2.
Yuta pertama kali menginjakkan kaki di
kelas barunya pada tanggal 3 Maret. Ia merasa
sangat lega akan tekanan yang ia rasakan
bulan-bulan lalu saat ia masih berada di sekolah
lamanya. Setelah ia masuk ke kelasnya yang baru
sang guru, Maejima, memintanya untuk
berkenalan dengan para murid yang lain.
“Hai! Nama saya Yuta. Saya murid
pindahan dari sekolah saya yang lama. Saya
terpaksa pindah karena murid-murid kelas saya
yang dulu melakukan penindasan terhadap saya.
Saya berharap agar kita semua dapat menjadi
teman yang baik dan saling akur!” Ucap Yuta
dengan senyuman sambil membungkuk memberi
salam pada seisi kelas. Hari pertama Yuta di
sekolah barunya berjalan sangat lancar. Para
murid yang lain mendekatinya pada jam istirahat
siang untuk menyapanya. Mereka mengobrol dan
bersenang-senang bersama. Mereka
membantunya terkait materi pelajaran. Hari demi
hari; minggu demi minggu; bulan demi bulan.
Yuta merasa sangat bahagia di sekolah barunya,
bersama teman-teman barunya.
Suatu hari, Yuta sedang menghabiskan
waktu istirahat siang bersama kedua teman
baiknya. Kanae, anak yang tidak terlalu pintar
tetapi ia sangat handal dalam bidang olahraga dan
sering mengoceh tidak jelas. Tubuh Kanae tinggi
dan berkulit lebih gelap karena terlalu sering
terkena sinar matahari. Dan Yuhiro, murid
pendiam yang sangat pintar dalam ilmu
pengetahuan. Tubuhnya jauh lebih kecil
dibandingkan Yuta maupun Kanae dan memiliki
warna kulit yang lebih terang dibanding murid
yang lain. Mereka bertiga sedang mengobrol
bersama sampai tiba-tiba Yuhiro mengungkit
topik berbeda dari pembicaraan mereka
sebelumnya.
“Bulan ke sembilan hampir dekat. Saya
merasa jadi tegang soal ini. Semoga saja tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi seperti
bulan lalu.” Ucap Yuhiro kelihatan khawatir.
“Kau dan aku tidak lahir pada bulan ke 2
maupun ke 9 bukan. Lagi pula tiada di kelas kita
yang lahir pada bulan itu. Tenang saja! Bulan ini
pasti takkan ada musibah apapun. ” jawab Kanae
menenangkan Yuhiro.
“Loh memang ada apa di bulan ke
sembilan?” tanya Yuta penasaran.
“Kau tidak tau? Apa jangan-jangan
teman-teman lain tidak memberitahumu?”
“Uhhm, memberitahu tentang apa? Atau
ada ujian mendadak pada bulan September
nanti?”
“Kamu memang benar seriusan tidak tau?
Haruskah kita beri tau?” Tanya Kanae pada Yuhiro
memastikan.
“Sebaiknya tidak apa-apa, lagipula Yuta
merupakan anggota kelas 3-1 juga. Nah sekarang
dengarkan.” perjelas Yuhiro.
Yuta yang kebingungan pun mengikuti
perintah Yuhiro untuk mencari tempat sepi agar
tidak terdengar siapapun. Mereka bertiga pergi ke
gor sekolah yang saat itu sedang kosong; mereka
bertiga duduk di bangku di tepi-tepi ruangan.
“Sekarang dengar baik-baik. Jangan
beritahu tentang hal ini kepada siapapun diluar
kelas 3-1. Ini perintah. Pokoknya jangan pernah!”
Ucap Yuhiro serius kepada Yuta.
“uhm uh BAIK!” sahut Yuta. “Memang
mengapa kalau kita ceritakan kepada seseorang
yang bukan dari kelas 3-1?”
“Ini cerita tentang kutukan kelas 3-1.
Siapapun yang bukan dari kelas 3-1 jika
mendengar cerita ini, mereka akan terkena
musibah yang dapat mengancam nyawa mereka.”
“Kutukan? Kau serius? Hal seperti itu ada di
dunia ini? Lagi pula jika kutukan akan kelas ini
benar, bukan kah media sudah pasti meliputnya?”
“Kan sudah ku bilang, karena ini rahasia.
