Anda di halaman 1dari 14

Universitas Kristen Duta Wacana

Program Studi Sarjana Filsafat Keilahian

Kelompok 1

Pembahasan : Novel Penyalin Cahaya dan Cantik itu Luka

Nama Kelompok : Leonorilda Adinda Saraswati Foeh (01200267)


Krisanda Ayuningtyas (01210305)
Sabrina Laura Median S (01210309)
Diny Diantini (01210324)

Pendahuluan

Dewasa kini terdapat semakin banyak tokoh, gerakan maupun komunitas perempuan
yang mulai mendobrak dan memperjuangkan kesetaraan gender juga kebebasan perempuan.
Perempuan yang selama ini hanya dipandang sebagai suatu objek hingga dipandang rendah,
membuat perempuan tidak bebas dan tertindas oleh mereka kaum patriarki. Oleh karena itu,
munculnya tokoh, gerakan maupun komunitas perempuan yang berani memperjuangkan
kesetaraan gender, sepertinya mampu menggerakkan hati para perempuan lainnya juga untuk
bersama-sama memperjuangkan dan tidak hanya itu saja, para lelaki juga akan sadar dengan
persoalan ini. Sehingga, di dalam paper ini kami akan mereview, menganalisis dan melihat
relevansi masa kini mengenai kisah perempuan yang berjuang bebas dari penindasan
berdasarkan dua novel yang cukup terkenal, yaitu Novel Penyalin Cahaya dan Cantik itu Luka.
Resensi

1. Cantik Itu Luka

Judul : Cantik Itu Luka

Penulis : Eka Kurniawan

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Cetakan : XXIII
Tahun :2015

Tebal : 505 halaman

ISBN : 978-602-03-1258-3

2. Penyalin Cahaya

Judul : Penyalin Cahaya

Penulis : Lucia Priandarini


Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I (edisi pertama)
Tahun 2022

Tebal : 208 halaman

ISBN : 978-602-06-5938-1

Resume

1. Cantik Itu Luka

Novel ini menceritakan kisah sejarah Indonesia dari masa penjajahan hingga kejatuhan
Presiden Soeharto pada tahun 1998. Novel ini mengikuti kehidupan dua wanita, yaitu Dewi Ayu
dan putrinya, Cantik, serta orang-orang di sekitar mereka. Dewi Ayu, seorang wanita cantik yang
dikenal di kota Halimunda, dipaksa menjadi pelacur oleh tentara Jepang pada masa pendudukan.
Dia kemudian memiliki empat anak dari empat pria yang berbeda, yang masing-masing memiliki
cerita unik dan pahit. Anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga Dewi Ayu tak kalah cantik
dengan ibunya. Namun, anaknya yang keempat tampaknya memiliki nasib yang bertolak
belakang dengan nasib ibu dan ketiga kakaknya. Cantik memiliki rupa fisik yang buruk,
bahkan sedari ia
baru lahir. Kulitnya hitam legam, hidungnya tidak tampak seperti hidung manusia, orang-orang
yang melihatnya akan merasa ngeri. Namun, bagai sebuah ironi, Dewi Ayu menamainya Cantik.
"Cantik Itu Luka" juga menggambarkan kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk.
Novel ini menunjukkan bagaimana kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam lingkungan
rumah tangga, pekerjaan seks, dan juga kekerasan seksual selama masa pendudukan Jepang.
Dalam novel ini, tokoh-tokoh perempuan mengalami kekerasan fisik, seksual, dan psikologis.
Dewi Ayu, misalnya, dipaksa menjadi pelacur oleh tentara Jepang saat masih remaja, dan selama
hidupnya ia mengalami banyak kekerasan seksual dan fisik dari para pria yang memperkosanya.
https://www.gramedia.com/best-seller/review-novel-cantik-itu-luka/

