,05, maka H0 diterima yang artinya normalitas terpenuhi.
3.7.2    Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah sebuah situasi yang menunjukkan adanya korelasi atau hubungan
kuat antara dua variabel bebas atau lebih dalam sebuah model regresi berganda. Model
regresi yang dimaksud dalam hal ini antara lain: regresi linear, regresi logistik, regresi data
panel dan cox regression. Menurut Ghozali (2016) uji multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent.Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi yaitu dengan melihat
nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menujukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤0.10 atau sama dengan nilai
VIF ≥10.
Uji Multikolinieritas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa tidak terjadi hubungan yang
sangat kuat atau tidak terjadi hubungan linier yang sempurna atau dapat pula dikatakan
bahwa antar variabel bebas tidak saling berkaitan. Cara pengujiannya adalah dengan
membandingkan nilai tolerance yang didapat dari perhitungan regresi berganda, apabila
nilai tolerance < 0,1 maka terjadi multikolinearitas.
3.7.3    Uji Heteroskedasitas
Menurut Ghozali, (2016) uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
 
3.8       Alat Analisis Data
Alat atau teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda.
 
3.8.1    Uji Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel
independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui
arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing
variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari
variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.
Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn
Keterangan:
Y1                   =    Brand image (variabel dependen)
Y2                   =   Purchase intention (variabel dependen)
X                            =   Green marketing (variabel independen)
a                      =   Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)
b                      =    Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
3.8.2 Uji Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali, (2016) uji koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependent jadi untuk mengetahui besar kontribusi
variabel independent yaitu green marketing terhadap variabel Dependent yaitu brand image
dan purchase Intention. Nilai R2 adalah antara nol atau satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel independent dalam menjelaskan variabel dependent terbatas. Nilai R2
yang mendekati satu berarti variabel independent memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.
3.8.3 Uji Ketepatan Model (Uji F)
Uji F dikenal dengan Uji serentak atau uji Model/Uji Anova, yaitu uji untuk melihat
bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel
terikatnya. Atau untuk menguji apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau
tidak baik/non signifikan. Dalam artikel ini dijelaskan tentang Uji F dan Uji T dalam
penelitian. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersamaan
berpengaruh terhadap variabel dependen.Analisis uji f dilakukan dengan membandingkan
fhitung dengan ftabel dengan tingkat kepercayaan alpha yang ditentukan 10%
membandingkan fhitung dengan ftabel yaitu apabila fhitung > ftabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima.Berarti bahwa variabel independen secara bersamaan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.Sebaliknya apabila fhitung < ftabel maka Ho ditolak
dan Ha diterima.Berarti bahwa variabel independen secara bersamaan tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
3.8.4 Uji Hipotesis (Uji t)
Menurut Ghozali (2016), untuk menentukan koefisien spesifik yang mana yang tidak sama
dengan nol, uji tambahan diperlukan yaitu dengan menggunakan uji t. Uji statistik t pada
dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah
masing-masing variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat. Dapat juga dikatakan jika thitung > ttabel atau -thitung < -ttabel maka
hasilnya signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkanjika thitung < ttabel
atau -thitung > -ttabel maka hasilnya tidak
signifikan dan berarti H0 diteima dan H1ditolak.
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Aaker, D.A. (2013). Manajemen Pemasaran Strategi (8th ed.). Jakarta: Salemba Empat
Abraham Khrisna Osiyo (2016). Pengaruh Green Marketing terhadap Green Brand Image dan
Minat Beli Pelanggan pada Starbucks Coffee Malang. Skripsi: Universitas Kristen Petra
Boztepe, A. (2012). Green Marketing and Its Impact on Consumer Buying
Behaviour. European Journal of Economic and Political Studies.
Bradley, N. (2007). The Green Marketing Mix. Industrial Marketing Research Association. 8-
9
Databoks Katadata. 2018. Jumlah Penduduk Indonesia Mencapai 265 Juta Jiwa. Retrieved
February 2, 2019, from www.databoks.katadata.co.id
Jurnal Intelijen. 2018. Kerusakan Lingkugan Hidup di Indonesia. Retrieved February 2, 2019,
from www.jurnalintelijen.net
Kotler, P., & Amstrong, G. (2012). Principles of Marketing, Global Edition (14th ed.). United
Kingdom: Pearson Education
Kotler, P. & Keller, K.L. (2012). Marketing Management (14nd ed.). New Jersey: Pearson
Education
Kotler, Philip & Gary Armstrong. 2014. Principle of Marketing. 15th ed. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. 2016. Marketing Management. 15th ed,
Pearson Education, Inc.
Kurniawati, I. (2011). Penerapan Green Marketing Untuk Membentuk Green Brand Image
Pada Upaya Membentuk Corporate Image Go Green. Skripsi Malang: Universitas Brawijaya.
Lidiah Aripudin Hasanah (2018). Pengaruh Ewom, Brand Image, dan Trust terhadap
Purchase Intention pada Jasa Pengiriman Barang J&T Express di Kota Malang. Skripsi:
Universitas Brawijaya
Luh Made Pradnyani Rahayu, Yusri Abdillah, M. Kholid Mawardi (2017). Pengaruh Green
Marketing terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Survei Pada Konsumen The Body
Shop di Indonesia dan di Malaysia)
 
Norazah Mohd Suki, Norbayah Mohd Suki,  Nur Shahirah Azman (2016). Impacts of
Corporate Social Responsibility on the Links Between Green Marketing Awareness and
Consumer Purchase Intention
Polonsky, M.J. (1994). An Introduction to Green Marketing. Electronic Green Journal. 1(2)
Schiffman dan Kanuk. 2007. Perilaku Konsumen. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Indeks
Gramedia.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4 Buku 1. Jakarta:
Salemba Empat.
Sekaran, Uma. 2011. Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: ALFABETA.
 
HTTP://NANANGSURYADI.LECTURE.UB.AC.ID/
1
Hello world!
5 FEBRUARY 2019
Selamat datang di Student Blogs. Ini adalah posting pertamaku!
Top of Form

Go
Search 
Bottom of Form
Recent Posts
4
Hello world!
Archives
February 2019
Categories
Uncategorized
Meta
Register
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.org
PROUDLY POWERED BY WORDPRESS | THEME: PACHYDERM BY CAROLINE
MOORE.

Anda mungkin juga menyukai