Siapapun yang mendengar cerita ini diluar kelas
3-1 baik mereka atau kita akan mengalami
musibah. ”
“Begitu ya. Apakah itu alasan mengapa
setiap bulan Februari dan September banyak anak
remaja yang meninggal?” Ucap Yuta mengiyakan.
“Ya terutama murid-murid dari sekolah ini,
tidak heran jika banyak yang tewas dengan
tragis.”
“Jadi begini, 15 tahun lalu ada seorang
siswa kelas 3-1 yang mati karena didorong oleh
anggota kelasnya ke rel kereta api. Namanya kalau
tidak salah Teke. Saat itu palang kereta rusak
sehingga palang masih terbuka meski kereta
sedang melintas.” Terang Kanae.
“Nama siswi tersebut Alta Okiku, namun
sekarang dipanggil dengan sebutan Teke atau
Teke-Teke. Ia tewas dikarenakan tertabrak
kereta.” Yuhiro memperjelas.
“Teke-Teke? nama macam apa itu.”
“Disebut Teke-Teke karena saat tubuhnya
terseret ditanah terdengar suara seperti
“teke-teke.”
“Katanya juga kalau kau mendengar suara
“teke-teke” itu artinya sang arwah ada di dekat
mu! Kau bisa saja beruntung dan melihatnya
secara langsung. Yah biasanya kalau kau
mendengarnya atau bahkan melihat si Teke itu,
tandanya kamu orang yang bakalan mati pertama
pada saat bulan terkutuk itu.” Canda Kanae.
“IH! Kau kira jika aku bertatap muka secara
langsung dengan hantu aku akan merasa
beruntung begitu? Pastinya akan merasa terkutuk
daripada beruntung.”
“Sudah sudah kalian ini.” Tegur Yuhiro
“Lalu apa hubungannya dengan bulan
Februari dan September?” Tanya Yuta kembali
membahas topik pertama.
“Penindasan Alta dimulai pada tanggal 4
Februari, sehingga siapapun yang lahir pada bulan
Februari akan merasakan nasib yang sama
dengannya atau tidak akan mendapat musibah,
dan teruntuk yang lahir pada tanggal 4 Februari
mereka akan… uhm, meninggal.” Terang Yuhiro
“...meninggal…?” (Tanggal 4 Februari
merupakan tanggal kakakku meninggal
bertepatan saat itu ia sedang duduk di kelas 3-1,
apa jangan-jangan alasan kakak meninggal
karena kutukan ini?) Tanya Yuta pada dirinya
sendiri.
“Kau tau… tanggal 4 bulan 2, 42..
merupakan angka terkutuk karena dilafalkan
sebagai 死に(shini) yang artinya “akan mati”
“B-bagaimana dengan bulan September?
Apa hubungan antara kutukan ini dengan bulan
September?” Tanya Yuta gugup.
“Alta tewas pada bulan September tanggal
4. Tanggal 4 bulan 9, 49 kombinasi angka paling
buruk di Jepang. 49 dilafalkan sebagai 死苦(shiku)
yang memiliki makna “kematian yang
menyakitkan” sama persis seperti bagaimana Alta
tewas, sangat menyakitkan.” Terang Yuhiro.
“Siapapun yang lahir pada bulan September
dan sedang menduduki kelas 3-1 pasti akan mati,
entah kecelakaan seperti Sischi dan Tanaka tahun
lalu, atau karena sakit. Urutan murid yang
meninggal pun acak, jadi tidak berdasarkan
tanggal mereka lahir.”
“Artinya pada bulan September kita hanya
perlu diam dirumah untuk menghindari
kutukannya bukan? Jika berdiam di rumah pasti
tidak terjadi kecelakaan atau sakit.” Ucap Yuta.
“...tidak juga”
“September tahun lalu ada pula yang mati
tanpa alasan yang jelas.”
“Lalu apa yang akan terjadi pada murid
yang lahir pada tanggal 4 September?” Tanya Yuta
khawatir.
“Sama seperti Teke, mereka akan mati
dengan cara yang menyakitkan. Ini salah satu
bentuk balas dendamnya terhadap kelas 3-1.”
“...” Yuta terdiam diam dengan ekspresi
ketakutan bercampur dengan khawatir sampai
tiba-tiba ia menanyakan sebuah pertanyaan.
“kalian bercanda kan?”
Kanae dan Yuhiro menatap satu sama lain
sebelum kemudian memandang Yuta lurus-lurus.