2. Penyalin Cahaya

Kisah ini bermula ketika Sur atau Suryani, seorang mahasiswi, mengikuti sebuah pesta
yang diadakan oleh anak-anak teater untuk merayakan kemenangan mereka dalam sebuah
kontes. Itu merupakan pengalaman pertama Sur mengikuti sebuah pesta dengan anak-anak teater
tersebut yang pada akhirnya membuat dia tidak terkontrol dan mabuk hingga tidak sadar. Dari
sinilah masalah dimulai. Sehari setelah pesta kemenangan itu, Sur mendapatkan kabar bahwa
beasiswa kuliahnya dicabut oleh pihak kampus, karena sebuah swafoto (selfie) dirinya yang
sedang mabuk terunggah di media sosial miliknya. Ia yang tidak tahu menahu soal unggahan
foto-foto tersebut karena berada di bawah pengaruh minuman keras pun kalang kabut, dan
berusaha mencari tahu mengapa kejadian buruk itu bisa terjadi. Dibantu dengan Amin,
sahabatnya yang bekerja di kios fotokopi kampus, ia pun menyelidiki apa yang terjadi di malam
pesta perayaan itu. Lewat keahlian yang dimilikinya di bidang teknologi informasi, Sur pun
meretas ponsel para anggota teater Matahari. Dari penyelidikannya tersebut, ia berhasil
mengumpulkan barang bukti sedikit demi sedikit. Dari bukti tersebut ia pun mulai mengetahui
apa yang terjadi padanya di malam pesta perayaan itu, di mana ternyata ia merupakan seorang
korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu anggota klub teater tersebut. Bersama
dengan bukti-bukti yang dikumpulkannya itu, Sur pun melaporkan kasus yang menimpanya
tersebut kepada pihak kampus. Namun, ia tidak menemukan titik terang atas kasusnya. Pihak
kampus terlihat abai dan enggan untuk bertindak karena posisi dan kekuasaan orang tersebut.
Konsekuensinya, ia malah harus memublikasikan permohonan maaf karena telah melakukan
pencemaran nama baik. Namun bukannya menyerah, ia justru makin semangat dan tidak tinggal
diam untuk mengungkap kejahatan orang itu dengan segala cara, sampai ia mendapatkan apa
yang ia mau.
https://www.gramedia.com/blog/film-penyalin-cahaya-kini-diadaptasi-dalam-bentuk-novel/

Analisis

1. Cantik itu Luka

- Latar Belakang Penulis

Eka Kurniawan sudah menekuni atau tertarik dalam dunia penulisan sejak SMA
dan beberapa kali sudah menerbitkan cerpen, diantaranya; Hikayat Si Orang Gila
selain itu ia juga menjadi penulis skenario sinetron di stasiun tv seperti Dendam
Rindu Harus Dibayar Tuntas yang juga merupakan novel karyanya sendiri. Eka
Kurniawan banyak menulis cerpen , novel dan karya- karyanya ini ada yang telah
diterjemahkan lebih dari 30 bahasa. Karya- karya yang ditulis merupakan hasil
tulisan sendiri yang ia lihat dari situasi pada konteksnya dan juga ada beberapa yang
ia tulis bersama kawan- kawannya. Eka Kurniawan juga terkenal sebagai penulis
terbaik bermula dari skripsinya yang berjudul Pramodya Ananta Toer dan Sastra
Realisme Sosial. Selain itu dianggap terbaik juga terbukti dari salah satu karyanya
yaitu novel Cantik Itu Luka masuk 100 daftar buku terkemuka di The New York
Time dan ia juga kembali mendapatkan penghargaan Word Readers Awards
berkat novel ini pula. Banyak penghargaan lain yang diraih oleh Eka Kurniawan
seperti penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi pada tahun
2019 dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Cerita dari novel Cantik Itu
Luka sebenarnya Eka Kurniawan mampu menciptakan sebuah teks perempuan tanpa
membuat perempuan dalam dunia realita sebagai laki-laki dalam bungkus
perempuan. Pentingnya karya-karya yang ditulis masih relate dengan kehidupan saat
ini dimana perempuan yang memiliki label cantik masih saja mendapat stigma
ataupun menjadi pemuas nafsu laki-laki. Sesuatu yang menjadi perhatian juga ia
menuliskan novel Cantik itu Luka titik tolaknya pada perempuan, dimana para laki-
laki sering kali berlomba-lomba menikmati kecantikan tersebut untuk dirinya sendiri.
- Prespektif Feminis

Secara keseluruhan topik yang diangkat dalam novel bercerita tentang seorang
perempuan yang masih berada di bawah taklukan budaya patriarki, jika dilihat dari
perspektif feminis ini menunjukan ketidak berdayaan perempuan dalam keluar dari
rantai tersebut dan ini biasanya sering kali di dukung oleh masalah materi ataupun
ekonomi sehingga segala cara dilakukan perempuan untuk bertahan hidup. Selain itu
dilihat juga melalui karakter masing-masing tokoh yang memiliki gaya feminis yang
berbeda- beda, diantaranya:
Pemeran Dewi Ayu

Dewi Ayu yang menjadi tokoh utama dalam cerita novel ini, diceritakan sebagai
perempuan yang memiliki darah campuran antara Belanda dan Pribumi. Anak yang
lahir masih dari rantai keluarga inti maksudnya hubungan dua bersaudara beda ibu
(tiri). Dewi Ayu tidak pernah melihat ayah dan ibunya kecuali hanya lewat foto
karena dia dibuang ketempat kakeknya sedangkan orang tuanya pergi ke Eropa.
Dewi Ayu digambarkan sebagai sosok yang keras kepala hal ini terbukti pada saat
Jepang menyerang tempat tinggalnya yaitu Halimunda, dia tetap bersikukuh tetap
ingin tinggal dirumah sedangkan orang-orang Belanda dan inlander mengungsi ke
Eropa. Dia juga digambarkan sebagai yang sangat cantik dan juga cerdas, hal ini
terbukti pada saat dia dan kawan-kawannya menjadi tahanan perang Jepang dan
harus hidup menjadi pelacur, hanya Dewi Ayu yang masih berpikir logis dan tetap
santai, dia jugalah yang memotivasi teman- temannya agar agar tidak bunuh diri pada
saat menjadi tahanan perang.
Pemeran Alamanda

Alamanda adalah anak pertama dari Dewi Ayu, Alamanda mewarisi

kecantikan ibunya, dia memiliki mata sipit sebagaimana orang Jepang yang telah
menyetubuhi ibunya, dia juga keras kepala sama seperti ibunya di waktu muda.
Alamanda adalah gadis yang aktif, dia menghabiskan hari-harinya dengan melihat
konser, bernyanyi bersama pacar dan teman-temannya di tempat manapun yang
mereka suka, bertamasya ataupun menonton bioskop hingga dia sering pulang
kerumah pada larut malam ataupun menjelang pagi. Alamanda punya kesenangan
suka mempermainkan hati para laki-laki, hal itu terbukti saat dia berkata bahwa “Aku
menyukai laki-laki, tapi aku lebih suka melihat mereka menangis karena cinta”.12
Sejalan dengan kata-katanya tersebut Alamanda sudah banyak membuat para laki-laki
sakit hati dengan kecantikannya sejak umur 13 tahun.
Pemeran Adinda

Adinda adalah anak kedua Dewi Ayu, sama seperti kakaknya dia mewarisi
kecantikan Dewi Ayu dengan memiliki bulu mata yang lentik dan hidung yang
ramping, Adinda awalnya adalah gadis yang lugu, dia lebih suka dirumah daripada
berkeliaran, tapi semenjak Alamanda kawin secara mendadak dia lebih sering
menghabiskan waktunya berada diluar rumah. Berbeda dengan kakaknya, adinda
hanya menyukai seorang laki-laki komunis yang kelak akan menjadi suaminya.
Pemeran Maya Dewi