“Yuta…kami berharap ini memang candaan,
tetapi ini bukan. Ini serius”
“Omong-omong, Yuta, Kau lahir tanggal
berapa?” Tanya kedua temannya.
Yuta tidak menjawab pertanyaan tersebut,
namun dari cara ia memandang kedua temannya
dengan emosi yang bercampur aduk, syok, takut,
panik, cemas, jawabannya sudah jelas.
“4 September… Yuta lahir tanggal 4
September…bukan?”
3.
“Hari ini bulan Juni, bulan keenam tepatnya
tanggal 28. Tiga bulan lagi Kutukan bulan ke
sembilan akan dimulai. Apa yang akan terjadi pada
bulan September nanti? Saya akan mati…TIDAK!
SAYA TIDAK MAU MATI” Seru Yuta pada dirinya
sendiri.
“Yuta, Yuta, pikirkan pikirkan caranya
untuk menghindari kutukan ini. Pasti ada cara
kan? Tapi, mereka bilang tidak ada. Lalu
bagaimana? Apa saya akan mati? Apa ini hanya
lelucon belaka?”
Penglihatan Yuta menjadi gelap.
Kesadarannya semakin lama semakin kabur.
Pikirannya menjadi sumpek. Nafasnya berubah
sesak selagi ia mencoba menghirup semakin
banyak udara.
Teke-teke…
4.
Tanggal 23 Agustus. Bulan ke sembilan
sudah di depan mata. Kejadian serupa kian terjadi
kepada Yuta. Kejadian dimana ia harus bertatap
muka secara langsung dengan Hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya.
Semakin hari ia merasa semakin dekat dengan
maut, merasa bahwa ia sudah berada di
cengkraman maut. Kepalanya bimbang, ia tidak
tahu apa yang harus ia lakukan. Kanae dan Yuhiro
yang turut cemas pun semakin khawatir setiap
hari mendekati bulan September.
“Mungkin kau harus cabut dari sekolah ini.
Dengan begitu kau tidak akan terikat lagi dengan
kelas ini.” Usul Kanae.
“Lalu bagaimana aku akan memberitahu
ibuku tentang ini?” Tanya Yuta.
“JANGAN PERNAH! JANGAN PERNAH KAU
KASIH TAU IBUMU TENTANG CERITA INI.” teriak
Yuhiro pada Yuta.
“AH! MAAF maaf saya tidak bermaksud
untuk berteriak.” sahut Yuhiro setelahnya.
“Kau benar.. aku tidak dapat memberitahu
hal ini kepada siapapun. Apa memang tidak ada
hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah
kutukan tersebut? ”
"Kalau memang ada pasti kita sudah
melakukannya bertahun-tahun lalu" jawab Kanae.
Yuhiro yang terdiam terlihat sedang
memikirkan sesuatu.
“Yuro ada apa? Seperti ada yang
mengganjal di kepala mu.”
“Alta…jasad nya masih ada kan? Kalau tidak
salah ia dikubur di makam tidak jauh dari rel
kereta api bisa jadi ia dikubur di situ.”
“Apa hubungannya dengan makam?”
“Kau tau alasan mengapa orang
dikremasi?” Tanya Yuhiro.
“Untuk menyucikan roh orang yang telah
meninggal- Tunggu dulu…Kau benar. Mayat nya
tidak dikremasi sehingga roh nya masih ada di
dalam tubuhnya.”
“Jadi artinya kita harus membakar
mayatnya?” Tanya Yuta.
“Benar.”
Apa yang Yuhiro dan Kanae katakan benar.
Mayat orang yang sudah meninggal dibakar untuk
menyucikan rohnya. Alta sebagai arwah yang pergi
karena terbunuh memiliki urusan yang belum
selesai di dunia. Jasad nya tidak dibakar,
melainkan dikubur membuat sang roh masih
terkandung di dalam tubuhnya. Hal satu-satunya
yang bisa ia lakukan untuk menghapus kutukan
kelas 3-1 adalah dengan membakar mayat nya
agar sang roh dapat disucikan, pikir Yuta.
Bulan September telah tiba. Tiada murid
lain selain Yuta yang terlahir pada bulan
September. Yuta lah satu-satunya murid yang
akan menjadi korban kutukan kelas 3-1 bulan
September ini.