Maya Dewi adalah anak ketiga Dewi Ayu, seperti halnya kakak-kakaknya, Maya Dewi
juga mewarisi kecantikan dari ibunya. Dia adalah anak yang rajin, penurut, dan baik.
Guru-guru di sekolah juga melaporkan bahwa dia gadis yang baik. Maya Dewi kawin
diusia yang sangat muda yaitu 12 tahun, hal itu dikarenakan Dewi Ayu khawatir kalau
Maya Dewi akan bernasib dan berkelakuan buruk seperti kakak- kakaknya karena
kecantikan yang dimiliki. Maya Dewi dikenal dengan sosok tenang, ramah, dan
bahkan saleh, sebab dia sering ikut pengajian di malam Jum’at.
Pemeran Cantik

Cantik merupakan anak terakhir Dewi Ayu dan juga satu-satunya tokoh di dalam
novel ini yang digambarkan memiliki rupa sangatlah jelek. Cantik memiliki sifat yang
sangat tegar terbukti bagaimana dia tetap bisa menikmati hidup meski memiliki
wajahnya yang sangat jelek. Tokoh ini juga digambarkan sebagai sosok yang cerdas,
hal ini terbukti bahwa dia bisa membaca dan berhitung tanpa pernah sekolah. disisi
lain dia sudah bisa menyulam pada umur sembilan tahun, menjahit pada umur sebelas
tahun dam bisa memasak makanan apapun yang diinginkan.
Pemeran Ma Iyang

Ma Iyang merupakan nenek Dewi Ayu dari pihak ibu. Dia merupakan perempuan
pribumi yang dipaksa menikah dengan Tuan Belanda. Ma Iyang digambarkan sebagai
sosok yang lemah sebagaimana digambarkan bahwa dia tidak berdaya pada saat
dipaksa untuk menjadi gundik dari Tuan Belanda dengan ancaman bawa kedua orang
tuanya akan dijadikan santapan anjing. Dia pasrah meninggalkan kedua orang tua dan
juga kekasihnya.
Pemeran Mama Kalong

Mama Kalong merupakan pemilik dari tempat pelacuran atau biasa disebut dengan
germo. Pada awalnya Mama Kalong juga merupakan seorang pelacur akan tetapi dia
memiliki naluri bisnis yang baik dan akhirnya bisa menjadi seorang germo dan
menjadi perempuan terkaya di Halimunda di akhir masa kolonial. Mama Kalong
merupakan ibu dari para pelacur di tempat pelacuran miliknya sendiri, digambarkan
sebagai sosok yang perhatian dan mengasuh para pekerja pelacurnya dengan sangat
baik seperti memberikan pakaian yang mewah, makanan yang enak, dan juga diajak
pergi berlibur.
Mama Kalong perempuan yang mempunya naluri bisnis yang tinggi, hal itu terbukti
bahwa tempat pelacurannya dapat berdiri dengan sangat lama, pada saat Belanda
kalah dari Jepang dan Jepang mulai menjajah Halimunda tempat pelacuran Mama
Kalong masih tetap berdiri tegak bahkan berkembang dengan pesat. Mama Kalong
bahkan sampai keluar masuk desa dan naik turun gunung hanya untuk mencari gadis-
gadis yang bersedia menjadi gundik, dan dia memelihara mereka ditempat pelacuran
miliknya dengan sangat istimewa.
Pemeran Ola Van Rijk

Ola merupakan salah seoang kenalan Dewi Ayu, ayah Ola salah seorang pemilik
perkebunan coklat dan mereka sering berkunjung kerumahnya. Ola digambarkan
sebagai sosok yang polos dan penakut, hal dijelaskan bagaimaa dia awalnya tidak
sadar bahwa dia akan menjadi tahanan perang dan menjadi pemuas nafsu prajurit
Jepang.
Ola merupakan salah satu gadis yang prustasi karena setiap malam menjadi
pemuas nafsu para tentara Jepang, dia sempat depresi dan mencoba bunuh diri
dengan cara mengiris pergelangan tangannya di kamar mandi. Namun setelah
menerima nasehat dari Dewi Ayu dia akhirnya terbiasa melakukan pekerjaan tersebut
2. Penyalin Cahaya

- Latar Belakang Penulis

Lucia Priandarini merupakan penulis lepas fiksi dan nonfiksi lulusan Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia. Banyak karyanya yang sudah diterbitkan. Bahkan
beberapa diantaranya lalu diadopsi menjadi sebuah film. Novel pertama Lucia adalah
Posesif yang menjadi salah satu novel karyanya yang juga diangkat menjadi sebuah
karya film. Novel selanjutnya yang juga tak kalah menariknya yakni Dua Garis Baru,
Episode Hujan dan Penyalin Cahaya. Hampir keseluruhan novel yang berhasil
dibuatnya memusatkan topik cerita pada tokoh perempuan. Agaknya Lucia ingin
secara implisit menyuarakan tentang feminisme melalui karya - karyanya.
Menariknya, beberapa karyanya memiliki pesan mendalam namun bisa dikemas
sedemikian rupa sehingga terkesan tersirat.
- Prespektif Feminis

Secara keseluruhan topik yang diangkat dalam novel bercerita tentang perjuangan
yang dilakukan oleh tokoh (Suryani) untuk mempertahankan harga dirinya. Bukan
hanya itu, tokoh - tokoh wanita pendukung seperti Anggun, Farah bahkan Ibu
Suryani juga ikut serta menunjukkan adanya gejala feminisme. Penyalin Cahaya
hendak menunjukkan pemberontakan yang bisa dilakukan kaum wanita sekaligus
menghancurkan stereotip kaum perempuan. Terlepas dari tujuan itu, pembaca dapat
menemukan bahwa banyak hal yang harus dilewati para tokoh perempuan ini. Usaha
mereka untuk berusaha mewujudkan tujuan mereka tidak berjalan mulus, karena
terkurungnya masyarakat dengan suatu konstruksi sosial tentang pandangan
mengenai perempuan.
Novel ini diakhiri dengan narasi yang menggambarkan kekuatan kaum
perempuan yang dianggap remeh nyatanya mampu membawa mereka kepada tujuan
yang mereka inginkan. Secara bersama mereka saling meyakinkan bahwa
stereotip yang sudah
terlanjur muncul bisa dihapus selama kita sebagai perempuan punya keberanian dan
tekad yang kuat. Novel ini memberikan gambaran kepada kita untuk berani
melepaskan jeratan gambaran perempuan ideal yang berkembang di masyarakat.
Perempuan harus berani bicara dan bertindak untuk bisa menunjukkan bahwa
pandangan masyarakat tidak selamanya benar.
Pemeran Suryani

Lebih detail, dalam narasi kita bisa menemukan bahwa pemeran Suryani
menunjukkan gaya feminisnya berulang kali. Beberapa bisa kita lihat dari usahanya
untuk memberontak dengan mengumpulkan bukti - bukti pelecehan seksual sampai
pengaduannya kepada pihak kampus. Namun, lagi - lagi pemberontakan yang
dilakukan Suryani tidak didukung oleh para pemain perempuan lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang terkurung dan takut
menyuarakan hak perlindungan mereka.
Pemeran Orang Tua Suryani