1 September, Pikiran Yuta makin kacau,
pikirannya hanya terfokus pada tanggal dimana ia
akan mati, kematian yang menyakitkan. Hari ini
Yuhiro tidak masuk sekolah. Yuta bertanya pada
Kanae alasan Yuhiro izin dari sekolah. Jawaban
yang Kanae berikan membuat Yuta terkejut.
Yuhiro izin dikarenakan ibunya, Mira, meninggal
karena kecelakaan. Mira tidak sengaja mendengar
pembicaraan murid kelas 3-1 tentang kutukan
kelas mereka saat menjemput Yuhiro pulang
sekolah. Keesokan harinya Tepatnya pukul 4.20
sore saat ia sedang mengendarai mobilnya untuk
pulang ke rumah. Mobil yang sedang Mira
kendarai tertabrak mobil lain saat sedang
melewati lampu lalu lintas. Diketahui bahwa sang
supir yang menabrak mobil Mira sedang
mengantuk sehingga tidak sadar bahwa dirinya
melewati lampu merah. Kecelakaan tersebut
menewaskan Mira sedang pengemudi lain nya
hanya terluka.
Setelah mendengar berita yang
disampaikan oleh Kanae ia teringat sesuatu yang
Yuhiro pernah sampaikan kepadanya “Siapapun
yang bukan dari kelas 3-1 jika mendengar cerita
ini, mereka akan terkena musibah yang dapat
mengancam nyawa mereka.” Tidak salah lagi,
kutukan kelas 3-1 memang benar nyata bukan
mitos belaka mau kebetulan. Akibat kutukan kelas
3-1 ibu Yuhiro harus kehilangan nyawanya.
Mendengar berita tersebut Yuta turut berdukacita
namun yang lebih penting baginya sekarang
adalah bagaimana cara untuk mengatasi kutukan
tersebut sebelum ajal menjemputnya.
2 September. Kepanikan Yuta semakin
menjadi jadi. “Aku akan mati. Aku akan mati”
ucapnya berulang-ulang. Ia mulai kehilangan akal
sehatnya. Ia sudah pasrah dengan kehidupan. Yuta
memikirkan bagaimana ia akan memberitahu
keluarganya bahwa waktu yang ia miliki didunia
ini tidak lama lagi. Ia pun menerima kekalahan
dari kutukan kelas 3-1 dan menyadari bahwa
dirinya tak mungkin bisa lepas dari kutukan itu
begitu saja. Setiap hari ia selalu berdoa kepada
Tuhan akan keselamatannya namun kali ini sudah
terlambat. Tak ada jalan keluar. Kecuali…
3 September. Esok adalah hari terakhir ia
akan bernafas di bumi ini. Baik Kanae maupun
Yuhiro khawatir tentang dirinya, namun tak ada
yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan
kutukan tersebut. Ini sudah takdir. Mereka bertiga
memberikan salam perpisahan untuk yang
terakhir kalinya. Yuta yang putus asa terbaring di
kasur kamarnya. Memikirkan nasib apa yang akan
ia rasakan pada saat kutukan tersebut terjadinya
juga bagaimana nasib nya setelah nyawanya
tercabut.
"Ayah, ibu… kakak, maafkan aku. Kakak..
Aku mungkin tak mungkin akan tinggal bersama
mu di tempat yang sama dialam sana. Doakan lah
agar kita dapat tinggal di tempat yang baik di alam
sana. " ucapnya dalam hati. Ia menutup matanya
membayangkan apa yang akan terjadi keesokan
hari.
4 September…
Teke-teke
Suara itu terdengar lagi. Teke-teke. Semakin
mendekat, semakin keras suaranya. Yuta tersadar
mendapati dirinya terbangun di sebuah kuburan,
sendirian. “Apa aku sudah mati? Apa ini neraka?”
ia bertanya pada dirinya sendiri. Langit sudah
gelap. Kabut dan bayangan bayangan hitam
menyelimuti sekeliling kuburan. Terdengar
bisikan-bisikan yang bercampur aduk, membuat
pikiran Yuta tambah kacau. Skenario yang sering
muncul di film film horor. Teke-teke. Suaranya
makin jelas.
“Yuta… yuta” terdengar suara seseorang
memanggilnya.
“Siapa? Siapa kau?! Dimana aku?” setelah
Yuta bertanya demikian sepasang tangan muncul
dari kabut yang gelap. Alta, muncul di depannya
dengan anggota tubuhnya yang patah dan
mukanya yang hancur, merangkak mendekatinya.