Sekalipun digambarkan bahwa Suryani memiliki bentuk keluarga yang lengkap


dengan kehadiran ayah dan ibunya, hal ini tidak berarti bahwa Suryani mendapat
dukungan dari keluarganya ketika hendak menyelesaikan masalah ini.
Pembaca bisa melihat bagaimana sikap ayah Suryani yang sangat patriarki
melalui beberapa bagian cerita. Ayah Suryani hendak menunjukkan bahwa layaknya
budaya patriarki, seorang perempuan harus bisa tunduk kepada laki laki. Perempuan
seharusnya bisa mengontrol diri untuk tidak melakukan hal - hal yang membuat
kesan perempuan menjadi seperti seorang pemberontak sekalipun itu mengancam
harga dirinya.
Meskipun tokoh ibu digambarkan dengan perasaan yang lemah lembut dan penuh
cinta kasih, namun kelompok menemukan bahwa hal ini tidak selamanya benar.
Sekalipun kita tengah terkurung dalam suatu stereotip tentang seorang perempuan,
memilih diam malahan membuat kita secara tidak sadar mendukung tertindasnya
kaum perempuan lainnya. Ibu memilih diam ketika dia menyadari bahwa anaknya
memang mengalami pelecehan seksual. Ibu tidak berani menyuarakan apapun di
bagian ketika Suryani berusaha keras mempertahankan pendapatnya. Malahan, ibu
baru berani mengajak Suryani berbicara bahkan ketika tidak ada tokoh laki - laki
lain. Ibu Suryani menjadi gambaran wanita tertindas yang memilih diam dan ini
sangat berkebalikan dengan tokoh Suryani