“Yuta… aku telah mengambil nyawa
kakakmu, kau tidak merindukannya? Bagaimana
kalau aku antar kau ketempat kakakmu di
alam sana?”
“Apa? TIDAK AKU TIDAK MAU, PERGILAH.
AKU DIMANA? KEMANA KAU BAWA AKU?!”
“Lihatlah sekelilingmu. Apa kau kenal
tempat ini?”
Mendengar hal tersebut Yuta
memperhatikan lingkungan sekitar. Memang
kuburan namun bukan sembarang kuburan.
Tempat ini familiar. Yuta mengetahui tempat ini,
kuburan dekat rel kereta api, kuburan tempat Alta
dimakamkan. Ia berputar menoleh ke belakang.
Tepat di belakangnya terdapat sebuah kuburan.
Tertulis pada batu nisan “Alta Okiku”. Sebuah
sekop menancap diatasnya bagaikan memberi
petunjuk pada Yuta.
“sampai jumpa” ujar Alta sembari
merangkak kembali ke dalam kabut hitam yang
pekat meninggalkan Yuta sendirian. Dia
terbangun, memproses mimpi yang baru saja
dialaminya. Pukul 2.33 pagi. Ia menengok keluar
jendela kamarnya. Jalanan sepi tanpa seorang pun
yang melintas, tanpa satupun kendaraan di jalan.
Sekarang dia tahu persis apa yang harus
dilakukan.
5.
Pukul 2.40 pagi. Yuta menyelinap keluar
dari rumahnya, berlari menuju kuburan dekat rel
kereta dengan membawa sebuah sekop, seperti di
mimpinya.
Pukul 2.48 pagi. Yuta sampai di kuburan.
Sunyi dan sepi, tanpa seorang pun terlihat. Kabut
yang tebal mulai muncul, seperti di mimpinya.
Dengan segera ia menyusuri seluruh area makam,
mencari batu nisan bertuliskan “Alta Okiku”.
Pukul 3.01 pagi. Yuta menemukannya,
kuburan Alta Okiku, tempat dimana jasadnya
berada. Ditancapkannya sekop yang ia bawa dari
rumah. Yuta mulai menggali kuburan tersebut. Dia
tau hal yang sedang ia lakukan merupakan hal
tabu yang tidak boleh dilakukan, namun apapun
alasannya ia tetap merasa bahwa inilah hal yang
harus dilakukan.
Pukul 3.32 pagi. Yuta berhasil menggali
liang kuburan Alta sepenuhnya. Tidak mudah bagi
seorang anak SMP untuk menggali liang kubur
sendirian. Terdapat di depannya sebuah peti mati.
Yuta memberanikan diri sebelum ia mengeluarkan
peti mati tersebut keluar dari liang.
pukul 3.38 pagi. Yuta berhasil membuka peti
mati milik Alta tersebut dengan paksa untuk
memastikan. Terlihatlah di dalamnya jasad Alta
dengan kondisi mengenaskan. Sebagian tubuhnya
sudah membusuk. Tubuh dan wajah Alta terlihat
sama persis seperti yang ada di mimpinya. Yuta
mengumpulkan niatnya untuk menarik Peti mati
Alta keluar dari liang kuburan. Setelah peti mati
sudah dikeluarkan dari liang, Yuta dengan cepat
menimbun kembali tumpukan tanah ke liang
kuburan sehingga tidak ada orang yang akan
menyadari. Ditariknya peti Alta menuju area yang
tertutup sehingga tidak akan ada seorang pun
yang melihat.
Pukul 3.55 pagi. Yuta berhasil
memindahkan peti mati Alta ke tempat yang lebih
tertutup. Disiapkannya dedaunan; ranting-ranting
pohon; dan media bakar yang terletak di atas peti.
Korek api yang sudah ada di tangannya siap di
nyalakan.
“Kepada Alta Okiku dengan hormat,
urusanmu di dunia ini sudah selesai. Kembalilah
ke tempatmu yang seharusnya. Sudahlah cukup
kau “membalaskan dendam” mu pada
orang-orang yang tak bersalah. Hentikanlah
kutukan yang kau buat mengenai pembalasan
dendam pada kelas 3-1. Dengan ini semoga roh mu
dapat disucikan dan tenang di alam sana.”