Tinjauan Teologis

Dalam meninjau kedua kisah yang dikisahkan dalam novel, kami memilih untuk
menggunakan kisah gundik dalam Hakim-hakim 19 dan kisah Ratu Ester. Di dalam kisah
seorang perempuan yang merupakan gundik dalam Hakim-hakim 19, kami melihat
persamaannya dengan kisah perempuan-perempuan pelacur yang ada dalam novel cantik itu
luka. Mereka tidak memiliki hak dan kebebasan, bahkan ketika mereka harus melayani para
tentara Jepang tanpa dibayar. Mereka tidak memiliki hak untuk melawan karena mereka sadar
mereka lemah. Bahkan dikisahkan di awal tokoh Ma Iyang menjadi gundik karena dia harus
menafkahi keluarganya hingga orang tuanya, hal ini juga menunjukkan bagaimana seorang
perempuan tidak memiliki hak dan kebebasan bagi diri mereka, mereka selalu terikat. Begitu
pula dengan gundik tadi yang dengan begitu saja diberikan kepada orang-orang Lewi yang
mengepung mereka sebagai ganti agar mereka tidak mengganggu tamu yang datang pada saat
itu. Ayahnya rela memberikan anaknya untuk dibuat apa saja hingga diperkosa dan bahkan
dibunuh dengan begitu kejam, sungguh kisah yang sangat ironis.
Setelah melihat kisah perempuan yang sangat tertindas dan tidak berani berbuat apa-apa,
sekarang saatnya melihat kisah yang berbeda. Dalam novel penyalin cahaya kisah pelik tokoh
Suryani yang disajikan dalam mampu membuat pembaca ikut merasakan betapa emosional dan
frustrasinya seorang penyintas kekerasan seksual untuk membuktikan suatu kebenaran. Selain itu,
novel ini juga dikemas dengan ajakan kepada korban kekerasan seksual untuk berani bersuara di
muka umum demi meraih keadilan. Perempuan yang berani memperjuangkan kebebasan juga hak
yang dia miliki sangat ditonjolkan dalam novel ini dan oleh karena itu kami melihat ada
persamaan antara kisah ini dengan kisah ratu Ester yang berani memperjuangkan kebebasan.
Kebebasan yang diperjuangkan bukan saja kebebasan dirinya sendiri, melainkan kebebasan
seluruh bangsanya meskipun dia tahu bahwa perilaku itu dapat membuat dia juga terbunuh (dalam
Ester 4).
Dalam teks ini diawali dengan Mordekahi. Ketika Mordekahi mengetahui rencana
pemusnahan terhadap bangsa Yahudi yang merupakan bangsanya, dia langsung menggunakan
kain kabung abu yang menandakan kesedihan dan kemudian dia berjalan keluar di tengah kota
sambil menggeruh nyaring yang kembali menandakan bahwa dia merasakan kesedihan dan
kepedihan yang begitu dalam. Dia berjalan sampai ke depan pintu gerbang istana saja, karena ada
aturan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh masuk ke dalam Istana jika tidak dipanggil oleh
raja apalagi menggunakan kain kabung, hal ini merupakan hal yang mustahil dan Mordekahi
mengetahui itu. Berita akan pemusnahan bangsa Yahudi telah tersebar juga dengan titah-titah raja
yang disebar, hal ini kembali membuat banyak orang berkabung juga membuat mereka melakukan
puasa dan menangis meratapi nasib mereka. Mereka juga membentangkan kain kabung dengan
abu sebagai lapik tidur. Hal-hal tersebut yang dilakukan menandakan kesedihan mereka.
Setelah mengetahui itu, diberitahukanlah Ratu Ester melalui dayang-dayangnya. Ratu Ester
juga kemudian merasa sedih, Ratu Ester juga segera mengirimkan pakaian untuk pamannya
Mordekahi, agar dia tidak lagi menggunakan pakaian kabung tadi. Tetapi, Mordekahi tidak
mendengarkan Ratu Ester. Ratu Ester pun memanggil salah satu pelayannya, Hatah untuk menjadi
perantara anata dia dan Mordekahi, Ratu Ester meminta Hatah untuk menanyakan kepada
Mordekahi apa maksud dari segalanya yang sedang terjadi. Hatah pun menyampaikannya dan
dijelaskannya lah Mordekahi apa yang terjadi, Mordekahi juga menyerahkan surat yang berisi
undang-undang untuk memusnahkan bangsa Yahudi. Mordekahi meminta Ratu Ester untuk
menghadap raja, tetapi hal itu sulit untuk dilakukan Ratu Ester karena tidak seorangpun bisa
menghadap raja apabila tidak dipanggilnya, jika melanggar aturan itu maka akan diberikan
hukuman mati. Penolakan Ratu Ester terhadap permintaan Mordekahi meminta Hatah untuk
menyampaikan kepada Ratu Ester bahwa, meskipun Ratu Ester hanya berdiam diri di dalam
istana, dia tetap akan mati karena dia juga adalah orang Yahudi. Mordekahi juga menekankan
bahwa meskipun Ratu Ester tidak melakukan apa-apa, pasti tetap ada yang akan datang menolong
bangsa Yahudi dan menurutnya mungkin saja maksud dari Ratu Ester tiba-tiba dijadikan istri raja
adalah untuk menyelamatkan bangsa Yahudi.
Perkataan Mordekahi ini, berhasil membuat Ratu Ester yakin untuk rela berkorban demi
bangsanya. Untuk mendukung perjuangan Ratu Ester, dia meminta untuk mengumpulkan setiap
orang Yahudi untuk berpuasa selama tiga hari dan hal itu juga dilakukan oleh Ratu Ester dan
seluruh pelayannya.
Dengan, melihat kisah-kisah ini, kami melihat bahwa kekerasan terhadap perempuan
telah terjadi sejak dahulu kala dan itu semua diakibatkan karena anggapan bahwa perempuan
hanyalah objek dan makhluk yang lemah. Banyak pemikiran yang menyimpang juga yang
beranggapan bahwa perempuan hanya menjadi makhluk yang bergantung pada laki-laki tidak
memiliki kesempatan merdeka atas dirinya sendiri. Maka dari itu perempuan sering kali
mendapatkan kekerasan dalam bentuk diskriminasi, pelecehan, dll.
RELEVANSI

Dari kedua novel yang kami coba angkat yaitu Cantik Itu Luka dan Penyalin Cahaya
serta dari kisah perempuan dalam tinjauan teologis yang berkaitan dengan cerita novel,
kelompok kami melihat relevansinya untuk saat ini, kecantikan perempuan hadir dari sebuah
standar atau konstruksi yang dibuat oleh laki-laki dan standar ini berlanjut sampai pada afirmasi
budaya. Perempuan harus mengikuti standar kecantikan laki-laki jika tidak perempuan tersebut
cenderung jarang untuk diperhatikan. Kecantikan juga masih saja dianggap sesuatu yang terlihat
menarik pada penampilan dan menentukan cara bersikap perempuan atau bagaimana baik-
buruknya perempuan tersebut. Perempuan yang dianggap menarik, yang direpresentasikan dalam
novel ini, adalah perempuan dengan standar fisik yang tinggi dan memiliki penampilan khas
yaitu keturunan campuran atau keturunan bangsawan dengan mata yang biru, kulit yang putih,
dan hidung yang mancung. Tak hanya itu, representasi kecantikan pada novel Cantik Itu Luka
juga kerap dikaitkan dengan cara bersikap perempuan yang dianggap menarik secara seksual.
Dari standar-standar kecantikan yang telah di langgengkan sampai saat ini membuat ada
keterbatasan dari seorang perempuan untuk mampu berekspresi, banyak orang yang berusaha
untuk mengikuti standard kecantikan seperti yang telah dijelaskan diatas hingga melakukan
suntik putih agar mencerahkan dan merubah warna kulitnya, bahkan sering ditemukan orang
yang melakukan operasi plastik untuk merubah bentuk wajah atau yang paling sering dilakukan
adalah untuk mengubah bentuk hidung agar mancung. Selain itu masih ada beberapa perempuan
yang memiliki pemikiran ia hanya bisa hidup jika berada di bawah pengaruh laki-laki, tidak bisa
merdeka atas hidupnya sendiri jika tidak ada tumpuan dari seorang laki-laki padahal sebenarnya
ini memperlihatkan sisi kelemahan dari seorang perempuan. Namun menariknya terkadang kita
juga melihat hal yang berlawanan dari relevansi novel Cantik itu Luka yaitu pada relevansi novel
Penyalin Cahaya, relevansi novel ini pada kehidupan yang terjadi sekarang. Tak jarang pada
saat ini kita melihat perempuan yang
memiliki pemikiran terbuka terhadap segala sesuatu yang ada dan berani menyuarakan atas apa
yang seharusnya tak terjadi atau berani bersuara mengenai keadilan misalnya pada bentuk
kekerasan seksual, diskriminasi, yang mengganggu keamanan perempuan. Perempuan yang
berani bersuara atas kasus- kasus penindasan yang terjadi tentunya memiliki tujuan yang baik,
yang mana agar kasus tersebut tidak menjadi rantai yang terus berulang terjadi dan juga kasus
tersebut tidak disepelekan.
Daftar Pustaka

Susanti Puji F, Abdul Rahman.Hendrik Boli Tobi, Nova Lumempouw. “Cantik itu Luka:
Melalui Pandangan Surealisme dan Feminisme.” Jurnal Dekonstruksi 1,no 1
(2021): 1-18. https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/25.
“Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan,” Uin Antasari,diakes 30
Maret, 2023. http://idr.uin-antasari.ac.id/19343/6/BAB%20III.pdf
Kurniawan, Eka. Cantik Itu Luka. Jakarta: PT
Gramedia,2015.
https://online.anyflip.com/gcicz/xbeu/mobile/
Blog,Gramedia. “Film Penyalin Cahaya Kini Diadaptasi dalam Bentuk Novel,” Juni,6
2022. https://www.gramedia.com/blog/film-penyalin-cahaya-kini-diadaptasi-
dalam-bentuk- novel/
Nandy. “ Review Novel Cantik Itu Luka : Kecantikan itu Membawa Malapetaka,”
Gramedia Blog, (2022). https://www.gramedia.com/best-seller/review-novel-
cantik-itu-luka/

Anda mungkin juga menyukai