Dilemparkannya korek api ke atas
tumpukan dedaunan. Api menyebar begitu cepat
membakar apapun yang ada di sekitarnya
termasuk peti mati Alta. Yuta terdiam melihat hal
yang telah ia perbuat selagi kobaran api yang
besar membara di hadapannya.
Pukul 6.25 Pagi. Yuta menatapi tumpukan
tumpukan abu dan peti kayu yang kini hangus
terbakar. Langit sudah terang. Matahari
memancarkan cahaya paginya ke permukaan
bumi. Semua media bakar yang Yuta kumpulkan
sudah habis terbakar termasuk Jasad Alta dan
petinya. Yuta pun memutuskan untuk pulang ke
rumahnya.
Pukul 6.33 pagi. Yuta tiba di rumahnya. Ia
langsung menuju kamarnya, mencuci mukanya
dan mengganti pakaiannya bersiap untuk sekolah.
Masih memikirkan apa yang ia telah perbuat. 12
menit, sebelum ia merayakan hari kelahirannya.
Pukul 6.45 pagi. Yuta menatap dirinya
sendiri di cermin. Dilihatnya jam di dinding yang
kini menunjukan pukul 6.47. Ia keluar dari
rumahnya menuju sekolahnya, SMP Himegawa.
Pukul 7.06 pagi. Yuta sampai di sekolahnya.
Bel tanda pelajaran pertama telah
dikumandangkan 6 menit lalu. Yuta membuka
pintu kelas, kelas 3-1.
6.
“Sekarang silahkan lihat halaman 9-”
“Permisi.” Ucap Yuta membuka pintu kelas
memotong perkataan guru.
“Yuta, kelihatannya kau terlambat. Tidak
apa-apa saya paham alasan kau terlambat,
sekarang duduklah”
Yuta mengangguk dan menuju ke kursinya.
Terlihat dua teman baiknya Kanae dan Yuhiro
memandangnya dengan pandangan cemas. Saat
istirahat siang hampir semua murid berkumpul di
meja Yuta, menanyakan kabarnya. Kanae dan
Yuhiro pun ikut bergabung menanyakan kabarnya.
Mereka berdua mendoakan yang terbaik
untuknya, mendoakannya agar ia ditempatkan di
tempat yang baik setelah ia tiada nanti. Mereka
tidak tahu apa yang baru saja Yuta perbuat
beberapa jam lalu.
Hari demi hari, Perasaan tertekan masih
terpendam dalam hati Yuta. Ia masih merasakan
bahaya. 3 Minggu berlalu. Hari ini tanggal 25.
Belum ada tanda-tanda musibah yang Yuta alami.
Kehidupannya berlangsung lancar sama seperti
biasanya. Ia mulai bertanya tanya “apakah
kutukannya berakhir?” dalam hatinya. Hari ini
tanggal 29, Esok adalah hari terakhir bulan
September. Jika ia dapat melewatinya tanpa terjadi
musibah, dapat dibilang bahwa kutukan kelas 3-1
sudah tiada.
Tanggal 30, hari penentuan. Yuta memasuki
ruang kelas. Terlihat di hadapannya kedua teman
baiknya, di belakang mereka berdua terdapat
seluruh siswa kelas 3-1 yang berbaris, menanti
kedatangannya. Mereka satu persatu memeluk
Yuta, mendoakannya agar ia ditempatkan di
tempat yang baik saat ia tiada nanti. Perasaan
tertekan Yuta datang sekali lagi, namun tidak ada
yang bisa ia lakukan. Dia berterima kasih pada
seluruh teman-temannya karena telah
mendoakan yang terbaik untuknya. Setelah Yuta
pulang sekolah ia mengganti pakaiannya dan
berbaring di kasur
“Kapan aku akan mati? Apakah aku benar
akan mati? Apakah usaha ku membakar mayat
Alta sia-sia?” pertanyaan yang terus ia ulangi di
kepalanya. Malam pun tiba, satu-satunya hal yang
ada di pikirannya adalah apa ia akan selamat atau
tidak. Yuta kewalahan dengan pertanyaannya
sendiri yang ia ulang-ulang di kepalanya, lantas ia
pun memejamkan matanya. Putus asa dengan hal
yang akan terjadi.
Dibukanya mata, di tengok lah jendelanya.
“Oh sudah pagi.” dibenaknya. Ia pun kembali
memejamkan matanya sampai tiba-tiba ia
tersadar. “Sudah..pagi..?” Yuta langsung beranjak
dari tempat tidurnya untuk meraih gawainya.
Dilihatnya tanggal yang tertera di layar.
1 Oktober.
Yuta selamat. Ia berhasil menghentikan
kutukan kelas 3-1.
Dibukanya pintu kelas. Yuta yang gugup
memasuki ruang kelasnya.
“Permisi.” ucap Yuta kepada seluruh kelas.
“Yuta..? YUTA?! KAU HIDUP?!” teriak
Kanae.
mendengar jeritan Kanae seluruh kelas
mengalihkan pandangan mereka menuju Kanae
yang sedang menunjuk ke arah Yuta. Segera
setelah mereka menyadari keberadaan Yuta,
seluruh siswa terkesiap. “YUTA?!”“KAU HIDUP?
BAGAIMANA?”“YUTA BAGAIMANA KAU BISA
SELAMAT?!”“YUTA! YUTA!”“YUTA KAU
SELAMAT!”
Berbagai pertanyaan terlontarkan padanya.
Yuta yang tidak tahu harus berbuat hanya hanya
berdiam diri dengan senyuman. Ia kemudian
mengatakan sesuatu yang membuat seisi kelas
terkejut.
“Kutukan kelas 3-1 sudah lenyap. Tidak
akan ada lagi korban jiwa yang berjatuhan karena
kutukan yang tidak masuk akal.” Seru Yuta
dengan bangga. Mendengar kabar tersebut seluruh
siswa bergembira mereka memeluk Yuta dan men
selebrasi kemenangan mereka terhadap kutukan
kelas 3-1 yang terjadi 15 tahun yang lalu.
7.
23 Maret. Berkat Yuta, kutukan kelas 3-1
lenyap. Tidak ada lagi korban jiwa dari kelas 3-1
yang berjatuhan. Kini SMP Himegawa merupakan
sekolah normal yang aman. Yuta memberitahu
pihak sekolah tentang kutukan kelas 3-1. Para
polisi sudah menyelidiki kasus kematian dari
murid kelas 3-1 SMP Himegawa bertahun-tahun
yang lalu. Meski Yuta mendapat hukuman atas hal
yang dia perbuat, ia bangga karena ia bisa
menyelamatkan nyawa anak-anak lain yang akan
masuk kelas 3-1 di tahun berikutnya. Ini semua
berkat Yuta. Setelah kutukan kelas 3-1 lenyap,
Yuta kembali menjalani kehidupan sekolah
barunya dengan normal dan bahagia ditemani
kedua teman baiknya Kanae dan Yuhiro. 5 tahun
kemudian mereka merupakan sahabat yang sangat
dekat dan bahkan menempuh kuliah yang
bersama.
“omong-omong saat kita SMP dulu,
bagaimana kau bisa melenyapkan kutukan
seorang diri begitu saja?” Yuhiro bertanya kepada
Yuta.
“Benar-benar, mungkin saja dia spesial kau
tau? Orang yang suci” sahut Kanae.
Yuta tertawa kecil. “Mudah saja. Aku
mengikuti nasehat yang kalian beri tau aku
dahulu.” jawab Yuta sambil tertawa.
“Nasehat? Mana ingat aku dengan
percakapan kita 5 tahun yang lalu.”Kanae protes.
“ahah, benar.. tidak terasa sudah 5 lima
tahun berlalu, waktu berjalan sangat cepat.”
Yuhiro berbalik menjawab.
“Lagipula ini semua berkat kalian. Coba saja
kalau kalian tidak memberitahuku saat itu, wah
pasti saya sudah tinggal di alam yang berbeda.”
“Sudah-sudah, masa lalu biarkanlah
berlalu. Kita sudah hidup terlepas dari kutukan
kelas kita dulu itu juga berkat mu, Yuta.”
“HAYY! Omong-omong bukankah ini hari
anniversary kita??” Tanya Kanae tiba-tiba
“Hari anniversary..?”
“HAH?! KAU TIDAK INGAT? Ayo lah! kita
sudah berteman selama lima tahun dan kita masih
bersama. Mari kita rayakan dengan makan-makan
di restoran pak Tanaka! Tenang, aku yang
membayar semuanya!” Sahut Kanae pada Yuta
dan Yuhiro.
Kanae memeluk kedua temannya di leher
dan berjalan bersama menuju restoran sembari
menikmati pemandangan matahari terbenam dari
sisi kota.